URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 59 users
Total Pengunjung: 6224160 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
YANG INGIN PUASA RAJAB, INI LOH DALILNYA 
Penulis: Pejuang Islam [ 11/10/2016 ]
 
YANG INGIN PUASA RAJAB, INI LOH DALILNYA

 Luthfi Bashori


Banyak orang yang ingin mencari pahala dari amaliah puasa sunnah di bulan Rajab, namun kaum Wahhabi terburu melarangnya dengan vonis puasa sunnah di bulan Rajab adalah bid`ah dhalalah (sesat) karena tidak ada dalilnya dari Nabi SAW.

Padahal bulan Rajab itu termasuk dalam kategori Al-asyhurul hurum (empat bulan yang sangat mulia/bulan-bulan haram) yaitu Dzul Qa`dah, Dzul Hijjah, Muharram dan Rajab. Berpuasa sunnah demi menghormati keempat bulan ini termasuk menghormati syiar agama Allah.

Waman yu`addhim sya`aarallahi fa innahaa mintaqwal quluub (Barangsiapa menghormati syiar agama Allah, maka hal itu termasuk ketaqwaan hati).

Seseorang yang berpuasa di bulan Rajab, tentu hanya karena ingin menghormati kemuliaan bulan Rajab, dan orang yang berpuasa sunnah di bulan Rajab juga tidak ditujukan untuk siapapun kecuali hanyalah karena Allah.

Mereka sengaja meninggalkan makan dan minum yang hukumnya jaiz (boleh) itu demi ingin menjadi hamba yang ikhlas mengabdi kepada Allah semata.

 Andaikata tidak demikian, tentu urusan makan dan minum yang sangat menyenangkan selera tiap orang, pasti akan menjadi pilihan utama.

Untuk itulah Allah berfirman dalam hadits Qudsi : Kullu amali banii aadama lahuu illas-shaum fa innahu lii, wa ana ajzii bihi (Seluruh amalan Bani Adam (umat Islam) itu adalah hak miliknya sendiri, kecuali puasa, maka sesungguhnya ia (puasa itu) adalah hak milik-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya. (HR. Bukhari - Muslim).

Puasa di bulan apa saja adalah baik, dan tidak ada larangannya, kecuali pada hari-hari yang diharamkan oleh syariat seperti dua Hari Raya dan hari-hari Tasyriq, serta hari syak (batas terakhir bulan Sya`ban saat akan memasuki bulan Ramadhan).

 Orang yang ahli berpuasa sunnah, khususnya pada bulan-bulan yang disunnahkan untuk berpuasa, seperti berpuasa pada Al-asyhurul hurum maka kelak akan dimasukkan sorga melewati pintu Rayyan yang hanya diperuntukkan bagi para ahli puasa sunnah.

Sebagaimana dalam riwayat Imam Muslim, bahwa Nabi SAW menganjurkan puasa sunnah pada Al-asyhurul hurum, dan bulan Rajab termasuk di dalamnya. (Sarah Nawawi VIII halaman 56). Jadi, tidak ada larangan bagi orang yang ingin berpuasa bulan Rajab, kecuali datang larangannya itu dari Albani dan tokoh Wahhabi lainnya.

Nabi SAW berabda: Puasalah kalian pada Al-asyhurul hurum/bulan-bulan haram (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

 Hadits ini tidak ada seorang pun dari para ulama Ahlus sunnah wal jamaah yang menghukumi dhaif, selain hanya Albani tokohnya kaum Wahhabi yang berani mendhaifkannya.

Seperti juga tidak ada ulama Ahlus sunnah wal jamaah yang merasa keberatan saat mendapati umat Islam berpuasa pada bulan Rajab selain kaum Wahhabi saja yang merasa `gregetan` dan sakit hati terhadap orang-orang yang senang berpuasa pada bulan Rajab, bahkan kaum Wahhabi berani mengharamkan puasa sunnah pada bulan Rajab hanya berdasarkan dalil kesimpulan semata.

 Padahal tidak ada satu pun dalil sharih yang shahih dari Alquran maupun hadits Nabi SAW yang melarang umat Islam untuk berpuasa pada bulan Rajab.

Bahkan Nabi SAW benar-benar pernah berpuasa pada bulan Rajab, buktinya sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih bahwa Sy. Ibnu Abbas mengatakan: Nabi Muhammad SAW pernah berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau SAW tidak berbuka (alias tiap hari berpuasa) di bulan Rajab, namun beliau SAW juga pernah berbuka (alias tidak berpuasa) di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau SAW tidak berpuasa di bulan Rajab. (HR. Muslim).

 Saat shahabat Usamah bertanya kepada Nabi SAW, Wahai Rasulullah, saya tidak melihat engkau berpuasa sunnah sebanyak yang engkau lakukan pada bulan Sya`ban? Nabi SAW menjawab: Bulan Sya`ban adalah bulan di antara Rajab dan Ramadhan yang kebanyakan orang melupakannya. (HR. Annasai dan Abu Dawud dan dihukumi shahih oleh Ibnu Huzaimah).

Menurut Assyaukani dalam kitabnya Nailul Authar, pada Bab Puasa Sunnah, hadits di atas ini secara implisit menunjukkan bahwa disunnahkan juga berpuasa pada bulan Rajab.

Hanya saya menurut Imam Syafi`i sebaiknya berpuasa sunnah bulan Rajab ini tidak dilakukan sebulan suntuk, agar tidak membosankan si pengamal khususnya jika nanti masuk pada kewajiban berpuasa pada bulan Ramadhan.

Namun, sebaiknya umat Islam yang yang senang berpuasa sunnah bulan Rajab, juga berpuasa sunnah pada bulan Sya`ban, seperti yang dilakukan oleh Nabi SAW, serta berpuasa pada Al-asyhurul hurum lainnya, sehingga benar-benar dicatat sebagai orang yang ahli berpuasa yang kelak akan masuk sorga melewati pintu Rayyan.
   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 16/5/2013
 
mohon kalau menulis artikel yang jujur dan amanah...supaya bermanfaat dan barokah.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Situs ini memang kami peruntukkan bagi kalangan yang dapat diajak diskusi ilmiah, karena itu mohon maaf jika anda belum mampu mencernanya secara ilmiah pula. Artikel kami sudah jelas dan gamblang bagi siapa saja yang sudah memahami ilmu hadits secara detail.

2.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 17/5/2013
 
Terimakasih atas jawabannya dan moof maaf apabila ada hal-hal yang kurang berkenan. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga Allah memberi hidayah kita semua.

3.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 17/5/2013
 
Amin...ya rabbalalamin 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Warga Aswaja selalu optimis dalam mengamalkan amaliah sunnah, seperti puasa Rajab yang memang ada dalilnya, jadi tidak perlu takut dituduh bid'ah dhalalah oleh siapapun. Mudah2an akhi mengikuti para ulama Aswaja.

