|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 8 users |
Total Hari Ini: 311 users |
Total Pengunjung: 6224432 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
TV RODJA, BID`AH-NYA KAUM WAHHABI |
Penulis: Pejuang Islam [ 11/10/2016 ] |
|
|
TV RODJA, BID`AH-NYA KAUM WAHHABI
Luthfi Bashori.
Melihat TV adalah tergolong amalan bid`ah, dalam pengertian karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para salaf. Namun, kali ini kaum Wahhabi yang selalu mempromosikan diri sebagai kelompok anti bid`ah, justru terjebak oleh perbuatan bid`ah menurut definisi mereka sendiri, karena banyaknya keterlibatan tokoh-tokoh Wahhabi Indonesia dalam memunculkan amalan bid`ah dengan mengudaranya TV Rodja.
Acara-acara yang ditayangkan oleh TV Rodja, memang tampaknya menyerupai pengajian dan majelis ta`lim mencari ilmu agama, namun hakikatnya jika diteliti, adalah upaya kaum Wahhabi dalam menyesatkan aqidah umat Islam Indonesia.
Bagaimana tidak, warga mayoritas umat Islam Indonesia adalah penganut Ahlussunnah wal Jamaah bermadzhab Syafi`i, sedangkan isi acara yang ditayangkan TV Rodja adalah murni ajaran Wahhabi penganut Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi.
Padahal, kauml Wahhabi itu termasuk sekte sesat Mujassimah. Coba tengok salah satu keyakinan tokoh Wahhabi, yaitu Addarimi Alwahhabi (ini bukan nama Imam Addarimi ulama Sunni Ahli hadits). Addarimi Alwahhabi menulis buku tentang sifat Allah dengan menyebutkan:
ALLAH TURUN DARI ARSY MENUJU KE KURSI-NYA.
(kitab Annaqdl, halaman 73, terbitan Darul Kutub Al-ilmiyah yang dita`liq oleh Muhammad Hamid Alfaqiy). Pernyataan Addarimi Alwahhabi ini jelas-jelas menisbatkan kepemilikan jasmani yang dilakukan oleh pentolan Wahhabi terhadap Dzat Allah.
Addarimi Alwahhabi menggambarkan, bahwa Arys-nya Allah itu berada di satu tempat, sedangkan kursi-nya Allah itu berada di tempat yang letaknya lebih rendah daripada Arsy. Lantas Allah yang di dalam firman-Nya menyatakan Arrahmaanu `alal `arsyis tawaa, diterjemahkan oleh kaum Wahhabi sbb: Allah itu duduk di atas Asry. Kemudian digambarkan oleh Addarimi Alwahhabi, bahwa terkadang Allah itu turun dari Arsy-Nya menuju Kursi-Nya yang berada di langit lebih rendah. Karena sudah dimaklumi bahwa Allah menciptakan langit itu berlapis hingga tujuh tingkat.
Inti dari ajaran Aqidah Wahhabi adalah, mereka meyakini bahwa Allah versi Wahhabi itu memiliki bentuk tubuh, dan saat ini Allah sedang berada di langit. Terkadang Allah duduk-duduk di-Arsy-Nya, namun tak jarang Allah ingin jalan-jalan turun menuju ke langit yang tingkatnya lebih rendah, karena Allah akan menikmati suasana istirahat duduk-duduk di kursi-Nya.
Lantas apa bedanya aqidah Wahhabiyah ini dengan keyakinan para penyembah berhala-berhala. Tuhan-tuhan berhala itu sengaja dibuat oleh tangan mereka dalam bentuk patung yang memiliki bentuk jasmani. Mereka berasumsi bahwa dengan tampaknya bentuk tuhan di depan mata, maka lebih memudahkan mereka untuk menyembah dan mengingtnya, lantaran sudah ketemu bentuk tubuh tuhannya itu.
Demikianlah gambaran aqidah asli pengelola TV Rodja yang diperkenalkan kaum Wahhabi untuk diikuti oleh kaum awam, dengan tujuan agar kaum awam dapat mengenal tuhan-nya kaum Wahhabi yang mempunyai bentuk tubuh seperti berhala.
Hal yang tak kalah penting untuk diwaspadai oleh umat Islam juga, adalah TV INSAN, SUNNAH TV, AHSAN TV, TV WESAL, serta tayangan Trans 7 yang ikut-ikutan menyiarkan dakwah sesat ala Wahhabiyah ini lewat tayangan KHAZANAH, maka hendaklah umat Islam membaikot TV Trans 7 dengan tidak menontonnya.
Stop, mulai sekarang dan seterusnya, hendaklah umat Islam tidak menonton TV Rodja, TV Insan, TV Wesal, SUNNAH TV, AHSAN TV, dan Trans 7 ... !!
|
1. |
Pengirim: M ALI ALAWI - Kota: pangkalan Bun Kalteng
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Bagus infonya dan Info Ini harus d sampaikan ke KPI agar mereka melarang karena tlh menggangu ketenangan umat khususnya NU |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sedang diupayakan oleh kawan2 aktifis di Jakarta. Mohon doa. |
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Pengirim: udien - Kota: Solo
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Ustadz, Menurut pemahaman Ahlusunnah, Alloh berada dimana . Makasih |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
> Mohon akhi membaca artikel kami berjudul: Allah tidak berada di langit, dengan komentar2nya.
> Menurut para ulama Aswaja, pertanyaan seperti itu hukumnya Bid'ah yang tidak boleh ditanyakan.
> Allah adalah Dzat yg menciptakan segala macam makhluq. Sebelum Allah menciptakan satupun makhluq, namanya jaman azali. Sedangkan yang namanya 'sebuah tempat', yg dibatasi oleh kanan, kiri, atas, bawah itu termasuk makhluk ciptaan Allah. Padahal Allah itu adalah Dzat yang tidak membutuhkan makhluq ciptaan-Nya termasuk tempat, (Qiyaamuhu bi nafsihi/Berdiri sindiri).
> Dimensi Allah sebagai Sang Pencipta segala makhluq itu sangat berbeda dengan dimensi makhluq ciptaan-Nya, termasuk dengan dimensi tempat. Karena itu menurut para ulama Aswja, Allah itu ada tanpa tempat. Karena Allah tidak sama dg segala sesuatu yang menjadi ciptaan-Nya, maka tidak ada satu pun makhluq yang mampu memahami secara sempurna tentang kesempurnaan sifat2 Allah. |
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pengirim: Abul Bashar - Kota: Palangka Raya
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Berdakwah adalah termasuk ibadah mahdlah. Klaim mereka, setiap ibadah mahdlah yg tdk pernah diajarkan oleh Nabi maupun tdk terdpat ketentuannya dlm al-Quran adalah suatu yg baru (muhdats), dan sesuatu yg baru itu adalah bid'ah, dan tdk ada tempat bagi pelaku bid'ah adalah neraka.
Sungguh tragis dan sangat ironis, mereka masuk neraka sebelum Allah menetapkannya lantaran pemahaman sempit pemikiran mereka sendiri.
