Sayyidina Umar berkata kepada putranya ketika menjelang wafatnya, Hematlah dalam menggunakan kafan, karena jika aku mempunyai kebaikan di
sisi Allah, tentulah Dia mengganti untukku kafan yang lebih baik. Jika
keadaanku tidak seperti itu, maka Allah akan merampas kafanku dan segera
merampasnya.
Hematlah kalian dalam menggali kuburku. Karena jika aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka Dia akan memperluas kuburku sepanjang pandanganku. Akan tetapi jika keadaanku tidak seperti itu, Dia akan menyempitkannya di atasku, sehingga bercerai berai tulang-tulang rusukku.
Jangan biarkan seorang perempuan mengikuti aku dan jangan memujiku mengenai sesuatu yang tidak ada padaku, karena sesungguhnya Allah lebih tahu tentang diriku. Maka apabila kalian keluar, cepatlah kalian berjalan. Karena jika aku mempunyai kebaikan di sisi Allah, maka kalian telah mempercepat kedatanganku kepada suatu yang lebih baik bagiku, dan jika keadaan tidak seperti itu, kalian telah membuang dari pundak kalian, dosa-dosa yang kalian pikul...!
Betapa mulianya wasiat Sy. Umar bin Khattab kepada putranya ini. Alangkah sederhananya pemikiran Sy. Umar bin Khatthab tetang kehidupan dunia yang telah beliau jalani, sekalipun beliau setiap hari senantiasa menyertai kehidupan baginda Rasulullah SAW.
Terasa tidak ada rasa tinggi diri atau kebanggaan apapun yang ada dalam diri Sy, Umar bin Khatthab, jika berbicara tentang kematian dan keadaan alam kubur, padahal beliau yang disebut oleh Nabi SAW: Tidaklah Umar melewati suatu jalan, kecuali setan akan lari melewati jalan yang lain.
Namun dengan adanya jiwa ketawadhuan Sy. Umar bin Khatthab ini, benar-benar pertanda keberhasilan beliau dalam menyerap semua pelajaran selama beliau mengikuti langkah dakwah Rasulullah SAW, sebagaimana Rasulullah bersabda: Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.
Salah satu akhlaq yang mulia adalah tata cara seorang hamba untuk menghadap kepada Allah dengan penuh raja (pengharapan), khauf (kekhawatiran) dan husnuddzan billah (berbaik sangka kepada Allah).