URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 4 users
Total Hari Ini: 208 users
Total Pengunjung: 6224320 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Simbolisasi dan Kontradiksi Revolusi Iran 
Penulis: Pejuang Islam [25/4/2015]
 
Simbolisasi dan Kontradiksi Revolusi Iran


REVOLUSI ‘Islam’ Iran telah berumur 36 tahun, namun kata Vali Nasr masih sering terjebak dalam berbagai macam kontradiksi. Laporan Economist Inteligent Unit(UEI) bertajuk The Safe Cities Index 2015 yang dilansir beberapa pekan lalu menempatkan Tehran, Ibu Kota Iran, sebagai salah satu kota tidak aman di dunia. Satu tingkat di dengan Jakarta.

Iming-iming Ayatullah Khomeini menjadikan Iran imperium kebanggan Islam juga masih berbentuk fatamorgana. Gambaran-gambaran keindahan negeri Persi dalam faktanya sekarang tidak seperti kenyataan yang sesungguhnya.

Negara Iran sendiri dengan sistem diktatornya masih menghadapi tekanan-tekanan kaum reformis dalam negeri Iran. Tahun 2003 silam, perempuan Iran bernama Shirin Ebadi mendapatkan hadiah Nobel Perdamaian.

Shirin adalah aktivis perempuan Iran yang menolak terang-terangan kekuasaan di tangan para Mullah (wilayah al-faqih).

Menariknya, ia disamput hangat banyak perempuan dengan busana yang tidak biasa dalam kultur wanita Syiah. Bahkan sambutan tersebut dipelopori oleh seorang cucu Ayatullah Khomeini, Zahra Eshraqi (Mohammad Baharun, Dari Imamah sampai Mut’ah, hal. 141).

Teokrasi ala Ayatullah Khomeini dengan sistem wilayah al-faqihberhadap-hadapan dengan kultur sekuler anak-anak mudanya yang mulai menggemari gaya Barat.

Tahun 2011 Iran menempati posisi kedua di bawah Afghanistan sebagai pemakai tertinggi narkoba sedunia. Di kalangan generasi muda minat terhadap narkoba industrial seperti Desomorphin terus meningkat.

Heroin sintetis itu mudah diproduksi dan gampang diperoleh. Iran saat ini bahkan dikabarkan tergolong eksportir utama narkoba sintetis semacam ini.

Tidak hanya itu, Iran saat ini menghadapi problem ekspor narkoba ke luar negeri, termasuk ke Indonesia. Tahun 2010 lalu Humas Polri (Kepolisian Republik Indonesia) melaporkan di antara negara-negara yang paling banyak mensuplai narkoba ke Indonesia adalah Iran dan Belanda (jpnn 30/11/210).

Dua tahun lalu ‘prestasi’ Iran sebagai penyuplai narkoba ke Indonesia masih bertahan. Tahun 2012 kembali Polri melansir laporan. Seperti ditulis kompas.com Indonesia saat ini sudah menjadi sasaran utama ekspor untuk negara-negara yang banyak terdapat produsen narkoba seperti ekstasi dari Belanda dan sabu dari Iran (kompas.com 4/10/2012).

Ayatullah Khomeini tahun 1980 mencanangkan untuk ekspor Revolusi Syiah-nya ke negara-negara Muslim, termasuk ke Indonesia. Tetapi dalam dekade belakangan, Iran mengespor dua ‘penyakit’; ekspor aliran Syiah dan ekspor sabu-sabu Iran. Ekspor narkoba tidak pernah diijinkan Khomeini, tapi kenyataannya masyarakat Iran yang belakangan mengalami kemunduran perekonomian sebagiannya mencari kehidupan secara instan, yaitu melalui bisnis narkoba.

Semantara narkoba belum tuntas, ancaman virus HIV/AIDS oleh kementrian Kesehatan Iran dipandang cukup serius. Seperti dilaporkan harian the Guardian, mengutip pernyataan menteri Kesehatan Iran, terdapat kenaikan 9 kali lipat jumlah orang pengidap AIDS dalam kurun waktu 11 tahun terakhir dengan pertambahan 80% setiap tahunnya. Faktornya antara lain rendahnya kesadaran akan bahaya penyakit mematikan. Diakui oleh Menteri Kesehatan, bahwa penyebaran HIV/AIDS lebih banyak melalui hubungan seksual daripada jarum suntik.

Gonta-ganti pasangan seks dalam kawin mut’ah jelas mengandung resiko tinggi terjangkiti HIV/AIDS. Bahkan, konon ada kabar sekitar 250 ribu anak terlantar tanpa bapak hasil kawin mut’ah yang tak bertanggung jawab. Fakta ini pernah menjadi keprihatinan pejabat.

Namun, tetap saja itu dilegalkan karena teks-teks kitab utama Syiah menghalalkan. Otoritas Wilayat al-Faqih punya hak melakukan ijtihad ajaran Syiah, tapi soal mut’ah belum terdengar suara resmi untuk menghapuskannya.

Praktik kawin mut’ah jelas saja membawa masalah dalam negeri Iran. Sejumlah kaum hawa Iran pada tahun 1992 pernah melakukan unjuk rasa menuntut penghapusan kawin mut’ah dari negara Iran. Unjuk rasa itu dipelopori oleh Fatimah Karroubi (majalah Semeseta, Juli 1992).

Negeri yang membawa menjalankan undang-undanganya berdasarkan akidah Syiah itu sedang dirundung dilemma sosial dan keagamaan. Apakah peningkatan penyebaran HIV/AIDS itu karena praktik kawin mut’ah? Dalam laporan the Guardian maupun Menteri Kesehatan tidak ada. Tapi yang jelas, kawin mut’ah (kawin kontrak) yang menjadi ajaran aliran Syiah membuka peluang cukup besar untuk seseorang berganti-ganti pasangan seks.

Inilah kenyataan dilematis yang menurut Vali Nasr dayat tarik modernitas dan reformasi di kalangan sebagian pemudanya cukup kuat akhir-akhir ini. Mungkin saja mereka merasa jenuh dengan sistem kekuasaan sentral Mullah.

Wilayat al-Faqih, yang dikatakan merupakan ijtihad untuk mengisi kekosongan imamah belum menjanjikan kebangkitan sepenuhnya. Sentralisasi keagamaan yang diikuti dengan sentralisasi finansial mungkin saja tidak disenangi kaum reformasi.

Kaum Mullah yang berhak mendapatkan khumus memancing kecemburuan aktivis reformasi dan kaum sekuler. Sebagai catatan, sistem ini tidak pernah di temukan dalam teks-teks induk Syiah terdahulu.

Agaknya, fakta-fakta ini membuka mata bahwa Revolusi tahun 1979 dengan mengusung jargon Islam seperti berada dalam ujung tanduk. Iran yang katanya Islami tapi praktik di dalam negeri banyak bertentangan dengan nilai Islami. Islam yang diusung Iran akhirnya sekedar simbol belaka. Bendera Iran terdapat lafadz “Allah”, namun hakikatnya tidak menunjukkan keagungan Allah Subhanahu Wata’ala.

Maka, sebaiknya Iran tidak perlu mengespor ajaran Syiah-nya ke negeri-negeri Muslim. Iran sepatutnya membenahi persoalan dalam negerinya itu yang makin lama semakin rumit itu. Ekspor Syiah-nya jelas saja membawa masalah tersendiri. Simbol-simbol revolusi akhirnya sekedar simbol yang meninggalkan masalah. Syria perang saudara, Yaman membara dan Irak masih berdarah-darah. Semuanya setelah terinfiltrasi campur tangan Syiah. Revolusi gagal di dalam negeri. Sehingga tidak perlu diekspor ke luar negeri. Di balik kampanye keindahan dan kemajuan Iran, persoalan sosial mendera negeri Mullah itu. Kita harus melihatnya dengan dua mata, bukan dengan satu mata. Wallahu a’lam bisshowab.

Kiriman : A. Kholili Hasib
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam