URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 9 users
Total Hari Ini: 102 users
Total Pengunjung: 6224209 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
Revolusi Pendidikan Nasional, Mungkinkah? 
Penulis: Pejuang Islam [ 25/10/2016 ]
 

                  Revolusi Pendidikan Nasional, Mungkinkah?


                                                               (H. Luthfi Bashori)


Secara jujur, kita harus mengatakan sangat prihatin ketika menyaksikan keterpurukan moral generasi muda di tanah air saat ini. Carut-marut wajah pendidikan nasional yang kini dikuasai kaum sekuler, tampaknya dari kualitas hasil produknya.


Keterpurukan akhlaq dan moral, tidak lagi menjadi prioritas penanganan. Padahal, mengatasi degradasi moral inilah yang seharusnya diutamakan oleh kalangan pendidikan, terutama yang ada di jalur formal pada dunia pendidikan.

Namun, orientasi mereka saat ini, justru hanya terjebak pada angka-angka nilai prestasi dalam mata pelajaran yang terus dipacu dan ditekankan kepada para siswa.


Secara tak langsung dan tanpa sadar sifat matrealistis semakin mempengaruhi dan tertanam dalam kejiwaan generasi muda kita, bahkan hal ini tampak paling dominan.

Belum lagi dengan banyaknya perilaku tidak terpuji dan kebobrokan moral, yang kini banyak terjadi pada sebagian pejar dan mahasiswa. Seperti perilaku free seks yang kerap kali berlanjut kepada tindak aborsi, pemakian obat-obatan terlarang, dan perilaku menyimpang lainnya.


Hal ini semakin melengkapi bukti bahwa pendidikan umum tanpa didasari kuatnya input kegamaan justru akan membentuk manusia-manusia pandai tapi jauh dari nilai-nilai yang dianggap baik di masyarakat. Berita tak sedap tentang maraknya cukong-cukong dan om-om hidung belang, yang dengan mudah mendapatkan servis dari para gadis belia setingkat SMU sudah menjadi cerita biasa di koran-koran maupun televisi.


Bahkan ada juga penerbitan yang sengaja merilis berita semacam ini secara berkala sebagai berita yang menghibur.

Cerita remang-remang dunia malam yang dilakoni oleh para remaja usia sekolah, tidak asing lagi di telinga masyarakat. Belum lagi, mode pakaian dan penampilan semisal yang bergaya punk dan metal, turut mewarnai kehidupan remaja masa kini, mulai dari pelajar usia SLTP hingga perguruan tinggi.


Bukankah keadaan semacam ini kerap kali kita saksikan dengan mata kepala sendiri? Tentunya budaya tersebut bukanlah produk asli Indonesia, apalagi produk agama Islam.

Sama sekali tidak. Ini adalah budaya kaum kapitalis yang berorientasi kepada kehidupan yang materialistis serta budaya westernisasi yang telah menjamur di kalang generasi muda negeri ini, akibat jauhnya mereka dari sentuhan pendidikan rohani.


Tak ayal keterpurukan moral ini sulit sekali untuk ditangkal. Terlebih dunia pendidikan nasional kurang berpihak kepada kultur keagamaaan dan budaya timur.

Seakan tolak ukur kemodernan adalah selalu dari budaya barat yang glamour dan hedonist. Misalnya UAN yang saat ini yang menjadi barometer sukses pendidikan, yang diklaim sebagai metode pengukuran bagi kecerdasan siswa, jelas-jelas tidak memberi ruang gerak bagi kurukulum agama untuk masuk di dalamnya.


Belum lagi kecenderungan marginalisasi ulama yang seharusnya diberi porsi terbesar dalam membimbing moral generasi muda Islam dari rana pendidikan formal, semakin melengkapi compang-campingnya sistem pendidikan di wilayah moral, aqidah serta akhlak.

Sebagai bukti kongkrit, dunia pendidikan pesantren sekalipun sebagai pendidikan tertua di Indonesia, yang telah melahirkan jutaan manusia berpotensi dan berakhlak luhur dalam menjalani roda putaran kehidupan bangsa, sejak sebelum jaman penjajahan hingga saat ini, baik yang bersifat resmi maupun non pemerintah. Keberadaannya masih belum diperhitungkan hingga sekarang.


Dunia pendidikan formal hanya setengah hati merespon pendidikan pesantren. Padahal dalam data statistik kependudukan nasional, jumlah masyarakat Indonesia yang beragama Islam, sampai detik ini masih menunjukkan angka mayoritas.

Bukankah ini berkat tangan-tangan terampil tokoh pesantren, dalam melestarikan dan membina keislaman masyarakat di Indonesia. Lantas apa kira-kira yang diinginkan oleh pengelola negeri ini, dengan mengedepankan sistem pendidikan kapitalis yang materialis. Yang sangat jauh dari nilai-nilai keislaman?


Sesungguhnya, untuk mengubah keadaan agar lebih baik dalam membangun Indonesia baru, ada solusi yang dapat dilakukan oleh semua pihak.

Bilamana setiap muslim, baik dari kalangan awam maupun yang memiliki jabatan strategis di pemerintahan bersama-sama melakukan revolusi pendidikan nasional, menuju sinergi dengan porsi fifty-fifty antara sistem pendidikan berbasis agama dengan pendidikan basis science terarah.

Adapun yang dimaksud adalah terklasifikasinya sistem pendidikan sesuai dengan bidangnya masing-masing namun diimbangi pelajaran berbasis akhlaq keislaman. Jika hal ini dapat dilakukan secara bersama-sama maka keterpurukan moral bangsa ini akan terobati.


Revolusi pendidikan ini sudah harus segera dimulai saat ini. Bagi masyarakat muslim kalangan awam, dapat memulainya dengan berkomitmen tidak akan menyekolahkan anak-anaknya di sekolah yang tidak menyediakan porsi lima puluh persen untuk pelajaran agama. Karena sekokah alternatif dengan penerapan sistem fifty-fifty kini banyak bermunculan.


Sedangkan bagi mereka yang mempunyai kedudukan di pemerintahan, dapat mengambil langkah-langkah strategis secara langsung, untuk menuju sebuah revolusi pendidikan secara menyeluruh.


Adapun bagi kalangan pengelola pendidikan formal, hendaknya segera berbenah diri untuk menciptakan lingkungan pendidikan berbasis agama dengan standar science modern. Jika semua umat Islam bersepakat dalam hal ini, maka akan terwujud Indonesia dengan wajah baru yang modern namun tetap santun dan beradab.


 

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Abdillah Luthfi  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 15/8/2012
 
Setuju Ustadz. Revolusi Pendidikan sangat mungkin untuk dilakukan sekarang. Kalau masih mengacu kepada sistem kurikulum nasional, pendidikan agama, khususnya akhlaq dan fiqh, tidak mendapatkan prosi yang cukup. Lebih miris lagi di kalangan Madrasah, seperti Tsanawiyah, dan Aliyah semuanya mengejar mutu pendidikan sekuler. Terima kasih Ustadz, pemikiran Revolusi Pendidikan ini harus tetap digaungkan... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Istilahnya, banyak tokoh Islam ketularan penyakit Sekuler, tapi mereka tidak menyadari jika dirinya sakit. Maka dalam pengaruh sakit kronisnya itu, mereka berbangga-bangga mendirikan pendidikan sekuler itu.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam