JANGAN GADAIKAN AGAMAMU DENGAN HAL SEPELE
Luthfi Bashori
Nabi SAW bersabda: Min husni islaamil mar-i tarku maa laa ya`niihi (termasuk dari kesempurnaan keislaman seseorang, adalah meninggalkan perilaku yang tidak pantas ia kerjakan) .
Hukum halal dan haram, sekalipun sudah menjadi dustur (aturan main) bagi pribadi setiap muslim, namun ternyata tidak cukup bagi seseorang yang ingin mendapatkan keislaman yang sempurna, hanya mengandalkan hal-hal yang hukumnya halal menurut fiqih untuk dijadikan pedoman hidup.
Namun, hakikatnya masih perlu syarat lain yaitu adab sopan santun demi mendapatkan kesempurnaan hidup, selain berkeharusan tetap menjaga diri dari perbuatan haram.
Ada beberapa perkara sekalipun halal, namun kurang baik untuk dilakukan di depan khalayak, sehingga dapat mengurangi nilai kesempurnaan Islam seseorang.
Misalnya seorang lelaki jika akan shalat, maka menurut hukum fiqih, ia harus menutup aurat wajibnya yaitu anggota tubuh antara lutut dan pusar, agar shalatnya itu dihukumi sah dan tidak batal.
Artinya, menurut hukum fiqih, seseorang lelaki itu halal hukumnya jika melaksanakan shalat dengan bertelanjang dada, selagi aurat wajibnya sudah ditutup. Namun, dalam kajian hukum adab kesopanan, tentu saja shalat tanpa menutup aurat sunnah, yaitu seluruh tubuhnya kecuali wajah, sangatlah tidak baik bagi umat Islam.
Jadi, setiap lelaki muslim yang akan melaksanakan shalat agar diterima oleh Allah, hendaklah menutup semua aurat wajib dan sunnah, yang mana hal itu dapat menunjang kesempurnaan bagi ibadah shalatnya. Seperti itulah salah satu aturan main yang perlu diperhatikan oleh setiap individu umat Islam.
Contoh lain, Nabi SAW bersabda: Kalian tidak akan masuk surga hingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman hingga kalian saling menyayangi. Maukah kalian aku tunjukkan atas sesuatu yang mana apabila kalian mengerjakannya niscaya kalian akan saling menyayangi.
Sebarkanlah salam di antara kalian. (HR. Muslim no. 54).
Maksud kalimat `di antara kalian` yaitu bahwa ucapan salam yang berarti selamat itu, hakikatnya hanyalah diperuntukkan untuk sesama muslim.
Jadi, tidak benar menurut fiqih dan tidak pantas menurut adab sopan santun keislaman, jika ada seorang muslim yang begitu berani mengucapkan salam atau selamat kepada orang kafir, apalagi di saat kegiatan ritual mereka, seperti di saat natalan, karena perilaku buruk ini dapat menurunkan kadar keislaman dan keimanan seseorang.
Di dalam kitab Syarwani (Hasyiyah asy-Syaikh Abdul Hamid asy-Syafi`) atas Tukhfah (Syarkh al-Minhaj Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi`i al-Makki) yang mengambil ibarat Mughni (Syarkh Minhaj asy-Syaikh Khatib asy-Syirbini) di dalam bab Ta`zir/Hukuman, bahwa mengucapkan `Selamat Natal` kepada kaum Nasrani, bukan hanya hukumnya haram, tetapi seorang imam/khalifah (dalam hukum syariat) hendaknya memberi ta`zir kepada mereka yang ikut merayakan dan mengucapkan selamat (Natal) kepada hari raya orang Kafir.
Di sinilah letak pentingnya seorang muslim untuk terus belajar adab kesopanan dalam tata cara beragama Islam, dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, agar tidak tersesat dalam menjalankan agamanya.