PENYIMPANGAN AJARAN SYI`AH
MUI PUSAT
1. Penyimpangan faham tentang orisinalitas Al-Quran
Menurut seorang ulama Syi`ah al-Mufid dalam kitab Awail al-Maqalat, menyatakan bahwa Al-Qur`an yang ada saat ini tidak orisinil. Al-Qur`an sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangan. ( Al-Mufid, Awail Al-Maqalat , hal 80-81). Tokoh Syi`ah lain mengatakan dalam kitab Mir`atul Uqul Syarh al-Kafi, menyatakan bahwa Al-Qur`an telah mengalami pengurangan dan perubahan. (Baqir al-Majlisi, Mir`atul Uqul Syarh al-Kafi lil Kulaini, vol.12/525).
Al-Qummi, tokoh mufassir Syi`ah, menegaskan dalam mukaddimah tafsirnya bahwa ayat-ayat Al-Qur`an ada yang dirubah sehingga tidak sesuai dengat ayat aslinya seperti ketika diturunkan oleh Allah. (Ali bin Ibrahim al-Qummi, tafsir al-Qummi hal.5,9,10,11). Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarsi, seorang tokoh Syi`ah abad ke-6 H menegaskan dalam kitab al-Ihtijaj, bahwa Al-Qur`an yang ada sekarang adalah palsu, tidak asli dan telah terjadi pengurangan. (Abu Manshur Ahmad bin Ali al-Thabarsi, al-ihtijaj vol.1 hal 156).
Ni`matullah al-Jazairi menyatakan dalam kitabnya al-Anwar al-Nu`maniyah, semua imam Syi`ah menyatakan adanya tahrif (perobahan) Al-Qur`an kecuali pendapat Murtadha, al-Shaduq dan al-Thabarsi yang berpendapat bahwa tidak ada tahrif. Dalam keterangan selanjutnya, dia menjelaskan bahwa ulama yang menyatakan tidak ada tahrif pada Al-Qur`an itu sedang bertaqiyah (Ni`matullah al-jazairi, al-Anwar al-Nu`maniyah, vol.2 hal 246-247).
Para ulama Syi`ah yang muktabar, seperti al-Mufid, al-Jazairi dan al-Majlisi, menjelaskan alasan Syi`ah memakai Al-Qur`an yang ada saat ini, Sungguh kaum Syi`ah disuruh membaca Al-Qur`an yang ada di antara 2 sampul dan tidak menyatakan adanya tambahan atau pengurangan sampai datangnya al-Qaim (Mahdi), pada saat itu barulah al-Qaim membacakan kepada manusia wahyu Allah yang dikumpulkan oleh Ali ibn Abi Thalib.
Mereka melarang kita untuk membaca riwayat-riwayat yang berrtambah dari yang sudah ada di mushaf sekarang ini karena sumbernya tidak mutawatir alias ahad dan seorang bisa salah dalam menukilnya.
Di sisi lain, jika orang Syi`ah membaca selain dari pada yang ada di mushaf saat ini menyebabkan dirinya tertipu dan menyeretnya pada kehancuran, oleh sebab itulah para imam maksum melarang kita membaca selain dari yang ada di mushaf saat ini. (lihat Syaikh al-Mufid (336-413 H) Kitab al-Masa`il al-Sirawiyyah hlm 81-82, senada dengan itu lihat Nimatullah al-Jazairi (1050-1112 H) Kitab al-Anwar an`Nu`maniyah vol.2 hlm 248, Muhammad Baqir al-Majlisi (1037-1111 H) Mir`at al`Uqul Syarh al-Kafi vol.3 hlm 31 dan bihar al-Anwar vol.92 hlm 65).
Dalam publikasi Syi`ah Indonesia disebutkan, Transkrip ini (mushaf Ali) berisi komentar dan tafsiran yang bersifat hermeneutic dari Rasulullah yang beberapa yang di antaranya telah diturunkan sebagai wahyu tapi bukan bagian dari teks Qur`an. Sejumlah kecil teks-teks seperti itu bisa ditemukan dalam beberapa hadits dalam usul al-Kafi.
Ini merupakan penjelasan ilahi atas teks Qur`an yang diturunkan bersama ayat-ayat Qur`an. Jadi, ayat-ayat penjelasan dan ayat-ayat Qur`an jika dijumlahkan mencapai 17.000 ayat. (lihat antologi Islam (Al-Huda 2012) hal 695, tampaknya pendapat ini mirip dengan pandangan Al-Shaduq dalam kitab al-I`tiqadat, hal 84-85 pasal al-I`tiqad fi Mablagh al-Qur`an.
