Ucapan dan Perbuatan yang Menyebabkan Kemurtadan (2)
Luthfi Bashori
Murtad Karena Ridha (Rela) Terhadap Kekafiran
Kaitan sikap rela terhadap kekufuran telah disebutkan dalam kaidah fiqih. Ridha (setuju) terhadap kekafiran hukumnya kafir, seperti seorang muslim setuju (apalagi mendukung) perbuatan ritual orang Yahudi dan Nasrani dan ikut membantu menyiarkan agama mereka menyebabkan orang tadi murtad (keluar dari agama Islam), demikian juga (hukumnya orang yang) membantu menyiarkan kekafiran yang keluar dari kelompok aliran sesat.
Al-Imam Al-Qadhi Iyadh menerangkan dalam kitab beliau As-Syifa bi Ta`rif Haqqi Al-Musthafa, Demikian juga kita (kaum muslimin) menganggap kafir orang yang tidak mengkafirkan penganut agama atau aliran-aliran selain yang dianut oleh kaum muslimin, mendukung mereka (penganut agama selain Islam), meragukan kesalahan mereka, atau membenarkan keyakinan mereka, meskipun orang tersebut menampakkan keislamannya,
Jadi, jika ada orang yang tidak mengkafirkan penganut agama selain Islam, orang tersebut dihukumi kafir. Kejadian semacam ini sangat banyak ditemukan di kalangan orang-orang Islam sendiri yang biasanya berdalih untuk memperjuangkan hak asasi manusia, saling menghargai antar sesama umat beragama dan lainnya. Dalam kaitan ini, Islam memperbolehkan umatnya untuk memperjuangkan hak asasi manusia sebatas tidak bertentangan dengan ajaran Islam, seperti memperjuangkan hak kebebasan berdagang, hak mempertahankan harta milik, dan hak lainnya yang bersifat duniawi. Namun memperjuangkan hak kebebasan seseorang untuk berbuat kekafiran dan kemusyrikan di muka bumi, jelas dilarang oleh Islam.
Murtad Karena Persekutuan (Kerja sama)
Dalam memahami perbuatan murtad yang disebabkan karena adanya hubungan persekutuan atau kerja sama, perlu kiranya umat Islam memperhatikan pendapat beberapa ulama seperti,
Al-Imam Al-Qadhi Iyadh Al-Yahsubi (wafat 544 H ) menerangkan bahwa termasuk perbuatan yang menyebabkan kemurtadan adalah, Berjalan ke gereja bersama umat Nasrani dengan memakai ikat pinggang (khas mereka) di hari-hari raya mereka
Penjelasan di atas dilengkapi oleh keterangan seorang ulama dari Halab, As-Syeikh Muhammad Al-Hijaz, Di antara macam-macam kemurtadan adalah berjalan ke gereja bersama penganut Nasrani dan berkumpul bersama mereka dalam perayaan-perayaan keagamaan yang diadakan di gereja dan ikut meramaikan syiar-syiar kekafiran lainnya.
Senada dengan Syeikh Muhammad Al-Hijaz, Imam Abu Al-Qasim Hibatullah bin Al-Husain bin Mansur At-Tabari Al-Faqih As-Syafi`i mengatakan, Kaum muslimin tidak diperbolehkan menghadriri hari raya atau ritual mereka (orang kafir baik Yahudi maupun Nasrani atau agama lainnya), karena mereka itu berada dalam kemungkaran dan kerusakan, apabila orang yang baik (orang muslim) berkumpul dengan ahli kemungkaran (orang-orang kafir) tanpa mengingkari (perbuatan mereka), sama halnya meridhai kemungkaran mereka dan mendukungnya. Kita mengkhawatirkan turunnya azab Allah kepada pengikut mereka (kaum muslimin yang meridhai kekafiran) sehingga azab Allah pun menjadi musibah bagi semua orang. Kita berlindung dari kemurkaan-Nya.
Abu Hasan Al-Amidi mengatakan bahwa umat Islam tidak diperbolehkan menyaksikan perayaan ritual orang-orang Nasrani dan Yahudi. Hal ini sebagai Nash (ketetapan) Imam Ahmad.
Selain dilarang menghadiri perayaan ritual nonmuslim, umat Islam juga diperintahkan untuk menjauhi kegiatan ritual non-muslim, sebagaimana hal ini telah diriwayatkan oleh seorang ulama hadits termuka Imam Bukhari (termaktub di luar kitab Sahih Bukhari) bahwa Sayyidina Umar ibnul Khaththob r.a berkata, Jauhilah (orang-orang kafir) pada saat perayaan ritual mereka.
Selain itu, termaktub pula dalam kitab-kitab pengikut Imam Abu Hanifah, Barangsiapa memberi hadiah semangka (kepada orang-orang kafir) pada saat hari raya perayaan ritual mereka dengan maksud menghormati perayaan tersebut, berarti orang tersebut telah kafir.
Namun yang patut menjadi prihatinan bersama adalah, sejak menggelindingnya bola reformasi banyak dari kalangan umat Islam yang bersedia menghadiri undangan perayaan hari-hari besar umat nonmuslim yang diadakan di tempat-tempat ibadah mereka atau di tempat perayaan mana pun yang sekali lagi hal tersebut dilakukan atas nama demokrasi, toleransi, dan hak asasi manusia. Demikian pula dengan kehadiran umat Islam pada seminar yang diadakan di gereja atau di tempat-tempat perkumpulan yang diadakan oleh kaum Nasrani, yang dalam hal ini terdapat unsur imaratul kanais (menyemarakan/mendukung kegiatan gereja). Inilah di antara perbuatan yang dapat membahayakan akidah umat Islam.
Dalam konteks ini Allah berfirman, yang artinya, Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali (karena siasat) memelihara dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya dan hanya kepada Allah kembali (mu). (Ali Imran: 28)
Dalam firman Allah yang lain, yang artinya, Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (An-Nisaa: 138-139)