URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 9 users
Total Hari Ini: 98 users
Total Pengunjung: 6224205 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
Abuya Sayyid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani  
Penulis: Pejuang Islam [ 25/10/2016 ]
 

.
                  Abuya Sayyid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani
                         yang Terekam dalam Memoriku  (KE SATU)


       Pengalaman Pribadi Ustadz Luthfi Bashori (Alumni Ma`had Almaliki 1983-1991 )


Disajikan oleh :
Faris Khoirul Anam, Lc.
(Staf Pengajar Ribath Almurtadla Al-islami)


Awal Pengangkatan Ustadz Luthfi sebagai Murid Abuya

Pada era 80-an, Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki, ulama kharismatik itu masih sering berkunjung ke Indonesia dan kebetulan juga beliau membeli rumah pribadi di Jalan Raya Langsep Malang. Pada akhir tahun 1981, dalam suatau muhibah (kunjungan) dakwah ke tanah air, Abuya- panggilan akrab beliau- datang ke Pesantren Ilmu AlQuran, yang dirikan oleh KH M. Bashori Alwi.

Di tengah-tengah acara, Abuya, ulama dari Makkah itu memanggil seseorang. Lalu disuruhlah memijat tubuhnya yang besar, seperti layaknya perawakan penduduk Makkah pada umumnya. Anak muda yang mendapat kehormatan dipanggil tersebut tiada lain adalah Ustadz Luthfi Bashori, putra pengasuh PIQ, sekaligus pendiri Ribath Almurtadla Al-islami.

Sampai waktu usai acara hingga saat  Abuya keluar dari pesantren, Ustadz Luthfi yang saat itu berumur 16 tahun terus dirangkul oleh Abuya. Sejenak sebelum berpisah, ,  Abuya bertanya dengan berbahasa Arab kepada Ustadz Luthfi: Maukah kamu aku ajak ke Makkah? sepulang dari Makkah, kamu nanti bisa membantu ayahmu!.

Demikianlah setelah diterjemahkan oleh salah seorang murid Abuya, Ustadz Luthfi saat itu spontan menjawab: Ya, saya mau. Dalam pikiran sederhananya, kalau dia bisa ke Makkah, pasti nanti akan mudah untuk menunaikan ibadah haji.

Setelah Abuya kembali ke kediamannya di Malang, Ustadz Luthfi menemui ayahnya dan bertanya tentang tawaran Abuya tersebut.

KH. Bashori menjawab bahwa beliau tidak tahu bahkan tidak diberi tahu oleh Abuya, namun memang dipesan untuk membawa dua anak menemui Abuya di Malang.

Dua anak yang dimaksud adalah yang memijat Abuya tadi dan yang membaca Al-Quran saat acara, yaitu Ustadz Luthfi dan temannya, yaitu Ustadz Sholihin, santri PIQ asal Surabaya.

Esok harinya, KH. Bashori datang menemui Abuya di Malang dengan mengajak kedua anak terserbut. Di sana, tiba-tiba Abuya mengadakan perjanjian dengan KH. Bashori, Kamu ridla anakmu aku ambil sebagai anak angkat dan aku bawa ke Makkah? KH. Bashori menyatakan kesediaannya.  Apa ibunya ridla juga? Tandas Abuya, maka KH. Bashori pun menyatakan bahwa sang ibu juga meridlainya.

Demikianlah lalu Ustadz Luthfi dan temannya diperintah Abuya untuk mendalami bahasa arab di Ponpes Darut Tauhid, Malang.
Berangkat ke Makkah

Setelah kurang lebih satu tahun berada di Ma`had darut Tauhid, maka pada tahun 1983, Ustadz Luthfi pun berangkat ke Makkah.

Sesampai di kota Makkah, maka pertama kali yang dikerjakan adala melaksanakan ibadah Umrah.

Kemudian bergabunglah Ustadz Luthfi bersama murid-murid yang lain, di Ma`had Abuya yang berlokasi di daerah Utaibiyyah. Ma`had ini adalah bangunan lama sebelum pindah ke ma`had baru di daerah Rushaifah.

Ustadz Luthfi saat itu datang dari Indonesia bersama tiga orang kawannya, yaitu Ustadz Miqdad Baharun, Ustadz Sholihin Jaiz dan Ustadz Abdullah Murad.

Di ma`had Utaibiyyah ini mereka berempat hanya sempat bermukim selama kurang lebih satu bulan, lantas Abuya membawa mereka untuk pindah ke kota Madinah Almunawwarah.
Mimpi Ustadz Luthfi di Hari Pertama Masuk Kota Madinah.

Tatkala Ustadz Luthfi dan tiga temannya masuk kota Madinah, mereka tidak langsung berkesempatan berziarah ke makam Rasulullah SAW. Mereka beristirahat terlebih dahulu di syuqqah Babul `awali hingga esok hari.

Di saat malam hari, Ustadz Luthfi bertanya-tanya dalam hati, kira-kira kapan akan diajak ziarah ke makam Rasulullah SAW, dia pun membayangkan makam Rasulullah SAW dengan membandingkan bermacam-macam bentuk makam orang-orang shalih yang pernah diziarahi tatkala masih berada di tanah air, hingga pada akhirnya tertidur pulas dengan membawa sejuta pertanyaan di dalam hati. Dalam kepulasannya, ternyata Allah SWT berkenan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul tersebut, dengan dipertemukan Ustadz Luthfi di dalam mimpinya dengan Rasulullah SAW.

Dalam mimpi, Ustadz Luthfi bersama teman-temannya pergi berziarah ke makam Rasulullah SAW. Sesampai di tempat makam, ternyata sudah banyak orang-orang yang menanti dan mengitari makam tersebut, seakan-akan mereka menunggu seseorang yang akan keluar dari dalam makam.

Ustadz Luthfi pun ikut serta bergerombol bersama mereka, tiba-tiba dari arah belakang terjadi keributan kecil, dan orang-orang semua melongokkan kepala untuk menyaksikan apa yang terjadi.

Ternyata di sana telah berdiri seseorang yang sosoknya nyaris sama dengan Abuya, Sayid Muhammad Alwi Almaliki, sosok itu dikitari kerumunan orang, yang berteriak  teriak ramai lantaran memanggil  manggil,  Rasulullah, Rasulullah, Rasulullah,  entah mengapa, seketika itu juga Ustadz Luthfi meyakini bahwa yang datang tiada lain adalah Rasulullah SAW, sekalipun sosok yang dilihat adalah perawakan Abuya, dengan segala bentuk pakaian yang biasa melekat pada diri Abuya. Secara spontan pula Ustadz Luthfi mendekati Rasulullah SAW.

Peristiwa yang pernah terjadi pada saat pertama kali bertemu Abuya di tanah air, dengan dirangkulnya Ustadz Luthfi oleh Abuya, terasa terulang lagi.

Sebab dalam mimpi itu tiba-tiba Rasulullah SAW menggandeng dan merangkul Ustadz Luthfi, dan diajak jalan perlahan-lahan, seraya bertanya dalam bahasa Arab, "Apa tujuanmu datang kemari ?" Ustadz Luthfi pun merasa aneh sebab tiba-tiba faham perkataan Rasulullah SAW tersebut, maka di luar kesadaran, secara ringkas dan spontanitas Ustadz Luthfi menjawab, "(Saya ingin) ilmu Ladduni (yang manfaat)." Mendengar jawaban itu Rasulullah SAW lantas mencium sekitar mulut Ustadz Luthfi, kemudian berjalan meninggalkannya.

Terjaga dari tidur, dia duduk termenung memikirkan apa yang baru saja dialaminya dalam mimpi yang relative singkat itu, dan dia tidak berani bercerita kepada siapapun, sebab takut salah. Hanya saja mimpi itu terus terbayang dalam benaknya, hingga pada suatu saat dia bertanya kepada salah seorang taman seniornya, apakah ada di antara murid-murid Abuya yang pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW?, pada akhirnya dia mendapat keterangan ternyata banyak juga yang mengalaminya, dan di antara mereka yang mengalami itu mengatakan bahwa sosok Rasulullah SAW yang sering muncul dalam mimpi mereka, adalah nyaris sama dengan sosok Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani, sebagaimana yang disaksikan sendiri oleh Ustadz Luthfi.

Man ra-aani fil manaam faqad ra-aani haqqan fainnas syaithaan laa yatamatstsalu bii (Barang siapa melihatku dalam mimpi, sungguh dia benar-benar telah melihatku, karena setan tidak bisa menyerupai aku ), sebuah hadits Nabi SAW, diriwayatkan oleh Imam Bukhari dinukil oleh Ustadz Luthfi mengakhiri cerita mimpinya.


Situasi Kota Madinah dan Sistem Pendidikan yang Diterapkan

Madinah di era 80-an adalah sebuah kota yang jauh dari hingar bingar, serasa dalam menjalani kehidupannya adalah khusyu dan khudhu, tenteram dan damai serta nyaman. Kondisi masyarakat secara umum juga sangat mendukung bagi orang yang datang untuk menuntut ilmu agama.

Masyarakat Madinah sangat menghormati para pelajar ilmu agama. Seringkali tanpa disangka-sangka ada mobil pribadi yang lewat di depan para pelajar, tiba-tiba berhenti dan menawarkan diri untuk mengantar sang pelajar tersebut ke tempat tujuannya secara cuma-cuma.

Belum lagi kejadian yang sering ditemui pada masyarakat Madinah, tatkala ada seorang pelajar Ilmu yang sedang belanja, tiba-tiba mendapat diskon dari pemilik toko setelah bertanya : Apakah kamu ini pelajar ilmu agama ?

Kondisi semacam inilah yang sangat mendukung siapa saja yang sedang mencari ilmu agama di kota Madinah.

Terlebih, jika menengok sistem yang diadopsi oleh tempat pendidikan yang berada di bawah naungan Abuya Assayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani, yaitu sistem halaqah, sebagaimana layaknya metode belajar yang pernah diterapkan oleh kalangan para sahabat Nabi SAW.

Metode semacam ini sudah menjadi umum berlaku di kalangan masyayikh Makkah dan Madinah.

