Mengabdi atau mencari jabatan?
M. Ridwan, wongsorejo-Banyuwangi
Tanggal 9 April 2009 yang lalu merupakan salah satu peristiwa besar dan bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena rakyat Indonesia telah melaksanakan pesta demokrasi untuk memilih calon legislatif (CALEG) yang akan duduk di kursi DPR untuk mewakili rakyat Indonesia selama 5 tahun mendatang.
Akan tetapi walaupun pemilu telah lama usai, hawa pemilu beserta pernak-perniknya masih terasa. Diantaranya, penghitungan suara yang belum kunjung selesai dengan kontroversi dari berbagai pihak, karena diduga adanya kecurangan, jumlah pemilih tetap yang semerawut dan banyak lagi lainnya.
Tetapi yang sangat memprihatinkan dan juga menggelikan adalah masalah para caleg yang gagal duduk di kursi DPR. Pada masa kampanye mereka berkoar-koar dengan janji yang muluk-muluk, bahwa mereka akan mengabdi dengan sekuat tenaga untuk kepentingan masyarakat, dan mereka akan benar-benar memperjuangkan aspirasi masyarakat. Nyatanya, setelah perolehan suara mereka anjlok dan mereka gagal duduk di kursa DPR, mereka mulai bertingkah aneh-aneh, mulai dari terserang penyakit jantung, stroke, stres yang berlanjut sampai ke rumah sakit jiwa, bahkan sampai ada yang bunuh diri. Yang lebih parah lagi mereka tidak malu menarik atau mengambil lagi sumbangan yang telah mereka berikan kepada masyarakat, mushalla, masjid dan tempat umum lainnya.
Apakah ini profil para calon anggota legislatif yang akan mewakili kita? Apakah niat mereka benar-benar ingin mengabdi kepada masyarakat atau hanya ingin mencari jabatan dan kedudukan saja? Karena dengan menjadi anggota DPR mereka tinggal duduk saja di kursi empuk dengan berbagai fasilitas yang menyenangkan dan setiap bulan mendapat gaji besar serta hidup mereka akan terjamin sampai lima tahun mendatang.
Alangkah kerdilnya pemikiran mereka, dan betapa busuknya hati mereka. Jika benar-benar mereka ingin mengabdi kepada masyarakat mengapa mereka harus frustasi gagal menjadi anggota legislatif, toh mereka masih bisa mengabdi meskipun tidak menjadi anggota legislatif, dengan mencurahkan tenaga, pikiran dan materi untuk kepentingan umum dan kemaslahatan bersama.
Untuk beberapa bulan ke depan bangsa Indonesia akan melaksanakan pesta demokrasi lagi, yaitu pemilu presiden periode 2009-2014. Banyak partai politik dari berbagai golongan ikut andil dalam menyemarakkan pemilu pilpres tahun ini, tentunya mereka akan menebarkan janji, visi dan misi masing-masing. Yang pasti, mereka pun pada saatnya akan lupa pada janji, visi dan misi yang telah mereka buat sendiri setelah mereka menjadi pemimpin.
sSejatinya, rakyat sudah muak dengan karakter para calon pemimpin itu. Mereka yang hanya mengumbar janji dan tidak pernah amanah dengan jabatannya setelah menjadi pemimpin, serta lupa dan mungkin sengaja melupakan rakyat yang telah mengangkat mereka menjadi pemimpin.
Karena karakter para calon pemimpin bangsa Indonesia, bukanlah karakter pemimpin yang menginginkan bangsa Indonesia menjadi lebih maju dan lebih baik dari sebelumnya, melainkan karakter manusia serakah yang haus akan jabatan, kedudukan dan kekayaan. Hal itu terbukti mereka saling mencemooh dan menjatuhkan satu sama lain, saling melontarkan kritik pedas bukan untuk membangun tapi untuk menghancurkan lawan politikny, bahkan seringkali terjadi upaya saling menjatuhkan itu di dalam tubuh sebuah partai politik itu sendiri.
Jika para calon itu memang ingin berjuang untuk rakyat Indonesia, mengapa mereka tidak bersatu dan menunjuk satu pemimpin, serta saling tolong menolong satu sama lain, untuk memajukan dan memakmurkan bangsa Indonesia? Bukan malah saling menjatuhkan satu sama lain, dan mengedepankan egoisme masing-masing. Sehingga, jika terjadi perbedaan pendapat , tentunya bisa dimusyawarahkan untuk mendapatkan suatu kesepakatan.
Ingat! Suatu bangsa tidak akan makmur dan maju jika para pemimpinnya tidak memiliki rasa kebersamaan untuk membangun bangsa tersebut.
Medio 5 Mei 2009, PIQ.