TAWASSUL DENGAN JEJAK PENINGGALAN NABI
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani
Ada sebuah riwayat yang menjelaskan bahwa para sahabat memohon berkah dengan peninggalan-peninggalan beliau SAW. memohon berkah ini tidak ada lain kecuali memberikan satu pengertian, yakni bertawassul dengan jejak-jejak peninggalan beliau SAW sebab tawassul bisa dilakukan dengan beragam cara bukan hanya dengan satu cara.
Apakah anda mengira para sahabat hanya bertawassul dengan perantara jejak peninggalan beliau, tidak dengan sosok beliau sendiri? Apakah logis jika cabang bisa dijadikan objek tawassul tapi yang pokok tidak?
Apakah logis, jika jejak peninggalan beliau yang kemuliaannya disebabkan pemiliknya, yakni Nabi Muhammad, bisa dijadikan objek tawassul, lantas ada seseorang berkata, Sesungguhnya beliau SAW tidak bisa dijadikan objek tawassul. Subhaanaka Hadzaa Buhtaanun Adhiim.
Dalil-dalil menyangkut tema ini sangatlah banyak jumlahnya. Namun kami hanya akan menyebut nash yang paling populer. Diriwayatkan bahwa Amirul Mukminin Umar ibn Al-Khattab sangat ingin untuk dimakamkan di samping makam Rasulullah. Saat ajalnya menjelang tiba, ia mengutus anaknya, Abdullah untuk meminta izin kepada Sayyidah Aisyah agar bisa dikubur di samping makam beliau SAW. kebetulan Aisyah menyatakan keinginan yang sama.
Dulu saya ingin tempat itu menjadi kuburanku, dan saya akan memprioritaskan Umar untuk menempatinya. Kata Aisyah. Abdullah pun pulang memberi kabar suka cita yang besar kepada ayahnya. Alhamdulillah, tidak ada sesuatu yang lebih penting melebihi hal itu. Ucap Umar. Kisah ini secara detail bisa dilihat di Shahih Al-Bukhari. Lalu apa arti keinginan besar dari Umar dan Aisyah?
Mengapa dimakamkan di dekat Rasulullah menjadi hal yang sangat diinginkan oleh Umar? Hal ini tidak bisa dipahami kecuali semata-mata tawassul dengan Nabi SAW sesudah wafat seraya mengharap keberkahan dekat dengan beliau.
Dalam riwayat disebutkan, Ummu Sulaim memotong mulut geriba (tempat air susu) yang beliau SAW meminum dari wadah itu. Anas berkata, Potong mulut geriba itu ada pada kami.
Bahkan diriwayatkan, para sahabat berebut untuk memungut sehelai rambut kepala beliau SAW, saat beliau mencukurnya.
Asma binti Abu Bakar menyimpan jubah beliau dan berkata, Kami membasuhnya untuk orang-orang sakit dengan harapan memohon kesembuhan dengannya.
Cincin Rasulullah disimpan oleh Sahabat Abu Bakar, Umar, dan Utsman setelah beliau wafat. Dan cincin itu akhirnya jatuh ke sumur dari tangan Utsman.
Semua hadits-hadits di atas derajatnya kuat dan shahih sebagaimana akan kami jelaskan dalam bahasan memohon keberkahan (tabarruk). Yang ingin saya katakan adalah ada apa dengan perhatian para sahabat terhadap jejak-jejak peninggalan Nabi SAW? (mulut geriba, rambut, keringat, jubah, cincin, dan tempat shalat). Apa maksud perhatian mereka terhadapnya? Apakah hanya sekedar kenangan, tidak lebih dan tidak kurang, atau hanya menjaga benda-benda peninggalan bersejarah untuk di simpan di museum? Jika alasan pertama sebagai jawaban, lalu mengapa mereka sangat menaruh perhatian dengannya ketika berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah saat tertimpa musibah atau penyakit? Jika alasan kedua sebagai jawaban, lalu di manakah museum itu berada dan dari mana ide baru itu sampai kepada mereka? Subhaanaka Haadzaa Buhtaanun Adhiim.
Tidak ada tujuan lain dari para sahabat dengan menggunakan jejak-jejak peninggalan Nabi untuk dijadikan media tawassul kepada Allah saat berdoa. Hal ini karena Allah adalah Dzat pemberi dan tempat meminta. Semua makhluk adalah hamba-Nya dan di bawah kendali-Nya, yang tidak bisa memberi apapun kepada diri mereka sendiri apalagi orang lain, kecuali atas izin Allah.