Syi’ah Rafidhah
MUI Pusat
Telah dijelaskan bahwa Syi’ah Ali generasi awal adalah kaum muslimin yang lurus, bersih dan selamat karena berpegang kepada Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak merendahkan keutamaan para sahabat Rasulullah SAW. Mereka juga tidak menuding para sahabat kafir.
Namun, seorang tokoh Syi’ah modern, Abdul Husain Al-Musawi mengklaim bahwa sekelompok sahabat Nabi yang dia sebut namanya itu adalah para tokoh yang menjadi teladan kaum Syi’ah masa kini.
Padahal aqidah para sahabat itu bersikap loyal (tawalli) kepada empat Khulafa’ Rasyidin, dan tidak berlepas diri (tabarri) dan tidak mencaci ‘As-Syaikhain’ (Abu Bakar Ra dan Umar bin al-Khatthab Ra).
Dalam perkembangan selanjutnya, Syi’ah Ali yang murni ini tidak bertahan lama dan pada abad berikutnya menjadi sarang persembunyian para musuh, dan para pendengki Islam yang hendak berbuat makar terhadap Islam dan kaum muslimin.
Karena itulah, para ulama menyebut orang-orang Syiah yang menjelek-jelekan dan menolak keimamahan ‘As-Syaikhain’ sebagai Rafidhah (yang ditolak).
Secara umum, Rafidhah adalah kelompok Syi’ah yang berdusta mendukung Ahlulbait dan salah mempersepsikannya, dengan menolak Abu Bakar, Umar dan sebagian besar sahabat Nabi SAW, disertai sikap mengkafirkan dan mencaci mereka karena diklaim bahwa para sahabat telah mengingkari dan menentang nash wasiat penunjukan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah pasca Rasulullah SAW.
Abu al-Qasim al-Isfahani yang berjuluk Qiyamus Sunnah, ar-Razi, as-Syahrastani, dan Ibnu taymiah mengutarakan, asal muasal istilah Rafidhah untuk Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah adalah karena penolakan mereka terhadap Zaid bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain (79-122 H) yang tetap memuliakan Abu Bakar dan Umar pada saat pengikutnya meminta beliau untuk mencela dan menista keduanya, sehingga menyebabkan mereka berpaling meninggalkan beliau.
Saat itu terlontarlah ucapan beliau kepada mereka, “ kalian telah menolakku (rafadhtumuni). “ Karena ucapan Zaid bin Ali itulah lahir istilah populer ‘Rafidhah’ bagi kelompok Syi’ah yang menolak Abu Bakar dan Umar serta mencaci keduannya.
Adapun Imam Abu al-Hasan al-Asyari perpendapat sebab Syi’ah Imamiyah dinamakan Rafidhah adalah karena penolakan mereka terhadap kepemimpinan (imamah) Abu Bakar dan Umar. Pendapat ini selaras dengan jawaban Imam as-Syafi’I ( w. 204 H) ketika ditanya tentang hakekat Murji’ah, Rafidhah, dan Qadariyah oleh murid beliau yaitu Imam al-Buwaiti bahwa, “ siapa yang mengatakan iman cukup dengan perkataan maka dia itu Murji’ah, siapa yang mengatakan Abu Bakar Ra dan Umar Ra bukan imam yang sah maka dia adalah Rafidhah, dan siapa yang mengatakan perbuatan manusia bergantung pada kehendaknya semata maka dia orang Qadariyah.
Dari latar belakang sejarah itulah maka Ahlussunah, Syi’ah Zaidiyyah dan Ibadhiyah menyematkan label ‘Rafidhah’ ini untuk Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyah dan Syi’ah Isma’iliyah.
Oleh sebab identifikasi Rafidhah dalam diri mereka ini, kaum Syi’ah Imamiyah engan disebut dengan istilah itu dan lebih suka disebut Syi’ah saja. Hal itu bertujuan untuk mengelabui umat Islam bahwa mereka sama dengan Syi’ah Ali generasi awal.
Bagi Syi’ah seperti ditulis Muhsin al-Amin, laqab Rafidhah adalah julukan buruk untuk orang yang mendahulukan Ali dalam soal khilafah dan kebanyakan digunakan untuk maksud mendiskreditkan dan membenci mereka.
Para ulama pakar perbandingan aliran Islam mencatat bahwa Syi’ah itu ada tiga jenis golongan:
Pertama, Syi’ah ‘Ghaliyah’ atau ‘Ghulat’ yang berpandangan extrim seputar Ali bin Abi Thalib Ra sampai pada taraf menuhankan Ali atau menganggapnya nabi. Kelompok ini sangat jelas kesesatan dan kekafirannya ini. (Di Indonesia sudah ada pengikutnya).
Kedua, Syi’ah ‘Rafidhah’ yang mengklaim adanya nash atau teks wasiat penunjukan Ali sebagai Khalifah dan berlepas diri dari dan bahkan mencaci dan mengkufurkan para khalifah sebelum Ali dan mayoritas para sahabat nabi. Kelompok ini telah meneguhkan dirinya kedalam sekte imamiyah Itsna’ Asyariyah dan Isma’iliyah. Golongan ini disepakati kesesatanya para oleh ulama, tapi secara umum tidak mengkafirkan mereka. (Mayotitas Syiah Indonesia adalah Rafidhaf).
Ketiga, Syi’ah ‘Zaidiyah’ yaitu pengikut Zaid bin Ali Zainal Abidin yang mengutamakan Ali Ra atas sahabat lain dan menghormati serta loyal kepadda Abu Bakar dan Umar Ra sebagai khalifah yang sah. (Nyaris tidak ada pengikutnya di Indonesia).
Umumnya ulama sunni menerima mazhab Zaidiyah tertama fikih dan hadist seperti penerimaan kitab Naylu al-Authar (syarah hadist) dan irsyad al-Fuhul (ushul fiqih) karya Imam As-Syaukani dan subul as-Salam syarh Bulugh al-Maram karya Imam As-Shan’ani, tetapi tokoh sunni seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri sekaligus ‘Rais Akbar’ Nadlatul Ulama (NU), menolaknya dan menyataan mazhab Imamiyah dan Zaidiyah kedua-duanya tidak sah diikuti umat Islam dan tidak boleh dipegang pendapatnya sebab mereka adalah ahli Bid’ah.
Oleh karena itu kita mesti membedakan istilah Syi’ah secara umum dengan Rafidhah secara khusus. Setiap Rafidhah adalah Syi’ah ekstrim yang telah mencaci bahkan mengkafirkan Abu Bakar dan Umar Ra, sehingga tidak ada Syi’ah Rafidhah yang dianggap moderat oleh para ulama salaf.
Syi’ah moderat adalah Syi’ah Ali pada generasi saahabat dan tabi’in yang berjuang bersama Amirul Mukminin Ali dimana mereka tidak pernah bersikap ekstrim dalam memandang kedudukan Ali dan tidak pula mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar Ra.
Syi’ah moderat (yang tidak beraqidah Rafidhah) riwayatnya dapat diterima oleh para ulama hadits, tapi tidak demikian halnya jika seorang perawi hadist tergolong Syi’ah Rafidhah yang menolak, mencaci, da mengkafirkan Abu Bakar dan Umar serta mendakwahkan ajaran itu, pasti ditolak riwayatnya.