4.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 20/5/2013
 
Mohon maaf sekali lagi ustadz, kalau komentar saya salah lagi. Saya membaca di alinea pertama ada kata-kata "puasa sunnah di bulan Rajab". Pemahaman saya terhadap kata-kata tersebut adalah kita melakukan puasa sunnah di bulan rojab seperti puasa senin kamis, puasa daud, puasa tgl 13, 14, 15 dll. Tetapi masih di alinea yag sama ada kata-kata "melarangnya dengan vonis puasa sunnah di bulan Rajab adalah bid`ah dhalalah". Yang saya tanyakan apakah yang dilarang itu puasa sunnah yang saya sebutkan di atas, mohon penjelasannya. Sekali lagi mohon maaf kalau ada hal-hal yang kurang berkenan. Terimakasih. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Agar akhi lebih paham, maka artikelnya sudah kami edit. Hakikatnya, semua umat Islam dari zaman ke zaman itu bersepakat menghukumi Sunnah Berpuasa pada bulan Rajab, karena termasuk Al-asyhurul hurum, kecuali kaum Wahhabi saja yg mengatakan Puasa di bulan Rajab hukumnya Bid'ah sesat.

Perlu akhi tahu, yang namanya puasa di selain bulan Ramadhan itu maka hukumnya Sunnah bukan Wajib. Terima kasih perhatiannya.

5.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 20/5/2013
 
Terimakasih atas jawabannya, berarti kalau boleh saya simpulkan "ketika saya puasa senin dan kamis di bulan rojab adalah boleh karena termasuk puasa sunnah lebih-lebih di Al-asyhurul hurum", tetapi ada sebagian orang mengatakan bid'ah begitu ya. Atau gimana? Maaf kalau bikin repot ustadz, sabar ya ustadz.  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Boleh saja puasa hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Ahad di bulan Rajab, gak ada yang melarang kok. Yang menuduh bid'ah itu hanya kaum Wahhabi saja kok, jadi gak perlu diperhitungkan.

6.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 21/5/2013
 
Terimakasih ustadz atas jawabannya, semoga kita dapat melaksanakan puasa-puasa sunnah seperti puasa senin kamis, puasa daud, puasa pertengahan bulan tidak hanya di bulan rojab saja, kita lanjutkan di bulan-bulan lain selain bulan ramadhan. Maturnuwun sanget. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Karena itu, jangan ada lagi yang ingkar kepada umat Islam yang senang mengamalkan PUASA SUNNAH BULAN RAJAB. Alhamdulillah, keluarga kami juga banyak yang mengamalkan sunnah Puasa Rajab, tanpa harus takut ocehan kaum Wahhabi yang mengharamkannya.

Artikel kami yang berjudul ANZUN MALAU THAARAT di Situs ini, sangat tepat dibaca oleh para pembaca Artikel kami ini.

7.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 22/5/2013
 
Membaca jawaban terakhir ustadz yang di tulis dengan huruf besar "PUASA SUNNAH BULAN RAJAB" maknanya sama tidak dengan yang ada di alinea pertama artikel ini "puasa sunnah di bulan Rajab". Mohon penjelasan perbedaannya, maaf ya ustadz, kalau merepotkan lagi. Nuwun. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sama....!

Trus, janganlah mempersulit diri sendiri, alias Jangan Ruwet. Karena ruwet itu termasuk ciri khas sifatnya kaum Wahhabi.

8.
Pengirim: joni  - Kota: yogya
Tanggal: 23/5/2013
 
terimakasih atas jawabannya, terimakasih juga atas waktunya, dan sekali lagi mohon maaf kalau ada hal-hal yang kurang berkenan di hati ustadz. Saya senang sekali mendapat kesempatan untuk belajar dari ustadz, semoga menjadi amal baik nya ustadz. Sebenarnya masih ada yang ingin saya tanyakan lagi, tetapi saya rasa kurang bijaksana kalau bertanya terus. Jazakallah khoir. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat. Mumpung masih bulan Rajab, siapa saja yang ingin Puasa Sunnah Rajab masih tetap dianjurkan.

9.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013
 
Assalamu alaikum ustadz.
Kaidah yang ditentukan ulama bahwa Segala macam ibadah sifatnya Tauqif (mencontoh Rasulullah), jadi hukum asal ibadah adalah terlarang sampai ada nash yang memerintahkan. demikian pula sebaliknya hukum asal mu'amalah adalah mubah sampai ada Nash yang mengharamkannya. Seandainya kaidah ini dibalik seperti cara berfikir ustadz, dimana harus menemukan nash yang melarang atas ibadah2 yang akan kita lakukan, maka akan bermacam-macam model ibadah yang akan kita lakukan untuk satu jenis peribadatan. Sehingga dari sini akan timbul jenis ibadah2 baru yang akan mengarah ke bid'ah. Tabayyun, boleh jadi kaidah yang ustadz pakai terbalik .syukron. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih kunjungannya, dan tolong akhi sebutkan Nash Ayat Alquran atau Hadits Nabi SAW yang shahih secara tekstual (bukan kontekstual, apalagi jika hanya sebuah pemikiran yang datangnya bukan dari Allah dan Rasulullah SAW), yang mengatakan bahwa:
Segala macam ibadah sifatnya Tauqif (mencontoh Rasulullah), jadi hukum asal ibadah adalah terlarang sampai ada nash yang memerintahkan. demikian pula sebaliknya hukum asal mu'amalah adalah mubah sampai ada Nash yang mengharamkannya.

Jangan lupa sebutkan surat apa dan ayat berapa, atau hadits shahih riwayat siapa ?

Mudah-mudahan ketemu yaaa ... !

10.
Pengirim: Kyai  - Kota: probolinggo
Tanggal: 31/5/2013
 
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013

Assalamu alaikum ustadz.
Kaidah yang ditentukan ulama bahwa Segala macam ibadah sifatnya Tauqif (mencontoh Rasulullah), jadi hukum asal ibadah adalah terlarang sampai ada nash yang memerintahkan. demikian pula sebaliknya hukum asal mu'amalah adalah mubah sampai ada Nash yang mengharamkannya. Seandainya kaidah ini dibalik seperti cara berfikir ustadz, dimana harus menemukan nash yang melarang atas ibadah2 yang akan kita lakukan, maka akan bermacam-macam model ibadah yang akan kita lakukan untuk satu jenis peribadatan. Sehingga dari sini akan timbul jenis ibadah2 baru yang akan mengarah ke bid'ah. Tabayyun, boleh jadi kaidah yang ustadz pakai terbalik .syukron

-----------------------
Siapa yang membagai kepada dua hal tsb, ibadah dan mu’amalah?
Adakah Nabi pernah mengeluarkan sabda shahih seperti itu?
Jika tidak berarti itu bidah! Dan setiap bid’ah tempatnya di Neraka Jahannam.


Apakah anda pernah membaca hadist sayyidina bilal?. Sayyidina bilal melakukan sholat 2 rakaat tiap setelah adzan, dan 2 rakaat tiap setelah wudhu. Nabi belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat 2 rakaat setiap selesai wudhu atau setiap selesai adzan. Akan tetapi sayyidina bilal mengerjakannya atas dasar ijtihad pribadi, tanpa dianjurkan dan tanpa terlebih dahulu bertanya kepada Rasul. Namun, ternyata Nabi membenarkan apa yang dilakukan sayyidina bilal tsb, bahkan Nabi memberi kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat 2 rakaat tiap selesai wudhu menjadi sunnat bagu seluruh umat. Bukankah yang dilakukan sayyidina bilal itu adadalah bid’ah (secara syar’i)???

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mana yang lebih afdhal, umat Islam baik lelaki maupun wanita yang mengamalkan ibadah puasa sunnah di bulan Rajab karena termasuk Al-asyhurul hurum, dengan berdalil mengikuti anjuran Nabi SAW sebagaimana dalam artikel kami, atau sebaiknya umat Islam rame-rame mengamalkan Fatwa Porno dan konyolnya Ulama Wahhabi sbb:

WANITA SAUDI MEMBALIKKAN FATWA MENYUSUI PRIA DEWASA

Oleh: Fatimah

Ultimatum – Biarkan Kami Mengendarai Atau Kami Akan Menyusui Supir Kami

Wanita Arab Saudi telah sejak lama dirugikan dengan perlunya seorang laki-laki untuk melakukan segala sesuatu, tidak dapat satu ruangan dengan lawan jenis kecuali ada hubungan darah dan mereka tidak dapat membawa mobil mereka sendiri. Sekarang sebuah kelompok wanita Arab Saudi sudah lelah dengan hal ini dan mengancam untuk memberlakukan fatwa mengenai menyusui pria dewasa kecuali mereka diizinkan untuk menyetir.

Fatwa Terbaru Mengenai Menyusui Pria Dewasa

Fatwa terbaru yang dikeluarkan oleh Sheikh Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi, anggota dari Cendekiawan Arab Saudi, penasehat raja dan konsultan di kementrian hukum menyebabkan sebuah kontroversi. Sheikh Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi mengatakan bahwa cara untuk menghindari pelanggaran terhadap hukum Arab yang tegas mengenai kontak antara wanita dan pria adalah dengan mengganti status dari pria yang sering melakukan hubungan dengan sang wanita, dari yang tidak berhubungan darah menjadi hubungan ibu dan anak. Nampaknya Islam menganggap bawah hubungan menyusui setara dengan hubungan darah.

Sheikh Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi mengatakan bahwa supir dapat berinterakasi dengan bebas dengan seluruh anggota keluarga majikannya tanpa melanggar hukum Saudi Arabia jika mereka disusui oleh wanita yang memperkerjakan mereka.

Sheikh Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi mengatakan “Seorang perempuan dapat menyusui pria dewasa sehingga ia menjadi anaknya. Dengan demikian ia dapat berinterkasi dengan seluruh wanita dalam rumah majikannya tanpa melanggar hukum Islam.”

Bagaimana Cara Untuk Disusui

Sheikh Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi mengatakan “Sang pria harus minum susu ASI, tetapi tidak langsung dari payudara sang wanita. Ia harus meminumnya dan dengan demikian ia menjadi anggota keluarga, dengan demikian ia dapat melakukan interaksi termasuk interaksi fisik dengan wanita tanpa melanggar hukum Islam.”

Tetapi salah satu petinggi agama Saudi lainnya, Sheikh Abi Ishaq Al Huwaini Alwahhabi tidak setuju dengan fatwa itu, ia mengatakan bahwa pria harus menyedot langsung susu dari payudara, dan bukan dari gelas.

Kampanye Wanita Mengemudi

Sekarang sekelompok wanita Saudi telah memulai kampanye agar wanita diizinkan untuk mengendarai mobil. Dengan berdasarkan fatwa terbaru dari Abdul Mohsin Bin Nasser Al Obaikan Alwahhabi, kampanye ini mempunyai slogan “ Izinkan kami mengemudi atau kami akan menyusui orang asing.” Amal Zahid, seorang anggota dari kampanye ini mengatakan “kampanye kami akan berfokus terhadap hak wanita untuk mengemudi.”

Konyol dan Aneh

Kampanye ini terdengar seperti ultimatum. Izinkan wanita Saudi mengemudi atau izinkan mereka menyusui orang asing. Fatima Al Shammary mengatakan “ Fatwa ini menjadi topik yang cukup panas dikalangan wanita. Apakah ini satu-satunya cara yang kami dapat lakukan? Memberikan payudara kami kepada supir? Wanita lainnya mengatakan “Apakah Islam mengizinkan kami untuk menyusui pria yang tidak kami kenal tetapi melarang kami untuk mengendarai mobil kami sendiri?

Suzan Al Mashhadi, seorang penulis menanyakan “ Apakah wanita dapat menyusui sang supir tanpa kehadiran suaminya atau harus dengan kehadiran suaminya? Dan pertanyaan susulan “Siapa yang akan melindungi sang istri ketika sang suami masuk kedalam rumah dan melihat sang istri sedang menyusui sang supir?”

Banyak orang menganggap ini sebagai hal yang konyol. Seorang wanita mengatakan “Saya sudah tidak menyusui anak saya sendiri. Bagaimana saya bisa menyusui pria asing? Omong kosong apa ini?

Bagaimana cara menggunakan fatwa dengan cara yang lain?

Seorang wanita Saudi mengusulkan bahwa fatwa terbaru Tokoh Wahhabi mengenai menyusui ini dapat juga digunakan dengan cara lain. Suami dapat disusui oleh pembantu rumah tangga mereka yang wanita sehingga mereka dapat berinteraksi dengan pembantu wanita mereka.

Pikirkanlah ini:

Hukum Wahhabi Saudi Arabia mengenai interaksi antara wanita dan pria seharusnya diterapkan dengan ketat. Tetapi apakah ini juga harus terjadi pada pembantu dan majikannya? Bagaimana cara bagi anggota keluarga untuk tidak terlibat kontak dengan pembantunya yang biasanya bukan berasal dari anggota keluarga yang sedarah? Bagaimana dengan supir yang disewa? Bagaimana bisa supir dapat tidak melanggar hukum ini ketika mereka sedang menyupir dengan anggota wanita dari majikannya? Dapatkah kampanye yang terdengar seperti ancaman ini membuat wanita di Saudi Arabia dapat mengendarai mobilnya sendiri? Dan haruskan pria Saudi memulai kampanye juga mengenai menyusui langsung dari pembantu wanitanya? Bukankan keseluruhan hal ini konyol dan aneh?

(INILAH FATWA PORNO KAUM WAHHABI YANG PURA-PURA ANTI BID'AH)

11.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013
 
mas yg ngaku kyai, bagaimana mungkin antum menganggap sholat yang dikerjakan sahabat Bilal r.a sbg sesuatu yang Bid'ah scr syar'iyah, sementara Rasulullah msh hidup. artinya selama rasulullah msh hidup, Risalah ini msh turun, karena setujunya nabi atas amalan2 sahabat yang belum tersampaikan kepada ummat yaitu itu jg sunnahnya. Apalagi sahabat langsung mendapat bimbingan Rasulullah. jd jangan lantas kita meng-Qiyas riwayat ini dengan bolehnya melakukan Sholat-sholat lain yang tidak ada nash shahihnya.
Sekali lagi sy sampaikan mari kita cukupkan ibadah kita atas dasar nash yang shahih. Perlu sy sampaikan kalo kaidah Ibadah yg dipakai adalah boleh "dilakukan" sp ada nash yang "melarang' dampaknya adalah kita akan menyaksikan cara sholat, puasa, ibadah lainnya prakteknya akan sangat bervariasi sekali. sukron 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akhi Amir belum menyebutkan Nash Ayat Alquran atau Hadits Nabi SAW yang shahih secara tekstual (bukan kontekstual, apalagi jika hanya sebuah pemikiran yang datangnya bukan dari Allah dan Rasulullah SAW), yang mengatakan bahwa:
Segala macam ibadah sifatnya Tauqif (mencontoh Rasulullah), jadi hukum asal ibadah adalah terlarang sampai ada nash yang memerintahkan. demikian pula sebaliknya hukum asal mu'amalah adalah mubah sampai ada Nash yang mengharamkannya.

Jangan lupa sebutkan surat apa dan ayat berapa, atau hadits shahih riwayat siapa ?

Mudah-mudahan ketemu yaaa ... !

12.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013
 
mas yang ngaku kyai, Segala ucapan, bentuk perbuatan nabi, atau setujunya nabi atas perbuatan sahabat atas ibadah2 tertentu yg nabi blm sampaikan itu lah namanya sunnah. kalo sekarang kita mengerjakan amalan ibadah lain dengan meng-qiyaskan riwayat ini, ini baru bid'ah.
Mengenai kaidah ibadah hukum asalnya haram dan muamalah sebaliknya, hal ini disarikan ulama dari banyak nash hadist. Perlu dicamkan bahwa yahudi/nasrani melakukan bid'ah dalam agama dengan menyelisihi nabinya adalah dalam rangka (niat) mendekatkan diri kepada Allah. Yang terjadi adalah kesesatan atas mereka. Wallahu a'lam. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau ternyata mengenai kaidah ibadah hukum asalnya haram dan muamalah sebaliknya, hal ini disarikan ulama dari banyak nash hadist, seperti kesimpulan Akhi Amir, yang mana kesimpulannya itu hanya berdasarkan KONTEKSTUAL Hadits, bukan berdasarkan tekstual ayat Alquran maupun tekstual Hadits, yaa sama saja dengan dalil-dalil yang diajukan oleh para ulama Aswaja tentang anjuran Puasa Sunnah Rajab, sebagaimana yang kami nukil dalam artikel, bahkan kami mampu menghadirkan Nash Hadits shahihnya yang sangat mendukung dianjurkannya Puasa Sunnah Rajab sbb:

Dalam riwayat Imam Muslim, bahwa Nabi SAW menganjurkan puasa sunnah pada Al-asyhurul hurum, dan bulan Rajab termasuk di dalamnya. (Sarah Nawawi VIII halaman 56).

Jadi, tidak ada larangan bagi orang yang ingin berpuasa bulan Rajab, kecuali datang larangannya itu dari Al-albani dan tokoh Wahhabi lainnya.

Nabi SAW bersabda: Puasalah kalian pada Al-asyhurul hurum/bulan-bulan haram (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad).

Hadits ini tidak ada seorang pun dari para ulama Aswaja yang menghukumi dhaif, selain hanya Al-albani tokohnya kaum Wahhabi yang berani mendhaifkannya.

Terus kuat mana kesimpulan yang diambil oleh Imam Nawawi yang kami sebut di atas dengan kesimpulan Akhi Amir yang tidak senang dan protes terhadap umat Islam yang di bulan Rajab ini sedang melaksanakan Puasa Sunnah Rajab demi ingin mendekatkan diri kepada Allah?

13.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013
 
Mengenai puasa bulan Rojab, sebaiknya antum buka di Adakah Anjuran Puasa Rojab (muslim.or.id). Sebagai salam terakhir saya hari ini, "Sedikit amal dalam Sunnah jauh Lebih baik daripada Banyak Amal dalam Bid'ah". Wallahu a'lam. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sudah membuka lebar-lebar Situs ini dengan segala dalil shahih, sekaligus sanggahan terhadap komentar akhi yang mengingkari Puasa Sunnah Rajab, dan akhi tidak dapat menjawabnya secara Ilmiah. Lantas apalagi yang kami perlukan dari lain situs, apalagi kalau situsnya milik kaum Wahhabi yang keberadaannya adalahg minoritas di dunia ini ?

14.
Pengirim: Kyai  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 1/6/2013
 
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013

mas yg ngaku kyai, bagaimana mungkin antum menganggap sholat yang dikerjakan sahabat Bilal r.a sbg sesuatu yang Bid'ah scr syar'iyah, sementara Rasulullah msh hidup. artinya selama rasulullah msh hidup, Risalah ini msh turun, karena setujunya nabi atas amalan2 sahabat yang belum tersampaikan kepada ummat yaitu itu jg sunnahnya. Apalagi sahabat langsung mendapat bimbingan Rasulullah. jd jangan lantas kita meng-Qiyas riwayat ini dengan bolehnya melakukan Sholat-sholat lain yang tidak ada nash shahihnya.
Sekali lagi sy sampaikan mari kita cukupkan ibadah kita atas dasar nash yang shahih. Perlu sy sampaikan kalo kaidah Ibadah yg dipakai adalah boleh "dilakukan" sp ada nash yang "melarang' dampaknya adalah kita akan menyaksikan cara sholat, puasa, ibadah lainnya prakteknya akan sangat bervariasi sekali. sukron
------------------------

Hai Amir.. sepertinya anda ini tidak faham agama. Dan tidak menjawab komentar saya secara argumentatif. Titik poin pembahsannya, apa makna bid’ah menurutmu?
Menurut para pakar, bid’ah itu sesuatu yang baru yang tidak dicontohkan oleh Rasul. Apakah perbuatan sayyidina Bilal tsb pernah diajarkan Rasul? Padahal Rasul telah bersabda: “Shollu kamaa roaytumuuni usholli”???. Jawablah hal ini !!!.

Dalil yg ajukan mengenai hadist sayyidina Bilal yang memang ketika itu Rasul masih hidup, itu bukan dalil sartu-satunya. Bid’ah hasanah itu juga eksis setelah Rasul wafat.
Anda ini sepertinya sangat awam terhadap agama.


Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013

mas yang ngaku kyai, Segala ucapan, bentuk perbuatan nabi, atau setujunya nabi atas perbuatan sahabat atas ibadah2 tertentu yg nabi blm sampaikan itu lah namanya sunnah. kalo sekarang kita mengerjakan amalan ibadah lain dengan meng-qiyaskan riwayat ini, ini baru bid'ah.
Mengenai kaidah ibadah hukum asalnya haram dan muamalah sebaliknya, hal ini disarikan ulama dari banyak nash hadist. Perlu dicamkan bahwa yahudi/nasrani melakukan bid'ah dalam agama dengan menyelisihi nabinya adalah dalam rangka (niat) mendekatkan diri kepada Allah. Yang terjadi adalah kesesatan atas mereka. Wallahu a'lam
-------------------------

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
“Al-Sa’ib bin Yazid radhiyallahu anhu berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pertama dilakukan setelah
imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman, dan masyarakat
semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga di atas Zaura’, yaitu
nama tempat di Pasar Madinah.” (HR. al-Bukhari [916]).

Pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan
Jum’at dikumandangkan apabila imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa
Utsman, kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat,
sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu Jum’at sebelum imam hadir
ke mimbar. Lalu Utsman menambah adzan pertama, yang dilakukan di Zaura’,
tempat di Pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan
shalat Jum’at, sebelum imam hadir ke atas mimbar. Semua sahabat yang ada
pada waktu itu menyetujuinya. Apa yang beliau lakukan ini termasuk bid’ah (tidak pernah diajarkan rasul),tetapi bid’ah hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum Muslimin. Benar pula menamainya dengan sunnah, karena Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin yang sunnahnya harus diikuti berdasarkan hadits sebelumnya.


Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 31/5/2013

Mengenai puasa bulan Rojab, sebaiknya antum buka di Adakah Anjuran Puasa Rojab (muslim.or.id). Sebagai salam terakhir saya hari ini, "Sedikit amal dalam Sunnah jauh Lebih baik daripada Banyak Amal dalam Bid'ah". Wallahu a'lam
----------------------

Mayoritas ulama yang berpandangan bahwa puasa Rajab hukumnya sunnah sebulan penuh, berdalil dengan beberapa banyak hadits dan atsar. Dalil-dalil tersebut dapat diklasifikasi menjadi tiga:
Pertama, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan puasa sunnah secara mutlak. Dalam konteks ini, al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami berkata dalam al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah (2/53) dan fatwa beliau mengutip dari fatwa al-Imam Izzuddin bin Abdussalam (hal. 119):

“Ibnu Hajar, (dan sebelumnya Imam Izzuddin bin Abdissalam ditanya pula), tentang riwayat dari sebagian ahli hadits yang melarang puasa Rajab dan mengagungkan kemuliaannya, dan apakah berpuasa satu bulan penuh di bulan Rajab sah? Beliau berkata dalam jawabannya: “Nadzar puasa Rajab hukumnya sah dan wajib, dan dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukannya. Orang yang melarang puasa Rajab adalah orang bodoh dengan pengambilan hukum-hukum syara’. Bagaimana mungkin puasa Rajab dilarang, sedangkan para ulama yang membukukan syariat, tidak seorang pun dari mereka yang menyebutkan masuknya bulan Rajab dalam bulan yang makruh dipuasai. Bahkan berpuasa Rajab termasuk qurbah (ibadah sunnah yang dapat mendekatkan) kepada Allah, karena apa yang datang dalam hadits-hadits shahih yang menganjurkan berpuasa seperti sabda Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Allah berfirman, semua amal ibadah anak Adam akan kembali kepadanya kecuali puasa”, dan sabda Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum menurut Allah dari pada minyak kasturi”, dan sabda Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Sesungguhnya puasa yang paling utama adalah puasa saudaraku Dawud. Ia berpuasa sehari dan berbuka sehari.” Nabi Dawud AS berpuasa tanpa dibatasi oleh bulan misalnya selain bula Rajab.”

Al-Syaukani berkata dalam Nail al-Authar (4/291):
“Telah datang dalil yang menunjukkan pada disyariatkannya puasa Rajab, secara umum dan khusus. Adapun hadits yang bersifat umum, adalah hadits-hadits yang datang menganjurkan puasa pada bulan-bulan haram. Sedangkan Rajab termasuk bulan haram berdasarkan ijma’ ulama. Demikian pula hadits-hadits yang datang tentang disyariatkannya puasa sunnat secara mutlak.”

Kedua, hadits-hadits yang menganjurkan puasa bulan-bulan haram, antara lain hadits Mujibah al-Bahiliyah. Imam Abu Dawud meriwayatkan dalam al-Sunan (2/322) sebagai berikut ini:
Dari Mujibah al-Bahiliyah, dari ayah atau pamannya, bahwa ia mendatangi Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam kemudian pergi. Lalu datang lagi pada tahun berikutnya, sedangkan kondisi fisiknya telah berubah. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, apakah engkau masih mengenalku?” Beliau bertanya: “Kamu siapa?” Ia menjawab: “Aku dari suku Bahili, yang datang tahun sebelumnya.” Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam bertanya: “Kondisi fisik mu kok berubah, dulu fisikmu bagus sekali?” Ia menjawab: “Aku tidak makan kecuali malam hari sejak meninggalkanmu.” Lalu Rasulullah Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Mengapa kamu menyiksa diri?” Lalu berliau bersabda: “Berpuasalah di bulan Ramadhan dan satu hari dalam setiap bulan.” Ia menjawab: “Tambahlah kepadaku, karena aku masih mampu.” Beliau menjawab: “Berpuasalah dua hari dalam sebulan.” Ia berkata: “Tambahlah, aku masih kuat.” Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab: “Berpuasalah tiga hari dalam sebulan.” Ia berkata: “Tambahlah.” Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam menjawab: “Berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan haram dan tinggalkanlah.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Nawawi berkata dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab(6/439): “Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam menyuruh laki-laki tersebut berpuasa sebagian dalam bulan-bulan haram tersebut dan meninggalkan puasa di sebagian yang lain, karena berpuasa bagi laki-laki Bahili tersebut memberatkan fisiknya. Adapuan bagi orang yang tidak memberatkan, maka berpuasa satu bulan penuh di bulan-bulan haram adalah keutamaan.” Komentar yang sama juga dikemukakan oleh Syaikhul Islam Zakariya al-Anshari dalam Asna al-Mathalib (1/433) dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawa-nya (2/53).
Ketiga, hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan bulan Rajab secara khusus. Hadits-hadits tersebut meskipun derajatnya dha’if, akan tetapi masih diamalkan dalam bab fadhail al-a’mal, seperti ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Haitami dalam Fatawa-nya (2/53).
Di antara hadits yang menjelaskan keutamaan puasa Rajab secara khusus adalah hadits Usamah bin Zaid berikut ini:

“Dalam Sunan al-Nasa’i (4/201): Dari Usamah bin Zaid, berkata: “Wahai Rasulullah, aku tidak melihatmu berpuasa dalam bulan-bulan yang ada seperti engkau berpuasa pada bulan Sya’ban?” Beliau menjawab: “Bulan Sya’ban itu bulan yang dilupakan oleh manusia antara Rajab dan Ramadhan.”
Mengomentari hadits tersebut, Imam al-Syaukani berkata dalam kitabnya Nail al-Authar (4/291): “Hadits Usamah di atas, jelasnya menunjukkan disunnahkannya puasa Rajab. Karena yang tampak dari hadits tersebut, kaum Muslimin pada masa Nabi Shollallaahu ‘Alaihi Wa Sallam melalaikan untuk mengagungkan bulan Sya’ban dengan berpuasa, sebagaimana mereka mengagungkan Ramadhan dan Rajab dengan berpuasa.”
Keempat, atsar dari ulama salaf yang saleh. Terdapat beberapa riwayat yang menyatakan bahwa beberapa ulama salaf yang saleh menunaikan ibadah puasa Rajab, seperti Hasan al-Bashri, Abdullah bin Umar dan lain-lain. Hal ini bisa dilihat dalam kitab-kitab hadits seperti Mushannaf Ibn Abi Syaibah dan lain-lain.

SEBAGAI SALAM TERAKHIR SAYA HARI INI, "BELAJARLAH LEBIH RAJIN DALAM MENGGALI DALIL. KALO BOLEH SAYA KATAKAN SECARA JUJUR, DI DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN KYAI NAHDLIYYIN, ANDA HANYA PERLU DI HADAPI ANAK TSANAWIYYAH. WALLAHU A'LAM.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami posting untuk Akhi Amir yang belum juga menjawab pertanyaan ringkas kami sebelumnya.

15.
Pengirim: rima  - Kota: Malang
Tanggal: 1/6/2013
 
Menurut Assyaukani dalam kitabnya Nailul Authar, pada Bab Puasa Sunnah, hadits di atas ini secara implisit menunjukkan bahwa disunnahkan juga berpuasa pada bulan Rajab.

