MAKANAN HALAL, SEBELUM AMAL SHALIH
Luthfi Bashori
Allah SWT berfirman yang artinya: Hai para Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Muminun:51).
Allah mendahulukan menyebutkan makanan yang halal dari pada amal shaleh sebagai perhatian terhadap makanan yang halal. Karena amal tidak berguna dan tidak diangkat, kecuali bila memakan makanan yang halal. Makanan yang halal adalah dasar dari seluruh ibadah dan pokok dari segala-galanya. Maka Allah tidak menerima suatu ketaatan, kecuali dengan memakan makanan yang halal.
Disebutkan dalam hadits: Sesungguhnya Allah Maha baik dan tidak akan menerima, kecuali yang baik, dan sesungguhnya Allah menyuruh orang-orang mukmin sebagaimana Dia menyuruh para Rasul. Maka Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu. (Q.S.
Al-Baqarah:172). Kemudian Nabi SAW menyebut seorang lelaki yang lama berpergian, rambutnya kusut berdebu. Ia mengulurkan kedua tangannya ke arah langit seraya berkata, Ya Rabb, ya Rabb, sedangkan makanannya haram dan minumannya haram serta pakaiannya haram dan ia di beri makanan dari penghasilan yang haram. Maka bagaimana doanya bisa dikabulkan?.
Dari sahabat Ibnu Abbas Ra, ia berkata, Ayat ini dibaca di dekat Rasulullah SAW , yaitu ayat yang berbunyi, Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. (Q.S. Al-Baqarah:168) . kemudian shahabat Saad bin Abi Waqqash berdiri, lalu berkata, Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar menjadikan doaku selalu terkabul. Maka Nabi SAW berkata, Hai Saad, makanlah makanan yang halal, niscaya doamu akan selalu terkabul, demi Allah yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, sesungguhnya ada orang yang memakan makanan yang haram hingga tidak diterima shalatnya selama 40 hari, hamba mana saja yang dagingnya tumbuh dari hasil haram dan riba, maka api neraka akan menimpanya.
Ternyata, termasuk yang menentukan kebahagian seseorang di akhirat nanti adalah bagaimana tata cara seseorang dalam mengais rejekinya. Jika ia mendapatkan rejekinya dengan cara yang halal dalam pandangan syariat, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan di akhirat, sebaliknya jika cara mendapatkan rejekinya itu melanggar hokum syariat, maka neraka itu sangat layak untuk dihuninya.