APAKAH NABI SAW PERNAH MEMPERINGATI HARI KELAHIRANNYA?
Luthfi Bashori
Nabi SAW sudah pernah memperingati hari kelahirannya, bahkan pada setiap hari Senin, beliau SAW memperingati hari kelahiran atau maulid-nya sendiri. Jadi peringatan Maulid Nabi SAW itu sendiri bukanlah amalan Bid`ah Dhalalah, karena sudah pernah diajarkan secara langsung oleh Nabi SAW.
Nabi SAW merasa bersyukur kepada Allah atas kenikmatan diri beliau telah dilahirkan ke muka bumi, sehingga dapat menjadi salah satu khalifah bagi penduduk bumi, sesuai firman Allah, inni jaa`ilun fil ardhi khaliifah (Sungguh Aku menciptakan - manusia- sebagai khalifah/penguasa di muka bumi).
Bahkan Nabi Muhammad SAW diciptakan sebagai khalifah paling mulia yang pernah ada di muka bumi, sebagaimana sabda beliau: Ana sayyidunnaasi (aku adalah pemimpin seluruh manusia).
Jadi, tidak ada alasan bagi beliau SAW untuk tidak bersyukur kepada-Allah atas kenikmatan yang sangat besar itu, terlebih lagi beliau SAW adalah satu-satunya Nabi yang diutus sebagai rahmatan lil `alamin.
Untuk itulah Nabi SAW melaksanakan puasa sunnah demi rasa syukur atas kelahirannya, sebagaimana diriwayatkan bahwa setiap hari Senin, beliau SAW berpuasa, dan tatkala ditanya, mengapa setiap hari Senin beliau berpuasa sunnah? Maka secara spesifik beliau SAW menjawab: fiihi yauma wulidtu (pada hari -Senin- itulah aku dilahirkan). HR. Muslim.
Dalam kesempatan yang lain, Nabi SAW pernah memberi contoh tata cara bersyukur kepada Allah dengan metode selain berpuasa sunnah. Sebagaimana diriwayatkan, beliau SAW dalam beribadah tidak kenal lelah. Beliau SAW pernah berdiri shalat sunnah dalam durasi waktu yang sangat lama, sehingga kakinya bengkak. Lanta pada malamnya dipenuhi dengan ibadah dan doa serta minta ampunan kepada Allah.
Beliau SAW banyak membaca istighfar. Sehingga Siti Aisyah merasa iba dan memberanikan diri mengatakan kepada beliau SAW, mengapa engkau banyak beristighfar? Engkau kan tidak berdosa? Istighfar untuk apa?
Namun beliau SAW justru menjawab: Afala Akuna Abdan Syakura? (Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur, atas segala nikmat yang diberikan kepadaku? (Bihar Al-Anwar, jilid 10, hal 40).
Nabi SAW juga mengajarkan tata cara bersyukur dengan metode ucapan secara lisan, sebagaimana beliau SAW bersabda: Apabila seseorang melihat ada orang lain cacat lalu berkata (tanpa didengar oleh si cacat): Alhamdulillah, Dzat yang telah menyelamatkan aku dari apa yg diujikan Allah kepada orang cacat itu, dan melebihkan aku dengan kelebihan sempurna atas kebanyakan makhluk-Nya, maka ia tidak akan terkena ujian seperti itu, betapapaun keadaannya. (HR. Abu Dawud).
Jika Nabi SAW saja bersyukur atas hari kelahirannya sendiri, apalagi umat Islam yang sangat mengidolakan figur beliau SAW sebagai panutan hidup, serta mengharapkan agar dirinya mendapat syafa`at dari Nabi SAW kelak di hari Qiamat, tentunya akan lebih bersyukur atas hari kelahiran sang Nabi panutan, Sayyidina Muhammad SAW.
Adapun metode pelaksanaan rasa syukur yang dilakukan oleh umat Islam itu, boleh saja mengikuti salah satu contoh dari apa yang telah dilakukan oleh Nabi SAW. Atau justru dengan metode yang berbeda-beda antara yang satu orang dengan lainnya, yang terpenting subtansinya sama, yaitu bersyukur kapada Allah atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, dan yang terpenting lagi adalah, pelaksanaan metode bersyukurnya itu tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam.
Yang perlu digarisbawahi, adalah jika hanya masalah METODE BERSUYKUR saja yang berbeda, antara tata cara Nabi SAW bersyukur atas hari kelahirannya, dengan tata cara bersyukurnya umat Islam di jaman sekarang dalam memperingati hari kelahiran beliau SAW itu, maka tentu saja no problem dalam pandangan syariat Islam.
Contoh perbedaan lain dalam masaalah METODE Nabi SAW dan umat Islam dewasa ini, namun subtansinya tetap sama, yaitu METODE dalam berdakwah mengajak umat manusia beribadah kepada Allah.
Konon METODE Nabi SAW dalam berdakwah dilakukan secara langsung, face to face, sedangkan METODE dakwah umat Islam jaman sekarang sudah sangat bervariatif, ada yang face to face, ada yang menggunakan metode pengajian di masjid-masjid, Tabligh Akbar di lapangan dengan mengundang pejabat dan tokoh serta umat Islam, atau metode seminar keislaman di gedung-gedung, metode penggandaan caset dakwah, metode artikel keislaman, metode lewat dunia maya, dsb.
Jadi, sekalipun metodenya berbeda-beda, tapi subtansinya sama, yaitu mengajak umat Islam untuk istiqamah beribadah kepada Allah, baik itu yang bersifat ibadah wajib maupun ibadah sunnah.
Nah, acara peringatan Maulid Nabi SAW yang dilakukan oleh umat Islam dewasa adalah salah satu metode menyampaikan rasa syukur kepada Allah atas hari kelahiran beliau SAW, sehingga pada bulan Rabiul Awwal ini, umat Islam berlomba-lomba (fastabul khairat) silih berganti mengadakan acara peringatan Maulid NabiSaAW dengan memilih waktu yang juga bervariatif sesuai kesempatan masing-masing