LARANGAN SUAMI ISTRI BERSETUBUH DI TEMPAT TERBUKA
Luthfi Bashori
Norma keagamaan sering kali bersesuaian dengan norma kemasyarakatan, khususnya bagi bangsa Indonesia. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia yang cukup kental dengan adat keislaman sekalipun dipergunakan istilah adat ketimuran.
Salah satu contoh adalah, masyarakat akan menilai aib jika melihat ada suami istri yang melakukan persetubuhan (jima) di tempat umum yang terbuka hingga dapat dilihat oleh banyak orang.
Sekalipun perilaku hubungan suami istrinya itu halal, namun tatkala dilakukan di depan orang banyak, maka menjadi aib yang sangat dilarang baik oleh norma kemasyarakatan maupun oleh syariat. Dalam hal ini Nabi SAW mengajarkan tata cara suami istri yang akan melaksanakan hajat biologisnya dengan sabda beliau SAW sebagai berikut:
Dari Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa, apabila kalian mendatangi istrinya (berjima), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah).
Tentunya yang termasuk telanjang seperti dua ekor himar adalah jika suami istri memperlihatkan badan telanjangnya di depan orang banyak di saat bersetubuh di tempat terbuka.
Nabi SAW juga mengomentari perilaku jima di depan umum itu seperti setan wanita dan setan laki-laki yang sedang berhubungan di pinggir jalan dan dilihat orang banyak. (HR. Ahmad).
Suami istri yang bersetubuh, atau bermesraan yang menjurus kepada persetubuhan di depan umum, maka keduanya itu termasuk orang yang tidak punya harga diri dan tidak punya rasa malu, padahal memiliki rasa malu itu adalah perintah syariat.
Nabi SAW bersabda: Malu itu salah satu cabang iman. (Muttafaq alaihi).
Nabi SAW bersabda: Rasa malu itu mendatangkan kebaikan (HR. Bukhari).
Nabi SAW bersbada: Rasa malu itu semuanya baik. (HR. Muslim).
Para ulama menegaskan bahwa mencium istri di depan umum adalah aib yang dapat menyebabkan hilangnya kewibawaan.
Al-Bajirami mengatakan, mencium wanita (istri), meskipun itu sudah menjadi mahramnya di malam kebahagiaannya (pengantin), dengan dilihat orang banyak, telah menggugurkan sifat keadilan (kehormatan status dalam agama), karena ini menunjukkan sikapnya yang rendah (aib).
Jika suami istri ingin membangun keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, serta diridhai oleh Allah, maka hendaklah keduanya selalu menjaga harga dirinya sebagai seorang muslim-muslimah yang baik dan terhormat serta yang shahih dan shalihah.
Nabi SAW bersabda: Termasuk dari kebaikan Islamnya seseorang itu adalah meninggalkan perilaku yang tidak patut (HR. Tirmidzi).