URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 9 users
Total Hari Ini: 65 users
Total Pengunjung: 6224167 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
BERAPA BANYAK TUHAN MEREKA? 
Penulis: Pejuang Islam [ 11/9/2016 ]
 
BERAPA BANYAK TUHAN MEREKA?

Luthfi Bashori

Berapa banyak tuhan kalian? Pertanyaan ini sangat patut ditujukan kepada para pengikut aliran Syi`ah dan aliran Wahhabi Mujassimah. Karena kedua aliran ini kini marak disebarkan di kalangan umat Islam Indonesia. Namun sebelum mengungkap jawabannya, ada baiknya umat Islam mengkaji terlebih dahulu beberapa agama yang menyakini adanya tuhan berbilang lebih dari satu.


Agama Hindu Meyakini Ada Tiga Tuhan:


Srimad Bhagavatha Purana 1.2.11menyebutkan:

Para rohaniawan mulia yang telah menginsyafi/mengerti tentang Tuhan, menyebut-Nya sebagai Brahman, Paramatma dan Bhagavan . Bhagavan, Brahman, Paramatma : yang ada dalam semua mantra sebagai : Om.

Bhagavad Gita 15.15 & Brahma Samhita 5.35 menyebutkan:

Brahman adalah aspek impersonal Tuhan. Ia adalah cahaya rohani yang memancar dari Bhagavan (Diri Pribadi Tuhan Yang Rohani). Brahman berhakekat serba meliput, berada dimana-mana, tidak terbatas, tak terbagi-bagi, tanpa wujud, sifat  &  ciri apapun.

Paramatma adalah aspek setempat Tuhan yang bersemayan di dalam hati badan jasmani setiap makhluk dan inti atom (paramanu) setiap unsur materi alam fana. Ilustrasi  Paramatma: Tuhan dengan ketiga aspek-Nya ini dapat diibaratkan sebagai api yang juga memiliki tiga aspek keberadaan yaitu nyala, panas dan cahaya. Apakah api itu? Api adalah kesatuan dari nyala, panas dan cahaya. Demikianlah Tuhan adalah kesatuan dari Bhagavan,
Paramatma dan Brahman.

Bhagavan adalah Kepribadian Tuhan  Yang Rohani yang menjadi  sumber keberadaan Brahman dan Paramatma. Tanpa Bhagavan, tidak mungkin ada Paramatma dan Brahman. Karena itu, dari ketiga aspek Tuhan ini, Bhagavan (Kepribadian Tuhan YME) adalah yang paling utama. Sebab, dengan mengerti hakekat Bhagavan, otomatis hakekat Paramatma dan Brahman terpahami.


Kristen dan Khatolik Meyakini Ada Tiga Tuhan

 Ajaran Ketuhanan dalam Kristen termasuk gereja romawi Khatolik adalah sebagaimana tercantum dalam Kredi Iman Rasuli yaitu Tri Tunggal yang terdiri dari Allah Bapa, Allah Putra dan Roh Kudus. Ketiganya adalah pribadi Tuhan.

Terjemahan Bibel dalam bahasa Indonesia dinamakan Al Kitab, menggunakan kata Allah untuk Tuhan Bapa.  Menurut iman Kristiani, Allah sebagai oknum/pribadi yang dimana pada dirinya terdapat tiga kodrat Ketuhanan-Nya, sebagaimana :

Matius 11:25, Lukas 10:2 menyebutkan:  

Mencipta: Kuasa mencipta ini dalam perjanjian baru disebut oleh Yesus dengan predikat Bapa.

Yohane 1:14, Yohanes 1:18, Matius 16:16 menyebutkan:

Berfirman: Kuasa berfirman (dan bertindak) ini dalam perjanjian baru disebut oleh Yesus dengan predikat Anak,

Yohanes 14:16-17, Yohanes 14:26) menyebutkan:

Roh Allah: Kuasa memelihara, mengayomi, membimbing dan menolong ini dalam perjanjian baru oleh Yesus disebut dengan Roh Kudus.


Mesir Kuno Meyakin Ada Enam Tuhan/Dewa

Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa (polytheisme) dan belum menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa (ada yang menyamakan dengan paganisme).

Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia, melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan unsur alam.

Para Dewa ini merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan yang dimilikinya. Para Dewa itulah yang menentukan nasib setiap orang. Nama enam Dewa itu adalah: Ra, Osiris. Amon, Isis, Hathor dan Horus.

    Ra (sering diucapkan sebagai Rah, tetapi lebih tepat sebagai RE) adalah dewa matahari Mesir kuno. Pada kelima dinasti, ia menjadi dewa besar dalam agama Mesir kuno, diidentifikasi dengan ciri `matahari tengah hari`. Ra sangat banyak berubah dari waktu ke waktu, terdapat juga nama Kota asal dewa yaitu kota Heliopolis yang berarti Kota Matahari oleh orang Yunani Kuno. Kemudian, Ra bergabung dengan dewa Horus, sebagai Re-Horakhty. Ketika mencapai posisi penting dalam jajaran Mesir, ia dipercaya untuk memimpin langit, bumi, dan di bawah tanah. Dia dikaitkan dengan elang, serta simbol dewa matahari yang melindungi Fir`aun.

  •     Osiris digambarkan sebagai dewa yang menggunakan mahkota, yang mirip dengan mahkota putih dari Mesir. Dia juga membawa crook dan cambuk. Alat yang menyerupai lekukan diperkirakan untuk mewakili Osiris yang berperan sebagai Dewa Gembala
  •     Amon adalah seorang dewa dalam mitologi Mesir yang biasa disebut Amun-Ra. Berperan sebagai dewa pencipta , ia adalah pelindung kaum miskin dan pusat kesalehan. Amun menciptakan dirinya sendiri, tanpa ibu dan ayah, dan selama `Kerajaan Baru` di Mesir ia menjadi Dewa Besar do teologi Mesir. Amun-Ra, tidak secara fisik yang menciptakan alam semesta. Posisinya adalah sebagai Raja Dewa. Selain Osiris, Amun-Ra adalah nama Dewa yang paling banyak yang tercatat dalam peninggalan-peninggalan Mesir.
  •     Isis adalah Dewi di mesir kuno, dia juga disembah di beberapa negara di seluruh dunia semisal Yunani-Romawi. Dia dipuja sebagai ibu yang ideal, istri, pelindung alam dan sihir. Dia adalah teman budak, orang-orang berdosa, pengrajin, kaum tertindas, serta mendengarkan doa orang-orang kaya, gadis, bangsawan dan penguasa. Isis adalah dewi ibu dan kesuburan.  
  •     Hathor adalah seorang Dewi Mesir Kuno yang dipersonifikasikan dengan feminin, cinta, keibuan dan sukacita. Dia adalah salah satu dewi yang paling penting dan paling populer sepanjang sejarah Mesir Kuno. Hathor yang disembah oleh masyarakat umum, dan gambarnya banyak terdapat pada kuburan orang Mesir Kuno dia digambarkan sebagai pemimpin Barat menyambut orang mati ke kehidupan selanjutnya. Peran lain dia adalah seorang dewi musik, tari, dan kesuburan, yang membantu perempuan dalam proses melahirkan.
  •     Horus adalah salah satu dewa yang paling tua dan paling penting di dalam agama Mesir kuno, yang di puja, setidaknya sampai akhir periode Predinastik pada masa Yunani-Romawi. Berbagai bentuk rupa Horus dicatat dalam sejarah. Bentuk paling umum adalah Horus Falcon yang merupakan dewa pelindung Nekhen di Mesir.


