IMAM MALIK DAN ZIARAH
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki
Imam Malik adalah salah satu figur yang sangat kuat dalam menghormati sosok Nabi. Dialah figur yang tidak berjalan di Madinah Al-Munawwarah dengan memakai sandal dan naik kendaraan serta tidak membuang kotorannya di kota tersebut semata-mata memuliakan , menghormati, dan menghargai tanah Madinah yang Rasulullah SAW pernah berjalan di atasnya.
Simaklah ucapannya dalam masalah ini terhadap Amirul Mukminin Al-Mahdi ketika datang di Madinah, Engkau kini sedang memasuki kota Madinah. Engkau akan berjalan bertemu dengan penduduk dari arah kananmu dan kirimu. Mereka adalah anak cucu sahabat Muhajirin dan Anshar. Berilah salam kepada mereka karena di muka bumi ini tidak ada bangsa yang lebih baik dari pada penduduk Madinah dan tidak ada daerah yang lebih baik melebihi Madinah. Dari mana engkau sampai berpendapat demikian, wahai Abu Abdillah? tanya Amirul Mukminin. Karena di muka bumi ini sekarang tidak ada kuburan Nabi yang diketahui selain kuburan Nabi SAW dan masyarakat yang berdekatan dengan kuburan beliau maka sudah selayaknya keutamaan mereka diketahui. Jawab Imam Malik. (Al-Madaarik, karya Al-Qadhi Iyadh).
Salah satu indikasi kuatnya penghargaan Al-Imam Malik terhadap Madinah. Ia tidak suka diucapkan, Kami ziarah ke kuburan Nabi SAW. Sebab, Imam Malik seakan-akan menghendaki agar orang mengatakan, Kami berziarah kepada Nabi secara langsung tanpa embel-embel kalimat kuburan. Sebab, kuburan adalah tempat yang ditelantarkan dengan bukti sabda Nabi SAW, Shalatlah di rumah-rumah kalian dan jangan jadikan rumah kalian seperti kuburan.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa Imam Malik tidak suka ungkapan Kami ziarah ke kuburan Nabi SAW semata-mata pertimbangan etika, bukan tidak suka kepada aktivitas ziarah itu sendiri. Sebab, ziarah kubur merupakan salah satu amal yang paling utama dan ibadah yang paling agung untuk mengantar menuju ridha Allah Yang Maha Agung. Dan disyariatkannya ziarah kubur sudah ditetapkan sebagai ijma (konsensus) para ulama, tidak ada perselisihan pendapat dalam hal ini. (Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari vol.3 hlm.66).
Al-Imam Al-Hafidz Ibnu Abdul Barr menyatakan bahwa Imam Malik tidak suka ucapan keliling ziarah dan kami ziarah ke kuburan Nabi karena masyarakat menggunakan kedua ungkapan ini jika berinteraksi dengan sesama mereka. Maka Imam Malik tidak mau menyamakan sosok Nabi SAW dengan masyarakat umum dengan memakai ungkapan ini dan ingin mengkhususkan Nabi dengan ungkapan Kami sampaikan salam kepada Nabi SAW.
Di samping itu, ziarah kubur sesama manusia hukumnya mubah dan diwajibkan mempersiapkan kendaraan menuju kuburan Rasulullah SAW. Imam Malik mengatakan wajib dalam hal ini adalah wajib yang bersifat anjuran, dorongan, dan motivasi, bukan wajib dalam arti fardhu.
Menurut hemat saya, penolakan dan ketidaksukaan Imam Malik terhadap ungkapan Kami ziarah ke kuburan Nabi SAW adalah karena ada kalimat kuburan Nabi SAW dan seandainya yang digunakan adalah ungkapan Kami ziarah ke Nabi SAW niscaya beliau menerima berdasarkan Hadits beliau SAW, Ya Allah, janganlah engkau jadikan kuburanku berhala yang disembah sesudah wafatku. Allah sangat murka kepada kaum yang menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai masjid.
Imam Malik menghindari penyandaran kalimat zurnaa Kami ziarah ke kalimat Al-Qabru kuburan sekaligus menghindari keserupaan dengan tindakan mereka yang menjadikan kuburan sebagai masjid, dengan tujuan menutup akses terjadinya hal-hal yang diharamkan.
Menurut saya, jika yang dimaksud adalah ketidaksenangan Imam Malik terhadap ziarah ke kuburan Nabi, niscaya beliau akan mengakatan, Saya tidak suka seseorang berziarah ke kuburan Nabi SAW. Namun ucapan beliau, Saya tidak suka seseorang mengatakan, Kami akan ziarah ke kuburan Nabi SAW, dhahirnya menunjukan bahwa beliau hanya tidak menyukai ungkapan tersebut.