BERITA ACARA
KONFERENSI INTERNASIONAL
(SITUBONDO)
Topik 1: Tantangan Islam Moderat di Tengah Konstelasi Pemikiran Radikal.
DALAM RANGKA 1ABAD PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI`IYAH SUKOREJO
"Mengokohkan Eksistensi Pesantren Sebagai Pusat Peradaban Islam Ahlussunnah Wal-Jama`ah"
Sabtu - Ahad, 29 - 30 Maret 2014.
Pembicara dalam topik pertama ini adalah Mufti Republik Arab Irak, Syeikh Mahdi bin Ahmad As-Shumaidi, Mantan Rektor Universitas Indonesia Prof. Dr Gumelar, Wakil Pengasuh PP Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo KH. Afifuddin Muhajir M.Ag.
Acara dibuka oleh moderator KH. Luhtfi Bashori, Pengasuh Pesantren Ribath Almurtdla Alislami Singosari ini menyatakan, Islam Ahlusunnah wal-Jamaah merupakan model yang terbukti sukses mengawal keutuhan suatu umat atau bangsa.
Sementara stabilitas keamanan adalah modal utama keberhasilan dakwah dan penegakan Amar Ma`ruf Nahi Mungkar. Oleh karena itu, setiap ancaman terhadap Islam Ahlussunnah wal-Jamaah, seperti Syi`ah Imamiyah, Salafi Ekstrim, Jabriyyah, Qadariyyah, neo Khawarij, adalah ancaman terhadap stabilitas suatu umat atau bangsa, yang secara langsung akan mengancam dakwah dan penegakan Amar Ma`ruf Nahi Mungkar di tengah umat.
Ancaman adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari luar maupun dari dalam suatu komunitas, yang dinilai mengancam atau membahayakan keberadaan suatu komunitas tersebut, keutuhan anggota, dan keselamatan suatu keyakinan yang telah dianut.
Mufti Irak Syeikh Mahdi mengawali pemaparannya dengan menerangkan makna Subul, kata plural dari Sabil. Dalam suatu riwayat Abdullah bin Mas`ud, Rasulullah SAW menggambar . Beliau SAW menegaskan, ini adalah jalan Allah.
Sementara garis di kanan dan kiri itu adalah jalan-jalan yang banyak.
Allah juga menerangkan makna Sabil.
Allah memerintahkan hambanya untuk mengikuti jalan-Nya yang lurus dan melarang mengikuti jalan-jalan lainnya. Menurut Hasan al-Bshri, Sabil bermakna Sunnah. Setiap muslim, ujarnya, "Harus berjalan di atas Sabil Rasulullah SAW."
Maka, tegas Syeikh Mahdi, yang ingin selamat dari khawarij dan yang lainnya, harus berjalan di atas jalan yang lurus. Dalam hadits Rasulullah, siapa yang berpegang pada al-Quran dan as-Sunnah, tidak akan tersesat.
Oleh karena itu, Syeikh Mahdi menasihatkan, agar seseorang tidak menyimpang dari jalan yang lurus, harus melakukan dua hal:
Pertama, harus mempelajari ilmu syariat. Ini wajib bagi laki-laki muslim dan perempuan.
Terutama ilmu Tauhid. Semua kaum muslimin harus bertauhid. Tauhid tidak boleh dihapus dari siapapun, baik tua maupun muda.
Kedua, mengetahui hak sesama manusia. Ahlussunnah wal-Jamaah merupakan pemahaman Islam moederat di antara Khawarij dan Murjiah.
Ahlussunnah wal-Jamaah meyakini, agama Islam ini terdiri dari ushul (pokok) dan far` (cabang). Sementara kebanyakan Khawarij, yakin bahwa setiap far` punya pokok. Ini adalah kaidah yang tidak benar.
Berdasarkan kaidah ini, kaum Khawarij itu membunuh ahlal Islam (kaum muslimin) dan m3mbia4kan ahlal autsan (kaum paganis).
Syeikh Mahdi menegaskan, bahwa yang harus diperangi adalah mereka yang kafir kufran bawwahan, bukan lainnya.
Pendapat ini berdasarkan bahwa tauhid dibagi menjadi dua unsur, yaitu:
(1) melaksanakan apa yang menjadi hak Allah dan
(2) menghormati darah kaum muslimin.
Khawarij melaksanakan hak Allah, namun tidak menghormati hak makhluk. Sementara Alussunnah wal-Jamaah melaksanakan hak Allah dan menghormati hak makhluk.
Sementara Prof. Dr Gumelar, Mantan Rektor UI selaku pembicara kedua menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara beragama, tapi bukan negara Agama (teokrasi).
Sang profesor menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara beridentitas Islam.
Materi ketiga disampaikan oleh Wakil Pengasuh PP Salafiyah Syafi`iyah Sukorejo, KH. Afifuddin Muhajir M. Ag. Menurutnya, Negara Pancasila dalam Pandangan Pesantren merupakan ijtihad politik ulama Indonesia dalam menuntaskan dikotomi negara agama dan negara sekular.
Negara Pancasila merupakan jawaban dan jalan keluar antara perebutan ideologi negara sekular dan negara teokrasi.
KH. Afifuddin juga menegaskan bahwa pesantren dan NU adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Ulama pesantren adalah ulama NU, sementara Ulama NU adalah ulama pesantren. Oleh karena itu, sampai dikatakan, pesantren adalah NU kecil, dan NU adalah pesantren besar. Dengan Pancasila, dakwah dan perjuangan Islam di Indonesia menjadi mudah.
Setelah materi disampaikan, tibalah sesi diskusi. Salah seorang penanya, Ustadz Ahmad Muzammil menanyakan, secara spesifik apa tantangan Islam moderat sekarang? Syeikh Mahdi menjawab, Islam itu satu. Kita tidak menanggung kesalahan kelompok yang ekstrim baik dalam ibadah maupun muamalah.
Bagaimana kita hidup bersama muslim dan non muslim?
Dengan sesama kaum muslimin, standarnya adalah la ilaaha illallah. Siapa yang sudah mengatakan la ilaaha illallah, dia harus dijaga darahnya.
Sementara menurut KH Afifuddin, Moderasi itu antara ifrath (ekstrimisme) dan tafrith (apatisme). Suatu tindakan ekstrimisme itu tercerminkan dengan mengkafirkan orang yang tidak kafir. Sementara apatisme itu adalah orang yang tidak mengkafirkan orang-orang yang jelas kafir.
Di antara kaum muslimin, ada yang mengkafirkan orang yang tidak kafir, seperti orang yang berdoa di depan kuburan auliya.
Di antara kaum muslimin ada yang tidak mengkafirkan orang yang jelas kafir, seperti Yahudi dan Nasrani.
PENUTUPAN MODERATOR:
Dalam penutupan yang disampaikan ulang oleh moderator, KH. Luthfi Bashori, tentang topik pertama ini ditegaskan bahwa Islam Ahlus Sunnah wal Jamaah yang dijalani oleh umat Islam di Indonesia, terbukti dalam sejarah, telah membawa ketentraman dan stabilitas, hal ini secara langsung menguntungkan penyebaran agama Islam dan kekuatan umat Islam.
Hal itu akan terus terjaga, selagi tidak ada pihak-pihak yang mencoba merusaknya. Sekarang ini, mulai muncul riak-riak radikalisme yang dikhawatirkan mengganggu stabilitas tersebut. Bila hal itu terjadi, dikhawatirkan akan terjadi kekacauan dan konflik, sebagaimana terjadi di negara-negara lain.
Selanjutnya, direkomendasikan dua usulan utama, yaitu:
Pertama, Untuk para ulama: agar menguatkan secara internal pemahaman Ahlussunnah wal-Jamaah yang moderat (dalam pengertiannya yang telah disepakati) dan menegakkan Amar Ma`ruf Nahi Munkar.
Kedua, Untuk aparat yang berwenang: agar mewaspadai dan memberikan langkah konkrit dalam memberantas aliran dan paham yang meresahkan di tengah masyarakat, seperti kelompok JIL yang mengusung paham-paham Liberalisme yang mengacak-acak ajaran Islam, maupun kelompok yang mengusung radikalisme, seperti Syiah Imamiyah dan Wahhabiyah yang mengancam akidah Ahlus Sunnah wal-Jamaah, baik ancaman "Militer" yang identik dengan "pengangkatan senjata", maupun pemberontakan bersenjata, sabotase, spionase, aksi teror bersenjata, atau Ancaman Nir-Militer, terutama yang berdimensi ideologi yang mengancam akidah dan ajaran Ahlussunnah wal-Jamaah yang selama ini menjadi kunci stabilitas negara.
(Faris Khoirul Anam/TIM Moderator).