URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 7 users
Total Hari Ini: 98 users
Total Pengunjung: 6224205 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
KHILAFAH DI INDONESIA 
Penulis: Luthfi Bashori [ 11/10/2016 ]
 
KHILAFAH DI INDONESIA

Luthfi Bashori



Ada SMS pertanyaan yang masuk ke HP penulis, tampaknya layak juga untuk ditampilkan dalam bentuk artikel pendek, agar dapat dinikmati oleh para pembaca.

RIDHO : Assalamualaikum. Ustadz saya mau tanya. Apakah demokrasi yang ada di Indonesia adalah hukumnya kufur, karena saya melihat di TVRI dalam acara Muktamar Khilafah? Terima kasih wassalam.

LUTHFI : Itu hanya pandangan HTI semata yang tidak mutlak kebenarannya.



RIDHO : Oh ya Ustadz, maksudnya pandangan yang tidak mutlak kebenarannya itu bagaimana ?

LUTHFI : Mereka menolak fiqih 4 madzhab yang memperbolehkan hukumnya satu negara dipimpin oleh seorang presiden/raja/pedana menteri sebagai pemerintah yang sah menurut syariat, asalkan para pemimpinnya tidak melarang pemberlakuan syariat Islam. Mereka hanya memperjuangkan pendapat Taqyuddin Annabhani, tokoh HTI.

Padahal dunia ini mayoritas dihuni umat Islam dari 4 madzhab.

RIDHO : Ustadz, siang, 16 Juni ini masih berlanjut Muktamar Khilafah di TVRI.

LUTHFI : Kami sudah tahu persis arah pemikiran mereka, karena kami sering berdiskusi dengan kelompok HTI yang tidak pernah ketemu ujung pangkalnya. Antara lain yang kami tanyakan, kalau Indonesia ini termasuk sistem (hukum) kufur, berarti semua produk pemerintah itu hukumnya haram (kafir).

 Lantas apakah anggota HTI masih memiliki KTP Indonesia, sertifikat rumah, surat-surat penting lainnya produk Indonesia? Ternyata hampir semua anggota HTI itu masih memiliki surat-surat yang dihukumi haram oleh mereka sendiri itu.

Berarti mereka masih setengah hati dengan keyakinannya sendiri. Ini jelas-jelas hanya pertimbangan politik duniawi semata. Jika saja semua anggota HTI konsekwen dengan keyakinannya sendiri, maka pasti mereka tidak akan mengurus KTP, KK, Akte Kelahiran, Sertifikat tanah/rumah, surat nikah, dan surat-surat penting lainnya.

Belum lagi, di Indonesia ini sekalipun belum secara mutlak dapat mengamalkan formalisasi syariat dalam hukum positif negara yang memang tetap harus diperjuangkan, namun sudah ada beberapa hukum Islam yang diadopsi oleh negara, semisal hukum perkawinan dan perceraian, maka seharusnya umat Islam lebih dapat pro aktif memperjuangakan tambahan adopsian hukum Syariat dalam sistem hukum positif.

Coba, jika saja hukum Indonesia saat ini dihukumi tidak sah secara mutlak, maka berapa banyak pasangan suami istri yang telah dinikahkan lewat wali hakim (KUA) yang harus dihukumi batal, karena wali dari pihak keluarga wanita dinilai tidak memenuhi syarat secara syar`i, maka menurut madzhab Syafi`i harus berwali kepada hakim, dalam hal ini adalah pihak KUA.

 Apakah perkawinan suami istri yang dinikahkan oleh wali hakim (KUA) ini juga harus dihukumi batal, dan hubungan suami istrinya dihukumi berzina serta anak-anaknya juga dihukumi anak haram? Laa haula walaa quwwata illa billah.

RIDHO : Kalau kita menemui orang atau kelompok seperti itu kita harus bagaimana ?

LUTHFI : Dulu kami agak peduli dengan mereka. Namun, karena mereka seringkali tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dan terkesan mau menang sendiri dalam berpendapat, bahkan terkesan tidak mau menghormati para ulama yang lebih tua dalam segala aspek, maka kami tidak begitu menghiraukan mereka lagi. Apalagi pemahaman mereka itu sangat tidak cocok dengan kultur umat Islam bangsa Indonesia sebagai penerus perjuangan dakwah para Walisongo.

RIDHO : Ya Ustadz, terimah kasih atas penjelasan yang saya kira sangat jelas.
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: Abdillah Adam  - Kota: Pasuruan
Tanggal: 6/6/2013
 
Ada satu lagi yang paling fatal yang mereka paksakan untuk diterapkan di bumi nusantara ini. Yaitu mereka meneriakkan Khilafah dg satu pucuk pimpinan yang dipegang oleh khalifah dan menerapkan syariat Islam secara kaaffah, namun realitas di lapangan, kelompok yang identik dg warna hitam ini membiarkan ruang sosial terdekatnya yg mikro melakukan pelanggaran syariat.
Sebagai ilustrasi, salah satu tetangga saya, yang nota benenya salah satu petinggi HTI pusat, dan alhamdulillah beliau taubat dan keluar dr kelompok tersebut, lebih sering membiarkan pelanggaran syariat yg dilakukan oleh tetangga2nya. Semisal berjudi dan meminum khamr. Sungguh2 tragis dan kontras dg slogan mereka.
Seharusnya, mereka langsung saja bicara jujur, penerapan khilafah atas dasar mencari kekuasaan semata. Bukan untuk menyatukan umat Islam dalam satu kepemimpinan sesuai aturan Nabi dan para sahabat. Klaim dan kedok mereka sungguh2 mengenaskan. Aturlah dulu tetangga dan rumah tangga kalian dg syariat kaaffah, baru berteriak lantang atas Khilafah. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Demikianlah umumnya, umat dibuat bingung dengan slogan-slogan, namun belum dapat menunjukkan jati diri sesuai dengan keyakinannya.

2.
Pengirim: Muthoin Tsamma Amiin  - Kota: DKI Jakarta
Tanggal: 7/6/2013
 
Ammy for RI 1.....

Pilkada presiden RI 2019.....

5yrs hitung mundur dari sekarang!!!

Allohumma sholli ala sayyidina Muhammad...

Wasswrwb 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tatkala Nabi SAW dalam perjalanan Mi'raj, beliau melihat seorang yang membawa kayu dipundaknya dg jumlah yang sangat banyak hingga jalannya kesulitan dan terbungkuk-bungkuk. Anehnya dia tidak berusahan mengurangi kayunya, namun justru menambah jumlah kayu yang dipanggulnya. Menurut Malaikat Jibril, itu gambaran umat Nabi SAW yang selalu mencari (mengejar dan merebut) amanat (termasuk jabatan di pemerintahan) namun setelah mendapatkan amanat (jabatan) itu, dia tidak dapat mengembannya dengan baik dan benar yang sesuai syariat.

Kedudukan jadi Presiden ini adalah amanat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah. Termasuk dengan pertanyaan seputar keumatan: Apakah rakyatmu semuanya sudah engkau perintah shalat lantas engkau kontrol dengan baik? Apakah engkau perintahkan zakat dan engkau mengontrolnya? Demikian dan seterusnsya. Jika kedapatan ada rakyat yang tidak shalat, tidak zakat, tidak puasa dsb, maka di samping para peninggal shalat, zakat, puasa dan sbg-nya itu akan disiksa oleh Allah, maka sang presiden hasil perebutan jabatan itu juga akan mendapat jatah balasan siksa dari Allah, karena tidak peduli terhadap urusan ibadah rakyatnya.

3.
Pengirim: m. mulabbilbait  - Kota: bojonegoro
Tanggal: 8/6/2013
 
izin share 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami persilahkan, semoga bermanfaat.

4.
Pengirim: ali akbar  - Kota: jakarta
Tanggal: 10/6/2013
 
Pengertian Khilafah 

Secara istilah kata Al-Khilafah memiliki persamaan dengan Al-Imamah dan Imarotul Mukminin. Imam An-Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarhu-l-Muhadzdzab mengatakan:

???????? ???????? ?????? ???????? ???????

“Al-Imamah, Al-Khilafah, dan Imarotul Mukminin adalah sinonim.” [An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]

 

Sedangkan pengertiannya menurut para ulama, diantaranya adalah sebagaimana berikut.

1.  Menurut Imam Al-Mawardi (w. 450 H):

??????? ?????? ?????? ?????? ?? ????? ?????? ?????? ??????

“Imamah adalah sebutan bagi pengganti kenabian dalam menjaga Din (Islam) dan mengurus urusan dunia.”

 [Al-Mawardi, Al-Ahkaam As-Sulthoniyyah wa Al-Wilayat Ad-Diniyyah, hlm 3]

 

2.  Menurut Imam An-Nawawi (w. 676 H):

??????? ??? ??????? ?????? ?? ????? ?????? ???????

“… yang dimaksud dengannya adalah: Kepemimpinan umum dalam urusan-urusan Din (Islam) dan urusan-urusan dunia.”

 [An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, juz 19 hlm 191]

 

3.  Menurut Imam Al-Iji (w. 756 H):

?? ????? ?????? ?? ????? ????? ???? ???? ????? ???? ??? ?????? ??? ???? ?????

“… dia adalah pengganti Rosululloh saw dalam menegakkan Din (Islam), dan menjaga keutuhan Millah (Islamiah), yang wajib diikuti oleh seluruh umat.” [Al-Iji, Al-Mawaqif, juz 3 hlm 579]

 

4.  Menurut Ibn Kholdun (w. 808 H):

??? ?? ??????? ????? ?? ???? ????? ?? ????? ????? ?????? ?????? ??

“… dia pada hakikatnya adalah pengganti (peran) Alloh swt dalam menjaga agama dan mengurus dunia dengan agama.”

 [Ibnu Kholdun, Muqoddimah, hlm 97]

 

Adapun definisi Khilafah yang bersifat jaami’ (komprehensif) dan maani’ (protektif), yang sekaligus juga mengakomodasi definisi-definisi para ulama di atas adalah:

????? ???? ???????? ?????? ?? ?????? ?????? ????? ????? ????????? ???? ?????? ????????? ??? ??????

“Kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di dunia, guna menerapkan hukum-hukum syara’, dan mengemban dakwah islamiah ke seluruh alam.” [Hizbut Tahrir, Al-Khilafah, hlm 1. Lihat juga Qodhiy An-Nabhaani, Muqoddimah Ad-Dustur, hlm 118, dan Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 2 hlm 6]

  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada yang menyangkal berpendapat bahwa syariat memperbolehkan negara-negara Islam itu dipimpin oleh seorang pemimpinnya masing-masing, entah itu berupa presiden, raja atau perdana menteri, semua ini boleh-boleh saja menurut syariat, kecuali HT saja yang menyangkalnya. Nabi SAW bersabda:

الخلافة فى أمتي ثلاثون عاما ثم ملك بعد ذلك. رواه أحمد عن سفينة
"khilafah pada umatku adalah tiga puluh tahun, kemudian setelah itu akan menjadi kerajaan-kerajaan". HR Ahmad dari Safinah.

5.
Pengirim: ali akbar  - Kota: jakarta
Tanggal: 10/6/2013
 
Pandangan Ulama tentang Wajibnya Khilafah

Berikut ini pandangan beberapa Ulama ahlus sunnah wal jama’ah lintas madzhab tentang wajibnya Khilafah.

Imam ‘Alauddin al-Kasaaniy dari madzhab Hanafi:

… ???? ??? ?????? ?????? ??? ??? ???? ??? ??? ???? ??? ???? ????? ??? ??????? ?????? ??????? ??? ???? ???? ??? ??? ?????? ?????? ???? ????? ??????? ?????? ??????? ?? ?????? ???? ????????? ???? ?? ???? ?????? ???? ??? ?? ??????? ???? ?? ???? ??? ?????

“… dan dikarenakan pengangkatan Imam A’zham (kholifah) adalah fardhu tanpa perbedaan diantara Ahlul-Haqq (pengikut kebenaran), tidak diperhitungkan perbedaan kalangan Qadariyyah dikarenakan ijma’ shahabat ra atas nya, dan besarnya kebutuhan terhadapnya karena keterikatan hukum-hukum syara’, menolong orang yang terzhalimi dari yang menzhalimi, menutuskan persengketaan yang merupakan sumber kerusakan, dan kemaslahatan-kemaslahatan lainnya yang tidak bisa tegak tanpa keberadaan seorang Imam.” ['Alauddin al-Kasaniy, Badai’ ash-Shonai' fii Tartib asy-Syarai', juz 14 hlm 406]

Imam Al Qurthubi dari madzhab Maliki:

??? ????? ??? ?? ??? ???? ??????? ???? ?? ?????? ?????? ?? ?????? ????? ?? ????? ???????? ??? ???? ?? ???? ??? ??? ?????? ??? ??? ?????? ??? ?? ??? ?? ????? ??? ??? ?? ??????? ???

“Ayat ini (Al-Baqarah: 30) merupakan landasan bagi pengangkatan seorang Imam dan Kholifah yang didengarkan dan ditaati, agar suara kaum muslim bersatu, dan diterapkannya hukum-hukum kholifah.Tidak ada pertentangan di kalangan umat Islam dan para Ulama tentang wajibnya Khilafah, kecuali yang diriwayatkan dari Al-Ashamm, yang mana dia benar-benar tuli terhadap syari’at.” [Al-Qurthubi Al-Malikiy, Al-Jami' li Ahkami Al-Quran, juz 1 hlm 265]

Imam An-Nawawi dari madzhab Asy-Syaafi’i:

??????? ??? ??? ??? ??? ???????? ??? ????? ?????? ?????? ?? ?????? ? ???? ?? ??? ?? ????? ??? ??? : ?? ??? ? ??? ???? ??? ??? ?????? ?? ?????? ???????

“… dan mereka (para ulama) bersepakat bahwa wajib atas kaum muslim untuk mengangkat seorang kholifah, dan wajibnya berdasarkan nash syara’ bukan berdasarkan logika. Adapun yang dikisahkan dari Al-Ashamm bahwa dirinya berkata: tidak wajib, dan (yang dikisahkan) dari selainnya (yang mengatakan) bahwa wajibnya berdasarkan logika bukan berdasarkan nash syara’, maka keduanya adalah pendapat yang bathil.” [An-Nawawi, Syarh Shohih Muslim, juz 6 hlm 291]

Imam Umar bin Ali bin Adil dari madzhab Hambali:

??? ????? (?????? 30) ????? ??? ???? ??? ???? ?????? ???? ?? ??????? ? ?????? ?? ?????? ? ????? ?? ????? ??????? ? ??? ???? ?? ???? ??? ?????? ?????? ? ???? ?? ??? ?? ??????? ??????? ???? ??? ?????? ?? ?????

“Ayat ini (al-baqarah 30) merupakan dalil atas wajibnya mengangkat imam dan kholifah yang didengarkan dan ditaati, guna persatuan suara kaum muslimin, dan diterapkannya hukum-hukum kholifah. Tidak ada perbedaan dalam wajibnya hal tersebut diantara para ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-Ashamm dan para pengikutnya, bahwa ia (khilafah) tidak wajib dalam agama.” [Umar bin Ali bin Adil, Tafsir al-Lubab fii 'Ulumi al-Kitab, juz 1 hlm 204]

Abdurrohman Al-Jaziri:

???? ?????? ????? ???? ????? ??? ?? ??????? ??? ? ???? ?? ?? ???????? ?? ???? ???? ????? ????? ?????? ????????? ?? ???????? .

“Para Imam (An-Nu’man bin Tsabit, Malik bin Anas, Muhammad bin Idris, dan Ahmad bin Hambal) rahimahumullaah telah bersepakat bahwa Imamah adalah wajib, bahwa harus ada seorang Imam bagi kaum muslim yang menegakkan syi’ar-syi’ar agama, dan menolong mereka yang terzhalimi dari orang-orang yang menzhalimi.” [Abdurrohman Al-Jaziri, Al-Fiqh 'ala al-Madzahibi al-'Arba'ah, juz 5 hlm 308] 

Ibn Hazm dari madzhab Adz-Dzahiri:

???? ???? ??? ????? ????? ??????? ????? ?????? ????? ??????? ??? ???? ??????? ??? ????? ???? ????? ???????? ????? ???? ???? ???? ????? ???? ??????? ?????? ??????? ???? ??? ??? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ? ???? ??????? ?? ???????

“Telah bersepakat seluruh Ahli Sunnah, seluruh Murji’ah, Seluruh Syi’ah, Seluruh Khawarij atas wajibnya Imamah, dan bahwa wajib atas umat untuk tunduk terhadap seorang Imam yang adil, yang menegakkan hukum-hukum Alloh swt di tengah-tengah mereka, serta mengurus urusan-urusan mereka dengan hukum-hukum syari’at yang dibawa Rosululloh saw, kecuali kalangan An-Najdaat dari kelompok kawarij.” [Ibn Hazm, Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-Ahwa' wa An-Nihal, juz 4 hlm 72] 

Tidak hanya wajib, khilafah juga merupakan perkara penting dan mendesak, sehingga para sahabat lebih mendahulukannya daripada menunaikan kewajiban memakamkan jenazah Nabi Muhammad saw. Imam Ibnu Hajar Al-Haitamiy menyatakan:

 

???? ???? ?? ??????? ????? ???? ????? ????? ?????? ?????? ??? ?? ??? ?????? ??? ?????? ??? ?????? ???? ?? ????? ??? ???????? ??? ??????? ?? ?? ??? ???? ???? ????????? ?? ??????? ?? ???? ?? ??????? ???????

“Ketahuilah juga bahwa para sahabat ra telah bersepakat bahwa pengangkatan seorang Imam setelah berakhirnya masa kenabian adalah wajib, bahkan mereka menjadikannya kewajiban yang terpenting, dimana mereka menyibukkan diri dengannya dari memakamkan Rosululloh saw. Sedangkan perbedaan mereka dalam penentuan (siapa kholifahnya) tidak membatalkan ijma’ yang telah disebutkan.” [Ibnu Hajar al-Haitamiy, Ash-Showa'iq Al-Muhriqoh, juz 1 hlm 25]

Terakhir, ada baiknya merenungkan apa yang dilantunkan Hanzhalah bin Ar-Rabi’ ra, sahabat sekaligus juru tulis Nabi saw, saat beliau menyaksikan konspirasi yang dilakukan sebagian penduduk Mesir, Kufah, dan Bashrah dalam rangka melengserkan kholifah Utsman bin ‘Affan ra dari kekhilafahan.

???? ??? ???? ????? ???? * ?????? ??????? ?? ?????

??? ???? ???? ????? ????? * ?????? ????? ??? ??????

?????? ??????? ?? ??????? * ???? ???? ???? ???????

“Aku heran dengan apa yang menyibukkan orang-orang ini # mereka berharap agar khilafah segera lenyap”

“Jika ia sampai lenyap sungguh akan lenyap pula semua kebaikan dari mereka # dan mereka akan menjumpai kehinaan yang amat sangat.”

“Adalah mereka kemudian seperti orang-orang Yahudi dan Nasrani # mereka semua sama-sama berada di jalan yang sesat.”

[Ibnu Al-Atsiir, Al-Kamil fi At-Tarikh, juz 2 hlm 17]

  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Para ulama memang telah memaparkan pentingnya khilafah serta segala hal yang terkait dengannya dalam kitab-kitab mereka. Artinya, urgensi khilafah dalam ranah politik Islam sebagai simbol pemersatu kaum Muslimin dan lambang kejayaan umat Islam memang benar. Tetapi lebih penting dari itu, harus dijelaskan pula bahwa khilafah bukan termasuk rukun iman dan bukan pula rukun Islam.
Namun dalam al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, Taqiyyuddin al-Nabhani yang jadi rujukan HT sampai mengatakan, “Wujudnya Islam dalam kancah kehidupan tergantung pada adanya khalifah.” Ini jelas keliru, fatal, dan tidak benar. Pernyataan tersebut memberikan makna, Islam itu ada kalau ada khalifah, dan Islam tidak ada ketika tidak ada khalifah. Pernyataan tersebut bermakna pula terhadap pengkafiran kaum Muslimin di muka bumi sejak satu abad yang lalu, setelah sistem khilafah dihapus dari Negara Turki. Demikian pula, pernyataan sebagian aktivis Hizbut Tahrir, la syari’ata illa bidaulah al-khilafah (Tidak ada syari’at kecuali ada negara khilafah) dan pernyataan Hizbut Tahrir, la islama bila khilafatin, (Tidak ada Islam tanpa khilafah).
Pernyataan di atas dapat bermakna pengkafiran terhadap seluruh kaum Muslimin sejak satu abad yang silam, setelah khilafah tidak ada. Tentu saja pernyataan tersebut sangat ekstrem dan berlebih-lebihan. Allah telah mencela Ahli Kitab karena berlebih-lebihan dalam beragama dalam Surat An-Nisa ayat 171.
Keyakinan Hizbut Tahrir ini berangkat dari sikap ekstrem dan semangat yang over dalam menyikapi khilafah sampai pada batas menafikan Islam ketika khilafah tidak ada. Padahal tak seorang pun dari kalangan ulama yang menganggap bahwa Islam tidak ada ketika khilafah tidak ada. Bahkan menurut al-Imam Hujjatul Islam al-Ghazali, kajian tentang khilafah itu tidak terlalu penting. Dalam hal ini Hujjatul Islam al-Ghazali berkata:
اَلنَّظَرُ فِي اْلإِمَامَةِ لَيْسَ مِنَ الْمُهِمَّاتِ، وَلَيْسَ أَيْضاً مِنْ فَنِّ الْمَعْقُوْلاَتِ فِيْهَا، بَلْ مِنَ الْفِقْهِيَّاتِ، ثُمَّ إِنَّهَا مَثَارٌ لِلتَّعَصُّبَاتِ، وَالْمُعْرِضُ عَنِ الْخَوْضِ فِيْهَا أَسْلَمُ مِنَ الْخَائِضِ، بَلْ وَإِنْ أَصَابَ، فَكَيْفَ إِذَا أَخْطَأَ.
“Kajian tentang imamah/khilafah bukan termasuk hal yang penting. Ia juga bukan termasuk bagian studi ilmu rasional, akan tetapi termasuk bagian dari ilmu fiqih. Kemudian masalah imamah berpotensi melahirkan sikap fanatik. Orang yang menghindar dari menyelami soal imamah lebih selamat dari pada yang menyelaminya, meskipun ia menyelaminya dengan benar, dan apalagi ketika salah dalam menyelaminya”. (al-Ghazali, al-Iqtishad fi al-I’tiqad, hlm. 200).

6.
Pengirim: Sutaryo  - Kota: Medan
Tanggal: 10/6/2013
 
HTI selalu berkoar Soal khilafah tapi gak tau gimana cara menegakkannya,,
dgn jalan masuk pemerintahan gak mau,dgn jalan perangpun ogah,,capek deh... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar-benar burung punguk merindukan bulan.

7.
Pengirim: arifin.  - Kota: pekalongan.
Tanggal: 10/6/2013
 
penegakan hukum agama harus didukung oleh usaha,
terutama menjadikan sekitar 70%jamaah masjid2 yg tak hafal terjemahan faatihah,
dijadikan hafal. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Di setiap negara Islam, saat ini sudah terbentuk khilafah yang sah, namanya khilafah dauliyah (satu negara dipimpin seorang khalifah, namanya presiden/raja/perdana menteri). Mengikuti sabda Nabi SAW: illal muluuk (jadilah penguasa-penguasa negeri).

Di Indonesia, yang penting adalah adanya kemauan semua umat Islam untuk memperjuangkan formalisasi syariat dalam hukum positif negara.

8.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 12/6/2013
 
HT selalu mengkait-kaitkan penyelesaian problem yang dihadapi umat Islam dengan khilafah (seperti yang sering di gumamkan didalam buletin al islam-nya). Hal tersebut sangat tidak mendidik terhadap masyarakat. Bagi orang yang melek sejarah, hal tersebut akan disalahkan. Karena khilafah dapat menjadi solusi bagi segala problem itu ketika khalifahnya rasyid (mengikuti petunjuk-petunjuk agama) dan adil seperti Khulafaur Rayisidin. Akan tetapi ketika yang menjadi khalifah tidak rasyid seperti Yazid bin Muawiyah, dan gubernurnya seperti al-Hajjaj bin Yusuf, yang terjadi bukan menyelesaikan problem. Justru rakyatnya sendiri yang dibunuh.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika HT mengaku Aswaja, maka harus bisa menerima sistem Khilafah Dauliyah, yaitu satu negara cukup dan sah dipimpin oleh seorang pemimpin muslim, entah itu berupa presiden, raja atau perdana menteri, dan seperti ini yang berlaku di Indonesia dan disepakati oleh para ulama dari seluruh ormas besar, kecuali HT saja yang menolaknya.

9.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 12/6/2013
 
Selama ini gerakan para ulama dan kiai NU bukan melalui jalur politik, dengan slogan dan misi perbaikan system pemerintahan, tegaknya khilafah dan penerapat syariat. Akan tetapi mereka bergerak dalam jalur dakwah dan pendidikan kemasyarakatan dengan mengajar mereka menunaikan shalat, zakat, puasa dan kewajiban-kewajiban agama yang lainnya dengan sebaik-baiknya. Hal tersebut berangkat dari keyakinan para kiai bahwa, apabila masyarakat telah menjalankan ajaran agamanya dengan benar dan sempurna, maka dengan sendirinya akan terbangun kesalehan individual yang pada akhirnya akan membawa pada kesalehan social. Ketika kesalehan individual telah tercapai, maka dengan sendirinya masyarakat akan menerapkan syariat Islam dengan sempurna. Bukankah dalam al-Qur’an Allah telah berfirman, “Sesungguhnya shalat itu dapat mencegah dari perbuatan keji dan kemungkaran.”

Berdirinya pemerintahan dan penguasa yang sewenang-wenang dan keluar dari jalur syariat Islam, itu tidak terlepas dari kondisi rakyat yang memang jauh dari nilai-nilai agama. Dalam hal ini Allah berfirman, “Demikianlah kami jadikan sebagian orang yang zalim sebagai pemimpin bagi sebagian yang lain akibat perbuatan mereka.” Berdasarkan ayat ini, berdirinya pemerintahan dan penguasa yang zalim itu sebagai akibat dari kezaliman masyarakat itu sendiri baik secara individual maupun social. Apabila mereka menginginkan pemerintahan yang tidak zalim dan bertindak sesuai dengan aturan syariat, maka rakyat harus bertobat kepada Allah dari perbuatan mereka yang zalim. Ketika suatu masyarakat menjalankan perintah agama dengan paripurna, maka Allah akan memberi mereka seorang pemimpin sekaliber Sayidina Abu Bakar dan Umar. Dan demikian pula sebaliknya.

Sejarah memang bukan dalil dalam agama. Tapi bagaimanapun sejarah harus dijadikan pelajaran bagi kita dalam melangkah. Bukankah Nabi SAW telah bersabda, “Janganlah seorang Mukmin terperosok ke dalam jurang yang sama sampai dua kali.” Dalam catatan sejarah, kelompok-kelompok revivalis yang membawa misi perbaikan system pemerintahan sejak awal Islam selalu memiliki akidah yang menyimpang dari mainstream Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Pada masa Sayidina Utsman, kelompok Khawarij melakukan demonstrasi dan akhirnya membunuh Sayidina Utsman dengan kedok misi perbaikan system pemerintahan. Tetapi ternyata mereka membawa akidah yang menyimpang dari ajaran Islam yang murni. Demikian pula pada masa-masa selanjutnya, kelompok-kelompok yang membawa misi serupa selalu dilatarbelakangi akidah yang menyimpang. Tidak terkecuali Hizbut Tahrir dewasa ini, yang dalam dalam bagian awal kitab al-Syakhshiyyat al-Islamiyyah, karya Taqiyuddin al-Nabhani, pendiri HT, banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.

Orang-orang HTI banyak yang tidak memahami maksud para ulama dalam bab khilafah, bahwa hal tersebut sebenarnya diletakkan dalam kerangka yang idealistik. Kalau kriteria khalifah yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih terpaksa kita terapkan sekarang, toh kaum Muslimin tetap tidak mungkin dapat melakukannya. Karena persyaratan khalifah itu harus seorang laki-laki Muslim, yang adil dan mujtahid dalam bidang hukum-hukum agama. Dan ini sekarang tidak ada, meskipun di Negara-negara Arab sendiri.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang terpenting bagi kaum muslimin Indonesia saat ini adalah menggiatkan para pejuangnya untuk berusaha menge-gol-kan penerapan syariat secara legal formal dalam hukum positif negara.

10.
Pengirim: rosidin  - Kota: kota bekasi
Tanggal: 18/6/2013
 
assalamu'alaikum pak ustd luthfi
Mau tanya banyak hal:
1. Bagaimana tata cara sholat 5 fardlu. Dimushola. Maaf kebiasaan saya ada adzan ,sholat sunat,pujian ,iqomat, sholat fardlu, dzikir berjama'ah, sholawat salam salaman.
Itu rata rata di jakarta dan bekasi tidak seperti itu: maaf asli saya cilacap.
2. Bagaimana hukum kita ikut sholat jama'ah dimushola/masjid lingkungan sendiri tapi tata caranya tidak sama .
3. Apa langkah terbaik kita untuk membenarkan hal ini, atau memang tatacara sholat jama'ah orang jawatengah khususnya cilacap yang salah?
Mohon jawaban diemail karena saya akan jadikan pegangan dalam musyawarah lingkungan.
Terimakasih wassalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amalan seperti adzan, shalat sunat, pujian, iqamat, shalat fardlu, dzikir berjama'ah, shalawat, dan salam salaman
adalah amalan warga Sunni Syafi'i, alias warga NU (Nahdhatul Ulama) yang menjadi pilihan mayoritas umat Islam Indonesia, seperti yang diamalkan sejak pertama kali Islam disebarkan di Indonesia oleh para Walisongo. Jadi, kita harus mempertahankan kebenaran ini, apalagi telah berjalan ratusan tahun di Indonesia, dan tahan banting sekalipun Indonesia dijajah Belanda, amalan umat Islam mayoritas tetap istiqamah seperti itu. Jadi jangan dirubah-rubah dengan ajaran para pendatang baru, yang belum teruji kebenarannya dan keistiqamahannya.

11.
Pengirim: rijal  - Kota: Semarang
Tanggal: 27/6/2013
 
Ust,..

penggalan : "Antara lain yang kami tanyakan, kalau Indonesia ini termasuk sistem (hukum) kufur, berarti semua produk pemerintah itu hukumnya haram (kafir). Lantas apakah anggota HTI masih memiliki KTP Indonesia, sertifikat rumah, surat-surat penting lainnya produk Indonesia? Ternyata hampir semua anggota HTI itu masih memiliki surat-surat yang dihukumi haram oleh mereka sendiri itu. Berarti mereka masih setengah hati dengan keyakinannya sendiri. Ini jelas-jelas hanya pertimbangan politik duniawi semata. Jika saja semua anggota HTI konsekwen dengan keyakinannya sendiri, maka pasti mereka tidak akan mengurus KTP, KK, Akte Kelahiran, Sertifikat tanah/rumah, surat nikah, dan surat-surat penting lainnya "

Kemungkinan Besar Panjenengan belum tahu pendapat HI ttg ini,.. kalau panjenengan pernah Ketemu dan berdiskusi, pasti tidak menulis seperti yang di atas.. Afwan 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sering ketemu dg anggota HTI, dan sering kali pemahaman kami 'tidak ketemu' dalam diskusi tsb.

12.
Pengirim: Hasan Al Amin  - Kota: Sidoarjo
Tanggal: 29/6/2013
 
semoga semuanyua mendapat hidayah...

#izin share 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amiin

13.
Pengirim: abdul aziz  - Kota: surabaya
Tanggal: 29/6/2013
 
Yaa, Ammiy...
diskusi Ammy dgn ikwan/syabab HTI yg belum ketemu mgkin persoalan waktu saja.Konsep Khilafah yg dikaji oleh HT bukan milik HT saja, tetapi ulama2 yg lain telah juga mengkajinya. Ana belum melihat secara shorih penjelasan 'pengkafiran HT' didalam kitab2nya utk mengkafirkan seluruh kaum muslimin termasuk para ulamanya karena hidup di daarul kufr. Ana yakin suatu saat nanti Ammiy akan berada dalam 'satu jalur' perjuangan' dengan teman2 HT. Al Fadhil Abina Kyai Haji Romo Ihya Ulumiddin yang sama2 mutakhorrij dari Sayyid Maliki sebagaimana jenengan, beliau tidak musykil dengan ide2 HT, teman2 HTI Malang yg jg beberapa kali ketemu dengan Ammiy mmg 'belum' ditakdirkan 'ketemu' secara pemikiran dengan Ammiy...nmaun kembali pada konsep Khilafah sebagai satu2nya solusi alternatif terhadap persoalan keumatan memang tak terbantahkan (ini hanya soal waktu saja)... kalo ana kok yo pesimis berjuang ngotot mengaplikasikan syarait di dalam sistem kufur Demokrasi seperti skr ini.. Afwan katsiir.. ( Al Faqiir Abd Aziz- pernah nyantri di PIQ Singosari thn 1995 - 1996) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Raport Merah Rancangan UU Khilafah Hizbut Tahrir

1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan : Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam. Keterangan :
Bunyi pasal seperti ini jelas-jelas bukan hanya kebebasan dalam memilih madzhab fiqh akan tetapi kebebasan segala-galanya, kecuali urusan zakat dan jihad saja yang masih dipegang khalifah.
Hal ini berarti sekulerisasi dan liberalisasi terhadap syari’at Ibadah selain zakat dan jihad bahkan aqidah Islam. Padahal di zaman Nabi dan era Khulafaur rasyidin mereka jugalah yang menentukan batasan-batasan aqidah dan ibadah yang shohih, tidak hanya dalam perkara zakat dan jihad semata.
Terlihat jelas bahwa hizb berupaya mengakomodir semua perpecahan baik antara sunni dengan syi’i maupun dengan paham paham sempalan lain semisal mu’tazilah, jabbariyah, qadariyah,dan haruriyah (khawarij), namun dengan sistem separuh-separuh seperti ini tidak hanya akan menyelisihi sistem khilafah Nabi dan khulafaur rasyidin namun juga berbeda dengan sistem pemerintahan sehingga hal ini justru mengakibatkan polemik dan kontroversi di masyarakat.
2. Dalam RUU khilafah Bab Sistem Pemerintahan pasal 21 dikatakan : Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam. Keterangan :
Hal ini merupakan upaya memasukkan sistem partai dalam sistem pemerintahan khilafah Islam. Padahal sistem seperti ini tidak pernah ada di zaman Nabi, khulafaur rasyidin, atau bahkan di zaman daulah umayyah dan abbasiyah sekalipun. Maka jelas khilafah hizb tidak ittiba’ dengan khilafah pendahulu Islam dan menyelisihi khilafah ala manhaj nubuwwah.
Sistem partai disepanjang sejarah hanya terdapat pada pemerintahan parlemen modern dan hizbut tahrir mencampur adukkan konsep pemerintahan khilafah dengan sistem pemerintahan modern. Sebuah terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh negara manapun. Sebuah konsep yang menyelisihi konsep khilafah Nabi namun juga menentang konsep pemerintahan modern.
3. Dalam RUU Khilafah :
I. Bab Khalifah pasal 33 dikatakan : … tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak. e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya II. Bab Majlis Ummat pasal 106 dikatakan : Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis wilayah ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah. Anggota-anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat sama dengan Majelis Wilayah. III. Dalam Bab Majlis Ummat pasal 103 dikatakan : Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki- laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan hukum-hukum Islam. Keterangan :
Meskipun hizb menegaskan menolak dan mengharamkan sistem demokrasi namun sistem pemilihan khalifah seperti diatas jelas tasyabbuh pada sistem demokrasi pemilihan umum atau sistem suara terbanyak. Nama nama calon Khalifah diusulkan oleh Majlis Ummat, padahal majlis ummat dipilih dengan suara terbanyak. Setelah itu para
calon khalifah dipilih oleh masyarakat dengan sistem pemilu suara terbanyak pula.
Padahal di zaman pendahulu Islam tidak pernah ada tata cara seperti ini. Kita ambil contoh bagaimana pemilihan dan pengangkatan khalifah dimasa Khulafaur Rasyidin.
Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama :
Pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di tempat kaum anshar Bani Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubbadah kepala suku Khazradj. Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan “tidak mungkin jadi, selama anda (Abu Bakar) masih berada di tengah-tengah kami”. Kemudian mereka SEPAKAT untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu Umar bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai’atnya atas pengangkatan Abu Bakar.
Besok harinya dipanggilah seluruh rakyat ke Masjid Nabi untuk melakukan bai’at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah. Yang tidak hadir dalam bai’at itu ada empat tokoh utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri Nabi dan Sa’ad bin Ubbadah. Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar untuk memperoleh bai’atnya dari mereka.
Disini dapat dilihat dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih SECARA MUFAKAT oleh para alim ulama ahlul halli wal aqdi walaupun tidak lengkap, dan langsung semua rakyat melakukan bai’at tanpa ada pemilihan umum.
Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab :
Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa alim ulama ahlul
halli wal aqdi, diantaranya Abdur Rahman bin Auf. Dalam sidang ini Abu Bakar mengajukan calon khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian sidang ulil amri SEPAKAT menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah. Pada waktu itu juga Abu Bakar menandatangi suatu surat bai’at atas penganggkatan khalifah kedua ini. Disinipun kita lihat Khalifah Abu Bakar sebelum meninggal merundingkan dahulu dengan para alim ulama ahlul halli wal aqdi sehingga memperoleh KESEPAKATAN siapa yang akan menjadi khalifah sepeninggalnya. Bukan dengan melakukan pemilihan umum majlis ummat dan pemilihan umum calon khalifah.
Pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan:
Khalifah Umar bin Khatthab mengajukan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Dari enam calon ini setelah di konfirmasi hanya dua yang sanggup, Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin Khatthab. Namun dalam sidang alim ulama ahlul halli wal aqdi yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih secara MUFAKAT Usman bin Affan sebagai khalifah. Ali bin Abi Thalib juga sepakat menerima dan melakukan bai’at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga.
Pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib:
Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada para alim ulama ahlul halli wal aqdi, karena Khalifah Usman bin Affan tidak sempat mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para pemberontak. Dalam pemilihan khalifah ini diajukan tiga calon yaitu, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Disinipun Ali bin Abi Thalib awalnya tidak menerima pencalonannya, namun setelah kedua calon lainnya mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat, maka dipilihlah secara MUFAKAT Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.
Maka jelas bahwa sistem pemilihan khilafah pendahulu Islam adalah musyawarah mufakat antara ahlul halli wal aqdi dan bukan dengan cara pemilihan umum suara terbanyak .
Hizb berteriak mengharamkan demokrasi namun kenyataannya nilai-nilai demokrasi justru diterapkan kembali dalam RUU khilafahnya.
Maka Adakah Letak Kemiripan Khilafah Hizb Dengan Khilafah Nabi Dan Para Shahabat ???
Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan Hizbut Tahrir.
Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya.
Dhuha, 15 Muharram 1429 H
Penulis
(pengelolakomaht@yahoo.co.id)

14.
Pengirim: Aan  - Kota: Malang
Tanggal: 14/9/2013
 
Assalamu`alaikum wr wb

Tolong ditanggapi dan dikupas akan Aqidah Hizbut Tahrir yang melenceng dari Ahlussunnah Wal-Jama’ah karena ini sangat penting karena banyak anak muda NU yg bergabung dengan mereka, salah satunya Abulwafa Romli yg mengaku alumni Pesantren Lirboyo dan sekarang aktif menulis mempropagandakan paham Hizbut Tahrir,



,memang telah ada kader Muda NU yg menulis akan hakekat penyimpangan Hizbut Tahrir semisal Idrus Romli dari PCNU Jember tapi mungkin akan lebih mantap kalau Pak Kyai Lutfi Bashori yg menulisnya karena selama ini yg giat mengkritisi Hizbut Tahrir selalu saja di cap di tuduh Liberal tak terkecualikan Kyai Idrus Romli gara2 mengkritisi HT dicap dan tuduh Liberal padahal kita tahu bahwa Kyai Idrus Romli adalah tokoh muda NU yg giat melawan pemikiran JIL.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
HTI bukan ajaran Sunni Syafi'i (NU) yang kita anut. Sunni Syafi'i mengakui keabsahan sebuah pemerintahan yang dipimpin seorqang kepala negara yang beragama Islam, sekalipun dia ahli maksiat (seperti di zaman Yazid bin Muawiyah).

Jadi NKRI sejak merdeka itu sah dan tidak berdosa orang Islam yang bernaung dalam NKRI, karena semua Presidennya sejak merdeka beragama Islam, sekaipun semua Presiden RI masih sekelas Yazid bin Muawiyah yang fasiq itu. Hanya saja kewajiban umat Islam adalah terus berusaha mencari Presiden Ta'at Syariat Islam.

Sedangkan HTI telah menghukumi seluruh Presiden NKRI sejak merdeka hingga kini adalah telah Kafir disebabkan para presiden RI itu dinilai telah mengadopsi sistem kufur. Ini juga memberi arti, bahwa masyarakat Indonesia yang ikut pemilihan presiden RI atau yang mengakui keabsahan NKRI juga telah kafir.

Padahal menurut sebagaian ulama Aswaja, bahwa penegakan Daulah
Islamiyyah adalah fardhu kifayah (kewajiban atas sebagian umat muslim). Itupun arti Daulah Islamiyah bukan harus seluruh dunia dipimpin oleh seorang khilafah, tapi boledh juga satu negara yang dihuni mayoritas umat Isam dipimpin oleh seorang muslim, seperti yang berkembang di dunia saat ini.

Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardi berkata di dalam kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah: “…Jika telah pasti tentang wajibnya
(penegakan) Al-Imamah (kepemerintahan/kepemimpinan) maka tingkat kewajibannya adalah fardhu kifayah, seperti kewajiban jihad
dan menuntut ilmu.” Sebelumnya beliau juga berkata: “Al-Imamah ditegakkan sebagai sarana untuk melanjutkan khilafatun
nubuwwah dalam rangka menjaga agama dan pengaturan urusan dunia yang penegakannya adalah wajib secara ijma', bagi pihak
yang berwenang dalam urusan tersebut.” (Al-Ahkam As-Sulthaniyah, hal. 5-6).

Imamul Haramain menyatakan bahwa permasalahan Al-Imamah merupakan jenis permasalahan furu’. (Al-Ahkam As-Sulthaniyah,
hal. 5-6).

Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali berkata: “Maka anda melihat pernyataan mereka (para ulama) tentang permasalahan Imamah bahwasanya ia tergolong permasalahan furu’, tidak lebih sebatas wasilah (sarana) yang berfungsi sebagai pelindun terhadap agama dan politik (di) dunia, yang dalil tentang kewajibannya masih diperselisihkan, apakah dalil ‘aqli ataukah dalil
syar’i….

Bagaimanapun, jenis permasalahan yang seperti ini kondisinya, yang masih diperselisihkan tentang posisi dalil yang
mewajibkannya, bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa masalah Al-Imamah ini merupakan puncak tujuan agama yang paling
hakiki?”(seperti yang dipersepsikan HTI). Wallahu a'lam.

15.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 14/9/2013
 
asw. pak kyai al-faadhil rahimakumullaah.. RUU negara khilafah yang digagas HT itu disertai dengan kitab muqaddimat dustuur yang berisi penjelasan maksud dari pasal-pasal UUD tsb sekaligus dalil2 syara' yang menjadi landasannya. al-faqiir melihat pak kyai al-faadhil belum sepenuhnya memahami maksud UUD tsb sehingga kritik atasnya tidak mengenai sasaran. saya menyarankan agar al-faadhil meluangkan waktu untuk membaca kitab muqaddimat dustuur sehingga kritik atas UUD khilafah lebih mendalam dan ilmiah. baarakallaahu lakum. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Berikut kami nukilkan artikel mantan Hizbut Tahrir sbb:

Raport Merah Rancangan UU Khilafah Hizbut Tahrir
1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan : Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan
jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam. Keterangan : Bunyi pasal seperti ini jelas-jelas bukan hanya kebebasan dalam memilih madzhab fiqh akan tetapi kebebasan segala-galanya,
kecuali urusan zakat dan jihad saja yang masih dipegang khalifah. Hal ini berarti sekulerisasi dan liberalisasi terhadap syari’at Ibadah selain zakat dan jihad bahkan aqidah Islam. Padahal di zaman
Nabi dan era Khulafaur rasyidin mereka jugalah yang menentukan batasan-batasan aqidah dan ibadah yang shohih, tidak hanya
dalam perkara zakat dan jihad semata. Terlihat jelas bahwa hizb berupaya mengakomodir semua perpecahan baik antara sunni dengan syi’i maupun dengan paham
paham sempalan lain semisal mu’tazilah, jabbariyah, qadariyah,dan haruriyah (khawarij), namun dengan sistem separuh-separuh
seperti ini tidak hanya akan menyelisihi sistem khilafah Nabi dan khulafaur rasyidin namun juga berbeda dengan sistem
pemerintahan sehingga hal ini justru mengakibatkan polemik dan kontroversi di masyarakat.

2. Dalam RUU khilafah Bab Sistem Pemerintahan pasal 21 dikatakan : Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki
kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang
diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang
setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam. Keterangan : Hal ini merupakan upaya memasukkan sistem partai dalam sistem pemerintahan khilafah Islam. Padahal sistem seperti ini tidak
pernah ada di zaman Nabi, khulafaur rasyidin, atau bahkan di zaman daulah umayyah dan abbasiyah sekalipun. Maka jelas khilafah
hizb tidak ittiba’ dengan khilafah pendahulu Islam dan menyelisihi khilafah ala manhaj nubuwwah. Sistem partai disepanjang sejarah hanya terdapat pada pemerintahan parlemen modern dan hizbut tahrir mencampur adukkan
konsep pemerintahan khilafah dengan sistem pemerintahan modern. Sebuah terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh
negara manapun. Sebuah konsep yang menyelisihi konsep khilafah Nabi namun juga menentang konsep pemerintahan modern.

3. Dalam RUU Khilafah : I. Bab Khalifah pasal 33 dikatakan : … tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :

d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-
anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon
menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak.
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
.
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya II.

Bab Majlis Ummat pasal 106 dikatakan : Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis
wilayah ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah. Anggota-
anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat
sama dengan Majelis Wilayah. III. Dalam Bab Majlis Ummat pasal 103 dikatakan : Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki-
laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya
pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan
hukum-hukum Islam.

Keterangan : Meskipun hizb menegaskan menolak dan mengharamkan sistem demokrasi namun sistem pemilihan khalifah seperti diatas jelas
tasyabbuh pada sistem demokrasi pemilihan umum atau sistem suara terbanyak. Nama nama calon Khalifah diusulkan oleh Majlis
Ummat, padahal majlis ummat dipilih dengan suara terbanyak. Setelah itu para calon khalifah dipilih oleh masyarakat dengan sistem
pemilu suara terbanyak pula. Padahal di zaman pendahulu Islam tidak pernah ada tata cara seperti ini. Kita ambil contoh bagaimana pemilihan dan pengangkatan
khalifah dimasa Khulafaur Rasyidin. Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama : Pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di tempat kaum anshar Bani Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubbadah kepala suku
Khazradj. Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu
Ubaidah Amir bin Djarrah. Namun Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan “tidak mungkin jadi, selama anda (Abu
Bakar) masih berada di tengah-tengah kami”. Kemudian mereka SEPAKAT untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu
Umar bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai’atnya atas pengangkatan Abu Bakar. Besok harinya dipanggilah seluruh rakyat ke Masjid Nabi untuk melakukan bai’at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar sebagai
khalifah. Yang tidak hadir dalam bai’at itu ada empat tokoh utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri
Nabi dan Sa’ad bin Ubbadah. Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar untuk memperoleh bai’atnya dari mereka. Disini dapat dilihat dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih SECARA MUFAKAT oleh para alim ulama ahlul halli
wal aqdi walaupun tidak lengkap, dan langsung semua rakyat melakukan bai’at tanpa ada pemilihan umum.

Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab : Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa alim ulama ahlul halli wal aqdi,
diantaranya Abdur Rahman bin Auf. Dalam sidang ini Abu Bakar mengajukan calon khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian
sidang ulil amri SEPAKAT menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah. Pada waktu itu juga Abu Bakar
menandatangi suatu surat bai’at atas penganggkatan khalifah kedua ini. Disinipun kita lihat Khalifah Abu Bakar sebelum meninggal
merundingkan dahulu dengan para alim ulama ahlul halli wal aqdi sehingga memperoleh KESEPAKATAN siapa yang akan menjadi
khalifah sepeninggalnya. Bukan dengan melakukan pemilihan umum majlis ummat dan pemilihan umum calon khalifah.

Pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan: Khalifah Umar bin Khatthab mengajukan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa’ad bin
Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Dari enam calon ini setelah di konfirmasi hanya dua yang sanggup,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin Khatthab. Namun dalam sidang
alim ulama ahlul halli wal aqdi yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih secara MUFAKAT Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ali bin Abi Thalib juga sepakat menerima dan melakukan bai’at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga.

Pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib: Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada para alim ulama ahlul halli wal aqdi, karena Khalifah Usman bin Affan tidak
sempat mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para pemberontak. Dalam pemilihan khalifah ini diajukan
tiga calon yaitu, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Disinipun Ali bin Abi Thalib awalnya tidak menerima
pencalonannya, namun setelah kedua calon lainnya mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat,
maka dipilihlah secara MUFAKAT Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Maka jelas bahwa sistem pemilihan khilafah pendahulu Islam adalah musyawarah mufakat antara ahlul halli wal aqdi dan bukan
dengan cara pemilihan umum suara terbanyak . Hizb berteriak mengharamkan demokrasi namun kenyataannya nilai-nilai demokrasi justru diterapkan kembali dalam RUU
khilafahnya. Maka Adakah Letak Kemiripan Khilafah Hizb Dengan Khilafah Nabi Dan Para Shahabat ???

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya
cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan Hizbut Tahrir. Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya. Dhuha, 15 Muharram 1429 H Penulis (pengelolakomaht@yahoo.co.id).

16.
Pengirim: ahmad  - Kota: onorogo
Tanggal: 15/9/2013
 
asw. seorag yg faqih itu berusaha keras untuk memahami fakta terlebih dahulu sebelum menghukuminya. saya lihat panjenengan ini tergesa2 menghukumi HT. dari tulisan2 panjenengan, tampak bahwa yang panjenengan salah-salahkan itu adalah bayangan panjenengan ttg HT, bukan HT-nya sendiri. bisa fatal ini. coba, di kitab apa HT mengkafirkan para presiden? :) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang kami tahu tentang kesesatan Taqyuddin Annabhani, pendiri Hizbut Tahrir yang bukan pengikut Sunni Syafi'i itu adalah dia pengingkar Hadits Ahad sekalipun shahih.Berawal dari sosok Ibrahim bin Ismail bin Ulayyah (193 H) manusia di zaman tabi’in yang pertama kali mengajarkan pada pengikutnya untuk menolak seluruh hadits ahad sebagai sumber hukum Islam, sehingga ia menuai kecaman keras dari Imam Asy Syafi’ie, bahkan Imam Asy Syafi’ie sampai berkata tentang Ibrahim bin Ulayyah : “Dia orang yang sesat. Duduk dipintu As-Suwal
untuk menyesatkan manusia”. (Lihat Lisaanul Mizan Ibnu Hajar I/34 (64) dan Lihat juga Mausu’ah Ahlis Sunnah I/513). Saat ini beberapa kelompok cendekiawan muslim juga menyatakan penolakannya terhadap hadits ahad meskipun sedikit berbeda dengan Ibnu Ulayyah yang menolak total kandungan hadits ahad, mereka para cendekiawan muslim saat ini hanya menolak sebatas pada kandungan aqidahnya saja. Hizbut Tahrir sebagai kelompok yang memiliki cita- cita mulia menegakkan syari’at Islam amat disayangkan ternyata menyimpan dan menyebarluaskan penyimpangan aqidah yaitu meragukan keyakinan yang terdapat dalam hadits ahad meskipun hadits tersebut shohih. Bahkan pendiri Hizbut Tahrir (Taqiyyuddin An Nabhani) mengharamkan mengambil aqidah kecuali pada riwayat yang mutawatir
saja. Hal ini karena Taqiyyuddin menganggap hadits ahad meskipun shohih, hanya membuahkan Dhon dan SEMUA Dhon tidak bisa
diimani (HARAM DIIMANI). Taqiyyuddin mengharamkan meyakini aqidah selain dari riwayat yang mutawatir saja meskipun riwayat tersebut shohih. Taqiyyuddin juga berpendapat bahwa SEMUA Dhon tidak bisa dijadikan aqidah. Taqiyyuddin berkata : “….Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash al qur’an dan hadits mutawatir, HARAM baginya untuk mengimaninya (menjadikan sebagai aqidah)…” (Lihat Peraturan Hidup dalam Islam, Penulis: Taqiyyuddin an Nabhani, Judul asli: Nidzomul Islam, Penerjemah: Abu Amin dkk,
Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah Indonesia, Cetakan II (revisi), April 1993, halaman 12, paragraf ke-4 , baris ke-7 dari atas, dan
lihat juga As-Syakhshiyah al-Islamiyah, Taqiyyudin An-Nabhani, Beirut : Al-Quds, 1953, cet. ke-2, Jilid 1 h.129).

17.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 16/9/2013
 
asw. yaa ustadz al-faadhil, saya telah menasehatkan agar ustadz membaca sendiri kitab muqaddimat dustuur HT sebelum menghukumi rancangan UUD khilafah. namun, sepertinya ustadz al-faadhil mencukupkan diri hanya dengan copy paste dari tulisan orang lain yang hanya beberapa paragraf, dan mungkin juga ustad al-faadhil tidak mengenal betul siapa penulisnya. maka jika nasehat saya kurang bisa didengarkan, inilah nasehat dari Allah swt:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra:36)” 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda justru yang perlu datang kepada para ulama sepuh NU untuk minta nasehat, bagaimana caranya agar anda dapat segera keluar dari komunitas HT.

18.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 16/9/2013
 
yaa ustadz al-faadhil, tidak sedikit kyai-kyai sepuh NU yang menerima HT sbg kelompok islam tanpa menyesat-nyesatkannya. Buya ihya ulumuddin pujon dan Kyai Malik gondanglegi adalah contohnya. beliau berdua adalah murid syeikh maliky sebagaimana ustadz al-faadhil.

dan bagaimana mungkin saya harus keluar dari komunitas HT bila penjelasan-penjelasan ustadz al-faadhil hanya copy paste dari qiila wa qaal.

sementara ustadz al-faadhil menuduh HT mengkafirkan seluruh presiden, inilah yang dikatakan syeikh taqiyuddin annabahani dlm kitab muqaddimat dustuur:

وقد أمر الله السلطان أن يحكم بما أنزل الله على رسول الله، وجعل مَن حكم بغير ما أنزل الله كافراً إن اعتقد به واعتقد بعدم صلاحية ما أنزل على رسوله، وجعله عاصياً إن حكم به ولم يعتقده

“Allah swt telah memerintahkan penguasa untuk berhukum dengan apa yang Allah swt turunkan atas Rasulullah saw, dan menjadikan siapa-siapa yang berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah swt sebagai kafir jika menyakininya, dan meyakini tidak adanya kemaslahatan pada apa yang diturunkan atas Rasul-Nya, serta menjadikannya bermaksiat jika berhukum dengannya (selain hukum Allah swt) tanpa meyakininya.” [Syaikh Taqyuddin An-Nabhaaniy, Muqaddimatu-d-Dustuur, hlm 6] 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah dan sujud syukur kami dari NU Garis Lurus tidak pernah ikut HT.

Kiai Ihya Ulumuddin itu sama sekali bukan pengikut HT. Kami bisa membuktikan itu, karena kami satu tim dalam kepengurusan-Haiah Asshofwah Almalikiyah.

Kami banyak membaca artikel para mantan aktifis HT yang sedang dialog dengan aktifis HT.

19.
Pengirim: Kyai  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 16/9/2013
 
ahmad nadhif - Kota: ponorogo
Tanggal: 16/9/2013 asw. yaa ustadz al-faadhil, saya telah menasehatkan agar ustadz membaca sendiri kitab muqaddimat dustuur HT sebelum menghukumi rancangan UUD khilafah. namun, sepertinya ustadz al-faadhil mencukupkan diri hanya dengan copy paste dari tulisan orang lain yang hanya beberapa paragraf, dan mungkin juga ustad al-faadhil tidak mengenal betul siapa penulisnya. maka jika nasehat saya kurang bisa didengarkan, inilah nasehat dari Allah swt:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (Al Isra:36)”

- Kita tdk perlu membaca UUD Khilafah yg hanya sebagai produk aksesoris. Sangat baik apabila kita melihat pendapat Taqiyuddin al Nabhani sebagai pendirinya. Kami heran mengapa HT yang mengelu-elukan formalisasi syariat Islam justru mengajak kamu muslimin bermaksiat. Islam sebagai agama yang sempurna menganjurkan umatnya agar melakukan 'iffah, menjaga kesucian dan kebersihan diri dari perbuatan yang hina dan maksiat, menganjurkan akhlak yang mulia, dan mengharamkan jabatan tangan antara laki-laki dan perempuan ajnabi (bukan mahram dan bukan isteri) dan menyentuhnya. Namun dalam persoalan ini, HT mengeluarkan fatwa yang nyeleneh dan berpotensi menebarkan dekadensi moral, yaitu fatwa bolehnya berjabat tangan antara laki-laki dengan perempuan ajnabi (bukan mahram). Hal ini seperti dikatakan oleh Taqiyyuddin al-Nabhani dalam bukunya al-Nizham a-Ijtima'i fi al-Islam:
يَجُوْزُ لِلرَّجُلِ أَنْ يُصَافِحَ الْمَرْأَةَ وَلِلْمَرْأَةِ أَنْ تُصَافِحَ الرَّجُلَ دُوْنَ حَائِلٍ بَيْنَهُمَا.
Orang laki-laki boleh berjabat tangan dengan orang perempuan, dan sebaliknya orang perempuan boleh berjabat tangan dengan orang laki-laki tanpa ada penghalang.

Masih banyak fatwa lain yang dikeluarkan HT yang justru merusak moral anak bangsa dan menginjak-nginjak syariat itu sendiri yang juga beratas namakan syariat.

Lain lagi dengan pandangan HT yang selalu mengkait-kaitkan penyelesaian problem yang dihadapi umat Islam dengan khilafah. Bagi kami, hal tersebut sangat tidak mendidik terhadap masyarakat. Bagi orang yang melek sejarah, hal tersebut akan disalahkan. Karena khilafah dapat menjadi solusi bagi segala problem itu ketika khalifahnya rasyid dan adil seperti Khulafaur Rayisidin. Akan tetapi ketika yang menjadi khalifah tidak rasyid seperti Yazid bin Muawiyah, dan gubernurnya seperti al-Hajjaj bin Yusuf, yang terjadi bukan menyelesaikan problem. Justru rakyatnya sendiri yang dibunuh.

Saya tunggu komentar anda dengan menyajikan kajian ilmiyyah..

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini sangat penting untuk Mas Nadhif.

20.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 16/9/2013
 
asw. yaa ustadh al-faadhil, tdk ada pernyataan saya yg mengatakan bahwa kyai ihya menjadi pengikut HT. sy hanya menyatakan bhw beliau menerima HT sbg kelompok islam tanpa menyesat-nyesatkannya.

akan halnya persoalan hukum jabat tangan, HT memang mengadopsi pendapat yang menganggap berjabat tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah mubah (boleh), tapi dengan syarat: tidak disertai syahwat dan aman dari fitnah.

Kebolehan ini berdasarkan hadits:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ عَلَى النِّسَاءِ فِيمَا أَخَذَ أَنْ لَا يَنُحْنَ فَقَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَةً أَسْعَدَتْنِي أَفَلَا أُسْعِدُهَا فَقَبَضَتْ يَدَهَا وَقَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ فَلَمْ يُبَايِعْهَا .

Dari Ummu ‘Athiyyah, bahwa Rasulullah saw mengambil bai’at atas kaum wanita untuk tidak melakukan niyaahah (meratapi mayat), berkata seorang wanita: wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang wanita dulu menyertaiku ber-niyahah, tidakkah aku boleh membalasnya, maka ia menarik tangannya, Rasulullah pun juga menarik tangannya dan beliau tidak jadi membai’atnya. [HR. Ahmad – Sahih]

Memperkuat:

عن هند بنت عتبة قالت : يا نبي الله ، بايعني . فنظر إلى يدها فقال :
لا أبايعك حتى تغيري كفيك كأنهما كفا سَبُع .

Dari Hindun binti ‘Utbah berkata: wahai Rasulullah saw, bai’atlah aku. Rasulullah saw melihat ke arah tangan Hindun, kemudian bersabda: “aku tidak mau membai’atmu sebelum kamu merubah kedua telapak tanganmu (dengan pacar), kedua telapak tangan itu seperti kedua telapak tangan binatang buas (seperti tangan laki-laki)”. [HR. Abu Dawud – Hasan]

Aspek argumentatif: jika bai’at terhadap wanita cukup dengan isyarat atau ucapan, maka tidak perlu Nabi saw memerintahkan Hindun berpacar.

كان يصافح النساء في بيعة الرضوان ... قيل هذا مخصوص به لعصمته فلا يجوز لغيره مصافحة اجنبية لعدم أمن الفتنة .

“Adalah (Rasulullah saw) beliau menjabat tangan wanita pada saat bai’at ridhwan … ada yang mengatakan ini dikhususkan bagi Rasulullah saw saja karena kema’shumannya maka tidak boleh bagi selain beliau untuk menjabat tangan wanita asing dikarenakan tidak ada jaminan aman dari fitnah.” [Al-Haafizh Al-Manawi, At-Taisiir bi-syarhi-l-jaami’ish-shaghiir, 2/538]

Di situ Al-Haafizh Al-Manawi menuliskan apa adanya bahwa Nabi saw benar-benar bejabat tangan dengan wanita saat bai’at, hanya saja jika itu merupakan kekhususan bagi Beliau maka harus ada qariinah (indikasi) yang menunjukkan hal tersebut.

وتحرم مصافحة المرأة لقوله صلّى الله عليه وسلم « إني لا أصافح النساء ». لكن الجمهور غير الشافعية أجازوا مصافحة العجوز التي لا تشتهى ومس يدها لانعدام خوف الفتنة، قال الحنابلة: كره أحمد مصافحة النساء، وشدد أيضاً حتى لمحرم، وجوزه لوالد، وأخذ يد عجوز شوهاء. وحرم الشافعية المس والنظر للمرأة مطلقاً، ولو كانت المرأة عجوزاً. تجوز المصافحة بحائل يمنع المس المباشر.

“Diharamkan menjabat tangan wanita berdasarkan sabda Nabi saw: “sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita”, akan tetapi mayoritas ‘ulama selain syafi’iyyah membolehkan berjabat tangan dan menyentuh tangan wanita tua yang tidak menimbulkan syahwat, karena tidak ditakutkan akan timbul fitnah. Berkata ‘ulama hanabilah: Imam Ahmad bin Hambal memakruhkan berjabat tangan dengan wanita, bahkan terhadap mahram, dan membolehkannya terhadap orang tua, dan menyentuh tangan wanita tua yang buruk rupa. Ulama syafi’iyyah mengharamkan menyentuh dan melihat wanita secara mutlak, meskipun wanita yang sudah tua, berjabat tangan boleh dengan menggunakan pelapis yang mencegah dari bersentuhan secara langsung.” [Wahbah Zuhaili, Al-fiqhu-l-islaamiy wa adillatuhu, 4/206]

jadi, ini hanya persoalan ikhtilaf dlm fiqh, dan saya kira tdk tepat hanya gara-gara ikhtilaf soal jabat tangan ini HT dianggap sesat.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda tidak taat kepada pemimpoin anda sendiri Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyyuddin An Nabhani yang mengharamkan mengambil riwayat Hadits Ahad. Lah, anda malah mengutip riwayat Imam Abu Dawud yang Hasan, padahal pendiri HT hanya mau yang mutawatir
saja. Hal ini karena Taqiyyuddin menganggap hadits ahad meskipun shohih, hanya membuahkan Dhon dan SEMUA Dhon tidak bisa
diimani (HARAM DIIMANI). Taqiyyuddin juga berpendapat bahwa SEMUA Dhon tidak bisa dijadikan aqidah. Taqiyyuddin berkata : “….Apa saja yang tidak terbukti oleh kedua jalan tadi, yaitu akal serta nash al qur’an dan hadits mutawatir, HARAM baginya untuk mengimaninya (menjadikan sebagai aqidah)…” (Lihat Peraturan Hidup dalam Islam, Penulis: Taqiyyuddin an Nabhani, Judul asli: Nidzomul Islam, Penerjemah: Abu Amin dkk,
Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah Indonesia, Cetakan II (revisi), April 1993, halaman 12, paragraf ke-4 , baris ke-7 dari atas, dan
lihat juga As-Syakhshiyah al-Islamiyah, Taqiyyudin An-Nabhani, Beirut : Al-Quds, 1953, cet. ke-2, Jilid 1 h.129).

Jelas pendapat Taqyuddin ini sesat menurut pendapat para ulama Salaf Aswaja yang menerima Hadits-hadits kutubus sittah yang mayoritas isinya Ahad itu.

21.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 16/9/2013
 
AHMAD NADHIF – PONOROGO
Akan halnya persoalan hukum jabat tangan, HT memang mengadopsi pendapat yang menganggap berjabat tangan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram adalah mubah (boleh), tapi dengan syarat: tidak disertai syahwat dan aman dari fitnah.

Kebolehan ini berdasarkan hadits:

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخَذَ عَلَى النِّسَاءِ فِيمَا أَخَذَ أَنْ لَا يَنُحْنَ فَقَالَتِ امْرَأَةٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ امْرَأَةً أَسْعَدَتْنِي أَفَلَا أُسْعِدُهَا فَقَبَضَتْ يَدَهَا وَقَبَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ فَلَمْ يُبَايِعْهَا .

Dari Ummu ‘Athiyyah, bahwa Rasulullah saw mengambil bai’at atas kaum wanita untuk tidak melakukan niyaahah (meratapi mayat), berkata seorang wanita: wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang wanita dulu menyertaiku ber-niyahah, tidakkah aku boleh membalasnya, maka ia menarik tangannya, Rasulullah pun juga menarik tangannya dan beliau tidak jadi membai’atnya. [HR. Ahmad – Sahih]

Memperkuat:

عن هند بنت عتبة قالت : يا نبي الله ، بايعني . فنظر إلى يدها فقال :
لا أبايعك حتى تغيري كفيك كأنهما كفا سَبُع .

Dari Hindun binti ‘Utbah berkata: wahai Rasulullah saw, bai’atlah aku. Rasulullah saw melihat ke arah tangan Hindun, kemudian bersabda: “aku tidak mau membai’atmu sebelum kamu merubah kedua telapak tanganmu (dengan pacar), kedua telapak tangan itu seperti kedua telapak tangan binatang buas (seperti tangan laki-laki)”. [HR. Abu Dawud – Hasan]

Aspek argumentatif: jika bai’at terhadap wanita cukup dengan isyarat atau ucapan, maka tidak perlu Nabi saw memerintahkan Hindun berpacar.

كان يصافح النساء في بيعة الرضوان ... قيل هذا مخصوص به لعصمته فلا يجوز لغيره مصافحة اجنبية لعدم أمن الفتنة .

“Adalah (Rasulullah saw) beliau menjabat tangan wanita pada saat bai’at ridhwan … ada yang mengatakan ini dikhususkan bagi Rasulullah saw saja karena kema’shumannya maka tidak boleh bagi selain beliau untuk menjabat tangan wanita asing dikarenakan tidak ada jaminan aman dari fitnah.” [Al-Haafizh Al-Manawi, At-Taisiir bi-syarhi-l-jaami’ish-shaghiir, 2/538]

Di situ Al-Haafizh Al-Manawi menuliskan apa adanya bahwa Nabi saw benar-benar bejabat tangan dengan wanita saat bai’at, hanya saja jika itu merupakan kekhususan bagi Beliau maka harus ada qariinah (indikasi) yang menunjukkan hal tersebut.

وتحرم مصافحة المرأة لقوله صلّى الله عليه وسلم « إني لا أصافح النساء ». لكن الجمهور غير الشافعية أجازوا مصافحة العجوز التي لا تشتهى ومس يدها لانعدام خوف الفتنة، قال الحنابلة: كره أحمد مصافحة النساء، وشدد أيضاً حتى لمحرم، وجوزه لوالد، وأخذ يد عجوز شوهاء. وحرم الشافعية المس والنظر للمرأة مطلقاً، ولو كانت المرأة عجوزاً. تجوز المصافحة بحائل يمنع المس المباشر.

“Diharamkan menjabat tangan wanita berdasarkan sabda Nabi saw: “sesungguhnya aku tidak menjabat tangan wanita”, akan tetapi mayoritas ‘ulama selain syafi’iyyah membolehkan berjabat tangan dan menyentuh tangan wanita tua yang tidak menimbulkan syahwat, karena tidak ditakutkan akan timbul fitnah. Berkata ‘ulama hanabilah: Imam Ahmad bin Hambal memakruhkan berjabat tangan dengan wanita, bahkan terhadap mahram, dan membolehkannya terhadap orang tua, dan menyentuh tangan wanita tua yang buruk rupa. Ulama syafi’iyyah mengharamkan menyentuh dan melihat wanita secara mutlak, meskipun wanita yang sudah tua, berjabat tangan boleh dengan menggunakan pelapis yang mencegah dari bersentuhan secara langsung.” [Wahbah Zuhaili, Al-fiqhu-l-islaamiy wa adillatuhu, 4/206]

jadi, ini hanya persoalan ikhtilaf dlm fiqh, dan saya kira tdk tepat hanya gara-gara ikhtilaf soal jabat tangan ini HT dianggap sesat.

PELURUSAN :
Alhamdulillah anda mengakui bahwa HT berpendapat bahwa halal menyentuh yg bukan mahram. Saya kira ini adalah kejahilan HT dalam memahami hadist Nabi, padahal para ulama Ahlussunnah Wal-Jama'ah mengatakan bahwa dalam hadits di atas tidak ada penyebutan bahwa perempuan yang lain menjabat tangan Nabi saw. Hadits di atas bukanlah nash yang menjelaskan hukum bersentuhnya kulit dengan kulit. Bahkan sebaliknya hadits tersebut menegaskan bahwa para wanita saat membai'at mereka memberi isyarat tanpa ada sentuh menyentuh sebagaimana diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dalam Shahih-nya di bab yang sama dengan hadits Ummu Athiyyah. Hadits ini bersumber dari Sayyidah 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia mengatakan:
كَانَ النَّبِيُّ j يُبَايِعُ النِّسَاءَ بِالْكَلاَمِ
Nabi saw memba'iat kaum wanita dengan berbicara (bukan jabat tangan).
'Aisyah juga mengatakan:
لاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُهُ j يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ فِي الْمُبَايَعَةِ، مَا يُبَايِعُهُنَّ إِلاَّ بِقَوْلِهِ: قَدْ بَايَعْتُكِ عَلىَ ذَلِكَ.
Tidak, demi Allah, tidak pernah sekalipun tangan Nabi saw menyentuh tangan seorang perempuan ketika bai'at. Beliau tidak membai'at para wanita kecuali hanya dengan mengatakan: "Aku telah menerima bai'at kalian atas hal-hal tersebut."
Sedangkan dalil keharaman jabat tangan laki-laki dan perempuan ajnabi adalah hadits-hadits berikut ini:
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ
Zina tangan adalah menyentuh.
Dalam riwayat Ahmad disebutkan:
وَالْيَدُ زِنَاهَا اللَّمْسُ
Zina tangan adalah menyentuh.
Dalam riwayat Ibn Hibban juga disebutkan:
وَالْيَدُ زِنَاؤُهَا اللَّمْسُ
Zina tangan adalah menyentuh.
Dalam hadits-hadits di atas, Rasulullah saw menganggap bersentuhan sebagai zina tangan yang berarti hukumnya haram. Keharaman jabatan tangan ini juga diperkuat dengan hadits shahih berikut ini:
عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ j: لأَنْ يُطْعَنَ أَحَدُكُمْ بِحَدِيْدَةٍ فِي رَأْسِهِ خَيْرٌ لَهُ مَنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ.
Ma'qil bin Yasar berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Seandainya kepala salah seorang kalian ditusuk dengan potongan besi, niscaya hal itu lebih baik baginya (lebih ringan) daripada [disiksa karena maksiat] menyentuh perempuan yang tidak halal baginya.

