PENGURANGAN TAKARAN JUAL-BELI
Luthfi Bashori
Dewasa ini banyak kasus yang terjadi dalam dunia perniagaan di kalangan umat Islam yang kurang memperhatikan aturan syariat, sehingga meyebabkan nilai harta yang dimiliki umat Islam menjadi kurang berbarakah, akibatnya banyak kehidupan umat Islam yang terpuruk akibat ulah mereka melawan syariat.
PENANYA: Assalamualaikum. Ustadz ane Alif dari Magelang, ane mau nanya apa hukumnya bila kita usaha dengan menggunakan modal yang separuhnya adalah uang haram dan gimana hukum hasil dari usaha itu?
PEJUANG: Ya hukumnya jadi haram, dan tidak barakah, kalau bisa pindah profesi saja yang dapat menjauhkan dari penggunaan uang haram, dan mencukupkan modal uang halal saja, agar kerjanya barakah.
PENANYA: Apakah dengan kita bershadaqah dapat menghapus uang haram?
PEJUANG: Dengan mengeluarkan shadaqah sebesar jumlah uang haramnya itu, hanyalah salah satu alternatif untuk menyamakan pencarian nilai pahala dengan nilai dosa yang telah diperbuat, ya mudah-mudahan saja niat baiknya itu diterima dan diampuni oleh Allah, tapi bukan suatu kepastian sebagai bentuk taubat atas penggunaan uang haram. Wallah a`lam.
PENANYA: Ustadz, saya pernah mendengar keluhan konsumen ketika sudah mengisi bensin di suatu SPBU seharga Rp 15 ribu, tapi kok isi bensin itu tidak sesuai dengan harga yang biasa dia isi di tempat lain, itu gimana hukumnya ustadz?
PEJUANG: Penjualnya yang berdosa, jika tidak ada kontrol dari pemilik SPBU, maka pemiliknya juga ikut makan barang haram. Sedangkan si pembelinya itu didhalimi, kalau dalam tataran akhirat, pembelinya akan mendapat pahala jika tidak menuntut hak dari si penjual nakal, tapi untuk tataran hukum di dunia, pembelinya berhak menuntut dipengadilan terhadap si penjual itu untuk mendapatkan haknya.
PENANYA: Berarti karyawannya juga kena uang haram dong pak ustadz
PEJUANG: Pastinya begitu kalau setuju dengan perbuatan nakal itu, memang kejahatan pengurangan timbangan/takaran ini sudah ada sejak jaman dahulu, dan diancam neraka Wail oleh Alquran dalam surat Almuthaffifin (wailul lil muthaffifin).
PENANYA: Makasih pak Ustadz atas pencerahannya, semoga pertolongan Allah selalu menyertai pak Ustadz.
PEJUANG: Amiiin.
PENANYA: Ane mau nanya lagi, di tempat ane bekerja ada beberapa konsumen yang mengkritik tentang kurangnya takaran. Yang ingin ane tanya, apakah ane berdosa jika ane memberi tahu kepada masyarakat tentang kemungkinan adanya praktek manipulasi di perusahaan tempat ane bekerja, meskipun ane tidak tahu apakah itu benar atau tidak?
PEJUANG: Coba baca terjemahan surat Almuthaffifin, kelak para penjual yang mengurangi takaran timbangannya akan dimasukkan neraka, tentunya termasuk orang yang membantu kecurangannya juga akan bernasib sama. Jika ingin selamat akhiratnya maka wajib mengingatkan hingga memprotes bahkan membaikot bosnya itu. Jika merasa tidak mampu, maka hendaklah mencari kerja yang jelas-jelas halal, agar barakah hidupnya.
PENANYA: Iya Pak ustadz, tapi apakah ane berdosa jika memberi tahukan hal ini kepada masyarakat/orang lain, meskipun hal ini tidak ane ketahui, apakah hal itu benar atau tidak, karena ane pun belum pernah mengukur takaran yang sebenarnya.
PEJUANG: Menurut kami, wajibnya justru menghadap pimpinan perusahaan/bagian pengemasan, dan cros cek antara tabel tertulis dengan kenyataan riil takarannya.
PENANYA: Iya, makasih ya ustadz
PEJUANG: Kalau masyarakat ada yang komplain itu, kemungkinan besar perusahaannya tidak beres. Kalau masyarakat malah memujinya, maka perusahaan itu berarti bonafid.
PENANYA : Jika sudah terlanjur memberi tahu orang lain, gimana tuh ustadz? Tapi sebelumnya sudah pernah disampaikan kepada supervisor sih !
PEJUANG: Setelah cros cek, maka akan tahu hasilnya, jika memang perusahaannya nakal, maka pemberitahuan kepada masyarakat itu sudah benar. Namun jika ternyata tidak ada kecurangan, maka wajib minta maaf kepada pimpinan perusahaan dengan menerima segala konsekwensinya.
PENANYA 2: Iya, Pak ustadz, makasih banget.