KAUM LIBERAL MENJADI `KEGERAHAN`
Luthfi Bashori
Perlawanan terhadap kaum Liberal (JIL) yang dilakukan oleh banyak pihak dewasa ini, menyebabkan para pengusungnya, khususnya yang berada di negeri ini, jadi meradang dan merasa kebakaran jenggot, hingga mereka sengaja mengadakan pembelaan diri dengan segala macam cara. Bahkan tidak segan-segan menyebarkan berbagai macam fitnah keji terhadap para penentangnya.
Liberalisme yang aslinya adalah kepanjangan tangan dari strategi kaum orientalis Barat non muslim, yang mana mereka sengaja mempelajari keislaman, namun bukan untuk diamalkan sesuai aturan syariat yang telah diajarkan oleh baginda Rasulullah S.A.W serta dilestarikan oleh para ulama salaf, namun hanya untuk sekedar dipelajari dan dikaji.
Bilamana komunitas Liberalis ini menemukan adanya ajaran baginda Rasulullah S.A.W yang tidak sesuai dengan selera hawa nafsu mereka, maka mereka pun tidak segan-segan berusaha merevisinya, misalnya dengan alasan ajaran ini sudah tidak relevan untuk diterapkan pada jaman sekarang.
Jadi, tujuan utama kaum Liberal adalah upaya mereduksi ajara Islam dengan standar pemahaman kaum orientasi Barat non muslim.
Endingnya yang terjadi, hampir setiap hasil koreksi dari kaum Liberalis terhadap ajaran Islam ini, menjadi rujukan baru bagi bos-bos mereka di dunia Barat non muslim.
Hal ini dikarenakan kaum Liberal tetap menggunakan nama-nama serta simbul-simbul keislaman, sehingga tujuan utama kaum orientalis Barat untuk menghancurkan Islam dari dalam, semakin mendekati keberhasilan.
Perlawanan terhadap maraknya liberalisme di negeri ini sudah didengungkan oleh beberapa pihak, antara lain Fatwa MUI tahun nomor: 7/MUNAS VII/MUI/II/2005 sebagai berikut:
Tentang: PLURALISME, LIBERALISME DAN SEKULARISME AGAMA
Majelis Ulama Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII, pada 19-22 Jumadil Akhir 1246 H. / 26-29 Juli M.
MEMUTUSKAN & MENETAPKAN: FATWA TENTANG PLURALISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Pertama: Ketentuan Umum
Dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengkalim bahwa hanya agamanyasaja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.
2. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa di negara atau daerah tertentu terdapat berbagai pemeluk agama yang hidup secara berdampingan.
3. Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Quran & Sunnaah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
4. Sekualisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesame manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan social.
Kedua : Ketentuan Hukum
1. Pluralism, Sekualarisme dan Liberalisme agama sebagaimana dimaksud pada bagian pertama adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama islam.
2. Umat Islam haram mengikuti paham Pluralisme Sekularisme dan Liberalisme Agama.
3. Dalam masalah aqidah dan ibadah, umat islam wajib bersikap ekseklusif, dalam arti haram mencampur adukan aqidah dan ibadah umat islam dengan aqidah dan ibadah pemeluk agama lain.
4. Bagi masyarakat muslim yang tinggal bersama pemeluk agama lain (pluralitas agama), dalam masalah social yang tidak berkaitan dengan aqidah dan ibadah, umat Islam bersikap inklusif, dalam arti tetap melakukan pergaulan social dengan pemeluk agama lain sepanjang tidak saling merugikan.
Tidak ketinggalan, para ulama NU yang masih berada di aqidahnya, juga sudah melarang warga NU terlibat gerakan liberalisasi dalam tubuh NU.
Masih segar dalam ingatan, KH. Mas Subadar, kiai berpengaruh asal Pasuruan, Jawa Timur, melontarkan peringatan keras saat Muktamar NU di Boyolali, Desember 2004: Bersihkan pengurus NU dari unsur Islam liberal. Sebelumnya, seruan yang sama juga terjadi saat Muktamar Pemikiran NU di Situbondo, Oktober 2003.
Komisi Bahts al-Masail al-Maudhuiyyah dalam Muktamar Boyolali juga menolak metode hermeneutika yang dinilai sebagai agenda kaum liberalis untuk menghancurkan Islam lewat komunitas Nahdliyyin.
Saat ini, semakin banyak kalangan warga NU, baik yang berada di kepengurusan aktif, maupum para tokoh NU kultural, lebih berani menyuarakan penolakannya terhadap gerakan Liberalisasi dalam tubuh NU.
Maka gerakan-gerakan anti liberalisme inilah yang menjadikan kaum Liberal semakin kegerahan. Hingga saat ini marak pula bermunculan fitnah dan tuduhan-tuduhan keji, yang terus dilakukan oleh tokoh-tokoh liberal, terhadap para pejuang Islam penentang ajaran liberalisme.
Tentunya, dengan menyebar fitnah dan tuduhuan keji itu, tujuan utama kaum liberal adalah untuk membungkam lawan-lawan aqidahnya, namun sebagaimana firman Allah:
ููุฑููุฏูููู ุฃููู ููุทูููุฆููุง ูููุฑู ุงูููููู ุจูุฃูููููุงููููู
ู ููููุฃูุจูู ุงูููููู ุฅููููุง ุฃููู ููุชูู
ูู ูููุฑููู ูููููู ููุฑููู ุงููููุงููุฑูููู
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (QS. At-Taubah, 32)