GURU PENGAJAR vs GURU PENDIDIK
Luthfi Bashori
APA YANG SEHARUSNYA DILAKUKAN PARA GURU TERHADAP MURID-MURIDNYA?
Dalam dunia pendidikan, ada istilah guru pengajar (mudarris) dan guru pendidik (murabbi), sekalipun tidak banyak orang yang mengetahui apa perbedaan di antara keduanya.
Dalam pembahasan ini penulis akan memberi satu gambaran untuk memudahkan pembaca bagaimana cara membedakan antara seorang pengajar dan seorang pendidik. Karena tidak semua pengajar itu pendidik namun setiap pendidik itu adalah pengajar.
Dalam pembahasan sejarah para nabi itu ada istilah, tidak setiap nabi itu adalah rasul, tapi setiap rasul itu pasti nabi. Karena para nabi itu dipilih langsung oleh Allah, namun tidak diperintahkan untuk menyampaikan wahyu, sedangkan para rasul adalah dari kalangan para nabi yang khusus diutus untuk menyampaikan wahyu dari Allah kepada kaumnya. Tentunya seorang rasul itu jauh lebih mulia dari pada seorang nabi.
Nah, untuk mengenal sifat seorang pengajar, gambarannya adalah ia seorang ahli ilmu di bidangnya, yang mempunyai tugas mengajar para murid, dan melakukan kewajibannya sesuai kurikilum yang telah ditetapkan oleh pengurus dari sebuah tempat pendidikan. Pengajar yang baik adalah mereka yang dapat melaksanakan tugas-tugasnya sesuai dengan ketentuan job description.
Hingga bisa dikatakan, nominal honor yang didapatkan dari jerih payah mengajarnya itu benar-benar halan thayyiban karena sesuai dengan ketentuann, dan tidak ada kecurangan yang ia lakuakan, atau tidak ada pencurian waktu maupun batasan kurikulum yang ia lakukan, karena ia telah melaksanakan dengan sempurna aturan-aturan yang disepakati bersama.
Berbeda dengan sifat pengajar yang tidak baik, yaitu oknum guru yang selalu terlambat datang, sering bolos, tidak dapat menyelesaikan program sesuai kesepakatan dalam kurikulum pendidikan. Maka hakikatnya honor yang ia dapatkan, tentunya menjadi honor syubhat hukumnya, yang tidak jelas halal dan haramnya.
Adapun, untuk mengenal sifat seorang guru pendidik (murabbi), yaitu dari kalangan guru pengajar namun mempunyai perhatian lebih dibanding para guru lainnya terhadap kondisi para murid, bahkan ia selalu berusaha mengenal kejiwaan para muridnya, di samping menyelasaikan tugas-tugas wajib sesuai ketentuan pendidikan. Maka yang demikian inilah jiwa seorang pendidik yang benar-benar sangat dimuliakan oleh Allah.
Gambaran lebih mudah, jika seorang pendidik sedang masuk ke kelas, maka ia berusaha mengetahui terlebih dahulu jumlah murid yang hadir dan yang izin. Lantas ia keliling di antara murid-muridnya, barangkali saja ada kejanggalan yang terjadi, misalnya ada kancing baju murid yang belum dipasang rapi, maka ia ajak si murid itu untuk memasangnya, tentunya dengan cara berbicara dari hati ke hati dengan penuh rasa cinta.
Jika ada murid yang wajahnya sedang bermuram durja, maka sang pendidik itu akan bertanya dengan lemah lembut, tentang problema apa yang sedang dihadapi oleh si murid sehingga tidak dapat berkonsentrasi di waktu belajar. Demikianlah gambaran perhatian lebih dari seorang pendidik, yang tentunya dapat dikembangkan sendiri oleh para pembaca.
Bahkan seorang pendidik sejati itu tidak pernah berpikir tentang berapa nominal honor yang ia dapatkan dari upaya-upaya yang ia lakukan demi kemajuan pendidikan para muridnya, hingga seringkali ia memberikan apa saja yang dapat memajukan pendidikan para muridnya, dengan ikhlas tanpa pamrih, sekalipun harus merugi jika dihitung-hitung secara material.
Jadi, seorang guru yang ingin menjadi pendidik sejati, harus menganggap para murid itu seperti anaknya sendiri. Karena pada hakikatnya guru itu jauh lebih mulia daripada orang tua dari para muridnya.
Seorang shalih bernama Iskandar pernah ditanya, Siapa yang lebih engkau hormati, gurumu atau ayahmu? Iskandar menjawab, Guruku, karena ia adalah penyebab kehidupanku yang kekal, sedangkan ayahku adalah penyebab kehidupanku yang fana.
Nabi SAW telah mengingatkan akan hal itu dengan perkataannya, Sesungguhnya aku mengajari kalian seperti ayah.
Maka guru yang mengajarkan akhlak mulia hendaklah mengikuti Nabi SAW. Kerena ia adalah penerusnya. Guru harus menyayangi dang mengasihi muridnya seperti Nabi SAW menyayangi umatnya.
Dalam menggambarkan sifat Nabi SAW ini Allah berfirman, Sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS. At-Taubah, 128).