Namun di hal 86 berikutnya al-Shaduq yang terkesan menolak tahrif, ternyata menyitir riwayat dari imam Ali yang menyodorkan mushafnya dan ditolak oleh para sahabat paska wafatnya Nabi tanpa sikap kritis. Suatu hal yang kontradiktif).
Yang dimaksud Imam Ali dengan penjelasanya adalah tafsiran Tuhan yang khusus. Amirul mukminin kemudian menyembunyikan transkrip tersebut, dan sepeninggalnya transkrip itu diberikan kepada para imam yang juga menyembunyikannya hingga saat ini karena mereka berharap hanya ada satu Qur`an di antara kaum muslimin.
Qur`an dan tafsirnya yang dikumpulkan Imam Ali tidak terdapat di kalangan Syi`ah di dunia kecuali Imam Mahdi as. Jika transkrip Ali dulu diterima, maka sekarang ini Qur`an dengan tafsir yang 696 kutipan ini dan di atas, adalah pengakuan yang tersirat mendukung adanya tahrif Al-Qur`an seperti riwayat-riwayat al-Kulaini dalam usul al-Kafi bahwa tak ada yang mengumpulkan dan menghafal Quran persis yang diwahyukan oleh Allah kecuali Ali bin Abi Thalib dan imam-imam setelahnya (vol.1 hlm 228) atau para imam yang mendapat wasiat. Jumlah ayat nya adalah 17.000 ayat (vol.2 hlm 634) yang turut hilang dibawah imam yang ke-12 al-Mahdi dan baru akan hadir lagi saat kembali dari ghaibahnya).
PANDANGAN ULAMA
Para ulama menyatakan dengan tegas bahwa Al-Qur`an yang pegang dan diamalkan umat Islam saat ini di seluruh dunia adalah asli, tidak ada pengurangan maupun penambahan. Allah Swt langsung yang menjamin keaslian dan keterpeliharaannya dari tahrif (distorsi dan interpolasi), Sungguh Kami yang telah menurunkan Al-Qur`an dan Kami pula yang akan menjaganya(Q.S. Al-Hijr:9). Keyakinan inilah yang menjadi prinsip dipegang seluruh ulam Islam.
Al-Qadhi Iyadh menukil pernyataan Abu Utsman al-Haddad bahwa semua ahli tauhid bersepakat atas kekafiran orang yang mengingkari satu huruf dari Al-Qur`an. 45 (lihat al-Syifa bi ta`rif huquq al-musthafa, vol.2 hlm 304-305).
Ibnu Qudamah al-Maqdisi menyatakan, Tidak ada perbedaan di antara kaum muslimin bahwa orang yang mengingkari satu surah atau ayat atau kata, atau huruf dari Al-Qur`an, disepakati telah kafir. (lihat lum`at al-Itiqad, hal 20).
Imam Ibnu Hazm berkata, mengatakan diantara dua sampul Al-Qur`an ada perobahan adalah kekufuran yang nyata dan mendustai Rasulullah SAW. 47 (lihat al-Fishal fi milal wa an-nihal vol.5 hlm 22).
Abdul Qahir al-Baghdadi menulis, Ahlussunnah mengkafirkan orang Rafidhah yang beranggapan Al-Qur`an saat ini tidak menjadi hujjah disebabkan kalimnya bahwa para sahabat Nabi telah merobah sebagian Al-Quran dan mentahrif sebagian lainnya. (lihat al- farqu bayna al-firaq, hal 327).
Al-Imam al-Hafizh Abu Amr al-Dani berkata, Orang yang menolak atau mengingakari 1 huruf dalam Al-Qur`an adalah kafir. Orang yang meyakini terjadinya perubahan dalam Al-Qur`an adalah sesat, menyesatkan, kafir dan bermaksud membatalkan ajaran Islam. (lihat al-Risalah al-Wafiyah, hal. 105)
Syaikh Nawawi Banten berkata, Orang yang mengingkari satu ayat atau satu huruf Al-Qur`an, atau menambahkan satu huruf ke dalam Al-Qur`an, adalah murtad I`tiqadi. (lihat mirwat Shu`ud al-Tashdiq Syarh sullam al-Taufiq, hal.11).
Imam Bukhari telah meriwayatkan sebuah Hadits tentang penolakan Sayyidina Ali atas tuduhan orang-orang yang menyangkan bahwa beliau telah menerima wahyu selain Al-Qur`an. Dari Abu Juhaifah, bahwa ia bertanya kepada Ali, Apakah anda menyimpan wahyu selain Al-Qur`an ? Ali menjawab, Tidak, demi Allah yang membelah biji dan menciptakan jiwa, aku tidak mengetahui hal itu, kecuali pemahaman Al-Qur`an yang diberikan Allah kepada seseorang, dan isi lembaran ini. Ia bertanya: Apa isi lembaran itu ? Ali menjawab: Diyat aqilah, pelepasan tawanan, dan seorang muslim tidak dibunuh sebab orang kafir.
Jika merujuk ke Fathful Bari, dijelaskan bahwa Ali telah menegaskan bahwa Ahlul bait tidak punya kitab seci selain Al-Qur`an. (lihat Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, al-Maktabah al-syamilah).
Ibnu Abi Dawud al-Sijistani (230-316 H) meriwayatkan 5 atsar dari Ali bin Abi Thalib yang memuji Abu Bakar as-Shaddiq sebagai orang yang pertama melakukan pengumpulan Al-Qur`an ke dalam suhuf. (lihat kitab al-Mashahif, atsar no.14 hal.153-154, ditahqiq oleh Dr.Muhibbuddin Waizh).
Ia juga meriwayatkan 2 atsar dari Ali bin Abi Thalib yang memuji kebijakan khalifah Utsman bin Affan yang membakar mushaf-mushaf selain kodifikasi mushaf Utsmani. Jika Utsman tidak melakukannya, maka saya yang melakukan itu, tegas Ali. (lihat kitab al-Mashahif, atsar no 39-40 hal176-177).
Ini membuktikan ijma para shahabat Nabi, termasuk Ali dan Ahlulbaitnhya, dan seluruh umat Islam atas kodifikasi mushaf Al-Imam (Utsmani).
Selain itu, ragam qiraat Al-Qur`an yang mutawatir dari Rasulullah ada tujuh yang populer disebut Qiraat sab`ah. Syarat mutlak suatu qiraat dinilai mutawatir salah satunya adalah kesesuaian qiraat itu dengan system penulisan mushaf Utsmani yang menjadi ijma` para sahabat.
Ada empat jalur sanad qiraat sab`ah yang mutawatir itu, yang dicatat oleh Ibnu alJazari (w.751-833 H) (lihat ibnu al-Jazari ad-Damasyqi, an-nasyr fil qiraat al-Asyr, vol.1 hlm 133, 155, 165t, 172.), bersumber dari riwayat Ali bin Abi Thalib dan Ahlulbait, yaitu:
- Qiraat Abu Amr bin al-Ala (68-154 H) dari Nashr bin Ashim dari yahya bin Yamur. Keduanya menerima qiraat dari Abul Aswad ad-Dauli, dari Ali bin Abi Thalib.
- Qiraat Ashim bin Abi an-Nujud (w.127 H) dari Abu Abdirrahman as-Sulaimi, yang menerimanya langsung dari Ali bin Abi Thalib.
- Qiraat Hamzah az-Zayat (80-156 H) dari Ja`far As-Shadiq dari Muhammad al-Baqir dari Ali zainal Abidin dari Al-Husain dari Ali bin Abi Thalib.
- Qiraat al-Kisa`I (w.189 H) dari Hamzah az-Zayat dengan jalur sanad seperti sanad paa nomor 3 di ats. Dengan jalur-jalur sanad itu kita dapat pastikan bahwa Ahlulbait tidak keluar dari ijma kaum muslimin yang menyepakati otoritas Mushaf Utsmani.
Seluruh fakta di atas telah membantah keyakinan Syi`ah bahwa Al-Qur`an yang dijadikan pedoman umat islam diseluruh penjuru dunia adalah palsu atau tidak sempurna, meski secara de facto tetap mereka gunakan. Hal ini sangat bertentangan dengan pendapat kaum muslimin dan para ulama Shalih. Padahal Rasul menyatakan bahwa, Umatku tidak akan bersepakat dalam kesesatan. (lihat al-Mustadrak Ala al-Shalihain, kitab Al-Ilm, maktabah Syamilah). Sehingga kaum Syi`ah telah menyalahi ketentuan ini dan telah mengingkari hadits shahih serta bertentangan dengan keyakinan umat Islam.
Dengan demikian, Syi`ah telah menyimpang karena mengingkari autentisitas (keaslian) dan kebenaran Al-Qur`an, sebagaimana poin nomor 4 dari 10 kriteria pedoman identifikasi aliran sesat yang difatwakan MUI dalam rakernas tahun 2007.