PARA PECINTA & YANG DICINTAI ALLAH
Luthfi Bashori
Cinta dua arah ibarat gayung bersambut, bukan cinta bertepuk sebelah tangan. Memiliki rasa saling mencintai itu sangatlah nikmat rasanya, sebagaimana dikatakan: Ni`matul quluub, liqaa-ul mahbuub (kenikmatan hati itu jika bertemu sang kekasih tercinta). Sebaliknya, rasa sakit akan terasa menusuk ulu hati yang paling dalam, jika cintanya ditolak oleh sang kekasih, alias cintanya hanya bertepuk sebelah tangan.
Betapa bahagia yang tak terhingga jika seorang hamba telah mendapatkan anugerah cinta dari Penciptanya, Allah SWT. Tatkala sang hamba mencintai Allah, maka Allah pun mencintai hamba tersebut. Demikian juga suatu kepedihan yang tiada tara jika Sang Pencipta menolak cinta dari seorang hamba, karena dinilai cintanya itu tidak sesuai syarat yang telah Dia gariskan.
Nabi SAW bersabda, Sesungguhnya Allah memberikan harta dunia, baik kepada orang yang dicintai-Nya, maupun orang yang tidak dicintai-Nya. Tetapi, Allah tidak akan memberikan agama (hidayah iman dan Islam) kecuali kepada orang-orang yang dicintai-Nya. (HR. Ahmad).
Syeikh Abul Faraj Alhamdani berkata, Tatkala aku memasuki masjid Jami Basrah, kulihat seorang pemuda menulis sesuatu, lalu aku bertanya kepadanya, Apa yang sedang engkau tulis?.
Pemuda itu menjawab, Nama-nama para pecinta Allah di kota ini.
Kemudian aku katakan, Demi Allah, hai pemuda, apakah engkau tulis namaku dalam golongan para pecinta Allah?.
Pemuda itu menjawab, Tidak.
(maka aku pun menangis tersedu-sedu).
Pemuda itu berkata kepadaku, Hai orang tua, mengapa engkau menangis?.
Aku katakan kepadanya, Demi Allah, aku ingin bertanya kepadamu, mengapa engkau tidak menulis namaku di dalam golongan para pecinta Allah atau orang yang mencintai para pecinta Allah?.
Waktu pun berlalu, hingga Syeikh Abul Faraj mengatakan, Ketika malam telah gelap, tiba-tiba terdengar suara ghaib berbisik kepadaku, Hai Abul Faraj, Aku (Allah) telah mengampunimu dengan perkataanmu: Tulislah namaku sebagai orang yang mencintai para pecinta Allah.
Jadi, orang yang telah mendapat anugerah hidayah iman dan Islam, hakikatnya adalah orang yang telah dicintai oleh Allah SWT. Maka tugas utamanya adalah bagaimana caranya ia dapat menjaga kecintaan Allah itu, minimal dengan berusaha secara istiqamah melaksanakan syariat-Nya, dan selalu menjauhi segala larangan-Nya, serta selalu menjaga jangan sampai cintanya itu diputus oleh Allah.
Alangkah bahagianya orang yang telah mendapatkan dua arah cinta, yaitu mencintai dan dicintai oleh Allah, bukan cinta bertepuk sebelah tangan.