Belum lagi syarah dan keterangan para  masyayikh yang sangat luas itu ibarat sebuah kitab syarah yang sedang berbicara di depan para santri pelajar.

Demikianlah keadaan belajar-mengajar yang ada di Madinah saat Ustadz Luthfi berada di kota Madinah.

Kejadian Aneh yang Terjadi Pada Diri Abuya.

Pagi itu, seperti biasanya, jika Abuya sedang berada di Madinah, maka salah satu tugas Ustadz Luthfi adalah ikut membantu teman seniornya dalam melayani kebutuhan Abuya, antara lain sarapan pagi yang biasanya berupa telor goreng mata sapi, roti, keju, susu segar, dan lain-lain.

Antara kamar pribadi Abuya yang sekaligus berfungsi sebagai kantor dan dengan dapur pribadi beliau, hanya dibatasi oleh sebuah lorong kecil.

Artinya, setiap orang yang berada di dapur lantas akan masuk ke kamar Abuya, pasti melewati lorong kecil itu.

Tatkala di tangan Ustadz Luthfi sudah tersedia talam berisi peralatan dan menu  sarapan pagi Abuya, dan Ustadz Luthfi sudah berada di lorong kecil, tiba-tiba teman seniornya mencegah langkah Ustadz Luthfi, agar tidak masuk ke kamar Abuya terlebih dahulu, namun diminta untuk ikut mendengarkan secara seksama.

Dengan penuh penasaran, Ustadz Luthfi ikut memperhatikan ajakan teman seniornya tersebut, ternyata terdengar suara tangis lirih Abuya namun cukup jelas dari dalam kamar tersebut. Karena itulah mereka berdua tidak berani masuk kamar sebelum dipanggil oleh Abuya.

Selang sepuluh menit berikutnya, tiba-tiba Abuya memanggil dengan suara yang agak parau : Aulaad, fieen futhuur ? (Anak-anak, mana sarapannya). Kemudian masuklah mereka berdua, dengan membawa barang yang menjadi tugasnya masing-masing.

Setelah mereka berdua duduk di depan Abuya untuk menata menu sarapan dan keperluan lainnya, maka Abuya bertanya :" Tahukah kalian apa yang baru saja aku alami ? Teman senior itupun menjawab : Tidak tahu wahai Abuya..!."

Abuyapun menyahut : "Demikian anak-anakku, baru saja aku ditemui oleh Rasulullah SAW secara langsung! "

Mendengar keterangan itu, tiba-tiba seluruh bulu kuduk Ustadz Luthfi terasa berdiri lantaran terasa kewibawaan terpancar dari diri Abuya.

Rasa cinta kepada Abuya pun semakin mendalam pada jiwa Ustadz Luthfi, maka tak salah apabila Ustadz Luthfi berucap, Tak akan pernah ada lagi guru besar selain Abuya yang dapat  menggantikan kedudukannya dalam hatiku.

Tentu saja Ustadz Luthfi dan teman seniornya itu merasa ikut bahagia, karena saat itu mereka berdua sedang berada di dekat kamar pribadi Abuya sebagai tempat pertemuan beliau dengan Baginda Rasulullah SAW.

Pindah ke Makkah.

Setelah menetap di Madinah selama tiga tahun, maka Ustadz Luthfi dan teman-temannya diperintah oleh Abuya untuk pindah ke Makkah menempati ma`had baru Abuya yang berlokasi di daerah Rusaifah, sebuah kawasan berjarak sekitar 5 Km dari Masjidil Haram.

Di Rusaifah ternyata kegiatan belajar sehari-hari, lebih banyak dari pada kegiatan pelajaran di Madinah. Situasi sangatlah berbeda, bahkan perbedaan tersebut dirasakan hampir pada setiap bidang.

Madinah ibarat suatu tempat yang asri, tenang, jauh dari hiruk pikuk kehidupan, yang ada hanyalah rasa dekat dengan Rasulullah SAW.

Bermukim di syuqqah babul `awali, terasa sangat tepat untuk memulai pendasaran ilmu agama serta menghafal pelajaran-pelajaran dasar yang nantinya akan dikembangkan lebih mendalam.

Sedangkan bermukim di Rusaifah Makkah, situasi yang lebih ramai sangat terasa, sebab banyaknya penduduk asli kota Makkah yang menghadiri majelis taklim Abuya, belum lagi banyaknya murid Abuya yang secara otomatis membuat situasi lebih bervariatif, semuanya menambah daya semangat belajar Ustadz Luthfi untuk memperdalam ilmu agama.

Jumlah murid yang menetap di dalam ma`had saat itu sekitar 60 orang, mereka ini sering diistilahkan dengan murid dakhili ( yang bertempat di dalam ma`had ). Selain itu para mukimin dari Indonesia yang ikut hadir majelis taklim Abuya jumlah mereka sangatlah banyak, mereka diistilahkan dengan murid khariji ( yang bertempat di luar ma`had ).

Praktis dalam majelis taklim Abuya yang digelar setiap hari selepas shalat maghrib, dihadiri oleh tiga komunitas: penduduk asli Saudi Arabiyah, murid dakhili, dan murid khariji.

Pada setiap harinya majelis taklim tersebut dihadiri oleh puluhan hingga ratusan jama`ah aktif, yang diasuh langsung oleh Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani.

Majelis taklim itu ditempatkan di qa`ah ( aula ma`had ) yang mampu menampung ribuan orang dengan duduk bersila di atas karpet setebal 2 senti meter.

Qa`ah tersebut dilengkapi alat pendingin ruangan/AC sebanyak lebih dari 20 alat. Lampu yang panjangnya 1 meteran berderet tiga, terpasang di atas langit-langit, tampak berjajar pada setiap jarak 3 meter.

Suasana qa`ah di malam hari, tidak ubahnya seperti terang benderangnya halaman rumah di siang bolong. Di sana murid-murid mendapatkan transfer ilmu dan pemahaman secara langsung dari Abuya.

Sebuah tempat yang sangat mewah dengan hamparan warna hijau daun tua, yang sangat representative sebagai tempat menggali ilmu.

Guru besar yang berwibawa dipadukan dengan tempat yang mewah dan gemerlapan, menambah kekhusukan dan ketentraman jiwa tatkala mendengar untaian-untaian kata yamg keluar dari lisan Abuya.

Keluasan ilmu beliau niscaya hamparan lautan yang tak bertepi, keluwesan beliau dalam menyikapi berbagai macam masalah dan problematika ummat yang tengah berkembang, termasuk menjadi ciri khas Abuya.

Dengan prinsip aqidah ulama salaf ahlus sunnah wal jama`ah, beliau selalu lurus tak tergoyahkan dalam mengemban amanat dakwah islamiyah.

Baik melalui pelajaran di dalam ma`had, atau dakwah di tengah masyarakat Saudi Arabia, bahkan di luar negeri sekalipun, prinsip itu tetap ditegakkan.

Kokohnya bangunan ma`had di Rusaifah, barangkali sebagai siratan kekokohan jiwa Abuya. Bangunan itu layaknya sebuah istana megah berwarna putih, dengan lima lantai yang setiap lantai tingginya kurang lebih 5 meter.

Lantai pertama adalah ruang bawah tanah, dipergunakan sebagai gudang kitab-kitab karangan Abuya, serta kepentingan lain.

Lantai kedua yang berfungsi sebagai lantai dasar, dipergunakan untuk majelis taklim serta acara-acara bersama lainnya.

Lantai ketiga adalah ruang-ruang kelas semacam madrasah diniyah, yang dipergunakan hampir setiap hari. Lantai keempat adalah kamar-kamar tidur para murid dakhili.

Setiap kamar dihuni oleh 8 hingga 18 orang murid, sesuai dengan kondisi luas kamar, yang setiap murid menempati ranjang besi dengan springbed, serta mendapat jatah satu lemari kecil setinggi satu meter, dipergunakan menyimpan barang-barang keseharian serta kitab-kitab yang tengah dikaji.

Adapun kitab-kitab simpanan para murid serta barang-barang lainnya, ditempatkan pada ruang khusus bawah tanah, setiap murid mendapat jatah 1 lemari besi setinggi dua meter.

Untuk lemari pakaian, maka Abuya menyiapkan ruang khusus diisi lemari-lemari pakaian dengan jatah setiap satu murid satu lemari, sehingga tidak terjadi di ma`had ini pemandangan bertumpuknya pakaian-pakaian yang tidak dipergunakan.

Adapun lantai kelima, tertutup untuk murid, kecuali mereka yang sudah menikah, maka lantai ini bisa dikatakan sebagai perumahan para murid yang sudah berkeluarga. Tentunya rincian di atas hanyalah gambaran secara global.

Menurut Ustadz Luthfi, andaikata ma`had itu berada di Indonesia dan dihuni oleh santri-santri pesantren sistem salaf ( kuno ) niscaya menampung kurang lebih 2000 santri, dengan kondisi tidur di lantai, namun ma`had itu hanyalah dihuni sekitar 60 orang.

Abuya sebagai figur pendidik tulen, guru besar yang telaten, lebih mementingkan kemajuan kwalitas daripada kemajuan kwantitas.

Untuk itulah, sudah menjadi rahasia umum bahwa lulusan ma`had Abuya, hampir 90% kini telah menjadi tokoh-tokoh masyarakat, tentunya sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Tugas murid- murid di Makkah

Setiap murid yang berdomisili di dalam ma`had, pasti mendapat tugas dari Abuya secara spesifik maupun secara umum.

Diantara tugas-tugas para murid tersebut adalah membersihkan halaman ma`had yang luasnya kurang lebih tiga perempat lapangan resmi sepak bola, pada setiap pagi hari, dengan wilayah yang telah dibagi sendiri oleh Abuya.

Beliau juga ikut mengontrol pelaksanaan kebersihan tersebut sekaligus sebagai sarana olah raga jalan kaki bagi Abuya.

Apabila ada murid yang lalai melaksanakan tugasnya, maka Abuya pun spontan mencarinya dan memberi sanksi kepada yang bersangkutan, demikianlah salah satu bentuk kepedulian Abuya terhadap berbagai permasalahan, hingga urusan-urusan yang bagi sebagian orang dianggap remeh, namun menjadi perhatian khusus dari Abuya, bahkan di hampir setiap tugas para murid selalu mendapat perhatian lebih dari Abuya.