Berarti amir ini lebih pintar dari pada Imam Syaukani, padahal Imam Syaukani itu ulama yang sangat popular dikalangan sekte wahabi
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih Mbak, semoga Mas Amir dapat belajar banyak dari postingan Mbak Rima ini.

16.
Pengirim: Kyai  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 1/6/2013
 
Kalo boleh saya luruskan, Kaedah yang anda agung-agungkan al-ashlu fil-ibadah al-buthlan hatta yadulla al-dalil ‘ala al-’amal, (hukum asal dalam sebuah ibadah adalah batal, sebelum ada dalil yang menunjukkan kebenaran mengamalkannya) adalah kaedah yang tidak dikenal dalam ilmu fiqih. Dan seandainya kaedah yang Anda sebutkan ada dalam ilmu fiqih, maka kaedah tersebut tidak menolak adanya bid’ah hasanah. Karena sudah kami buktikan, bahwa bid’ah hasanah banyak sekali dalilnya. Berarti, kaedah Anda membenarkan mengamalkan bid’ah hasanah, karena dalilnya jelas.

 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran jaziilan. Semoga bermanfaat untuk umat.

17.
Pengirim: Achmad alQuthfby, SH, MH  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 1/6/2013
 
meskipun level santri tidak mengapa saya tanggapi agar sadar mas Amirnya.

Bagaimana Mas Amir menanggapi doa-doa yang
disusun oleh para sahabat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam? Bagaimana dengan doa al-Imam Ahmad bin Hanbal
dalam sujud ketika shalat selama 40 tahun yang berbunyi:

“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam
shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku,
kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi,
Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).

Doa seperti itu sudah pasti tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in. Tetapi al-Imam Ahmad bin Hanbal
melakukannya selama empat puluh tahun.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Nabi SAW juga tidak pernah memberi status pada sabdanya dengan SHAHIH, HASAN dan DHA'IF. Lah dari mana istilah-istilah ini kalau bukan karangan para ulama yang ternyata diterima oleh umat Islam, bahkan Akhi Amirpun juga minta dalil dengan hadits SHAHIH yg tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.

18.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 3/6/2013
 
kepada saudara2ku yang aliim, baik itu yg sdh bergelar kyai ataupun pakar hukum kolonial (bukan SHI dan MHI). Sebaiknya mari sama-sama kita belajar lagi. Saya yakin antum sekalian jd semangat buka kitab dengan adanya diskusi ini. Kesimpulan yang ingin sy sampaikan bahwa Allah memuliakan ke-4 bulan hurum, tidak hanya Rojab. Jd kepada ke-3 bulan hurum yang lain mari kita juga bersemangat untuk berpuasa sunnah yang telah dicontohkan. Karena memang tidak ada keistemewaan Bulan Rojab atas bulan Hurum lainnya. Sebaiknya mari kita tinggalkan perdebatan, karena dengan ini Allah akan membangunkan Rumah di Syurga. Semoga Hidayah dicurahkan atas kita semua. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya akhi, kenapa akhi tampak sinis terhadap umat Islam yang ingin berpuasa sunnah khusus di bulan Rajab? Kalau mereka senang mengamalkannya memangnya kenapa? Apa berdosa? Kalau puasa Rajab itu dihukumi berdosa, mana ketentuan dalil shahihnya?

Akhi perlu tahu bahwa umat Islam itu boleh memilih ibadah sunnah mana saja yang ingin dilaksanakannya, termasuk jika mau puasa sunnah khusus Bulan Rajab. Bahkan Nabi SAW saja PERNAH berpuasa SUNNAH KHUSUS BULAN RAJAB, coba anda cermati artikel kami di atas.

Tidak ada dalil yang melarang umat Islam beribadah sunnah puasa khusus pada bulan Rajab, atau jika mau puasa sunnah khusus bulan Sya'ban, atau khusus bulan Dzul Qa'dah, atau khusus bulan Dzul hijjah, atau mau puasa sunnah 4 bulan Asyhurul hurum. Bahkan jika umat Islam tidak mau puasa sunnah di bulan manapun juga tidak ada dalil yang melarangnya. Karena hukumnya tidak wajib. Jadi yaa bebas-bebas sajalah, dan jangan dikekang-kekang segala.

Puasa yang wajib bagi umat Islam itu hanyalah puasa Ramadhan. Sedangkan umat Islam yang mau puasa sunnah di waktu kapan saja pasti akan mendapat pahala dari Allah, asalkan tidak berpuasa sunnah pada waktu-waktu yang diharamkan oleh syariat, seperti di saat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, dll.

19.
Pengirim: Oka  - Kota: Bintan
Tanggal: 3/6/2013
 
Ustad terus semangat berdakwah,blog ini sangat bermanfaat bagi saya yg awam dalam maslah agama,apalagi dalam menanggapi isu orang2 yg suka mengklaim saudaranya ahli bid'ah.Kapan2 ceramah di Bintan,kepuluan Riau donk ustaz. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhmadulillah, kami sudah pernah diundang oleh Pertamina Dumai selama 3 hari. Mudah-mudahan ada panitia dari Bintan yang ikut bersemangat.

20.
Pengirim: rahman  - Kota: bandung
Tanggal: 3/6/2013
 
si Amir ini memang susah diberitahu seperti kawan-kawannya dari kaum WAHABI. padahal Ustadz telah menjelaskan artikelnya dengan dalil-dalil yang kuat. kalau anda sebagai penganut WAHABI merasa bahwa hal itu adalah bid'ah, tolong beri tahu apakah hadits-hadits yang diterangkan oleh Ustadz dalam artikelnya itu hadits shahih atau palsu. bila anda tidak bisa menunjukkan kelemahan hadits ini, maka anda dan penganut WAHABI lainnya LEBIH BANYAK NGOMONG DOANG alias OMONG KOSONG. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak cermat, suka menghindar dan ngeles dari substansi masalah adalah ciri khas kaum Wahhabi.

21.
Pengirim: ucup  - Kota: sidoarjo
Tanggal: 4/6/2013
 
Assalamualaikum Kyai,
apakah boleh berpuasa sepanjang tahun selain hari-hari yg diharamkan berpuasa?
Karena kata seorang teman hal itu dilarang oleh Nabi SAW..trus dia juga menyebutkan dalilnya.
tp sy lupa dalinya..
mohon jawabannya Kyai skalian penjelasan yg benar tentang dalilnya jika ada..
Mohon maaf sebelumnya, karena pertanyaan sy melenceng dr topik..
Matur Nuwun sanget.Wassalamualaikum wr wb.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Nabi SAW menasehati: Laa shaama liman shaamad dhahra kullahu (tidak dianggap berpuasa bagi orang yang berpuasa setahun suntuk). Jadi tidak baik hukumnya puasa seperti itu, tapi Nabi SAW mengajarkan: Afdhalus shiyaam shaumu Daawuud, yashumu yauman wa yufthiru yauman (sebaik2 puasa (sunna) adalah puasanya Nabi Dawud, sehari berpusa dan sehari tidak puasa).

