Istilah `Islam Nusantara` Menyempitkan Dakwah NU
`Islam Nusantara` yang akhir2 ini ramai dibicarakan masih kontroversi. Sehingga sebaiknya tdk digunakan.
Hal itu disampaikan KH. Idrus Ramli, calon ketum PBNU, dlm konfrensi pers di media center muktamar NU senin 3/8.
"Sy kira kita tdk perlu membawa istilah Islam Nusantara", ujarnya.
Gus Idrus beralasan, Islam Nusantara oleh beberapa pihak menuai pro kontra. Sehingga tdk bagus berpolemik pd hal yg tdk perlu.
" Maka sebaiknya kita membawa nama Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Krn Ahlussunnah ini merupakan konsep yg diajarkan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asyari. Bahkan sampai2 bkw menulis kitab berjudul "Risalah Ahlussunnah wal Jamaah", tegasnya dihadapan puluhan wartawan.
Gus Idrus menerangkan bhw Istilah Islam Nusantara oleh sebagian kiai dianggap penyempitan dakwah NU.
" Oleh para kiai ini menyempitkan dakwah Nu yg perupakan payung dakwah Aswaja di Indonesia, pungkasnya
Fad`aq, [07.08.15 09:22]
PARA IMAM HADITS DAN TAFSIR BERAQIDAH ASYA`RI
{ABU HASAN 313}
1. Alhafid Ibnu Hibban (354.H) Ilmunya memenuhi dunia.
2. Imam al-hafid Abulhasan Ad-Darulquthni (385.H) silahkan baca siyar a`lam an-nubala 17/558 dan tadzkirul huffadz 3/1104
serta Tabyin kidzbilmuftari 355.
3. Al-Hakim An-Naisaburi (405.H) karya besar nya adalah kitab Al-mustadrak, keilmuannya disepakati oleh para imam dizamannya, al-hafid Ibnu Asakir menyebutkan bahwa al-Hakim masuk dlm jajaran priode kedua para pengikut Imam Asy`ari.
(Tabyin kidzbilmuftari 227)
4. Al-Hafid Abu Nu`aim al-Ashbahani (430.H) Penulis kitab Hilyatu al-auliya. Priode kedua pengikut Asy`ari bersama Imam al-Baqillani, Abu Ishaq al-Isfirayini, al-Hakim, Ibnu Faurak.
Disebutkan dlm kitab (at-Tabyin 246 dan ath-Thabaqat al-kubra karya Imam Subki 3/370)
5. Al-Imam al-Hafid Abubakar al-Baihaqi (358.H) karya beliau mencapai 1000 kitab yang dipakai sebagai rujukan Ahlusunnah.
6. Al-Hafid Al-Khatib Al-Baghdadi (463.H) Ibnu Asakir memasukkan nya dalam priode ke empat dari pengikut Asy`ari.
7. Imam Al-Haramain al-Juwaini (478.H) Penulis kitab Nihayah al-Mathlab masalah Fiqih Syafi`i, dan Kitab Waraqat wa al-burhan tentang ushul fiqih.
8. Hujjatul Islam Al-Ghazzali (505.H) Penulis kitab Ihya ulumuddin dan Wasith dlm fiqih.
9. Imam al-Mufassir al-Hafid Abu Muhammad Al-Baghawi (512.H) Pembela Ahlusunnah dgn karya2 nya.
10. Imam al-Hafid Ibnu Asakir (571.H) karya besarnya adalah Tarikh Ad-Damisyqi.
11. Syekh Islam Imam al-Hafid Abu Amr Ibnu Shalah (643.H) Beliau adalah pengajar di darul hadits dimana tak seorangpun mengajar disana kecuali beraqidah Asy`ari.
12. Imam `Izzuddin bin Abdussalam (660.H) Sulthanul ulama, pengarang kitab Qawaid Ashughra wa al-Kubra.
13. Imam yg tiada duanya, pakar ilmu tafsir dan hadits al-allamah Al-Qurthubi (671.H) .
14. Imam al-Hafid muhyiddin an-Nawawi (676.H) karya nya sangat banyak dan dipakai diseluruh dunia. Syarah Shahis Muslim, Riyadhush Shalihin al-Adzkar dll.
15. Imam al-Hafid al-Mufassir Ibnu Katsir (774.H) penulis kitab Tafsir yg sangat populer, al-Bidayah wan-Nihayah. Dlm kitab Ad-Durar al-Kaminah 1/58 menyebutkan bahwa Ibnu Katsir adalah Asy`ari begitu juga dlm kitab ad-Daris fi tarikh al-Madaris karya imam Nu`aimi, bahwa Ibnu Katsir pengajar di madrasah Darul Hadits yg mana seluruh pengajarnya tidak diperkenankan mengajar kecuali beraqidah Asy`ari.
16. Al-Hafid Ibnu Hajar al-Atsqallani Amirul mukminin dalam ilmu hadits (852.H) Fathul Bari adalah karya besar nya mensyarahi kitab Shahih Bukhari, juga kitab At-Tahdzib, Nukhbatul Fikri dll.
17. Imam Al-Hafid Syamsuddin As-Sakhawi (902.H)
18. Imam al-Hafid Jalaluddin as-Suyuthi (911.H) Adduru almantsur, alitqan fi ulumi alquran dll adalah karyanya.
19. Imam al-Mufassir Abu tsana Syihabuddin al-Alusi al-Husaini al-Hasani (1027.H) . Pakar ilmu tafsir dan hadits yg diakui oleh para ulama diseluruh dunia, dalam kitab Hilyatul Basyar 3/1450 bahwa beliau adalah seorang ulama yg langka, penyuara kebenaran, berpegang teguh pada sunnah dan menjauhkan diri dari fitnah.
Alhamdulillah para imam di atas adalah sebagian dari bintang2 Ahlusunnah, penerus risalah Nabi Muhammad SAW, keilmuan dan mereka dlm Haidits dan Tafsir diakui oleh para ulama yg lain.
Aqidah mereka Asy`ri seperti kebanyakan mayoritah umat Islam di dunia, bukan Wahabi dan bukan syiah.
Mereka bertawassul, menghadiahkan bacaan pada para leluhur, merayakan maulid, cinta ahlulbait Nabi, cinta pada sahabat dan isteri Rasulullah, tidak mudah mengkafirkan muslimin, tidak gegabah menyalahkan hadits seperti ALBANI dan teman nongkrongnya, juga tidak mencela sahabat seperti KHUMAINI dan konco2nya.
Oya satu hal penting yg perlu kita ingat bahwa mereka bukan Islam Nusantara dan bukan kejawen, tapi mereka pengikut setia Pemimpin bangsa Arab dan Ajam, sayyidina Muhammad pemberi syafaat bagi seluruh manusia.
وصلى الله على سيدنا وحبيبنا ومولانا محمد وعلى اله وصحبه وسلم تسليما كثيرا.
Luthfi Bashori, [10.08.15 07:35]
lmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat Malaikat dan semua orang.” (Muqadimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama)
Paparan dari Hadlratusy Syaikh di atas memberikan kesimpulan bahwa Syiah adalah aliran sesat dan menyesatkan serta bukan termasuk bagian dari Ahlussunnah Waljamaah. Pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan SAS sebelumnya yang menegaskan bahwa keberadaan Syiah harus disyukuri, bukan diberantas, dan bahwa Syiah bukan aliran sesat, serta bahkan termasuk Ahlussunnah tanpa ada perbedaan kecuali dalam masalah furu’iyah saja.
Dengan melihat adanya perbedaan yang saling bertolak belakang antara pernyataan Hadlratusy Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, selaku pendiri NU yang menolak terhadap ajaran Syiah dan menganggapnya sebagai salah satu aliran sesat, dengan pernyataan SAS yang mengajak mensyukuri keberadaan Syiah, serta menganggap Syiah sebagai bagian dari Ahlussunnah yang ditulisnya dalam buku terbitan resmi LTN PBNU, vonis apakah kiranya yang layak disematkan kepada SAS? Apakah dengan sepak terjang dan sikap SAS di atas, SAS berarti telah melakukan perbaikan (ishlah) kepada NU, atau justru melakukan perusakan (ifsad)? Apakah dengan demikian, SAS telah benar-benar menjaga amanah sebagai pimpinan NU, atau justru telah berkhianat kepada para ulama pendiri NU dan warga nahdliyyin yang memberinya kepercayaan? Apakah SAS berarti telah memberikan pemantapan kepada warga nahdliyyin terkait dengan ajaran Ahlussunnah Wal-Jamaah yang diperjuangkan oleh NU, atau justru melakukan pendangkalan dan penyimpangan? Apakah dengan sikap tersebut SAS telah melakukan penguatan terhadap NU sebagai organisasi benteng Ahlussunnah, atau justru melakukan pembusukan dari dalam? Saya kira para pembaca dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dengan hati nurani yang bersih.
Muhammad Idrus Ramli.
(Bersambung)
Kiriman: Kholili