PEGANG REKOR DI BALI ?
Luthfi Bashori
Tepatnya, Kamis tanggal 16 Januari, seusai shalat Shubuh, penulis ditemani dua orang santri berangkat dari pesantren Ribath Almurtadla Singosari Malang, menuju kota Denpasar Bali dengan naik kendaraan pribadi. Sengaja penulis berangkat pagi-pagi sekali agar perjalanan bisa lancar dan terhindar dari kemacetan.
Penulis memang paling sering memilih waktu ba`da Shubuh, jika akan berangkat ke luar kota, karena penulis sendiri kurang begitu senang mengadakan perjalanan malam, kecuali dalam keadaan darurat.
Pasalnya, hampir setiap mengadakan perjalanan malam, sekalipun naik bis umum misalnya, maka rasanya mata penulis termasuk mata yang paling sulit untuk diajak kompromi agar mau beristirahat dan berpejam di atas kerndaraan. Sehingga seringkali mata ini mengajak begadang semalam suntuk, padahal `Bang Haji` sudah sering menasehati: Begadang jangan begadang, `kalau tiada artinya`, begadang boleh saja `kalau ada perlunya`.
Nah, `apa perlunya` penulis begadang di perjalanan, padahal penulis selalu enggan dan tidak pernah bersedia jika diminta memegang setir mobil, jika dalam perjalanan di malam hari, kecuali `kalau ada perlunya.` Itulah sebab utama mengapa penulis lebih senang memilih waktu ba`da Shubuh jika akan memulai perjalanan jauh.
Kali ini, penulis sengaja mengajak rombongan untuk bermalam di kota Negara Bali, agar dapat bersilaturrahim dengan sanak famili penulis, dari warga Bali yang menetap di wilayah kota Negara. Mereka adalah putra-putri Almarhum Habib Ahmad Alqadri, warga Loloan Barat Negara.
Kami sampai di Loloan Barat sekitar jam 16.30. Usai bersilaturrahim dengan sanak keluarga, penulis bersilaturrahim dengan salah satu tokoh Aswaja se tempat yang hampir 20 tahun sudah saling mengenal, beliau adalah Ammy Hasan Baras. Bahkan akhirnya, penulis diminta untuk menginap di rumah beliau hingga esok hari Jumat, agar kondisi kesehatan rombongan kembali pulih, saat melanjutkan perjalanan ke Denpasar. Penulis pun sepakat untuk itu, sekaligus penulis titip kepada beliau beberapa ekslemplar buku saku karya penulis berjudul Berapa Banyak Tuhan Mereka, untuk dibagi cuma-cumaa kepada masyarakat se tempat.
Hari Jumat setelah sarapan, penulis pamit melanjutkan perjalanan menuju Denpasar. Karena perjalanan di jalan protocol ternyata sering terjadi kemacetan, disebabkan banyaknya kendaraan besar yang lewat, maka penulis agak terlambat masuk kota Denpasar. Semula penulis berharapkan bisa ikut shalat Jumat di Denpasar, namun realitanya justru sampai ke tempat tujuan sudah memasuki jam 13.00, dan jamaah shalat Jumat pun sudah pulang ke rumah masing-masing.
Penulis dijemput oleh panitia acara Bedah Buku Dialog Sunni vs Wahhabi, di salah satu tempat di tengah kota Denpasar. Setelah bertemu panitia, tiba-tiba salah satu santri yang ikut, mengusulkan agar penulis minta tolong kepada penjemput, untuk mengantarkan terlebih dahulu menengok `Toko Joger` yang sangat terkenal khususnya di kalangan anak muda, karena toko tersebut menjual aneka ragam pakaian dan aksesoris khas Bali. Panitia tidak keberatan, karena mobil yang penulis tumpangi, sejatinya sudah dekat dengan tempat itu, hingga tinggal beberapa langkah lagi, toko Joger sudah ada di depan mata.
Dua santri itu pun tampak antusias saat masuk ke toko Joger, sekalipun tidak membeli barang yang harganya rata-rata cukup tinggi bagi standar santri, apalagi kedua santri ini baru pertama kali menginjakkan kaki di pulau Bali.
Penulis melihat banner-banner bertuliskan undangan terbuka Bedah Buku Dialog Sunni vs Wahhabi, banyak bertebaran di pojok-pojok kota Denpasar. Malam hari bakdal Isyak, penulis diajak memasuki tempat acara, yang di adakan di Hotel Mashajaya Ubung Denpasar. Saat penulis masuk ke Hall milik hotel, ternyata para peserta sudah hampir memenuhi ruangan yang telah disediakan.
Mayoritas peserta yang hadir pada malam itu adalah tokoh-tokoh NU se Bali yang sengaja diundang oleh panitia Bedah Buku. Sekalipun tokoh-tokoh Wahhabi yang ada di sekitar Denpasar ikut diundang, ternyata tidak ada satupun yang tampak batang hidungnya.
Acara Bedah Buku, tepatnya dimulai pukul 21.00 dan selesai pukul 23.30. Sekalipun banyak para peserta masih antusias mengacungkan tangan untuk bertanya, namun pihak moderator mencukupkan waktu dan menghentikan acara, walaupun dengan penuh keterpaksaan.
Usai acara Bedah Buku karya penulis terbaru itu, ketua pelaksana mendatangi penulis dan mengatakan bahwa jumlah peserta hadir yang terdaftar sebanyak kurang lebih 250 orang. Kemudian ketua panitia mengatakan kepada penulis: Ustadz, antum sudah Pegang Rekor untuk acara malam ini.!
Penulis menjadi penasaran, apa maksudnya Pegang Rekor? Lantas ketua panitia itu menerangkan, bahwa selama ini hampir semua kegiatan ke-NU-an se pulau Bali yang digelar di Denpasar, belum pernah dihadiri peserta sebanyak yang hadir dalam acara Bedah Buku Dialog Sunni vs Wahhabi kali ini, apalagi acara ini diprakarsai oleh Gerakan Pemuda Anshar Cabang Denpasar Bali.