Termasuk dalam kategori tugas umum adalah, giliran mencuci mobil Abuya yang saat itu berjumlah 7 unit, piket membersihkan karpet qa`ah serta ruang-ruang lain yang berkarpet dengan vacuum cleaner, penataan gudang kitab-kitab Abuya, piket kebersihan perpustakaan umum maupun khusus perpustakaan Abuya, dan lain sebagainya.

Adapun tugas-tugas khusus sangatlah bervariatif diantaranya, juru masak umum, sopir untuk mobil pribadi Abuya, sopir mobil belanja, dan sopir mobil bersama, petugas dapur Abuya, penulis karang mengarang Abuya, pengedit tulisan para penulis, dokumentasi, petugas kebersihan kamar Abuya, penjaga ma`had secara umum, penjaga dan penerima tamu, pembuat dan penyaji hidangan tamu, pengabsen aktifitas para murid, pengatur dan pembawa tas tangan pribadi Abuya, perawatan barang-barang ma`had, dan masih banyak lagi yang tidak mungkin disebutkan satu persatu.

Khidmad Khusus Ustadz Luthfi di Makkah

Tugas membuat syai akhdlar ( teh hijau ) dan qahwa Arabi ( kopi Arab ), untuk para tamu dan jama`ah majelis taklim Abuya, ternyata berkesinambungan sejak awal masuk ma`had di Madinah hingga menjelang pulang ke tanah air.

Dalam berkhidmad menyajikan minuman untuk para tamu Abuya, dijalaninya dengan senang hati, terutama jika tamu yang datang adalah dari kalangan para ulama, dan yang demikian ini sangat sering terjadi.

Ustadz Luthfi meyakini bahwa doa para ulama yang disampaikan untuknya pasti dikabulkan oleh Allah.

Kalimat jazaakallah khairan (semoga Allah membalasmu kebaikan), Allah yaftah `alaiik ( semoga Allah membuka kefahaman bagimu ), Allah yaziidak ( semoga Allah menambah kebaikanmu ), Allah yunawwir qalbak ( semoga Allah memancarkan sinar hatimu ), dan lain sebagainya, kerap diterima dan didengar langsung oleh telinga Ustadz Luthfi, tatkala dia menyajikan minuman dan kurma pada mereka.

Di musim haji para tamu semakin banyak, bahkan para ulama yang datang pun hampir dari seluruh penjuru dunia islam, mereka juga mendapatkan pelayanan yang sama.

Adakalanya pada suatu masa, Ustadz Luthfi diperintah hanya melayani penyajian kopi Arab spesial khusus Abuya, di tengah-tengah pelaksanaan majelis taklim, sehingga tidak sempat ikut membuka kitab yang dikaji bersama, karena Abuya memerintahkannya untuk duduk di tempat khusus, yang agak berdekatan dengan tempat duduk Abuya. Setiap cangkir kecil khas kopi Arab milik Abuya habis, maka Ustadz Luthfi pun segera bergerak untuk memenuhinya.

Untuk mengetahui habis tidaknya isi cangkir, Abuya memberi isyarat khusus yang telah dimengerti oleh Ustadz Luthfi.

Di samping itu Ustadz Luthfi diperbantukan sebagai petugas kebersihan dan kerapian ruang khusus Abuya, termasuk ikut mengatur barang-barang yang setiap saat dibutuhkan.

Dalam suatu masa juga Ustadz Luthfi mendapat tugas menjaga tas tangan pribadi Abuya sehingga kemanapun Abuya pergi, Ustadz Luthfi ikut mengiring dan mendampingi Abuya.

Ustadz Luthfi juga sering menghitung dan mengklasifikasikan uang yang akan disedekahkan oleh Abuya, dengan ketentuan pembagian sesuai yang telah diatur Abuya, temasuk hadiah untuk para tamu,  jama`ah umrah, dan jama`ah haji. Di samping itu juga sering diperbantukan mengurus dapur pribadi Abuya, untuk menyiapkan sajian yang akan dikonsumsi oleh Abuya.

Ustadz Luthfi juga merasakan cukup lama diperintahkan untuk mendampingi Abuya disetiap pagi hari di ruang khusus Abuya. Setiap usai shalat subuh berjama`ah dan membaca dzikir bersama-sama, dia berkhidmad dan membantu berbagai keperluan dan kepentingan Abuya.

Jika suatu saat Ustadz Luthfi tidak hadir karena suatu sebab, maka Abuya pun akan segera mencarinya.

Diantara tugas-tugas yang pernah diamanatkan oleh Abuya secara khusus kepada Ustadz Luthfi sebagaimana yang dituturkan, adalah sebagai penulis yang membukukan karang-karangan Abuya, faedah-faedah yang dinukil dari berbagai kitab dengan materi yang bervariatif, berita-berita kejadian dunia yang terkini atau kejadian di masa lampau yang menarik perhatian Abuya yang dinukil dari berbagai madia masa, dan sumber ` sumber lainnya, surat menyurat Abuya untuk dan dari berbagai kalangan termasuk pemerintah Saudi Arabia, surat dari tokoh-tokoh luar negeri, surat menyurat dengan para ulama setempat maupun luar negeri dan lain sebagainya.

