Menyelamatkan Kehormatan Ulama NU
Suara-nu.com-“Wahai kaum muslimin, di tengah-tengah kalian ada orang-orang kafir dan ahli bid’ah yang telah merambah ke segala penjuru negeri, maka siapkan diri kalian yang mau bangkit untuk, dan peduli membimbing umat ke jalan petunjuk”.
Seruan tersebut diucapkan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari pada Muktamar ke-XI pada 9 Juni 1936. Sepenggal kalimat tersebut ditujukan kepada seluruh warga NU secara khusus dan kaum Muslimin secara umum untuk menjaga marwah dan kehormatan ulama Nusantara.
Semenjak masa sebelum kemerdekaan dan sesudah kemerdekaan, para ulama dan santri-lah yang bahu membahu membela bumi Nusantara ini dari pengaruh-pengaruh dan penetrasi eksternal. Baik penetrasi fisik – melalui penjajahan—maupun penetrasi pemikiran.
Di masa itu-lah, marwah dan kehormatan Ulama NU terjaga. Bahkan pemerintah kerap kali meminta saran kepada ulama untuk menentukan suatu kebijakan.
Para ulama NU menjaga tradisi kepesantrenan yang terkenal dengan budaya kesantunan, dan tawadhu’. Murni pesantren, bebas dari kepentingan politik dan intrik-intrik oknum yang berambisi.
Ketika zaman reformasi dibuka dan kran informasi terbuka selebar-lebarnya, tantangan cukup berat dihadapi NU. Sebagai ormas yang memiliki basis massa yang cukup besar, NU menjadi incaran-incaran oknum politikus demi kepentingan pribadi dan golongannya.
Untuk kembali kepada NU sesuai dengan yang dicita-citakan oleh Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, maka para pemegang kendali NU harus berani membebaskan diri dari jeratan kepentingan politis. Jika kepentingan politis sudah dikedepankan, maka kepentingan ideologis akan terlempar.
Baru-baru ini, tersiar kabar di media sosial, sejumlah ulama NU dari Aceh, Medan, Madura, Manado, Jawa Timur dan NTB menyatakan keprihatinan terhadap kondisi mutakhir. Yakni adanya kepentingan eksternal yang bisa mengubah ideologi Aswaja.
“Saat ini sudah saatnya ada penyegaran di dalam NU. Karena NU ini warisan para kiai-kiai kita yang berjuang ikhlas lillahi ta’ala, maka kita berkewajiban menyelamatkannya. Kita butuh figur yang jelas ke-NU-annya bukan seorang liberal apalagi simpatisan Syiah”, ujar KH. Yasir bin Salim Bahmid Rois Syuriyah PCNU Manado kepada redaksi suara-nu.com.
Barangkali statemen kiai Yasir tersebut mewakili puluhan bahkan ratusan kiai-kiai di pelosok tanah air yang tidak duduk di jajaran struktur NU. Mereka sangat merindukan akan NU seperti yang dicita-citakan Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.
Munculnya dukungan kepada Kiai Muhammad Idrus Ramli yang dicalonkan sebagai ketum PBNU dari berbagai kiai di pelosok tanah air menunjukkan ada harapan baru pada Muktamar ke-33 di Jombang pada Agustus mendatang. Warga nadhliyyin sejatinya rindu dengan kondisi ideal NU dan mereka jenuh dengan hiruk-pikuk yang menjauhkan NU dari cita-cita Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari.
Kepentingan-kepentingan pragmatis yang keluar dari cita-cita NU sejatinya menjatuhkan marwah ulama NU. Semoga ada harapan baru di Mu’tamar tahun ini. (Akh)
Kiriman: Kholili