Siapa Sunni, Siapa Tidak Sunni?
Kholili Hasib, S.Pd
Peserta Program Kaderisasi
Ulama Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor
Banyak orang mengaku Sunni, tapi hakikatnya anti Sunni. Ada pula yang mengklaim pembela Sunnah tapi tidak mengamalkan ajaran Ahlussunnah secara total. Siapa sebenarnya Sunni yang baik? Dan apa cirri golongan Sunni?
Kehadiran beberapa organisasi Islam, jama\`ah dan kelompok-kelompok kajian yang baru di Indonesia saat ini menambah ramai perdebatan mengenai konsep Ahlus Sunnah Wal Jama\`ah (Aswaja). Sebab, masing-masing kelompok saling mengklaim sebagai golongan Ahlus Sunnah. Bahkan, di antaranya ada yang secara kaku mengaku, golongannya saja yang Ahlus Sunnah, sedang orang di luar jama’ahnya adalah golongan sesat. Klaim yang berlebihan ini kerap menimbulkan keributan dan perpecahan. Untuk itu perlu penjelasan mengenai konsep Ahlus Sunnah Wal Jama\`ah kepada umat. Hal ini dilakukan demi merajut ukhuwah, memantapkan dan meluruskan pemahaman, memadamkan fitnah, serta membentengi diri dari akidah di luar Ahlus Sunnah.
Klaim kebenaran (truth claim) ini timbul, karena masing-masing ingin menisbatkan dirinya sebagai ¬al-jama\`ah – sebagaimana yang disebut Rasulullah SAW sebagai golongan yang selamat dalam hadis iftiroq (hadis yang menjelaskan tentang perpecahan umat). Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa, golongan yang selamat (al-firqah al-najiyah) adalah golongan yang disebut al-jama’ah – yang selanjutnya disebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Maka, terjadilah perdebatan tentang konsep akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sebenarnya konsep Aswaja ini telah mapan – yang semestinya tidak memerlukan perdebatan panjang –umat Islam perlu memahami kembali akidah Aswaja ini – untuk lebih memantapkan pemahaman kita terhadap akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Hal ini penting, sebab bisa terjadi seseorang mengaku Sunni, tetapi di luar pengetahuannya ia sebenarnya bukan pengikut Sunni sejati.
Berkenaan dengan itu, ke- Ahlus Sunnah Wal Jamaah-an seseorang tidak selalu identik dengan keanggotaannya pada suatu kelompok, golongan dan organisasi tertentu. Memang ada beberapa organisasi yang memproklamasikan dirinya mengikuti Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Tetapi, hal itu bukanlah berarti yang tidak masuk organisasi itu kemudian secara otomatis diklaim sebagai bukan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sebaliknya tidak semua yang masuk ke dalam organisasi itu, otomatis menjadi seorang Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang seratus persen baik. (M. Baharun dalam Reaktualisasi Aswaja).
Mencaci, menghakimi dan menta\`zhir ulama-ulama Ahlussunnah seperti Imam Ghazali, Imam Junaid dan Imam Abdul Qadir al-Jailani dan beberapa ulama lainnya – bukan karakter pengikut salaf. Apalagi mengkafirkan, menuduh fasiq, dan mencaci saudara sesama muslim. Penyebaran fitnah ini patut disayangkan, karena di saat umat sedang \"sakit\", terkotak-kotak dan terbelakang, mereka malah menyebarkan fitnah yang bisa memecah persatuan umat. Ini tentu akan menghapus harapan untuk mempersatukan umat dan membahayakan kekuatan Islam. Membesar-besarkan persoalan yang tidak prinsipil – agar umat Islam terpecah-pecah – adalah salah satu agenda orientalis. Sebagaimana diakui sendiri oleh tokohnya Montgomery Watt (Jurnal Islamia hal 14 no 3 Desember:2005) Jika umat Islam berselisih, akan mudah untuk merobohkannya.
Oleh sebab itu untuk meneguhkan ukhuwah, masing-masing harus mengkoreksi diri secara jujur dan ilmiah (merujuk pada ulama\`-ulama\` mujtahid yang diakui dan disepakati oleh ijma\`) .Apakah dia termasuk Ahlus Sunnah Wal Jamaah atau bukan, apakah dia telah menjadi seorang Sunni yang baik atau fasiq. Bisa jadi dia dengan penuh keyakinan pengikut salaf, akan tetapi yang diikuti bukan jumhur ulama, tetapi ulama\` mutaakhirin (belakangan) yang mengklaim mengikuti ajaran murni Rasulullah SAW.
Parameter ke-Ahlus Sunnah Wal Jamaah-an seseorang adalah komitmennya pada Al-Qur’an, Hadis, Ijma’ dan Qiyas. Keistiqamahan mengikuti parameter ini diwujudkan dengan menganut kepada salah satu Imam madzhab empat – Imam Maliki, Hambali, Syafii dan Hanafi. Di luar itu, bukan termasuk pengikut Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Oleh karenanya patutlah kita memegang erat-erat akidah ini, lebih-lebih saat ini yang semakin banyak muncul aliran-aliran sempalan.
Sebagaimana yang telah disabdakan Nabi SAW, bahwa umat Islam kelak akan terpecah menjadi 73 golongan, kaum Yahudi terpecah menjadi 71 golongan dan Nasrani terpecah belah menjadi 72 golongan. Di antara 73 golongan tersebut hanya satu yang selamat yaitu golongan al-jamaah (HR. Turmudzi, abu Dawud, dan Ahmad). Hadis ini selain shahih juga mutawatir. Syaikh Abdul Qahir al-Baghdadi menyebut bahwa
hadis iftiraq ini diriwayatkan oleh banyak perawi, seperti Anas bin Malik, Abu Huroiroh, Abu Darda’, Jabir, Abu Said al-Khudri, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Umar bin Ash dan para Khulafa al-Rasyidun juga meriwayatkan hadis ini. Golongan al-Jama’ah inilah yang saat ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Dalam riwayat lain Rasulullah SAW menyatakan bahwa golongan yang selamat al-Firqah al-Najiyah adalah mereka yang mengikuti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Kemudian Rasulullah SAW memberi petunjuk bahwa golongan yang selamat ini adalah golongan yang terbanyak (al-Sawad al-‘Adzam). Dan hingga sekarang Ahlus Sunnah Wal Jamaah menjadi golongan terbanyak. Jumlah pengikut Sunni mendominasi semua negara-negara muslim di dunia – terkecuali Iran dan Irak yang mayoritas penduduknya penganut Syi’ah.
Ciri Al-Firqah Al-Najiyah
Dalam suatu riwayat Rasulullah SAW menyebut akan datang golongan dari umatnya yang perbuatannya sangat bertentangan dengan ajarannya. Seikh Abdul Qahir Al-Baghdadi mengidentifikasi, bahwa umumnya golongan sesat di luar Alus Sunnah Wal Jama\`ah selalu mencaci sahabat. Misalnya, Qadariyah mencerca sahabat Ibnu Mas’ud dan mencaci fatwa Umar, Ali dan Usman – disebabkan fatwa-fatwa dan hadis yang diriwayatkannya bertentangan degan akidah Qadariyah terutama dalam masalah takdir. Golongan Khawarij mengkafirkan Ali, kedua putranya (Hasan dan Husein), Ibnu Abbas, Abu Ayyub al-Ansari, Usman, ‘Aisyah, Talhah dan Zubeir. Bahkan Syi’ah mengkafirkan hampir semua sahabat kecuali Ali, Hasan, Husein, Salman al-Farisi, Migdad, dan Abu Dzar al-Ghifari. Sementara firqah lainnya seperti Jahmiyah, Najjariyah dan Bakariyah juga menentang pendapat beberapa sahabat.
Hal ini berbeda dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Para Ulama’nya sepakat bahwa semua sahabat adalah adil. Mereka selalu mengikuti jalan Rasulullah. Dalam suatu hadis disebutkan salah satu ciri golongan yang selamat adalah konsisten mengikuti ajaran Rasulullah SAW dan sahabatnya.
Di antara cirri-ciri yang lain al-firqah al-najiyah adalah:
1. Mengakui dan mengimani sepenuhnya bahwa Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya.
2. Mengakui dan mengimani bahwa nabi Muhammad SAW sebagai Nabi-Nya.
3. Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur\`an adalah firman Allah SWT dan bukan makhluk seperti anggapan muktazilah, orientalis dan Islam Liberal.
4. Mengakui dan mengimani bahwa Al-Qur\`an yang benar adalah Mushaf Utsmaniy, yaitu Al-Qur\`an yang ada di tangan umat Islam ini, bukan Al-Qur\`an Fathimah sebagaimana diyakini Syi\`ah dan bukan pula Tadzkirah (Al-Qur\`an yang diyakini agama Ahmadiyah.
5. Tidak menambah, mengurangi, merobah atau memalsukan Al-Qur\`an atau membuat Al-Qur\`an Sendiri.
6. Menerima dan mengakui serta menjadikan hadis Nabi SAW, sebagai landasan hukum yang ke-dua setelah Al-Qur\`an dan tidak pula mengingkari.
7. Mengimani dan mempercayai bahwa Rukun Islam yang benar ada lima dan menolak segala bentuk Rukun Islam buatan manusia.
8. Mengimani dan meyakini bahwa Rukun Iman yang benar ada enam dan menolak segala bentuk Rukun Iman palsu.
9. Mengimani dan meyakini bahwa ibadah Haji umat Islam adalah di Baitullah (Ka\`bah) Makkah al-Mukarramah. Dan menolak segala anggapan yang mengatakan bahwa tempat Ibadah Haji selain di Makkah adalah di Qum (Teheran Iran) di Lahore (India) dan tempat-tempat lainnya.
10.Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT mempunyai nama-nama dan sifat-sifat yang patut bagi kebesaran-Nya, dan menolak segala anggapan yang mengatakan bahwa Allah SWT tidak mempunyai sifat dan nama-nama. Dan bahkan ada di antara mereka yang mengharamkan membaca sifat-sifat Allah SWT.
11.Mengimani dan meyakini bahwa nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir penutup para nabi dan rasul dan menolak semua nabi-nabi palsu.
12.Mencintai dan menghormati keluarga Nabi SAW (Ahlul Bait) secara wajar dan proposional.
13.Mencintai dan menghormati sahabat Nabi SAW termasuk kepada Khalifah yang emat secara wajar, tidak berlebihan dan tidak membenci salah satu di antara mereka dan mengkultuskan yang lainnya.
14.Mengimani dan mempercayai bahwa Rasulullah SAW, Isra\` dan Mi\`raj dengan jasad dan ruh.
15.Mengimani dan meyakini adanya siksa dan nikmat kubur.
16. Mengimani dan meyakini adanya hari kebangkitan.
17. Mengimani dan meyakini adanya Shirat (sebuah jembatan atau titian yang melintang di atas neraka Jahannam). Dan menolak segala anggapan kaum orientalis, skularis, Islam Liberal – yang mengatakan bahwa Shirat itu tidak ada.
18. Mengimani dan meyakini adanya Mizan (Timbangan amal manusia di akhirat kelak).
19. mengimani dan meyakini ada dan telah adanya surga dan neraka, serta menolak anggapan muktazilah yang mengatakan bahwa surga dan neraka tidak ada dan tidak akan
pernah ada.
20. Mengimani dan meyakini bahwa Allah SWT dapat dilihat oleh penduduk surga di akhirat kelak.
21. Mengimani dan meyakini bahwa umat Islam dari umat Nabi Muhammad bila telah meninggal dunia masih mendapat manfaat dari amal perbuatannya semasa hidup dan amal orang lain yang pahalanya dihadiahkan kepadanya.
22. Tidak membuat syari\`at atau ajaran agama sendiri
dengan mengatasnamakan Islam, dan menjadikan pemimpin alirannya sebagai nabi atau mempunyai otoritas kenabian atau bahkan menganggapnya mempunyai otoritas ketuhanan.
Sebagai al-firqah al-Najiyah, Ahlus Sunnah Wal Jamaah tidak stagnan pada konsep-konsep teologis. Tapi, Ahlus Sunnah secara dinamis berjalan sebagai ajaran murni yang berkembang sesuai tantangan dan bidang-bidang furu’iyah. Hal inilah yang menyebabkan Ulama’ Ahlu Sunnah terbagi menjadi beberapa macam sesuai dengan bidang dan tantangan yang dihadapi. Mereka terbagi dalam beberapa bidang kajian, di antaranya adalah:
Ulama yang menekuni bidang tauhid, nubuwah, hukum-hukum akhirat ( ancaman, pahala dan siksa). Mereka juga menekuni ilmu Kalam yang murni dari kesesatan.Para ahli fikih dan hadis, diantaranya Imam Maliki, Hambali, Syafi’i, Hanafi, Imam Auza’Idan Imam Sofyan al-Tsauri.Ulama’ yang menekuni Ilmu sadad hadis dan menimbang antara hadis shahih dan tidakshahih.Ulama’yang khusus menekuni bidang gramatika Bahasa Arab dan Sastra seperti ImamSibawaih, Khalil bin Ahmad, Abu Umar bin al-‘Ala, Imam Fara’ dan
al-Akhfash.Ulama’ yang Ahli ilmu baca al-Qur’an dan tafsirnya, seperti Ibnu Katsir, ImamQurtubi, Imam Hafs, Imam Ashim dan lain-lain.Para ahli tasawuf dan mendalami ilmu hati dan akhlak seperti al-Ghazali, ImamJunaid, Abdul Qadir al-Jailani dan lain-lain.Para ulama’ yang konsern terhadap jihad membela kaum muslimin.
Mereka semua adalah berakidah Ahlus Sunnah. Hanya saja, bidang kajian mereka berbeda-beda. Para ulama’ tersebut di atas berbeda dalam hal masalah furu’iyah dan semuanya mempunyai pandangan satu dalam bidang ushul (akidah) – sebab mereka beriltizam (komitmen) terhadap al-Qur’an, Hadis, Ijma dan Qiyas. Karena ini adalah prinsip
yang terpelihara.