Berapa Banyak Tuhan Kaum Syi`ah Iran?

Pertanyaan ini akan terjawab dengan sendirinya saat umat Islam meneliti isi buku Kecuali Ali, (terjemahan dari bahas Arab: Illa Aly). Buku ini dikarang oleh Abbas Rais Kermani tokoh Syi`ah, dan diterbitkan oleh pustaka Alhuda Jakarta.

Pada halaman 22 paragraf 3 menyebutkan:

Imam shadiq as dalam menafsiri ayat, Segala sesuatu itu akan musnah kecuali wajah Allah Yang dimaksud dengan Wajah Allah dalam ayat ini adalah Ali as.

Pada halaman 41 paragraf  6 menyebutkan:

"Keimanan dan perbuatan kaum mukmin, haruslah sesuai dengan keimanan dan perbuatan Imam Ali as. Melalui perhitungan ini, salah satu makna dari neraca di hari kiamat adalah Imam Ali as".

"Imam Ali as adalah penghitungan amal perbuatan di hari kiamat, Sesungguhnya (hanya) kepada Kami-lah mereka kembali dan sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka. > (`Kami` di sini berarti Imam Ali, pen).

Dari nukilan di atas menjadi jelaslah bagi umat Islam untuk mejawab pertanyaan: Berapa banyak tuhannya orang Syi`ah?

Jawabannya: Ada dua tuhan, yaitu Tuhan Allah dan Tuhan Ali. Bukti ini diperkuat dengan keterangan pada halaman 39 paragraf 2 sbb:

`Ali
, Dia merupakan salah satu dari nama Allah. Dia adalah nama pertama yang dipilih untuknya`.


Berapa Banyak Tuhan Kaum Wahhabi Mujassimah?

Wahhabi Mujassimah adalah golongan yang menisbatkan jasmani/raga/anggota tubuh kepada Dzat Allah. Termasuk Mujassimah adalah keyakinan bahwa Allah itu bertempat di langit, atau sedang duduk di kursi, atau menempati singgasana di sebuah Kerajaan Langit.

Adapun gambaran tentang keberadaan Kerajaan Langit itu, adalah seperti  yang diceritakan dalam komik-komik tentang negeri dongeng.

Bukti bahwa kaum Wahhabi Mujassimah meyakini keberadaan Allah itu bertempat di langit dapat dibaca pada situs:

www.muslim.or.id  menyebutkan (cuplikan dari artiel karya Abu Bakr Anas Burhanuddin, Lc)

Sifat Istiwa Allah di Atas Arsy.


B. Arti Istiwa

Lafazh istawa ala (اِسْتَوَى عَلَى) dalam bahasa Arab  yang dengannya Allah menurunkan wahyu berarti (عَلاَ وَارْتَفَعَ), yaitu berada di atas (tinggi/di ketinggian). Hal ini adalah kesepakatan salaf dan ahli bahasa. Tidak ada yang memahaminya dengan arti lain di kalangan salaf dan ahli bahasa.

Adapun Arsy, secara bahasa artinya Singgasana kekuasaan. Arsy adalah makhluk tertinggi. Rasulullah shollallahualaihiwasallam bersabda:

فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَاسْأَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ

Maka jika kalian meminta kepada Allah, mintalah Al-Firdaus, karena sungguh ia adalah surga yang paling tengah dan paling tinggi. Di atasnya singgasana Sang Maha Pengasih, dan darinya sungai-sungai surga mengalir. (HR. Al-Bukhari)

Arsy juga termasuk makhluk paling besar. Allah menyifatinya dengan adhim (besar) dalam Surat An-Nahl: 26. Ibnu Abbas rodiallahuanhu berkata:

الْكُرْسِيُّ مَوْضِعُ الْقَدَمَيْنِ ، وَالْعَرْشُ لاَ يَقْدِرُ قَدْرَهُ إِلاَّ اللهُ تعالى
.
Kursi adalah tempat kedua kaki (Allah), dan Arsy (singgasana) tidak ada yang mengetahui ukurannya selain Allah Ta`ala. (Hadits mauquf riwayat Al-Hakim dan dishahihkan Adz-Dzahabi dan Al-Albani)

Allah juga menyifatinya dengan Karim (mulia) dalam Surat Al-Mukminun: 116 dan Majid (agung) dalam Surat Al-Buruj: 15.

Dalam suatu hadits shahih riwayat Al-Bukhari dan Muslim dijelaskan bahwa Arsy memiliki kaki, dan dalam surat Ghafir: 7 dan Al-Haaqqah: 17 disebutkan bahwa Arsy dibawa oleh malaikat-malaikat Allah.

Ayat dan hadits yang menjelaskan tentang istiwa di atas Arsy menunjukkan hal-hal berikut:

1. Penetapan sifat istiwa di atas Arsy bagi Allah, sesuai dengan keagungan dan kemuliaan-Nya.

2. Bahwa Dzat Allah berada di atas.

C. Beberapa Peringatan Penting:

Pertama:

Istiwa adalah hakikat dan bukan majas.

Tambahan dari Al-Akh Abu Mushlih:

Allah Ta`ala bersemayam di atas Arsy. Di dalam ayat disebutkan Ar-Rahmaanu alal arsyistawaa. Secara bahasa istiwa itu memiliki empat makna yaitu:

1. Ala (tinggi)

2. Irtafa`a (terangkat)

3. Sho`uda (naik)

4. Istaqarra (menetap)

Sehingga makna Allah istiwa di atas Arsy ialah Allah menetap tinggi di atas Arsy.

Sedangkan makna Arsy secara bahasa ialah: Singgasana Raja. Adapun Arsy yang dimaksud oleh ayat ialah sebuah singgasana khusus milik Allah yang memiliki pilar-pilar yang dipikul oleh para malaikat. Sebagaimana disebutkan di dalam ayat yang artinya, Dan pada hari itu delapan malaikat memikul arsy.. (www.muslim.or.id)

Jadi, menurut Sdr. Abu Bakr Anas Burhanuddin, Lc dan Sdr. Mushlih sebagai penganut Wahhabi Mujassimah, bahwa Allah itu adalah Tuhan yang berada/bertempat di atas langit secara hakiki.

Tidakkah keyakinan ini menunjukkan adanya Allah (Tuhan Pertama) itu bertempat di langit sesuai keyakinan kaum Wahhabi Mujassimah?  Lantas dimana kira-kira keberadaan Tuhan Kedua? Apakah bertempat di Goa Tsur, Makkah?

Menurut kaum Wahhabi Mujassimah, bahwa ayat-ayat yang berkaitan dengan Dzat Allah itu tidak boleh ditakwili dan harus diartikan secara hakikat (alias sesuai makna yang tersurat), bukan secara majaz (alias makna yang tersirat), maka untuk memahami ayat-ayat berikut pun kaum Wahhabi Mujassimah akan memberlakukan kaedah yang sama pada:

    QS. Attaubah, ayat 40 :  لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا (Janganlah engkau khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita.!). Ayat ini turun saat Nabi SAW dan Sy. Abu Bakar berangkat hijrah, dan dikejar oleh orang-orang kafir Quraisy, lantas beliau berdua bersembunyi di Goa Tsur, hingga pada saat Sy. Abu Bakar merasa khawatir atas kondisi itu, maka Nabi SAW mengatakan: Janganlah engkau khawatir, sesungguhnya Allah bersama kita. Yakni artinya secara dhahir lafadz, menurut aturan kaum Wahhabi Mujassimah, bahwa Allah sedang bersama Nabi SAW dan Sy. Abu Bakar ikut bersembunyi di Goa Tsur.

Penulis pernah masuk ke Goa Tsur, kira-kira tinggi pintunya tidak lebih dari satu meter, dan luas dalamnya juga terasa tidak nyaman untuk tempat duduk bagi tiga orang. Jika ingin shalat di dalam Goa Tsur, maka yang paling memungkinkan adalah shalat dengan posisi duduk, sendirian atau tidak berjamaah dan tidak berdiri, karena sempitnya ruangan Goa Tsur itu.

Dengan memahami gambaran lokasi di dalam Goa Tsur yang sempit itu, maka timbul pertanyaan sbb: Jika digambarkan oleh kaum Wahhabi Mujassimah, bahwa Allah secara hakikat telah datang menemani Nabi SAW dan Sy. Abu Bakar Asshiddiq  di Goa Tsur, lantas seberapa besar ukuran tubuh Allah yang ada di Goa Tsur itu?

Sedangkan dalam pemahaman kaum Wahhabi Mujassimah, bahwa Arsy sebagai tempat singgasana Allah (Tuhan Pertama) yang berada di langit itu tubuh-Nya sangat besar, sesuai gambaran  Arsy itu  ditopang oleh 8 malaikat. Padahal untuk menggambarkan seberapa besar bentuk seorang malaikat Jibril sebagai permisalan ukuran wujud para malaikat yang lainnya, maka Nabi SAW menyatakan, bahwa beliau SAW pernah melihat malaikat Jibril dalam pakaian hijau, memenuhi antara langit dan bumi. (HR. Muslim, dari Ibnu Mas`ud).

Karena singgasana Arsy tempat duduk Allah itu sangat besar, tentu Allah (Tuhan Pertama) yang duduk di Arsy juga harus digambarkan bertubuh besar, agar seimbang dengan besarnya bentuk kursi singgasana tempat duduk-Nya.

Kemudian untuk menggambarkan Allah (Tuhan Kedua) yang berada di bumi dan menemani Nabi SAW dan Sy. Abu Bakar bersembunyi di Goa Tsur itu, tentunya adalah tuhan yang bertubuh kecil, dan tidak mungkin lebih besar dari ukuran lobang Goa Tsut itu sendiri.

Karena, kalau digambarkan bahwa Allah yang datang ke Goa Tsur itu bertubuh sangat besar, dan sangat berat timbangannya, hingga perlu ditopang oleh 8 malaikat, maka Goa Tsur  pun tidak akan mampu menampung tubuh Allah, apalagi jika harus disandingkan bersama Nabi SAW dan Sy. Abu Bakar.

Hal ini membuktikan bahwa kaum Wahhabi Mujassimah meyakini adanya Allah (Tuhan Pertama) yang bertubuh besar, bertempat di langit, dan adanya Allah (Tuhan Kedua) yang bertubuh kecil berada di bumi (di Goa Tsur).
 
Apakah Allah, tuhannya kaum Wahhabi Mujassimah hanya ada dua seperti tersebut di atas? Rupanya umat Islam tidak boleh hanya berhenti sampai di situ, karena ada ayat-ayat lain yang menurut kaum Wahhabi Mujassimah harus diartikan sesuai hakikat dhahir ayatnya, dan tidak boleh ditakwil sama sekali, yaitu:

    QS. Alhadid, ayat 4 : وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ (dan Dia (Allah) bersama kalian di mana saja kalian berada).

Dalam gramatikal Arab, lafadz   كُنْتُم  itu berarti kalian yang jumlah personnya adalah banyak (jamak), minimal tiga orang dan bisa lebih. Sebut saja lafadz  kalian dalam ayat ini berarti tiga orang, kemudian sebut pula dalam lafadz kalian pada ayat ini adalah bernama Ali, Farhan dan Abbas. Maka ayat ini dalam konotasi hakikat dhahir ayat, memberi pengertian sebagai berikut:

1.    Jika Ali berada di Jakarta, maka Allah juga berada di Jakarta menyertai keberadaan Ali.

2.    Jika dalam waktu yang bersamaan, ternyata Farhan berada di Semarang, tentunya ada Allah yang menyertai keberadaan Farhan di Semarang.

3.    Padahal di saat itu pula Abbas ternyata berada di Surabaya yang mengharuskan adanya Allah menyertai Abbas berada di Surabaya.

Jadi, berapa jumlah tuhan-nya kaum Wahhabi Mujassimah, minimal tiga tuhan kaan? Lantas bagaimana jika isi person pada lafadz kalian itu ternyata berjumlah 1000 orang dan tersebar di tiap-tiap kota besar di dunia ini, maka perlu berapa tuhan untuk menyertai mereka?

Ada lagi yang perlu diteliti oleh umat Islam tentang keyakinan kaum Wahhabi Mujassimah dalam memahami ayat tentang Dzat Allah, sebagai bukti penguat bahwa tuhan mereka itu berbilang, dan tidak hanya satu Tuhan:

    QS. Albaqarah, ayat 115 : وَ ِللهِ الْمَشْرِقُ وَ الْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللهِ إِنَّ اللهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ. (Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke (arah) mana pun kalian menghadap maka di situlah wajah (Dzat) Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (rahmat-Nya) lagi Maha mengetahui).

Arti ke (arah) mana pun kalian menghadap, maka di situlah Dzat Allah, memberi makna secara hakikat dhahir lafadz, adalah: Ada Allah di arah barat, dan ada Allah di arah timur, selatan, utara, barat daya, barat laut, timur laut dan tenggara. Jadi minimal ada delapan wujud Allah, tuhannya kaum Wahhabi Mujassimah. Itu jika harus mengikuti pemahaman dhahir ayat ini secara hakikat (tekstual), seseuai aturan yang diterapkan oleh kaum Wahhabi Mujassimah sendiri, dan menolak makna majaz (maknawiyah/kontekstual).  

Jadi, berapa banyak sih tuhan kalian itu wahai kaum Wahhabi Mujassimah? Waah banyak sekali yaa jumlahnya?

(NB: Para pengunjung yang ingin berkomentar, mohon tidak keluar dari tema judul di atas)

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: rahman  - Kota: bandung
Tanggal: 28/11/2013
 
terlihat sekali bodohnya SYIAH RAFIDAH dan WAHABI. mereka beragama tapi tidak menggunakan anugerah yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu otak.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga keluarga kita terbebas dari kesesatan Syiah dan Wahhabi.

2.
Pengirim: harun  - Kota: semarang
Tanggal: 30/11/2013
 
boleh di kupas juga ajaran hisbul tahrir pengen tau kesesatanya dmn?? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Silahkan baca artikel kami pada judul: KHILAFAH DI INDONESIA.

3.
Pengirim: Abu Raihan  - Kota: Palangkaraya
Tanggal: 30/11/2013
 
Assalamu alaikum Wr Wb.

Afwan Ustadz Lutfhi,
Subhanalloh, sungguh sesat apabila seorang Muslim memiliki keyakinan bahwa Allah ada di Gua Tsur, ada di mana mana, sehingga Allah banyak, seperti keyakinan Wahabi Mujassimah sebagaimana tulisan di atas.