22.
Pengirim: Achmad alQuthfby, SH, MH  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 4/6/2013
 
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 3/6/2013

WAHABI : kepada saudara2ku yang aliim, baik itu yg sdh bergelar kyai ataupun pakar hukum kolonial (bukan SHI dan MHI). Sebaiknya mari sama-sama kita belajar lagi. Saya yakin antum sekalian jd semangat buka kitab dengan adanya diskusi ini.
- Mohon maaf Mas Amir, mengapa anda mempermasalahkan gelar akademik saya?. Apa yang salah. Kritik anda ini adalah cermindari sebuah ketidak fahaman anda mengenai fakultas hukum. Apa anda kira bidang syariah tidak dipelajari di fakultas hukum? Bidang-bidang syariah di fakultas hukum tentu saja dipelajari!. Dan perlu anda ketahui bahwa anda tidak melakukan sanggahan terhadap komentar saya. Berarti anda mengakui keshahihan hujjah saya.

Kesimpulan yang ingin sy sampaikan bahwa Allah memuliakan ke-4 bulan hurum, tidak hanya Rojab. Jd kepada ke-3 bulan hurum yang lain mari kita juga bersemangat untuk berpuasa sunnah yang telah dicontohkan.
- Siapa yang mengatakan bahwa hanya Bulan Rodjab yang di muliakanNya?

Karena memang tidak ada keistemewaan Bulan Rojab atas bulan Hurum lainnya. Sebaiknya mari kita tinggalkan perdebatan, karena dengan ini Allah akan membangunkan Rumah di Syurga. Semoga Hidayah dicurahkan atas kita semua.
- Jika anda mengklaim tidak ada keistimewaan, maka silahkan datangkan dalilnya?. Padahal diatas sudah di riwayatkan hadist mengenai puasa didalam bulan radjab. Demikian mohon belajar lagi ya, agar komentar anda –maaf- tidak dijadikan bahawa tertawaan para pembaca.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang selalu saja begitu, tidak pada substansi pembahasan.

23.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 5/6/2013
 
Assalamu alaikum. @ustadz pejuang islam.
Ibadah bersifat Tauqif didasari dari Hadist Shahih Muslim "SIAPA YANG MENGAMALKAN SUATU AMALAN YANG TIDAK DIATAS PERINTAH KAMI MAKA AMALAN ITU TERTOLAK" (bab Naqdlul ahkam al bathilah wa raddu muhdatsatil umur no.1718)
Imam Nawawi Rohimahullah berkata bahwa Hadist ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam. Hadist ini termasuk hadist yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membathilkan seluruh kemungkaran dan seharusnya hadist ini disebarluaskan untuk diambil sebagai dalil . (syarah Shahih Muslim).
Al-hafidz Ibnu Hajar Atsqolani Rohimahullah berkomentar "hadist ini terhitung sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah agama.
Semoga Tercerahkan. Syukron 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lantas, apa akhi berani menuduh Imam Muslim itu berbohong, sehingga Hadits yang beliau riwayatkan itu akhi tolak mentah-mentah? Kemudian akhi juga berani menghukumi orang yang berpuasa sunnah Rajab dengan niat ittiba' bi 'amalain rasuul (mengikuti perilaku Nabi) SAW itu pasti puasanya ditolak, seperti yang akhi persepsikan di atas dengan menabrakkan sunnahnya puasa Rajab dengan hadits SIAPA YANG MENGAMALKAN SUATU AMALAN YANG TIDAK DIATAS PERINTAH KAMI MAKA AMALAN ITU TERTOLAK yang akhi nukil itu? Akhi sungguh sangat ceroboh, karena hadits yang akhi nukil itu bukan untuk mengingkari amalan Nabi SAW sendiri yang berpuasa sunnah bulan Rajab dan diikuti oleh umatnya. Coba akhi baca dengan cermat riwayat yang telah kami nukil dalam artikel:

Bahwa Nabi SAW benar-benar pernah berpuasa sunnah pada bulan Rajab, buktinya sebagaimana dalam hadits shahih bahwa Sy. Ibnu Abbas mengatakan: Nabi Muhammad SAW pernah berpuasa (di bulan Rajab) hingga kami katakan beliau SAW tidak berbuka (alias tiap hari berpuasa) di bulan Rajab, namun beliau SAW juga pernah berbuka (alias tidak berpuasa) di bulan Rajab, hingga kami katakan beliau SAW tidak berpuasa di bulan Rajab. (HR. Muslim).

Atau akhi berani mengatakan bahwa puasa Rajab yang pernah dilakukan oleh Nabi SAW itu PASTI DITOLAK ?

24.
Pengirim: Irul Pranotojiwo  - Kota: Malang
Tanggal: 5/6/2013
 
Mas Amir ini sekarang benar-benar jadi orang CIBINONG (CIe-cie BIang keroknya wahabi bengang-beNgONG). hahaha. . .
Ini akibat ulah sampean sendiri mas Amir yang suka ngeles dan lari dari kebenaran. ya mohon maaf jadi bahan ketawaan kita-kita yang ahli sunnah wal jamaah ini. smpean ini memang "ANZUN WALAU THOROT".  
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Demikianlah respon pengunjung saat mendapati kaum Wahhabi yang memiliki sifat Anzun Walau Thaarat, seperti dalam anekdot berikut:

ANZUN WALAU THAARAT

Luthfi Bashori

Judul di atas artinya : `Kambing sekalipun ia terbang`.

Hikayat ini mempunyai makna, betapa jeleknya sifat tidak mau mengalah sekalipun demi kebenaran, atau alangkah buruknya sifat merasa paling benar sendiri dan menganggap semua orang yang tidak sepaham dengan dirinya pasti salah.

Konon ada dua orang bersahabat, sebut saja Armin dan Halim yang sedang berselisih pendapat. Armin terkenal sebagai sosok yang tidak pernah mau mengakui kesalahan dirinya saat dia berulah. Sekalipun disodorkan kepadanya bukti-bukti kongkrit atas kesalahannya, Armin selalu saja bersikeras jika dirinya tidak pernah berbuat salah.

Suatu saat Armin dan Halim berjalan di pinggir padang pasir. Tiba-tiba mereka mendapati seekor binatang yang tampak ada depan mereka, dengan jarak yang cukup jauh, namun masih dapat terjangkau oleh penglihatan mata, sehingga binatang itu tidak mudah untuk diketahui secara pasti tentang jenisnya.

Armin : Wahai kawanku, aku melihat ada seekor kambing di depan kita yang sedang mencari makan dicelah bebatuan.

Halim : Wah, menurut perkiraanku, itu bukan kambing, melainkan seekor burung besar yang sedang mengais makanan di sekitar gundukan batu, karena ia memiliki leher yang cukup panjang.

Armin : Loh, kamu ini gimana sih...? Itu kan jelas-jelas kambing, kok kamu bilang burung, mana ada burung se besar itu ?

Halim : Kalau jenis burung padang pasir itu, bahkan ada yang lebih besar dari yang engkau lihat, coba engkau perhatikan ia sedang mengepakkan sayapnya.

Armin : Itu sih bukan mengepakkan sayapnya, tetapi mengibaskan ekornya, karena ia adalah seekor kambing, dan kalau kamu tidak percaya, ayo kita dekati.

Maka atas kesepakatan berdua, mereka pun bergegas mendatangi binatang itu sambil terus berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.

Demikianlah, tatkala sampai batas sekitar lima puluh meter dari tempat tujuan, tiba-tiba saja binatang tersebut terbang tinggi meninggalkan mereka karena takut didekati manusia. Sejurus kemudian terdengar suara Halim agak sedikit lantang.

Halim : Aku kan sudah bilang, binatang itu adalah burung raksasa padang pasir, karena itu ia terbang, dan takut terhadap kedatangan kita.

Armin : Hai kawan, aku bilang sekali lagi, binatang itu adalah KAMBING, sekalipun ia terbang...!!

Halim hanya bisa tersenyum kecut mrndengar jawaban Armin yang sifatnya tidak pernah mau mengakui kesalahannya.

Demikianlah kisah fiktif ini sebagai pelajaran bagi para pembaca, betapa jeleknya sifat merasa dirinya paling benar dan menganggap orang lain selalu salah.

Dewasa ini benyak bermunculan manusia-manusia yang memiliki sifat `anzun walau thaarat`. Seperti adanya kelompok yang selalu menuduh masyarakat dengan tuduhan sesat atau bid`ah, karena diangggap mengamalkan suatu amalan yang tidak sepaham dengan keyakinannya, sekalipun amalan masyarakat itu memiliki dasar yang kuat baik dari Alquran maupun Hadits shahih, namun tetap divonis sesat, bid`ah dhalalah, dan yang semisalnya.

Karena para penuduh itu memiiliki sifat `anzun walau thaarat`, maka tidak mudah untuk menyadarkan dan memberi pengertian kepada kelompok ini, bahwa amalan masyarakat yang sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan umat Islam, pada dasarnya memiliki dasar syar`i yang kuat dan shaih, sebut saja amalan tahlilan, talqin mayyit, istighatsah, pembacaan maulid Nabi SAW, dan seterusnya.

Jadi, yang menghalangi kelompok penuduh ini untuk dapat menerima argumentasi syar`i dari masyarakat pada umumnya, dengan lapang dada dan penuh bijaksana adalah penyakit sifat `anzun walau thaarat`.

ANEH TAPI NYATA.

25.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 5/6/2013
 
Assalamu alaikum.
Agar lebih terarah saya sampaikan sudut pandang lain dari manhaj yang berbeda dari apa yang diyakini admin. Semoga bermanfaat.

http://rumaysho.com/belajar-islam/amalan/2608-adakah-anjuran-puasa-di-bulan-rajab.html 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sudut pandang akhi memang benar-benar berbeda dengan puasa sunnah Rajab yang pernah diamalkan oleh Nabi SAW. Jadi sudut pandang akhi ini memang benar-benar di luar ajaran Nabi SAW.

26.
Pengirim: assiddiqqi  - Kota: temanggung
Tanggal: 5/6/2013
 
@joni jangan menjadi orang yang tidak mudah memahami ilmu sepeeerti itu..itu kan sudah gamblang dan jelas sekali.tolong @ joni pelajari dan amati dengan benar biar tidak menjadi salah tafsir. karena salah tafsir bisa menyebabkan fitnah.. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Artikel kami di atas dalilnya sudah jelas dan gamblang. Masalahnya kaum Wahhabi memang sulit dipahamkan dengan dalil. Ya mungkin saja ada cara lain yang lebih pas untuk memahamkan mereka. Ada peribahasa yang mengatakan : Al-'abdu yuqra' bil ashaa, walhurru takfiihil 'isyaarah (Budak itu perlu dipahamkan dengan dipukul tongkat, sedankan orang merdeka itu cukup dipahamkan dengan isyarat (dalil).

27.
Pengirim: amir  - Kota: cibinong
Tanggal: 7/6/2013
 
Kepada saudara ku ustadz Pej Islam menanggapi kalau Wahabi keberadaannya minoritas di bumi ini. perlu antum ketahui bahwa banyaknya pengikut adalah bukan ukuran bahwa manhaj mereka ada di atas kebenaran.
Hal ini dapat kita lihat dalam hadist shahih Bukhori-Muslim dari Anas r.a bahwa Rasulullah SAW berkata "Telah diperlihatkan kepadaku beberapa ummat, lalu aku melihat seorang nabi,bersamanya satu dan dua orang saja,dan nabi yang lain tanpa ada seorangpun yang menyertainya,tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok orang yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu ummatku, tetapi dikatakan kepadaku bahwa mereka adalah Musa dan kaumnya. Tiba-tiba aku melihat sekelompok orang lain yang jumlahnya sangat besar, maka dikatakan kepadaku bahwa mereka itu adalah ummatmu, dan bersama mereka ada 70.000 orang masuk syurga tanpa hisab dan tanpa disiksa terlebih dahulu...'

Selanjutnya Allah berfirman dalam Al-An'am: 116 :
" Dan jika kamu menuruti orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan mereka belaka. dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)".

dari nash hadist di atas, jika dasar kebenaran adalah dari berapa banyak pengikutnya, maka dapat dikatakan bahwa nabi dengan pengikut yang sedikit bukanlah pembawa kebenaran. saya tidak mengatakan bahwa ajaran dengan jumlah pengikut yang banyak pasti ajaran yang salah. akan tetapi perlu dikoreksi bahwa jumlah pengikut bukanlah indikator manhaj anda benar.
Mengukur kebenaran suatu ajaran tentu tidak sama dengan mengukur kemenangan sebuah partai politik atau ormas. kecuali kalau agama itu dalam bentuk hizbiyyah.

Semoga kita mendapat Taufiq.

(Sebagai info, saya terlahir dan besar dari lingkungan Islam tradisional dengan biasa melakukan Tahlil-an, yasin-an. Zikir jama'i dan pernah tergabung dalam Jamaah Tabligh. Sekarang sedang terus belajar tentang Islam).

kepada saudaraku sekalian sy minta dibukakan maaf sebesar-besarnya atas komentar saya. Agar tidak timbul fitnah diskusi dari saya dicukupkan sp disini. Afwan kalau tdk ada respons. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akhi selalu tidak fokus pada tema yang akhi permasalahkan sendiri, yaitu hukum diperbolehkannya Puasa Sunnah Rajab sesuai hadits Nabi SAW. Akhi malahan melebarkan pembahasan kemana-mana hanya untuk ngeles (menghindar) dari pembahasan yang kita diskusikan. Jadinya Akhi semakin tampak kurang menguasa syariat kesunnahan puasa Rajab.

Ketahuilah bahwa Nabi SAW perintah kepada umat Islam agar selalu berpegang teguh dengan kelompok mayoritas dengan sabda beliau SAW: 'Alaikum bis sawaadil a'dham (hendaklah kalian berpegang teguh dengan kelompok mayoritas). HR. Ahmad.

Di dunia saat ini, umat Islam Indonesia ternyata adalah termasuk penduduk muslim terbesar dunia, dan mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut Sunni Syafi'i Asy'ari, karena itu mengikuti aqidah dan amaliyah muslim mayoritas Indonesia-adalah termasuk mengamalkan dalil Hadits Nabi SAW tanpa keraguan sedikitpun. Jadi bukan karangan kami pribadi semata.

Semoga kesalahan persepsi akhi terhadap kaum mayoritas ini diampuni oleh Allah.

28.
Pengirim: eend  - Kota: bandar lampung
Tanggal: 30/4/2014
 
Alhamdulillah trimkasih,,ustad,,,,atas ilmunya ,,,,,, 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam