|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 7 users |
Total Hari Ini: 200 users |
Total Pengunjung: 6224312 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
DI BANGKA BELITUNG KAMI BERLABUH (2) |
Penulis: Pejuang Islam [ 8/10/2016 ] |
|
|
DI BANGKA BELITUNG KAMI BERLABUH (2)
Luthfi Bashori
Hari kedua, tepatnya Sabtu pagi, 28 Sept 2013, kami diajak keliling oleh panitia untuk sekedar mengenal wilayah kota Koba dan sekitarnya, sambil melihat-lihat pemandangan yang ada. Maka kami pun naik mobil menuju pantai sumur 7, yang jaraknya relatif sangat dekat dengan pusat kota Koba.
Pantai tersebut masih terkesan sepi nan alami, dan tampak belum tersentuh oleh tangan para pembisnis wisata. Atau mungkin lebih tepat dikatakan sebagai tempat wisata orang kampung.
Hanya saja di pantai itu, ada 7 buah sumur berjajar sebagai peninggalan Jepang yang sudah dibangun dengan semen, hingga tampak rapi dari luar, sekalipun kondisi air dari ke sumur 7 itu sangat kotor akibat tidak dirawat dengan baik.
Bahkan kami lihat sepintas, tampak debit volume air di setiap 7 sumur itu cukup baik, dan terlihat cukup dekat jaraknya dari bibir sumur, padahal diameter lingkar setiap sumur itu cukup lebar jika dibandingkan dengan sumur-sumur yang konon dimiliki oleh masyarakat Indonesia.
Andaikata saja pemda Koba mau peduli dan menjadikan pantai sumur 7 itu termasuk salah satu obyek wisata alami kota Koba, maka tidak menutup kemungkinan akan menjadi salah satu tempat wisata yang menarik hati para wisatawan.
Misalnya, dimulia dari pengurasan air sumur 7 itu hingga menjadi air yang bersih dan sehat. Karena secara logika, kemungkinan besar konon di jaman Jepang, rasa air sumur 7 itu adalah tawar dan sedap, sekalipun berada di pinggir pantai lepas, sehingga orang-orang dahulu pun mau-maunya membuat lobang sumur itu sampai 7 buah. Rasanya tidak mungkin orang di jaman itu mau bersusah payah membuat sumur sebanyak 7 buah kalau tidak ada keistimewaan airnya secara tinjauan alami.
Nah, semestinya keadaan seperti inilah yang perlu dipelajari oleh pemda se tempat hingga dapat dijadikan daya tarik keunikan wisata pantai sumur 7, dan tentunya harus ada penataan ulang untuk lingkungan lainnya di sekitar pantai sumur 7 yang dapat mendukung terciptanya proyek wisata alami namun tetap eksotis dan dikemas dalam koridor aturan sekira tetap menjaga adab kesopanan dan tidak melanggar syariat Islam serta norma kemasyarakatan.
Setelah menengok pantai sumur 7, kami diajak jalan-jalan menuju wilayah penambangan timah alami di daerah Jongkong, dan baru kali ini kami menyaksikan bagaimana tata cara para penambang timah di pulau Bangka ini berkatifitas, hingga kami masuk ke wilayah Kapal Keruk (perusahaan keruk timah)
Para penambang timah ini membuat rumah-rumah gubuk dari tenda-tenda plastik terpal di sekitar tempat penambangan.
Mereka hidup bersama keluarganya di perkampungan tenda itu. Bahkan tak jarang mereka bertahan hidup berbulan-bulan di tenda-tenda yang layaknya seperti `perumahan tenda` di padang Arafah pada saat jamaah haji melaksanakan wukuf di musim haji tiba seperti saat ini, dan tentunya kehiduan para penambang ini tampak sangat memprihatinkan kondisinya karena dalam situasi hidup darurat.
Tambang timah adalah salah satu dari sektor perekonomian yang menjadi andalan pemerintah Bangka. Kualitas timah Bangka ini termasuk sangat baik hingga diminati juga oleh para pembisnis timah tingkat dunia.
Sayangnya di jaman reformasi seperti ini, masih ada saja oknum mafia non pribumi yang sengaja memonopoli harga pasaran timah di pulau Bangka. Hingga akhirnya, para penambang pribumi pun dijadikan komodite `sapi perah` yang dapat dikuras tenaganya, dengan penjualan harga yang ditekan semurah mungkin. Tentunya dengan harga yang tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan mereka hampir di segala hal.
Contohnya, di saat nilai dolar naik seperti saat ini, menurut informasi dari masyarakat penambang yang sempat kami temui dan kami ajak ngobrol santai di perkampungan tenda itu mengatakan, paling tidak untuk standar harga timah perkilo gram saat ini semestinya adalah sekitar Rp 125.000,-. Namun para penambang itu hanya dapat menjual timah dari hasil kerja kerasnya harus melewati satu pintu dengan tekanan harga berkisar antara Rp 60.000,- hingga Rp 80.000,- saja perkilonya.
Padahal biaya operasionalnya saja sudah cukup tinggi, terutama untuk alat utama penambangan yang menggunakan mesin diesel dengan bahan bakar solar, pastinya membutuhkan dana yang tidak sedikit, sedangkan harga solar eceran di Bangka saat ini bisa mencapai Rp 10.000/liter.
Lagi-lagi di wilayah sumber alam timah ini, ternyata masyarakat pribumi tetap dijadikan obyek sapi perah oleh oknum-oknum mafia yang tidak pro terhadap kesejahteraan dan martabat warga masyarakat pulau Bangka.
Semoga ke depan ada pihak-pihak pengelola perekonomian sektor tambang timah ini, yang dapat menempatkan para penambang timah itu yang jauh lebih manusiawi, demi kesejahteraan warga pribumi.
Di hari ke dua inilah gelar acara utama Safari Dakwah Pejuang Islam NU diadakan, yaitu Bedah Buku Sunni & Wahhabi, Dialog Seputar Amaliah Ahlus Sunnah wal Jamaah, yang diadakan di Masjid Jami` Koba, dimulai bakdal Isyak hingga pukul 22.30.
Acara utama bedah buku ini dihadiri oleh sekitar 500 peserta yang berasal dari berbagai wilayah di pulau Bangka.
|
1. |
Pengirim: Ammo - Kota: Batu
Tanggal: 30/9/2013 |
|
Ammi saya Ammo |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ahlan wa sahlan, terima kasih atas kunjungannya. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|