Semoga kaum wahhabi menyadari, dakwah adalah salah satu dr kegiatan ibadah mahdlah. Jika dlu tdk ada siaran televisi, kenapa kalian berdakwah dg media itu?
Dan yang paling penting utk kalian ketahui, khutbah jum'at adalah ibadah mahdlah. Dulu Nabi tdk menhajarkan khutbah jum'at dg bahasa selain bahasa Arab, knp kalian sekarang berkhutbah dg bahasa selain bahasa Arab?
Ketahuilah wahai kaum wahhabi, setiap sesuatu yg baru itu bid'ah dan sesat..! (Menurut pemahaman sempit kaum wahhabi).
Aku berlindung kepada Allah dr pemikiran sempit kaum wahhabi. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yaa demikianlah realita yang terjadi. Memang sudah jamannya: Maling teriak maliiiing....! Koruptor teriak korupsiiii.....! Ahli bid'ah teriak bid'aaah....! |
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengirim: herman - Kota: Bogor
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Assalamualaikum ustadz lutfi,
Kemudian Radio RASIL (cibubur), pengasuhnya habib husein menghina sahabat abu hurairah dan muawiyah ra, dengan mengatakan apa orang seperti muawiyyah ini layak di sebut sahabat? Kemudian juga mengatakan imam ahlul bait jakfar as shadiq adalah maksum
Ternyata radio Rasil ini mempunyai link dengan ICC (islamic cultural center) di jakarta yg berafiliasi dengan Iran. Jadi ini radio SYIAH, tolong ustadz lutfi juga menyebarkan informasi ini ke warga aswaja yang lain.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benaar, radio Rasil itu memang asli milik kaum Syiah Sesat. Mudah-mudahan ada kawan yang dapat memberi info lebih lengkap untuk diungkap. Terima kasih. |
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Pengirim: surahmad - Kota: malang
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Abul basar, mana dalil pelarangan khotbah jumat dg bahasa indonesia? Kalo gak dilarang knp kmu salahkan org khotbah jumat dg selain bhs arab? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mas Suharmad, yang dimaksud Akhi Abul Basyar tidak seperti itu, tapi kaum Wahhabi itu selalu mengatakan bahwa beribadah itu harus sama persis dg apa yang dicontohkan oleh Nabi SAW, sedangkan Nabi SAW selalu Khothbah Jumat dg bhs. Arab, dan tidak pernah Khothbah Jumat dg Bhs. Indonesia. Padahal Kaum Wahhabi Indonesia berkhothbah Jumat dg Bhs. Indonesia, jadi kaum Wahhabi Indonesia itu tidak konsisten dg keyakinannya sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengirim: ifan syaifudin alghozi - Kota: Kepanjen
Tanggal: 15/4/2013 |
|
mohon info seperti ini dishare di kalangan umum, supaya Orang-orang Ahlussunah khususnya yang awwam bisa mengerti... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami persilahkan kepada ikhwan yang banyak punya Link-link untuk share bagi ikhwan lainnya. |
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Pengirim: agus ali efendi - Kota: greik
Tanggal: 15/4/2013 |
|
banyak yg bilang"klu gak lihat trans 7 saya gak bisa lihat OVJ?"
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Saat ini Trans 7 sedang 'kerasukan' Wahhabi. Waspadalah sebelum pindah merasuki akhi. |
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Pengirim: Rijal Bejo - Kota: Surabaya
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Percuma melarang mereka dgn kata "Stop, mulai sekarang dan seterusnya, jangan sampai umat Islam menonton TV Rodja, TV Insan & Trans 7".
Solusi jitu adalah mengajak mereka menuju ke jln lurus dgn kelembutan, bukan kekerasan. Kyk dakwah Sunan Kalijaga dulu. Simpel tapi mengena di hati org Jawa |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tetap penting umat Islam untuk diingatkan. Fadzakkir fa innad dzikra tanfa'ul mukminin, ingatkanlah, karena peringatan itu sangat bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.
Jangan akhi lupakan sejarah bahwa Walisongo telah menfatwa MATI terhadap Sidi Jenar, karena menganut paham Manunggaling Kawulo Gusti (wihdatul wujud/menyatu dengan Tuhan).
Itulah bentuk keluwesan dan keluasan Dakwah Walisongo. |
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Pengirim: riandi - Kota: jakarta
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Assalamualaikum kanjeng kyai.
wahabi dikenal sangat licik dan masuk kesemua lini lembaga dan organisasi baik swasta dan pemerintah.
pihak aswaja kurang memperhatikan dan kurang masuk masuk kewilayah2 saya sebutkan diatas.
suatu saat pihak KPI lambat laun akan dikuasi oleh mreka sehingga mreka akan leluasa lagi memutuskan tayangan TV sesuka mreka.
kapan aswaja akan memperhatikan dan peduli dengan pergerakan wahabi yg agresif ? aswaja hanya bersifat dan bertindak reaksioner terhadap gerakan wahabi.
mohon pihak aswaja dapat melakukan pendekatan dan dakwah kewilayah pemerintahan dan swasta kantoran.
hebatnya lagi mreka rela tidak dibayar agar bisa masuk kewilayah tersebut demi pemahaman mreka ditrima oleh org awam
salam rindu dan smoga kanjeng kyai beserta kluarga sehat selalu dan dilimpahi keberkahan.
salam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mudah-mudahan harapan akhi ini ada yang dapat menjembatani. Keinginan kami bahkan lebih dari itu, yaitu semoga Presiden Indonesia di masa mendatang dari kalangan Pejuang Islam Sunni Syafi'i, yg peduli terhadap memaslahatan aqidah umat Islam serta memperjuangkan kemurniannya. |
|
|
|
|
|
|
|
10. |
Pengirim: rahman - Kota: bandung
Tanggal: 15/4/2013 |
|
Wah Ustadz Lutfhi makin "sangar" saja menelanjangi aliran sesat yang berkembang di Indonesia. Semoga perjuangan Ustadz diridhai oleh Allah.
Juga jangan lupa Ustadz untuk menelanjangi aliran sesat lainnya seperti JIL & SYIAH RAFIDAH |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Banyak artikel kami tentang kesesatan JIL, SYIAH dan WAHHABI. Mereka ini ibarat BA'RATUN TUQSAMU TSALAATSA AQSAAM = Kotoran Sapi dibagi tiga. Mohon buka kolom KARYA TULIS PEJUANG. |
|
|
|
|
|
|
|
11. |
Pengirim: adi - Kota:
Tanggal: 16/4/2013 |
|
apakah wesal tv termasuk wahabi juga tadz?
tv ini disiarkan lewat digital... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, TV RODJA, INSAN dan WESAL adalah TV WAHHABI dg mayoritas pengisi acaranya adalah alumni Saudi Arabiah yang beraliran Wahhabi dan alumni LIPIA Jakarta (pendidikan yang konon dibidangi oleh tokoh-tokoh Saudi Arabiah beraliran Wahhabi). Ciri khas mereka adalah anti Tahlil, Tawassul, Talqin, Maulid Nabi SAW dg Tuduhan Keras terhadap para pengamalnya dg vonis: Syirik, Bid'ah dan Sesat. |
|
|
|
|
|
|
|
12. |
Pengirim: rahman - Kota: bandung
Tanggal: 16/4/2013 |
|
oh iya Ustadz ada juga situs WAHABI yang sangat berbahaya bagi aqidah umat Islam Indonesia karena sering memecah belah umat Islam
yaitu ARRAHMAH.COM dan VOA-ISLAM.COM.kedua situs ini sangat berbahaya ustadz apalagi VOA-ISLAM , berita dan artikelnya sangat payah karena ditulis dengan emosi dan bahasa yang kasar.
