SI RAKUS TERHADAP DUNIA
Luthfi Bashori
Seorang bijak berkata: Perumpamaan manusia dan kegemarannya pada kesenangan-kesenangan duniawi adalah seperti seorang pengendara dalam sebuah kapal menuju ke suatu negeri yang lebih baik. Kemudian kapal tiba di sebuah pulau yang penuh binatang buas, lalu ia keluar dari kapal untuk sekedar bersesuci dengan langkah yang sangat hati-hati. Namun ia melihat sebuah batu permata berharga dan indah. Ia pun menginginkan batu permata tersebut lantas menjauh dari kapal. Ia lupa tujuan utamanya bahkan menjadi terlena, hingga kapal itu berlayar jauh meninggalkannya. Kemudian ia diserang oleh ular serta binatang buas lainnya dan batu permata itupun tidak berguna baginya. Maka keadaannya itu seperti yang disebutkan dalam firman Allah Swt, Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku. (Q.S. Al-Haqqah: 28-29).
Ternyata betapa hinanya sifat serakah terhadap kehidupan dunia, seperti orang yang selalu berupaya ikut berlomba-lomba memperkaya diri sendiri, tanpa peduli urusan akhirat maupun urusan sosial kemasyarakatan. Misalnya, jika ada seseorang mendapat harta yang berlebihan atas usahanya, lantas ia berguman: Yang penting aku sekarang bisa enak dengan hasil usahaku sendiri ini, jadi ada apa memikirkan kehidupan kelak, apalagi jika harus berbagi dengan orang lain...!
Jiwa-jiwa egois semacam ini, yang pasti suatu saat akan mendapati kondisi dimana ia tidak akan mendapatkan kenyamanan hidup, baik di dunia apalagi di akhirat. Saat ia sakit, maka tak ada orang yang peduli kepadanya, karena dengan harta melimpa bukan berarti segalanya akan dapat dibeli.
Rasa hormat, rasa kasih, atau rasa solidaritas dari sesama manusia, justru seringkali menjadi sesuatu yang tidak dapat diperjualbelikan, hingga siapapun yang ingin mendapatkan penghormatan, rasa kasih maupun solidaritas dari orang lain, termasuk dari sanak famili dan handai taulannya, maka ia harus pandai-pandai merajutnya, dengan cara memupuknya lewat dunia pergaulan serta berbuat baik dengan sesamanya.
Peduli terhadap kemaslahatan orang lain, termasuk salah satu metode yang jitu dalam merajut rasa hormat, kasih dan solidaritas orang lain terhadap dirinya, hingga bila suatu saat ia membutuhkannya, maka kehormatan, kasih sayang dan rasa solidaritas dari orang lain itu akan datang dengan sendirinya, tanpa harus diminta dan tanpa harus mengeluarkan harta sepersen pun.
Untuk itu pula banyak ajaran Nabi Muhammad SAW yang secara tidak langsung mengarahkan umatnya agar pandai-pandai merajut kehormatan, kasih dan solidaritas dengan sesamanya, sebagaimana ungkapan beliau SAW: Senyummu kepada saudaramu itu terhitung shadaqah.
Jika seseorang selalu tersenyum kepada orang-orang yang dikenalnya, maka sesungguhnya senyuman yang sangat sederhana itu sudah dapat merajut kehormatan dan kasih sayang bahkan dapat menimbulkan rasa solidaritas dari orang-orang yang dikenal untuk dirinya.
Betapa hebatnya hakikat makna ajaran Nabi SAW yang sangat simpel itu. Belum lagi jika memperhatikan ungkapan beliau SAW: Sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.
Tentunya ada makna yang jauh lebih dalam, jika di kaji dengan seksama dari sabda Nabi Muhammad SAW ini.