URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 9 users
Total Hari Ini: 98 users
Total Pengunjung: 6224205 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
BULAN RAJAB 
Penulis: Pejuang Islam [ 25/10/2016 ]
 

                                                  BULAN RAJAB

                                                     Luthfi Bashori

Bulan Rajab termasuk Asyhurul Hurum (empat bulan yang sangat mulia, yaitu Dzul Qo`dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab).

Allah berfirman yang artinya : Sesungguhnya Allah menciptakan bulan itu ada dua belas, sesuai dengan ketentuan Allah tatkala menciptakan langit dan bumi, yang di antaranya ada Asyhurul hurum...)


Allah juga berfirman yang artinya : Barangsiapa menghormati syiar agama Allah, maka hal itu termasuk dari ketaqwaan hati.

Suatu saat Nabi SAW kedapatan berpuasa pada hari Senin, lantas ditanya mengapa Beliau SAW berpuasa pada hari Senin, maka Beliau SAW menjawab : Fiihi yauma wulidtu (Hari itu -Senin- adalah hari kelahiranku).

Karena memperingati hari kelahiran Nabi SAW adalah termasuk syiar agama Islam, maka Nabi SAW menghormatinya dengan cara berpuasa setiap hari Senin.

Bermacam-macam cara umat Islam dalam upaya mengamalkan ayat ta`dziim sya`aairillah (menghormati syiar-syiar agama Allah), antara lain dengan berpuasa, bersedekah, mengadakan kajian agama, mengadakan bakti sosial, mengadakan perayaan menyambut datangnya hari H dari syiar yang dimaksud, selagi tidak dicampuri dengan kemaksiatan.

Seperti juga, boleh saja seseorang merayakan hari ulang tahun dirinya, misalnya dengan cara mentraktir makan seluruh anggota keluarganya. Bahkan ia akan diberi pahala jika diniati mengamalkan Hadits Nabi SAW saat ditanya: Wahai Rasulullah, amalan apa yang paling baik ? Beliau SAW menjawab : Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal (termasuk anggota keluarga) dan yang tidak engkau kenal).

Sedangkan pada bulan Rajab, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari-Muslim, bahwa Nabi SAW tatkala ditanya tentang hukum menyembeleh ternak di bulan Rajab, Beliau SAW memperbolehkan seorang muslim menyembeleh binatang ternak untuk disedekahkan di bulan Rajab, dan diperkenkan mengamalkan perbuatan baik lainnya. Artinya beramal baik di bulan Rajab ini adalah sunnah.

Karena itu, sekalipun tidak ditemukan Hadits shahih dari Nabi SAW yang memerintahkan secara khusus untuk berpuasa sunnah pada bulan Rajab, maka para ulama salaf seperti Sahabat Ibnu Umar, Imam Sofyan Atsstauri Attabi`i, Imam Hasan Albashri Attabi`i, mereka menghormati syiar bulan Rajab dengan cara berpuasa sunnah.

Imam Yahya bin Sa`id juga berpuasa sunnah dalam menghormati bulan Rajab, namun beliau mengatakan makruh jika seorang muslim berpuasa sunnah pada bulan Rajab itu sebulan suntuk.

Imam Ahmad bin Hanbal juga mengamalkannya dan mengatakan : selayaknya (bagi yang berpuasa Rajab) itu mokel (tidak berpuasa) satu atau dua hari dari bulan Rajab.

Imam Syafi`i mengatakan tentang orang yang berpuasa sunnah pada bulan Rajab : Aku mengatakan makruh bagi orang yang berpuasa sunnah sebulan penuh seperti pada saat Ramadhan.

Bahwasannya aku katakan makruh agar orang awam tidak beranggapan bahwa puasa sunnah di bulan Rajab itu dikira hukumnya wajib.

Imam Abu Qilaabah, seorang pembesar ulama dari kalangan Tabi`in menginformasikan, bahwa di sorga ada istana yang diperuntukkan untuk orang yang ahli puasa sunnah pada bulan Rajab.

Imam Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan bahwa Nabi SAW mengatakan kepada orang tuanya Mujibah Albahiliyyah: Puasalah pada Asyhurul hurum (bulan Dzul Qo`dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab) dan tinggalkan puasa itu. Maksudnya, boleh seseorang itu berpuasa sunnah pada bulan Rajab dan boleh juga tidak berpuasa.

Shahabat Ibnu Abbas menguatkan bolehnya berpuasa sunnah pada bulan Rajab, namun beliau mengatakan hukumnya makruh jika melakukan puasa sunnah itu sebulan suntuk. Para ulama salaf dari jaman shahabat Nabi SAW dilanjutkan jaman tabi`i serta dilanjutkan pada jaman Imam Empat Madzhab, memperboleh seseorang untuk berpuasa sunnah pada bulan Rajab, sekalipun kita tidak menemukan Hadits shahih apalagi mutawatir.

Namun, perlu diingat, adamya pembagian Hadits itu menjadi shahih atau hasan atau dhaif, adalah setelah habis jaman Shahabat, Tabi`in dan Imam Empat Madzhab tersebut. Sebagai contoh paling mudah, bahwa Imam Bukhari sebagai pengumpul Kitab Hadits Paling Shahih seluruh dunia, namun beliau justru menganut madzhabnya Imam Syafi`i.


Jadi, bagi umat Islam yang ingin berpuasa sunnah pada bulan Rajab ini maka dipersilahkan. Sedangkan bagi yang tidak ingin berpuasa sunnah bulan Rajab juga dipersilahkan.

Nah, yang paling konyol adalah jika ada orang yang melarang umat Islam melaksanakan puasa sunnah pada bulan Rajab, dan mengatakannya sebagai puasa bid`ah, hanya karena dirinya merasa belum menemukan satupun Hadist shahih dari kitab-kitab Hadits tentang bolehnya berpuasa sunnah pada bulan Rajab.


Jadi mengamalkan suatu amalan sunnah, tidak harus menggunakan hadits shahih, apalagi dibatasi dengan hadits mutawatir.

Bahkan mayoritas amalan umat Islam adalah berdasarkan Hadits hasan, serta mengikuti ijtihad para ulama mujtahidin dari kalangan para Shahabat, Tabi`in, Ta`biut tabi`in, dan para ulama salaf yang hidup sebelum tahun 300 Hijriyyah.


Yang mana mereka itu jauh lebih memahami makna yang tersurat dan yang tersirat dalam Alquran maupun Hadits Nabi SAW dibanding para ulama kontemporer yang datang belakangan, apalagi dibanding kalangan yang hanya memahami Alquran dan Hadits dari buku terjemahan.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Abdullah  - Kota: malang
Tanggal: 26/6/2009
 
Assalamu'alaikum wr..wb..
syukron yai..ana ijin skalian, mau langsung ana posting ke facebook ana...sekalian melanjutkan syiar yai..
jazzakumulloh kher..
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Baik, mudah-mudahan ada manfaat untuk umat.

2.
Pengirim: h hasan busyairi  - Kota: banyuwangi
Tanggal: 20/7/2009
 
syukron atas kepedulian ustad
konsisten mengibarkan panjl 2 islam iewat media ini' 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mohon doa agar dapat istiqamah, jazakumullah khairan.

3.
Pengirim: Fathmir Riza  - Kota: Malang
Tanggal: 23/7/2009
 
Bagaimana penukilan pendapat para imam (syafiiyah) yang sepotong-potong untuk memperkuat keutamaan bulan rajab. Syukron  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mutabi' atau syahid (tambahan dalil penguat) dalam dunia musthalahul hadits (ilmu riwayat hadits) dibenarkan, asalkan bukan dari hadits maudhu' (palsu), dan harus ada minimal riwayat satu kuat/diterima yang dijadikan rujukan utama, kemudian diikuti oleh dalil-dalil mutabi' maupun syahid guna memperkuat argumentasinya, sekalipun menggunakan riwayat dha'if. Perlu dicatat bahwa ulama Ahlussunnah waljama'ah tidak alergi terhadap hadits dha'if/ riwayat lemah, selagi bukan termasuk hadits maudhu' (palsu) dan dipergunakan dalam masalah fadha-ilul a'maal (keutamaan amalan ibadah sunnah). Wallahu a'lam.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam