Luthfi Bashori
Berdzikir adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan oleh Allah, sebagaimana disinggung di dalam Alquran yang artinya: Berdzikirlah mengingat Allah dengan sebanyak-banyaknya.
Untuk meringankan umat Islam agar dapat mempraktekkan perintah itu, maka Allah memberi keleluasaan kepada umat Islam yang ingin memperbanyak dzikir, dengan diperbolehkanlah menggunakan berbagai macam cara berdzikir, yang penting bisa nyaman bagi pengamalnya. Mau berdzikir dengan cara qiyaaman (berdiri), qu`uudan (duduk), alaa junuubihim (telentang) juga telah disinggung oleh Allah kebolehannya di dalam Alquran.
Karena itu para Ulama Salaf Aswaja, banyak mengajarkan bermacam-macam dzikir dengan kreteria tertentu yang mereka anjurkan, dengan tujuan memotifasi umat Islam untuk lebih mudah mengamalkan perintah Allah ini, tanpa banyak pembatasan-pembatasan yang memberatkan dalam metode berdzikir.
Menurut Imam Nawawi dalam kitab Al-adzkar pada bab pertama, beliau mengatakan bahwa tata cara berdzikir itu ada tiga macam:
1. Dzikir dengan hati saja. Adapun praktenya yaitu seseorang berdzikir dalam batin yang tentunya tanpa terdengar suara sedikitpun. Umumnya orang yang bertafakkur mengingat kekuasaan Allah, lebih banyak menggunakan cara ini.
2. Dzikir dengan lisan saja. Adapun prakteknya yaitu, ada orang yang karena terbiasa berdzikir, maka pada kondisi tertentu, secara spontan lisannya berdzikir, sekalipun hatinya tidak konsentrasi (tidak hadir), misalnya saat kakinya terpeleset, maka tanpa sadar lisannya mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji`un. Tata cara ini secara mayoritas dilakukan dengan mengeraskan suara.
3. Dzikir dengan hati dan lisan, maka cara inilah yang paling utama untuk dilakukan. Tentunya seseorang yang berdzikir dengan sepenuh hati dan diucapkan dengan lisannya secara baik dan benar, adalah mempunyai nilai plus. Bahkan dzikir dengan cara yang demikian ini dapat mempengaruhi kehidupan seseorang, alaa bidzikrillahi tathmainnul quluub (Ketahuilah bahwa dengan berdzikir kepada Allah, akan dapat menenangkan hati).
Banyak contoh kongkrit tata cara berdzikir dengan hati dan lisan yang dilakukan oleh umat Islam selama ini, termasuk berdzikir dengan menggunakan suara keras dan lantang, antara lain banyaknya para Qari` yang membaca Alquran dengan model tartil maupun dengan lagu (qira-ah bil ghina). Bahkan membaca Alquran itu adalah termasuk dzikir yang paling afdhal.
Para muadzdzin yang melantunkan adzan juga termasuk dzikir kepada Allah dengan mengeraskan suara, karena bagaimana mungkin jika mengeraskan suara dalam berdzikir itu dilarang dalam Islam, tentunya para muadzdzin itu juga tidak diperbolehkan mengeraskan suaranya. Sehingga maksud dikumandangkan adzan sebagai i`lan (pengumuman dan panggilan) shalat menjadi tidak dapat terpenuhi.
Orang yang sedang melaksanakan umrah dan haji juga disunnahkan membaca dzikir dengan lisan sambil mengeraskan suaranya, khususnya saat membaca talbiyah: Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syariika lak, innal hamda wan ni`mata laka wal mulk, laa syariika lak. Demikian inilah praktek di lapangan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapapun.
Termasuk juga disunnahkan berdzikir di saat bertakbiran di malam Hari Raya Idul Fithri dan Idul Adha, ini termasuk perintah berdzikir dengan mengerasakan suara.
Bahkan, banyak hadits Nabi SAW yang menunjukkan anjuran berdzikir dengan mengeraskan suara, antara lain:
اَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْـدِي بِي, وَاَنَا مَعَهُ حِيْنَ يَذْكـرُنِي, فَإنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإنْ ذَكَرَنِي فِي مَلاَءٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلاَءٍ خَيْرٍ مِنْهُ وَإنِ اقْتَرَبَ اِلَيَّ شِبْرًا اتَقَرَّبْتُ إلَيْهِ ذِرَاعًا وَإنِ اقْتَرَبَ إلَيَّ ذِرَاعًا اتَقـَرَّبْتُ إلَيْهِ بَاعًـا وَإنْ أتَانِيْ يَمْشِي أتَيْتُهُ هَرْوَلَة
Aku ini menurut prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya, dimana saja ia berdzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, jika ia mengingat-Ku didepan umum, maka Aku akan mengingatnya pula didepan khalayak yang lebih baik. Dan seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta, jika ia mendekat pada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari. (HR. Bukhari Muslim, Turmudzi, Nasa`i, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Allamah Al-Jazari dalam kitabnya Miftaahul Hishnil Hashin berkata: Hadits di atas ini terdapat dalil tentang bolehnya berdzikir dengan jahar/suara keras. Imam Suyuthi juga berkata: Dzikir di hadapan orang orang tentulah dzikir dengan jahar/suara keras
خَرَجَ رَسُولُ الله (صَ) عَلَى حَلَقَةِ مِنْ أصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا اَجْلََسَكُم ؟ قَالُوْا جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ تَعَالَى وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلإسْلاَمِ وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: اللهُ مَا أجْلَسـَكُمْ إلاَّ ذَالِك ؟ قَالُوْا وَاللهُ مَا اَجْلَسَنَا اِلاَّ ذَاكَ. قَالَ : اَمَا إنِّي لَمْ أسْتَخْلِفكُم تُهْمَةُ لـَكُمْ, وَلَكِنَّهُ أتَانِي جِبْرِيْلُ فَأخْـبَرَنِي أنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُبـَاهِي بِكُمُ المَلآئِكَةَ.
Nabi saw. pergi mendapati satu lingkaran dari shahabat-shahabatnya, lantas beliau SAW bettanya: Mengapa kalian duduk di sini?. Ujar mereka: Maksud kami duduk di sini adalah untuk dzikir pada Allah Ta`ala dan memuji-Nya atas petunjuk dan kurnia yang telah diberikan-Nya pada kami dengan menganut agama Islam. Sabda Nabi SAW: Demi Allah tak salah sekali ! Kalian duduk hanyalah karena itu...? Mereka berkata: Demi Allah kami duduk hanya karena itu. Beliau SAW bersabda: Sungguh, tidaklah saya minta kalian bersumpah karena menaruh curiga pada kalian, tetapi sebetulnya Jibril telah datang dan menyampaikan bahwa Allah SWT. telah membanggakan kalian dihadapan para Malaikat . (HR.Muslim).
Hadits dari Abu Sa`id Khudri dan Abu Hurairah ra. bahwa mereka mendengar sendiri dari Nabi saw. bersabda :
لاَ يَقْـعُدُ قَوْمٌ يَذْكُـرُنَ اللهَ تَعَالَى إلاَّ حَفَّتْـهُمُ المَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمةُ, وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمْ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
Tidak satu kaum-pun yang duduk dzikir (berjamaah dengan suara keras) kepada Allah Ta`ala, kecuali mereka akan dikelilingi Malaikat, akan diliputi oleh rahmat, akan beroleh ketenangan, dan akan disebut-sebut oleh Allah pada siapa-siapa yang berada disisi-Nya. (HR.Muslim, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah dan Baihaqi).
Jika ada orang yang melarang umat Islam berdzikir dengan suara keras, karena beralasan, bahwa Allah itu tidak tuli dan Allah Maha mendengarkan dzikir dan doanya orang-orang yang menggunakan suara pelan dan lirih. Maka perlu diingat, memang benar Allah adalah Dzat yang Maha Mendengar, namun bukan berarti pendengaran Allah menjadi bising dengan dzikir dan doanya umat Islam yang mengeraskan suaranya. Karena sifat pendengaran Allah itu sendiri pasti berbeda dengan sifat pendengaran manusia.
Berikut adalah persaksian para shahabat radhiyallahu anhum, bahwa dzikir berjamaah dengan mengeraskan suara itu konon sudah dilakuan sejak jaman Nabi SAW:
Dari Zaid bin Aslam dari sebagian sahabat, beliau berkata :
اِنْطَلَقْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ (صَ) لَيْلَةً, فَمَرَّ بِرَجُلٍ فِي المَسْجِدِ يِرْفَعُ صَوْتَهُ فَقُلْتُ : يَا رَسُوْلَ اللهِ عَسَى اَنْ يَكُوْنَ هَذَا مُرَائِيًا فَقَالَ: لاَ وَلاَكِنَّهُ اَوَّاهُ. رواه البيهاقي
Aku pernah berjalan dengan Rasulullah SAW di suatu malam. Lalu beliau melewati seorang lelaki yang sedang meninggikan suaranya di sebuah masjid. Akupun berkata : Wahai Rasulullah, jangan-jangan orang ini sedang riya. Beliau SAW berkata : Tidak ! Akan tetapi dia itu seorang awwah (yang banyak mengadu kepada Allah). (HR. Albaihaqi).
Riwayat shahabat Amr bin Dinar, beliau berkata: Aku mendapat kabar dari Abu Ma`bad bekas budak Ibnu Abbas yang paling jujur, yang meriwatkan dari tuannya, yakni Ibnu Abbas, beliau berkata :
اَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ المَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ
Sesungguhnya berdzikir dengan mengeraskan suara ketika orang selesai shalat fardhu itu konon dilakukan di masa Rasulallah SAW. (HR. Bukhari dan Muslim).
Shahabat Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa berdzikir dengan mengangkat suara di kala para jamaah selesai shalat fardhu adalah selalu diamalkan di zaman Rasullullah SAW. Ibnu Abbas berkata "Saya memang mengetahui keadaan selesainya Nabi SAW dari shalatgnya (ialah dengan sebab saya mendengarkan) suara dzikir takbir (yang disuarakan dengan nyaring)". (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Juraij).
Dalam Shahih Bukhari disebutkan dari shahabat Ibnu Abbas RA beliau berkata: Kami tidak mengetahui selesainya shalat orang-orang di masa Rasulallah SAW kecuali dengan mendengarkan suara dzikir mereka secara keras.
Tentunya masih banyak bukti kongkrit bagaimana para shahabat melaksanakan dzikir berjamaah dengan mengeraskan suaranya, dan tentunya kegiatan ini bukanlah amalan Bid`ah Sesat, sebagaimana yang dituduhkan oleh sekelompok orang yang kurang mendalami ajaran Islam dengan baik dan benar.
Shahabat Ibnu Umar mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda :
إذَا مَرَرْتُم بِرِيَاضِ الجَنَّة فَارْتَعُوْا, قَالُوا: وَمَا رِيَاضُ الجَنَّة يَا رَسُولُ الله ؟ قَالَ: حِلَقُ الذِّكْرِ فَإنَّ لِلَّهِ تَعَالَى سَيَّرَاتٍ مِنَ المَلآئِكَةَ يَطْلُبُونَ حِلَـقَ الذِّكْرِ فَإذَا أتَوْا عَلَيْهِمْ حَفُّوبِهِمْ.
Jika kamu lewat di taman-taman surga, hendaklah kamu ikut bercengkerama di dalamnnya! Para shahabat bertanya: Apakah itu taman-taman surga ya Rasulallah? Nabi SAW menjawab: yaitu lingkaran-lingkaran dzikir, karena Allah SWT mempunyai rombongan pengelana dari Malaikat yang mencari-cari lingkaran dzikir. Maka jika para Malaikat itu sudah mendapatkannya, mereka pun akan ikut duduk mengelilinginya.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah memilik sekelompok Malaikat yang berkeling di jalan-jalan sambil mencari orang-orang yang berdzikir. Apabila mereka menemukan sekolompok orang yang berdzikir bersama kepada Allah, maka para Malaikat itu saling memanggil: `Kemarilah untuk mendapatkan apa yang kalian cari`. Lalu mereka mengelilingi orang-orang yang berdzikir jamaah itu dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang-orang itu telah berpisah (bubar dari majlis dzikir) maka para malaikat tersebut berpaling dan naik ke langit. Maka bertanyalah Allah SWT kepada mereka (sekalipun Allah lebih tahu terhadap mereka): Darimana kalian semua? Malaikat berkata: Kami datang dari sekelompok jamaah dari hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir dan bertahlil kepada-Mu. Allah berfirman: Apakah mereka pernah melihat-Ku? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Seandainya mereka pernah melihat-Ku? Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihat-Mu niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu dan lebih banyak bertasbih pada-Mu. Allah berfirman: Lalu apa yang mereka pinta dari-Ku? Malaikat berkata: Mereka minta sorga kepada-Mu. Allah berfirman: Apa mereka pernah melihat sorga? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya? Malaikat berkata: Andai mereka pernah melihanya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya dan semakin besar keinginan untuk memasukinya. Allah berfirman: Dari hal apa mereka minta perlindungan? Malaikat berkata: Dari api neraka. Allah berfirman : Apa mereka pernah melihat neraka? Malaikat berkata: Tidak pernah! Allah berfirman: Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka? Malaikat berkata: Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya. Allah berfirman: Aku persaksikan kepada kalian, bahwasanya Aku telah mengampuni mereka. Salah satu dari malaikat berkata : Disitu ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan (apakah mereka akan diampuni juga?). Allah berfirman: Mereka (termasuk seseorang ini) adalah satu kelompok dimana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa". Dalam riwayat Muslim ada tambahan pada kalimat terakhir: `Aku ampunkan segala dosa mereka, dan Aku beri permintaan mereka`.