MASYARAKAT MADANI DI PERSIMPANGAN - (3)
Luthfi Bashori
(SAMBUNGAN)
Karena Nabi Muhammad SAW telah mencetuskan Piagam Madinah, kelompok liberal mengkalim bahwa Rasulullah termasuk liberalis dan pluralis. Lalu apakah mereka akan mengatakan Nabi Muhammad SAW sebagai diktator dan teroris karena beliau juga memerangi orang kafir Quraisy, dan mengusir kaum Yahudi Bani Quraidzah, Bani Nadzir, dan Bani Qainuqa dari madinah, tatkala mengkhianati isi Piagama Madinah itu sendiri?
Pada hakikatnya Rasulullah SAW dalam melaksakan kehidupan bermasyarakat sekaligus urusan ubudiyah, tidak lain hanyalah melaksanakan syariat yang diperintahkan Allah Yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana, sebagai bentuk kepatuhan mutlak yang tak perlu beliau tawar lagi.
Dalam syariat Islam memang ada jaminan hak-hak non islam, ada murunah (fleksibilitas) dalam hukum-hukum Islam dan sebagainya. Tapi jangan lupa, syariat Islam bukan seperti prinsip apa pun di Barat. Syariat Islam mempunyai karakterisktik sendiri yang dibatasi oleh Al-Quran dan sunnah. Di luar konsep Al-Quran dan sunnah, bukanlah Islam walaupun dilakukan oleh orang Islam.
Salah besar, jika ada kelompok yang memberi makna apalagi mengatur ajaran dan konsep Islam dengan paham non muslim. Hal itu ibarat belajar matematika dengan menggunakan istilah sastra. Mereka tidak akan bisa memahami secara akurat apa yang dipelajari. Memang selalu ada titik persinggungan antar keduanya, tetapi hasilnya secara umum akan menjadi sangat rancu.
Kesimpulan rancu inilah yang banyak dihasilkan oleh para penganut libealisme atau para pejuang pluralisme itu, lantas mereka berusaha menipu umat Islam menggunakan kerancuan pemikiran liberral dan pluralnya itu dengan mengatasnamakan ajaran Islam alternatif. Wamakaruu wa makarallahu, wallahu khairul maakiriin.(Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah yang membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ali-Imran ayat 54)
Di kalangan kelompok liberal, ada juga yang beranggapan bahwa setiap argumen dan ajaran yang datang dari penganut Islam, siapapun orangnya, itulah ajaran Islam, sekalipun bertentangan dengan nash (doktrin) Al-Quran dan sunnah.
Pandangan ini jelas-jelas keliru. sebab anggapan-anggapan semacam inilah yang menyebabkan banyaknya muncul aliran sesat yang berkembang di kalangan umat Islam, yang lantas dibela eksistensi kesesatannya oleh tokoh-tokoh liberal dengan dalih atas nama hak asasi manusia.
Tengok saja kasus aliran sesat Syiah Imamiyah Khomeinian yang meyakini adanya Tahriiful Qur`an (adanya perubahan dalam Al-Qur`an kitab suci umat Islam). Mereka mengatakan bahwa Al-Quran yang asli tebalnya 3 kali lipat dari Al-Quran kaum muslimin. (Kitab pedoman utama Syiah , Al-Kaafi karangan Al-Kulainy Juz 1, hlm.239 dan Juz 2 hlm.634).
Atau kasus aliran Ahmadiyah yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW bukan Nabi terakhir, karena mereka meyakini adanya nabi terakhir lainnya, yaitu Mirza Ghulam Ahmad yang juga menerima wahyu dan dikumpulkan dalam Kitab Suci mereka, Tadzkirah.
Atau kasus buku Menembus Gelap Menuju Terang, oleh Ardi Husain (Probolinggo Jawa Timur) yang mengatakan adanya rasul setelah Nabi Muhammad SAW, dan pelaknatan terhadap ulama versi Yusman Roy (Malang) pencetus Shalat Dwi Bahasa, yang dibela oleh kelompok Liberal, bahkan didukung dalam proses pengadilannya dengan kehadiran Ulil Abshar Abdalla, dkk.
Ulil Abshar datang sebagai saksi yang meringankan kasus Yusman Roy di PN Malang pada hari selasa 16 Agustus 2005, dan masih banyak kasus-kasus yang lainnya. Bahkan ada yang pula munculnya aliran sesat yang sempat memancing emosi umat Islam hingga terjadi bentrok fisik.
