Tuntunan Jadi Tontonan, Tontonan Jadi Tuntunan
Saifuddin Zuhri
Agama Islam mewajibkan bagi penganutnya untuk menuntut ilmu. Bahkan anak yang baru lahirpun sudah dibebani dengan kewajiban menuntut ilmu. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW (yang artinya): Tuntutlah ilmu mulai kamu dalam buaian orang tua sampai ke liang lahat. Tujuan menuntut ilmu adalah membentuk pribadi muslim yang berpegang teguh pada Al Kitab (Al Qur`an) dan As sunnah (Hadits).
Untuk menuntut ilmu, banyak sekali caranya. Mulai dari belajar di sekolah, pesantren, universitas atau tempat-tempat pendidikan lainnya. Bahkan tak jarang orang yang sudah merasakan kenikmatan menuntut ilmu rela meninggalkan keluarga, saudara, dan teman-temannya untuk menuntut ilmu. akan tetapi hal tersebut akan mendapatkan imbalan dan balasan yang sangat besar dan berguna bagi umat Islam.
Namun, apa jadinya kalau guru, ustadz, muballigh, dan pengajar ilmu yang memberikan tuntunan yang baik bagi masyarakat, hanya menjadi tontonan bagi mereka. Hal itu disebabkan karena apa yang telah mereka sampaikan dan mereka ajarkan, tidak diamalkan oleh masyarakat. Bahkan ilmu yang telah disampaikan eakan-akan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.
Hal itu berbalik seratus delapan puluh derajat tatkala masyarakat menonton televisi. Seharusnya televisi itu adalah sebuah tontonan bagi masyarakat. Namun, seakan-akan menjadi guru bagi masyarakat. Sebab apa yang ada di televisi pasti mereka tirukan. Mulai dari cara berpakaian, cara berteman, cara berbicara. Bahkan mereka lebih mengutamakan dan mendahulukan acara-acara di televisi yang tidak berfaedah, daripada menghadiri majlis ta`lim.
Akibatnya, banyak remaja muslim yang menjadi lalai akan kewajibannya sebagai seprang muslaim. Mereka lebih suka berfoya-foya, berpacaran. Bahkan sampai meninggalkan sholat. Semua itu adalah akibat dari kesalahan mereka. Yaitu menjadikan tuntunan sebagai tontonan dan tontonan sebagai tuntunan.
(Santri Ribath Almurtadla)