Tetapi, siapakan yang Ustadz maksud dengan Wahabi Mujassimah dalam tulisan di atas?

Apabila yang Ustadz maksud adalah mereka yang meyakini bahwa Allah mempunyai tangan,
sebagaimana Allah سبحانه وتعالى berfirman (yang artinya): Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya. Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Rabb dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.(az-Zumar: 67)

Demikian pula dalam firmanNya (yang artinya): Seandainya dia (Muhammad) mengadakan sebagian perkataan atas (nama) Kami, niscaya benar-benar Kami pegang dia dengan tangan kanan. Kemudian benar-benar Kami potong urat tali jantungnya. (al-Haaqqah: 44-46).
Apakah keyakinan ini yang Ustadz maksudkan sebagai WAHABI MUJASSIMAH?

Menurut Firman Allah tersebut, Allah SWT memiliki TANGAN, saya sebagai umat Islam mempercayai itu. Mengapa saya harus mempercayai bahwa Allah SWT memiliki TANGAN? Ya karena Allah Taala menerangkan kepada kita demikian. HANYA SAJA, BERSAMAAN KEYAKINAN SAYA BAHWA ALLAH SWT MEMILIKI TANGAN KANAN MAKA SAYA MEYAKINI BAHWA TANGAN KANAN ALLAH SWT TIDAK SAMA DENGAN TANGAN MANUSIA, TIDAK SAMA DENGAN TANGAN MAKHLUK NYA.

Mengapa sebagian dari kita sulit menerima keyakinan seperti ini? Bukankah Allah SWT maha kuasa atas sesuatu? Termasuk Allah memiliki TANGAN? Apa sulitnya bagi Allah untuk memiliki TANGAN (Nya)?

Apakah keyakinan ini yang Ustadz maksudkan sebagai WAHABI MUJASSIMAH? Mohon penjelasan Ustadz.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya benar, kalau anda merasa menjadi Wahhabi Mujassimah, seperti cara anda dalam mengolah kata-kata, yang terkesan harus memahami ayat Alquran hanya secara TEKSTUAL/HARFI/Hanya mengikuti terjemahan disesuaikan kamus Arab-Indonesia saja, dan mengharamkan takwil seperti kebanyakan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi. Jadi rupanya Tuhan anda memang banyak jumlahnya yaa...?

Termasuk tokoh Wahhabi Mujassimah sekelas Bin Baz yang Tunanetra, maka dia wajib meyakini seyakin-yakinnya terhadap pemahaman TEKSTUAL surat Al-isra, ayat-72: Man kaana fi haadzihi a'maa fahuwa fil aakhirati a'maa wa adhallu sabiila. Arti A'MAA menurut ahli bahasa adalah Tunanetra (BUTA MATA), maka Bin Baz harus juga memahamanya model tafsir ala Wahhabi Mujassimah sbb:

Barangsiapa yang di dunia ini BUTA (Tunanetra), maka di akherat pun dia akan semakin BUTA (Tunanetra) dan dia akan tersesat jalan (ke neraka).

Ayat ini menurut www.muslim.or.id di atas kan tidak boleh ditakwil dengan selain pemahaman dhahir (hakikat) lafadz pada ayatnya... alias harus mengikuti keyakinan Wahhabi Mujassimah. Maka Bin Baz sebagai tokoh Wahhabi, juga harus mengikuti kaedah Wahhabi Mujassimah, termasuk keyakinan mengharamkan pentakwilan ayat Mutasyabihah.

Nah, karena Bin Baz tokoh penganut Wahhabi Mujassimah Saudi Arabiah anti takwil, maka dia kelak di akhirat akan tersesat ke jalan neraka, gara-gara dia itu Tunanetra sejak di dunia, alias matanya buta baik di dunia maupun akhirat. Begitulah rupanya cara Wahhabi memahami ayat Alquran.

Anda juga seperti itu kan ?

4.
Pengirim: Sudar poetra  - Kota: Batang
Tanggal: 1/12/2013
 
Bismilahirahmanirahim..
Kaum wahaby ketika di desak dg pertanyaan mengenai ayat yg secara teks menunjuk kan Allah ada di bumi,ternyata mereka berkata"yg bersama kita itu ilmu nya".akhirnya taqwil jg tho.
tp aneeh,wahaby mengharamkan taqwil kpd ayat yg secara teks menunjuk kan Allah ada di langit,bukan kah langit itu tempat jg, lha memange alquran itu milik dia sehingga semau nya saja..wallahu a'lam. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk membongkar kesesatan Aqidah Mujassimahnya kaum Wahhabi, maka kami posting artikel ini.

5.
Pengirim: Sudar poetra  - Kota: Batang
Tanggal: 1/12/2013
 
Kata orang wahaby,Allah itu pny tangan tp tdk sama spt tangan nya mahluk,Allah duduk tp tdk sama spt duduknya mahluk,Allah pny wajah to tdk sama spt wajahnya mahluk..!
haha,ane gelik denger nya.. !.
hey saudara wahaby bkn kah tangan mahluk jg berbeda2,bahkan wajah manusiapun ya berbeda2. tapi itu lah yg di sebut "menyerupakan"..dan menyeruapakan itu ya tdk hrs sama persis.(belajar bhs indonesia lg). dan itu lah yg di singgung oleh alqur'an "LAISSA KAMISLIHI SYAI'UN"...
Wallahu a'lam. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dalam artikel kami, sebagaimana yang kami nukil dari www.muslim.or.id, jelas-jelas dikatakan oleh kaum Wahhabi, bahwa ayat-ayat Alquran itu harus diartikan secara Tekstual (Hakiki), bukan Majaz (Talwil), karena itu Wahhabi Indonesia itu rata-rata adalah kaum Mujassimah, termasuk Sdr. Abu Raihan, dan secara otomatis tuhan mereka sangat banyak, minimal sejumlah manusia hidup yang akan disertai oleh tuhan-tuhan itu dimana saja manusia-manusia itu berada (Wahuwa ma'akum ainamaa kuntum: "dan Dia (selalu) menyertai kalian (segenap manusia) dimana saja kalian berada".

6.
Pengirim: Abu Raihan  - Kota: Palangkaraya
Tanggal: 2/12/2013
 
Assalamu alaikum WW,
Ustadz Lutfhi, saya tidak menolak tafsir, sebagaimana yang ustdz tuduhkan. Tidak demikian.

Berbicara tentang sifat Allah, tidak lepas dari Al Quran dan penjelasan Rosululloh SAW. Dan Alloh menerangkan dalam Surat Al Maidah ayat (3), sungguh agama ini telah sempurna. Al Quran turun lewat Nabi Muhammad SAW sebanyak 30 juz saya mengimaninya. Sebanyak 30 Juz kandungan Al Quran tersebut semuanya telah dijelaskan, semuanya telah diterangkan oleh Rosululloh SAW kepada para sahabat, itu juga saya mengimanimya.
Artinya tidak ada satu ayat pun yang Rosululloh tidak menerangkan kepada kita, termasuk tentang sifat-sifat Allah semuanya telah diterangkan kepada kita.

Oleh karena itu Ustadz, mengenai sifat Allah saya mengimaninya sebagaimana yang Allah sendiri terangkan dalam Al Quran dan sebagaimana yang Rosululloh SAW terangkan lewat lisannya kepada para sahabat. Itulah yang saya imani dan bukan keterangan dari manusia (ulama), yang menafsirkan teks ayat Al Quran dengan royu nya.

