URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 4 users
Total Hari Ini: 205 users
Total Pengunjung: 6224317 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
TIDAK PERLU MEMBENTURKAN ISTIGHATSAH DAN RATIB, SHALAWAT BADAR DAN SIMTHUD DURAR 
Penulis: Pejuang Islam [21/5/2015]
 
TIDAK PERLU MEMBENTURKAN ISTIGHATSAH DAN RATIB, SHALAWAT BADAR DAN SIMTHUD DURAR

Beberapa hari ini, grup medsos yang saya ikuti, membahas statemen seseorang yang intinya, tidak perlu membaca Ratib, karena sudah ada istighatsah, tidak perlu membaca Simthud Durar, karena sudah ada Shalawat Badar. Pembahasan tersebut berada di antara tumpukan bahasan keumatan lainnya. Muslim Rohingya. Baca al-Qur’an dengan langgam Jawa. Beras plastik.

Saya tidak mau terlibat polemik antara siapa yang mengatakan itu, mewakili siapa dia berbicara, apa motifnya, dan seterusnya. Hal terpenting dalam kasus semacam ini adalah mendudukkan masalah, lalu solusi. Ya, solusi yang langsung dapat dirasakan umat, tanpa harus terlibat lebih runcing dalam kecamuk perdebatan yang tidak perlu. Hingga yang muncul adalah pengutamaan suku, kelompok, afiliasi, dan jamaahnya sendiri. Ingat, teori Muhammad Abu Zahrah dalam Tarikh al-Madzahib al-Islamiyah, menempatkan penyebab pertama dan utama perbedaan umat Islam dalam rentang sejarahnya, adalah al-ashabiyah. Fanatisme berlebihan terhadap kelompoknya, dan itu merupakan warisan Jahiliyah.

Secara tekhnis dakwah dan di tengah hangatnya iklim keberagamaan Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Nusantara, “pembenturan” amaliah Ratib dengan Istighatsah, serta Shalawat Badar dengan Simthud Durar, dikhawatirkan memicu pada pengotakan penganut Aswaja itu sendiri. Lebih jelasnya, antara para pengamal Ratib dengan pengamal istighatsah, antara “da’i berbasis kultur” dengan “da’i non kultur”. Bahkan, antara habaib sebagai keturunan Rasulullah dengan para kiai, yang keduanya telah terbukti berperan besar dalam dakwah Ahlussunnah Wal-Jama’ah di bumi Nusantara.

Istilah Ratib dan Simthud Durar memang secara tendensius merujuk pada amaliah para habaib dan muhibbin (pecinta habaib). Sementara istilah istighatsah dan shalawat badar merujuk pada amaliah yang selama ini dipraktikkan warga Nahdlatul Ulama (nahdliyyin). Sekali lagi, kedua kalangan ini merupakan khazanah berharga bagi Ahlussunnah Wal-Jama’ah di bumi Nusantara.

Sudah maklum, Ratib al-Haddad, adalah kumpulan doa dan zikir yang disusun oleh Imam Abdullah bin Alawi al-Haddad, seorang ulama abad 16-17 M dari Tarim, Hadramaut, Yaman. Disebut penyusun, karena beliau menghimpun doa dan dzikir, baik dari al-Qur’an dan hadits Rasulullah SAW. Sekarang ini banyak bermunculan syarah atau keterangan, serta fadhilah Ratib tersebut, termasuk takhrij haditsnya. Sebenarnya Imam Abdullah al-Haddad memiliki kumpulan doa dan dzikir lainnya, misalnya al-Wirdul Lathif. Istilah Ratib juga dapat dinisbatkan pada Ratib al-Aththas, yang disusun oleh Habib Umar bin Abdurrahman al-Aththas, Huraidhah, Hadramaut.

Sementara Simthud Durar adalah kumpulan kisah maulid dan shalawat kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Kitab yang berjudul lengkap Simthud Durar fi Akhbar Maulid Khairil Basyar wa Ma Lahu min Akhlaq wa Aushaf wa Siyar (Untaian Mutiara Kisah Kelahiran Manusia Utama; Akhlak, Sifat dan Riwayat Hidupnya) ini disusun oleh ulama Hadramaut lainnya, yaitu Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husain al-Habsyi.

Baik Ratib maupun Simthud Durar ini, dibaca oleh umat Islam Indonesia, utamanya kalangan habaib dan muhibbin. Keberadaannya melengkapi khazanah amaliah umat, di samping amaliah dan tradisi islami lainnya. Dilihat dari perpektif Fiqh Ikhtilaf, keduanya bila disandingkan dengan amaliah seperti istighatsah dan Shalawat Badar, adalah ikhtilaf tanawwu’ (sesuatu yang berbeda, namun dapat dijadikan pilihan dan saling melengkapi), bukan ikhtilaf tadhadh (sesuatu yang berbeda dan saling menafikan atau bertentangan).

Bahkan, bila ditelusuri sejarah dan motifnya, amaliah-amaliah tersebut bersatu padu di Nusantara, tanpa harus dipertentangkan satu sama lain. Apalagi sampai disinyalir bahwa mengamalkan salah satu dan meninggalkan yang lain dapat menyebabkan kehancuran.


Kiriman : Faris
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam