KERANCUAN PADA
“TESTIMONI ARBANIA FIRIANI”
(ARAH)
Menanggapi tulisan dengan judul Sebuah Testimoni dari saudara Arbania Fitriani, saya sangat terpukau. Begitu detailnya beliau menggambarkan apa yang terjadi sesungguhnya atas sebuah partai Islam di Indonesia yaitu PKS. Saya bukanlah anggota, bahkan sebagai simpatisan PKS – pun juga bukan. Namun saya masih berpandangan bahwa PKS adalah salah satu asset kaum muslimin yang sedikit banyak sangat berpengaruh terhadap penegakan syari’at Islam di Indonesia. Itu harus diakui. Namun saudaraku, dari testimoni Anda terlihat beberapa hal yang janggal serta timpang, dan bahkan sebagian tampak membingungkan serta tak masuk akal.
Anda sebagai seorang aktifis muslim yang mengaku pernah berkecimpung pada dunia dakwah, apalagi mengaku sebagai seseorang yang telah masuk dalam lingkaran MS (majelis syuro’ah) PKS, yang Anda sebut sebagai lingkaran inti dalam pengkaderannya, kemudian baru mengetahui perihal langkah-langkah partai tersebut. Yang akhirnya membuat Anda lepas dari PKS. Apakah hal tersebut tidak aneh? Mengingat seperti yang Anda sebutkan bahwa pengkaderan PKS bertingkat-tingkat.
Jika Anda orang yang peka, Seharusnya Anda telah mengetahuinya semenjak awal. Bukankah dari ustad-ustad yang mengajar (dalam liqo’) telah dapat diterka apa yang menjadi manhaj partai tersebut. Jika Anda seorang aktifis dakwah yang tahu terhadap perkembangan Islam, seharusnya juga memahami perihal aliran organisasi tersebut sejak awal Anda bergabung. Perihal PKS, orang yang tak masuk dalam partai tersebut aja bisa menerka, kemana arah madzhab yang dianut oleh partai yang mengusung jargon “partai paling bersih” ini.
Walaupun kader-kader PKS dilapangan mengatakan tidak anti maulid, tidak anti istighosah, tidak anti tahlil dan lain sebagainya, namun sampai saat ini saya belum pernah mendengar PKS mengeluarkan fatwa resmi dari “dewan fatwa-nya” perihal bolehnya amalan tersebut menurut PKS. Pada alasan kedua, yang akhirnya membuat Anda mengambil keputusan untuk lepas dari PKS, disebutkan: “saya merasa lebih banyak diajarkan tentang kebencian terhadap agama atau aliran lain seperti bagaimana kejamnya kaum nashoro (nasrani) yang membantai saudara kami di Poso, Yahudi yang membantai saudara kami di Palestina, JIL yang memusuhi kami, NII yang sesat, teman-teman kami Salafi yang mengganggu kami, dst”. Pertanyaan saya adalah bukankah nyata-nyata memang demikian saudara?
Hal ini membuat saya berfikir, jangan-jangan Anda sudah terkena firus pluralisme dan liberalisme. Masukan atau informasi perihal berbagai aliran bahkan keyakinan yang merugikan ummat Islam, Anda terima sebagai doktrin yang meresahkan diri Anda. Apakah Anda lupa bahwa Yahudi dan Nashoro tak akan lepas dari upaya-upaya untuk memurtadkan ummat Islam, hingga masuk kedalam agama mereka, dengan segala cara. Anda lupa bahwa Israel memang nyata-nyata mendzalimi rakyat Palestina, apakah hal tersebut tidak Anda benci?
JIL yang sangat “anarkis” dalam mengobok-obok pemikiran serta keimanan bahkan merusak aqidah ummat Islam, apakah Anda akan toleran pada penyebarannya? Juga aliran-aliran sesat yang lain, apakah akan Anda “kasih hati”, dengan dalih cinta dan toleransi pada perbedaan keyakinan?
Paham Wahabi dan salafi yang mengkafir-kafirkan, membid’ah-bid’ahkan amalan para sholikhin, apakah akan Anda beri jalan? Mau jadi apa negeri ahlusunnnah ini jika semuanya bisa di tolerir demikian? Pada alasan yang ketiga, lebih rancu lagi. Anda mengaku mengetahui agenda PKS dari “sumber yang dapat dipercaya dalam pemerintahan, juga dari petinggi PKS”. Jangan tanggung-tanggung saudara, sebut nama aja, agar tak menjadi fitnah, toh Anda juga sudah keluar dari PKS.
Jika Anda cinta pada negeri ini, dan niat ber-jihad. Selama Anda benar harus siap dong dengan segala resikonya. Anda juga mengatakan bahwa “peta rencananya adalah bagian pulau di Indonesia yang mayoritas Islam akan dikuasai oleh Arab. Sedangkan daerah yang mayoritas Kristen akan dikuasai oleh Amerika. Lalu, daerah-daerah yang mayoritas penduduknya beragama Hindu, Budha, Animisme, dll., akan dikuasai oleh Cina”. Ini jelas aneh. Antara Arab, Amerika dan Cina, ideologinya jelas berbeda. Bisa-bisanya mereka mengatur bagi-bagi “kue” sedemikian rukunnya.
Saya belum pernah mendengar bahwa Arab Saudi punya agenda ekspansi teritorial semacam itu. Arab Saudi yang mengusung ideologi Wahabi ekspansi ke bumi ahlusunnah? Arab Saudi yang kerajaan, ekspansi ke negeri republik? Wow, utopis sekali. Pengamat politik yang sekaliber siapapun, akan mengatakan, takkan semudah itu. Lalu Cina akan ekspansi ke wilayah-wilayah yang mayoritas Hindu, Budha dan Animisme. Jelas aneh juga. Cina yang mengusung ideologi komunis, tidak percaya pada agama, apakah dengan mudah bisa ekspansi ke wilayah masyarakat yang beragama? Apakah kenyataan bahwa komunis pernah berkhianat di negeri ini akan terlupakan begitu saja?
Ini jelas mengada-ada. Untuk Amerika juga demikian, apakah rela negara teroris dan agresor tersebut hanya diberi bagian wilayah yang mayoritas Kristen saja? Berapa persen wilayah mayoritas Kristen di Indonesia? Berapa banyak pulau-pulau yang mayoritas masyarakatnya Kristen memiliki sumberdaya alam? Amerika jelas sudah punya perhitungan mengenai hal itu, dan jelas sifat tamaknya tak akan cukup walau diberi seratus pulau emas sekalipun. Jika Arab Saudi, Amerika dan Cina terikat dengan kesepakatan tersebut, dan PKS sebagai organisasi yang mendukung Arab Saudi, tentu PKS secara tak langsung jelas terikat dengan agenda tersebut, tentunya Amerika akan mendukung langkah-langkah PKS, dan otomatis PKS seharusnya dengan senang hati memuluskan langkah Amerika. Apakah selama ini demikian?
Jika jalan ceritanya semacam itu, seharusnya PKS tidak anti liberalisme dan komunisme (bukankah Saudi terikat dengan agenda Amerika dan Cina) jika menyimak seperti alur yang Anda ceritakan. Bukankah kenyataannya tidak demikian? Namun, mengapa diatas Anda mengatakan bahwa PKS menganggap JIL sebagai ancaman, serta Yahudi juga Nasrani sebagai musuh?
Logika ini kan bertentangan dengan testimoni Anda sendiri. Pada alasan berikutnya Anda juga mengatakan bahwa “sentiment keagamaan terus dipakai untuk meraih simpati masyarakat. Sehingga berbagai produk kebijakan seperti Perda Syari,at, UU APP, dll. Yang rata-rata hanya mengurus masalah cara berpakaian semata akan dengan bangganya diterima oleh masyarakat muslim yang naïf sebagai keberhasilan Islam”.
Ini semakin membingungkan, sebenarnya apasih yang Anda inginkan? Perda Syari’at, RUU APP, dll, adalah barometer moral, agar budaya negeri ini tak di acak-acak kaum sekuleris. Agar budaya asli Indonesia yang menjunjung tinggi adab ketimuran semakin terlindungi, budaya anak negeri yang sopan dan beradab semakin menjadi tuan di negerinya sendiri. Kok, justru Anda anggap itu bagian dari sentimen keagamaan, lalu Anda menstigmakan “naïf” bagi kaum muslimin.
Kaum muslimin yang dengan pengorbanan gigih memperjuangkan jati dirinya, juga sebagai bukti tanggungjawabnya terhadap komitmen moral. Ini jelas menyinggung perasaan bagi pejuang syari’at yang selama ini begitu mencintai negeri ini. Perlu pula Anda ketahui bahwa perjuangan menegakkan syari’at Islam adalah sangat konstitusional. Bukankah Piagam Jakarta yang memuat “Ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluknya” masih berlaku hingga saat ini.
Lalu Anda mengatakan hal itu menjadi sebab mengapa Anda keluar dari PKS. Justru jika Anda seorang muslim yang taat, serta cinta pada negeri ini tak sepatutnya Anda memiliki statemen semacam itu. Jika demikian (dengan meminjam istilah Anda sendiri), Anda telah futur (berbalik kebelakang), dan ironisnya Anda saat ini juga menjadi agen futur bagi ummat Islam agar terpengaruh dengan cerita-cerita Anda.
Benar sesungguhnya yang dikatakan dalam agama, hati seseorang memang bisa berbolak-balik setiap saat. Jika tadinya cinta jadi benci, yang tadinya ikhlas jadi riya’ bahkan yang tadinya menjadi seorang pejuang justru malah mundur kebelakang, naudzubillahimindzalik. Semoga tanggapan ini dapat menjadi renungan bagi kita agar senantiasa waspada, bahwa musuh-musuh Islam saat ini tak segan-segan melakukan segala cara, agar ummat Islam kehilangan jatidirinya, kehilangan semangat ukhuwah, serta hambar fanatisme keislamannya dan saling curiga hingga akhirnya musuh-musuh Islam tinggal merobohkan bangunan keimanan yang telah dirapuhkan.
Semoga dengan tulisan ini dapat menjadi ukhuwah bagi kita ummat Islam, untuk lebih merapatkan barisan agar senantiasa menjunjung tinggi ukhuwah Islamiah, karena semakin mendekati akhir zaman, kebohongan dan fitnah semakin merajalela dan canggih modus operandinya. Wallahu’alam bisshowab.