TANDA-TANDA ORANG ARIF
Luthfi Bashori
Orang yang arif/mengerti secara hakikat kepada Allah, adalah orang yang apabila disebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya sendiri, ia merasa hina. Apabila merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah, ia mengambil pelajaran. Apabila hendak melakukan maksiat atau melampiaskan syahwat, ia cepat berhenti. Apabila mengingat dosa-dosanya, ia mohon ampun. Apabila teringat ampunan Allah, ia merasa gembira.
Apabila disebut nama Allah, ia merasa bangga dan selalu mengagung-agungkan Asma Allah, dan tidak pernah merasa malu dan segan jika harus menyebut nama Allah di depan khalayak, semisal mengucapkan Insyaa-allah atau Subhaanallah atau maasyaa-allah dan kalimat thayyibah lainnya di tengah-tengah pergaulannya dengan masyarakat banyak. Terlebih untuk melaksanakan ibadah shalat di saat banyak oarng yang mengerumini dirinya untuk urusan duniawi.
Apabila menyebut dirinya sendiri, ia merasa hina dan rendah hati, dan selalu merasa banyak kekurangan. Dia menyadari jika wafauqa kulli dzii imin aliim (dan di atas orang yang mengerti ilmu itu, masih ada orang lain yang lebih mengerti dari pada dirinya). Demikian juga dalam segala hal.
Apabila merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah, ia mengambil pelajaran dan lebih sering bertafakkur tentang betapa agungnya ciptaan Yang Maha Kuasa, lantas berkesimpulan alangkah sempurnanya Dzat Yang Maha Menciptakan alam semista.
Apabila hendak melakukan maksiat atau melampiaskan syahwat, ia cepat berhenti, karena takut terhadap kemurkaan dan ancaman siksa dari Allah, serta menyadari, betapa kemurkaan Allah itu jika sudah diturunkan berupa bencana alam, maka siapapun orangnya dengan metode apapun yang akan diterapkan, pasti tidak akan mampu mencegah bencana alam sebagai wujud kemurkaan Allah.
Apabila mengingat dosa-dosanya, ia mohon ampun dan meyakini bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Pengampun. Sebesar apapun dosa seorang hamba, jika mendapatlak ampunan dari Allah, maka dirinya akan menjadi bersih dan suci seperti bayi yang baru lahir. Sebagaimana yan g digambarkan oleh Imam Bushiri dalam Qashidah Burdahnya yang artinya: Sesungguhnya perilaku dosa besarpun jika diampuni oleh Allah, ibarat garam yang pasti meleleh/sirna saat disiram air.
Apabila teringat ampunan Allah, ia merasa gembira, karena teringat juga betapa banyaknya kemaksiatan Kepada Allah yang telah ia lakukan selama mengarungi kehidupan dunia, namun dengan selalu berupanya mendekatkan diri dan mohon ampun kepada Allah, ia selalu optimsi jika Allah akan menerima permohonan ampunan yang sering ia lantunkan. Apalagi ia berusaha mengikuti ajaran Nabi SAW yang pada setiap harinya, beliua SAW selalu membaca istighfar memohon ampunan kepada Allah tidak kurang dari 70 kali, padahal Nabi SAW tidak pernah bermaksiat sekalipun selama hidupnya.