MUJAHADAH DENGAN MENDIDIK JIWA-7
As-Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani
Sesungguhnya seorang pengemban dakwah tidak akan merasakan sakit ketika dia harus menemui kematian karena perjuangan dakwahnya, lebih-lebih ketika dia hanya harus meninggalkan keluarga dan tanah airnya. Dan Al-Quran Al-Karim telah menjelaskan hakekat hijrah kepada Allah SWT, dan bahwa sungguh ketertarikan hijrah dengan keimanan adalah ketertarikan yang menyeluruh, dan tidak boleh dikalahkan oleh dorongan lain apapun, walau berupa dorongan ubuwwah (faktor orang tua), bunuwwah (faktor anak), istri dan keluarga besar. Allah taala berfirman, yang artinya : Katakanlah: Jika abapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS.At-Taubah :24).
Maka, masalah hijrah pada hakekatnya adalah masalah keimanan. Dan Baginda Rasulullah SAW adalah pembuka pintu hijrah melalui perintah serta praktek lapangan beliau.
Sesungguhnya kisah hijrah adalah kisah keimanan yang keindahannya telah menyatu dengan hati, dan kisah keyakinan yang telah berlebur dalam darah dan daging seorang muslim, dan kisah agama yang telah menguasai jiwa dan menaklukkan perasaan sehingga kaum muslimin generasi awal rela untuk menebus agama mereka dengan (segala) milik mereka yang paling berharga.
Pada waktu itu terdapat berhala-berhala yang disembah selain Allah taala, darah-darah yang dialirkan di jalan setan, kehormatan-kehormatan yang dilanggar demi kekayaan atau ketamakan, penguasa-penguasa yang melabeli diri mereka dengan sifat-sifat ulubiyyah (ketuhanan) dan kekuasaan, para rakyat yang diperbudak oleh seorang atau beberapa individu, umat-umat yang kebingungan, serta kekacuan dalam bidang agama, moral, sosial dan politik yang memenuhi segala penjuru dan menjadikan buruknya wajah kehidupan serta lembaran sejarah.
Dan sungguh Rasulullah SAW telah menyemai benih dakwah Islam di bumi Makkah Al-Mukarromah atas perintah Tuhan beliau, namun benih tersebut tidak menemukan tempat yang subur yang sanggup menumbuhkannya serta menjaga pertumbuhannya. Lalu Rasulullah pindah ke bumi yang subur, yaitu bumi Al-Madinah Al-Munawwarah. Maka bumi Al-Madinah Al-Munawwaroh menyambut benih yang diberkahi tersebut dan melindungi pohon yang tumbuh dari benih itu dengan mengorbankan nyawa dan harta untuk menebus pohon itu.
Dan bukanlah Rasulullah SAW berhijrah untuk melarikan diri atau karena takut. Akan tetapi hijrah beliau merupakan pembuka kebaikan dan keberkahan bagi agama Islam dan kaum muslimin.
Sesungguhnya hijrah adalah sebuah revolusi atas kemusyrikan dan orang-orang musyrik yang selalu memfitnah akidah orang-orang mukmin. Orang-orang mukmin di Mekkah (ketika itu) jumlahnya sedikit, lemah, kalah dan mengalami berbagai (macam) penyiksaan dan Rasulullah SAW belum (diberi) sanggup menghindarkan mereka dari penyiksaan itu.
Sungguh kisah hijrah adalah kisah keimanan dan kisah penyatuan kaum muslimin di bawah satu bendera, yang bendera Islam, dan di bawah komando, yaitu komando Muhammad SAW sesungguhnya kisah hijrah adalah hijrah untuk mengorbankan semua hal, baik yang mahal maupun yang murah, dan baik berupa nyawa, harta, kampung halaman, anak, istri maupun keluarga besar.
Sesungguhnya hijrah adalah suatu pelajaran agung mengenai kekuatan akidah, keagungan jiwa dan keuletan iman dalam jalan meraih kemenangan bagi agama Allah, meninggikan kalimat-Nya serta tersebarnya risalah dan dakwah agama Islam. Maka tumbuhlah suatu umat, berjayalah berbagai pasukan, berkorbanlah perjuangan dan luhurlah panji Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah . firman Allah taala, yang artinya : Dan Allah menghendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir. Agar Allah menetapkan yang hak (Islam) dan membatalkan yang batil (syikir) walaupun orang-orang yang berdosa itu tidak menyukainya. (QS.Al-Anfaal :7-8).
Dan para sahabat ra sungguh terkesan dengan metode ini. Maka mereka meninggalkan Tanah Air tercinta, meskipun hal itu sungguh terasa berat di hati, sehingga mereka tidak bersedia pulang kembali ke kampung halaman mereka kecuali untuk mencaari kematian (berjihad). Maka berhijrah lebih mereka cintai dari pada dunia dan kesenangan duniawi.
Mereka mendahulukan urusan agama atas urusan duniawi, hingga mereka tiada peduli atas kehilangan hal-hal duniawi serta sama sekali tidak menoleh terhadap rusaknya hal-hal itu. Mereka lari dari suatu negeri ke negeri yang lain untuk menyelamatkan agama mereka dari fitnah. Maka seakan-akan mereka sungguh diciptakan untuk akhirat dan seakan-akan dunia diciptakan bagi mereka. Sungguh golongan tua dan muda, pria dan wanita telah berhijrah ke Habasyah (sekarang Ethiopia), lalu ke Al-Madinah Al-Munawwarah.
Dan sungguh Rasulullah SAW telah memperluas pemahaman tentang hijrah, dan sesungguhnya hijrah juga meliputi hijrah dari hal-hal yang dilarang Allah SWT, yaitu dengan meninggalkan maksiat. Rasulullah SAW bersabda kepada Fudaik ra : Wahai Fudaik, dirikan shalat, bayarkan zakat, tinggalkan kejelekan dan tinggallah di bumi kaummu seperti yang kau inginkan, niscaya kau termasuk orang yang berhijrah. (HR.Al-Baghwahi, Ibnu Mandah dan Abu Nuaim sebagaimana dalam Kanzal Ummal 8/3031).