RUGI PUNYA ANAK CUCU TIDAK DIAJAR MENGAJI
Luthfi Bashori
Konon, pada generasi sebelum generasi saat ini, masih banyak di antara para orang tua yang secara rutin mengajari atau me-ngaji-kan anak-anak dan cucu-cunyanya demi mengenal pendidikan syariat agama Islam secara baik dan benar.
Dari hasil didikan para sesepuh itulah, maka mayoritas warga Aswaja dewasa ini masih banyak yang tetap berusaha mempertahankan aqidahnya serta mempertahankan amaliyah Aswaja, baik yang bersifat wajib maupun yang sunnah.
Warga Aswaja saat ini, Alhamdulillah masih banyak yang mengetahui tata cara merawat mayit, mulai dari tata cara memandikan, mengkafani, meletakkan posisi mayit dalam keranda, menshalati, mengadakan penghormatan terakhir dan mengadakan persaksian, menggotong keranda mayit menuju tempat makam pekuburan, menggali lobang kuburan, memasukkan mayit ke dalam liang lahat, menimbun makam, mentalqin mayit, mentahlili mayit, bersedekah untuk kepentingan mayit, dan sebagainya.
Dengan demikian, setiap kali ada di antara para sesepuh yang dipanggil oleh Allah, maka sejatinya para sesepuh itu telah menanamkan ajaran baik kepada orang-orang yang hidup di sekitarnya, seakan-akan mereka berwasiat agar orang-orang yang telah diajari amalan baik itu, akan bersedia merawat jenazahnya dengan sempurna, mulai dari memandikan hingga mentahlili pada hari-hari berikut, serta bersedia mendoakannya setiap saat.
Kondisi semacam itu, pada hakikatnya adalah para sesepuh itu tahu, bahwa jika diri mereka telah dipanggil oleh Allah, maka mereka hanya akan menempati sebidang tanah yang luasnya tidak lebih dari 1 x 2 meter, dan di saat itulah mereka akan hidup sendiri, tak ada teman bicara, bahkan mereka menyadari sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi SAW:
Seorang mayit dalam kuburnya seperti orang tenggelam yang sedang minta pertolongan. Dia menanti-nanti doa ayah, ibu, anak dan kawan yang terpercaya. Apabila doa itu sampai kepadanya, maka baginya lebih disukai dari dunia berikut segala isinya. Sesungguhnya Allah `azza wajalla menyampaikan doa penghuni dunia untuk ahli kubur sebesar gunung-gunung. Adapun hadiah orang-orang yang hidup kepada orang-orang mati ialah mohon istighfar kepada Allah untuk mereka dan bersedekah atas nama mereka. (HR. Ad-Dailami).
Jika ada orang yang sedang tenggelam dan berteriak-teriak minta tolong, lantas ada keluarga atau temannya yang menawarkan kepada si tenggelam itu tiket pesawat gratis keliling ke daerah-daerah wisata, atau menawarkan berjenis-jenis makanan favorit kelas dunia, atau berbagai fasilitas mewah lainnya, apakah si tenggelam akan meng-iya-kan tawaran gemerlapnya kehidupan dunia yang menggiurkan itu? Atau si tenggelam lebih membutuhkan seutas tali atau kayu panjang yang bisa diraih tangannya, atau bantuan keluarga maupun teman agar mereka bersedia menceburkan diri dalam air demi meraih badan si tenggelam itu?
Demikian juga si mayit yang berada di alam kubur, dia tidak butuh melihat anak-anak dan keluarganya, apakah mereka telah mendapatkan kehidupan yang mapan, memiliki rumah yang cukup layak, rezeki melimpah. Si mayit juga tidak butuh mendengarkan kabar tentang anak keturunannya itu berpangkat apa dalam jabatan tertentu, atau prestasinya apa saja yang telah mereka raih, atau seberapa banyak harta yang mereka miliki, dan segala macam orientasi kehidupan dunia semata.
Namun, di alam kubur, ternyata para sesepuh itu hanya mengharapkan doa dari para anak cucu mereka, menunggu bacaan surat Alfatihah yang ditujukan untuk mereka, menunggu keluarganya mengadakan acara tahlilan untuk mereka, atau kiriman pahala shadaqah dan amal ibadah sunnah lainnya dari anak cucu mereka.
Yaa, hanya amalan-amalan seperti itu yang selalu mereka harapkan, sambil menunggu waktu yang sangat lama dan lama, kapan terjadi hari-hari mereka akan dibangkitkan kembali dan dikumpulkan di padang mahsyar untuk dihitung amalan-amalan yang telah mereka perbuat saat hidup di dunia, serta menunggu sebanyak mana kiriman pahala dari anak cucunya yang konon telah mereka ajari berbagai macam kebaikan amal shalih. Demikianlah hakikatnya apa yang terjadi dari masa ke masa pada setiap generasi kehidupan manusia.
Lantas bagaimana dengan kondisi generasi penerusn bagi orang-orang yang saat ini masih dapat menghirup segarnya udara dunia, dan masih dapat menikmati berbagai macam kelezatan menu makanan dan minuman yang setiap saat tersedia di atas meja makan.
Apakah mereka yang saat ini masih segar bugar, mereka juga telah mempersiapkan pasukan dari anak cucu dan karib kerabatnya, yang kelak dapat diharapkan akan menolong dan membantu dirinya jika telah dpanggil Allah?
Sudahkah generasi yang hidup sekarang ini, benar-benar telah mempersiapkan anak cucu dan karib kerabatnya, yang telah terlatih dan selalu siap setiap saat, untuk memandikan jenazahnya, mengkafaninya, menshalatinya, mengantarkan jenazahnya ke kuburan, mentalqinnya, mentahlilinya dan mendoakan dirinya, kapan saja dibutuhkan?
Karena di saat Malaikat Izrail datang bertamu dengan membawah amanat Allah untuk mencabut nyawa, maka saai itu dirinya sudah tidak butuh lagi informasi tentang mewahnya kehidupan dunia. Dirinya hanya butuh doa, doa dan doa. Dirinya hanya mampu menunggu kapan keluarga yang ditinggalkan itu mengadakan kenduri untuk mengirim doa dan pahala ibadah sunnah bagi dirinya. Karena dirinya saat itu hanya hidup sendirian di atas tempat tidur yang murni terbuat dari tanah, tanpa alas apapun. Sempit, pengap, gelap, dan segala macam kondisi yang sangat menakutkan menyertai dirinya.
Alangkah ruginya, jika ada seoarang muslim yang oleh Allah telah diberi rezeki berupa keturunan anak dan cucu, namun anak dan cucunya itu tidak diajari mengenal pendidikan syariat Islam yang cukup memadai, yang pada hakikatnya pemahaman anak dan cucunya terhadap syariat Islam itu, justru demi untuk kepentingan dirinya sendiri jika sudah dipanggil oleh Allah. Padahal waktu pemanggilan pada setiap orang itu, belum ada satupun dari kalangan mereka yang mengetahui kapan datangnya.