Belum lagi kasus penghinaan terhadap eksistensi Allah sebagai Tuhan bagi umat Islam yang dilakukan oleh beberapa penganut liberalisme maupun pluralisme yang bersarang pada Fakultas Ushuluddin di beberapa IAIN (UIN), seperti kasus baliho bertuliskan: TUHAN MEMBUSUK di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Atau tulisan Selamat Datang di Area Bebas Tuhan di IAIN Bandung.
Coba perhatikan cuplikan berita senada berikut ini:
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel (Supel), Surabaya, Jawa Timur, 6 Mei 2006. Perkuliahan di Fakultas Dakwah berlangsung. Sulhawi Ruba, dosen Sejarah Peradaban Islam (SPI) menyampaikan kuliahnya di depan para mahasiswa semester dua Fakultas Dakwah. Di saat yang sama, perkuliahan juga berlangsung di sejumlah fakultas di kampus Islam kebanggaan arek-arek Suroboyo itu. Seperti biasanya, proses transfer ilmu di IAIN Supel berjalan tertib dan tenang.
Namun ketenangan proses belajar-mengajar itu pecah oleh ulah tidak pantas Sulhawi Ruba. Di hadapan para mahasiswa/inya, dosen SPI yang tidak fasih membaca kitab kuning itu, mengatakan bahwa al-Quran, kitab suci orang Islam sebagai mahluk. Sama seperti mahluk ciptaan Allah SWT lainnya, seperti rumput, harimau dan lainnya. Al-Quran itu hasil kebudayaan manusia, kata laki-laki yang mengaku diri penganut paham liberal itu.
Tak cukup menyebut al-Quran sebagai mahluk. Dosen yang sering menyebut dirinya dengan syekh (sebutan orang untuk para ulama dan pemikir Islam red) ini, menginjak-injak lafadz Allah yang ditulisnya sendiri di atas secarik kertas kemudian dibuangnya ke lantai. Niat saya untuk keilmuan. Saya lakukan itu untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa agar tidak syirik, tandasnya, tanpa ada rasa takut sedikit pun akan protes umat Islam.
Penghinaan di atas seakan belum cukup buat Ruba. Ketika sejumlah mahasiswa protes, sikap dosen yang diragukan kemampuan agamanya ini malah makin menjadi-jadi. Menurutnya, sah saja menginjak-injak lafadz Allah, seperti menginjak rumput. Karena al-Quran itu mahluk dan hasil budaya manusia, maka ketika menginjak lafadz Allah, sama seperti saya menginjak mahluk Allah lainnya, ujar lelaki yang mengaku sealiran dengan grup band Dewa ini. (hasankpiretorika.blogspot.com).
Banyaknya penafsiran sesat ala logika yang bertentangan dengan Al-Quran dan Hadits semacam ini, bahkan dimanfaatkan oleh pihak Nasrani untuk memutarbalikan Al-Quran dan penerjemahnya demi kepentingan mereka, seperti adanya selebaran berdalil Al-Quran yang mengatakan bahwa Isa adalah Tuhan berbentuk manusia dengan dalil surah An-Naas ayat 1 Qul a`uudzu birabbin naas (katakanlah, aku berlindung kepada tuhan manusia). Diplesetkan arti pemahaman dengan Katakanlah, aku berlindung kepada tuhan berbentuk manusia. Padahal selama ini umat Islam memahaminya: Katakanlah, aku berlindung kepada tuhannya manusia, bukan Tuhan berbentuk manusia.
Belum lagi buku-buku terbitan kelompok Liberal, seperti Lubang Hitam Agama, karangan Sumanto Al-Qurthuby, terbitan Rumah Kata Yogyakarta; kritik Ortodoksi-Tafsir Ayat Ibadah, dan Politik dan Feminisme, karya Salman Ghonim, terbitan Lkis Yogyakarta; Fiqih Lintas Agama karya Tim Paramadina (Nurkholis Majid, Komaruddin Hidayat, Kautsar Azhari Noer, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Manawar Rahman, Ahmad Gaus AF, dengan editor Munim A Sirry) terbitan paramadina Jakarta th 2004; karya tulis Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM); Tasawwuf Sebagai Kritik Sosial karya Said Aqil Siraj (PBNU), dan sebagainya.
Pada dasarnya argumen-argumen kelompok liberal semacam ini, juga upaya pembelaan mereka terhadap aliran-aliran sesat dengan menganggap bahwa itu semua adalah khazanah perbedaan bahkan termasuk ajaran Islam yang perlu diterima dan dihormati, tidak lain adalah upaya pendangkalan agama dan penyesataan terhadap aqidah umat Islam.
(SELESAI)