Semua tulisan tersebut di atas dikerjakan secara manual atau dengan tulisan tangan serta khat ( bentuk tulisan Arab ) yang baik dan rapi, ditulis pada lembar-lembar kertas folio bergaris, serta dalam buku-buku tulis format tebal kurang lebih 300 halaman.

Kurang lebih selama lima tahun tugas ini diemban oleh Ustadz Luthfi, sehingga beliau tidak mampu memperkirakan, sudah berapa banyak lembar kertas dan buku tulis yang dipenuhi oleh goresan tangannya dan hingga kini tersimpan rapi di perpustakaan khusus milik Abuya.

Abuya dan Berbagai Disiplin Ilmu

Abuya, menurut Ustadz Luthfi, adalah ibarat bahrul ilmi bilaa haddin ( lautan ilmu yang tak bertepi ), karangan beliau kini mencapai lebih 200 judul buku.

Hampir seluruh disiplin ilmu agama, beliau kuasai dengan baik. Mulai dari materi dasar atau ilmu alat, semisal ilmu nahwu, sharaf, balaghah, tajwid, musthalah hadits, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah, dan ilmu dasar yang lainnya, hingga pendalaman ilmu semisal tafsir, tarikh, fiqih empat madzhab, tasawwuf, sastra, dan lain sebagainya.

Abuya tatkala menyampaikan ilmu baik di majelis taklim maupun tatkala berdakwah, juga dikenal dengan mutadaffikun fil kalaam ( perkataannya bercurah ) ibarat air yang mengalir deras tak terbendung.

Adapun materi yang disampaikan selalu merujuk kepada nash-nash sharih ( disiplin ilmu yang jelas ), yang semua terekam kuat dalam memori beliau.

Abuya adalah seorang ahli hadits handal, yang menguasai segala ilmu yang berkaitan dengan hadits, semisal ilmu hifdzul matan ( hafalan materi ), sanad ( periwayatan ), rijaalul isnad ( para perawi ), isthinbaatul ahkam ( penggalian hukum ), takhrijul ahaadits ( klarifikasi derajat hadits ), dan lain sebagainya.

Di saat yang sama beliau sangat menguasai ilmu  ilmu yang berkaitan dengan Alquran dengan segala ilmu yang berkaitan dengannya, seperti hifdzul quran (hafalan Alquran ), asbaabun nuzul ( sebab-sebab turun ayat ), isthinbaatul ahkam ( penggalian dalil ), qira-aat ( tata cara baca ), ilmu tafsir, dan lain sebagainya.

 Tatkala berbicara masalah fiqhiyah, maka yang tampak adalah kematangan beliau menguasai fiqih empat madzhab.

Orang yang memperhatikan secara seksama, akan mengatakan bahwa Abuya tiada lain adalah figur seorang mujtahid, tak salah orang menjuluki beliau, Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani, adalah seorang tokoh mujaddid ( pembaharu ) madzhab ahlus sunnah wal jama`ah.

Dalam pandangan Ustadz Luthfi, Gelar Profesor Doktor yang disandang Abuya, hanyalah sekedar formalitas untuk memudahkan publik mengenalnya, sebab gelar yang pantas untuk disandang beliau adalah al Imam Abad 21. 

Ini semua tidaklah berlebihan, sebab beliau telah berdakwah dan diterima di berbagai balahan dunia. Murid-murid beliau pun tersebar di seluruh dunia, di Negara-negara timur tengah semisal Kuwait, Bahrain, dan lain sebagainya, di Negara-negara Barat semisal Kanada, Swiss, dan lain sebagainya, di Negara-negara Asia semisal Indonesia, Malaysia, Brunei, dan lain sebagainya.


 Belum lagi karangan-karangan beliau yang telah tersebar di mana-mana, dan banyak mendapat legitimasi dari berbagai kalangan, baik kalangan ulama, akademisi, serta ummat islam pada umumnya yang bernaung dalam madzhab ahlus sunnah wal jama`ah.
Metode Pengajaran di Makkah.

Sistem pengajaran yang diterapkan adalah sistem halaqah  (yaitu guru mengajar dengan dikelilingi murid-murid yang membawa kitab masing-masing tanpa menggunakan meja tulis). Kecuali pada pelajaran tertentu yang harus disampaikan di kelas dan membutuhkan papan serta meja tulis.

System klasikalpun diterapkan namun tidak ada istilah kenaikan kelas, sebab yang ada adalah khataman kitab dengan penjelasan yang lengkap, serta praktik baca dan diadakan tanya jawab di kelas sebagai testing kefahaman.

Pada saat tertentu diadakan penggabungan kelas untuk penyegaran materi kajian, termasuk untuk tujuan tabarrukan (mencari barokah) dari para masyaikh.

Cara pendekatan Abuya sendiri terhadap murid-murid beliau, adalah pendekatan seorang ayah kepada anak-anaknya. Abuya sangat hafal karakter satu persatu dari para murid, dan tahu cara menghadapi setiap murid, untuk dibimbing sesuai bakatnya masing-masing. Setiap murid tanpa kecuali, pasti merasa paling dekat dangan Abuya, dan pasti merasa mendapat perhatian dan penghargaan yang lebih dari beliau sesuai dengan bidang yang ditekuni masing-masing.