Bagi kami ini bukan masalah ikftilaf, karena dalil anda tidak berdasar, memang ada sebagai pendapat diluar madzhab Syafi’i yang menyatakan kebolehan menjabat tangan WANITA TUA dan TIDAK SYAHWAT. Namun al Nabhani mutlak membolehkannya, tanpa pra syarat WANITA TUA.

Demikianlah fatwa-fatwa tabu, nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir, yang membuktikan bahwa semangat mereka yang berlebihan dalam memperjuangkan tegaknya syariat dan khilafah Islamiyah tidak didukung dengan latar belakang ilmu pengetahuan agama yang memadai, sehingga kerap kali aliran ini mengeluarkan statemen dan fatwa-fatwa yang sesat dan menyesatkan umat Islam.

Visi dan misi Hizbut Tahrir tentang terlaksananya syariat Islam secara kaffah hanyalah isapan jempol belaka, karena di balik visi dan misi idealis tersebut Hizbut Tahrir ternyata menyebarkan fatwa-fatwa liberal yang keluar dari syariat Islam yang benar dan lurus. Buktinya, fatwa-fatwa porno, mereka sebarkan, mungkin saja untuk mendapatkan pengikut sebanyak-banyaknya. Saya khwatir HT menjadikan Republik ini menjadi Republik porno.


 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini untuk Ahmad Nadhif.

Ya memang benar kalau Taqyuddin Annabhani (HT) itu termasuk kelompok Islam, bukan kelompok Kristen, tapi bukan Ahlus sunnah wal jamaah (Aswaja yang berhujjah dengan hadits Ahad baik yang Shahih, Hasan dan Dhaif sesuai kekentuan para ulama). Jadi HT itu sejenis dengan kelompok Murji'ah, Mu'tazilah, jahmiah, Khawarij, Syiah, Wahhabi, Karamiah dll, yang semuanya itu adalah kelompok minoritas dan menurut Nabi SAW: UMAT ISLAM akan terpecah menjadi 73 golongan (menurut sebagian ulama bermakna: terpecah menjadi banyak golongan), hanya satu yang selamat yaitu Aswaja sebagai kelompok mayoritas keberadaannya di dunia dari jaman Nabi SAW hingga datang kiamat nanti.

22.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 17/9/2013
 
asw. saya tdk akan memperpanjang diskusi ttg jabat tangan. saya kira bukan karakter NU untuk tdk bisa menerima perbedaan pendapat dlm masalah fiqh.

"Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan ‘ulama, hidungnya belum mencium bau fiqh". (Qatadah, dimuat dalam Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)

dan saya juga mulai ragu, apakah yang menjawab pernyataan-pernyataan saya ini langsung kyai al-faadhil luthfi bashori rahimahullaah ataukah hanya admin web-nya. menurut saya, tdk mungkin orang spt beliau menjawab dg copy paste sana sini dg jawaban yang bagi saya sama sekali tdk memuaskan. karena itu, jika yg menjawab ini hanya admin, tolonglah untuk berterus terang supaya saya tdk berprasangka buruk kepada kyai al-faadhil luthfi bashori alwi almaliky.

adapun tentang hadits ahad, inilah pendapat HT: Hizbut Tahrir tidak menggunakan Hadits Ahad sebagai landasan akidah, karena ia bersifat zhanniy (dugaan) tidak qath’iy (pasti). Sementara memunculkan kayakinan tidak bisa kecuali hanya dengan dalil yang bersifat qath’iy, yaitu Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir.

Adapun terhadap Hadits Ahad yang shahih, jika terkait syari’at wajib diamalkan, dan jika terkait keyakinan cukup dibenarkan, tidak sampai diimani.

dan inipun bukan pendapat asing di kalangan para ulama.

فالذى عليه جماهير المسلمين من الصحابة والتابعين فمن بعدهم من المحدثين والفقهاء وأصحاب الاصول أن خبر الواحد الثقة حجة من حجج الشرع يلزم العمل بها ويفيد الظن ولا يفيد العلم .

“dan yang merupakan pendapat mayoritas kaum muslim dari kalangan sahabat, tabi’ien dan siapa-siapa setelah mereka dari kalangan ulama hadits, ulama fiqh, dan ulama ushul, bahwa khabar ahad yang terpercaya (sahih) merupakan hujjah di antara hujjah-hujjah syara’, wajib diamalkan, dan berfaedah Zhann (dugaan) tidak berfaedah ‘ilm (yakin).” [An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 131]

وذهب بعض المحدثين إلى أن الآحاد التى فى صحيح البخارى أو صحيح مسلم تفيد العلم دون غيرها من الآحاد وقد قدمنا هذا القول وابطاله فى الفصول وهذه الأقاويل كلها سوى قول الجمهور باطلة
وأما من قال يوجب العلم فهو مكابر للحس وكيف يحصل العلم واحتمال الغلط والوهم والكذب وغير ذلك متطرق إليه . والله أعلم .

“Sebagian ‘ulama hadits berpendapat bahwa hadits ahad di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim berfaeah ‘ilm (yakin), tidak hadits ahad selainnya. Dan kami telah menjelaskan pendapat ini dan bantahannya di banyak fashal. Semua pendapat-pendapat ini selain pendapat jumhur adalah batil (salah). Adapun orang yang berpendapat bahwa hadits ahad meniscayakan ‘ilm maka dia telah berpaling dari kenyataan. Bagaimana bisa hadits ahad menghasilkan ‘ilm sementara kemungkinan adanya penyimpangan, kealpaan, pemalsuan dan yang lainnya ada padanya. Wallahu ‘alam.” [An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 132]

jadi, tdk ada pertentangan antara dalil2 yg saya kemukakan ttg jabat tangan dengan pendapat HT atas hadits ahad.


 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Sdr. Ahmad Alquthfby adalah pengunjung aktif Pejuang Islam,. mengajak anda diskusi.

2. Mengingkari pengamalan hadits Ahad itu bukan ajaran aqidah Ahlus sunnah wal jamaah.

23.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 19/9/2013
 
asw. dan ini tolong disampaikan kepada kyai al-faadhil luthfi bashori yang mengatakan bahwa "Jika saja semua anggota HTI konsekwen dengan keyakinannya sendiri, maka pasti mereka tidak akan mengurus KTP, KK, Akte Kelahiran, Sertifikat tanah/rumah, surat nikah, dan surat-surat penting lainnya".

Sebelum kita kaji bit-tafsil mari kita perhatikan maqalah para ulama’ yang masyhur ketaqwaan, keikhlasan serta ilmunya tentang halal-haram. Al-Imam al-Syafi’i menegaskan:

أن الحلال في دار الإسلام حلال في دار الكفر، والحرام في دار الإسلام حرام في دار الكفر

“Bahwa yang halal di Dâr al-Islâm (Negara Islam), halal pula di Dâr al-Kufr, bahwa yang haram di Dâr al-Islâm haram pula di Dâr al-Kufr.” (Lihat: Al-Umm, IV/160.)

Al-Imam al-Syawkani berkata:

فإن أحكام الشرع لازمة للمسلمين في أي مكان وجدوا، ودار الحرب ليست بناسخة للأحكام الشرعية أو لبعضها

“Sungguh hukum-hukum syara’ itu mengikat bagi kaum Muslim di manapun dia berada dan Dâr al-Harbi tidak bisa menghapuskan hukum-hukum syara’ secara keseluruhan atau sebagian.” (Lihat: Al-Sâil Al-Jarâr, 4/152)

Hukum memiliki KTP dan sertifikat tanah bagaimana? Yaa akhiy al-kariim.. Al-Quran & Al-Sunnah tidak melarang kita bermu’amalah di Daarul Kufr sepanjang tidak mengharamkan yang dihalalkan Allah atau sebaliknya. Tentu mu’amalah tersebut ada administrasinya, misalnya berjual-beli barang ada kwitansinya, begitu pula ketika transaksi kredit/cash ada aturannya, kadang complicated kadang simple, tergantung masalahnya. Adakalanya berhubungan langsung dengan negara, dan adakalanya tidak. Misal beli rumah, kita perlu sertifikat, tentu yang mengeluarkan adalah negara. Hal ini sekali lagi (kami tegaskan) termasuk perkara administratif yang secara syar’i hukumnya mubah dan tidak ada ulama yang terpercaya (‘alim ilmu dan kejujurannya) yang mengharamkannya.

Bukankah kita mengetahui apa yang dilakukan oleh Khalifah ‘Umar bin al-Khaththab r.a. ketika ia mengadopsi sistem pembukuan administrasi dari Persia? Beliau dijuluki al-faruuq, bukan hanya karena mengharamkan apa yang diharamkan Allah, tapi juga menghalalkan apa yang dihalalkan Allah.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Karena itu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang anda tuduh sebagai Sistem Kufur ini tidak perlu ditolak dan tidak perlu ditumbangkan hanya karena berangan-angan mendirikan Khilafah Aamah, jadi di NKRI ini cukup diperjuangkan pemberlakuan Hukum Islam dalam UU Hukum Positif Negara, karena sistem yang belum Islami saat ini seperti yang anda katakan ibarat transalsi dengan pemegang kekuasaan yang fasiq, namun para pejabat di Indonesia ini tetap mayoritasnya beragama Islam dan tidak ada larangan dalam syariat bertransaksi dengan orang-orang fasiq.

24.
Pengirim: Aris  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 20/9/2013
 
ahmad nadhif - Kota: ponorogo
saya tdk akan memperpanjang diskusi ttg jabat tangan. saya kira bukan karakter NU untuk tdk bisa menerima perbedaan pendapat dlm masalah fiqh.

"Barangsiapa tidak mengetahui perselisihan ‘ulama, hidungnya belum mencium bau fiqh". (Qatadah, dimuat dalam Jami’ Bayanil Ilmi, Ibnu Abdil Barr 2/814-815)

dan saya juga mulai ragu, apakah yang menjawab pernyataan-pernyataan saya ini langsung kyai al-faadhil luthfi bashori rahimahullaah ataukah hanya admin web-nya. menurut saya, tdk mungkin orang spt beliau menjawab dg copy paste sana sini dg jawaban yang bagi saya sama sekali tdk memuaskan. karena itu, jika yg menjawab ini hanya admin, tolonglah untuk berterus terang supaya saya tdk berprasangka buruk kepada kyai al-faadhil luthfi bashori alwi almaliky.

adapun tentang hadits ahad, inilah pendapat HT: Hizbut Tahrir tidak menggunakan Hadits Ahad sebagai landasan akidah, karena ia bersifat zhanniy (dugaan) tidak qath’iy (pasti). Sementara memunculkan kayakinan tidak bisa kecuali hanya dengan dalil yang bersifat qath’iy, yaitu Al-Qur’an dan Hadits Mutawatir.

Adapun terhadap Hadits Ahad yang shahih, jika terkait syari’at wajib diamalkan, dan jika terkait keyakinan cukup dibenarkan, tidak sampai diimani.

dan inipun bukan pendapat asing di kalangan para ulama.

فالذى عليه جماهير المسلمين من الصحابة والتابعين فمن بعدهم من المحدثين والفقهاء وأصحاب الاصول أن خبر الواحد الثقة حجة من حجج الشرع يلزم العمل بها ويفيد الظن ولا يفيد العلم .

“dan yang merupakan pendapat mayoritas kaum muslim dari kalangan sahabat, tabi’ien dan siapa-siapa setelah mereka dari kalangan ulama hadits, ulama fiqh, dan ulama ushul, bahwa khabar ahad yang terpercaya (sahih) merupakan hujjah di antara hujjah-hujjah syara’, wajib diamalkan, dan berfaedah Zhann (dugaan) tidak berfaedah ‘ilm (yakin).” [An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 131]

وذهب بعض المحدثين إلى أن الآحاد التى فى صحيح البخارى أو صحيح مسلم تفيد العلم دون غيرها من الآحاد وقد قدمنا هذا القول وابطاله فى الفصول وهذه الأقاويل كلها سوى قول الجمهور باطلة
وأما من قال يوجب العلم فهو مكابر للحس وكيف يحصل العلم واحتمال الغلط والوهم والكذب وغير ذلك متطرق إليه . والله أعلم .

“Sebagian ‘ulama hadits berpendapat bahwa hadits ahad di dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim berfaeah ‘ilm (yakin), tidak hadits ahad selainnya. Dan kami telah menjelaskan pendapat ini dan bantahannya di banyak fashal. Semua pendapat-pendapat ini selain pendapat jumhur adalah batil (salah). Adapun orang yang berpendapat bahwa hadits ahad meniscayakan ‘ilm maka dia telah berpaling dari kenyataan. Bagaimana bisa hadits ahad menghasilkan ‘ilm sementara kemungkinan adanya penyimpangan, kealpaan, pemalsuan dan yang lainnya ada padanya. Wallahu ‘alam.” [An-Nawawi, Syarah Shahih Muslim, jilid I hal. 132]

jadi, tdk ada pertentangan antara dalil2 yg saya kemukakan ttg jabat tangan dengan pendapat HT atas hadits ahad.

Sanggahan :
Kami perlu pertegas bahwa sudah ada nama penulisnya, saya dan guru2 saya Kyai, Achmad alQuthfby, adalah para pengkaji aswaja,
Bagaimana jika saya menjabat tangan istri anda dan menciumnya?
Yang penting saya tidak syahwat. Tidak bisa dibayangkan jika ada seorang lelaki yang memegang tangan seorang wanita yang usianya sama-sama muda, maka apa yang terjadi?
Apa yang ada dibenak anda?
Mengapa anda tidak memilih pendapat yang mu’tamad?
Ini sangat kontroversial karena anda ini partai yang mengatas namakan agama!
Jika para pemuda-pemudi Indonesia yang para ulamanya mengharamkan jabat tangan non muhrim saja masih banyak terjadi tindak asusila, apalagi kelak jika Indonesia sesuai dengan mimpi HTI, menjadi negara dengan para ulama yang menghalalkan jabat tangan. Alloh Kareem..

Kyai yang ganteng, menyentuh dan menggenggam tangan Nyai yang cantik. Subhanalloh..
Selain membolehkan laki-laki menjabat tangan wanita yang bukan mahramnya, Hizbut Tahrir juga mengeluarkan fatwa mesum yaitu membolehkan laki-laki mencium wanita ajnabi yang bukan istri. Hal ini seperti tertulis dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir tertanggal 24 Rabiul Awal 1390 H berikut ini:
السُّؤَالُ: مَا حُكْمُ الْقُبْلَةِ بِشَهْوَةٍ مَعَ الدَّلِيْلِ؟ الْجَوَابُ: ... قَدْ فُهِمَ مِنْ مَجْمُوْعِ اْلأَجْوِبَةِ الْمَذْكُوْرَةِ أَنَّ الْقُبْلَةَ بِشَهْوَةٍ مُبَاحَةٌ وَلَيْسَتْ حَرَامًا... لِذَلِكَ نُصَارِحُ النَّاسَ بِأَنَّ التَّقْبِيْلَ مِنْ حَيْثُ هُوَ تَقْبِيْلٌ لَيْسَ بِحَرَامٍ لأَنَّهُ مُبَاحٌ لِدُخُوْلِهِ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ الْمُبِيْحَةِ لأَفْعَالِ اْلإِنْسَانِ الْعَادِيَةِ، فَالْمَشْيُ وَالْغَمْزُ وَالْمَصُّ وَتَحْرِيْكُ اْلأَنْفِ وَالتَّقْبِيْلُ وَزَمُّ الشَّفَتَيْنِ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ اْلأَفْعَالِ الَّتِيْ تَدْخُلُ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ...فَالصُّوْرَةُ الْعَادِيَةُ لَيْسَتْ حَرَامًا، بَلْ هِيَ مِنَ الْمُبَاحَاتِ، وَلَكِنْ الدَّوْلَةُ تَمْنَعُ تَدَاوُلَهَا...وَتَقْبِيْلُ رَجُلٍ لاِِمْرَأَةٍ فِي الشَّارِعِ سَوَاٌء كَانَ بِشَهْوَةٍ أَمْ بِغَيْرِ شَهْوَةٍ فَإِنَّ الدَّوْلَةَ تَمْنَعُهُ فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ...فَالدَّوْلَةُ فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ قَدْ تَمْنَعُ الْمُبَاحَاتِ...فَمِنَ الرِّجَالِ مَنْ يَلْمَسُ ثَوْبَ الْمَرْأَةَ بِشَهْوَةٍ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَى حِذَائِهَا بِشَهْوَةٍ، وَيَسْمَعُ صَوْتَهَا مِنَ الرَّادِيُو بِشَهوْةَ،ٍ وَتَتَحَرَّكُ فِيْهِ غَرِيْزَةُ الْجِنْسِ عَلىَ وَجْهٍ يُحَرِّكُ ذَكَرَهُ مِنْ سَمَاعِ صَوْتِهَا مُبَاشَرَةً، أَوْ مِنَ الْغِنَاءِ، أَوْ مِنْ قِرَاءَةِ إِعْلاَنَاتِ الدِّعَايَةِ أَوْ مِنْ وُصُوْلِ رِسَالَةٍ مِنْهَا، أَوْ نَقْلٍ لَهُ مِنْهَا مَعَ غَيْرِهَا...فَهَذِهِ أَفْعَالٌ بِشَهْوَةٍ كُلُّهَا تَتَعَلَّقُ بِالْمَرْأَةٍ، وَهِيَ مُبَاحَةٌ لِدُخُوْلِهَا تَحْتَ أَدِلَّةِ اْلإِبَاحَةِ. اهـ.
Soal: Bagaimana hykum ciuman dengan syahwat beserta dalilnya?
Jawab: Dapat dipahami dari kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat adalah perkara yang mubah dan tidak haram... karena itu kita berterus terang kepada masyarakat bahwa mencium dilihat dari segi ciuman saja bukanlah perkara yang haram, karena ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang membolehkan perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh, mengecup dua bibir dan yang semacamnya tergolong dalam perbuatan yang masuk dalam keumuman dalil... makanya status hukum gambar (seperti gambar wanita telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi tergolong hal yang mubah tetapi negara kadang melarang beredarnya gambar seperti itu. Karena negara bisa saja melarang dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal yang sebenarnya mubah ... di antara lelaki ada yang menyetuh baju perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang melihat sandal perempuan dengan syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio dengan syahwat lalu nafsunya bergejolak sehingga dzakarnya bergerak dengan sebab mendengar suaranya secara langsung atau dari nyanyian, atau dari suara-suara iklan atau dengan sampainya surat darinya ... maka perbuatan-perbuatan itu seluruhnya disertai dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu boleh, karena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya.
Demikian ajaran mesum yang disebarkan oleh Hizbut Tahrir, na'udzu billahi min dzalik. Dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir, tertanggal 8 Muharram 1390 H, mereka juga menyatakan sebagai berikut:
وَمَنْ قَبَّلَ قَادِمًا مِنْ سَفَرٍ رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً، أَوْ صَافَحَ ءَاخَرَ رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً، وَلَمْ يَقُمْ بِهَذَا الْعَمَلِ مِنْ أَجْلِ الْوُصُوْلِ إِلَى الزِّنَى أَوِ اللِّوَاطِ فَإِنَّ هَذَا التَّقْبِيْلَ لَيْسَ حَرَامًا، وَلِذَلِكَ كَانَا حَلاَلَيْنِ.
Barangsiapa mencium orang yang tiba dari perjalanan, laki-laki atau perempuan, atau berjabatan tangan dengan laki-laki atau perempuan, dan dia melakukan itu bukan untuk berzina atau liwath (homoseks) maka ciuman tersebut tidaklah haram, karenanya baik ciuman maupun jabatan tangan tersebut hukumnya halal (boleh).
Dalam selebaran yang sama, tertanggal 20 Shafar 1390 H, Hizbut Tahrir juga mengeluarkan fatwa mesum yang sama:
فَلاَ يُقَالُ مَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ تَقْبِيْلِ الْمَرْأَةِ، وَمَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ مُصَافَحَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ مَا هُوَ دَلِيْلُ التَّكَلُّمِ مَعَ الْمَرْأَةِ، وَلاَ مَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ سَمَاعِ صَوْتِ الْمَرْأَةِ، وَغَيْرُ ذَلِكَ مِمَّا يَدْخُلُ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ، بَلِ الَّذِيْ يُقَالُ: مَا هُوَ دَلِيْلُ تَحْرِيْمِ تَقْبِيْلِ الرَّجُلِ لِلْمَرْأَةِ؟ فَيُقَالُ: دُخُوْلُ هَذَا التَّقْبِيْلِ تَحْتَ دَلِيْلِ تَحْرِيْمِ الزِّنَا يَجْعَلُهُ حَرَامًا، فَإِذَا لَمْ يَدْخُلْ يَظِلُّ مُبَاحًا حَتَّى يَثْبُتَ تَحْرِيْمُهُ بِدَلِيْلٍ مَا.
Jadi tidak bisa dikatakan apakah dalil yang membolehkan mencium wanita, apakah dalil yang membolehkan menjabat tangan wanita, apakah dalil yang membolehkan berbicara dengan wanita, apakah dalil yang membolehkan mendengarkan suasa wanita dan lain-lain yang masuk di bawah keumuman dalil-dalil. Justru yang perlu ditanyakan adalah, apakah dalil yang mengharamkan laki-laki mencium wanita yang bukan mahram? Pertanyaan ini dijawab, bahwa masuknya hukum ciuman di bawah dalil keharaman zina menjadikannya haram. Ketika ciuman ini tidak masuk, maka tetap dibolehkan sampai ada dalil yang menetapkan keharamannya..
Demikianlah Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa mesum, liberal dan menebarkan dekadensi moral di kalangan kaum Muslimin, bahwa pergi untuk berzina tidak haram, ciuman laki-laki dan perempuan tidak haram, meraba, mengecup dan menyentuh baju perempuan yang bukan istrinya juga tidak haram. Hizbut Tahrir menganggap semua hal tersebut sebagai perkara mubah (boleh) dan halal.

Mengenai hadist ahad yang shahih maka itu sangat dapat dijadikan argumentasi. Para ulama ushul fiqh yang menegaskan bahwa hadits ahad adalah hujjah dalam segala masalah keagamaan seperti dinyatakan oleh al Imam al ushuli al mutabahhir Abu Ishaq asy-Syirazi. Beliau menyatakan dalam bukunya at-Tabshirah : “(Masalah) Wajib beramal dengan khabar ahad dalam pandangan syara’ “.

Bahkan an-Nawawi dalam syarh shahih Muslim menukil kehujjahan khabar ahad ini dari mayoritas kaum muslimin dari kalangan sahabat, tabi’in dan generasi-generasi setelah mereka dari kalangan ahli hadits, ahli fiqh dan ahli ushul fiqh. Kemudian ia membantah golongan Qadariyyah Mu’tazilah yang tidak mewajibkan beramal dengan khabar ahad. Lalu an-Nawawi mengatakan: “Dan Syara’ telah mewajibkan beramal dengan khabar ahad”

Dengan demikian menjadi jelas bahwa Hizbuttahrir sejalan dengan Mu’tazilah dan menyalahi Ahlussunnah.
Di antara keyakinan Ahlussunnah Wal-Jama'ah adalah adanya siksa kubur. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam Abu Ja'far al-Thahawi dalam al-'Aqidah al-Thahawiyyah berikut ini:
وَنُؤْمِنُ بِمَلَكِ الْمَوْتِ الْمُوَكَّلِ بِقَبْضِ أَرْوَاحِ الْعَالَمِيْنَ، وَبِعَذَابِ الْقَبْرِ لِمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلاً.
Kami beriman kepada Malaikat maut yang diserahi mencabut roh semesta alam, dan beriman kepada siksa kubur bagi orang yang berhak menerimanya.
Berdasarkan keyakinan ini, Nabi saw menganjurkan agar umatnya selalu memohon kepada Allah SWT agar diselamatkan dari siksa kubur. Namun tidak demikian halnya dengan Hizbut Tahrir yang mengingkari adanya siksa kubur, tawassul dengan para nabi dan orang saleh serta peringatan maulid Nabi saw. Pengingkaran Hizbut Tahrir terhadap adanya siksa kubur juga dijelaskan dalam buku al-Dausiyyah, kumpulan fatwa-fatwa Hizbut Tahrir ketika menjelaskan hadits yang menyebutkan tentang siksa kubur. Menurut buku tersebut, meyakini siksa kubur yang terdapat dalam hadits tersebut adalah haram, karena haditsnya berupa hadits ahad, akan tetapi boleh membenarkannya.
Bahkan salah seorang tokoh Hizbut Tahrir, yaitu Syaikh Umar Bakri pernah mengatakan:
"Aku mendorong kalian untuk mempercayai adanya siksa kubur dan Imam Mahdi, namun barang siapa yang beriman kepada hal tersebut, maka ia berdosa."
Sudah barang tentu pengingkaran Hizbut Tahrir terhadap adanya siksa kubur karena alasan haditsnya termasuk hadits ahad dan bukan mutawatir, adalah tidak benar. Karena disamping adanya siksa kubur merupakan keyakinan kaum Muslimin sejak generasi salaf, juga hadits-hadits yang menerangkan adanya siksa kubur adalah hadits mutawatir, dan bukan hadits ahad sebagaimana asumsi Hizbut Tahrir.
Dalam konteks ini al-Imam Hafizh al-Baihaqi berkata:
وَاْلأَخْبَارُ فِيْ عَذَابِ الْقَبْرِ كَثِيْرَةٌ، وَقَدْ أَفْرَدْنَا لَهَا كِتَاباً مُشْتَمِلاً عَلىَ مَا وَرَدَ فِيْهاَ مِنَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَاْلآثَارِ، وَقَدِ اسْتَعَاذَ مِنْهُ رَسُوْلُ اللهِ J، وَأَمَرَ أُمَّتَهُ بِاْلاِسْتِعَاذَةِ مِنْهُ ... قَالَ الشَّافِعِيُّ : إِنَّ عَذَابَ الْقَبْرِ حَقٌّ.
Hadits-hadits mengenai adanya siksa kubur banyak sekali. Kami telah menyendirikannya dalam satu kitab yang memuat dalil-dalil dari al-Qur'an, Sunnah dan atsar tentang siksa kubur. Rasulullah saw telah memohon perlindungan kepada Allah dari siksa kubur dan memerintahkan umatnya agar memohon perlindungan darinya...
Al-Imam al-Syafi'i berkata:
"Sesungguhnya siksa kubur itu benar."
Al-Hafizh Muhammad bin Ja'far al-Kattani mengatakan bahwa hadits-hadits yang menerangkan adanya siksa kubur itu mutawatir dan diriwayatkan dari tiga puluh dua orang sahabat.
Bahkan al-Imam Abu Manshur al-Baghdadi berkata:
وَقَالَ الْمُسْلِمُوْنَ بِعَذَابِ الْقَبْرِ لأَهْلِ الْعَذَابِ، وَقَطَعُوْا بِأَنَّ الْمُنْكِرِيْنَ لِعَذَابِ الْقَبْرِ يُعَذَّبُوْنَ فِي الْقَبْرِ.
Kaum Muslimin telah bersepakat tentang adanya siksa kubur bagi yang berhak disiksa. Mereka juga memastikan bahwa orang-orang yang mengingkari adanya siksa kubur akan disiksa di kuburannya.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini respon untuk Mas Ahmad Nadhif, barangkali saja Mas Ahmad Nadhif bisa menjawabnya secara ilmiah.

25.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 20/9/2013
 
Hadits ahad yang diriwayatkan dari perawi yang tsiqoh (terpercaya) tidaklah menimbulkan keraguan. Kalaupun persangkaan (dzhan), tapi persangkaan yang disebut oleh para Ulama’ sebagai adz-dzhannur raajih atau adzh-dzhannul ghaalib (persangkaan yang kuat), sebagaimana hal ini dijelaskan oleh Syaikh al-Albaany rahimahulllah. Sedangkan adz-dzhannul ghaalib tersebut bisa menimbulkan ilmu. Sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar al-‘Asqolaany bahwa penggunaan kata ‘ilmu’ atau ‘mengetahui’ dalam hadits ada yang didasarkan pada persangkaan yang kuat, sebagaimana hadits dari Ibnu Abbas diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya, bahwa Ibnu Abbas menyatakan : ‘Saya mengetahui bahwasanya mereka (Nabi dan Para Sahabat) selesai sholat dari terdengarnya suara dzikir mereka’. Kalimat ‘mengetahui’ dalam ucapan Ibnu Abbas tersebut berdasarkan dzhannul ghaalib ( Lihat Fathul Baari Syarh Shohih alBukhari kitab Adzan bab Adz-Dzikru ba’da as-sholaah hadits no. 796). 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini respon untuk Mas Ahmad Nadhif, barangkali saja Mas Ahmad Nadhif bisa menjawabnya secara ilmiah.

26.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 20/9/2013
 
Dalam selebaran tertanggal 12 September 1973, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa hukum yang tidak kalah tabu, nyeleneh dan liberal dari fatwa-fatwa di atas. Dalam selebaran tersebut Hizbut Tahrir menyatakan bahwa aurat perempuan di hadapan para perempuan dan mahramnya (laki-laki) adalah dua kemaluan saja. Dalam hal ini Hizbut Tahrir mengatakan:
جَمِيْعُ عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ حَلاَلٌ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا الْمَحْرَمُ، إِلاَّ السَّوْءَتَيْنِ أَيِ الْعَوْرَةَ الْمُغَلَّظَةَ لِوُجُوْدِ حَدِيْثٍ عَامٍّ بِشَأْنِهَا.
Semua aurat perempuan halal dilihat oleh mahramnya, kecuali dua kemaluan yaitu aurat besar karena adanya hadits yang umum mengenai aurat besar tersebut.
Pernyataan Hizbut Tahrir di atas menunjukkan bahwa seorang laki-laki boleh melihat aurat mahram perempuannya selain aurat besarnya, yaitu dua kemaluan depan dan belakang. Dengan kata lain, ia boleh melihat mahram perempuannya dalam pakaian baju renang yang hanya menutupi dua kemaluannya. Dua kemaluan itulah yang diharamkan dilihat oleh mahram laki-lakinya menurut Hizbut Tahrir.
Di sisi lain, kita akan terkejut ketika membaca fatwa lain dari Hizbut Tahrir yang paradoks dengan fatwa di atas serta lebih tabu dan liberal, di mana pada halaman yang sama fatwa tersebut Hizbut Tahrir membolehkan melihat aurat mahramnya sampai aurat besarnya, yakni tanpa pengecualian dua kemaluan. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir membolehkan melihat mahramnya dalam keadaan bugil tanpa ditutupi oleh sehelai benang pun. Dalam bagian lain fatwa tersebut Hizbut Tahrir mengatakan:
اَلْمُرَادُ فِي النَّهْيِ عَنْ نَظْرِ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ ، وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ ، الْمُرَادُ مِنْهُ الْعَوْرَةُ الْمُغَلَّظَةُ ، أَيِ السَّوْءَتَانِ ، وَهُمَا الْقُبُلُ وَالدُّبُرُ ، وَلَيْسَ مُطْلَقَ الْعَوْرَةِ، أَمَّا الْمَحَارِمُ فَإِنَّهُمْ لَيْسُوْا دَاخِلِيْنَ فِي الْحَدِيْثِ، لأَنَّ آيَةَ الْمَحَارِمِ عَامَّةٌ فَيَجُوْزُ لِلأَبِ أَنْ يَكْشِفَ سَوْءَةَ وَلَدِهِ لِيُعَلِّمَهُ اْلاِسْتِنْجَاءَ، وَيَجُوْزُ لِلْبِنْتِ أَنْ تَكْشِفَ عَوْرَةَ أَبِيْهَا وَتُسَاعِدَهُ عَلىَ اْلاِسْتِنْجَاءِ وَعَلىَ اْلاِسْتِحْمَامِ.
Yang dimaksud dengan larangan laki-laki melihar aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, maksudnya adalah melihat aurat besar yakni dua kemaluan, jalan depan dan jalan belakang, dan bukan aurat secara mutlak. Adapun mahram-mahram maka mereka tidak masuk dalam larangan hadits tersebut, karena ayat tentang mahram bersifat umum, sehingga seorang ayah boleh membuka kemaluan anaknya untuk mengajarinya istinja', dan seorang anak perempuan boleh membuka aurat ayahnya dan membantunya beristinja' dan mandi.
Dalam fatwa ini, Hizbut Tahrir membolehkan seorang laki-laki melihat aurat mahramnya dalam keadaan bugil, apakah mahram itu masih kecil maupun sudah dewasa, baik dalam kondisi darurat maupun tidak darurat. Fatwa di atas tidak dapat diarahkan pada kondisi darurat, karena Hizbut Tahrir mengakui kondisi darurat terbatas pada soal makanan ketika seseorang diyakini akan meninggal bila tidak menjamah makanan yang haram sebagaimana selebaran Hizbut Tahrir yang terbit tanggal 7 Rabiul Awal 1390 H/12 Mei 1970.
Kedua fatwa nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir di atas sangat paradoks. Pertama mengatakan bahwa seseorang boleh melihat aurat mahramnya kecuali dua kemaluan atau aurat besar. Namun kemudian, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa hadits tentang larangan melihat aurat itu tidak berlaku pada mahram, dengan artian seseorang boleh melihat aurat mahramnya meskipun aurat besarnya dan dalam keadaan bugil

Guru-guru kami dari Tim LBM NU Jember siap untuk melakukan dialog terbuka dengan HTI, dimanapun dan kapanpun. Saya harap tidak hanya berkoar-koar di dunia maya, tapi juga jago dan gentle didunia nyata.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini respon untuk Mas Ahmad Nadhif, barangkali saja Mas Ahmad Nadhif bisa menjawabnya secara ilmiah.

27.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 20/9/2013
 
asw. saya sama sekali tidak tertarik untuk berdebat dg ahlul fitnah. bahwa HT membolehkan mencium wanita asing itu adalah fitnah murahan yang terus diulang-ulang, dicopy paste sana sini tanpa takut azab Allah. inilah pendapat HT yg asli:

... فقبلة الرجل لامرأة أجنبية يريدها ، فقبلة المرأة لرجل أجنبي تريدها هي قبلة محرمة ، ...
“Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan. …” [Taqyuddin An-Nabhaniy, An-Nizhaamu-l-Ijtimaa’iy fi-l-islaam, 55]

pernyataan bahwa HT tidak mengamalkan hadits ahad itu juga fitnah. silahkan baca bab hadits ahad dlm kitab syakhsiyah 3 yg dikeluarkan oleh HT utk persoalan ini. saya sudah tegaskan kepada admin, yg sayangnya tdk dipublish, bahwa HT tdk menggunakan hadits ahad untuk masalah aqidah. tidak utk diimani, hanya dibenarkan saja. dan jika terkait dg syariah, maka itu wajib diamalkan asal shohih.

saya merasa perlu memberikan komentar di laman ini, karena saya semata-mata masih melihat bahwa al-faadhil kyai luthfi bashori adalah seorang 'aliim yg ikhlas, sebagai bentuk tawaashow bilhaq wa bishshobr.

maka jika admin tdk mempublish pernyataan2 saya utk al-faadhil kyai luthfi, dan tdk juga menanggapinya, dan malah mendorong saya utk melayani penebar fitnah, maka cukuplah saya katakan: saya tdk akan membuang waktu utk hal-hal yg tdk ada gunanya.

kepada para pencela dan pemfitnah HT, cukuplah saya mengingatkan mereka dengan hadits rasulullaah saw.

"“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka" (HR. muslim)

ingatlah, anggota HT itu tersebar di 40 lebih negara. jika kalian tdk berhenti memfitnah, tidakkah kalian takut jutaan orang kelak akan menuntut kalian di akhirat?  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah di Indonesia yang negeri mayoritas penduduknya muslim Sunni Syafi'i terbesar di dunia, ternyata didominasi warga NU bukanh HTI.

Nabi SAW berwasiat: Inna ummati la tajtami’u ‘ala dhalalatin fa idza ra’aitumul ikhtilafa fa ‘alaikum bis sawadil a’zham”, artinya “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada keburukan, maka apabila kalian melihat gelagat perpecahan (pertentangan pendapat), berpeganglah pada as-sawad al-a’zham (kelompok mayoritas). HR. Ibnu Majah.

Kami posting untuk para ikhwan yang dituduh Ahmad Nadhif sebagai penebar fitnah, mudah-mudahan berkenan untuk meresponnya.

28.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 20/9/2013
 
admin: "Karena itu Negara Kesatuan Republik Indonesia yang anda tuduh sebagai Sistem Kufur ini tidak perlu ditolak dan tidak perlu ditumbangkan hanya karena berangan-angan mendirikan Khilafah Aamah, jadi di NKRI ini cukup diperjuangkan pemberlakuan Hukum Islam dalam UU Hukum Positif Negara, karena sistem yang belum Islami saat ini seperti yang anda katakan ibarat transalsi dengan pemegang kekuasaan yang fasiq, namun para pejabat di Indonesia ini tetap mayoritasnya beragama Islam dan tidak ada larangan dalam syariat bertransaksi dengan orang-orang fasiq"

TANGGAPAN:
yaa akhil kariim, rahmatullaah 'alayk..

mengupayakan tegaknya syariat islam kaffah dalam negara yang berdasarkan sistem demokrasi itu ibarat menyuruh orang kristen sholat. mungkin saja dia akan melaksanakan sholat, tetapi itu tidak berdasarkan dorongan aqidah. karena itu, yang lebih rasional adalah dengan mengislamkan aqidahnya dulu baru menyuruhnya sholat semata2 karena Allah.

begitu pula dengan negara ini. mungkinkah menegakkan islam kaffah jika dasar negaranya bukan islam? kalopun itu mungkin, maka itu bukan atas dorongan aqidah melainkan hanya karena kesepakatan anggota dewan. karena hanya atas dasar kesepakatan, maka sewaktu-waktu bisa diganti dg hukum kufur lagi jika ada kesepakatan baru. itulah mengapa HT menginginkan sebuah negara yang dasarnya adalah aqidah islam dan hukum2nya adalah hukum islam. dan negara yg seperti itu disebut sbg khilafah.

tentu di awal berdirinya khilafah tdk bisa langsung menyatukan seluruh umat islam sedunia. itu butuh proses. bisa jadi lahirnya khilafah nanti di negeri syam lalu sedikit demi sedikit negeri2 islam yang lain mulai bergabung. bisa jadi pula khilafah itu lahir di indonesia, lalu sedikit demi sedikit menyatukan negeri2 muslim yg lain. wallahu a'lam.

yaa akhil kariim, tidak sukakah engkau jika seluruh umat islam di dunia berada dalam satu kepemimpinan kal-jasadil waahid? kiranya apa yang membuatmu berat melepaskan ikatan-ikatan semu nasionalisme?  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jadi sudah jelas, kewajiban umat Islam Indonesia di negara NKRI ini adalah berjuang merombak hukum yang berlaku sekarang menjadi Undang-Undang Bersyariat Islam, yang tentunya secara legal formal sebagaimana yang dicita-citakan oleh para Pejuang Islam NU Garis Lurus selama ini, karena bentuk NKRI ini adalah sudah sah merurut syariat Islam dan tidak perlu dibubarkan. Inilah yang dinamakan Khilafah Dauliyah (Satu Negara dipimpin oleh satu Raja/Presiden/Sultan), dan sistem ini telah dilegitimasi oleh Nabi SAW dalam sabda beliau: Alkhilafatu Tsalatsuna 'aman tsumma takunu mulukan (Sistem Khilafah itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun (menurut para ulama adalah masa khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Hasan bin Ali) dan setelah akan itu digantikan sistem kerajaan/presidentil/kesultanan).

29.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 21/9/2013
 
admin:
"Jadi sudah jelas, kewajiban umat Islam Indonesia di negara NKRI ini adalah berjuang merombak hukum yang berlaku sekarang menjadi Undang-Undang Bersyariat Islam, yang tentunya secara legal formal sebagaimana yang dicita-citakan oleh para Pejuang Islam NU Garis Lurus selama ini, karena bentuk NKRI ini adalah sudah sah merurut syariat Islam dan tidak perlu dibubarkan. Inilah yang dinamakan Khilafah Dauliyah (Satu Negara dipimpin oleh satu Raja/Presiden/Sultan), dan sistem ini telah dilegitimasi oleh Nabi SAW dalam sabda beliau: Alkhilafatu Tsalatsuna 'aman tsumma takunu mulukan (Sistem Khilafah itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun (menurut para ulama adalah masa khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Hasan bin Ali) dan setelah akan itu digantikan sistem kerajaan/presidentil/kesultanan)"

TANGGAPAN:
yaa akhil kariim.. jika hadits tentang khilafah 30 tahun itu engkau jadikan dasar untuk menyatakan bahwa setelah 30 tahun berlangsungnya khilafah maka yang ada kemudian adalah sistem kerajaan bahkan presidensiil, ketahuilah bahwa kesimpulan itu bertentangan dengan hadits rasulullah yg lain.

إِنَّ هَذَا الْأَمْرَ لَا يَنْقَضِي حَتَّى يَمْضِيَ فِيهِمْ اثْنَا عَشَرَ خَلِيفَةً قَالَ ثُمَّ تَكَلَّمَ بِكَلَامٍ خَفِيَ عَلَيَّ قَالَ فَقُلْتُ لِأَبِي مَا قَالَ قَالَ كُلُّهُمْ مِنْ قُرَيْشٍ (أخرجه مسلم, صحيح مسلم, 9:333, أحمد, المسند 42:318, الحاكم المستدرك على الصحيحين, 15:267 , الطبراني, المعجم الكبير 2:275, البيهقي دلائل النبوة 7:467, ابو عوانة مستخرج ابي عوانة 13:496)

ditegaskan dalam hadits di atas bahwa akan ada 12 khalifah. jika khilafah hanya berlangsung 30 tahun, mestinya kan hanya ada 4 khalifah, yaitu Abu Bakar yg menjadi khalifah selama 2 tahun, 3 bulan dan 22 hari; Umar bin al-Khaththab yg menjadi khalifah selama 10 tahun, 6 bulan, 4 malam; Utsman bin Affan yg menjadi khalifah 12 tahun, kurang 10 hari; dan Ali bin Abi Thalib yg menjadi khalifah selama 5 tahun, 3 bulan kurang 14 hari.

karena itu kata "al-mulk" dalam hadits yg menjadi dalil panjenengan itu lebih tepatnya diartikan sbg assulthaan wal hukm (kekuasaan dan pemerintahan), bukan sistem kerajaan apalagi sistem presidentiil. (hendaknya panjenengan takut terjatuh pada dosa berdusta atas nama Rasulullaah).

dan inilah yang dikatakan as-suyuuti mengenai hadits 12 khalifah di atas:

"Mengenai Khalifah dua belas, as-Suyuthi berkomentar:
Karena itu, yang termasuk dua belas khalifah itu adalah empat khalifah (Abu Bakar, Umar, Ustman dan ‘Ali), al-Hasan, Muawiyah, Ibn Zubair, Umar bin Abdul Aziz. Mereka delapan orang. Ada kemungkinan al-Muhtadi dari Bani Abbas termasuk di antara mereka, karena dia seperti Umar bin Abdul Aziz dari Bani Umayyah; juga ath-Thahir, karena keadilannya. Tinggal dua lagi yang masih ditunggu. Salah satunya adalah al-Mahdi, karena dia dari Ali Bait Muhammad saw" (Tarikh al-Khulafa’, hlm. 4).

nah, kalo almahdi dimasukkan dalam kelompok 12 imam, sementara beliau hingga kini belum datang, maka khalifah-khalifah bani umayyah, abbasiyyah, dan utsmaniyah tidak bisa disebut sebagai raja hanya dengan alasan hadits 30 tahun.

Berdasarkan fakta dan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa kewajiban untuk menegakkan Khilafah tersebut tetap berlaku, selakipun pasca periode tiga puluh tahun. Jika ada yang menyatakan, bahwa kewajiban tersebut tidak berlaku lagi, karena setelah periode tiga puluh tahun itu tidak ada lagi Khilafah, maka kesimpulan ini sebenarnya merupakan kongklusi mantiq (logika), yang sama sekali tidak mempunyai nilai di mata Allah SWT. Sebaliknya, para ulama yang hidup pasca periode tersebut justru menyatakan kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan tidak ada satu pun di antara mereka yang menyatakan, bahwa menegakkan Khilafah itu tidak wajib. Sebut saja, al-Mawardi (w. 450 H), dalam kitabnya, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah; al-Qurthubi (w. 671 H), dalam tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an; Ibn Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya, Tafsir Ibn Katsir. Mereka semuanya telah menyatakan kewajiban adanya Khilafah (imamah).
Dengan kata lain, andai saja adanya Khilafah (imamah) itu tidak wajib setelah periode Khilafah tiga puluh tahun, tentu mereka tidak akan menyatakan kewajiban adanya Khilafah. Namun justru sebaliknya, mereka secara konsisten menyatakan kewajiban tersebut. Bahkan ulama yang hidup di era akhir Kekhalifahan juga menyatakan pandangan yang sama tentang kewajiban adanya Khilafah. Sebut saja, kitab Al-Hushun al-Hamidiyyah. Semuanya ini membuktikan, bahwa hukum adanya Khilafah adalah wajib. Jika saat ini Khilafah tidak ada, berarti mendirikannya adalah wajib.



 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
SISTEM DINASTI, APAKAH INI JUGA TERMASUK SISTEM KHILAFAH ALA MANHAJIN NUBUWWAH YANG DI ANGGAP SATU-SATUNYA YANG SAH DAN ISLAMI DENGAN MENAFIKAN SISTEM YANG LAIN MENURUT HT ?

Setelah Sayyidina Hasan memberikan kekuasaan kepada Muawiyyah (setelah 30 tahun masa kekhalifahan yang sistemnya wa amruhum syuura bainahum), maka kekuasan Muawiyah ini menjadi awal dari Dinasti Umayyah. Kekuasaan Dinasti Umayyah berawal dari tahun 661 M sampai 750 M.
Turun menurun kekuasaan Bani Umayyah banyak dipimpin oleh pemimpin-peminpin yang dzalim di antaranya Yazid bin Muawiyah, Marwan bin Hakam, Abdulmalik dan lain sebagainya.
Hanya satu Khalifah yang nampak benar-benar begitu adil, zuhud dan bijaksana yaitu Sayyidina Umar bin Abdul Aziz beliau adalah khalifah ke sembilan dalam Dinasti Umayyah (717-720 M ). Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa Sayyidina Umar bin Abdulaziz termasuk dari Alkhulafaurasyidun, karena kebijaksanaanya dalam memimpin pada saat itu.
Kemudian Dinasti Umayyah dijatuhkan oleh tokoh-tokoh dari Dzurriah Sayyidina Abbas bin Abdul mutthalib. Setelah menjatuhkan Dinasti Umayyah mereka mendirikan Dinasti Abbbasiyah yang berkuasa sangat lama dari tahun (750-1250 M), di antara khalifahnya yang populer adalah Harun Arrasyid.
Kenyataannya para Imam Madzhab Empat dan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai Imam yang paling muda, wafat tahun 820 M, mereka berempat tidak memberontak Dinasti yang berkuasa di saat itu untuk mendirikan Khilafah Ala Manhajin Nubuwwah dengan sistem wa amruhum syuura bainahum.
Dari Dinasti Abbasiyah yang termasuk khlifah yang adil adalah khalifah Almuhtadi yang berkuasa kurang dari setahun dan dibunuh (869-870 M) beliau juga terkenal sangat bijaksana dan shalih seperti Sayyidina Umar bin Abdul aziz. Tidak seperti khalifah khalifah Abbasiyah pada umumnya yang terkesan bermewah-mewahan dan kurang peduli pada masalah norma norma agama.
Dinasti Abbasiyah runtuh setelah kota Baghdad pusat kekuasaan Abbasiyah diserbu dan dihancur leburkan oleh pasukan tartar (Mongolia) dibawah pimpinan Jengiz Khan.
Maka pasca runtuhnya kekuasaan Abbasiyah ini, munculnya dinasti-dinasti kecil seperti Dinasti Fathimiyah di mesir, Dinasti Mamluk, Dinasti Syafawiyah sebagai awal mula bercokolnya Syiah Imamiyah berpusat di Iran, dll.
Barulah pada sekitar tahun 1300 M berdiri Dinasti Ustmaniyah di Turki yang pada akhirnya berhasil menguasai hampir keseluruhan dari dunia Islam dan berkuasa sampai dengan tahun 1922 M.
Nah, semua yang kami sebut di atas adalah sudah sesuai dengan sabda Nabi SAW: Alkhilafatu Tsalatsuna 'aman tsumma takunu mulukan (Sistem Khilafah (wa amruhum syuura bainahum) itu akan berlangsung selama tiga puluh tahun (yang menurut para ulama adalah masa khalifah: Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan Hasan bin Ali) dan setelah akan itu digantikan sistem dinasti/kerajaan /kesultanan/ presidentil yang penting dapat melaksanakan syariat Islam secara legal formal.

30.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 21/9/2013
 
asw. saya mohon ditunjukkan referensi dimana para imam madhab yang 4 membolehkan sistem pemerintahan non khilafah, sebagaimana perkataan al-faadhil kyai luthfi ini:

"Mereka menolak fiqih 4 madzhab yang memperbolehkan hukumnya satu negara dipimpin oleh seorang presiden/raja/pedana menteri sebagai pemerintah yang sah menurut syariat, asalkan para pemimpinnya tidak melarang pemberlakuan syariat Islam".
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terus kapan para Imam 4 madzhab itu melarang satu negara dipimpin oleh seorang presiden/raja/pedana menteri sebagai pemerintah yang sah menurut syariat, asalkan para pemimpinnya tidak melarang pemberlakuan syariat Islam? Kalo tidak ada larangan maka itu boleh. Apalagi di dalam bahasan saya sudah jelas bahwa Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal juga tidak berontak untuk mendirikan khilafah yang dipahami oleh HT secara sempit. HT mencela sistem demokrasi Indonesia dan Pancasila, namun mengapa masih banyak para syabab HTI juga ikut mencoblos, dan mengapa HTI Tidak golput saja, atau sekalian pindah dari Indonesia?

31.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 22/9/2013
 
yaa akhil kariim.. jika hadits tentang khilafah 30 tahun itu engkau jadikan dasar untuk menyatakan bahwa setelah 30 tahun berlangsungnya khilafah maka yang ada kemudian adalah sistem kerajaan bahkan presidensiil, ketahuilah bahwa kesimpulan itu bertentangan dengan hadits rasulullah yg lain. Ditegaskan dalam hadits di atas bahwa akan ada 12 khalifah.

Sanggahan:
Dua hadist tersebut memang terkesan bertentangan dengan hadist khilafah 30 Tahun. Dalam ilmu ushul fiqh, ketika seseorang menghadapi 2 hadist yg bertentangan, maka langkah yang harus diambil pertama kali adalah metode jam’u / penggabungan antara 2 hadist tsb. Dari metode tsb disimpulkan bahwa khilafah nubuwwah itu hanya berlangsung 30 Tahun.

Dalam hadist yang sy nukil pada komentar sebelumnya, sudah dijelaskan bahwa safinah, seorang sahabat Nabi menegaskan bahwa penguasa bani umayyah itu pada dasarnya adalah raja dan bukan khalifah. Sedangkan raja pertama didalam Islam adalah Mu’awwiyah bin Abi Sufyan. Dalam konteks ini. Imam Munawi juga menegaskan dalam kitabnya Faidh alQadir:
“(khilafah sesudahku didalam umatku berjalan 30 tahun). Alhafizh ibn hajar berkata dalam fath albari: “Nabi bermaksud dengan khilafah dalam hadist ini dengan khilafah nubuwwah. Adapun mu’awwiyah dan penguasa setelahnya, maka mereka mengikuti sistem para raja. Meskipun mereka dinamakan khalifah” (Faidh alqadir syarh aljami’ alshaghir, juz 3, hal. 509).

Disisi lain, mu’awwiyah sendiri juga mengakui kalau dirinya adalah seorang raja dan bukan seorang khalifah. Alhafizh jalaludin alsuyuthi berkata:
“albaihaqi meriwayatkan dari sahabat abu bakrah, yang berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Khilafah kenabian berjalan selama 30 Tahun. Kemudian Alloh akan memberikan kerajaan kepada orang yg Dia kehendaki”. Mu’awwiyah berkata: “Kami rela menerima kerajaan (bukan khilafah)”. (alkhashash alkubra, juz 2, hal. 178; Syaikh Yusuf bin Ismail al Nabhani, Hujjah Allah ‘ala al’alamin fi mu’jizat sayyid almursalin, hal. 528).

Bahkan Imam Syafii berkata: “Harmalah berkata: “Aku mendengar Imam Syafii berkata: “Para khalifah itu ada lima, Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz”. (Adab alSyafii wa Manaqibuh, hal. 145)

Imam ahmad bin hanbal berkata: “alMaimuni berkata: “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal ditanya: “Kemana pandangan anda tentang khilafah?” Ia menjawab: “Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Lalu ditanya lagi: “Sepertinya anda mengikuti hadist safinah?” Ia menjawab: “Aku mengikuti hadist safinah dan yang lain” (al I’tiqad wa al hidayah ila sabil al rasyad, hal. 469)

Kitab Tarikh al-Khulafa', karya al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi, hal. 13, isinya bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Khilafah sesudahku hanya 30 tahun. Setelah itu, umat Islam akan dipimpin oleh sistim kerajaan."

Sebaliknya, para ulama yang hidup pasca periode tersebut justru menyatakan kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan tidak ada satu pun di antara mereka yang menyatakan, bahwa menegakkan Khilafah itu tidak wajib. Sebut saja, al-Mawardi (w. 450 H), dalam kitabnya, Al-Ahkam as-Sulthaniyyah; al-Qurthubi (w. 671 H), dalam tafsirnya, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an; Ibn Katsir (w. 774 H) dalam tafsirnya, Tafsir Ibn Katsir. Mereka semuanya telah menyatakan kewajiban adanya Khilafah (imamah). Dengan kata lain, andai saja adanya Khilafah (imamah) itu tidak wajib setelah periode Khilafah tiga puluh tahun, tentu mereka tidak akan menyatakan kewajiban adanya Khilafah. Namun justru sebaliknya, mereka secara konsisten menyatakan kewajiban tersebut. Bahkan ulama yang hidup di era akhir Kekhalifahan juga menyatakan pandangan yang sama tentang kewajiban adanya Khilafah. Sebut saja, kitab Al-Hushun al-Hamidiyyah. Semuanya ini membuktikan, bahwa hukum adanya Khilafah adalah wajib. Jika saat ini Khilafah tidak ada, berarti mendirikannya adalah wajib

asw. saya mohon ditunjukkan referensi dimana para imam madhab yang 4 membolehkan sistem pemerintahan non khilafah, sebagaimana perkataan al-faadhil kyai luthfi ini: "Mereka menolak fiqih 4 madzhab yang memperbolehkan hukumnya satu negara dipimpin oleh seorang presiden/raja/pedana menteri sebagai pemerintah yang sah menurut syariat, asalkan para pemimpinnya tidak melarang pemberlakuan syariat Islam"

Sanggahan:
Pertama, kewajiban umat Islam dalam mengangkat seorang pemimpin tidak harus bernama khilafah, akan tetapi mengangkat pemimpin dalam pengertian yang bersifat umum, baik khalifah maupun raja.
Kedua, kewajiban umat Islam mengangkat seorang pemimpin tunggal, yang menjadi simbol persatuan umat Islam seluruh dunia, itu ketika umat Islam mampu melaksanakan dan kewajiban tersebut mungkin dilakukan. Oleh karena itu, ketika umat Islam tidak mampu atau siuasi tidak memungkinkan mengangkat seorang pemimpin tunggal, maka kewajiban tersebut menjadi gugur, seperti yang terjadi dewasa ini. Dalam hal, al-Imam al-Hafizh Abu Amr al-Dani berkata:
وَإِقَامَةُ اْلإِمَامِ مَعَ الْقُدْرَةِ وَاْلإِمْكَانِ: فَرْضٌ عَلىَ اْلأُمَّةِ لاَ يَسَعُهُمْ جَهْلُهُ، وَالتَّخَلُّفُ عَنْهُ، وَإِقَامَتُهُ إِلىَ أَهْلِ الْحَلِّ وَالْعَقْدِ مِنَ اْلأُمَّةِ دُوْنَ النَّصِّ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Mengangkat seorang imam ketika mampu dan memungkinkan dihukumi wajib bagi umat Islam, yang harus mereka ketahui dan tidak boleh ditinggalkan. Pengangkatan tersebut berdasarkan keputusan ahlul halli wal ‘aqdi dari umat, bukan berdasarkan nash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama.” (Abu Amr al-Dani, al-Risalah al-Wafiyah, hal. 130).
Ketiga, ketika umat Islam mampu dan situasi memungkinkan untuk mengangkat seorang pemimpin tunggal, akan tetapi umat Islam tidak melakukannya, maka yang berdosa dalam kekosongan pemimpin tersebut adalah dua kelompok, yaitu kelompok ahlul halli wal-‘aqdi dan kelompok para tokoh yang layak menjadi pemimpin umat. Beban dosa kekosongan pemimpin tersebut tidak dibebankan kepada seluruh umat Islam, sebagaimana dalam fatwa di atas. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah disebutkan:
وَهَذَا الْوُجُوْبُ وُجُوْبُ كِفَايَةٍ كَالْجِهَادِ وَنَحْوِهِ، فَإِذَا قَامَ بِهَا مَنْ هُوَ مِنْ أَهْلِهَا سَقَطَ الْحَرَجُ عَنِ الْكَافَّةَ، وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهَا أَحَدٌ أَثِمَ مِنْ النَّاسِ فَرِيقَانِ : ۱. أَهْلُ الِاخْتِيَارِ وَهُمْ أَهْلُ الْحَلِّ وَالْعَقْدِ مِنَ الْعُلَمَاءِ وَوُجُوْهِ النَّاسِ حَتَّى يَخْتَارُوا إمَامًا لِلْأُمَّةِ .۲. أَهْلُ الْإِمَامَةِ وَهُمْ مَنْ تَتَوَفَّرُ فِيْهِمْ شُرُوْطُ اْلإِمَامَةِ إِلىَ أَنْ يُنْصَبَ أَحَدُهُمْ إِمَامًا.
“Kewajiban mengangkat seorang imam ini adalah kewajiban kifayah seperti halnya jihad dan sesamanya. Apabila ada seseorang yang melaksanakannya, maka beban dosa gugur dari seluruh umat Islam. Apabila tidak ada seorang pun yang melaknsanakannya, maka dua golongan dari umat Islam yang menanggung dosa. Pertama, ahli memilih, yaitu ahlul halli wal ‘aqdi dari kalangan para ulama dan tokoh masyarakat, sampai mereka memilih seorang imam bagi umat. Kedua, ahli imamah, yaitu mereka yang memenuhi kriteria menjadi imam, sampai salah seorang di antara mereka diangkat sebagai imam.” (Al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz 6. Hal. 217).
Pernyataan tersebut dikutip dari al-Imam al-Mawardi, dalam al-Ahkam al-Sulthaniyyah wa al-Wilayat al-Diniyyah, hal. 3, al-Imam Abu Ya’la al-Farra’ al-Hanbali, dalam al-Ahkam al-Sulthaniyyah, hal. 19, dan al-Imam al-Qalqasyandi, dalam Ma’atsir al-Inafah fi Ma’alim al-Khilafah, juz 1, hal. 30.
Keempat, ketika umat Islam tidak memiliki pemimpin tunggal yang menyatukan mereka dalam satu negara, para ulama membenarkan terjadinya kepemimpinan lokal, dimana setiap daerah memiliki kepemimpinan otonom seperti yang terjadi dewasa ini. Umat Islam terkotak-kotak dalam banyak negara dan kepemimpinan. Imam al-Haramain al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M) berkata:
قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: لَوْ خَلاَ الزَّمَانُ عَنِ السُّلْطَانِ فَحَقٌّ عَلَى قُطَّانِ كُلِّ بَلْدَةٍ، وَسُكَّانِ كُلِّ قَرْيَةٍ، أَنْ يُقَدِّمُوا مِنْ ذَوِي اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى، وَذَوِي الْعُقُولِ وَالْحِجَا مَنْ يَلْتَزِمُونَ امْتِثَالَ إِشَارَاتِهِ وَأَوَامِرِهِ، وَيَنْتَهُونَ عَنْ مَنَاهِيهِ وَمَزَاجِرِهِ ; فَإِنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَفْعَلُوا ذَلِكَ، تَرَدَّدُوا عِنْدَ إِلْمَامِ الْمُهِمَّاتِ، وَتَبَلَّدُوا عِنْدَ إِظْلاَلِ الْوَاقِعَاتِ.
“Sebagian ulama berkata: “Apabila suatu masa mengalami kekosongan dari penguasa tunggal, maka penduduk setiap daerah dan setiap desa, harus mengangkat di antara orang-orang yang memiliki kecerdasan dan pemikiran, seseorang yang dapat mereka ikuti petunjuk dan perintahnya, dan mereka jauhi larangannya. Karena apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan ragu-ragu ketika menghadapi persoalan penting dan tidak mampu mengatasi persoalan yang sedang terjadi.” (Imam al-Haramain, Ghiyats al-Umam fi Iltiyats al-Zhulam, hal. 386-387).
Kelima, para ulama yang menulis kitab-kitab akidah Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga menjelaskan, bahwa kepemimpinan khilafah hanya berlangsung selama tiga puluh tahun, yaitu pada masa-masa kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali –radhiyallahu ‘anhum. Setelah itu umat Islam akan dipimpin oleh kerajaan dan keemiran. Dalam hal ini, al-Imam Najmuddin al-Nasafi berkata dalam al-‘Aqidah al-Nasafiyyah:
وَالْخِلاَفَةُ ثَلاَثُوْنَ سَنَةً، ثُمَّ بَعْدَهَا مُلْكٌ وَإِمَارَةٌ.
“Khilafah berlangsung selama tiga puluh tahun. Kemudian setelah itu kerajaan dan keemiran.” (Syaikh Abdullah al-Harari al-Habasyi, al-Mathalib al-Wafiyyah Syarh al-‘Aqidah al-Nasafiyyah, hal. 143).
Pernyataan senada juga dikemukakan al-Imam al-Baihaqi dalam al-I’tiqad ‘ala Madzhab al-Salaf Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, al-Imam al-Thahawi dalam al-‘Aqidah al-Thahawiyyah dan lain-lain.
Pandangan bahwa khilafah dalam Islam hanya berlangsung selama tiga puluh tahun, didasarkan pada hadits shahih berikut ini:
عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُمْهَانَ قَالَ حدثني سَفِينَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ لِي سَفِينَةُ أَمْسِكْ خِلاَفَةَ أَبِي بَكْرٍ ثُمَّ قَالَ وَخِلاَفَةَ عُمَرَ وَخِلاَفَةَ عُثْمَانَ ثُمَّ قَالَ لِي أَمْسِكْ خِلاَفَةَ عَلِيٍّ قَالَ فَوَجَدْنَاهَا ثَلاَثِينَ سَنَةً قَالَ سَعِيدٌ فَقُلْتُ لَهُ إِنَّ بَنِي أُمَيَّةَ يَزْعُمُونَ أَنَّ الْخِلاَفَةَ فِيهِمْ قَالَ كَذَبُوا بَنُو الزَّرْقَاءِ بَلْ هُمْ مُلُوكٌ مِنْ شَرِّ الْمُلُوكِ.
“Sa’id bin Jumhan berkata: “Safinah menyampaikan hadits kepadaku, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama bersabda: “Pemerintahan Khilafah pada umatku selama tiga puluh tahun, kemudian setelah itu dipimpin oleh pemerintahan kerajaan.” Lalu Safinah berkata kepadaku: “Hitunglah masa kekhilafahan Abu Bakar (2 tahun), Umar (10 tahun) dan Utsman (12 tahun).” Safinah berkata lagi kepadaku: “Tambahkan dengan masa khilafahnya Ali (6 tahun). Ternyata semuanya tiga puluh tahun.” Sa’id berkata: “Aku berkata kepada Safinah: “Sesungguhnya Bani Umayah berasumsi bahwa khilafah ada pada mereka.” Safinah menjawab: “Mereka (Bani Umayah) berbohong. Justru mereka adalah para raja, yang tergolong seburuk-buruk para raja”. (HR. Ahmad, [20910], dan al-Tirmidzi, [2152]).
Keenam, ketika umat Islam tidak memiliki seorang khalifah atau pemimpin tunggal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama tidak memerintahkan umatnya agar berusaha atau berpartisipasi dalam memperjuangkan tampilnya seorang khalifah. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama berpesan agar mereka menjauhi kelompok-kelompok yang mengajak pada perpecahan, dan tetap konsisten mengikuti ajaran Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْخَيْرِ وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِيْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا كُنَّا فِى جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ فَجَاءَنَا اللهُ بِهَذَا الْخَيْرِ فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الْخَيْرِ شَرٌّ قَالَ « نَعَمْ » فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ قَالَ « نَعَمْ وَفِيهِ دَخَنٌ ». قُلْتُ وَمَا دَخَنُهُ قَالَ « قَوْمٌ يَسْتَنُّونَ بِغَيْرِ سُنَّتِي وَيَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي تَعْرِفُ مِنْهُمْ وَتُنْكِرُ ». فَقُلْتُ هَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الْخَيْرِ مِنْ شَرٍّ قَالَ « نَعَمْ دُعَاةٌ عَلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا ». فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ صِفْهُمْ لَنَا. قَالَ « نَعَمْ قَوْمٌ مِنْ جِلْدَتِنَا وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ فَمَا تَرَى إِنْ أَدْرَكَنِي ذَلِكَ قَالَ « تَلْزَمُ جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ ». فَقُلْتُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ قَالَ « فَاعْتَزِلْ تِلْكَ الْفِرَقَ كُلَّهَا وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ عَلَى أَصْلِ شَجَرَةٍ حَتَّى يُدْرِكَكَ الْمَوْتُ وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ ».
Hudzaifah bin al-Yaman radiyallahu ‘anh berkata: “Orang-orang selalu bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama tentang kebaikan. Tapi aku selalu bertanya tentang keburukan, karena khawatir menjumpainya. Aku berkata: “Ya Rasulullah, dulu kami hidup dalam jahiliah dan keburukan, lalu Allah memberikan kebaikan kepada kami. Apakah setelah kebaikan ini ada keburukan?” Beliau menjawab: “Ya.” Aku berkata: “Apakah setelah keburukan itu ada kebaikan.” Beliau menjawab: “Ya, tetapi ada keruhnya.” Aku berkata: “Apa keruhnya?” Beliau menjawab: “ Kaum yang tidak mengikuti jejakku, kamu mengenal mereka dan menginkari.” Aku berkata: “Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan?” Beliau menjawab: “Ya, para pengajak di pintu-pintu Jahanam. Barang siapa yang menerima ajakan mereka, maka akan dilempar ke dalamnya.” Aku berkata: “Ya Rasulullah, terangkan sifat mereka kepada kami.” Beliau menjawab: “Secara lahiriah mereka dari golongan kita dan berbicara dengan bahasa kita.” Aku berkata: “Apa perintahmu kepadaku jika aku menjumpainya?” Beliau menjawab: “Ikuti jamaah kaum Muslimin dan imamnya.” Aku berkata: “Jika mereka tidak lagi berjamaah dan tidak memiliki imam?” Beliau menjawab: “Jauhi aliran-aliran itu seluruhnya, meskipun kamu harus menggigit akar pohon, hingga maut menjemputmu dan kamu bersamanya.” (HR. al-Bukhari [7084] dan Muslim [4890]).
Dalam hadits di atas, ketika sahabat Hudzaifah bertanya, tentang sikap yang diambil oleh seorang Muslim ketika umat Islam tidak lagi bersatu dan tidak memiliki pemimpin tunggal atau khalifah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama menjawab, bahwa sikap yang harus diambil oleh seorang Muslim adalah menjauhi kelompok-kelompok yang mengajak pada perpecahan karena khawatir terjerumus dalam keburukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama tidak menjawab, agar seorang Muslim berusaha dan berpartisipasi dalam perjuangan tampilnya seorang khalifah. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika Ahmad Nadhif sang HTI tidak bersedia berdiskusi dengan Sdr. Achmad alQuthfby yang dituduh penyebar fitnah, maka sekalian saja Ahmad Nadhif tidak usah masuk di web kami, karena web kami ini milik NU GARIS LURUS dan UNTUK WARGA NU NGARIS LURUS juga yang tidak pro terhadap keberadaan HTI di Indonesia.

32.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 22/9/2013
 
asw. saya sama sekali tidak tertarik untuk berdebat dg ahlul fitnah. bahwa HT membolehkan mencium wanita asing itu adalah fitnah murahan yang terus diulang-ulang, dicopy paste sana sini tanpa takut azab Allah. inilah pendapat HT yg asli:

... فقبلة الرجل لامرأة أجنبية يريدها ، فقبلة المرأة لرجل أجنبي تريدها هي قبلة محرمة ، ...
“Ciuman seorang laki-laki terhadap wanita asing yang diinginkannya, atau sebaliknya, adalah ciuman yang diharamkan. …” [Taqyuddin An-Nabhaniy, An-Nizhaamu-l-Ijtimaa’iy fi-l-islaam, 55]

pernyataan bahwa HT tidak mengamalkan hadits ahad itu juga fitnah. silahkan baca bab hadits ahad dlm kitab syakhsiyah 3 yg dikeluarkan oleh HT utk persoalan ini. saya sudah tegaskan kepada admin, yg sayangnya tdk dipublish, bahwa HT tdk menggunakan hadits ahad untuk masalah aqidah. tidak utk diimani, hanya dibenarkan saja. dan jika terkait dg syariah, maka itu wajib diamalkan asal shohih.

saya merasa perlu memberikan komentar di laman ini, karena saya semata-mata masih melihat bahwa al-faadhil kyai luthfi bashori adalah seorang 'aliim yg ikhlas, sebagai bentuk tawaashow bilhaq wa bishshobr.

maka jika admin tdk mempublish pernyataan2 saya utk al-faadhil kyai luthfi, dan tdk juga menanggapinya, dan malah mendorong saya utk melayani penebar fitnah, maka cukuplah saya katakan: saya tdk akan membuang waktu utk hal-hal yg tdk ada gunanya.

kepada para pencela dan pemfitnah HT, cukuplah saya mengingatkan mereka dengan hadits rasulullaah saw.

"“Tahukah kalian, siapakah muflis (orang yang bangkrut) itu?”. Para sahabat menjawab: “Di kalangan kami, muflis itu adalah seorang yang tidak mempunyai dirham dan harta benda”. Nabi bersabda : “Muflis di antara umatku itu ialah seseorang yang kelak di hari qiyamat datang lengkap dengan membawa pahala ibadah shalatnya, ibadah puasanya dan ibadah zakatnya. Di samping itu dia juga membawa dosa berupa makian pada orang ini, menuduh yang ini, menumpahkan darah yang ini serta menyiksa yang ini. Lalu diberikanlah pada yang ini sebagian pahala kebaikannya, juga pada yang lain. Sewaktu kebaikannya sudah habis padahal dosa belum terselesaikan, maka diambillah dosa-dosa mereka itu semua dan ditimpakan kepada dirinya. Kemudian dia dihempaskan ke dalam neraka" (HR. muslim)

ingatlah, anggota HT itu tersebar di 40 lebih negara. jika kalian tdk berhenti memfitnah, tidakkah kalian takut jutaan orang kelak akan menuntut kalian di akhirat?

SANGGAHAN:
Sejali lagi kami katakan:
Bagaimana jika saya menjabat tangan istri anda dan menciumnya?
Yang penting saya tidak syahwat. Tidak bisa dibayangkan jika ada seorang lelaki yang memegang tangan seorang wanita yang usianya sama-sama muda, maka apa yang terjadi?
Apa yang ada dibenak anda?
Mengapa anda tidak memilih pendapat yang mu’tamad?
Ini sangat kontroversial karena anda ini partai yang mengatas namakan agama!
Jika para pemuda-pemudi Indonesia yang para ulamanya mengharamkan jabat tangan non muhrim saja masih banyak terjadi tindak asusila, apalagi kelak jika Indonesia sesuai dengan mimpi HTI, menjadi negara dengan para ulama yang menghalalkan jabat tangan. Alloh Kareem..

Kalo saya malah ingin si Taiqyuddin al Nabhani itu hidup lagi dan berdebat disini di website pejuang islam. Karena kader-kader HT di Indonesia PENGECUT dan ALERGI DENGAN TRADISI ILMIYYAH BERUPA FORUM TABAYYUN TERBUKA.

Apanya yang fitnah, kami punya copy selebaran tersebut. Padahal selebaran tersebut sudah diketahui khalayak umum. Silahkan saja jika mau berkelit. Jika memang selebaran itu fitnah, apa data pembanding yang anda miliki?
Apakah pada tanggal sebagaimana disebutkan pada komentar saya sebelumnya, HT mengeluarkan selebaran tsb?
Apakah HT tidak mengambil langkah dengan melaporkan si penyebar selebaran tersebut kepada pihak yang berwenang menindak hal tsb?

Selebaran tsb tentu saja bukan fitnah, karena memang si Taqiyudin al Nabhani menganggap semua orang bs menjadi mujtahid dan seenak perutnya untuk membuat fatwa.
Taqiyyuddin al-Nabhani berkata dalam Kitab al-Tafkir berikut ini:
(إِنَّ اْلإِنْسَانَ) مَتَى أَصْبَحَ قَادِرًا عَلىَ اْلاِسْتِنْبَاطِ فَإِنَّهُ حِيْنَئِذٍ يَكُوْنُ مُجْتَهِدًا، وَلِذَلِكَ فَإِنَّ اْلاِسْتِنْبَاطَ أَوِ اْلاِجْتِهَادَ مُمْكِنٌ لِجَمِيْعِ النَّاسِ، وَمُيَسَّرٌ لِجَمِيْعِ النَّاسِ وَلاَ سِيَّمَا بَعْدَ أَنْ أَصْبَحَ بَيْنَ أَيْدِي النَّاسِ كُتُبٌ فِي اللُّغَةِ الْعَرَبِيَّةِ وَالشَّرْعِ اْلإِسْلاَمِيِّ.
Sesungguhnya seseorang apabila telah mampu melakukan ber-istinbath, maka ia sudah menjadi mujtahid. Oleh karena itu sesungguhnya istinbath atau ijtihad itu mungkin dilakukan oleh semua orang dan mudah dicapai oleh siapa saja yang menginginkan lebih-lebih sesudah buku-buku bahasa Arab dan buku-buku syariat Islam telah tersedia di hadapan banyak orang dewasa ini.

Imam Bukhari saja masih bermahdzab syafii, dan banyak para ulama yang level keilmuaannya jauh meninggalkan Taqiyudin al Nabhani yang tidak lulus kuliah ini yang mengakui bahwa mereka tetap bermadzhab dan karena mereka bermadzhab tentu saja mereka belum mencapai level mujtahid.

Pernyataan al-Nabhani di atas memberikan kesimpulan bahwa ijtihad itu merupakan sesuatu yang gampang dan mudah diraih oleh siapa saja, lebih-lebih setelah kitab-kitab bahasa Arab dan syariat Islam seperti kitab-kitab tafsir, hadits dan fiqih tersedia di hadapan banyak orang dewasa ini, dan dengan mudah dapat dibaca di berbagai perpustakaan pribadi maupun umum atau dapat dibeli di toko-toko kitab. Pernyataan seperti di atas banyak sekali terdapat dalam buku-buku Hizbut Tahrir. Pernyataan tersebut sangat berpotensi membuka pintu fatwa dengan tanpa ilmu dan tanpa mengetahui syarat-syarat ijtihad serta sangat berpotensi menimbulkan kekacauan dalam urusan agama dengan banyaknya orang-orang yang berfatwa tanpa didukung oleh ilmu pengetahuan agama yang memadai.
Pernyataan al nabhani tersebut sudah barang tentu pernyataan tersebut tidak benar karena beberapa alasan. Pertama, ijtihad bukan sesuatu yang gampang dan mudah dicapai oleh siapa saja yang ingin meraihnya. Karena berdasarkan pernyataan para ulama, seorang mujtahid disyaratkan harus memiliki perbendaharaan yang cukup tentang ayat-ayat dan hadits-hadits ahkam, yang berkaitan dengan hukum, mengetahui teks yang 'am dan yang khash, muthlaq dan muqayyad, mujmal dan mubayyan, nasikh dan mansukh, mengetahui bahwa suatu hadits termasuk yang mutawatir, ahad, mursal dan muttashil, mengetahui 'adalah dan kecacatan (jarh) para perawi hadits, mengetahui pendapat-pendapat para sahabat dan generasi-generasi setelahnya sehingga mengetahui hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati, mengetahui qiyas yang jaliy dan khafi, qiyas yang shahih dan yang fasid, mengetahui bahasa Arab yang merupakan bahasa al-Qur'an dengan baik dan mengetahui prinsip-prinsip akidah. Seseorang dapat dikategorikan mujtahid juga disyaratkan seorang yang adil, cerdas dan hafal terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits tentang hukum. Persyaratan semacam ini jelas tidak mudah dimiliki oleh siapa saja apalagi di akhir zaman seperti sekarang ini.
Kedua, seorang alim bisa dikategorikan sebagai mujtahid harus diakui oleh para ulama telah memenuhi syarat-syarat berijtihad. Sementara Syaikh Taqiyyuddin al-Nabhani sendiri tidak seorang pun dari kalangan ulama yang mengakuinya telah memenuhi syarat-syarat ijtihad tersebut atau bahkan hanya mendekati saja sekalipun. Sehingga ketika keilmuan seseorang tidak diakui oleh para ulama, maka keilmuannya sama dengan tidak ada.
Ketiga, Rasulullah saw sendiri mengakui bahwa tidak semua orang mampu menggali hukum dari hadits-hadits beliau. Dalam hadits Zaid bin Tsabit, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ d قال: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ j يَقُولُ نَضَّرَ اللهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ غَيْرَهُ فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ وَفِي رواية فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ.
Zaid bin Tsabit berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Semoga Allah membuat elok pada orang yang mendengar sabdaku, lalu ia mengingatnya, kemudian menyampaikannya seperti yang pernah didengarnya. Karena tidak sedikit orang yang menyampaikan suatu hadits dariku tidak dapat memahaminya." Dalam riwayat lain dikatakan: “Tidak sedikit orang yang memperoleh suatu hadits dari seseorang lebih memahami daripada orang yang mendengar hadits itu secara langsung dariku."
Hadits tersebut menunjukkan bahwa di antara sahabat Rasul saw yang mendengar hadits dari beliau secara langsung, ada yang kurang memahami terhadap makna-makna yang dikandung oleh hadits tersebut. Namun kemudian ia menyampaikan hadits itu kepada murid-muridnya yang terkadang lebih memahami terhadap kandungan maknanya. Pemahaman lebih, terhadap kandungan hadits tersebut menyangkut penggalian hukum-hukum dan masalah-masalah yang nantinya disebut dengan proses istinbath atau ijtihad. Dari sini dapat dipahami, bahwa di antara sahabat Nabi saw ada yang kurang mengerti terhadap maksud suatu hadits daripada murid-murid mereka. Dan murid-murid mereka yang memiliki pemahaman lebih terhadap hadits tadi disebut dengan mujtahid yang menjadi fokus dalam hadits Nabi saw:
عَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ d أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ j يَقُولُ إِذَا حَكَمَ الْحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ.
Amr bin al-Ash mendengar Rasulullah saw bersabda: "Apabila seorang hakim melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya benar, maka ia memperoleh dua pahala. Dan apabila melakukan ijtihad, lalu ijtihadnya keliru, maka ia memperoleh satu pahala."

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika Ahmad Nadhif sang HTI tidak bersedia berdiskusi dengan Sdr. Achmad alQuthfby yang dituduh penyebar fitnah, maka sekalian saja Ahmad Nadhif tidak usah masuk di web kami, karena web kami ini milik NU GARIS LURUS dan UNTUK WARGA NU NGARIS LURUS juga yang tidak pro terhadap keberadaan HTI di Indonesia.

33.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 22/9/2013
 
Mengupayakan tegaknya syariat islam kaffah dalam negara yang berdasarkan sistem demokrasi itu ibarat menyuruh orang kristen sholat. mungkin saja dia akan melaksanakan sholat, tetapi itu tidak berdasarkan dorongan aqidah. karena itu, yang lebih rasional adalah dengan mengislamkan aqidahnya dulu baru menyuruhnya sholat semata2 karena Allah. begitu pula dengan negara ini. mungkinkah menegakkan islam kaffah jika dasar negaranya bukan islam? kalopun itu mungkin, maka itu bukan atas dorongan aqidah melainkan hanya karena kesepakatan anggota dewan. karena hanya atas dasar kesepakatan, maka sewaktu-waktu bisa diganti dg hukum kufur lagi jika ada kesepakatan baru. itulah mengapa HT menginginkan sebuah negara yang dasarnya adalah aqidah islam dan hukum2nya adalah hukum islam. dan negara yg seperti itu disebut sbg khilafah. tentu di awal berdirinya khilafah tdk bisa langsung menyatukan seluruh umat islam sedunia. itu butuh proses. bisa jadi lahirnya khilafah nanti di negeri syam lalu sedikit demi sedikit negeri2 islam yang lain mulai bergabung. bisa jadi pula khilafah itu lahir di indonesia, lalu sedikit demi sedikit menyatukan negeri2 muslim yg lain. wallahu a'lam. yaa akhil kariim, tidak sukakah engkau jika seluruh umat islam di dunia berada dalam satu kepemimpinan kal-jasadil waahid? kiranya apa yang membuatmu berat melepaskan ikatan-ikatan semu nasionalisme?

Dalam penegakan syariat islam, kami (para Ulama NU) memiliki cara yang berbeda dengan metode HT. Dalam metode perjuangan, HT memfokuskan perjuangannya melalui jalur politik dengan visi dan misi tegaknya khilafah dan berlakunya syari'at Islam secara kaaffah melalui mesin kekuasaan dan pemerintahan. Sementara para ulama sejak masa-masa yang silam, utamanya di Indonesia, memfokuskan perjuangannya melalui jalur dakwah dan pendidikan kemasyarakatan. HAL INI KEMUDIAN SERING DISALAHPAHAMI OLEH HT DAN SIMPATISANNYA BAHWA GERAKAN PARA ULAMA SELAMA INI TIDAK MENCERMINKAN GHIRAH DAN BERORIENTASI PADA BERLAKUNYA SYARI'AT ISLAM DI TANAH AIR DALAM MENGATUR KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA.

Sebenarnya para ulama di tanah air sejak dulu, memfokuskan perjuangan mereka melalui jalur dakwah dan pendidikan kemasyarakatan, dengan mengelola pesantren, madrasah, musolla dan pengajian-pengajian rutin kepada masyarakat sekitar mereka, karena berangkat dari pemahaman yang benar terhadap dalil-dalil agama. Dalam setiap kesempatan berdakwah dan pendidikan kemasyarakatan, para ulama dan kiai selalu mengajarkan kepada santri-santri dan masyarakatnya tentang bagaimana menjalankan ajaran agama dengan benar dan sempurna, seperti menunaikan shalat, puasa, zakat, haji dan kewajiban-kewajiban agama lainnya secara baik dan sempurna. Hal ini dilakukan karena berangkat dari suatu keyakinan, bahwa dalam pengamalan syari'at sehari-hari, baik dalam ranah individu maupun sosial, umat Islam harus dibekali dengan ilmu pengetahuan agama yang memadai, sehingga mereka dapat mengamalkan kewajiban-kewajiban agama seiring dengan tuntunan dan ajaran al-Qur'an dan sunnah.
Apabila umat berhasil dididik dengan baik, lalu mereka dapat menerapkan kewajiban-kewajiban individu mereka kepada Allah secara baik dan sempurna, maka tanpa disadari dengan sendirinya akan terbangun kesalehan individual yang pada akhirnya akan membawa pada kesalehan sosial. Hal ini sebagaimana misalnya ditegaskan dalam ayat al-Qur'an:
ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٟبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ ﴿٤٥﴾
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur'an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-'Ankabut : 45).

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa shalat yang sempurna dapat mencegah seseorang dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ τ قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ J فَقَالَ: إِنَّ فُلاَناً يُصَلِّيْ بِاللَّيْلِ فَإِذَا أَصْبَحَ سَرِقَ؟ فَقَالَ: إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُوْلُ.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, "Sesungguhnya si fulan itu selalu menunaikan shalat malam, tetapi ketika di pagi hari dia mencuri." Nabi SAW menjawab: "Shalatnya akan menghentikannya mencuri."

Ada asumsi di sebagian kalangan, terutama kalangan Hizbut Tahrir, bahwa pemimpin yang baik dapat mengubah keadaan masyarakatnya menjadi lebih baik dan menanamkan nilai-nilai kesalehan dalam ranah individu dan sosial. Asumsi ini dapat dibenarkan apabila yang dimaksudkan dengan pemimpin tersebut adalah seorang nabi atau rasul. Akan tetapi apabila yang dimaksudkan dengan pemimpin tersebut adalah seorang kepala pemerintahan seperti presiden, raja dan khalifah, maka asumsi tersebut tidak benar. Sebab lahirnya pemimpin yang baik tidak dapat dilepaskan dari lingkungan yang kondusif berupa masyarakat yang baik. Seorang pemimpin yang baik tidak akan dapat menerapkan berlakunya hukum-hukum syari'at terhadap rakyatnya tanpa didukung oleh lingkungan masyarakat yang menerima agama Allah dan Rasul-Nya.
Hal ini bisa kita lihat dengan memperhatikan sejarah perjalanan penguasa masa lalu yang diabadikan dalam al-Qur'an dan hadits. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa setelah Rasulullah SAW mengirimkan surat kepada Heraclius, Kaisar Romawi di Syria, yang dikirimkan melalui Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, maka Heraclius membaca surat itu yang isinya:
قُلْ يَٟٓأَهْلَ ٱلْكِتَٟبِ تَعَالَوْا۟ إِلَىٰ كَلِمَةٍۢ سَوَآءٍۭ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا ٱللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِۦ شَيْـًۭٔا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًۭا مِّن دُونِ ٱللَّهِ ۚ فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُولُوا۟ ٱشْهَدُوا۟ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ﴿٦٤﴾
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Heraclius, yang dipertuan agung Romawi. Keselamatan bagi yang mengikuti petunjuk. Amma ba'du. Sesungguhnya aku mengajakmu memeluk agama Islam. Masuklah kamu ke dalam agama Islam, agar kamu selamat dan Allah akan memberikan pahala bagimu dua kali lipat. Apabila kamu berpaling dari ajakan ini, maka kamu akan menanggung beban dosa-dosa rakyat dan para petani. "Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (QS. Ali-Imran : 64)."

Setelah surat tersebut dibaca, orang-orang di sekitar Raja tersebut membikin kegaduhan dan berteriak-teriak, sebagai tanda penolakan mereka terhadap ajakan Nabi SAW. Setelah itu, Raja Heraclius pergi ke Himas. Di sana, Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan Romawi dalam ruangan pertapaannya. Setelah mereka berkumpul, pintu-pintu ruangan tersebut dikuncinya rapat-rapat. Kemudian Heraclius muncul ke hadapan mereka dan berkata:
"Wahai bangsa Romawi, apakah kalian menginginkan keberuntungan dan kebaikan serta kerajaan kalian ini tetap kokoh dan tegak? Marilah kita membai'at dan mengikuti Nabi yang mengajak kita di dalam surat ini."
Setelah mendengar pidato tersebut, para pembesar Romawi itu segera berdiri dan berhamburan lari keluar sebagai pertanda penolakan terhadap ajakan raja mereka, akan tetapi ternyata pintu-pintu ruangan tersebut telah dikunci rapat-rapat, sehingga mereka pun tidak dapat keluar. Setelah Heraclius melihat rakyatnya tidak mau diajak beriman dan ia telah berputus asa untuk mengajak mereka, maka Heraclius berkata kepada mereka:
"Kembali semua ke sini. Sebenarnya aku barusan mengatakan begitu hanya karena ingin membuktikan militansi dan kesetiaan kalian terhadap agama kalian. Dan sekarang aku telah yakin terhadap hal itu."
Mendengar perkataan Heraclius ini, para pembesar Romawi itu pun bersujud kepadanya. Hadits di atas menggambarkan, bagaimana seorang pemimpin yang bermaksud membawa rakyatnya ke jalan yang benar, namun tidak didukung oleh lingkungan rakyatnya yang dapat menerima ajakannya dengan senang hati. Alih-alih akan diikuti oleh rakyatnya, sedang dia sendiri akhirnya mengikuti kemauan rakyatnya yang membangkang terhadap ajakan baik raja mereka. Dalam al-Qur'an, Allah SWT juga menceritakan sebab kokohnya kerajaan Fir'aun terhadap kaumnya.

Dalam hal tersebut Allah SWT berfirman:
فَٱسْتَخَفَّ قَوْمَهُۥ فَأَطَاعُوهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ قَوْمًۭا فَٟسِقِينَ ﴿٥٤﴾
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (QS. al-Zukhruf : 54).

Ayat ini menyampaikan pesan kepada kita bahwa Fir'aun dapat mempengaruhi kaumnya, sehingga mereka menjadi rakyat yang patuh terhadap kemauan Fir'aun yang durjana dan mengaku sebagai tuhan itu, oleh karena kaumnya memang orang-orang yang fasik. Berdasarkan kenyataan ini, dalam berjuang para ulama kita melalui proses dakwah dan pendidikan kemasyarakatan untuk menyiapkan mereka sebagai kader masyarakat yang saleh baik secara individual maupun secara sosial. Ketika lingkungan masyarakat itu telah menanamkan kesalehan baik dalam ranah individu maupun sosial, maka dengan sendirinya Allah akan memberikan kepada mereka seorang pemimpin yang saleh.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

34.
Pengirim: Aris  - Kota: probolinggo
Tanggal: 22/9/2013
 
Bab Rancangan Undang-undang Dasar yang di buku lama terdiri dari 187 Pasal RUUD namun pada buku yang baru terdapat 190 Pasal RUUD dan inipun dinisbahkan pada penulis lamanya.
Berikut beberapa contoh gubahan isi kitab Nidzamul Islam karya Taqiyyuddin yang kitab hasil gubahan tersebut masih disandarkan pada penulis lamanya juga yaitu Taqiyyuddin saja :
Pada Nidzamul Islam cetakan ke-2 tertulis :
Pasal 33
Tata cara pengangkatan khalifah adalah sebagai berikut :
(a) Anggota majlis ummat dari kalangan kaum muslimin mengajukan beberapa calon untuk kedudukan ini, lalu nama-nama mereka diumumkan, dan kaum muslimin diminta untuk memilih salah satu diantaranya.
(b) Hasil pemilihan diumumkan, sehingga kaum muslimin mengetahui siapa yang mendapat suara terbanyak dari para calon.
(c) Anggota majlis ummat tersebut segera membaiat siapa yang mendapatkan suara terbanyak sebagai khalifah untuk menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah.
(d) Setelah pelaksanaan bai’at sempurna, diumumkan kepada khalayak siapa yang menjadi khalifah kaum muslimin, sehingga berita pengangkatannya sampai ke seluruh ummat, dengan mengumumkan namanya dan sifat-sifat yang menjadikannya pantas untuk diangkat sebagai kepala negara.
Namun pada Nidzamul Islam cetakan ke-6 tertulis :
Pasal 33
Diangkat amir sementara untuk menangani urusan kaum Muslim dan melaksanakan proses pengangkatan Khalifah yang baru setelah kosongnya jabatan Khilafah sebagai berikut:
a. Khalifah sebelumnya, ketika merasa ajalnya sudah dekat atau bertekad untuk mengundurkan diri, ia memiliki hak menunjuk amir sementara
b. Jika Khalifah meninggal dunia atau diberhentikan sebelum ditetapkan amir sementara, atau kosongnya jabatan Khilafah bukan karena meninggal atau diberhentikan, maka Mu’awin yang paling tua usianya menjadi amir sementara, kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah, maka yang menjabat amir sementara adalah Mu’awin (Mu’awin Tafwidl, pen.) yang lebih muda, dan seterusnya.
c. Jika semua Mu’awin ingin mencalonkan diri maka Mu’awin Tanfizh yang paling tua menjadi amir sementara, jika ia ingin mencalonkan diri maka yang lebih muda berikutnya, dan demikian seterusnya.
d. Jika semua Mu’awin Tanfizh ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah maka amir sementara dibatasi pada Mu’awin Tanfizh yang paling muda.
e. Amir sementara tidak memiliki wewenang melegislasi hukum.
f. Amir sementara diberikan keleluasaan untuk melaksanakan secara sempurna proses pengangkatan Khalifah yang baru dalam tempo tiga hari. Tidak boleh diperpanjang waktunya kecuali karena sebab yang memaksa atas persetujuan Mahkamah Mazhalim.
Dapat kita lihat betapa isi pasal 33 pada cetakan ke-2 berbeda 100% dengan isi pasal 33 pada cetakan ke-6.
Rupanya pasal 33 pada cetakan ke-2 digeser menjadi pasal 34 pada cetakan ke-6,
namun setelah dilihat ternyata isi pasal 33 cet-2 dengan isi pasal 34 cet ke-6 pun berbeda 99%,
sebagaimana berikut :
Pasal 34
Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat. Adapun tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :
a. Mahkamah Mazhalim mengumumkan kosongnya jabatan Khilafah
b. Amir sementara melaksanakan tugasnya dan mengumumkan dibukanya pintu pencalonan seketika itu.
c. Penerimaan pencalonan para calon yang memenuhi syarat-syarat in’iqad dan penolakan pencalonan mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat in’iqad ditetapkan oleh Mahkamah Mazhalim.
d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya.
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak.
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya.
h. Setelah proses baiat selesai, Khalifah kaum Muslimin diumumkan ke seluruh penjuru sehingga sampai kepada umat seluruhnya. Pengumuman itu disertai penyebutan nama Khalifah dan bahwa ia memenuhi sifat-sifat yang menjadikannya berhak untuk menjabat Khilafah.
i. Setelah proses pengangkatan Khalifah yang baru selesai, masa jabatan amir sementara berakhir.
Dan perubahan signifikan seperti ini pun masih disandarkan pada penulis lama yang sudah lama wafat.
Apakah Taqiyyuddin saat ini masih hidup hingga bisa merubah isi kitabnya ini ?.
Siapa yang bertanggung jawab atas perubahan kitab Taqiyyuddin ini ? Dan seperti apa kitab yang benar benar asli Tulisan Taqiyyuddin ?
Sungguh budaya seperti ini jika dibiarkan dapat merusak orisinalitas kitab-kitab agama Islam.

Belum lagi isi dari pasal RUUD yang banyak mengalami gubahan namun tetap saja disandarkan pada penulis lama yang telah lama wafat.
Seandainya Taqiyyuddin masih hidup hingga kini apakah rela ia melihat kitab karangannya diubah-ubah kemudian dinisbahkan pada dirinya ?
Apakah perubahan besar-besaran pada isi RUUD kemudian dinisbahkan ke taqiyyuddin tersebut sesuai dengan maksud dan pemikiran taqiyyuddin sebelumnya ?
Bagimana mungkin penulis yang telah wafat bisa mengubah pasal RUUD yang dulunya hanya 187 pasal kini di kitabnya yang dicetak ulang menjadi 190 pasal ?
Kenapa kitab yang telah berubah drastis isinya ini tetap dikatakan sebagai tulisan Taqiyyuddin an Nabhani sebagai satu satunya penulis ?
Hal itu tidak mungkin terjadi kecuali Taqiyyuddin an Nabhani masih hidup hingga kini.
Alloh berfirman yang artinya :
Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-orang pendusta. (An Nahl 105)

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih sumbang sih pemikirannya untuk Mas Aris.

35.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 22/9/2013
 
asw. yaa akhil kariim rahmatullaah 'alayk.. penjelasan njenengan sama sekali tdk menyentuh poin yg saya ajukan. :) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda saja yang tidak memahami argumentasi yang kami ajukan. NKRI ini tidak perlu dibubarkan, karena bentuk NKRI tidak melanggar syariat manapun, hanya perlu undang-undangnya saja yang diisi hukum syariat.

36.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 22/9/2013
 
Sekilas Kajian Kitab: Aadaab al-Dunyaa’ wa al-Diin, Imam ‘Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi al-Syafi’i (Imam al-Mawardi)-

Imam al-Mawardi -hafizhahullaah- menuturkan:

فَأَمَّا إقَامَةُ إمَامَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ فِي عَصْرٍ وَاحِدٍ، وَبَلَدٍ وَاحِدٍ فَلاَ يَجُوزُ إجْمَاعًا

“Adapun mengangkat dua orang penguasa atau tiga orang (atau lebih) dalam satu masa dan satu negeri maka tidak diperbolehkan secara ijma’.”

Lalu Imam al-Mawardi pun mengungkapkan pendapat kelompok syadz -kontroversial-, yang memperbolehkan berbilangnya khalifah dalam rangka membantahnya:

فَأَمَّا فِي بُلْدَانَ شَتَّى وَأَمْصَارٍ مُتَبَاعِدَةٍ فَقَدْ ذَهَبَتْ طَائِفَةٌ شَاذَّةٌ إلَى جَوَازِ ذَلِكَ؛ لِأَنَّ الامَامَ مَنْدُوبٌ لِلْمَصَالِحِ. وَإِذَا كَانَ اثْنَيْنِ فِي بَلَدَيْنِ أَوْ نَاحِيَتَيْنِ كَانَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا أَقْوَمَ بِمَا فِي يَدَيْهِ، وَأَضْبَطَ لِمَا يَلِيهِ. وَلِأَنَّهُ لَمَّا جَازَ بَعْثَةُ نَبِيَّيْنِ فِي عَصْرٍ وَاحِدٍ وَلَمْ يُؤَدِّ ذَلِكَ إلَى إبْطَالِ النُّبُوَّةِ، كَانَتْ الامَامَةُ أَوْلَى وَلاَ يُؤَدِّي ذَلِكَ إلَى إبْطَالِ الامَامَةِ.

“Adapun dalam konteks negeri yang beragam dan wilayah yang berjauhan, maka satu golongan yang syadz (tidak dikenal, kontroversial) memperbolehkannya, (dengan alasan) karena penguasa merupakan duta (penolong umat-pen) untuk mewujudkan berbagai kemaslahatan. Dan (diasumsikan) jika ada dua penguasa dalam dua negeri atau dua bagian dimana setiap pemimpin dari dua pihak ini bisa lebih kokoh dengan kekuasaan yang ada di tangannya, dan lebih terkontrol dengan apa yang ada di sisinya (daripada kekuasaan berada dalam satu orang pemimpin-pen.), dan dikarenakan bolehnya pengutusan dua orang Nabi dalam satu masa dan tidak berdampak pada batalnya kenabian, maka kepemimpinan lebih memerlukan hal itu dan tidak lantas merusak kepemimpinan tersebut.”

Imam al-Mawardi lantas mengoreksinya dan menjelaskan:

وَذَهَبَ الْجُمْهُورُ إلَى أَنَّ إقَامَةَ إمَامَيْنِ فِي عَصْرٍ وَاحِدٍ لاَ يَجُوزُ شَرْعًا لِمَا رُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: {إذَا بُويِعَ أَمِيرَانِ فَاقْتُلُوا أَحَدَهُمَا}. وَرُوِيَ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ: {إذَا وَلَّيْتُمْ أَبَا بَكْرٍ تَجِدُوهُ قَوِيًّا فِي دِينِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ضَعِيفًا فِي بَدَنِهِ. وَإِذَا وَلَّيْتُمْ عُمَرَ تَجِدُوهُ قَوِيًّا فِي دِينِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَوِيًّا فِي بَدَنِهِ، وَإِنْ وَلَّيْتُمْ عَلِيًّا تَجِدُوهُ هَادِيًا مَهْدِيًّا}. فَبَيَّنَ بِظَاهِرِ هَذَا الْكَلاَمِ أَنَّ إقَامَةَ جَمِيعِهِمْ فِي عَصْرٍ وَاحِدٍ لاَ يَصِحُّ، وَلَوْ صَحَّ لاَشَارَ إلَيْهِ، وَلَنَبَّهَ عَلَيْهِ.

“Dan mayoritas ulama mengadopsi pendapat bahwa mengangkat dua orang penguasa dalam satu masa tidak diperbolehkan secara syar’i berdasarkan apa yang diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: “Jika diangkat dua orang pemimpin maka bunuhlah salah satunya (yang terakhir dari keduanya-pen.).” Dan diriwayatkan dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda: “Jika kalian mengangkat Abu Bakr menjadi pemimpin maka kalian temukan dirinya kuat dalam Din Allah dan lemah fisiknya, dan jika kalian mengangkat ‘Umar menjadi pemimpin maka kalian temukan dirinya kuat dalam Din Allah dan kuat fisiknya, dan jika kalian mengangkat ‘Ali sebagai pemimpin maka akan kalian temukan bahwa ia adalah orang yang menyampaikan petunjuk dan dianugerahi petunjuk.” Maka penjelasan dengan zhahir hadits ini bahwa mengangkat mereka semua sebagai pemimpin dalam satu masa tidak sah (secara syar’i), meskipun di sisi lain dibenarkan mengisyaratkan hadits ini dan memperhatikannya.”

jadi yang menyatakan bahwa khalifah hanya boleh berjumlah satu dalam satu masa itu bukan hanya HT, tapi jumhur ulama, akhil kariim..

sekarang saya tanya, menegakkan syariat islam kaffah tanpa mengubah negara demokrasi itu bagaimana caranya? :) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ahmad Nadhif: Sekarang saya tanya, menegakkan syariat islam kaffah tanpa mengubah negara demokrasi itu bagaimana caranya?

Pejuang Islam: Yaa mudah saja Mas, kalau mau dan sungguh-sungguh, yaitu berdakwah secara istiqamah untuk memberi kesdaran kepada semua umat Islam Indonesia, bahwa salah satu kewajiban mereka adalah memberlakukan syariat jama'i dalam konteks hidup bermasyarakat dan bernegara. Contoh palinmg mudah bersyariat jama'i adalah kewajiban mendirikan masjid di suatu daerah yang sekira sah untuk melaksanakan shalat Jumat, jika di daerah itu belum ada masjid padahal syarat untuk melaksanakan shalat Jumat sudah terpenuhi, maka berdosalah seluruh warga muslim di daerah tersebut.

Contoh lain adalah memilih pemimpin muslim taat syariat secara kaaffah di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam seperti di Indonesia. Jika seluruh umat Islam Indonesia sudah sadar diri terhadap kewajiban yang satu ini, maka secara otomatis akan mendapatkan Presiden Taat Syariat seperti yang dimaksudkan, termasuk juga mendapatkan anggota parlemen yang taat syariat, dan karena suara terbanyak akan menentukan kebijakan, sedangkan umat Islam Indonesia adalah penduduk mayoritas, tentunya jika hal ini terjadi, maka pemberlakuan syariat secara legal formal seperti yang kami cita-citakan bakal terwujudkan.

Masalahnya, saat ini wajah umat Islam Indonesia masih bercerai-berai dalam visi dan misi, pemahaman mereka terhadap ajaran syariat masih banyak yang minim, kesadaran terhadap syariat jama'i masih sangat rendah, sedangkan untuk nafsu duniawinya tampak sudah sampai di ubun-ubun, hingga kebanyakan mereka lebih mengejar segala sesuatu dengan standar non syariat termasuk dalam dunia perpolitikan.

Jika Indonesia sudah menemukan Presiden sekelas Khalifah Umar bin Abdul Aziz, maka saat itulah Indonesia akan menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, dan saat itulah percaturan perpolitikan akan berubah dengan sendirinya, bahkan amandemen undang-undang pun dapat diatur oleh umat Islam secara leluasa sesuai kepentingan mayoritas penduduk di negeri ini.

37.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 22/9/2013
 
ADMIN: "Apalagi di dalam bahasan saya sudah jelas bahwa Imam Hanafi, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Ahmad bin Hanbal juga tidak berontak untuk mendirikan khilafah yang dipahami oleh HT secara sempit. HT mencela sistem demokrasi Indonesia dan Pancasila, namun mengapa masih banyak para syabab HTI juga ikut mencoblos, dan mengapa HTI Tidak golput saja, atau sekalian pindah dari Indonesia?"

TANGGAPAN:
1. HT memandang bahwa khilafah ummayyah, abbasiyah, dan utsmaniyah adalah kekhilafahan yg sah. Para imam madhab juga begitu, makanya mereka tdk memberontak. itu bukti bahwa para imam madhab tdk memahami hadits 30 tahun itu sbg justifikasi bahwa setelah 30 tahun bukan lagi sistem khilafah yg sah. tetap sah sbg khilafah, hanya saja ada isaa-atut tathbiiq, keburukan penerapan. semua khalifah setelah ali bin abi thalib karramallaahu wajhah bagaimanapun tetaplah dibaiat utk menerapkan hukum2 Allah. beda jauh dg sistem kerajaan. itulah mengapa, kami memahami kata al-mulk dlm hadits 30 tahun itu bukan sbg sistem kerajaan melainkan as-sulthaan wal hukm.

2. nyoblos itu aqad wakalah. selama wakalahnya mubah, nyoblos juga mubah. jika wakalahnya haram, nyoblos juga haram. btw, anggota HT mana yg njenengan bilang nyoblos itu? nyoblos partai apa? :) 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ooooh...Jadi sistem Dinasti yang cara pemilihan pemimpinnya dilakukan secara turun temurun itu sah juga yaa menurut pemahaman HT ? Nah, yaa Dinasti itulah namanya sistem Kerajaan yang dikatakan oleh Nabi SAW sebaga Mulk. Jangan berkelit lagi yaa....!

Jika Indonesia sudah menemukan Presiden sekelas Khalifah Umar bin Abdul Aziz, dan saat itulah Indonesia akan menjadi Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur, dan saat itu pula percaturan perpolitikan akan berubah dengan sendirinya, bahkan amandemen undang-undang pun dapat diatur oleh umat Islam secara leluasa sesuai kepentingan mayoritas penduduk di negeri ini, bisa-bisa saja termasuk menertapkan sistem Dinasti yang sah menurut HT.

38.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 23/9/2013
 
Sebelum saya MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG ACHMAD NADHIF, saya terlebih dahulu memberikan terima kasih kepada Sdr. Aris yang telah memberikan artikel yang menunjukkan bahwa HTI mentahrif karya pemimpinnya sendiri yakni taqiyudin al nabhani sesuai hawa nafsu mereka. Agaknya HTI memang tukang tahrif.

Dan yang perlu ditekankan bahwa ACHMAD NADHIF sama sekali tidak membantah argumentasi kami melainkan memberikan dalil lain, dan itu berarti ACHMAD NADHIF menerima argument kami.

Lanjut …..

ASWAJA TOPENG ACHMAD NADHIF:
asw. yaa akhil kariim rahmatullaah 'alayk.. penjelasan njenengan sama sekali tdk menyentuh poin yg saya ajukan

Tanggapan:
Silahkan anda ajukan penjelasan mana yg menurut anda tidak menyentuh point yang anda sampaikan?
Ataukah malah sebaliknya, argumentasi yg kami ajukan telah mematahkan dalil-dalil yg anda ajukan, dan untuk menutupinya anda tidak memberikan tanggapan balik.

Banyak hal yang belum anda jawab terhadap dalil yg kami ajukan:
Misalnya dalil berikut ini:
Bagaimana jika saya menjabat tangan istri anda dan menciumnya?
Yang penting saya tidak syahwat. Tidak bisa dibayangkan jika ada seorang lelaki yang memegang tangan seorang wanita yang usianya sama-sama muda, maka apa yang terjadi?
Apa yang ada dibenak anda?
Mengapa anda tidak memilih pendapat yang mu’tamad?
Ini sangat kontroversial karena anda ini partai yang mengatas namakan agama!
Jika para pemuda-pemudi Indonesia yang para ulamanya mengharamkan jabat tangan non muhrim saja masih banyak terjadi tindak asusila, apalagi kelak jika Indonesia sesuai dengan mimpi HTI, menjadi negara dengan para ulama yang menghalalkan jabat tangan. Alloh Kareem..


ASWAJA TOPENG ACHMAD NADHIF:
Jadi yang menyatakan bahwa khalifah hanya boleh berjumlah satu dalam satu masa itu bukan hanya HT, tapi jumhur ulama, akhil kariim..

sekarang saya tanya, menegakkan syariat islam kaffah tanpa mengubah negara demokrasi itu bagaimana caranya? :)

Tanggapan:
Memang haram mengangkat dua pemimpin dalam satu masa pemerintahan dalam satu negeri. Lantas apa masalahnya?
Bukankah telah jelas Imam al-Mawardi mengatakan:
“Adapun mengangkat dua orang penguasa atau tiga orang (atau lebih) dalam SATU MASA DAN SATU NEGERI maka tidak diperbolehkan secara ijma’.”
Apakah Indonesia mempunyai 2 Presiden???

Menegakkan syariat islam kaffah tanpa mengubah negara demokrasi???
Wahai Achmad Nadhif, silahkan anda katakan dengan jujur bahwa anda menerima dan mengakui kebenaran argumentasi kami, DARIPADA MENUNJUKKAN KEJAHILAN ANDA YANG SELALU MENGULANG-ULANG PERTANYAAN TAK BERBOBOT YG TELAH TUNTAS DISANGGAH.

Ini sanggahan kami, dibaca ya:
Apakah sistem negara demokrasi ini dirubah menjadi negara islam tanpa dukungan masyarakatnya?
Saya sangat setuju dengan formalisasi syariat Islam namun biarlah kami memakai metode kami, dan silahkan anda menjalankan metode anda. Bagi kami, sistem negara tidak mungkin dirubah tanpa dukungan rakyatnya.

Para ulama di tanah air sejak dulu, memfokuskan perjuangan mereka melalui jalur dakwah dan pendidikan kemasyarakatan, dengan mengelola pesantren, madrasah, musolla dan pengajian-pengajian rutin kepada masyarakat sekitar mereka, karena berangkat dari pemahaman yang benar terhadap dalil-dalil agama. Dalam setiap kesempatan berdakwah dan pendidikan kemasyarakatan, para ulama dan kiai selalu mengajarkan kepada santri-santri dan masyarakatnya tentang bagaimana menjalankan ajaran agama dengan benar dan sempurna, seperti menunaikan shalat, puasa, zakat, haji dan kewajiban-kewajiban agama lainnya secara baik dan sempurna. Hal ini dilakukan karena berangkat dari suatu keyakinan, bahwa dalam pengamalan syari'at sehari-hari, baik dalam ranah individu maupun sosial, umat Islam harus dibekali dengan ilmu pengetahuan agama yang memadai, sehingga mereka dapat mengamalkan kewajiban-kewajiban agama seiring dengan tuntunan dan ajaran al-Qur'an dan sunnah.
Apabila umat berhasil dididik dengan baik, lalu mereka dapat menerapkan kewajiban-kewajiban individu mereka kepada Allah secara baik dan sempurna, maka tanpa disadari dengan sendirinya akan terbangun kesalehan individual yang pada akhirnya akan membawa pada kesalehan sosial. Hal ini sebagaimana misalnya ditegaskan dalam ayat al-Qur'an:
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar (QS. al-'Ankabut : 45).

Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa shalat yang sempurna dapat mencegah seseorang dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata, "Sesungguhnya si fulan itu selalu menunaikan shalat malam, tetapi ketika di pagi hari dia mencuri." Nabi SAW menjawab: "Shalatnya akan menghentikannya mencuri."

Kami tidak setuju jika anda berasumsi bahwa pemimpin yang baik dapat mengubah keadaan masyarakatnya menjadi lebih baik dan menanamkan nilai-nilai kesalehan dalam ranah individu dan sosial. Asumsi ini dapat dibenarkan apabila yang dimaksudkan dengan pemimpin tersebut adalah seorang nabi atau rasul. Akan tetapi apabila yang dimaksudkan dengan pemimpin tersebut adalah seorang kepala pemerintahan seperti presiden, raja dan khalifah, maka asumsi tersebut tidak benar. Sebab lahirnya pemimpin yang baik tidak dapat dilepaskan dari lingkungan yang kondusif berupa masyarakat yang baik. Seorang pemimpin yang baik tidak akan dapat menerapkan berlakunya hukum-hukum syari'at terhadap rakyatnya tanpa didukung oleh lingkungan masyarakat yang menerima agama Allah dan Rasul-Nya.

Hal ini bisa kita lihat dengan memperhatikan sejarah perjalanan penguasa masa lalu yang diabadikan dalam al-Qur'an dan hadits. Al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya, bahwa setelah Rasulullah SAW mengirimkan surat kepada Heraclius, Kaisar Romawi di Syria, yang dikirimkan melalui Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, maka Heraclius membaca surat itu. Setelah surat tersebut dibaca, orang-orang di sekitar Raja tersebut membikin kegaduhan dan berteriak-teriak, sebagai tanda penolakan mereka terhadap ajakan Nabi SAW. Setelah itu, Raja Heraclius pergi ke Himas. Di sana, Heraclius mengumpulkan para pembesar kerajaan Romawi dalam ruangan pertapaannya. Setelah mereka berkumpul, pintu-pintu ruangan tersebut dikuncinya rapat-rapat. Kemudian Heraclius muncul ke hadapan mereka dan berkata:
"Wahai bangsa Romawi, apakah kalian menginginkan keberuntungan dan kebaikan serta kerajaan kalian ini tetap kokoh dan tegak? Marilah kita membai'at dan mengikuti Nabi yang mengajak kita di dalam surat ini."

Setelah mendengar pidato tersebut, para pembesar Romawi itu segera berdiri dan berhamburan lari keluar sebagai pertanda penolakan terhadap ajakan raja mereka, akan tetapi ternyata pintu-pintu ruangan tersebut telah dikunci rapat-rapat, sehingga mereka pun tidak dapat keluar. Setelah Heraclius melihat rakyatnya tidak mau diajak beriman dan ia telah berputus asa untuk mengajak mereka, maka Heraclius berkata kepada mereka:
"Kembali semua ke sini. Sebenarnya aku barusan mengatakan begitu hanya karena ingin membuktikan militansi dan kesetiaan kalian terhadap agama kalian. Dan sekarang aku telah yakin terhadap hal itu."
Mendengar perkataan Heraclius ini, para pembesar Romawi itu pun bersujud kepadanya. Hadits di atas menggambarkan, bagaimana seorang pemimpin yang bermaksud membawa rakyatnya ke jalan yang benar, namun tidak didukung oleh lingkungan rakyatnya yang dapat menerima ajakannya dengan senang hati. Alih-alih akan diikuti oleh rakyatnya, sedang dia sendiri akhirnya mengikuti kemauan rakyatnya yang membangkang terhadap ajakan baik raja mereka. Dalam al-Qur'an, Allah SWT juga menceritakan sebab kokohnya kerajaan Fir'aun terhadap kaumnya.

Dalam hal tersebut Allah SWT berfirman:
Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik. (QS. al-Zukhruf : 54).
Ayat ini menyampaikan pesan kepada kita bahwa Fir'aun dapat mempengaruhi kaumnya, sehingga mereka menjadi rakyat yang patuh terhadap kemauan Fir'aun yang durjana dan mengaku sebagai tuhan itu, oleh karena kaumnya memang orang-orang yang fasik. Berdasarkan kenyataan ini, dalam berjuang para ulama kita melalui proses dakwah dan pendidikan kemasyarakatan untuk menyiapkan mereka sebagai kader masyarakat yang saleh baik secara individual maupun secara sosial. Ketika lingkungan masyarakat itu telah menanamkan kesalehan baik dalam ranah individu maupun sosial, maka dengan sendirinya Allah akan memberikan kepada mereka seorang pemimpin yang saleh.

Demikian semoga Aswaja Topeng Achmad Nadhif ini bisa memahami argumentasi kami dengan dada terbuka dan bisa fokus jika berdiskusi dan tidak bias. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

39.
Pengirim: Achmad alQutfhby  - Kota: probolinggo
Tanggal: 23/9/2013
 
Wahai Aswaja TOpeng Achmad Nadhif..
Mohon maaf, saya kira anda dikibuli oleh para petinggi HT. Karena fatwa mesum
Apanya yang fitnah, kami punya copy selebaran tersebut. Padahal selebaran tersebut sudah diketahui khalayak umum. Silahkan saja jika mau berkelit. Jika memang selebaran itu fitnah, apa data pembanding yang anda miliki?
Apakah pada tanggal sebagaimana disebutkan pada komentar saya sebelumnya, HT mengeluarkan selebaran tsb?
Apakah HT tidak mengambil langkah dengan melaporkan si penyebar selebaran tersebut kepada pihak yang berwenang menindak hal tsb?

Kalo boleh saya katakan dengan jujur, FATWA MESUM tsb telah menjadi rahasia internasional. Semua ulama Tim Teng tahu. HT di Tim Teng tak dapat mengelak. Dan saya tidak mengatakan bahwa fatwa ciuman itu adalam didalam kitab karya Taqiyudin al Nabhani, akan tetapi ada didalam selebaran fatwa bulletin HT di Tim Teng. Anda jangan mengalihkan persoalan.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

40.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 23/9/2013
 
MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG ACHMAD NADHIF:
1. HT memandang bahwa khilafah ummayyah, abbasiyah, dan utsmaniyah adalah kekhilafahan yg sah. Para imam madhab juga begitu, makanya mereka tdk memberontak. itu bukti bahwa para imam madhab tdk memahami hadits 30 tahun itu sbg justifikasi bahwa setelah 30 tahun bukan lagi sistem khilafah yg sah. tetap sah sbg khilafah, hanya saja ada isaa-atut tathbiiq, keburukan penerapan. semua khalifah setelah ali bin abi thalib karramallaahu wajhah bagaimanapun tetaplah dibaiat utk menerapkan hukum2 Allah. beda jauh dg sistem kerajaan. itulah mengapa, kami memahami kata al-mulk dlm hadits 30 tahun itu bukan sbg sistem kerajaan melainkan as-sulthaan wal hukm.

2. nyoblos itu aqad wakalah. selama wakalahnya mubah, nyoblos juga mubah. jika wakalahnya haram, nyoblos juga haram. btw, anggota HT mana yg njenengan bilang nyoblos itu? nyoblos partai apa? :)

Tanggapan
1) Bukankah telah dijelaskan bahwa safinah, seorang sahabat Nabi menegaskan bahwa penguasa bani umayyah itu pada dasarnya adalah raja dan bukan khalifah. Sedangkan raja pertama didalam Islam adalah Mu’awwiyah bin Abi Sufyan. Dalam konteks ini. Imam Munawi juga menegaskan dalam kitabnya Faidh alQadir:
“(khilafah sesudahku didalam umatku berjalan 30 tahun). Alhafizh ibn hajar berkata dalam fath albari: “Nabi bermaksud dengan khilafah dalam hadist ini dengan khilafah nubuwwah. Adapun mu’awwiyah dan penguasa setelahnya, maka mereka mengikuti sistem para raja. Meskipun mereka dinamakan khalifah” (Faidh alqadir syarh aljami’ alshaghir, juz 3, hal. 509).

Disisi lain, mu’awwiyah sendiri juga mengakui kalau dirinya adalah seorang raja dan bukan seorang khalifah. Alhafizh jalaludin alsuyuthi berkata:
“albaihaqi meriwayatkan dari sahabat abu bakrah, yang berkata: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Khilafah kenabian berjalan selama 30 Tahun. Kemudian Alloh akan memberikan kerajaan kepada orang yg Dia kehendaki”. Mu’awwiyah berkata: “Kami rela menerima kerajaan (bukan khilafah)”. (alkhashash alkubra, juz 2, hal. 178; Syaikh Yusuf bin Ismail al Nabhani, Hujjah Allah ‘ala al’alamin fi mu’jizat sayyid almursalin, hal. 528).

Apa para imam madzhab harus memberontak untuk mengungkapkan ketidak setujuannya?
Lantas apa pemahaman para imam madhab terhadap hadits 30 tahun???
Silahkan ungkapkan pernyataan mereka secara eksplisit???

Bukankah telah saya nukilkan pernyataan Imam Syafii???
Imam Syafii berkata: “Harmalah berkata: “Aku mendengar Imam Syafii berkata: “Para khalifah itu ada lima, Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, dan Umar bin Abdul Aziz”. (Adab alSyafii wa Manaqibuh, hal. 145)

Bahkan Imam ahmad bin hanbal berkata: “alMaimuni berkata: “Aku mendengar Ahmad bin Hanbal ditanya: “Kemana pandangan anda tentang khilafah?” Ia menjawab: “Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Lalu ditanya lagi: “Sepertinya anda mengikuti hadist safinah?” Ia menjawab: “Aku mengikuti hadist safinah dan yang lain” (al I’tiqad wa al hidayah ila sabil al rasyad, hal. 469)

Kitab Tarikh al-Khulafa', karya al-Hafizh Jalaluddin as-Suyuthi, hal. 13, isinya bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Khilafah sesudahku hanya 30 tahun. Setelah itu, umat Islam akan dipimpin oleh sistem kerajaan"

Anda kok masih ngeyela ya.. persis seperti Yang Mulia Guru Kami KH Luthfi Bashori Alwy: "Dulu kami agak peduli dengan mereka (HTI). Namun, karena mereka seringkali tidak mau mendengarkan pendapat orang lain, dan terkesan mau menang sendiri dalam berpendapat”

Kan sudah saya jelaskan bahwa meskipun mereka disebut sebagai khalifah akan tetapi hakikatnya mereka adalah raja. Dalam konteks ini, al Munawi juga menegaskan dalam kitabnya Faidh alQadir:
“(Khilafah sesudahku didalam umatku berjalan 30 tahun). laHafizh Ibn Hajr berkata dalam Fath alBari: “Nabi bermaksud dengan khilafah dalam hadist ini dengan khilafah nubuwwah. Adapun Mu’awwiyah dan penguasa sesudahnya, maka mereka mengikuti sistem para raja, meskipun mereka dinamakan khalifah” (Faidh alQadir Syarh alJami’ alShaghir).

2) Bukankah negara ini menurut anda negara kafir???
Mengapa anda justru mendukung kelestarian pemerintahan negara kafir???
Bukankah anda tidak setuju dengan Pancasila dan Konstitusi Negara ini???
Lantas mengapakah anda tidak golput dan memberika dukungan terhadap pimpinan yang disumpah taat kepada Pancasila dan UUD???

Ini buktinya :
“HTI tidak golput dan memberikan kebebasan bagi anggotanya untuk menyalurkan aspirasi kepada parpol Islam dalam Pemilu 2014,” kata Mujianto dari DPP HTI kepada Okezone, Minggu 2 Juni malam.

Lebih lanjut Mujianto mengatakan, tidak ada perintah langsung dari DPP HTI untuk memberikan suara pada salah satu partai.

“Selama ini kami memberikan kebebasan kepada para anggota untuk memilih partai yang akan memperjuangkan Khilafah Islamiyah,” jelasnya.

Ketika disinggung, apakah saat ini ada partai Islam yang sudah memperjuangkan tujuan HTI di Indonesia yaitu terwujudnya Khilafah Islamiyah. Dia pun menegaskan tidak ada partai Islam yang memperjuangkan cita-cita HTI tersebut.

“Kalau untuk saat ini belum ada yang memperjuangkannya (Khilafah Islamiyah),” tutupnya. http://news.okezone.com/read/2013/06/03/339/816440/redirect

Perhatikan :
Poin 1 : HTI tidak berkeinginan untuk Golput. HTI ingin memilih.
Poin 2 : Maka dibebaskan pada anggota untuk memilih pada 2014.
Poin 3 : Yang dipilih haruslah yang memperjuangkan Khilafah Islamiyah.
Poin 4 : Sampai saat ini belum ada Partai Politik yang memperjuangkan Khilafah Islamiyah.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

41.
Pengirim: Aris  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 23/9/2013
 
WAHAI PARA SYABAB HT, BAGAIMANA ANDA AKAN MEMPEROLEH SIMPATI UMMAT ISLAM KHUSUS INDONESIA JIKA LEBIH MENGEDEPANKAN SIKAP TIDAK SPORTIF. LHA WONG.. TULISAN TAQIYUDIN AL NABHANI SAJA DITAHRIF SESUAI HAWA NAFSUNYA. BUKTINYA KITAB NIDZAMUL ISLAM KARYA TAQIYYUDDIN AL NABHANI SAJA DITAHRIF. TERNYATA HT INI SAMA DENGAN YAHUDI YANG SUKA MENTAHRIF. ASTAGHFIRULLOH

BAGAIMANA HT MAU MENGAJAK KEMBALI KEPADA QUR’AN DAN SUNNAH JIKA HT SENDIRI MENGELUARKAN FATWA MESUM.

JIKA HT INI BUKAN ORGANSIASI MESUM, MENGAPA MENGELUARKAN FATWA MESUM???

Mencium Wanita Ajnabi yang bukan Isteri
Selain membolehkan laki-laki menjabat tangan wanita yang bukan mahramnya, Hizbut Tahrir juga mengeluarkan fatwa mesum yaitu membolehkan laki-laki mencium wanita ajnabi yang bukan istri. Hal ini seperti tertulis dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir tertanggal 24 Rabiul Awal 1390 H berikut ini:
السُّؤَالُ: مَا حُكْمُ الْقُبْلَةِ بِشَهْوَةٍ مَعَ الدَّلِيْلِ؟ الْجَوَابُ: ... قَدْ فُهِمَ مِنْ مَجْمُوْعِ اْلأَجْوِبَةِ الْمَذْكُوْرَةِ أَنَّ الْقُبْلَةَ بِشَهْوَةٍ مُبَاحَةٌ وَلَيْسَتْ حَرَامًا... لِذَلِكَ نُصَارِحُ النَّاسَ بِأَنَّ التَّقْبِيْلَ مِنْ حَيْثُ هُوَ تَقْبِيْلٌ لَيْسَ بِحَرَامٍ لأَنَّهُ مُبَاحٌ لِدُخُوْلِهِ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ الْمُبِيْحَةِ لأَفْعَالِ اْلإِنْسَانِ الْعَادِيَةِ، فَالْمَشْيُ وَالْغَمْزُ وَالْمَصُّ وَتَحْرِيْكُ اْلأَنْفِ وَالتَّقْبِيْلُ وَزَمُّ الشَّفَتَيْنِ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ مِنَ اْلأَفْعَالِ الَّتِيْ تَدْخُلُ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ...فَالصُّوْرَةُ الْعَادِيَةُ لَيْسَتْ حَرَامًا، بَلْ هِيَ مِنَ الْمُبَاحَاتِ، وَلَكِنْ الدَّوْلَةُ تَمْنَعُ تَدَاوُلَهَا...وَتَقْبِيْلُ رَجُلٍ لاِِمْرَأَةٍ فِي الشَّارِعِ سَوَاٌء كَانَ بِشَهْوَةٍ أَمْ بِغَيْرِ شَهْوَةٍ فَإِنَّ الدَّوْلَةَ تَمْنَعُهُ فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ...فَالدَّوْلَةُ فِي الْحَيَاةِ الْعَامَّةِ قَدْ تَمْنَعُ الْمُبَاحَاتِ...فَمِنَ الرِّجَالِ مَنْ يَلْمَسُ ثَوْبَ الْمَرْأَةَ بِشَهْوَةٍ، وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْظُرُ إِلَى حِذَائِهَا بِشَهْوَةٍ، وَيَسْمَعُ صَوْتَهَا مِنَ الرَّادِيُو بِشَهوْةَ،ٍ وَتَتَحَرَّكُ فِيْهِ غَرِيْزَةُ الْجِنْسِ عَلىَ وَجْهٍ يُحَرِّكُ ذَكَرَهُ مِنْ سَمَاعِ صَوْتِهَا مُبَاشَرَةً، أَوْ مِنَ الْغِنَاءِ، أَوْ مِنْ قِرَاءَةِ إِعْلاَنَاتِ الدِّعَايَةِ أَوْ مِنْ وُصُوْلِ رِسَالَةٍ مِنْهَا، أَوْ نَقْلٍ لَهُ مِنْهَا مَعَ غَيْرِهَا...فَهَذِهِ أَفْعَالٌ بِشَهْوَةٍ كُلُّهَا تَتَعَلَّقُ بِالْمَرْأَةٍ، وَهِيَ مُبَاحَةٌ لِدُخُوْلِهَا تَحْتَ أَدِلَّةِ اْلإِبَاحَةِ. اهـ.
Soal: Bagaimana hykum ciuman dengan syahwat beserta dalilnya?
Jawab: Dapat dipahami dari kumpulan jawaban yang lalu bahwa ciuman dengan syahwat adalah perkara yang mubah dan tidak haram... karena itu kita berterus terang kepada masyarakat bahwa mencium dilihat dari segi ciuman saja bukanlah perkara yang haram, karena ciuman tersebut mubah sebab ia masuk dalam keumuman dalil-dalil yang membolehkan perbuatan manusia yang biasa, maka perbuatan berjalan, menyentuh, mengecup dua bibir dan yang semacamnya tergolong dalam perbuatan yang masuk dalam keumuman dalil... makanya status hukum gambar (seperti gambar wanita telanjang) yang biasa tidaklah haram tetapi tergolong hal yang mubah tetapi negara kadang melarang beredarnya gambar seperti itu. Karena negara bisa saja melarang dalam pergaulan dan kehidupan umum beberapa hal yang sebenarnya mubah ... di antara lelaki ada yang menyetuh baju perempuan dengan syahwat, sebagian ada yang melihat sandal perempuan dengan syahwat atau mendengar suara perempuan dari radio dengan syahwat lalu nafsunya bergejolak sehingga dzakarnya bergerak dengan sebab mendengar suaranya secara langsung atau dari nyanyian, atau dari suara-suara iklan atau dengan sampainya surat darinya ... maka perbuatan-perbuatan itu seluruhnya disertai dengan syahwat dan semuanya berkaitan dengan perempuan. Kesemuanya itu boleh, karena masuk dalam keumuman dalil yang membolehkannya.
Demikian ajaran mesum yang disebarkan oleh Hizbut Tahrir, na'udzu billahi min dzalik. Dalam selebaran tanya jawab Hizbut Tahrir, tertanggal 8 Muharram 1390 H, mereka juga menyatakan sebagai berikut:
وَمَنْ قَبَّلَ قَادِمًا مِنْ سَفَرٍ رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً، أَوْ صَافَحَ ءَاخَرَ رَجُلاً كَانَ أَوِ امْرَأَةً، وَلَمْ يَقُمْ بِهَذَا الْعَمَلِ مِنْ أَجْلِ الْوُصُوْلِ إِلَى الزِّنَى أَوِ اللِّوَاطِ فَإِنَّ هَذَا التَّقْبِيْلَ لَيْسَ حَرَامًا، وَلِذَلِكَ كَانَا حَلاَلَيْنِ.
Barangsiapa mencium orang yang tiba dari perjalanan, laki-laki atau perempuan, atau berjabatan tangan dengan laki-laki atau perempuan, dan dia melakukan itu bukan untuk berzina atau liwath (homoseks) maka ciuman tersebut tidaklah haram, karenanya baik ciuman maupun jabatan tangan tersebut hukumnya halal (boleh).
Dalam selebaran yang sama, tertanggal 20 Shafar 1390 H, Hizbut Tahrir juga mengeluarkan fatwa mesum yang sama:
فَلاَ يُقَالُ مَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ تَقْبِيْلِ الْمَرْأَةِ، وَمَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ مُصَافَحَةِ الْمَرْأَةِ، وَلاَ مَا هُوَ دَلِيْلُ التَّكَلُّمِ مَعَ الْمَرْأَةِ، وَلاَ مَا هُوَ دَلِيْلُ إِبَاحَةِ سَمَاعِ صَوْتِ الْمَرْأَةِ، وَغَيْرُ ذَلِكَ مِمَّا يَدْخُلُ تَحْتَ عُمُوْمَاتِ اْلأَدِلَّةِ، بَلِ الَّذِيْ يُقَالُ: مَا هُوَ دَلِيْلُ تَحْرِيْمِ تَقْبِيْلِ الرَّجُلِ لِلْمَرْأَةِ؟ فَيُقَالُ: دُخُوْلُ هَذَا التَّقْبِيْلِ تَحْتَ دَلِيْلِ تَحْرِيْمِ الزِّنَا يَجْعَلُهُ حَرَامًا، فَإِذَا لَمْ يَدْخُلْ يَظِلُّ مُبَاحًا حَتَّى يَثْبُتَ تَحْرِيْمُهُ بِدَلِيْلٍ مَا.
Jadi tidak bisa dikatakan apakah dalil yang membolehkan mencium wanita, apakah dalil yang membolehkan menjabat tangan wanita, apakah dalil yang membolehkan berbicara dengan wanita, apakah dalil yang membolehkan mendengarkan suasa wanita dan lain-lain yang masuk di bawah keumuman dalil-dalil. Justru yang perlu ditanyakan adalah, apakah dalil yang mengharamkan laki-laki mencium wanita yang bukan mahram? Pertanyaan ini dijawab, bahwa masuknya hukum ciuman di bawah dalil keharaman zina menjadikannya haram. Ketika ciuman ini tidak masuk, maka tetap dibolehkan sampai ada dalil yang menetapkan keharamannya..
Demikianlah Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa mesum, liberal dan menebarkan dekadensi moral di kalangan kaum Muslimin, bahwa pergi untuk berzina tidak haram, ciuman laki-laki dan perempuan tidak haram, meraba, mengecup dan menyentuh baju perempuan yang bukan istrinya juga tidak haram. Hizbut Tahrir menganggap semua hal tersebut sebagai perkara mubah (boleh) dan halal. Tentu saja fatwa-fatwa di atas bertentangan dengan hadits riwayat al-Thabarani sebelumnya. Juga bertentangan dengan hadits shahih berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ j قَالَ كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنْ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ.
Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, bersabda: "Anak Adam telah ditetapkan bagiannya dari zina dan pasti ia melakukannya. Zina kedua mata adalah memandang. Zina kedua telinga adalah mendengarkan. Zina lidah adalah berbicara. Zina tangan adalah menyentuh. Zina kaki kalah melangkah. Sedangkan hati menginginkan dan mengkhayalkan. Dan kesemuanya akan dibenarkan atau diduskan oleh farji (kemaluan)."
Dalam riwayat Abu Dawud, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ j قَالَ لِكُلِّ ابْنِ آدَمَ حَظُّهُ مِنْ الزِّنَا وَالْيَدَانِ تَزْنِيَانِ فَزِنَاهُمَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلاَنِ تَزْنِيَانِ فَزِنَاهُمَا الْمَشْيُ وَالْفَمُ يَزْنِي فَزِنَاهُ الْقُبَلُ.
Abu Hurairah berkata: "Nabi saw bersabda: "Setiap anak Adam memiliki bagian dari zina. Kedua tangan berzina, dan zinanya adalah menyentuh. Kedua kaki berzina, dan zinanya adalah berjalan. Dan mulut berzina dan zinanya adalah mengecup."
Membolehkan Melihat Aurat
Dalam selebaran yang terbit tanggal 8 Mei 1970, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa aurat laki-laki adalah wilayah antara pusar dan lutut. Dengan sangat kuat Hizbut Tahrir di sini mendiskusikan alasan sebagian kalangan yang mengambil dalil dari hadits-hadits yang menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah membuka pahanya, bahwa hadits-hadits tersebut membicarakan sesuatu yang bersifat pribadi bagi Rasulullah saw, bukan sesuatu yang menjadi hukum bagi umat secara umum, sehingga tetap pada kesimpulan bahwa paha laki-laki adalah aurat. Ini merupakan kajian Hizbut Tahrir yang memiliki bobot ilmiah yang patut dihargai.
Hanya saja di bagian akhir tulisan tersebut, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa hukum tabu dan nyeleneh, seperti kebiasaannya, dan menyatakan bahwa larangan laki-laki melihat aurat laki-laki dan larangan perempuan melihat aurat perempuan adalah terbatas pada aurat besar (al-'aurah al-mughallazhah), yaitu dua kemaluan saja (al-sau'atain). Dalam hal ini Hizbut Tahrir berkata:
اَلْمُرَادُ فِي النَّهْيِ عَنْ نَظْرِ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، الْمُرَادُ مِنْهُ الْعَوْرَةُ الْمُغَلَّظَةُ، أَيِ السَّوْءَتَانِ، وَهُمَا الْقُبُلُ وَالدُّبُرُ، وَلَيْسَ مُطْلَقَ الْعَوْرَةِ، أَمَّا الْمَحَارِمُ فَإِنَّهُمْ لَيْسُوْا دَاخِلِيْنَ فِي الْحَدِيْثِ.
Yang dimaksud dengan larangan laki-laki melihar aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, maksudnya adalah melihat aurat besar yakni dua kemaluan, jalan depan dan jalan belakang, dan bukan aurat secara mutlak. Adapun mahram-mahram maka mereka tidak masuk dalam larangan hadits tersebut.
Sudah barang tentu fatwa Hizbut Tahrir di atas yang membolehkan melihat aurat, kecuali dua kemaluan saja tergolong fatwa tabu, nyeleneh dan liberal. Karena larangan melihat aurat tidak terbatas pada aurat besar saja. Hal ini bisa dilihat dengan memperhatikan beberapa hadits berikut ini:
عَنْ جَرْهَدٍ اْلأَسْلَمِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ j مَرَّ بِهِ وَهُوَ كَاشِفٌ عَنْ فَخِذِهِ فَقَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ.
Dari Jarhad al-Aslami, bahwa Nabi saw lewat bertemu dengan Jarhad yang sedang membuka pahanya, lalu Nabi saw bersabda: "Apakah kamu tidak tahu bahwa paha itu aurat."
Dalam riwayat lain:
عَنْ جَرْهَدٍ الأسلمي وَنَفَرٍ مِنْ أَسْلَمَ سِوَاهُ ذَوِي رِضًا أَنَّ رَسُولَ اللهِ j مَرَّ عَلَى جَرْهَدٍ وَفَخِذُ جَرْهَدٍ مَكْشُوفَةٌ فِي الْمَسْجِدِ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللهِ j يَا جَرْهَدُ غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّ يَا جَرْهَدُ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ.
Dari Jarhad al-Aslami dan beberapa orang dari suku Aslam yang diridhai, bahwa Rasulullah saw lewat bertemu Jarhad, sedang pahanya dalam keadaan terbuka di dalam Masjid. Lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: "Wahai Jarhad, tutuplah pahamu, karena paha itu aurat."
Dalam hadits lain juga disebutkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ مَرَّ رَسُولُ اللهِ j عَلَى رَجُلٍ وَفَخِذُهُ خَارِجَةٌ فَقَالَ غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّ فَخِذَ الرَّجُلِ مِنْ عَوْرَتِهِ.
Ibn Abbas berkata: "Suatu ketika Rasulullah saw lewat bertemu seorang laki-laki yang pahanya terbuka. Lalu beliau berkata: "Tutuplah pahamu, karena paha laki-laki itu aurat."
Dalam hadits lain, Rasulullah saw juga menjelaskan batasan aurat laki-laki:
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ j مُرُوا أَبْنَاءَكُمْ بِالصَّلاَةِ لِسَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا لِعَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ وَإِذَا أَنْكَحَ أَحَدُكُمْ عَبْدَهُ أَوْ أَجِيرَهُ فَلاَ يَنْظُرَنَّ إِلَى شَيْءٍ مِنْ عَوْرَتِهِ فَإِنَّ مَا أَسْفَلَ مِنْ سُرَّتِهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ مِنْ عَوْرَتِهِ.
Dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda: "Perintahlah anak-anak kalian mengerjakan shalat ketika berusia tujuh tahun, pukullah mereka karena meninggalkannya ketika berusia sepuluh tahun dan pisahkan di antara mereka dalam tempat tidur. Apabila salah seorang kalian menikahkan budaknya atau buruh upahannya, maka janganlah sekali-kali melihat pada bagian auratnya karena wilayah di bawahnya pusar dan lututnya adalah termasuk auratnya."
Hadits-hadits di atas menjelaskan secara tegas bahwa paha seorang laki-laki termasuk aurat yang harus ditutupi. Sedangkan hadits terakhir menjelaskan batasan aurat laki-laki, yaitu wilayah antara pusar dan lututnya, yang tidak boleh dilihat oleh orang lain meskipun oleh sesama jenisnya. Hal ini juga dipertegas oleh hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ j قَالَ لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ .
Dari Abu Sa'id al-Khudri, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Janganlah seorang laki-laki melihat pada aurat laki-laki, dan janganlah seorang perempuan melihat pada aurat perempuan."
Dalam hadits ini Rasulullah saw melarang melihat aurat orang lain secara mutlak tanpa membedakan antara aurat besat dan aurat kecil, meskipun aurat sesama jenisnya. Hal ini berbeda dengan pernyataan Hizbut Tahrir yang menyatakan bahwa larangan melihat aurat sesama jenis hanya terbatas pada aurat besar saja, yaitu dua kemaluan. Al-Imam al-Nawawi berkata:
وَأَمَّا أَحْكَام الْبَاب فَفِيهِ تَحْرِيمُ نَظَرِ الرَّجُل إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ، وَهَذَا لاَ خِلاَفَ فِيهِ. وَكَذَلِكَ نَظَرُ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ حَرَامٌ بِاْلإِجْمَاعِ، وَنَبَّهَ j بِنَظَرِ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ عَلَى نَظَرِهِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَذَلِكَ بِالتَّحْرِيمِ أَوْلَى، وَهَذَا التَّحْرِيمُ فِي حَقِّ غَيْرِ اْلأَزْوَاجِ وَالسَّادَةِ.
Adapun hukum-hukum yang berkaitan dengan bab ini, maka hadits tersebut mengandung hukum keharaman laki-laki melihat aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, hal ini tidak ada perselisihan di kalangan ulama. Demikian pula laki-laki melihat pada aurat perempuan dan perempuan melihat pada aurat laki-laki adalah haram berdasarkan ijma' ulama. Nabi saw juga mengingatkan dengan menyebutkan larangan laki-laki melihat aurat laki-laki pada larangan laki-laki melihat aurat perempuan, yang hal ini memang lebih diharamkan. Tentu keharaman melihat lawan jenis ini berlaku pada selain suami [pada istrinya) dan majikan [pada budaknya].
Melihat Mahram Yang Sedang Bugil
Dalam selebaran tertanggal 12 September 1973, Hizbut Tahrir mengeluarkan fatwa hukum yang tidak kalah tabu, nyeleneh dan liberal dari fatwa-fatwa di atas. Dalam selebaran tersebut Hizbut Tahrir menyatakan bahwa aurat perempuan di hadapan para perempuan dan mahramnya (laki-laki) adalah dua kemaluan saja. Dalam hal ini Hizbut Tahrir mengatakan:
جَمِيْعُ عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ حَلاَلٌ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا الْمَحْرَمُ، إِلاَّ السَّوْءَتَيْنِ أَيِ الْعَوْرَةَ الْمُغَلَّظَةَ لِوُجُوْدِ حَدِيْثٍ عَامٍّ بِشَأْنِهَا.
Semua aurat perempuan halal dilihat oleh mahramnya, kecuali dua kemaluan yaitu aurat besar karena adanya hadits yang umum mengenai aurat besar tersebut.
Pernyataan Hizbut Tahrir di atas menunjukkan bahwa seorang laki-laki boleh melihat aurat mahram perempuannya selain aurat besarnya, yaitu dua kemaluan depan dan belakang. Dengan kata lain, ia boleh melihat mahram perempuannya dalam pakaian baju renang yang hanya menutupi dua kemaluannya. Dua kemaluan itulah yang diharamkan dilihat oleh mahram laki-lakinya menurut Hizbut Tahrir.
Di sisi lain, kita akan terkejut ketika membaca fatwa lain dari Hizbut Tahrir yang paradoks dengan fatwa di atas serta lebih tabu dan liberal, di mana pada halaman yang sama fatwa tersebut Hizbut Tahrir membolehkan melihat aurat mahramnya sampai aurat besarnya, yakni tanpa pengecualian dua kemaluan. Dengan kata lain, Hizbut Tahrir membolehkan melihat mahramnya dalam keadaan bugil tanpa ditutupi oleh sehelai benang pun. Dalam bagian lain fatwa tersebut Hizbut Tahrir mengatakan:
اَلْمُرَادُ فِي النَّهْيِ عَنْ نَظْرِ الرَّجُلِ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ ، وَالْمَرْأَةِ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ ، الْمُرَادُ مِنْهُ الْعَوْرَةُ الْمُغَلَّظَةُ ، أَيِ السَّوْءَتَانِ ، وَهُمَا الْقُبُلُ وَالدُّبُرُ ، وَلَيْسَ مُطْلَقَ الْعَوْرَةِ، أَمَّا الْمَحَارِمُ فَإِنَّهُمْ لَيْسُوْا دَاخِلِيْنَ فِي الْحَدِيْثِ، لأَنَّ آيَةَ الْمَحَارِمِ عَامَّةٌ فَيَجُوْزُ لِلأَبِ أَنْ يَكْشِفَ سَوْءَةَ وَلَدِهِ لِيُعَلِّمَهُ اْلاِسْتِنْجَاءَ، وَيَجُوْزُ لِلْبِنْتِ أَنْ تَكْشِفَ عَوْرَةَ أَبِيْهَا وَتُسَاعِدَهُ عَلىَ اْلاِسْتِنْجَاءِ وَعَلىَ اْلاِسْتِحْمَامِ.
Yang dimaksud dengan larangan laki-laki melihar aurat laki-laki, dan perempuan melihat aurat perempuan, maksudnya adalah melihat aurat besar yakni dua kemaluan, jalan depan dan jalan belakang, dan bukan aurat secara mutlak. Adapun mahram-mahram maka mereka tidak masuk dalam larangan hadits tersebut, karena ayat tentang mahram bersifat umum, sehingga seorang ayah boleh membuka kemaluan anaknya untuk mengajarinya istinja', dan seorang anak perempuan boleh membuka aurat ayahnya dan membantunya beristinja' dan mandi.
Dalam fatwa ini, Hizbut Tahrir membolehkan seorang laki-laki melihat aurat mahramnya dalam keadaan bugil, apakah mahram itu masih kecil maupun sudah dewasa, baik dalam kondisi darurat maupun tidak darurat. Fatwa di atas tidak dapat diarahkan pada kondisi darurat, karena Hizbut Tahrir mengakui kondisi darurat terbatas pada soal makanan ketika seseorang diyakini akan meninggal bila tidak menjamah makanan yang haram sebagaimana selebaran Hizbut Tahrir yang terbit tanggal 7 Rabiul Awal 1390 H/12 Mei 1970.
Kedua fatwa nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir di atas sangat paradoks. Pertama mengatakan bahwa seseorang boleh melihat aurat mahramnya kecuali dua kemaluan atau aurat besar. Namun kemudian, Hizbut Tahrir menyatakan bahwa hadits tentang larangan melihat aurat itu tidak berlaku pada mahram, dengan artian seseorang boleh melihat aurat mahramnya meskipun aurat besarnya dan dalam keadaan bugil.
Demikianlah fatwa-fatwa tabu, nyeleneh dan liberal Hizbut Tahrir, yang membuktikan bahwa semangat mereka yang berlebihan dalam memperjuangkan tegaknya syariat dan khilafah Islamiyah tidak didukung dengan latar belakang ilmu pengetahuan agama yang memadai, sehingga kerap kali aliran ini mengeluarkan statemen dan fatwa-fatwa yang sesat dan menyesatkan umat Islam. Visi dan misi Hizbut Tahrir tentang terlaksananya syariat Islam secara kaffah hanyalah isapan jempol belaka, karena di balik visi dan misi idealis tersebut Hizbut Tahrir ternyata menyebarkan fatwa-fatwa liberal yang keluar dari syariat Islam yang benar dan lurus.
Wallahu a'lam bishshawab.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk pengunjung.

42.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 26/9/2013
 
asw. jika memang upaya menegakkan syariat islam kaffah itu dilakukan dg menyadarkan rakyat bhw itu merupakan sebuah kewajiban, maka ada kesamaan dg HT. itulah yg selama ini dilakukan HT. berbagai daurah, diskusi, seminar, pengajian, digelar di berbagai daerah demi kepentingan penyadaran ummat. dalam hal ini terus terang saya bersyukur, setidaknya kita ada sedikit titik temu, yaitu bahwa kebangkitan umat harus berawal dari kesadaran.

hanya saja ada satu hal lain yg dilakukan HT selain menyadarkan ummat ttg wajibnya menerapkan syariat islam, yaitu thalabun nushrah pada ahlul quwwah. dukungan pemegang kekuatan (spt militer) penting utk melindungi negara syar'i kelak ketika berdiri. itulah yg dicontohkan oleh rasulullaah ketika mendatangi bani tsaqif, bani amir bin sha'sha'ah, dan sekian belas suku2 lain hingga akhirnya bertemu dengan suku aus dan khajraj yang kemudian memberikan nushrahnya.

itulah jalan yg ditempuh HT. tidak lewat pemilu. meskipun, sbgmana yang saya sampaikan sebelumnya, pemilu adalah aqad wakalah. maka hukumnya bergantung pada wakalah apa yg diaqadkan. tentu mewakalahkan orang utk melaksanakan hukum2 kufur adalah haram. namun, lain ceritanya jika ada calon pemimpin yg berjanji akan mengganti semua hukum kufur yg berlaku sekarang dg hukum2
islam scr total. tentu hukumnya boleh memilih calon pemimpin spt itu.

yang diharamkan HT atas demokrasi itu adalah adanya penyerahan hak membuat hukum pada manusia. dan itulah core demokrasi. jadi yg haram itu bukan pemilu (dlm sistem khilafah pun ada pemilu); bukan pula musyawarah.

dan sekali lagi, semua fitnahan thd HT, tidak perlu saya komentari lagi. itu akan menjadi tabungan saya di akhirat. insyaAllah. :)
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang kami tolak adalah ingkarnya HT terhadap sistem: Keabsahan satu negara dipimpin oleh seorang pemimpin. Apapun bentuknya negara itu selagi dihuni oleh mayoritas umat Islam dan dipimpin oleh pemimpin beragama islam, maka negara tersebut sudah sah, krn termasuk kategori muluk. Inilah keyakinan kami NU GARIS LURUS.

43.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 26/9/2013
 
asw. menurut HT, ada 4 prinsip sebuah pemerintahan itu dikatakan islamy (ini disebutkan dalam kitab nizhamul hukm fil islam):

1. kedaulatan di tangan syara'
2. kekuasaan di tangan umat
3. wajib mengangkat SATU khalifah
4. hanya khalifah yg berhak melegislasi hukum syara'.

mari kita diskusikan poin pertama dulu utk membedakan sistem pemerintahan islam dengan sistem2 lainnya termasuk kerajaan, republik, maupun teokrasi.

yang dimaksud dengan kedaulatan di sini adalah wewenang utk mengatur urusan umat. dan dalam islam, wewenang itu ada pada hukum syara'. dalilnya banyak, semisal ayat "inil hukmu illaa lillaah".

di sinilah bedanya dengan demokrasi. demokrasi meletakkan kedaulatan itu pada rakyat. sehingga rakyatlah, yg diwakili oleh DPR, yang berhak membuat hukum. suara rakyat suara tuhan, katanya. di sinilah mengapa demokrasi itu bertentangan dengan islam. dan itulah mengapa HT mengharamkannya.

maka menjadi sangat berbahaya, jika mayoritas rakyat sudah sadar akan kewajibannya menerapkan syariat islam, dan negara pun telah sepakat untuk melaksanakan syariat islam tsb, tetapi KEDAULATAN TETAP ADA DI TANGAN RAKYAT. itulah yg sebelumnya saya pertanyakan, bagaimana mungkin kita menerapkan syariat islam sementara demokrasi tdk disingkirkan? dengan kata lain, bagaimana kita menerapkan syariat islam sementara kita masih mengakui bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat? ini aneh bin ajaib, akhil kariim.. :)

sementara itu, dalam sistem kerajaan, kedaulatan ada di tangan raja. pasal 1: raja tdk pernah salah; pasal 2: jika raja salah, lihat pasal satu. hehe. jadi rajalah yg berhak menentukan hukum sesuai dg kehendaknya. inilah sistem kerajaan itu. dan para khalifah umayyah, abbasiayh, dan utsmaniyah itu tidak tdk memiliki ciri2 para raja dalam konteks ini. artinya, hukum yg mereka terapkan itu semuanya adalah syariat islam, tdk hukum buatannya sendiri (kecuali di akhir2 masa utsmaniyah ketika UU sipil perancis mulai diadopsi). itulah mengapa HT tetap menganggap mereka adalah penguasa yg sah; yaitu karena kedaulatan tetap di tangan hukum syara'.

wallahua'lam.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami, NU GARIS LURUS meyakini bahwa sistem NKRI ini sudah sah menurut syariat, dan tidak melanggar aturan syariat manapun, karena selama berdirinya NKRI semua presidennya ber-KTP Islam sekalipun termasuk Sulthan Jair, yang tidak berbeda dengan sistem Dinasti Umaiyyah dengan sulthannya Yazid bin Muawiyah yang jair itu.

Hanya saja yang perlu diperjuangkan oleh umat Islam Indonesia saat ini adalah pemberlakuan hukum fiqih Sunni Syafi'i sebagai Madzhab warga mayoritas menjadi Undang-Undang Negara, minimal dalam bab jinayatnya.

Kami juga menolak segala argumentasi yang mengatakan NKRI ini bertentangan dengan syariat. Karena NKRI sudah termasuk sistem Mulk sesuai dengan hadits Nabi SAW.

Berikut kami nukilkan artikel mantan Hizbut Tahrir sbb:

Raport Merah Rancangan UU Khilafah Hizbut Tahrir

1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan : Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan
jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.

Keterangan : Bunyi pasal seperti ini jelas-jelas bukan hanya kebebasan dalam memilih madzhab fiqh akan tetapi kebebasan segala-galanya,
kecuali urusan zakat dan jihad saja yang masih dipegang khalifah. Hal ini berarti sekulerisasi dan liberalisasi terhadap syari’at Ibadah selain zakat dan jihad bahkan aqidah Islam.

Padahal di zaman
Nabi dan era Khulafaur rasyidin mereka jugalah yang menentukan batasan-batasan aqidah dan ibadah yang shohih, tidak hanya
dalam perkara zakat dan jihad semata.

Terlihat jelas bahwa hizb berupaya mengakomodir semua perpecahan baik antara sunni dengan syi’i maupun dengan paham
paham sempalan lain semisal mu’tazilah, jabbariyah, qadariyah,dan haruriyah (khawarij), namun dengan sistem separuh-separuh
seperti ini tidak hanya akan menyelisihi sistem khilafah Nabi dan khulafaur rasyidin namun juga berbeda dengan sistem
pemerintahan sehingga hal ini justru mengakibatkan polemik dan kontroversi di masyarakat.

2. Dalam RUU khilafah Bab Sistem Pemerintahan pasal 21 dikatakan : Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa; atau sebagai jenjang untuk menduduki
kekuasaan pemerintahan melalui umat, dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum-hukum yang
diadopsi adalah hukum-hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang
setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam. Keterangan : Hal ini merupakan upaya memasukkan sistem partai dalam sistem pemerintahan khilafah Islam.

Padahal sistem seperti ini tidak
pernah ada di zaman Nabi, khulafaur rasyidin, atau bahkan di zaman daulah umayyah dan abbasiyah sekalipun. Maka jelas khilafah
hizb tidak ittiba’ dengan khilafah pendahulu Islam dan menyelisihi khilafah ala manhaj nubuwwah.

Sistem partai di sepanjang sejarah hanya terdapat pada pemerintahan parlemen modern dan hizbut tahrir mencampur adukkan
konsep pemerintahan khilafah dengan sistem pemerintahan modern. Sebuah terobosan baru yang belum pernah dilakukan oleh
negara manapun. Sebuah konsep yang menyelisihi konsep khilafah Nabi namun juga menentang konsep pemerintahan modern.

3. Dalam RUU Khilafah : I. Bab Khalifah pasal 33 dikatakan : … tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut :

d. Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota-
anggota Majelis Umah yang muslim dalam dua kali pembatasan.
Pertama, dipilih enam orang dari para calon
menurut suara terbanyak.
Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak.
e. Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya
.
f. Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak
g. Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya

II. Bab Majlis Ummat pasal 106 dikatakan : Anggota Majelis Wilayah dipilih secara langsung oleh penduduk wilayah tertentu. Jumlah anggota Majelis
wilayah ditentukan sesuai dengan perbandingan jumlah penduduk setiap wilayah di dalam Daulah. Anggota-
anggota Majelis Umat dipilih secara langsung oleh Majelis Wilayah. Awal dan akhir masa keanggotaan Majelis Umat
sama dengan Majelis Wilayah.

III. Dalam Bab Majlis Ummat pasal 103 dikatakan : Setiap warga negara yang baligh, dan berakal berhak menjadi anggota majelis umat atau Majelis wilayah, baik laki-
laki maupun wanita, muslim ataupun non-muslim. Hanya saja keanggotaan orang non-muslim terbatas hanya
pada penyampaian pengaduan tentang kedzaliman para penguasa atau penyimpangan dalam pelaksanaan
hukum-hukum Islam.

Keterangan : Meskipun hizb menegaskan menolak dan mengharamkan sistem demokrasi namun sistem pemilihan khalifah seperti diatas jelas
tasyabbuh pada sistem demokrasi pemilihan umum atau sistem suara terbanyak. Nama nama calon Khalifah diusulkan oleh Majlis
Ummat, padahal majlis ummat dipilih dengan suara terbanyak. Setelah itu para calon khalifah dipilih oleh masyarakat dengan sistem
pemilu suara terbanyak pula.

Padahal di zaman pendahulu Islam tidak pernah ada tata cara seperti ini. Kita ambil contoh bagaimana pemilihan dan pengangkatan
khalifah dimasa Khulafaur Rasyidin. Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pertama : Pemilihan khalifah pertama ini dilakukan di tempat kaum anshar Bani Sa’idah, yang dipimpin oleh Sa’ad bin Ubbadah kepala suku
Khazradj. Abu Bakar sendiri pada mulanya menolak, bahkan beliau mengajukan dua calon khalifah yaitu Umar bin Khattab dan Abu
Ubaidah Amir bin Djarrah.

Namun Umar dan Abu Ubaidah menolaknya, dengan mengatakan “tidak mungkin jadi, selama anda (Abu
Bakar) masih berada di tengah-tengah kami”. Kemudian mereka SEPAKAT untuk mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah, lalu
Umar bin Khattab maju kedepan langsung memberikan bai’atnya atas pengangkatan Abu Bakar. Besok harinya dipanggilah seluruh rakyat ke Masjid Nabi untuk melakukan bai’at atas pemilihan dan pelantikan Abu Bakar sebagai
khalifah.

Yang tidak hadir dalam bai’at itu ada empat tokoh utama, yaitu Ali bin Abi Thalib, Abbas bin Abdul Mutthalib, Fatimah putri
Nabi dan Sa’ad bin Ubbadah. Beberapa hari Abu Bakar berikhitiar untuk memperoleh bai’atnya dari mereka. Disini dapat dilihat dengan jelas bahwa pemilihan khalifah pertama adalah dipilih SECARA MUFAKAT oleh para alim ulama ahlul halli
wal aqdi walaupun tidak lengkap, dan langsung semua rakyat melakukan bai’at tanpa ada pemilihan umum.

Pemilihan khalifah kedua yaitu Umar bin Khatthab : Sebelum Khalifah Abu Bakar meninggal, dilakukan terlebih dahulu perundingan dengan beberapa alim ulama ahlul halli wal aqdi,
diantaranya Abdur Rahman bin Auf. Dalam sidang ini Abu Bakar mengajukan calon khalifah yaitu Umar bin Khatthab, kemudian
sidang ulil amri SEPAKAT menyetujui akan pencalonan Umar bin Khatthab untuk menjadi khalifah. Pada waktu itu juga Abu Bakar
menandatangi suatu surat bai’at atas penganggkatan khalifah kedua ini.

Disinipun kita lihat Khalifah Abu Bakar sebelum meninggal
merundingkan dahulu dengan para alim ulama ahlul halli wal aqdi sehingga memperoleh KESEPAKATAN siapa yang akan menjadi
khalifah sepeninggalnya. Bukan dengan melakukan pemilihan umum majlis ummat dan pemilihan umum calon khalifah.

Pemilihan khalifah ke tiga, Usman bin Affan: Khalifah Umar bin Khatthab mengajukan enam calon khalifah yaitu Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zuber bin Awwam, Sa’ad bin
Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah dan Abdur Rahman bin Auf. Dari enam calon ini setelah di konfirmasi hanya dua yang sanggup,
Usman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib. Kedua-duanya siap untuk menggantikan khalifah Ummar bin Khatthab.

Namun dalam sidang
alim ulama ahlul halli wal aqdi yang dipimpin oleh Abdur Rahman bin Auf, dipilih secara MUFAKAT Usman bin Affan sebagai khalifah.
Ali bin Abi Thalib juga sepakat menerima dan melakukan bai’at atas pengangkatan Usman bin Affan sebagai khalifah ketiga.

Pemilihan khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib: Pemilihan khalifah ini diserahkan sepenuhnya kepada para alim ulama ahlul halli wal aqdi, karena Khalifah Usman bin Affan tidak
sempat mengajukan pencalonannya, dikarenakan telah dibunuhnya oleh para pemberontak.

Dalam pemilihan khalifah ini diajukan
tiga calon yaitu, Ali bin Abi Thalib, Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam. Disinipun Ali bin Abi Thalib awalnya tidak menerima
pencalonannya, namun setelah kedua calon lainnya mengundurkan diri dan memilih Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat,
maka dipilihlah secara MUFAKAT Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah.

Maka jelas bahwa sistem pemilihan khilafah pendahulu Islam adalah musyawarah mufakat antara ahlul halli wal aqdi dan bukan
dengan cara pemilihan umum suara terbanyak . Hizb berteriak mengharamkan demokrasi namun kenyataannya nilai-nilai demokrasi justru diterapkan kembali dalam RUU
khilafahnya. Maka Adakah Letak Kemiripan Khilafah Hizb Dengan Khilafah Nabi Dan Para Shahabat ???

Demikian sedikit yang dapat saya sampaikan, kebenaran tidak selalu ada pada diri saya, namun dalil yang saya utarakan kiranya
cukup kuat untuk membuktikan kekeliruan Hizbut Tahrir. Hidayah kembali kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah memudahkan kita menggapainya. Dhuha, 15 Muharram 1429 H Penulis (pengelolakomaht@yahoo.co.id).

Ada artikel dari PP. Sidogiri untuk para pengunjung Aswaja sbb:

HATI-HATI TERHADAP HIZBUT TAHRIR INDONESIA
AWALNYA gerakan yang selalu mengembar-gemborkan isu khilafah ini hanya mentargetkan 13 tahun untuk merealisasikan konsep politiknya.1 Namun, semenjak dirintis, tepatnya tahun 1953, belum satu negarapun di dunia yang mengibarkan bendera khilafah mereka. Waktu pun diperhitungkan kembali. Kali ini mereka menaruh limit hingga tiga dasawarsa.2 Apa boleh buat, perhitungan tinggallah perhitunggan. Sampai saat ini, tepatnya ulang tahun Hizbut Tahrir yang ke-56, masih belum ada kabar baik, kapan khilafah mereka diresmikan. Justru, keberadaan Hizbut Tahrir selalu diuber-uber oleh pemerintah setempat.3
Tanggal 12 Agustus 2007 Hizbut Tahrir baru menginjak tahap kedua dari tiga tahap proses perubahan yang mereka konsepkan, yakni tahap berinteraksi dengan umat (marhalah tafâ‘ul ma‘al-ummah) yang selanjutnya akan disusul dengan tahap penerimaan kekuasaan (istislâmul-hukmi). Mereka menandai keberhasilan tersebut dengan menyelenggarakan Konferensi Khilafah Internasional di gelora Bung Karno Jakarta.
Satu hal yang mungkin dianggap lucu dari sepak terjang pergerakan ini, di mana gerakan yang selalu mengkafirkan, menghina, bahkan membenci dengan sepenuh hati terhadap konsep demokrasi,4 justru baru bisa mengibarkan benderanya di negeri yang menjunjung tinggi asas demokrasi. Coba lihat, di mana Hizbut Tahrir berani dan dapat menyelenggarakan acara sebesar itu di negara Islam lain? Seharusnya mereka banyak bersyukur kepada demokrasi Indonesia. Mereka tumbuh subur dari demokrasi yang mereka benci. Tapi sayang mereka justru memilih tumbuh menjadi benalu.
Entah, bodohnya Indonesia atau memang ia dibodohi HTI. Bagaimana bisa, bentuk negara kesatuan yang telah diberi harga mati mengizinkan organisasi politik lain untuk dapat mengibarkan bendera pendudukan di negaranya. Apakah ia tidak membaca sejarah kelam pergerakan tersebut?5 Apakah ia tidak pula memperhatikan konsep ideologi teologis dan politisnya? Nestapa, bila kita tidak mengenal siapa sebenarnya mereka.
Untuk itu, tidak salah kiranya bila kami turut menasihati agar segenap sepak terjang pergerakan ini terus dipantau dan diwaspadai. Perlu diwaspadai karena Hizbut Tahrir ditengarai mengusung ide-ide dan wacana menyimpang yang meresahkan umat Islam. Dari berbagai ide dan wacana tersebut, setidaknya terdapat tiga klasifikasi pembahasan yang perlu diperhatikan:
Pertama, akidah. Bila berbicara tentang akidah Hizbut Tahrir maka kita akan dihadapkan pada berbagai fakta penyimpangan yang kompleks, utamanya yang berkenaan dengan permasalahan qadhâ’ dan qadar. Pandangan Hizbut Tahrir mengenai qadhâ’ dan qadar sama persis dengan aliran sesat Muktazilah.6 Lebih dari itu mereka meragukan kepercayaan terhadap qadhâ’ dan qadar sebagai bagian dari rukun iman.7
Aliran ini juga menyatakan dengan tegas bahwa meraih petunjuk dan terjerumus dalam kesesatan adalah murni hasil dari tindakan manusia. Tidak ada intervensi Tuhan sedikitpun.8 Petunjuk dan kesesatan, menurut mereka, adalah pilihan hidup yang berada pada area yang dikuasai oleh setiap pribadi. Karenanya, mereka dapat menentukan sendiri jalan kehidupan di antara keduanya. Dan dari sanalah nantinya Tuhan akan memberi balasan bagi setiap tindakan.
Di samping itu, mereka juga banyak meragukan akidah-akidah yang telah diyakini oleh mayoritas umat Islam, utamanya terhadap hal-hal yang berbau mistik dan gaib, seperti keyakinan akan siksa kubur, keyakinan adanya pertanyaan Malaikat Munkar-Nakir, keyakinan akan turunnya Isa di akhir zaman, keyakinan akan fitnah Dajjal, keyakinan atas syafaat Nabi e di padang Mahsyar, dan lain sebagainya.9 Bagi mereka, segenap bentuk kepercayaan di atas tidak wajib diyakini karena berangkat melalui riwayat ahâd. Namun, mereka tidak pernah mau mengkaji ke-mutawâtir-an Hadis-Hadis tersebut secara ma‘nawi. Sehingga, penyimpangan-penyimpangan tadi hampir menjadi ciri khas akidah para syabâb Hizbut Tahrir.
Kedua, syarî‘ah. Meskipun bergerak dalam bidang politik, Hizbut Tahrir juga banyak mengeluarkan fatwa-fatwa fikih yang ditengarai provokatif. Berbagai fatwa tersebut dapat disimak melalui edaran-edaran yang mereka sebarkan, seperti al-Khilafah, al-Islam, dan al-Wa’ie atau fatwa-fatwa yang telah dilontarkan oleh pendiri gerakan ini, an-Nabhani, melalui berbagai karyanya.
Dalam Al-Khilafah edisi Rabiul Awal Tahun 1416 Hizbut Tahrir sempat mengharamkan tawasul, baik itu tawasul melalui para nabi atau orang-orang salih. Bukan hanya itu, peringatan maulid Nabi e turut diharamkannya, persis seperti mainstream gerakan Wahabi.
Di antaranya lagi, mereka menghalalkan berciuman dengan lain jenis meskipun dengan syahwat dan tanpa sâtir (peghalang).10 Fatwa ini memang terbilang nyeleneh dan menantang. Namun, para syabâb Hizbut Tahrir mengakui akan keberadaan fatwa tersebut, kecuali syabâb Hizbut Tahrir Indonesia yang enggan dan menganggap fatwa tersebut tidak mewakili.
Dalam edaran 08 Muharram 1390 H, mulanya mereka hanya menghalalkan berciuman dan bersalaman antara laki-laki dan perempuan (bukan mahram) yang baru tiba dari perjalanan. Itupun masih dibatasi dengan tanpa disertai syahwat.11 Setelah itu, pada edaran berikutnya, tepatnya tertanggal 24 Rabiul Awal 1390 H, mereka menfatwakan bolehnya bersalaman dan berciuman secara mutlak. Dalam fatwa tersebut turut ditampilkan berbagai alasan logis sebagai landasan atas ijtihâd ngawur-nya.
Meskipun fatwa halalnya berciuman tidak pernah dilontarkan oleh an-Nabhani, setidaknya ia merupakan biang dari penyimpangan yang ada. Manhaj istinbâtul-ahkâm (metodologi penggalian hukum) an-Nabhani telah mengobsesi para syabâb Hizbut Tahrir untuk melakukan ijtihâd sendiri. Lebih-lebih an-Nabhani secara pribadi telah mengaku sebagai mujtahid12 dan banyak menganjurkan segenap pengikutnya untuk berani ber-ijtihâd.
Dalam Nidzâmul-Ijtima‘i Fil-Islâm, an-Nabhani telah ber-ijtihâd akan bolehnya bersalaman antara laki-laki dan perempuan.13 Pendapat tersebut lebih diperkokoh melalui kitab asy-Syakhshiyah al-Islâmiyah-nya dengan menampilkan panjang lebar sistematika pengalian hukum yang ia tempuh.14 An-Nabhani juga menyebut pendapat yang mengharamkan berjabat tangan jauh dari mainstream syariah.15
Di sela-sela pemaparannya itu, an-Nabhani menambahkan bahwa tangan bukanlah termasuk aurat bagi wanita. Wacana ini berangkat dari pemahaman an-Nabhani terhadap ayat “aulâmastumun-nisâ’” yang menurutnya hanya mengindikasikan hukum batalnya wuduk bukan hukum haramnya bersentuhan.16
Meskipun bersalaman termasuk masalah furû‘iyah dan masih dalam lingkaran mazhab empat, namun metodologi yang digunakan oleh ulama mazhab tidak sama dengan proses pengalian hukum yang telah ditempuh an-Nabhani. Sehingga, ketika konsep mereka dikembangkan tidak sampai melahirkan hukum-hukum ngawur seperi yang telah terjadi pada mazhab Hizbut Tahrir. Perbedaan manhaj inilah yang selanjutnya melahirkan berbagai penyimpangan hukum syariah di tubuh organisasi ini.
Ketiga, siyâsah.Politik merupkan perhatian utama bagi gerakan Hizbut Tahrir. Misi utama dari politiknya adalah dapat merebut kekuasaan dari pimpinan yang sah dengan bertamengkan isu khilafah. Kelompok ini, nyaris mengkafirkan segenap sistem politik yang ada saat ini. Sehingga, politik Hizbut Tahrir lebih tampak berposisi sebagai oposisi radikal. Mereka mengharuskan konsep perpolitikannya (al-Khilafah ‘la Manhaji Hizbit-Tahrîr) direalisasikan dengan atas nama Islam. Padahal politik dan sistem pemerintahan dalam Islam merupakan bagian dari permasalahan furû‘iyah yang cenderung fleksibel dan ramah.
Radikalisme Hizbut Tahrir juga terbukti dari berbagai sepak terjang pendiri gerakan tersebut dalam menghadapi berbagai sistem pemerintahan Islam selama ini. An-Nabhani mengajarkan kepada para aktivis Hizbut Tahrir bahwa cara dakwah yang harus mereka tempuh adalah dengan membuat opini buruk tentang pemerintah dan disebarluaskan ke segenap masyarakat.
An-Nabhani berkata: “…semestinya aktivitas Hizbut Tahrir yang paling menonjol adalah aktivitas menyerang seluruh bentuk interaksi yang berlangsung antara penguasa dengan umat dalam semua aspek, baik menyangkut cara penguasa tersebut mengurus kemaslahatan, seperti pembangunan jembatan, pendirian rumah sakit, atau cara melaksanakan aktivitas yang meyebabkan penguasa tersebut mampu melaksanakan (urusan umat) seperti pembentukan kementrian dan pemilihan wakil rakyat. Yang dimaksud dengan penguasa di sini adalah pemerintah.”
Kemudian an-Nabhani melanjutkan, “Oleh karena itu, kelompok berkuasa tadi seluruhnya harus diserang, baik menyangkut tindakan maupun pemikiran politiknya.”17
Setelah kita menyimak beberapa ide dan wacana yang mereka usung, meskipun tidak kami sebutkan semua karena keterbatasan tempat, setidaknya cukup untuk memberikan alasan kenapa gerakan ini perlu diwaspadai. Selanjutnya pembaca yang lebih paham mengenai tindakan apa yang harus ditempuh.[]

1 A. Najiyullah, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis, dan Penyebarannya, Hal 90
2 Ibid.
3 Fron Pembela Akidah Ahlussunnah, Bahaya Hizbut Tahrir, hal. 4
4 Muhammad Muhsin Radi, Hizbut-Tahrîr, Tsaqâfatuhu Wa Manhajuhu Fî Iqâmati Daulah al-Khilâfah al-Islâmiyah, hal. 167-170 dan Al-Wa’ie no. 42 tahun IV 1-29 Pebruari 2004
5 Hizbut Tahrir telah melancarkan beberapa upaya pengambil alihan kekuasaan di banyak negeri-negeri Arab, seperti Yordania pada tahun 1969, di Mesir tahun 1973, dan Iraq tahun 1972. Juga di Tunisia, Aljazair, dan Sudan. Sebagian upaya kudeta ini diumumkan secara resmi oleh media massa, sedangkan sebagian lainnya memang sengaja tidak diumumkan. Sumber: Nasyrah Hizbut Tahrir, diterjemahkan dari kitab Mafhûmul-‘Adâlah al-Ijtimâ‘iyah, Beirut, cetakan II, 1991, hal 140-151, dan hal 266-267,
6 Untuk lebih jelasnya dapat disimak pada artikel selanjutnya “Muktazilah Edisi Revisi”
7 Taqiyuddin an-Nabhani, asy-Syakhsihyah al-Islâmiyah, juz 1 hal 70, 71
8 Ibid.
9 A. Najiyullah, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan Penyebarannya. Hal.91, Komunitas Mantan Hizbut Tahrir, pengelolakomaht@yahoo.co.id, 30 Juli 2008
10 Fatwa Selembaran Hizbut Tahrir, 24 Robiul Awal 1390. A. Najiyullah, Gerakan Keagamaan dan Pemikiran, Akar Ideologis dan Penyebarannya, hal. 91
11 Fatwa Selembaran Hizbut Tahrir, 08 Muharram 1390.
12 Syekh Abdullah al-Hariri al-Habasyi, Al-Ghârat al-Ilmâniyât fî Raddi Mafasidit-Tahrîriyah, hal 1
13 Taqiyyuddin an-Nabhani, An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fil-Islâm, hal 57
14 Taqiyyuddin an-Nabhani, As-Syakhshiyah al-Islâmiyah, Juz II, halm 22-23 dan Juz III, hal 107-108. Al-Khilafah, hal 22-23
15 Taqiyyuddin an-Nabhani, An-Nizhâm al-Ijtimâ’i fil-Islâm, hal 9
16 Ibid. hal 57
17 Sumber: Terjun ke Masyarakat, penulis: Taqiyuddin an-Nabhani, judul asli: Dukhûlul-Mujtama‘, dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir tahun 1377 H/1958 M, penerjemah: Abu Falah, Penerbit: Pustaka Thariqul ‘Izzah, Cetakan I, Syawal 1420 H, Februari 2000 M, hal 8 dan 9
Sumber: www.sidogiri.net


44.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 27/9/2013
 
asw. akhil kariim, rahmatullaah 'alayk..

meski kita berbeda, tetapi ada satu hal yang menyatukan kita: yaitu kita sama2 muslim dan bercita2 menegakkan syariat islam scr kaffah. karena itu, saya menganggap panjenengan adalah saudara seperjuangan, dan saya berdoa supaya Allah tdk menanamkan kebencian di hati kita thd satu sama lain.

saya mohon penjelasan, bagaimana negara yg menerapkan hukum2 kufur spt indonesia ini dikatakan sah secara syar'i, meskipun presidennya orang islam? apakah panjenengan berpandangan bahwa menerapkan hukum kufur itu boleh2 saja asal dilakukan oleh orang islam?

tentang beberapa pasal dlm rancangan UUD negara khilafah, saya akan jelaskan satu dulu yha. sebenarnya sejak awal kan saya menyarankan supaya njenengan membaca kitab muqaddimat dustur supaya tahu maksud pasal per pasal dan istimbath hukumnya? tapi njenengan enggan..

1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan : Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.

untuk menjelaskan hal ini, saya berangkat dari 4 prinsip pemerintahan islam yg telah saya singgung di atas. dalam hal ini adalah prinsip ke-4: "Hanya Khalifah yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum syara’".

Maksud dari prinsip ke-4 ini adalah bahwa jika terdapat lebih dari satu hasil ijtihad atas suatu perkara , Khalifahlah yang berhak memutuskan pendapat mana yang akan diterapkan oleh negara. Ini didasarkan pada ijma’ sahabat, misalnya pada kasus tunduknya Umar bin Khattab terhadap pendapat Khalifah Abu Bakar dalam masalah pembagian harta dan jatuhnya talak meskipun beliau mempunyai pendapat yang berbeda. Hal ini akhirnya diformulasikan dalam kaidah ushul yang sangat terkenal semisal, Amr al-Imâm yarfa’ al-khilâf (keputusan Imam menghilangkan perbedaan pendapat) dan Amr al-imâm nâfiadzun dhâhiran wa bâthinan (keputusan Imam berlaku—yakni ditaati—baik secara dhahir maupun batin) . Dengan demikian, justru dengan adanya Khilafah, berbagai perbedaan pendapat dapat diselesaikan. Ini menjawab keraguan sementara pihak yang menyangka bahwa dengan adanya berbagai perbedaan pendapat di kalangan umat islam Khilafah tidak bisa diwujudkan.

Hanya saja, Hizbut Tahrir merekomendasikan bahwa untuk Khilafah yang akan datang hendaknya Khalifah hanya melegislasi hukum-hukum syara dalam ranah kebijakan publik dan tidak mengadopsi hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadah kecuali dalam masalah zakat dan jihad, dan tidak mengadopsi pemikiran dalam ranah aqidah Islam. Pasal 4 Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Khilafah (mashrû al-dustûr): “Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam".

Jelas dari bunyi pasal itu, bahwa Khalifah tidak mengadopsi hukum-hukum syariah tertentu yang bersifat khilafiyah dalam persoalan ibadah. Khalifah juga tidak mengadopsi ide-ide tertentu yang terkait dengan akidah Islam, misalnya mengadopsi mazhab (aliran) Muktazilah atau aliran Wahabi (Salafi).

an-Nabhani menyatakan sikap Khalifah yang demikian itu dimaksudkan untuk menjauhkan diri dari berbagai masalah serta untuk mewujudkan ketenteraman dan kerukunan di tengah umat.

jadi khilafah yg mau didirikan HT itu adalah khilafah utk umat islam, bukan negara madhab. asal masih dalam bingkai islam, tatacara ibadat maupun pemikiran aqidah dipersilahkan hidup di dalam khilafah. bukankah itu lebih menentramkan yaa akhil kariim daripada jika khalifah melegislasi semua hukum termasuk ibadat mahdlah? panjenengan bisa bayangkan, bagaimana jika khalifah melegislasi tatacara sholat subuh, misalnya? jika khalifah menetapkan sholat subuh tidak boleh qunut, orang2 NU akan terpaksa tunduk thd aturan spt ini karena taat imam hukumnya wajib.

anda juga bisa bayangkan, jika khalifahnya semisal dari muhammadiyah lalu menetapkan aturan yang melarang tahlilan (karena memang dlm pandangan muhammadiyah tahlilan adalah haram)? habislah tradisi tahlilan. itulah mengapa, meskipun khalifah berhak melegislasi semua hukum syara', HT merekomendasikan khalifah utk tidak menggunakan haknya ini dlm persoalan2 tertentu. biarlah semua madhab hidup berdampingan dalam negara khilafah, rukun satu sama lainnya. tentu, asal masih dlm bingkai islam.

secara pribadi saya menyarankan agar tidak menelan mentah2 apapun dari blog mantan HT. sebagaian besar di antara mereka berpaham wahabi. kalaupun tegak khilafah, maunya harus sesuai secara total dg paham wahabi. ini tentu saja sulit dan akan memberangus madhab-madhab lainnya.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang menghukumi Indonesia sistem kufur itu hanya Wahhabi dan HTI. Jadi HTI itu sama saja dengan Wahhabi.

Padahal hukum Indonesia tentang pernikahan, hukum warits, hukum perceraian, hukum pelarangan miras, perjudian, portitusi dll, yang sudah menjadi undang-undang negara itu adalah diadopsi dari hukum syariat Islam sekalipun belum sempurna.

Jadi kami sama sekali tidak sama dengan Wahhabi dan HTI. Apalagi HTI mengingkari hadits Ahad, sedangkan kami benar-benar menerima dan mengamalkan hadits Ahad, baik yang shahih, hasan dan dhaif untuk diamalkan sesuai dg tempatnya masing-masing.

Demikian juga menurut keyakinan kami, bahwa bentuk NKRI ini sudah sah menurut syariat karena termasuk dalam kategori Mulk dalam sabda Nabi SAW, maka jika ada kelompok yang akan berontak untuk menggulingkan NKRI, maka kami hukumi sebagai BUGHAT yang hukumnya wajib diperangi oleh umat Islam Indonesia.

45.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 27/9/2013
 
asw. tentang wajibnya satu khalifah dlm satu masa, saya menemukan fakta menarik di situs sidogiri.net.

di tengah kritiknya atas konsep khilafah HT, penulis mengakui bahwa tunggalnya khalifah dalam satu masa adalah pendapat jumhur ulama ahlussunnah. alhamdulillaah.

"Memang pendapat jumhur (mayoritas) ulama Sunni menyatakan bahwa imam tidak boleh lebih dari satu dalam satu masa. Namun Imam al-Haramain dan Imam al-Juwaini serta sebagian ulama Syafi’iyah dan Malikiyah memperbolehkan dilantiknya imam lebih dari satu bila memang tidak memungkinkan."

http://sidogiri.net/artikel/detail/126 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Situs Sidogiri sudah benar, bahwa di satu negara seperti Indonesia atau Malaysia atau Saudi Arabiah itu tidak boleh dalam satu masa ada dua kepala negara, tapi setiap negara yang berpenduduk mayoritas umat Islam itu wajib dipimpin oleh satu kepala negara, entah itu presiden atau raja atau pedana menteri, maka sistem ini sudah sah menurut Syariat, dan tdk ada seorangpun dari Imam empat madzhab yang melarangnya.

46.
Pengirim: Aris  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 27/9/2013
 
MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG AHMAD NADHIF – PONOROGO
asw. jika memang upaya menegakkan syariat islam kaffah itu dilakukan dg menyadarkan rakyat bhw itu merupakan sebuah kewajiban, maka ada kesamaan dg HT. itulah yg selama ini dilakukan HT. berbagai daurah, diskusi, seminar, pengajian, digelar di berbagai daerah demi kepentingan penyadaran ummat. dalam hal ini terus terang saya bersyukur, setidaknya kita ada sedikit titik temu, yaitu bahwa kebangkitan umat harus berawal dari kesadaran.

hanya saja ada satu hal lain yg dilakukan HT selain menyadarkan ummat ttg wajibnya menerapkan syariat islam, yaitu thalabun nushrah pada ahlul quwwah. dukungan pemegang kekuatan (spt militer) penting utk melindungi negara syar'i kelak ketika berdiri. itulah yg dicontohkan oleh rasulullaah ketika mendatangi bani tsaqif, bani amir bin sha'sha'ah, dan sekian belas suku2 lain hingga akhirnya bertemu dengan suku aus dan khajraj yang kemudian memberikan nushrahnya.

itulah jalan yg ditempuh HT. tidak lewat pemilu. meskipun, sbgmana yang saya sampaikan sebelumnya, pemilu adalah aqad wakalah. maka hukumnya bergantung pada wakalah apa yg diaqadkan. tentu mewakalahkan orang utk melaksanakan hukum2 kufur adalah haram. namun, lain ceritanya jika ada calon pemimpin yg berjanji akan mengganti semua hukum kufur yg berlaku sekarang dg hukum2
islam scr total. tentu hukumnya boleh memilih calon pemimpin spt itu.

yang diharamkan HT atas demokrasi itu adalah adanya penyerahan hak membuat hukum pada manusia. dan itulah core demokrasi. jadi yg haram itu bukan pemilu (dlm sistem khilafah pun ada pemilu); bukan pula musyawarah.

dan sekali lagi, semua fitnahan thd HT, tidak perlu saya komentari lagi. itu akan menjadi tabungan saya di akhirat. insyaAllah. :)

Tanggapan:
bedanya kami tidak menohok sistem krn bagi kami sistem apapun selama masyarakatx tidak shaleh secara individual maka itu tidak akan berdampak keshalehan sosial. Jika masyarakatx shaleh scara individual kelak pejabat militernya kan jg dari masyarakat. Bagaimana bs berjanji dg hukum islam scara total? Apa anda mimpi, setiap pemimpin Indonesia itu disumpah akan taat kepada pancasila yang anda tentang & ingkari.

Sistem demokrasi ini sangatlah sah secara agama, pengangkatan presiden sudah syah. Dan jika anda mengatakan sistem diserahkan kepada DPR untuk membuat UUD, lantas siapa lantas kelak yang akan membuat UUD? Akan Tuhan sendiri yang akan membuat UUD?

Saya tahu anda tidak dapat membantah argumentasi shahih tsb, ujung-ujungnya anda hanya menyatakan itu fitnah tanpa bisa membuktikan unsure fitnahan tersebut dengan menghadirkan data pembanding dan pemikiran rasional lainnya. TERBUKTILAH, SEMANGAT MEREKA YANG BERLEBIHAN DALAM MEMPERJUANGKAN TEGAKNYA SYARIAT DAN KHILAFAH ISLAMIYAH TIDAK DIDUKUNG DENGAN LATAR BELAKANG ILMU PENGETAHUAN AGAMA YANG MEMADAI, SEHINGGA KERAP KALI ALIRAN INI MENGELUARKAN STATEMEN DAN FATWA-FATWA YANG SESAT DAN MENYESATKAN UMAT ISLAM. VISI DAN MISI HIZBUT TAHRIR TENTANG TERLAKSANANYA SYARIAT ISLAM SECARA KAFFAH HANYALAH ISAPAN JEMPOL BELAKA, KARENA DI BALIK VISI DAN MISI IDEALIS TERSEBUT HIZBUT TAHRIR TERNYATA MENYEBARKAN FATWA-FATWA MESUM YANG KELUAR DARI SYARIAT ISLAM YANG BENAR DAN LURUS.

MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG AHMAD NADHIF – PONOROGO
asw. menurut HT, ada 4 prinsip sebuah pemerintahan itu dikatakan islamy (ini disebutkan dalam kitab nizhamul hukm fil islam):

1. kedaulatan di tangan syara'
2. kekuasaan di tangan umat
3. wajib mengangkat SATU khalifah
4. hanya khalifah yg berhak melegislasi hukum syara'.

mari kita diskusikan poin pertama dulu utk membedakan sistem pemerintahan islam dengan sistem2 lainnya termasuk kerajaan, republik, maupun teokrasi.

yang dimaksud dengan kedaulatan di sini adalah wewenang utk mengatur urusan umat. dan dalam islam, wewenang itu ada pada hukum syara'. dalilnya banyak, semisal ayat "inil hukmu illaa lillaah".

di sinilah bedanya dengan demokrasi. demokrasi meletakkan kedaulatan itu pada rakyat. sehingga rakyatlah, yg diwakili oleh DPR, yang berhak membuat hukum. suara rakyat suara tuhan, katanya. di sinilah mengapa demokrasi itu bertentangan dengan islam. dan itulah mengapa HT mengharamkannya.

maka menjadi sangat berbahaya, jika mayoritas rakyat sudah sadar akan kewajibannya menerapkan syariat islam, dan negara pun telah sepakat untuk melaksanakan syariat islam tsb, tetapi KEDAULATAN TETAP ADA DI TANGAN RAKYAT. itulah yg sebelumnya saya pertanyakan, bagaimana mungkin kita menerapkan syariat islam sementara demokrasi tdk disingkirkan? dengan kata lain, bagaimana kita menerapkan syariat islam sementara kita masih mengakui bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat? ini aneh bin ajaib, akhil kariim.. :)

sementara itu, dalam sistem kerajaan, kedaulatan ada di tangan raja. pasal 1: raja tdk pernah salah; pasal 2: jika raja salah, lihat pasal satu. hehe. jadi rajalah yg berhak menentukan hukum sesuai dg kehendaknya. inilah sistem kerajaan itu. dan para khalifah umayyah, abbasiayh, dan utsmaniyah itu tidak tdk memiliki ciri2 para raja dalam konteks ini. artinya, hukum yg mereka terapkan itu semuanya adalah syariat islam, tdk hukum buatannya sendiri (kecuali di akhir2 masa utsmaniyah ketika UU sipil perancis mulai diadopsi). itulah mengapa HT tetap menganggap mereka adalah penguasa yg sah; yaitu karena kedaulatan tetap di tangan hukum syara'.

Tanggapan:
Rupanya anda tidak akan mengerti. Sulit berbicara dengan orang “mokong” seperti anda. Anda ini bisa memahami tidak perkataan orang lain? Kok ada indikasi anda sangat bodoh dalam memahami dan menyanggah argumentasi lawan bicara anda?
Asumsi adna sama dengan asumsi Hizbut Tahrir yang berangkat dari paradigma pemikiran mereka bahwa pemimpin yang baik dan sistem pemerintahan yang baik merupakan satu-satunya solusi yang sangat ampuh dalam mengatasi segala problematika yang dihadapi oleh umat Islam. Tentu saja paradigma semacam ini sangat tidak bisa dinalar. Dalam pandangan agama, baik dan tidaknya sebuah negara dan bangsa, tidak tergantung pada pemimpin dan sistem pemerintahan yang baik, akan tetapi lebih ditentukan oleh kesalehan masyarakatnya. Al-Qur'an al-Karim menegaskan:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٟتٍۢ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٟكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٟهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿٩٦﴾
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. al-A'raf: 96).
Ayat di atas menegaskan bahwa Allah SWT akan memberikan keberkahan kepada penduduk negeri-negeri, di manapun mereka berada, apabila mereka menjalani keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Jadi berkah dan tidaknya suatu negeri lebih ditentukan oleh keimanan dan ketakwaan individu masyarakatnya. Dalam ayat lain, Allah SWT juga menegaskan:
مَنْ عَمِلَ صَٟلِحًۭا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌۭ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةًۭ طَيِّبَةًۭ ۖ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ ﴿٩٧﴾
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-Nahl : 97).

Apakah anda bisa memahami?
Tampilnya seorang pemimpin yang zalim yang memimpin dengan tangan besi serta menyebarkan kezaliman di tengah-tengah rakyatnya tidak dapat dilepaskan dari prilaku rakyat itu sendiri yang penuh dengan kezaliman dan kemaksiatan kepada Allah SWT. Allah SWT akan menumpas pemimpin yang zalim itu dan menggantinya dengan pemimpin yang saleh, menegakkan keadilan dan menebarkan rahmat dan kasih sayang kepada rakyatnya, ketika rakyat itu telah bertaubat kepada Allah dengan meninggalkan kezaliman yang ada pada mereka. Dari sini, para ulama dalam berjuang lebih memfokuskan pada pembentukan kesalehan pribadi dan sosial ('ibadillah al-shalihin), yang pada akhirnya akan membawa pada terciptanya baldataun thayyibatun wa rabbun ghafur yang dalam bahasa kita disebut dengan gemah ripah loh jinawi.
Dalam sekian banyak hadits, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa sebab terpuruknya kaum Muslimin dalam kekalahan menghadapi musuh-musuh mereka, bukan disebabkan hilangnya khilafah dari tangan mereka, namun lebih disebabkan oleh faktor individu masyarakat mereka. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ ثَوْبَانَ τ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ J: يُوشِكُ اْلأُمَمُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمْ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: وَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ، قَالَ: بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَلَيَنْزَعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُورِ عَدُوِّكُمْ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ، وَلَيَقْذِفَنَّ اللهُ فِي قُلُوبِكُمْ الْوَهْنَ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا الْوَهْنُ، قَالَ: حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ.
Tsauban berkata, "Rasulullah SAW bersabda: "Akan segera tiba waktunya, bangsa-bangsa dengan mudah menguasai kalian, sebagaimana orang-orang yang makan dengan mudah menyantap makanan dalam satu bejana." Seorang sahabat bertanya: "Apakah karena jumlah kami sedikit pada saat itu?" Rasulullah SAW menjawab: "Tidak, justru pada saat itu jumlah kalian banyak. Akan tetapi kalian laksana buih di atas air bah. Allah akan mencabut rasa takut dari hati musuh-musuh kalian terhadap kalian dan Allah akan menanamkan rasa lemah dan tidak berdaya pada hati kalian." Seseorang bertanya, "Apa sebab ketidakberdayaan kami wahai Rasulullah?" Beliau J menjawab: "Cinta dunia dan takut mati."

MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG AHMAD NADHIF – PONOROGO
asw. akhil kariim, rahmatullaah 'alayk..

meski kita berbeda, tetapi ada satu hal yang menyatukan kita: yaitu kita sama2 muslim dan bercita2 menegakkan syariat islam scr kaffah. karena itu, saya menganggap panjenengan adalah saudara seperjuangan, dan saya berdoa supaya Allah tdk menanamkan kebencian di hati kita thd satu sama lain.

saya mohon penjelasan, bagaimana negara yg menerapkan hukum2 kufur spt indonesia ini dikatakan sah secara syar'i, meskipun presidennya orang islam? apakah panjenengan berpandangan bahwa menerapkan hukum kufur itu boleh2 saja asal dilakukan oleh orang islam?

tentang beberapa pasal dlm rancangan UUD negara khilafah, saya akan jelaskan satu dulu yha. sebenarnya sejak awal kan saya menyarankan supaya njenengan membaca kitab muqaddimat dustur supaya tahu maksud pasal per pasal dan istimbath hukumnya? tapi njenengan enggan..

1. Dalam RUU Khilafah Bab Hukum-Hukum Islam pasal 4 dikatakan : Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam.

untuk menjelaskan hal ini, saya berangkat dari 4 prinsip pemerintahan islam yg telah saya singgung di atas. dalam hal ini adalah prinsip ke-4: "Hanya Khalifah yang berhak melakukan tabanni (adopsi) terhadap hukum-hukum syara’".

Maksud dari prinsip ke-4 ini adalah bahwa jika terdapat lebih dari satu hasil ijtihad atas suatu perkara , Khalifahlah yang berhak memutuskan pendapat mana yang akan diterapkan oleh negara. Ini didasarkan pada ijma’ sahabat, misalnya pada kasus tunduknya Umar bin Khattab terhadap pendapat Khalifah Abu Bakar dalam masalah pembagian harta dan jatuhnya talak meskipun beliau mempunyai pendapat yang berbeda. Hal ini akhirnya diformulasikan dalam kaidah ushul yang sangat terkenal semisal, Amr al-Imâm yarfa’ al-khilâf (keputusan Imam menghilangkan perbedaan pendapat) dan Amr al-imâm nâfiadzun dhâhiran wa bâthinan (keputusan Imam berlaku—yakni ditaati—baik secara dhahir maupun batin) . Dengan demikian, justru dengan adanya Khilafah, berbagai perbedaan pendapat dapat diselesaikan. Ini menjawab keraguan sementara pihak yang menyangka bahwa dengan adanya berbagai perbedaan pendapat di kalangan umat islam Khilafah tidak bisa diwujudkan.

Hanya saja, Hizbut Tahrir merekomendasikan bahwa untuk Khilafah yang akan datang hendaknya Khalifah hanya melegislasi hukum-hukum syara dalam ranah kebijakan publik dan tidak mengadopsi hukum syara’ yang berkaitan dengan ibadah kecuali dalam masalah zakat dan jihad, dan tidak mengadopsi pemikiran dalam ranah aqidah Islam. Pasal 4 Rancangan Undang-Undang Dasar Negara Khilafah (mashrû al-dustûr): “Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apapun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apapun yang berkaitan dengan akidah Islam".

Jelas dari bunyi pasal itu, bahwa Khalifah tidak mengadopsi hukum-hukum syariah tertentu yang bersifat khilafiyah dalam persoalan ibadah. Khalifah juga tidak mengadopsi ide-ide tertentu yang terkait dengan akidah Islam, misalnya mengadopsi mazhab (aliran) Muktazilah atau aliran Wahabi (Salafi).

an-Nabhani menyatakan sikap Khalifah yang demikian itu dimaksudkan untuk menjauhkan diri dari berbagai masalah serta untuk mewujudkan ketenteraman dan kerukunan di tengah umat.

jadi khilafah yg mau didirikan HT itu adalah khilafah utk umat islam, bukan negara madhab. asal masih dalam bingkai islam, tatacara ibadat maupun pemikiran aqidah dipersilahkan hidup di dalam khilafah. bukankah itu lebih menentramkan yaa akhil kariim daripada jika khalifah melegislasi semua hukum termasuk ibadat mahdlah? panjenengan bisa bayangkan, bagaimana jika khalifah melegislasi tatacara sholat subuh, misalnya? jika khalifah menetapkan sholat subuh tidak boleh qunut, orang2 NU akan terpaksa tunduk thd aturan spt ini karena taat imam hukumnya wajib.

anda juga bisa bayangkan, jika khalifahnya semisal dari muhammadiyah lalu menetapkan aturan yang melarang tahlilan (karena memang dlm pandangan muhammadiyah tahlilan adalah haram)? habislah tradisi tahlilan. itulah mengapa, meskipun khalifah berhak melegislasi semua hukum syara', HT merekomendasikan khalifah utk tidak menggunakan haknya ini dlm persoalan2 tertentu. biarlah semua madhab hidup berdampingan dalam negara khilafah, rukun satu sama lainnya. tentu, asal masih dlm bingkai islam.

secara pribadi saya menyarankan agar tidak menelan mentah2 apapun dari blog mantan HT. sebagaian besar di antara mereka berpaham wahabi. kalaupun tegak khilafah, maunya harus sesuai secara total dg paham wahabi. ini tentu saja sulit dan akan memberangus madhab-madhab lainnya.

Tanggapan:
Anda tidak menjawab argument mengenai berubahnya redaksi RUUD tersebut. Pertanda anda mengakui bahwa HTI memang tukang tahrif. Tulisan al Nabhani saja di tahrif, apalagi tulisan orang lain, saya duga bisa terjadi pentahrifan secara massif dan disesuaiken dengan hawa nafsu HTI.
Kenapa redaksinya bisa berubah padahal al Nabhani sudah lama tewas?
Inilah tahrif, kebiasaan Yahudi dan Wahhabu yang diterapkan oleh HT.
Saya tidak bicara substansi isinya namaun fokus terhadap perubahan redaksinya.

MEMBONGKAR ASWAJA TOPENG AHMAD NADHIF – PONOROGO

asw. tentang wajibnya satu khalifah dlm satu masa, saya menemukan fakta menarik di situs sidogiri.net.

di tengah kritiknya atas konsep khilafah HT, penulis mengakui bahwa tunggalnya khalifah dalam satu masa adalah pendapat jumhur ulama ahlussunnah. alhamdulillaah.

"Memang pendapat jumhur (mayoritas) ulama Sunni menyatakan bahwa imam tidak boleh lebih dari satu dalam satu masa. Namun Imam al-Haramain dan Imam al-Juwaini serta sebagian ulama Syafi’iyah dan Malikiyah memperbolehkan dilantiknya imam lebih dari satu bila memang tidak memungkinkan."

http://sidogiri.net/artikel/detail/126

Tanggapan:
Lantas kenapa dengan jumhur?
Anda ini sepertinya yg tidak memahami dengan baik. Sudah sangat jelas penjelasan KH Luthfi Bashori
Kewajiban umat Islam mengangkat seorang pemimpin tunggal, yang menjadi simbol persatuan umat Islam seluruh dunia, itu ketika umat Islam mampu melaksanakan dan kewajiban tersebut mungkin dilakukan. Oleh karena itu, ketika umat Islam tidak mampu atau siuasi tidak memungkinkan mengangkat seorang pemimpin tunggal, maka kewajiban tersebut menjadi gugur, seperti yang terjadi dewasa ini. Dalam hal, al-Imam al-Hafizh Abu Amr al-Dani berkata:
وَإِقَامَةُ اْلإِمَامِ مَعَ الْقُدْرَةِ وَاْلإِمْكَانِ: فَرْضٌ عَلىَ اْلأُمَّةِ لاَ يَسَعُهُمْ جَهْلُهُ، وَالتَّخَلُّفُ عَنْهُ، وَإِقَامَتُهُ إِلىَ أَهْلِ الْحَلِّ وَالْعَقْدِ مِنَ اْلأُمَّةِ دُوْنَ النَّصِّ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Mengangkat seorang imam ketika mampu dan memungkinkan dihukumi wajib bagi umat Islam, yang harus mereka ketahui dan tidak boleh ditinggalkan. Pengangkatan tersebut berdasarkan keputusan ahlul halli wal ‘aqdi dari umat, bukan berdasarkan nash dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama.” (Abu Amr al-Dani, al-Risalah al-Wafiyah, hal. 130)

Ketika umat Islam tidak memiliki pemimpin tunggal yang menyatukan mereka dalam satu negara, para ulama membenarkan terjadinya kepemimpinan lokal, dimana setiap daerah memiliki kepemimpinan otonom seperti yang terjadi dewasa ini. Umat Islam terkotak-kotak dalam banyak negara dan kepemimpinan. Imam al-Haramain al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M) berkata:
قَالَ بَعْضُ الْعُلَمَاءِ: لَوْ خَلاَ الزَّمَانُ عَنِ السُّلْطَانِ فَحَقٌّ عَلَى قُطَّانِ كُلِّ بَلْدَةٍ، وَسُكَّانِ كُلِّ قَرْيَةٍ، أَنْ يُقَدِّمُوا مِنْ ذَوِي اْلأَحْلاَمِ وَالنُّهَى، وَذَوِي الْعُقُولِ وَالْحِجَا مَنْ يَلْتَزِمُونَ امْتِثَالَ إِشَارَاتِهِ وَأَوَامِرِهِ، وَيَنْتَهُونَ عَنْ مَنَاهِيهِ وَمَزَاجِرِهِ ; فَإِنَّهُمْ لَوْ لَمْ يَفْعَلُوا ذَلِكَ، تَرَدَّدُوا عِنْدَ إِلْمَامِ الْمُهِمَّاتِ، وَتَبَلَّدُوا عِنْدَ إِظْلاَلِ الْوَاقِعَاتِ.
“Sebagian ulama berkata: “Apabila suatu masa mengalami kekosongan dari penguasa tunggal, maka penduduk setiap daerah dan setiap desa, harus mengangkat di antara orang-orang yang memiliki kecerdasan dan pemikiran, seseorang yang dapat mereka ikuti petunjuk dan perintahnya, dan mereka jauhi larangannya. Karena apabila mereka tidak melakukan hal tersebut, mereka akan ragu-ragu ketika menghadapi persoalan penting dan tidak mampu mengatasi persoalan yang sedang terjadi.” (Imam al-Haramain, Ghiyats al-Umam fi Iltiyats al-Zhulam, hal. 386-387)

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini khusus untuk Mas Nadhif, barangkali saja berani dialog dg Mas Aris.

47.
Pengirim: Yusanto  - Kota: Malang
Tanggal: 27/9/2013
 
DI WEBSITE INI TERBUKTI BAHWA SALAH SATU SYABAB HTI MENYATAKAN BAHWA FATWA MESUM TERSEBUT ADALAH FITNAH AKAN TETAPI TIDAK BISA MEMBERIKAN DATA PEMBANDING UNTUK MEMBUKTIKAN FITNAHAN TERSEBUT. INI BERARTI SECARA TIDAK LANGSUNG MENGAKUI ADANYA FATWA MESUM TERSEBUT DAN INI SEKALIGUS MEMBUKTIKAN KEDOK “FORMALISASI SYARIAT” YANG DIUSUNG OLEH HTI. INI MASIH BELUM MERUJUK KEPADA PENDAPAT2 TAIQYUDIN AL NABHANI YANG SESAT DAN MENYESATKAN SERTA TIDAK SESUAI DENGAN MAINSTREAM GOLONGAN AHL SUNNAH WA AL JAMA’AH.

الساكت عن الحقّ شيطان أخرس
“Orang yang diam dan tidak menjelaskan kebenaran adalah setan yang bisu”.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kita tunggu saja respon Mas Nadhif, barangkali dapat menghadirkan Pembanding yang akhi maksudkan.

48.
Pengirim: Zainudin  - Kota: Pasuruan
Tanggal: 27/9/2013
 
saya kira diskusi ini tidak seimbang. kepada akhi Ahmad Nadhif baiknya anda belajar lagi, karena seluruh argumentasi anda itu adalah bentuk pengalihan tidak ada satupun yang anda sanggah dengan baik dan benar. demikian ini menunjukkan indikasi kejahilan kaum HTI. bahkan dulu ketika dialog dengan Hb. Taufiq as Segaaf Pasuruan, terbukti HTI memang memiliki aqidah yang berbeda dengan gol Aswaja. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang berbeda dan tidak sama antara Aswaja dan HT. Karena Aswaja dapat menerima Hadits Ahad dalam segala hal, baik yang Shahih, Hasan maupun yg Dhaif dan diamalkan sesuai penempatannya masing-masing, sedangkan Taqyuddin Annabhani justru menolak Hadits Ahad.

49.
Pengirim: Achmad alQuthfby  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 27/9/2013
 
Terima kasih kepada Sdr. Aris yang telah meluangkan waktunya untuk sekedar membantah Sdr. Achmad Nadhif..

FATWA ALLOH YARHAM AL-HABIB AL-IMAM MUNZIR IBN FU’AD AL MUSAWWA TERHADAP PERJUANGAN KHILAFAH ALA HIZBUT TAHRIR

Oleh sebab itu bila anda dengar kelompok manapun yang ingin mendirikan negara islam dengan syariah islam maka gerakan itu adalah gerakan kesusu, muncul dari ide-ide yang tak memahami syariah islam dan berfatwa semaunya.

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yg ditindas oleh penguasanya maka hendaknya ia bersabar, sungguh barangsiapa yg keluar dari perintah sultan (penguasa) sejengkal saja maka ia mati dalam kematian jahiliyah” (Shahih Bukhari Bab Fitnah)

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yg melihat kesalahan pada penguasanya yg tidak disukainya maka hendaknya ia bersabar, sungguh barangsiapa yg memisahkan diri dari kelompoknya lalu ia wafat maka ia wafat dengan kematian jahiliyah” (Shahih Bukhari Bab Fitnah)

Berkata zubair bin Adiy ra : kami mendatangi Anas bin Malik mengadukan kekejian Hajjaj dan kejahatannya pada kami, maka berkata Anas ra : “Bersabarlah kalian, karena tiadalah datang masa kecuali yg sesudahnya akan lebih buruk, sampai kalian akan menemui Tuhan kalian, kudengar ini dari Nabi kalian (Muhammad saw)” (Shahih Bukhari Bab Fitnah)

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yg mengangkat senjata diantara kita (memerangi sesama) maka bukan dari golongan kita” (Shahih Bukhari Bab Fitnah)

Sabda Rasulullah saw : “Janganlah kalian kembali pada kekufuran setelah aku wafat dengan saling bunuh satu sama lain” (Shahih Bukhari Bab Fitnah)

Sabda Rasulullah saw : “Barangsiapa yg melihat pada penguasanya sesuatu yang tak ia sukai dari kemungkaran hendaknya ia bersabar, sungguh tiadalah seseorang memisahkan diri dari jamaah muslimin lalu ia wafat maka ia wafat dengan kematian jahilyah” (Shahih Bukhari Bab Ahkam)

Sabda Rasulullah saw : “dengar dan patuhlah bagi seorang muslim selama ia tak diperintah berbuat maksiat, bila ia diperintah berbuat maksiat maka tak perlu dengar dan patuh” (Shahih Bukhari Bab Ahkam)

Kesimpulannya adalah Rasulullah saw dan kesemua para Imam dan Muhaddits ahlussunnah waljamaah tidak satupun menyerukan pemberontakan dan kudeta, selama pemimpin mereka muslim maka jika diperintah maksiat mereka tidak perlu taat, bila diperintah selain dosa maka mereka taati,

Sebagaimana dimasa merekapun terdapat kepemimpinan yg dhalim, walau berkedok dg nama “KHALIFAH” namun mereka dhalim, diantaranya Hajjaj yg sering membantai dan menyiksa rakyatnya, namun ketika mereka mengadukan pada Anas ra, maka mereka diperintahkan bersabar, Bukan diperintahkan merebut Khilafah dengan alasan khalifah itu dhalim,

Negeri kita ini muslim, pemimpinnya muslim, menteri menterinya mayoritas muslimin, mayoritas masyarakatnya muslimin, maka apalagi yg mesti ditegakkan?, ini adalah khilafah islamiyah (kepemimpinan islam), adakah presiden kita melarang shalat?, adakah pemimpin kita melarang puasa ramadhan?,

Mengenai kesalahan kesalahan lainnya selama ia seorang muslim maka kita diperintah oleh Rasul saw untuk bersabar,

Dan para Imam dan Muhaddits itu tak satupun menyerukan kudeta dan penjatuhan kekuasaan dari seorang pemimpin muslim,

Ringkasnya saudaraku, berkoar koar meneriakkan khilafah islamiyah adalah perbuatan kesusu, berdakwahlah pada muslimin sedikit demi sedikit hingga dalam bertetangga, di tempat kerja, di masyarakat, maka pelahan akan muncul ketua rt yg mencintai syariah dan sunnah, maka berlanjut dg ketua rw yg terpilih adalah ketua rw yg mencintai syariah dan sunnah, ketua rw yg mendukung majelis taklim dan melarang panggung maksiat, ketua rw yg tak mau menandatangani pembangunan diskotek dan gereja, dan bila dakwah di masyarakat makin meluas akan sampai terpilihlah lurah yg demikian pula, lalu meningkat ke Bupati dst, ini akan tercapai dengan pelahan lahan tetapi pasti, dan negara akan ikut apa keinginan mayoritas rakyatnya, demikian pula televisi, radio, majalah, dan kesemuanya, tak ada diskotek bila tak ada pengunjungnya, tak ada Miras dan narkoba bila tak ada yg membelinya, tak ada blue film bila tak ada yg mau menontonnya, ini semua akan sangat mudah,

Karena khilafah islamiyah bila ditegakkan sekarang maka yang akan menolaknya adalah muslimin sendiri, mereka tak mau kehilangan diskoteknya, mereka tak mau kehilangan mirasnya, mereka tak mau menutup auratnya, nah.., maka bagi yang berkinginan menegakkan Khilafah islamiyah agar meratakan shaf dan terjun berdakwah mengenalkan sunnah dan nabi Muhammad saw sebagai idola muslimin,

Bukan berkoar koar khilafah islamiyah lalu menuding muslimin lainnya sesat karena menolak khilafah dari golongan mereka, lalu saling bunuh antara muslimin demi kepemimpinan dari fihak mereka...
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting agar direspon oleh Mas Nadhif HTI.

50.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 28/9/2013
 
asw. jadi, apakah 4 prinsip pemerintahan islam yg saya sampaikan di atas disepakati, kecuali prinsip ke-3? kok nggak ada yg bantah dengan dalil. kalo penolakan thd prinsip ke-3 masih mendinglah meski dalil2nya lemah :)  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Pejuang Islam NU Garis Lurus, tidak perlu bersepakat apapun dg HT, karena memang bukan patner dalam dakwah. Kami memiliki prinsip Aswaja yang tidak sama dengan HT. NKRI adalah negara yg sah menurut kami. Dakwah kami sama sekali tidak pernah mengajak umat untuk mendirikan Khilafah baru, namun NKRI yg berdaulat ini sudah termasuk Khilafah Dauliyah dan tidak perlu dibubarkan, tinggal mengisinya dan mewarnainya dg hukum syariat Islam.

51.
Pengirim: ahmad nadhif  - Kota: ponorogo
Tanggal: 28/9/2013
 
asw. saya tentu tidak ada waktu utk menjawab satu per satu sekian banyak tuduhan yg dialamatkan kpd HTI. jika saya mendiamkan tdk berati saya mengiyakan. apalagi terbukti bahwa data pembanding saya seakan tidak dianggap. coba saja cek di atas. saya telah membantah tuduhan bahwa HTI menghalalkan mencium lawan jenis yg bukan mahram dg rujukan kitab nidzamul ijtima'i yg dikeluarkan oleh HT. saya juga telah menjelaskan soal penggunaan hadits ahad berdasarkan kitab syakhsyiah 3. tapi seperti angin lalu. admin terus saja mengulang2 tuduhannya bahwa HT tdk menerima hadits ahad dlm semua hal. padahal, dalil2 ttg kewajiban khilafah yg dipakai HT itu semua ahad!

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami NU Garis Lurus juga tidak punya waktu untuk menerima pemikiran Taqyuddin Annabhani pendiri HT. Siapapun adanya dan dari kelompok manapun dia, yang berani menolak pengamalan Hadits Ahad dalam segala bidang, maka pasti akan kami tolak pendapat sesatnya itu. Karena semua ulama Aswaja pasti akan mengamalkan hadits-hadits Ahad termasuk dalam urusan aqidah, tentunya dengan kriteria yang sudah maklum di kalangan para ulama.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam