HINDARI KEJAHATAN DI BULAN RAMADHAN
Luthfi Bashori
Bulan suci Ramadhan telah tiba. Umat Islam yang hatinya beriman kepada Allah, sangat berbahagia menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, sedangkan orang yang dalam hatinya terdapat sifat kemunafikan tentu merasa enggan dan berat dengan datangnya bulan suci Ramadhan.
Orang yang hatinya beriman, mengharapakan pendapatan pahala yang berlipatganda saat mengamalkan ibadah wajib maupun sunnah, karena mereka yakin berbuat baik di bulan Ramadhan itu pahalanya dilipatgandakan oleh Allah, hingga mereka semakin bersemangat dalam menghidupkan dan memakmurkan bulan suci Ramadhan.
Banyak amalan yang dapat dilakukan oleh umat Islam, antara lain berpuasa wajib sesuai perintah Allah, atau memperbanyak jumlah rakaat shalat malam berupa tarawih dan witir, atau memperbanyak bacaan Alquran, juga memberikan sedekah kepada orang yang sedang berpuasa, misalnya berupa konsumsi buka puasa, atau berinfak maupun zakat berupa uang kepada pihak yang membutuhkan, dan sebagainya.
Belum lagi untuk pengumpulan pundi-pundi pahala Ramadhan ini, dapat juga diraih dengan cara menghindarkan diri dari kemaksiatan, angkara murka, mengikuti hawa nafsu, atau dengan cara berusaha menahan lapar dan dahaga dengan maksud agar dapat meminimalisir tumpukan dosa pada dirinya.
Berbeda dengan kalangan orang-orang munafiq yang justru merasa rugi dengan datangnya bulan suci Ramadhan, karena mereka mendapati banyaknya tempat mangkal kemaksiatan yang lagi tutup takut terkena razia, hingga merasa sedikit agak sulit mencari tempat untuk melampiaskan keinginan hawa nafsunya secara vulgar.
Lantas mengapa masih ada orang-orang munafiq yang tetap menggebu dalam melampiaskan hawa nafsunya, padahal Allah telah mengikat setan-setan pada setiap datang bulan suci Ramadhan?
Sejatinya, yang jahat itu ada dua macam: Setan dan Nafsu.
Bahkan `tugas` setan itu hakikatnya hanyalah menggoda dan mengajak nafsu manusia untuk berbuat jahat. Adapun untuk selebihnya, tergantung si pemilik nafsu itu, apakah ia terpengaruh oleh godaan setan, hingga merasa bebas dapat mengikuti hawa nafsunya. Atau orang itu mengikuti akal sehatnya hingga mampu menahan hawa nafsunya.
Firman Allah: innan nafsa la ammaaratun bis suuk.
(Sesungguhnya nafsu itu selalu cenderung mengajak kepada keburukan..!).
Sekalipun setiap Ramadhan setan-setan itu dipenjara oleh Allah, namun nasfu-nafsu manusia itu sangat tergantung kebijakan pemiliknya, apakah si pemilik akan menjaganya dengan sebaik mungkin, hingga lebih mudah untuk mengatur hawa nafsunya, atau si pemilik membiarkan nafsunya menguasai dirinya, hingga mengalahkan akal sehatnya.
Di sinlah letak sumber keburukan dan kejahatan itu terjadi, sekalipun di bulan Ramadhan ini setan-setan sudah diikat oleh Allah, namun jika nafsu dibiarkan menguasai dirinya tanpa mampu dicegah oleh akal sehatnya, maka terjadilah kejahatan dan kemaksiatan di bulan suci Ramadhan yang dosanya dilipatgandakan oleh Allah.