Disinilah letak perbedaan kita, yaitu mengenai tafsir. Saya meyakini bahwa Al Quran tidak ditafsirkan dengan akal, tetapi ayat Al AQuran ditafsirkan dengan ayat-ayat Al Quran, Al Quran ditafsirkan dengan Hadist-penjelasan Rosululloh, Al Quran ditafsirkan dengan penjelasan para sahabat (dan ini sebenarnya merupakan penjelasan Rosululloh kepada para sahabat, kemudian sahabat menerangkan kepada kita).
Sekali lagi disinilah letak perbedaan kita, yaitu CARA MEYAKINI SESUATU (KANDUNGAN AL QURAN).

Apabila saya mengimani sebagaimana pemahaman tersebut di atas, lantas Ustadz menyalahkannya, bahkan Ustadz Lutfhi seolah-olah mengetahui apa-apa yang ada dihati saya, seperti Allah itu banyak?
Padahal saya yakin seyakin-yakinnya, bahwa Alloh tidak berbilang, Allah itu Esa! Titik.

Maka dengan pengetahuan apakah Ustadz menyalahkannya keyakinan saya?
(Mengingat ada perbedaan yang cukup menyolok maka komentar saya terhadap tulisan Ustadz saya cukupkan sekian).
Afwan mungkin ada kata-kata yang tidak berkenan, semoga Allah SWT membimbing kita kepada jalan para Salafush Sholih. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya seperti anda inilah gaya-gaya Wahhabi Mujassimah untuk ngeles (menghindar) dari pembahasan jika terdesak. Padahal anda sendiri yang masuk ke wilayah pembahasan kami bertema, Ternyata tuhannya kaum Wahhabi Mujassimah itu banyak jumlahnya.

Lantas anda minta konfirmasi tentang jati diri anda kepada kami, dengan menampilkan argumentasi-argumentasi tekstual, yang seakan-akan menggiring pembaca untuk mengatakan bahwa aqidah anda adalah 'kebenaran' yang tidak tersentuh oleh siapapun, sehingga kami dapat menyimpulkan tentang jati diri anda, seperti yang ingin anda ketahui lewat analisa kami. Eh, ternyata setelah kami jawab sesuai keinginan anda, kok anda jadi sewot, lucu sekali sifat anda ini.

Coba simak:

Tenntang hakikatTANGAN ALLAH menurut Wahhabi Mujassimah:

Syeikh Bin Baz (Muhammad bin Abdul Aziz bin Baz) dalam kitab karangannya yg bernama Masail Al-Imam Bin Baz yang ditahqiq oleh Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Mani Cetakan pertama tahun 2007/1428 H percetakan Darr Tadmuria, Riyadh, Arab Saudi pada halaman 49 (versi pdf) soal ke 80 berbunyi:

Pertanyaan: Apakah dikatakan Allah memiliki tangan yg lain (tangan kiri)? Beliau menjawab: Telah ditetapkan dalam hadits shahih [akan tetapi tangan Allah kanan yg memberkahi] dan unt ini beliau berkata: (Kedua TANGAN ALLAH ADALAH KANAN).

Jadi menurut Wahhabi Mujassimah, ternyata Allah itu memiliki dua tangan yang kedua-duanya adalah kanan semuanya. Tentunya demikian juag cara mereka memahami secara tekstual ayat-ayat berikut:

لِما خَلقتُ بيَديّ
Yang telah Aku ciptakan dengan KEDUA TANGAN-Ku

يَدُ الله فَوقَ أيْديْهمْ
SATU TANGAN Allah di atas tangan mereka

بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوْطَتَان
Tetapi KEDUA TANGAN Allah terbuka

بيَدهِ مَلكُوْتُ كُلّ شَىء
Di SATU TANGAN-Nya kekuasaan atas segala sesuatu

بيَدِكَ الْخَيْر
Di SATU TANGAN-Mu segala kebajikan

وَالسّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بأيْد
Dan langit itu Kami bangun dengan BANYAK TANGAN

Perlu diingat, bahwa menurut aqidah Aswaja, ayat-ayat ini tidak boleh dipahami dalam makna dhahirnya, yang mengatakan seakan bahwa Allah memiliki anggota badan (tangan). Makna dhahir ayat-ayat ini seakan mengatakan bahwa Allah memiliki satu tangan, dua tangan, dan atau tangan yang sangat banyak.

Kata al-yad اليد dalam bahasa Arab memiliki makna yang sangat banyak, di antaranya dalam makna an-Nimah wa al-Ihsn النعمة والإحسان, artinya; Karunia (nikmat) dan kebaikan. Adapun makna perkataan orang-orang Yahudi dalam firman Allah: Yadullh Maghllah يد الله مغلولة adalah dalam makna Mahbsah An an-Nafaqah محبوسة عن النفقة, artinya menurut orang-orang Yahudi Allah tidak memberikan karunia dan nikmat, [bukan arti ayat tersebut bahwa Allah memiliki tangan yang terbelenggu].

Makna lainnya, kata al-yad dalam pengertian al-Quwwah, القوة ; artinya Kekuatan atau kekuasaan. Orang-orang Arab biasa berkata: Lah Bi Hadz al-Amr Yad, له بهذا الأمر يد, artinya: Orang itu memiliki kekuatan (kekuasaan) dalam urusan ini. Firman Allah: بل يداه مبسوطتان; yang dimaksud adalah dalam pengertian ini, artinya bahwa nikmat dan kekuasaan Allah sangat luas [bukan artinya bahwa Allah memiliki dua tangan yang sangat lebar].

Demikian pula firman Allah tentang penciptaan Nabi Adam: لما خلقت بيدي; juga dalam pengertian bahwa Allah menciptakan Nabi Adam dengan kekuasaan-Nya dan dengan karunia dari-Nya. Kemudian pula diriwayatkan dari Imam al-Hasan dalam tafsir firman Allah: يد الله فوق أيديهم; beliau berkata: Kata يد di sini yang dimaksud adalah karunia dan nikmat Allah. Inilah penafsiran-pana fsiran dari para ulama Ahli Tahqq.

Sementara al-Qdl Abu Yala berkata: اليدان adalah bagian dari sifat Dzat Allah. [Artinya ia menetapkan bahwa Dzat Allah memiliki anggota-anggota badan yang memiliki bagian-bagian]. Nadzu billh.
Apa yang diungkapkan oleh Abu Yala ini adalah pendapat sesat yang sama sekali tidak memiliki argumen dan hanya didasarkan kepada hawa nafsu belaka.

Dalam alasannya yang sangat lemah dia berkata: Sendainya Nabi Adam tidak memiliki keistimewaan tentu Allah tidak akan mengungkapkan dengan kata اليد dalam penciptaannya. Allah mengungkapkan dengan kata Bi Yadayya بيَدَيّ; jika ini diartikan dalam makna kekuatan atau kekuasaan maka berarti Nabi Adam tidak memiliki keistimewaan dibanding makhluk hidup lainnya; oleh karena semua makhluk diciptakan dengan kekuatan dan kekuasaan Allah, dan tentunya tidak akan diungkapkan dalam redaksi mutsann (bentuk kata untuk menunjukan dua). [Dengan argumen ini Abu Yala hendak menetapkan bahwa Allah memiliki dua tangan].

Kita jawab kesesatan Abu Yala ini: Tidak demikian wahai Abu Yala. Dalam bahasa Arab bentuk kata mutsann biasa dipakai untuk mengungkapkan kekuatan dan kekuasaan, seperti bila dikatakan: ليس لي بهذا الأمر يدان; artinya Saya tidak memiliki kekuatan untuk mengurus perkara ini.

Dalam sebuah bait syair, Urwah bin Hizam berkata:
فَقَالا شفَاك اللهُ والله مَا لنَا بِما ضمّت منكَ االضّلوعُ يدَان
[Artinya: Mereka berdua berkata: Semoga Allah memudahkannya bagimu, karena demi Allah kami tidak memiliki kekuatan (kekuasaan) untuk memudahkan segala kesulitan yang tengah menimpamu].

Adapun perkataan kaum Musyabbihah bahwa penggunaan kata اليدان [dalam bentuk mutsann] dalam penciptaan Nabi Adam yang langsung disandarkan kepada Allah [yaitu menjadi Bi Yadayya بيديّ] adalah untuk mengungkapkan keistimewaan, artinya bahwa penciptaan Nabi Adam ini berbeda dengan penciptaan Allah terhadap binatang-binata ng yang lain; kita jawab kesesatan mereka ini bahwa dalam al-Quran Allah berfirman:
أنّا خَلَقْنَا لَهُمْ مِمّا عَمِلَتْ أيْدِيْنَا أنْعَامًا /يس : 71
Dalam ayat ini dipakai kata أيدينا [bentuk jamak] yang langsung disandarkan kepada Allah.

Ayat ini tidak untuk menunjukan bahwa binatang-binatang ternak memiliki keistimewaan di atas seluruh binatang lainnya hanya karena redaksi penciptaannya dengan kata أيدينا yang langsung disandarkan kepada Allah. [Apakah hanya dengan alasan bahwa penciptaan Nabi Adam dan binatang-binata ng ternak disandarkan langsung kepada Allah lalu kemudian keduanya memiliki keistimewaan yang sama.

Kemudian dari pada itu, Allah berfirman:
وَالسّمَاءَ بَنيْنَاهَا بأيْد /الذاريات: 47
[Dalam ayat ini dipergunakan kata أيدٍ; bentuk jamak dari يد. Ayat ini tidak boleh dipahami makna zahirnya yang mengatakan seakan Allah memiliki anggota badan; tangan yang sangat banyak].

Makna أيدٍ dalam ayat ini adalah القوّة, artinya kekuatan, dengan demikian makna ayat tersebut: Dan langit telah Kami (Allah) membangunnya (menciptakannya ) dengan kekuatan. [Dalam ayat ini disebutkan penciptaan langit dengan kata بنيناها بأيد yang disandarkan langsung kepada Allah; ini tidak serta-merta bahwa langit memiliki keistimewaan yang sama dengan Nabi Adam.

Dengan demikian menjadi jelas bahwa redaksi بيَدَيّ (bentuk mutsann) dalam penciptaan Nabi Adam bukan untuk menetapkan bahwa Allah memiliki dua tangan].

Adapun tentang penciptaan Nabi Adam yang diungkapkan dengan redaksi; نفخ فيه من روحه; adalah untuk tujuan pemuliaan [artinya penyandaran secara langsung kepada Allah di sini disebut dengan Idlfah at-Tasyrf; bahwa penciptaan Nabi Adam sangat dimuliakan oleh Allah], ini berbeda dengan penciptaan makhluk lainnya yang diungkapkan dengan al-Fil wa at-Takwn, الفعل والتكوين [artinya disebutkan dengan proses penciptaan; tanpa langsung disandarkan kepada Allah].
Firman Allah tentang penciptaan Nabi Adam ini (QS. Shad: 75) harus dipahami demikian, tidak boleh dipahami bahwa Allah memiliki anggota badan; memiliki dua anggota tangan, karena pemahaman seperti ini jelas tidak sesuai bagi keagungan Allah.

Sesungguhnya Allah dalam perbuatan-Nya tidak membutuhkan kepada peralatan-peralatan, dan tidak membutuhkan kepada anggota-anggota badan; Allah maha suci dari itu semua.

Sangat tidak layak bagi kita untuk mencari-cari pemahaman tentang kemuliaan penciptaan Nabi Adam lalu kita melalaikan kesucian Allah dengan menetapkan anggota tangan bagi-Nya, padahal Allah maha suci dari bagian-bagian dan maha suci dari alat-alat (anggota-anggot a badan) dalam segala perbuatan-Nya, karena sifat-sifat yang demikian itu adalah sifat-sifat benda.

Yang sangat parah dan mengherankan salah satu dari tiga orang pemuka akidah tasybh yang kita sebutkan di atas berkeyakinan bahwa Allah besentuhan; dengan dasar akidah sesat ini ia mengatakan bahwa Allah dengan tangan-Nya menyentuh tanah yang merupakan bahan bagi penciptaan Nabi Adam.

Lalu orang ini mengatakan bahwa tangan-Nya tersebut adalah bagian dari Dzat-Nya. Nadzu billh. Siapapun yang berakidah tasybh semacam ini jelas berkeyakinan bahwa Allah sebagai benda (jism); dan itu artinya --dengan dasar keyakinan buruk seperti ini-- bahwa Allah menyatu (bersentuhan) dengan tanah yang merupakan bahan bagi penciptaan Nabi Adam, dan setelah bersentuhan dengan tanah lalu Allah mulai menciptakan Nabi Adam; adakah dapat diterima akal sehat pemahaman semacam ini padahal jelas merupakan perkara indrawi?!

Adakah dalam keyakinan mereka bahwa Allah memiliki jarak; artinya jauh dari tanah tersebut, dan lalu Allah butuh untuk mendekat kepadanya?! Nadzu billh.

Allah sendiri telah membantah orang yang berkeyakinan proses penciptaan Nabi Adam semacam ini dengan firman-Nya:
إنّ مثَل عيْسَى عنْد الله كمَثَل ءادَم خَلقَه منْ تُرَاب ثُمّ قالَ لَه كُنْ فَيكُوْن / ءال عمران: 59
[Maknanya: Sesungguhnya perumpamaan Nabi Isa bagi Allah sebagaimana Nabi Adam; Dia (Allah) menciptakan Nabi Adam dari tanah kemudian mengatakan bagi tanah: Jadilah[1], maka terjadilah. (QS. Ali Imran: 59].

Kata kun secara literal berarti; Jadilah; bukan artinya Allah berkata-kata dengan huruf-huruf, suara, dan bahasa. Tetapi kata kun adalah untuk mengungkapkan bahwa segala apa yang dikehendaki oleh Allah pasti terjadi dengan cepat dan tanpa ada siapapun yang dapat menghalangi-Nya ..

Ayat-ayat yang menyebut perkataan tangan tetapi bukan dengan maksud tangan ;

1) (Surah Al-Mujadilah : 12) فقدموا بين يدي نجواكم صدقة
Di dalam ayat ini Allah menyandarkan perkataan tangan kepada najwa. Najwa bermaksud perbualan rahsia. Apakah perbualan rahsia juga ada tangan? Jadi tangan di sini bukan bermaksud tangan seperti zahirnya tetapi hanya majaz seperti yang telah dijelaskan di atas.

2) (Surah Al-Araaf : 57) وَهُوَ الَّذِي يُرْسِلُ الرِّيَاحَ بُشْراً بَيْنَ يَدَيْ رَحْمَتِهِ
Di dalam ayat ini disebut tangan rahmat. Rahmat di sini bermaksud hujan. Apakah hujan ada tangan?
Dua ayat di atas menafikan pandangan wahabi yang mengatakan tangan Allah dengan maksud hakiki bukan majazi.

Padahal jika diletak makna hakiki kepada dua ayat di atas amatlah menyimpang daripada maksudnya. Justeru itu, ulama memahami makna yadun kepada Allah bukan dengan makna tangan yang hakiki tetapi majazi sahaja yang perlu ditakwil kepada makna yang selayaknya seperti kuasa, nimat, pahala, pertolongan dan lain-lain sepertimana takwilan ahli sunnah wal jamaah daripada ulama khalaf dan salaf demi menjaga kemurniaan akidah umat Islam.

Jika Allah ada tangan bagaimana golongan wahabi ingin menjawab kepada persoalan ayat ini. Firman Allah Taala;
كل من عليها فان ويبقى وجه ربك ذو الجلال والاكرام
Semua yang ada di atas dunia akan binasa dan yang kekal wajah Tuhan kamu yang mempunyai ketinggian dan kemuliaan

Ayat ini menyatakan semua akan binasa kecuali wajah Allah. Di mana tangan Allah? Apakah tangan Allah juga binasa?

Dangkal sungguh fahaman yang mengatakan Allah bertangan seperti mana akidah golongan yahudi.

Wajah di sini bermaksud zat Allah yang tidak bertangan dan berwajah seperti fahaman wahabi atau salafi yang mendakwa mengikut salaf tetapi menyimpang daripada akidah salaf yang sebenar. Jika Allah bertangan sudah tentu Allah akan menyebut di dalam ayat di atas tangannya juga kekal. Mana mungkin tangan Allah juga binasa.

Diakan Allah yang bersifat dengan sifat baqa (tidak binasa dan kekal selama-lamanya) .

Kesimpulannya :

1) Tidak salah kita mentakwilkan ayat dua tangan dengan maksud kuasa sepertimana kenyataan ulama yang telah ana bawakan. Dua tangan tidak merujuk kepada bilangan dua kuasa kerana sememangnya tangan itu dua. Mewakili Kiri dan kanan. Seperti kita katakan melihat dengan dua mata. Sememangnya melihat dengan menggunakan dua mata bukan dengan dua telinga tetapi ia sebagai jalan taukid (menegaskan) lagi kita benar-benar melihat. Menggunakan dua tangan menunjukkan kita benar-benar buat dalam keadaan bersungguh.

2) Kuasa merupakan sifat wajib bagi Allah adapun tangan merupakan sifat yang mustahil bagi Allah kerana bersalahan dengan sifat mukhalafatuhul lilhawadith.

3) Mengisbatkan tangan bagi Allah boleh menyebabkan kufur dan murtad kerana menyandarkan sifat yang tidak layak bagi Allah dan mensyirikan (menyekutukan) Allah dengan makhluk.

NB: TERNYATA MENURUT WAHHABI MUJASSIMAH, ALLAH ITU BERADA DI DALAM PERUT BUMI, COBA SIMAK PULA:
Ustadz Firanda (Wahhabi) yang menulis buku dengan judul: KETINGGIAN ALLAH SWT DI ATAS MAKHLUK-NYA.

Dalam hampir seratus halaman pertama ia berusaha meyakinkan kita semua bahwa akidah Islam sejati adalah akidah yang mengatakan bahwa Allah berada di atas langit ke tujuh/di arah atas!

Ada empat bahasan mendasar yang ia sajikan kepada kita dalam bukunya itu, di antaranya adalah:

A. DALIL BAHWASANYA ALLAH SWT BERADA DI ATAS. Di bawah sub judul itu ia menyebutkan delapan belas dalil yang keseluruhannya tidak mengena, sementara sebagian lainnya menggelikan, seperti akan saya buktikan secara bersendiri dalam blog kesayangan Anda ini.

Tetapi, di sini, kami hanya ingin menyajikan sebuah kenyataan yang mungkin tidak pernah terlintas dalam pikiran sebagian orang. Bahwa ternyata dalil-dalil yang mereka anggap menunjukkan secara akurat ketinggian Allah di atas makhluk-Nya dan bahwa Allah berada di atas, tenyata dalil-dalil itu dibombardir oleh beberapa riwayat shahih yang menentangnya dengan tajam bahkan mengatakan bahwa:

Ternyata Allah-nya Kaum Salafi Wahhbi Berada Di Dasar Perut Bumi Lapis Ke Tujuh!

Inilah kenyataan yang perlu segera mereka carikan jalan keluarnya agar mereka tidak kelihatan sedang kebingunan dan terbongkar karancuan akidahnya!

Hadis/atsar tentangnya telah diriwayatkan oleh Abdurrazzq ash Shanni dalam tafsirnya dengan sanad sebagai berikut:

عن معمر ، عن قتـادة قال : بينا النبي (ص) جالس مع أصحابه ، إذْ مرت سحاب ، فقال النبي (ص) : أتدرون ما هـذه ؟ هذه العنان ، هذه روايا أهل الأرض يسوقها الله إلى قوم لا يعبدونه ثم قال : أتدرون ما هذه السماء ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : هذه السماء موج مكفوف وسقف محفوظ ، ثم قال : أتدرون ما فوق ذلك ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : فوق ذلك سماء أخرى ، حتى عد سبع سماوات ، ويقـول: أتدرون ما بينها ؟ ثم يقول : ما بينها خمس مائة عام ثم قال : أتدرون ما فوق ذلك ؟ قال : فوق ذلك العرش ، ثم قال : أتدرون ما بينهما ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : بينهما خمسمائة سنة ، ثم قال : أتدرون ما تحت ذلك ؟ قالوا : الله ورسوله أعلم . قال : تحت ذلك أرض أخرى ، ثم قـال : أتدرون كم بينهما ؟ قالوا : الله ورسـوله أعلم ، قال : بينهما مسيرة خمسمائة سنة حتى عد سبع أرضين ، ثم قال : والذي نفسي بيده لو دلى رجل بحبل حتى يبلغ أسفل الأرض السابعة لهبط على الله ، ثم قال : ( هُـوَ الأَوَّلُ وَالآخِـرُ وَالظَّـاهِرُ وَالْبَـاطِـنُ وَهُـوَ بِكُـلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ.

Dari Mamar dari Qatadah, ia berkata, Ketika Nabi saw. duduk bersama para sahabatnya, lalu berlalulah awan, maka Nabi saw. bersabda:.. (karena terlalu panjang dan tidak terkait langsung dengan tema kita kali ini, maka kami artikan yang intinya saja:

Kemudian beliau bersabda, Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya, andai seorang mengulurkan tali tamparnya ke perut bumi sehingga sampai ke bagian terbawah dari bumi lapis ke tujuh pastilah ia turun atas Allah. Setelahnya beliau membacakan ayat:

هُوَ الْأَوَّلُ وَ الْآخِرُ وَ الظَّاهِرُ وَ الْباطِنُ وَ هُوَ بِكُلِّ شَيْ‏ءٍ عَليمٌ
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Lahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hadid,3)

Sanad Hadis:

Mungkin sebagian sarjana Salafi Wahhbi yang gemar meneliti sanad hadis seakan ahli hadis yang munpuni berusaha meragukan sanad dan keshahihan riwayat di atas, maka kami katakan bahwa dengan sedikit memperhatikan nama-nama para parawinya dan menyimak komentar para ulama dan pakar ilmu hadis, pasti sampai kepada sebuah kesimpulan akan keshahihannya.

Hadis ini telah diriwayatkan oleh al baihaqi dalam al Asm wa ash Shiff (sebuah kitab yang juga diandalkan Ustadz Firanda dalam membangun akidah bahwa Allah berada di atas).

Hadis dengan kandungan serupa juga telah diriwayatkan oleh para ulama di antara mereka adalah: Imam Ahmad dalam Musnad-nya, at Turmudzi dalam Sunan-nya, Abu Syeikh al Ishbahni dalam kitab al Adhamah-nya dan ath Thabarani dalam al Mujam al Kabr-nya[2].

Dan Majma az Zawid-nya, al Haitsami mengomentarinya demikian:

رواه الطبراني في الكبير ، ورجاله رجال الصحيح .
(Hadis ini telah diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam Mujam al Kabr-nya dan para parawinya adalah para perawi shahih),

7.
Pengirim: Jaka  - Kota: kaltim
Tanggal: 5/12/2013
 
pak kyai saya mohon takwilnya atas hadits yg bapak sebut terakhir yg mengenai tali yg diturunkan ke bumi lapis ketujuh yg akan 'turun' diatas Allah. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Takwilannya sbb:

إنما هبط على علم الله وقدرته وسلطانه ، علم الله وقدرتـه وسلطانـه في كـل مكـان

Dia turun dalam pengawasan ilmu Allah dan kekuasaannya, sedangkan ilmu dan kekuasaan Allah itu meliputi setiap tempat.

Maksud adalah orang itu akan mendapatkan ilmu dan kekuasaan 'kerajaan' Allah ada di perut bumi lapis tujuh itu, bukan dzat Allah yang bertempat/berlokasi di sana perut bumi.

8.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 8/12/2013
 
WAHABI ABU RAIHAN :
Berbicara tentang sifat Allah, tidak lepas dari Al Quran dan penjelasan Rosululloh SAW. Dan Alloh menerangkan dalam Surat Al Maidah ayat (3), sungguh agama ini telah sempurna. Al Quran turun lewat Nabi Muhammad SAW sebanyak 30 juz saya mengimaninya. Sebanyak 30 Juz kandungan Al Quran tersebut semuanya telah dijelaskan, semuanya telah diterangkan oleh Rosululloh SAW kepada para sahabat, itu juga saya mengimanimya. Artinya tidak ada satu ayat pun yang Rosululloh tidak menerangkan kepada kita, termasuk tentang sifat-sifat Allah semuanya telah diterangkan kepada kita.

Oleh karena itu Ustadz, mengenai sifat Allah saya mengimaninya sebagaimana yang Allah sendiri terangkan dalam Al Quran dan sebagaimana yang Rosululloh SAW terangkan lewat lisannya kepada para sahabat. Itulah yang saya imani dan bukan keterangan dari manusia (ulama), yang menafsirkan teks ayat Al Quran dengan royu nya.


SUNNI :
sesungguhnya Allah subhanahu wa taala telah berfirman dalam al-Quran:
Dan barangsiapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). (QS. al-Isra : 72).

Berdasarkan ayat di atas, apakah Anda berpendapat bahwa setiap orang yang tuna netra di dunia, maka di akhirat nanti akan menjadi lebih buta dan lebih tersesat???


 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Abu Raihan, Palangkaraya.

9.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 8/12/2013
 
WAHABI MENSESATKAN PARA ULAMA SUNNI

Jika wahabi abu raihan tidak keberatan maka silahkan disimak tulisan salah seorang pemuka kaum Wahhabiyyah; Abd ar-Rahman ibn Hasan, yang merupakan cucu dari Muhammad ibn Abd al-Wahhab. Dalam tulisannya, setelah ia mengungkapkan kesesatan kaum Jahmiyyah sebagai kaum yang menafikan sifat-sifat Allah (Muaththilah), ia kemudian mengatakan:
Kesesatan kaum Jahmiyyah ini kemudian diikuti oleh kaum Mutazilah dan kaum Asyairah dan beberapa kelompok lainnya. Karena itu mereka semua telah dikafirkan oleh banyak kalangan Ahlussunnah (Lihat buku mereka berjudul Fath al-Majid, cet. Maktabah Darussalam, Riyadl, 1413-1992, h. 353).

Tulisan Abd ar-Rahman ibn Hasan di atas adalah sikap yang sama sekali tidak apresiatif terhadap ulama Ahlussunnah. Ia menutup matanya sendiri untuk mengelabui orang lain; bahwa sesungguhnya kaum Asyariyyah tidak lain adalah kaum Ahlussunnah. Tahukah dia atau memang pura-pura tidak tahu bahwa Ibn Hajar seorang Asyari???
Adakah orang semacam Abdurrahman ibn Hasan, atau orang-orang Wahhabi lainnya, yang berkeyakinan bahwa Allah bertempat di atas arsy, mansifati-Nya dengan gerak dan diam, atau turun dan naik; pantas di katakan Ahussunnah?!
Demi Allah, mereka sedikitpun tidak layak untuk dikatakan Ahlussunnah. Klaim bahwa hanya kelompok mereka saja yang berhaluan Ahlussunnah adalah bohong besar. Adakah mereka tidak melihat [atau karena memang buta mata hatinya] bahwa barisan ulama Ahlussunnah adalah kaum Asyariyyah; para pengikut al-Imam Abu al-Hasan al-Asyari?!
Adakah orang semacam Ibn Taimiyah yang berkeyakinan tasybih; mengatakan bahwa Allah memiliki bentuk dan duduk di atas arsy, pantaskah ia untuk dijadikan panutan dalam masalah akidah?!

Silahkan abu raihan menyimak pula tulisan pemuka Wahhabi lainnya, Shalih ibn Fauzan al-Fauzan, dengan tanpa sungkan ia berkata:
Kaum al-Asyariyyah dan kaum al-Maturidiyyah adalah kaum yang menyalahi para sahabat dan Tabiin, juga para Imam madzhab yang empat dalam kebanyakan permasalahan akidah dan dasar-dasar agama. Karenanya mereka tidak layak untuk diberi gelar Ahlussunnah Wal Jamaah (Lihat dalam karyanya berjudul Min Masyahir al-Mujaddidin Fi al-Islam; Ibn Taimiyah, Muhammad ibn Abd al-Wahhab. Cet. Dar al-Ifta, Saudi Arabia, 1408 H, h. 32).

Pemuka wahhabi lainnya bernama Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, salah seorang pendakwah ajaran Wahhabi terdepan, dalam salah satu bukunya berjudul Liqa al-Bab al-Maftuh menusikan sebagai berikut:
Soal: Apakah Ibn Hajar al-Asqalani dan an-Nawawi dari golongan Ahlussunnah atau bukan?. Jawab (Utsaimin): Dilihat dari metode keduanya dalam menetapkan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah maka keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah.
Soal: Apakah kita mengatakan secara mutlak bahwa keduanya bukan dari golongan Ahlussunnah?. Jawab: Kita tidak memutlakan (Lihat buku dengan judul Liqa al-Bab al-Maftuh, cet. Dar al-Wathan, Riyadl, 1414 H, h. 42).

Silahkan pembaca ww.pejuangislam.com menilai sendiri bagaimana aqidah sesat wahabi.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Abu Raihan, Palangkaraya dan para pengunjung.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam