URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 14 users
Total Hari Ini: 338 users
Total Pengunjung: 6224465 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Masjid Mayor di Granada, Inilah Catatan Safari Dakwah KH Cholil Nafis di Eropa 
Penulis: bangsaonline.com [26/9/2016]
 
Masjid Mayor di Granada, Inilah Catatan Safari Dakwah KH Cholil Nafis di Eropa

Tempatnya persis di seberang Istana Alhambra. Di depan gereja, merupakan sebuah pelataran populer yang dikenal dengan Plaza Mirador San Nicolas. Jika sore hari, ratusan pengunjung akan memadati kawasan ini untuk menikmati warna merah menawan Alhambra di waktu senja dan malam hari.

Misteri Menara Putih
Menara putih, menjulang tinggi berada tepat diujung jalan Calle Espaldas de San Nicolas merupakan sebuah masjid. Gerbang pintu masjid tak begitu lebar. Tertera di dinding pembatas gerbang sebuah tulisan “Mezquita Mayor de Granada” atau Masjid Jami’ Granada. Begitu masuk gerbang, kesan damai, rindang, dan tenang seolah hendak menyapa kami.

Kontras dengan suasana riuh gemuruh ratusan wisatawan yang berada di pelataran gereja. Taman berukuran kecil menghiasi pelataran masjid. Air mancur di tengah taman seolah ingin memecah keheningan pagi menjelang siang.

Sekilas, bentuk mihrab masjid ini menyerupai Mezquita Cordoba, namun didesain lebih sederhana. Warna emas mendominasi kubah mihrab lengkap dengan kaligrafi dan dekorasi berbentuk geometri. Ruang inti masjid cukup luas untuk menampung sekitar ratusan jama’ah. Selain sebagai tempat ibadah, masjid ini juga menawarkan program kursus Bahasa Arab, baik bagi Muslim atau non-Muslim.

Yang paling mencolok dari masjid ini adalah menara putih bergaya Mudejar dan terlihat menjulang tinggi diantara bangunan lainnya. Dihiasi dengan kaligrafi Arab Kuffic, seakan ingin mempertahankan identitas asli yang memang sudah mengakar di distrik Albayzin.

Sang imam harus menaiki sekitar 59 tangga untuk sampai ke menara. Lantunan adzan dari menara ini akan langsung sampai ke Alhambra, istana termegah yang pernah dibangun umat Muslim di benua biru, Eropa, beberapa abad silam.

Memori umat muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir musnah. Identitas sebagai muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol selama bertahun-tahun, Sampai ketika masjid ini secara resmi didirikan atas sebuah gagasan dari Syeikh Abdulqadir Al-Sufi, pendiri Murabitun World Movement. Ia lahir di Scotlandia tahun 1930, dan resmi menjadi mu’allaf di tahun 1967.

Lima abad, identitas Muslim dan semua yang berbau Arab, baik bahasa, tradisi, makanan sampai baju, dilenyapkan oleh pasukan Kristen. Namun, dengan berdirinya masjid ini, seakan semua-nya kembali. Masjid inilah yang kemudian menjadi simbol pertama keberadaan kaum muslim di Granada sejak 1492. Setelah hampir 22 tahun, melalui bermacam kontroversi dan penolakan dari pemerintah Granada, masjid putih dengan arsitektur gabungan antara Mezquita di Cordoba dan Masjid Al-Aqsa di Jerussalem kembali berdiri kokoh.

Rasa-rasanya masjid ini bukan sebatas bangunan biasa untuk beribadah, namun lebih dari itu. Bangunan ini seperti mempunyai ruh, sehingga mampu mengembalikan romantisme kegemilangan peradaban muslim Andalusia ketika itu. Meskipun, nyatanya, Granada sekarang bukanlah Granada beberapa abad silam.

Memori umat muslim Granada yang telah mengakar selama delapan abad di Semenanjung Iberia seolah terkubur dan hampir musnah. Identitas sebagai muslim sengaja disembunyikan untuk mendapat pengakuan sebagai warga negara Spanyol selama bertahun-tahun.

Saat saya memasuki masjid Mayor ini awalnya terkunci. Beberapa saat, nampak seorang bule, memakai pakaian yang rapi menyapa. Namanya Bashir Cadtineria,penduduk setempat. Ternyata dia direktur masjid Jami’ Granada. Ia seorang muallaf muda sekitar umur 30-an tahun. Sambil bercakap-cakap sebentar, dia kemudian bercerita tentang masjid di Granada, bahwa masjid itu adalah satu-satunya di Granada. Ada tempat lain cuma seperti mushallah. Saya dipersilahkan masuk masjid untuk shalat tahyatal masjid. Kemudian diajak berbincang tentang Masjid dan umat Islam di Spanyol, khususnya di Granada.

Bashir bercerita, bahwa masjid Mayor ini juga dijadikan sebagai pusat kajian Islam yang bertujuan untuk mengenalkan peradaban Islam yang toleran dan moderat. Ruangannya terpisah dengan bangunan masjid, tepatnya berada di lantai bawah. Hall ini terdiri dari perpustakaan, ruang kelas dan ruang konferensi.

Kini, Masjid Jami’ Mayor Granada menjadi rumah bagi sekitar lima ratus muslim yang berada tak jauh dari distrik Albayzin. Kehadirannya digambarkan sebagai kembalinya peradaban Muslim di Granada. Bukan untuk mengambil kembali kekuasaan, namun untuk menyuarakan bahwa mereka juga termasuk warga negara Spanyol yang selama ini diasingkan. Bahwa Islam bukan penjajah dan bukan haus darah, tetapi Islam mengajarkan acara hidup yang sesuai fitrah manusia. Mudah-mudah para muajahid ini sukses di medan perjuangannya di negeri Matador.


bangsaonline.com

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam