SILATURRAHIM BANI BASHORI MELAWAN WAHHABI
Luthfi Bashori
Hari Raya pertama 1 Syawwal 1434 H, sejak turun dari shalat Idul Fithri, keluarga Bani Bashori sudah mulai berdatangan ke rumah ayahanda KH. Bashori Alwi, yang mana tahun ini beliau menjadi Imam dan Khathib Shalat Idul Fithri di Masjid Raden Fatah Mergosono Kodya Malang, sedangkan kami sendiri menjadi Imam dan Khathib di Masjid Malangsuko Tumpang Kab. Malang.
Karena perjalanan pulang agak jauh, maka kami baru sampai di rumah pribadi sekitar pukul 08.00.
Kemudian kami sekeluarga bersiap-siap ke makam pekuburan Keluarga Bani Murtadla di Pemakaman Kadipaten Singosari Malang, guna menziarahi para leluhur yang telah mendahului menghadap Allah SWT.
Ternyata banyak sekali umat Islam yang sedang mengamalkan hadits Nabi SAW: Kuntu nahaitukum `an ziaratil kubur, ala fazuruha (Dulu aku prnah melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarah kuburlah kalian).
Para penziarah kubur di Kadipaten hari itu cukup banyak, mereka juga banyak yang menaburkan bunga di atas pusara keluarga masing-masing sebagai aplikasi dari peneladanan amaliah Nabi SAW yang pernah menancapkan pelepah kurma pada bagian kepala mayit di saat beliau melewati dua makam pekuburan, lantas beliau SAW mengatakan: Mudah-mudahan kedua penghuni kuburan ini diringankan siksanya selagi pelepah kurmanya masih segar.
Di makam pekuburan Kadipaten, terdengar juga pembacaan surat Yasin dan surat-surat lainnya dengan kesan agak bergemuruh, kerena bersumber dari beberapa tempat, termasuk yang kami lakukan tentunya, dan semua itu karena ingin mengamalkan ajaran Nabi SAW: Iqra-uu yaasiin `alaa mautaakum (Bacakanlah surat Yasin untuk mayit kalian).
Tentunya baik kami sekeluarga maupun umat Islam yang sedang berziarah di makam pekuburan Kadipaten dan di tempat-tempat lainnya tidak pernah merasa takut dituduh oleh kaum Wahhabi dengan tuduan haram, syirik, bid`ah, dan sebagainya, karena kaum Wahhabi itu sendiri pada hakikatnya mereka tidak tahu dalil kebolehan ziarah kubur dengan rentetan amaliahnya, apalagi jika kaum Wahhabi diminta untuk memahaminya tentunya mereka sangat kesulitan.
Hal ini sangat berbeda dengan umat Islam Aswaja, yang sejak kecil sudah diperkenalkan ziarah makam pekuburan, yang disertai dengan nasehat-nasehat dari orang tuanya masing-masing sebagai budaya ilmu yang diajarkan secara estafet pada setiap generasi.
Usai ziarah kubur, kami sekeluarga berangkat menuju rumah orang tua, namun karena ibunda memesan konsumsi bagi keluarga, di rumah salah satu bibi yang tidak jauh dari makam Kadipaten, maka kami pun mampir sekaligus bersilaturrahim dan mengambil konsumsi pesanan ibunda.
Tepat pukul 10.00 kami sekeluarga masuk di rumah orang tua untuk memohon maaf dan keridlaan beliau berrdua, dan bermaaf-maafan dengan seluruh keluarga bani Bashori yang sudah datang duluan.
Sekitar pukul 11.00, keluarga semakin lengkap khususnya yang berasal dari jalur Ibunda, maka kami pribadi membuka ucapan salam untuk meresmikan acara tahunan yaitu Tahlilan dan kirim doa bersama untuk seluruh leluhur keluarga kami.
Dalam sambutan pembukaan itu kami minta setiap hadirin untuk menyebutkan nama-nama keluarganya masing-masing yang telah wafat, baik dari pihak suami maupun istri.
Maka secara serabutan dan saling melengkapi, tersebutlah nama-nama para leluhur dan mayit anggota keluarga untuk mendapatkan kiriman pahala iqra-uu yaasiin alaa mautaakum (Bacakan surat Yasin untuk mayit kalian). HR. Abu Dawud.
Sengaja nama-nama para mayit dari anggaota keluaraga itu tidak kami tulis sebelumnya, karena dengan saling menyodorkan nama-nama secara serabutan itu, ternyata dapat menciptakan keakraban antar anggota keluarga, bahkan dapat menjembatani lintas generasi.
Usai pembacaan Yasin dan Tahlil, maka acara ramah tama pun dilaksanakan, dan tidak lupa kami mengantarkannya dengan nada bergurau agar suasana dapat cair. Kami pancing dengan sambutan: Bapak-bapak, ibu-ibu, saudara-saudari, kakak-kakak, adik-adik, anak-anak, keponakan-keponakan, cucu-cucu dan semua yang hadir, mumpung hari ini `Warungnya` gratis, maka silahkan dinikmati hidangannya...
Tentu saja, sambutan kami itu di respon dengan celetukan canda dan gurau dari kalangan lintas generasi,hingga dapat menciptakan kehangatan suasana silaturrahim Bani Bashori ini.
Sorenya, pada pukul 17.00 ternyata ada beberapa keluarga khususnya yang berasal dari jalur ayahanda, yang rata-rata bermukim di luar Malang, mereka baru dapat hadir, dengan alasan yang usang: Jalanan Macet. Mereka merasa menyesal karena tidak dapat hadir pada acara Tahlilan keluarga.
Kami pun langsung menimpali, nanti selepas shalat Maghrib, kita akan menggelar lagi Tahlilan Keluarga season-2, mumpung ada dalil yang memperbolehkan Tahlilan, dan kita tidak perlu takut terhadap tuduhan bid`ah sesat dari kaum Wahhabi, karena hakikatnya merekalah tidak paham ajaran Islam.