Tolak Komunis, 1000 Personil Banser Blitar Raya Turun Ke Jalan
Ribuan anggota Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten dan Kota Blitar turun ke jalan menolak kembalinya anasir Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan bentuk Komunis Gaya Baru (KGB).
Massa Banser akan melakukan aksi long march dengan mendatangi Kantor Pemkab, Pemkot, serta DPRD Kabupaten dan Kota Blitar. Unjukrasa yang bertepatan dengan peristiwa G30S PKI ini diperkirakan akan melumpuhkan lalu lintas jalan protokol Kota Blitar.
“Aksi akan dimulai pukul 09.00 WIB. Sebanyak 1.000 anggota Banser berseragam lengkap akan turun ke jalan, “ujar Koordinator aksi yang sekaligus Ketua Satkorcab Banser Kabupaten Blitar Imron Rosadi, Rabu (30/9/2015).
Menurut Imron atau akrab disapa Baron, ajaran dan gerakan komunis paska peristiwa G30S PKI 1965 tidak benar benar mati. Ajaran Marxisme-Leninisme masih bercokol di bumi Indonesia. Bahkan, saat ini tumbuh lebih subur.
“Apalagi dengan adanya teknologi internet, sangat mudah untuk mengakses ajaran (komunisme) yang sebenarnya terlarang di negara ini,” ucapnya.
Selain bertekad menghentikan segala bentuk gerakan komunis, Banser Blitar juga menolak jika Presiden Joko Widodo meminta maaf kepada para eks PKI.
Banser NU menilai tidak layak seorang kepala negara memberi maaf kepada kelompok yang pernah berusaha menggulingkan negara.
(abp)
Sumber: Okezone.com
“Wahai para ulama’ yang fanatik terhadap madzhab-madzhab atau terhadap suatu pendapat, tinggalkanlah kefanatikanmu terhadap perkara-perkara furu’, dimana para ulama telah memiliki dua pendapat yaitu; setiap mujtahid itu benar dan pendapat satunya mengatakan mujtahid yang benar itu satu akan tetapi pendapat yang salah itu tetap diberi pahala.
Tinggalkanlah fanatisme dan hindarilah jurang yang merusakkan ini (fanatisme). Belalah agama Islam, berusahalah memerangi orang yang menghinal al-Qur’an, menghina sifat Allah dan perangi orang yang mengaku-ngaku ikut ilmu batil dan akidah yang rusak. Jihad dalam usaha memerangi (pemikiran-pemikiran) tersebut adalah wajib”
(KH. Hasyim Asy`ari, al-Tibyan fi al-Nahyi ‘an Muqatha’ati al-Arham wa al-‘Aqarib wa al-Ikhwan, 33)
http://suara-nu.com