Sekalipun demikian pada saat-saat resmi, beliau menerapkan pendekatan seorang mursyid ( pendidik dan pembimbing ) kepada para pengikutnya dengan penuh wibawa. Dengan demikian tatkala sudah terjun bermasyarakat, maka setiap dari murid-murid Abuya mempunyai karakter serta prinsip yang kuat melekat pada diri mereka.

Abuya tak akan segan memuji dan berterima kasih kepada murid beliau, dengan memberi hadiah sesuai dengan kegiatan dan prestasinya, dan juga memberi sanksi hukum bagi yang dianggap melanggar ketentuan beliau, misalnya tidur bukan pada waktunya, tidak hadir kegiatan rutin tanpa ada sebab yang jelas, lambat dalam mengerjakan tugas, dan lain sebagainya.

Semua itu, baik penghargaan, pujian, hadiah, nasehat, teguran, penerapan sanksi dengan segala bentuknya, dilakukan sendiri oleh Abuya, tanpa perantara.

Urusan yang tampak sepele, selagi menjadi penunjang keberhasilan para murid, juga mendapat perhatian penuh dari Abuya, semisal larangan keras murid berambut panjang, merokok, berkuku panjang, berpakaian asal-asalan dan lain sebagainya.

Abuya juga hampir setiap saat mengontrol permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan para murid. Untuk itulah setiap murid Abuya, baik yang tua, muda, senior, dan santri baru, merasa mempunyai persamaan kedudukan dan rasa persaudaraan yang kuat, semuanya merasa  menjadi anak-anak Abuya. Barangkali yang membedakan antara mereka adalah prestasi yang di tempuh, baik di masa-masa belajar dan berkhidmat di ma`had, maupun sesudah terjun ketengah-tengah masyarakat.

Setiap murid Abuya, pasti mempunyai pengalaman masing-masing dan sangat bervariatif, disamping banyaknya persamaan diantara mereka sesuai dengan apa yang diperoleh dari Abuya.

Andaikata setiap murid Abuya berkesempatan untuk mencetuskan pengalamannya masing-masing dalam bentuk tulisan, sebagaimana yang dirintis oleh Ustadz Luthfi ini, maka pasti akan semakin tampak dengan jelas tentang kebesaran dan kekayaan serta kewibawaan sosok Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani.

Ada seorang teman, kata Ustadz Luthfi, tatkala berbuat kesalahan, dia yakin akan mendapat sanksi dari Abuya atas kesalahannya tersebut. Sang teman itu merasa gugup saat dianggil Abuya, tentunya karena kewibawaan beliau.

Setelah ditanya tentang mengapa alasan dia melanggar, sang teman ini tidak berani menjawab, maka Abuya pun bersiap untuk memberi sanksi. Dengan spontan dan rasa menyesal disertai sedikit takut, sang teman itu berujar dengan rasa sedikit keras, `Astaghfiruka yaa Abuya,` astaghfiruka yaa Abuya, dlarbul habiib zabiib dlarbul habiib zabiib  ( Saya beristighfar kepadamu wahai Abuya saya beristighfar kepadamu wahai Abuya, pukulan orang yang dicintai itu ibarat kismis, pukulan orang yang dicintai itu ibarat kismis ), disertai mengangkat kedua tangannya memohon belas kasih.

Dalam gramatika bahasa Arab, penggunaan kata istighfar itu khusus ditujukan kepada Allah Sang Pencipta, sedang kepada sesama manusia seharusnya menggunakan kata afwan, tentunya sang teman ini salah ucap karena rasa takut dan terpengaruh kewibawaan Abuya. 

Adapun kismis adalah buah anggur yang dikeringkan, dan diyakini oleh masyarakat Arab sebagai formula penambah kecerdasan.

Barangkali maksud sang teman ini akan mengutarakan permintaan maaf, dan juga siap dipukul andaikata perlu, sebab peringatan dari seorang guru itu akan mencerdaskan dan memotivasi murid agar rajin belajar.

Mendengar apa yang dikatakan oleh sang teman ini, Abuya tidak jadi memberi sanksi, tetapi malah tertawa, karena kepekaan beliau terhadap penggunaan gramatika yang salah oleh sang teman ini, sehingga terkesan aneh dan lucu dalam pandangan Abuya. 

Ustadz Luthfi sendiri mempunyai pengalaman unik, saat dia masih tergolong murid baru, suatu saat dia diperintah mengambil air zamzam untuk Abuya,` Yaa Luthfi, jib lii mooya zamzam har   ( Hai Luthfi, ambilkan aku air zamzam panas ).

Yang dimaksud air zamzam panas oleh Abuya, sebagaimana umumnya masyarakat Saudi adalah zamzam yang diberada di galon-galon yang dipersiapkan untuk anggota keluarga, bukan yang dimasukkan kulkas. Namun yag dilakukan Ustadz Luthfi justru mengambil zamzam lantas merebusnya di atas kompor, tentu saja waktu yang diperlukan untuk matangnya agak lama.

Karena lamanya menunggu maka Abuya pun berteriak,  `fieen yaa Luthfi zamzam haar haqqi   ( mana` hai Luthfi zamzam panasku ). Lissaa yaa buuya, lam yafur   ( belum wahai Abuya, belum mendidih ). Mendengar jawaban dari Ustadz Luthfi, Abuya langsung tertawa, karena beliau tahu bahwa apa yang dilakukan oleh Ustadz Luthfi saat itu, karena ketidak mengertiannya memahami kebiasaan penggunaan gramatika bahasa Arab, dan suatu hal yang aneh dan tidak lumrah apabila minum air zamzam direbus terlebih dahulu.


Di ma`had Abuya ini, hampir seluruh ilmu cabang agama islam dipelajari. Penggunaan kitab pun silih berganti, dari mulai panduan kitab yang dasar dengan bentuk yang tipis, hingga kitab-kitab pengembangan materi yang tebal berjilid-jilid. Materinya juga bervareatif, demikian pula metode pengajaran dari para masyaikh cukup beragam. Keadaan ini sangat membantu setiap murid untuk mendalami materi yang menjadi faknya masing-masing.

Ghirah islamiyyah ( kepedulian terhadap praktek keislaman ) yang tinggi, yang diperagakan oleh Abuya serta para masyaikh yang membantu beliau saat mengajar para murid, adalah salah satu bentuk pembelajaran yang banyak diadopsi oleh murid-murid ma`had Abuya Sayid Muhammad Alwi Almaliki Alhasani.

                      Cara Abuya Berpakaian.(Bersambung pada tulisan ke dua)   


 

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: imam suhari  - Kota: kediri
Tanggal: 30/6/2009
 
Beruntung sekali Kyai dapat bertemu guru seperti Abuya,doakan saya supaya juga dapat bertemu guru seperti beliau,doakan saya sebagaimana Abuya mendoakan Kyai. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amin ya rabbal alamin semoga antum bisa menemukan guru yang seperti Abuya

2.
Pengirim: Arif Vytri  - Kota:
Tanggal: 10/1/2010
 
Bismillah :
"Abuyapun menyahut : Demikian anak-anakku, baru saja aku ditemui oleh Rasulullah SAW secara langsung!"
Maaf pak kyai, -dg minimnya ilmu saya- saya mereasa aneh dg penggalan kalimat diatas, siapa diantara ulama terdahulu yg diketahui pernah bertemu "langsung" dg Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) dalam buku Babad Tanah Jawa (Babad Tanah Sunda, Babad Tanah Cirebon), diterangkan beliau diberi karamah oleh Allah bertemu langsung dan mendapat wejangan dari Nabi SAW. Beliau hidup sekitar 400 - 500 tahun yang lalu.

Dalam kitab Jami'u Karaamatil Aulia karangan Syeikh Yusuf bin Ismail Annabhani (hidup antara tahun 1265 - 1350 H, sekarang tahun 1431 H), diterangkan tentang karamat beberapa wali yang telah bertemu langsung dengan Nabi SAW. Hadits shahih juga menerangkan Nabi SAW: Man ra-ani fil manaam fasayarani yaqadhatan (Barangsiapa yang mimpi bertemu aku, maka kelak akan bertemu aku secara langsung / sebelum meningggal).
Catatan : Keterangan seperti ini, tentunya dapat diterima oleh kalangan penganut Sunni Syafi'i. Sebaliknya mereka yang berseberangan dengan keyakinan Sunni Syafi'i, pasti menolak dan mengingkarinya. Wallahu a'lam.

3.
Pengirim: irham bachtyar  - Kota: samarinda
Tanggal: 27/5/2010
 
subhanalloh, kalo saya mu belajar disana sama abuya bagaimana caranya? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akhi datang dulu ke markaz Pejuang Islam, nanti kami arahkan ke pesantren Nurul Haramain sebagai delegasi Abuya untuk pemberangkatan santri ke Makkah.

4.
Pengirim: moh. Tajul arus  - Kota: bangkalan madura
Tanggal: 18/2/2011
 
assalamu'alaikum kyai, sy sangat mengagumi sosok Sayyid Muhammad, dimana sy bisa mendapatkan buku tentang beliau? Sy pernah baca bahwa Sayyid Muhammad dijuluki syaikhu syuyukh, bagaimana ceritanya? Terima kasih. Wassalam 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Coba di klik kolom : Asshafwah, mudah-mudahan ada tambahan info.

5.
Pengirim: Hilalunnuri  - Kota: Jakarta
Tanggal: 28/2/2011
 
Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillah kerinduan akan biografi dan kisah-kisah tentang Abuya Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al Hasani dapat terobati dengan adanya tulisan ini. Semoga Pengasuh berkenan memuat tulisan dan kisah-kisah yang lain tentang Abuya. Mohon do'a agar saya dapat berziarah ke ma'had dan makam beliau di Mekkah. Amiin. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat.

6.
Pengirim: beni  - Kota: tangerang
Tanggal: 6/1/2012
 
barakallah.. al afwu ane boleh minta noor hp antum.. ane pernah di mimpiin beliau.. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
081333007321

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam