PILIH PRESIDEN 2014, TANYAKAN KEPADA HATI NURANI.
Luthfi Bashori
Judul di atas tiada lain adalah cuplikan dari hadits Rasulullah saw. Istafti qolbaka wa in aftaakal muftuun (tanyakan kepada hati nuranimu sekalipun "seribu" ahli fatwa mengarahkanmu).
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang dalam tatanan ilmu Hadits termasuk tinggi derajat keshahihannya. Karena itu tidak semestinya disanggah oleh logika atau analisa yang berkembang di kalangan umat dewasa ini.
Sebentar lagi, kita bangsa Indonesia akan menentukan nasib bangsa untuk empat tahun ke depan. Isu-isu yang berkaitan dengan pemilihan presiden dan wakil presiden kian marak beredar, ada kalanya dari mulut ke mulut, fasilitas jasa SMS, diskusi terbatas, pengajian umum, selebaran, analisa maupun fatwa/taushiyah yang dikemas bernuansa Islam dan lain sebagainya yang kesemuanya lebih mengarahkan masyarakat kepada pilihan tertentu di dalam menghadapi pemilihan presiden dan wakil presiden.
Kalau kita jeli dan jernih di dalam menyikapi ajakan atau himbauan bahkan sampai kepada bentuk `intimidasi`, maka kita akan menemukan wacana beberapa nama Capres dan Cawapres yang kini berkembang.
Setiap pendukung dari Capres dan Cawapres ini mempunyai dasar dan analisa sendiri-sendiri, bahkan sering terjadi pengatasnamaan kepentingan agama, juga ikut mewarnai aksi dukung-mendukung Capres dan Cawapres.
Padahal banyak yang menilai bahwa pengadopsian dalil-dalil yang dipergunakan untuk mendukung calon tertentu, sering terjadi paradoks antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Ironisnya banyak juga ditemui fatwa tokoh yang satu bertentangan dengan tokoh yang lain dikarenakan adanya beda kepentingan.
Di sisi lain, ada juga masyarakat yang menjadi phoby terhadap Pemilu yang dicanangkan oleh pemerintah, dan umumnya mereka ini disebut golput (Golongan Putih).
Mereka berasumsi bahwa pilihannya ini juga merupakan salah satu sikap politik, karena itu sudah bukan jamannya lagi aparat mengintimidasi kelompok golput, karena mereka juga mempunyai argumentasi yang rasional, diantaranya, apabila golput mencapai lebih dari 50% dari jumlah pemilih, maka siapapun presiden yang akan terpilih tidak akan legitimited baik di mata rakyat Indonesia maupun di mata dunia.
Dengan demikian, maka seluruh kebijaksanaan pemerintah yang tidak legitimited akan menghasilkan kebijaksanaan yang tidak diakui dunia.
Apabila kelompok golput mampu berperan sebagai kelompok oposan yang mengawasi kinerja pemerintah maka diharapkan seluruh kebijaksanaannya tidak akan merugikan masyarakat, khususnya umat Islam sebagai warga mayoritas.
Dengan adanya berbagai kelompok tersebut di atas, maka sangat tepat apabila setiap individu muslim hendaklah melaksanakan shalat Hajat dan Istikharah serta menanyakan pada hati nuraninya, dalam menentukan pemilihan presiden mendatang tanpa harus takut berbeda, termasuk dengan fatwa/taushiyah, analisa dan intimidasi yang kini banyak berkembang di tengah masyarakat.
Alangkah mulianya apabila para ulama` dan tokoh masyarakat tidak lagi larut di dalam kegiatan dukung-mendukung Capres- Cawapres secara vulgar yang merisihkan, namun berusaha mampu mengayomi segenap lapisan masyarakat khususnya umat Islam, serta kembali kepada basis pendidikan dalam rangka pembinaan dan pendewasaan terhadap umat.
Tentunya, ulama yang mendukung Capres dan Cawapres karena pertimbangan akan membawa kemashlatan bagi kepentingan umat Islam itu sah-sah saja, namun tetap harus dilakukan secara elegan.
Untuk mendapatkan Capres dan Cawapres ke depan yang baik, antara lain hendaklah diprioritaskan secara urut:
1. Capres dan Cawapres muslim yang shalih, takut kepada Allah, ahli ibadah, dari gender lelaki dan memiliki sifat kenegarawanan yang memadai.
2. Capres dan Cawapres muslim dari kalangan lelaki dan memiliki sifat kenegarawanan yang memadai.
3. Jangan memilih Capres dan Cawapres dari kalangan gender wanita.
4. Jangan memilih capres dan cawapres `kombinasi` antara muslim dan non muslim, karena sangat membahayakan aqidah umat Islam.