coba Ustadz berkunjung ke situs tersebut. moga-moga Ustadz dapat mempelajari dan membantah pemikiran sesat mereka. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau yg berbentuk SITUS dari ALIRAN SESAT itu sangat banyak di INTERNET. Kami tidak tertarik gabung atau mengunjungi apalagi menanggapi mereka, cukup bagi kami berkonsentrasi merawat Situs Pejuang Islam NU Garis Lurus, dg segala kelebihan dan kekurangannya. Mohon maaf. |
|
|
|
|
|
|
|
13. |
Pengirim: adi - Kota:
Tanggal: 18/4/2013 |
|
bagaimana dengan alif tv ustadz?
soalnya ketika saya tonton kadang menampilkan film dari iran, dan wawancara syeikh dari iran (pakaiannya mirip khomeini) tapi juga menampilkan ceramah aswaja. yang parahnya ada acara standup comedy islami (ustadz ngelawak). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Siaran TV Syiah yg perlu diwaspadai juga:
> Hadi TV.
> TV Satelite (haditv.com).
> TV Al-Manar.
> Myshiatv.com.
> Shiatv.net.
>Termasuk yg perlu diwaspadai adalah Radio IRIB dan Radio RASIL 720 AM. |
|
|
|
|
|
|
|
14. |
Pengirim: syahril ramadhan - Kota: jakarta-selatan
Tanggal: 18/4/2013 |
|
Bahkan Rodja mulai ikutan Maulid loh pak Kyai, tapi biasa dng gaya malu2 kucing dan segudang pembenaran dan mereka juduli 'TABLIGH AKBAR' - cinta Rasulullah-
Ya Robbi jauhkan kami semua dari paham2 yg 'nyeleneh' seperti wahabi dan syiah, dgn seluruh media dan corong2nya rodja,wesal,ihsan, rasil dll, aminnn Ya Robb...
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Demi promosi aqidah sesatnya yang tersembunyi, maka metode halal maupun haram itu no problem bagi kaum Wahhabi dan Syiah untuk melakukannya. Maklumlah, setiap aliran sesat pasti tidak pernah konsisten memegangi prinsip aqidah mereka sendiri, apalagi jika kesesaatannya sudah diungkap oleh umat Islam. Maka metode bunglon pun akan diterapkan, asalkan ada umat Islam yang ikut-ikutan tersesat bersama mereka.
Ingatlah kisah permohonan Iblis kepada Allah, agar dirinya diberi umur panjang biar dapat menyesatkan anak turun Nabi Adam hingga hari Qiamat nanti. Demikian ini karena Allah telah menentukan kesesatan Iblis atas pembangkangannya terhadap perintah Allah. |
|
|
|
|
|
|
|
15. |
Pengirim: Agus - Kota: Bekasi
Tanggal: 18/4/2013 |
|
Assalamu'alaikum Warahmatullah
Memprihatinkan, seperti gerilya saja ini Pak Ustadz. Ironisnya niat mereka mungkin "dakwah"/ Jihad menghidupkan sunnah (Self-Claims) tp ya begitu deh.
Seolah - olah kita malah berperang dengan sesama muslim.
Kalau di amati memang paham mereka sangat kontras dengan masyarakat awam di sekitar kita seperti anti maulid dll, tp yg membuat ngeri yaitu paham mujassimah. Ngeri sekali pak ustadz, mayoritas umat islam di indonesia itu awam sekali seolah-olah ngak tau dosa.
Bahkan di lingkungan keluarga, kerabat dan masyarakat sekitar saya jg seperti itu. Buka aurat sudah biasa (ibu2 pakai daster, celana pendek dll), bahkan maaf menyusui anak dgn terang2an saja sptnya gak malu, jabatan tangan dengan non mahram sudah lumrah, saya jg kesusahan menasihati adik saya yg malah boncengan dengan teman laki2 (satu PT) yg jelas non mahram dan masih banyak lg tingkahnya jg belum berhijab (bikin sedih). Susah jg Pak Ustadz, apalagi lingkungan PT atau teman2nya jg spt itu buka urat dll, padahal pernah saya lihat mulai ada keinginan untuk berhijab tp ternyata godaannya cukup kuat. Faktor lingkungan...
Mereka sangat asing dengan hukum syariah yg sudah baku sekalipun. Mayoritas ya yg seperti ini Pak Ustadz terutama Di JABODETABEK. Sulit sekali Pak Ustadz, saya sendiri jg sedang berusaha menasihati adik yg belum lama baligh supaya mau menutup aurat (pakai celana pendek sekali) memang hanya di dalam rumah, tp respon orang tua malah bikin saya sedih. Saya juga tidak mau jd anak durhaka karena meninggikan suara (triak2) atau malah debat dengan orang tua. Saya jg amati mereka lebih gampang percaya dan mengikuti ustadz/ustadzah kondang di TV, gak tau aswaja atau bukan, tp saya lihat sendiri mereka malah berjabatan/bersentuhan tangan dengan non mahrom. Malah ibu saya pernah bilang "kt ustadzah anu boleh"..???
Menurut saya yg paling NGERI ustadz/ustadzah spt mereka ini Pak Ustadz, mengajarkan paham yg mungkin menurut mereka MODERAT, jd kalau di dakwahi hukum syariah yg baku mungkin mereka menganggap ekstrim atau aneh (karena keawaman mereka).
Hanya sedikit sekali Ulama Aswaja yg dakwah di TV, Alhamdulillah Habib Mundzir Almusawwa sempat dakwah di TV, tp sayang skrg tidak lagi.
Di TV atau media2 lain perlu banyak tokoh ulama Aswaja, sekarang orang lebih banyak duduk nonton TV ketimbang Duduk di Majelis taklim, jd ngeri sekali kalau ada pengajian di TV atau Radio tp malah menyesatkan, sudah acara TV di isi dgn Ghibah, porno aksi, eh malah di tambah lg dgn paham sesat tambah lengkap deh.
Mohon maaf jika ada kata2 saya yg menyinggung perasaan. Hanya sekedar curhat dari seorang awam juga. Astagfirullah.
Mohon Do'a dari Pak Ustadz.
Wassalam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Na'udzubillahi minal wahhabismer rajiim. |
|
|
|
|
|
|
|
16. |
Pengirim: azuan al azmi - Kota: cileungsi bogor
Tanggal: 19/4/2013 |
|
assalammu'alaikum.. Pada awalnya internet jg tdk ada,knp antum pngelola pakai internet?apa bedanya dgn Rodja TV?.internet jg tdk ada pd jaman nabi.kalau bicara bidah,pengelola jg bidah dong? Yg Saya tau bidah kn hanya untuk masalah akherat,bkn masalah keduniaan.!!! cerita anda tentang Rodja Tv adalah PITNAH,Rodja Tv /radio rodja adalah ahlusunnah wal jama'ah 1OO PERSEN DAN BUKAN WAHABI & HIMBAUAN BAGI PEMBACA ; JANGAN PERCAYA APA2 YG DI BERITAKAN PEJUANGISLAM.COM TENTANG RODJA TV SEBELUM MENGKAJI TERLEBIH DAHULU & JANGAN BERBICARA TANPA ILMU.BAGI SIAPA SAJA YG INGIN MENGENAL AHLUSUNNAH WAL'JAMAAH YG MURNI DENGARKAN RADIO RODJA 756 AM JADEBOTABEK /RODJA TV.Wassalam. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ha ha ha, anda ini lucu dan Wahhabi banget. Sebelum komentar, anda harus baca dulu artikel kami berjudul KULLU BID'ATIN DHALALAH.
Kami para Pejuang Islam NU Garis Lurus, adalah penganut aqidah BID'AH HASANAH. Karena keyakinan kami bahwa Bid'ah itu dibagi dua mengikuti kontekstual ayat Alquran dan Nash Hadits:
1. Bid'ah Hasanah seperti Mauid Nabi SAW dan jamuan makan acara Maulid Nabi SAW, Tahlilan, Dakwah lewat TV dan Internet.
2. Bid'ah Dhalalah seperti kegiatan Ritual Lintas Agama dan sesatnya orang yang menuduh Syirik terhadap amalan Ziarah Maqam Walisongo.
Berbeda sekali dengan Yazid Jawas-Alwahhabi Assalafi pengisi acara TV RODJA yang kerap menuduh Bid'ah Dhalalah terhadap-amaliah warga NU.
Rupanya anda adalah Wahhabi Bogor yang kebakaran jenggot (sekali pun mungkin tidak punya jenggot) juga dengan situs kami. |
|
|
|
|
|
|
|
17. |
Pengirim: herman - Kota: Bogor
Tanggal: 19/4/2013 |
|
Assalamualaikum Ustadz Lutfi,
Apa kabarnya Ustadz, Insya Allah sehat walhamdulillah.
Sekedar menambahkan, website yang mengatasnamakan ASWAJA ternyata SYIAH DHOLALAH:
1. SatuIslam.wordpress.com
menampilkan photo habib sayyid almaliki, habib umar, isinya: Selalu mengatakan SYIAH sayang NU, kemenag mengatakan syiah bagian dari islam, SYIAH SUNNI bergandengan tangan.
2. SYIAHALI.wordpress.com
Isinya:
1.Khalifah ke2 (umar bin khatab) menendang perut fathimah.
2. Imam khatib al bagdadi (ahli hadits) ASWAJA doyan mabuk-mabukan dan berzina.
3. Abu Bakar, Umar, Ustman mereka fitnah dan dicerca.
YANG MEMBUAT ana heran bin bingung bin kesel:
Kenapa HABIB RIZIEQ selalu aktif mengisi di radio RASIL??? memangnya sang habib nggak tau klo sahabat dicerca oleh habib husein pengurus RASIL, klo habib rizieq aswaja ngapain ngisi di SYIAH RASIL??
Bingung saya ustad lutfi?
Waalaikumsalam,
Herman |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebaiknya umat Islam mencari info dari sumber-sumber yang jelas Awajanya. Da' maa yariibuk ilaa maa laa yariibuk (tinggakan apa yang meragukan dirimu, dan ambillah apa yang tidak meragukan dirimu.
Insyaallah Situs Pejuang Islam tidak meragukan bagi umat Islam untuk dijadikan sumber info. |
|
|
|
|
|
|
|
18. |
Pengirim: pejuangislam - Kota: balikpapan
Tanggal: 22/4/2013 |
|
Fikihku Mengikuti Imam Syafi'i
Aqidahku Juga Mengikuti Imam Syafi'i. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, kita menjadi Sunni Syafi'i tulen. |
|
|
|
|
|
|
|
19. |
Pengirim: arief - Kota: sidoarjo
Tanggal: 24/4/2013 |
|
Ada lagi ustadz, yufid TV
http://yufid.tv/
Sekedar menambahkan saja. Saya juga baru tahu. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mudah2an umat semakin waspada. |
|
|
|
|
|
|
|
20. |
Pengirim: wono - Kota: wonosobo
Tanggal: 26/4/2013 |
|
Kyai ga usah saling menghujat dan fitnah jln sendiri2 aj yg rukun dan damai biar indonesia aman dan nyaman . |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebaiknya anda membuat situs sendiri saja, biar anda bebas berbicara sesuai pemikiran anda. Situs ini kami khususkan melawan dan membongkar kejahatan aqidah aliran sesat secara ilmiah. Jadi yang tidak mengerti pembahasan ilmiah ya nggak perlu ngotot nimbrung di situs kami. |
|
|
|
|
|
|
|
21. |
Pengirim: Hamdani - Kota: Metro
Tanggal: 27/4/2013 |
|
Dakwah kearah tauhid dikatakan sesat, dakwah anti bid'ah dikatakan sesat.... ilmu agama anda sangat dangkal.... belajar agama Islam lagi ya broo... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wah…, ternyata Pemurnian Tauhid yang anda maksud dengan pembelaan anda terhadap TV Rodja, TV-nya kaum Wahhabi adalah Tauhid Tajsim, alias penisbatan jasmani terhadap Dzat Allah dengan menggunakan dalil dari hadits-hadits palsu.
Anda perlu tahu, bahwa kaum Nasrani yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan dalam bentuk manusia seutuhnya, maka aqidah kaum Nasrani ini disebut dengan: Tauhid Tajsim.
Berikut ada artikel menarik, kami copy untuk anda baca, agar anda tahu apa yang anda maksud dengan 'dakwah ke arah Tauhid' versi Wahhabi/Salafi:
AQIDAH MUJASSIMAH/MUSYABBIHAH SEKTE SESAT SALAFI/WAHABI
oleh Imam Nawawi
Bismillaahirrohmaanirrohiim
Mari sekarang kita teliti lagi riwayat-riwayat berikut ini –jelas mengarah dan menunjukkan tajsim dan tasybih– yang mana golongan Wahabi/Salafi dan pengikutnya menyakini serta mempercayai makna dhohir hadits secara hakiki, hanya manusia tidak boleh membayangkan Tuhannya.
- Berkata Wahab bin Munabbih waktu ditanya oleh Jaad bin Dirham tentang asma wa sifat: Celaka engkau wahai Jaâd karena permasalahan ini. Sungguh aku menduga engkau akan binasa. Wahai Jaâd, kalau saja Allah tidak mengkabarkan dalam kitab-Nya bahwa dia memiliki tangan, mata atau wajah, tentu kamipun tidak akan mengatakannya. Bertakwalah engkau kepada Allah! (Aqidatus Salaf Ashhabul Hadits, hal. 190)
- Abdullah ibn Ahmad rh. meriwayatkan, disertai dengan menyebut sanad-sanadnya. Beliau berkata, “Rasulallah saw. telah bersabda; ’Tuhan kita telah menertawakan keputus-asaan hamba-hamba-Nya dan kedekatan yang lainnya. Perawi berkata; ‘Saya bertanya, ‘Ya Rasulallah, apakah Tuhan tertawa?’ Rasulallah saw. menjawab, ‘Ya.’Saya berkata, ‘Kita tidak ke hilangan Tuhan yang tertawa dalam kebaikan’ “. (Kitab as-Sunnah, hal. 54)
- Abdullah ibn Ahmad berkata, “Saya membacakan kepada ayahku. Lalu, dia menyebutkan sanadnya hingga kepada Sa’id bin Jubair yang berkata, Sesungguhnya mereka berkata, ‘Sesungguhnya ruh-ruh berasal dari batu yaqut-Nya. Saya tidak tahu, apakah dia mengatakan merah atau tidak?’ Saya berkata kepada Sa’id bin Jubair, lalu dia berkata, ‘Sesungguhnya ruh-ruh berasal dari batu zamrud dan naskah tulisan emas, yang Tuhan menuliskannya dengan tangan-Nya, sehingga para penduduk langit dapat mendengar suara gerak pena-Nya.” (Kitab as-Sunnah, hal. 76)
- Abdullah ibn Ahmad berkata, “Ayahku berkata kepadaku dengan sanad dari Abi ‘Ithaq yang berkata, ‘Allah menuliskan Taurat bagi Musa dengan tangan-Nya, dalam keadaan menyandarkan punggungnya kebatu, pada lembaran-lembaran yang terbuat dari mutiara. Musa dapat mendengar bunyi pena Tuhannya, sementara tidak ada penghalang antara dirinya dengan Tuhannya kecuali sebuah tirai.’ (Kitab as-Sunnah, hal. 76)
Mari kita baca lagi riwayat lainnya dibawah ini yang menetapkan bahwa Allah mempunyai jari, dan mereka juga menetapkan bahwa di antara jari-jari-Nya itu terdapat jari kelingking, serta jari kelingking-Nya mempunyai sendi.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Khuzaimah didalam kitab at-Tauhid dengan bersanad dari Anas bin Malik ra yang berkata:
- Rasulallah saw. telah bersabda; ‘Manakala Tuhannya menaiki gunung, Dia mengangkat jari kelingking-Nya, dan mengerutkan sendi jari kelingkingnya itu, sehingga dengan begitu lenyaplah gunung. Humaid bertanya kepadanya, ‘Apakah kamu akan menyampaikan hadits ini?’ Dia menjawab, ‘Anas menyampaikan hadits ini kepada kami dari Rasulallah, lalu kamu menyuruh kami untuk tidak menyampaikan hadits ini?’ “ (Kitab at-Tauhid, hal 113; Kitab as-Sunnah, hal. 65)
Hadits ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempunyai tangan, tangan-Nya mempunyai jari, dan diantara jari-Nya itu ialah jari kelingking. Kemudian mereka juga mengata- kan jari kelingking itu mempunyai sendi..!!
- Abdullah rh juga berkata, dengan bersanad dari Abu Hurairah, dari Rasulallah saw. yang bersabda;”Sesungguhnya kekasaran kulit orang kafir panjangnya tujuh puluh dua hasta, dengan ukuran panjang tangan Yang Maha Perkasa.” (Kitab at-Tauhid, hal. 190).
Dari hadits ini dapat dipahami, Tuhan mempunyai dua tangan, juga kedua tangan Tuhan mempunyai ukuran panjang tertentu. Karena jika tidak, maka tidak mungkin kedua tangan tersebut menjadi ukuran bagi satuan panjang.
- Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rh, dengan bersanad kepada Anas bin Malik yang berkata, “Rasulallah saw. telah bersabda, ‘Orang-orang kafir dilemparkan kedalam neraka. Lalu neraka berkata, ‘Apakah masih ada tambahan lagi ?, maka Allah pun meletakkan kaki-Nya kedalam neraka, sehingga neraka berkata, ‘Cukup, cukup’ (Kitab at-Tauhid, hal. 184)
- Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Rasulallah saw. yang bersabda; “Neraka tidak menjadi penuh sehingga Allah meletakkan kaki-Nya kedalamnya. Lalu, nerakapun berkata, ‘Cukup cukup.’ Ketika itulah neraka menjadi penuh.” (Kitab at-Tauhid, hal. 184).
Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa Allah swt. mempunyai kaki.
Ada riwayat lebih jauh lagi dengan menetapkan bahwa Allah swt. mempunyai nafas. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, dengan bersanad kepada Ubay bin Ka’ab yang berkata, “Janganlah kamu melaknat angin, karena sesungguhnya angin berasal dari nafas Tuhan. (Kitab as-Sunnah, hal. 190)
Mereka juga menetapkan dan bahkan menyerupakan suara Allah dengan suara besi. Abdullah bin Ahmad, dengan sanadnya telah berkata, “Jika Allah berkata-kata menyampaikan wahyu, para penduduk langit mendengar suara bising tidak ubahnya suara bising besi di suasana yang hening. (Kitab as-Sunnah, hal. 71)
Dan Selanjutnya, riwayat berikut ini yang menetapkan bahwa Allah swt. duduk dan mempunyai bobot. Oleh karena itu, terdengar suara derit kursi ketika Allah sedang duduk diatasnya. Jika Allah tidak mempunyai bobot, lantas apa arti dari suara derit?
- Abdullah bin Ahmad bin Hanbal meriwayatkan, dengan bersanad dari Umar ra yang berkata, “Jika Allah duduk di atas kursi, akan terdengar suara derit tidak ubahnya seperti suara deritnya koper besi.” (Kitab as-Sunnah, hal.79)
Atau, tidak ubahnya seperti suara kantong pelana unta yang dinaiki oleh penunggang yang berat.
- Beliau juga mengatakan, dengan bersanad kepada Abdullah ibn Khalifah, “Seorang wanita telah datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Mohonkanlah kepada Allah supaya Dia memasukkan saya kedalam surga.’ Nabi saw. berkata, Maha Agung Allah.’ Rasulallah saw. kembali berkata, ‘Sungguh luas kursi-Nya yang mencakup langit dan bumi. Dia mendudukinya, sehingga tidak ada ruang yang tersisa darinya kecuali hanya seukuran empat jari. Dan sesungguhnya Dia mempunyai suara tidak ubahnya seperti suara derit pelana tatkala dinaiki’ “. (Kitab as-Sunnah, hal. 81).
Ada riwayat yang mengatakan lebih dari itu umpama didalam sebuah hadits disebutkan, Allah swt. menciptakan Adam berdasarkan wajah-Nya, setinggi tujuh puluh hasta. Dengan demikian manusia akan membayangkan bahwa Allah swt. akan mempunyai wajah yang berukuran tingginya seperti wajah Adam as. Hadits-hadits diatas dan berikut ini juga tidak bisa dipertanggung-jawabkan kebenarannya karena bertentangan dengan firman Allah Ta'ala dalam QS. As-Syuro ayat 11.
Ada juga hadits yang menetapkan bahwa Allah swt dapat dilihat, mempunyai tangan yang dingin dan sebagainya. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah, dengan bersanad kepada Ibnu Abbas yang berkata: Rasulallah saw. telah bersabda, “Aku melihat Tuhanku dalam bentuk-Nya yang paling bagus. Lalu Tuhanku berkata, ‘Ya Muhammad.’ Aku menjawab, ‘Aku datang memenuhi seruan-Mu.’ Tuhanku berkata lagi, ‘Dalam persoalan apa malaikat tertinggi bertengkar’? Aku menjawab, ‘Aku tidak tahu, wahai Tuhanku.’ Rasulallah saw. melanjutkan sabdanya, ‘Kemudian Allah meletakkan tangan-Nya diantara dua pundak-ku, sehingga aku dapat merasakan dinginnya tangan-Nya diantara kedua tetek-ku, maka akupun mengetahui apa yang ada di antara timur dan barat’ “. (Kitab at-Tauhid, hal. 217)
Riwayat yang lebih aneh lagi, Abdullah bin Ahmad juga berkata, sesungguhnya Abdullah bin Umar bin Khattab ra mengirim surat kepada Abdullah bin Abbas ra., Abdullah bin Umar bertanya, ‘Apakah Muhammad telah melihat Tuhan-nya?’ Maka Abdullah bin Abbas pun mengirim surat jawaban kepadanya. Abdullah bin Abbas menjawab, ‘Benar. Abdullah bin Umar kembali mengirim surat untuk menanyakan bagaimana Rasulallah saw. melihat Tuhan-nya. Abdullah bin Abbas mengirim surat jawaban, ‘Rasulallah saw. melihat Tuhannya di sebuah taman yang hijau, dengan permadani dari emas. Dia tengah duduk di atas kursi yang terbuat dari emas, yang diusung empat orang malaikat. Seorang malaikat dalam rupa seorang laki-laki, seorang lagi dalam rupa seekor sapi jantan, seorang lagi dalam rupa seekor burung elang dan seorang lagi dalam rupa seekor singa.’ (Kitab at-Tauhid, hal. 194)
Dengan adanya riwayat-riwayat ini semua, jelas Allah swt. menjadi seorang makhluk –na’udzubillahi– yang mempunyai sifat-sifat hakiki/sebenarnya yang dimiliki oleh makhluk-Nya. Para ulama salaf bersepakat bahwa barang siapa yang menyifati Allah dengan salah satu sifat diantara sifat-sifat manusia maka ia telah kafir. Sebagaimana hal ini ditulis oleh Imam al Muhaddits as-Salaf ath-Thahawi (227 – 321 H) dalam kitab aqidahnya yang terkenal dengan nama al Aqidah ath-Thahawiyah, menyatakan, yang artinya: “Barang siapa mensifati Allah dengan salah satu sifat dari sifat-sifat manusia, maka ia telah kafir”.
Semua riwayat hadits tersebut jelas menunjukkan tajsim atau tasybih Allah kepada makhluk-Nya dan hal itu bertentangan dengan firman Allah swt. yang telah dikemukakan tadi. Umpama saja riwayat-riwayat ini shohih, maka makna yang berkaitan dengan shifat Allah swt. harus disesuaikan dengan ke Maha Sucian dan ke Maha Agungan-Nya!! Jika tidak demikian, maka jelas sekali riwayat-riwayat itu mengarah kepada sifat-sifat yang ada kepada Makhluk-Nya secara hakiki. Orang yang mempercayai hadits-hadits itu akan membayangkan Tuhannya -walaupun mereka ini berkata tidak membayangkan-Nya– tentang bentuk jari kelingking Allah swt., kaki-Nya, wajah-Nya, berat-Nya dan lain sebagainya.
(www.facebook.com/notes/imam-nawawi/aqidah-mujassimahmusyabbihah)
Sekalian anda baca artikel kami: Gejolak WAHHABI vs SYIAH (edisi revisi), biar mantaaab ... ! |
|
|
|
|
|
|
|
22. |
Pengirim: Hamid Alhamid - Kota: pasuruan
Tanggal: 27/4/2013 |
|
Assalaamu 'alaikum Warohmatulloohi Wabarokaatuh.
Keif haalukum ya akhina fillah ad da'i ilalloh al ustad H. Luthfi Bashori??
ana sangat senang membaca karya-karya tulis pejuang yang mana isinya sangat diperlukan oleh ummat Islam yg awam. Mudah-mudahan antum diberikan kesehatan dan kekuatan untuk terus istiqomah membela aqidah salafunassholeh Ahlusunnah Wal Jammaah daripada aqidah2 sesat dan menyesatkan seperti WAHABI, SYIAH dan JIL (SEPILIS).
Ana mohon izin untuk mengcopy dan menyebarkan sebagian karya-karya tulis antum ke Facebook yg ana miliki.
Walafu minkum
Wassalam. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih kunjungannya, kami persilahkan ikut menyebarkannya sekira bermanfaat untuk umat. |
|
|
|
|
|
|
|
23. |
Pengirim: Hamdani - Kota: Metro
Tanggal: 28/4/2013 |
|
Apakah anda punya kitab hadits Syakhih Bukhori dan Muslim. Coba buka HR. Bukhari No: 54, 407, 431, 113, 1197, 1213, 2917, 3153, 3608, 3623, 3643, 3741, 3773, 3990, 3991, 4057, 4982, 5236, 5599, 5635, 5817, 5861, 5896, 5943, 5967, 6236, 6425, HR. Muslim No: 828, 1052, 1562, 1759, 1760, 3076, 5297
Silakan dibaca secara cermat apa isinya .... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Apa anda bisa baca artikel kami KULLU BID'ATIN DHALALAH, apa anda paham kalau membacanya dengan semua komentarnya, karena kami kemas secara ilmiah ? Bacalah sekarang juga. |
|
|
|
|
|
|
|
24. |
Pengirim: abu dzaki - Kota: jambi
Tanggal: 17/5/2013 |
|
Sepertinya anda tdk mgenal wahabi, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah kami sangat mengenal Wahhabi, bahkan kami telah 'berkenalan' sangat akrab selama delapan tahun saat kami bermukim di Saudi Arabiah sejak tahun 1983 sampai 1991, karena Wahhabi ini bersumber dari negara Saudi Arabiah, khususnya pada suku Najed. |
|
|
|
|
|
|
|
25. |
Pengirim: ALwalid - Kota:
Tanggal: 20/5/2013 |
|
ya ustaz anda ini emang paling aneh sedunia seperti berilmu ternyata kosong seperti tong .cuma asbun,silahkan teruskan dakwah asbun mu wahai ustad semoga ALLAH memberimu hidayahNYA. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar anda ini pertanda bahwa anda adalah kaum Wahhabi yang tidak ilmiah, sebaiknya untuk berikutnya anda menulis komentar secara ilmiah agar kami dapat menanggapi secara ilmiah. Kalau model komentar anda ini cocoknya dikirim ke FB bukan ke Situs Pejuang Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
26. |
Pengirim: ikbal - Kota: cikarang -bekasi
Tanggal: 21/5/2013 |
|
Betul sekali kyai , saya tinggal di bekasi , memang sangat meresahkan kaum salafi wahabi , sedikit-sedikit yang tidak ada di alquran dan hadist di bilang bidah, kelompok mereka banyak di bekasi, tapi yang saya heran , di rumah mereka ada komputer, punya HP , punya FB lagi, dan yang lebih bidah nya lagi, kalau mau sholat 5 waktu , mereka pasti lihat jam , padahal nabi kalau mau sholat tidak pernah lihat jam .kan konyol kalau begitu kyai . lucu aneh tapi nyata. maling teriak maling.
mudah-mudahan alloh memberi hidayah kepada mereka , wabil khusus teman-teman saya. agar kembali ke aswaja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wahhabi itu adalah kelompok Ahli bid'ah yang senang menuduh pihak lain sebagai pelaku Bid'ah, yaa itulah namanya MALING TERIAK MALING. |
|
|
|
|
|
|
|
27. |
Pengirim: tgk,rahmat arif - Kota: bagok,city
Tanggal: 22/5/2013 |
|
perdalam ilmu,agar kita tidak mudah untuk dikibuli ma kaum wahabi. syukran |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar sekali. Terima kasih koment positifnya. |
|
|
|
|
|
|
|
28. |
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 27/5/2013 |
|
Assalamu alaikum ustadz. saya sbg orang yang terlahir dari lingkungan Islam mainstream (tradisional), Alhamdulillah dengan semangat belajar terus menerus akhirnya saya menemukan manhaj Islam yang saya yakini benar yaitu Manhaj Salaf. Saya berharap kepada saudaraku sekalian untuk sesekali bisa mendengarkan Radio Rodja, TV Rodja, dan manhaj salaf lainnya. agar tau bahwa agama ini dibangun dengan dasar yang kuat (Al-Quran dan hadist). Saya sebagai orang yang terlahir dari Islam Indonesia, apa-apa yang ustadz ataupun saudara tuduhkan kepada manhaj salaf (Wahabi versi antum) memang perlu diluruskan. Syukron. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, ajaran Wahhabi yang suka menuduh AMALAN NU sebagai amalan Bid'ah itu perlu diluruskan, seperti perayaan Maulid Nabi SAW yang haram-haramkan oleh Wahhabi, maka hukum haram versi Wahhabi terhadap Perayaan Maulid Nabi SAW ini benar-benar perlu diluruskan, karena Wahhabinya ternyata Gemar juga melakukan BID'AH itu sendiri. TV RODJA ADALAH BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
29. |
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 27/5/2013 |
|
Masih terkait tulisan ustadz kita ini tentang Wahabi mem-bid'ah kan puasa sunnah Rojab. Barangkali ustadz kita ini tidak membaca atau mendengar dengan sempurna. Bahwa yang dibid'ah kan bukan pelaksaan puasa sunnah yang biasa dilakukan Rasulullah di bulan-bulan lain, akan tetapi puasa sunnah KHUSUS pada bulan Rojab . misalnya tgl 1 sampai 10 Rojab atau lainnya. Adapun puasa sunnah spt senin kamis, Daud, 13,14 dan 15 ini akan dilipatgandakan di bulan-bulan Hurum (Rojab). syukron |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Puasaj khusus di bulan Rajab itu pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Coba akhi baca artikel kami YANG MAU PUASA RAJAB, INI LOH DALILNYA...! Jadi bukan bid'ah dhalalah, karena ada memang ada dalilnya. Hanya Wahhabi saja yang mengingkarinya dan menuduh tata cara puasa Sunnah Rajab dari warga Sunni Syafi'i Asy'ari itu sebagai Amalan Bid'ah dhalalah dg alasan Nabi SAW tidak pernah melakukannya. Ironisnya Wahhabi sendiri tidak menghukumi Bid'ah Sesat terhadap dakwah lewat TV, Internet dan media modern lainnya padahal Nabi SAW tidak pernah mencontohkannya. |
|
|
|
|
|
|
|
30. |
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013 |
|
ustadz, sy terlahir sebagai Islam yang diturunkan oleh kedua orang tua sy (Semoga Allah SWT me-rahmati keduanya). Sy besar dilngkungan Islam tradisional NU dan Islam umumnya di Sumut. Kuliah di Jogja sy mengenal Jamaah Tabligh, dan sekarang saya mengenal Salaf dari Rodja. Proses pencarian ini menjatuhkan pilihan saya pada Salaf. karena dalam beragama kita harus berilmu, tdk taqlid dan penuh akhlaq. Manhaj ini sgt menekankan pd dakwah Tauhid. Dan ini tidak saya temukan di dua manhaj sblmnya. Afwan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Apalagi anda mau jadi pengikut Eyang Subur dengan delapan istrinya, pasti ajarannya itu tidak akan dapat anda temukan dalam Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah Syafi'iyah Asy'ariayah (Sunni Syafi'i Asy'ari) sebagai aqidah asli bangsa Indonesia. Karena bagaimana mungkin ada kelompok-kelompok sempalan yang sama ajarannya dengan aqidah aslinya? Pastinya tidak sama. Berikut ini artikel kami yang perlu akhi baca:
ASLI MUSLIM INDONESIA PRODUK SUNNI SYAFI`I
H. Luthfi Bashori
Dalam panduan buku sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah negeri diterangkan, bahwa masuknya Islam ke Indonesia itu dibawa oleh para pedagang dari Gaujarat India. Sebenarnya, mereka adalah para ulama yang datang ke Indonesia untuk berdakwah secara murni. Namun karena melihat sektor perdagangan lebih memungkinkan untuk dijadikan batu loncatan dalam mengenal kultur masyarakat, maka dari sektor inilah para ulama asal Gaujarat tersebut memulai langkah dakwahnya.
Jika ditarik garis ke atas dari segi nasab, ternyata para ulama asal Gaujarat yang dimaksudkan adalah keturunan dari bangsa Arab yang hidup di negeri Yaman, tepatnya dari daerah Hadramaut. Umat Islam di daerah Hadramaut ini mayoritas bermadzhab Sunni Syafi`i (beraqidah Ahlussunnah wal Jama`ah dan beribadah menggunakan tatacara madzhab Syafi`i).
Bermula dari para ulama asal Hadramaut, mereka menyebarkan agama Islam ke wilayah Asia lewat sektor perdagangan. Pada akhirnya mereka masuk ke negeri India. Umumnya para ulama asal Hadramaut ini datang tanpa disertai keluarga, hingga akhirnya mereka melaksanakan pernikahan asimilasi dengan para wanita setempat, dan melahirkan para ulama dari pernikahan campur berdarah Arab-Gaujarat. Islam pun berkembang di Gaujarat dengan nuansa madzhab Sunni-Syafi`i. Pada era berikutnya para ulama dari keturunan asimilasi Arab-Gaujarat inilah yang membawa Islam ke Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Karena masuknya Islam ke Indonesia juga dibawa para ulama asal Arab-Gaujarat, dan diperkenalkan kepada masyarakat melewati sektor perdagangan, serta pernikahan asimilasi dengan wanita Indonesia, maka Islam asli Indonesia pun bermadzhab Sunni Syafi`i. Demikian ini selaras dengan Islam yang ada di Hadramaut Yaman sebagai induk utama. Bukti riil yang tidak bisa dipungkiri, adalah masih banyak penduduk Indonesia hingga saat ini yang beretnis Arab, namun lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia. Mereka pun masih memiliki datuk-datuk yang berada di Hadramaut.
Etnis Arab yang berada di Indonesia sering disebut dengan istilah kalangan Habaib dan Masyayekh. Atau dalam kontek ini lebih tepat disebut sebagai warga Arab-Indonesia. Demikian ini, karena mereka memiliki silsilah nasab atau garis keturunan dari pihak ayah yang bersambung kepada kakek moyangnya di Hadramaut, tetapi perilaku, adat, serta bahasa mereka lebih dominan Indonesia. Bahkan tidak jarang di kalangan warga Arab-Indonesia yang hanya bisa berbahasa Indonesia, dan meninggalkan bahasa kakek moyangnya. Menurut sejarah, bahwa Wali Songo termasuk warga Arab-Indonesia keturunan Hadramaut, karena itu dakwah yang disampaikan oleh Wali Songo berafiliasi kepada madzhab Sunni Syafi`i.
Di awal-awal agama Islam dianut oleh bangsa Indonesia, maka seluruh umat Islam yang pada akhirnya menjadi penduduk mayoritas negara ini berwarna satu yaitu bermadzhab Sunni Syafi`i. Karena menganut satu madzhab, maka tidak banyak terjadi permasalahan di dalam tubuh umat Islam di negeri tercinta Indonesia. Mereka menyatu dalam persatuan yang kompak, saling bahu membahu membentuk karakter bangsa Indonesia. Demikianlah, hingga datang Belanda yang berusaha menjajah bangsa Indonesia dari segala sektor termasuk pada bidang keagamaan.
Karena pengaruh penjajah Belanda yang sengaja berusaha memecah belah umat Islam, mulailah bermunculan beberapa perbedaan pendapat di antara tokoh-tokoh Islam. Bahkan perbedaan tersebut berpengaruh pula di kalangan awam umat Islam. Lebih parah lagi, di saat penjajah Belanda telah pulang ke negara asalnya, mereka menyisakan warisan perpecaha di kalangan umat Islam, dengan bermunculannya aliran demi aliran yang menyebar di kalangan umat Islam di luar kontek Sunni Syafi`i.
Bahkan tidak jarang aliran yang baru bermunculan, tiba-tiba berusaha menafikan eksistensi madzhab Sunni Syafi`i, dalam menjalankan amaliyah sehari-hari bagi individu setiap muslim, amaliyah keluarga muslim, keyakinan masyarakat muslim, bahkan tatacara mengatur kehidupan bernegara sebaris dengan ajaran syariat Islam dalam koridor Sunni Syafi’i.
Namun berkat rahmat dan pertolongan Allah, mayoritas umat Islam Indonesia hingga kini tetap bermadzhab Sunny Syafi`i, bahkan tetap mendominasi kependudukan di negeri ini. Maka sudah sewajarnya jika para pelaku roda pemerintahan dewasa ini, menjadikan madzhab Sunni Syafi`i sebagai madzhab resmi bangsa Indonesia. Dengan tujuan agar kesatuan dan kebersatuan umat dapat terwujud kembali seperti di saat awal bangsa Indonesia memeluk agama Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
31. |
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013 |
|
ustadz, sy cm seorang penuntut ilmu. Pengertian Bid'ah yang dijelaskan dalam Hadist sesuatu yang baru dalam urusan agama (pengertian scr syar'i). Adapun motor, mobil TV, HP ini adalah tidak terkait urusan agama, dan ini juga disebut dengan Bid'ah (scr Lughoh/ bahasa) dan ini mubah. Adapun terkait sifat2 Allah, ulama Salaf hanya membatasi diri meyakini dengan apa yang ada di nash terkait dengan Tangan Allah, Wajah Allah, Istiwaa. Tidak menfsirkan lebih jauh dengan menjelaskan kaifiyatnya (bagaimana caranya). sukron |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tidak ada sama sekali Nash/Dalil shahih yang secara Tekstual baik dari Allah (Alquran) maupun Hadits Nabi SAW yang mengatakan bahma BID'AH SESAT itu khusus bidang agama saja, sedangkan untuk bidang duniawi itu bukan Bid'ah. Coba akhi sebutkan satu saja dalil secara TEKSTUALnya ! Paling-paling hanya Kontekstual dari ayat/hadits semata ! Perlu anda tahu, pembagian Bid'ah menjadi Bid'ah Agama (Diniyah) dan Bid'ah Non Agama (Duniawiyah), pembagian semacam ini adalah hanyalah karya anda semata, bukan datang dari Allah maupun Nabi SAW. Inilah sejatinya BID'AH yang anda ciptakan sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
32. |
Pengirim: Kyai - Kota: Probolinggo
Tanggal: 31/5/2013 |
|
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013
ustadz, sy cm seorang penuntut ilmu. Pengertian Bid'ah yang dijelaskan dalam Hadist sesuatu yang baru dalam urusan agama (pengertian scr syar'i). Adapun motor, mobil TV, HP ini adalah tidak terkait urusan agama, dan ini juga disebut dengan Bid'ah (scr Lughoh/ bahasa) dan ini mubah. Adapun terkait sifat2 Allah, ulama Salaf hanya membatasi diri meyakini dengan apa yang ada di nash terkait dengan Tangan Allah, Wajah Allah, Istiwaa. Tidak menfsirkan lebih jauh dengan menjelaskan kaifiyatnya (bagaimana caranya). sukron
------------------------
Saya tanggapi dengan beberapa hal :
Pertama, Apakah anda adalah Jubir Nabi, sehingga memaknai sabda Kanjeng Rasul dengan “sesuatu yang baru dalam urusan agama (pengertian scr syar'i). Adapun motor, mobil TV, HP ini adalah tidak terkait urusan agama, dan ini juga disebut dengan Bid'ah (scr Lughoh/ bahasa) dan ini mubah”. Pernahkah Rasul sendiri tidak pernah menyatakan hal tersebut?. Pemaknaan yang anda lakukan itulah yang tepatnya dikatakan bid’ah.
Kedua, apakah anda pernah membaca hadist sayyidina bilal?. Sayyidina bilal melakukan sholat 2 rakaat tiap setelah adzan, dan 2 rakaat tiap setelah wudhu. Nabi belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat 2 rakaat setiap selesai wudhu atau setiap selesai adzan. Akan tetapi sayyidina bilal mengerjakannya atas dasar ijtihad pribadi, tanpa dianjurkan dan tanpa terlebih dahulu bertanya kepada Rasul. Namun, ternyata Nabi membenarkan apa yang dilakukan sayyidina bilal tsb, bahkan Nabi memberi kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat 2 rakaat tiap selesai wudhu menjadi sunnat bagu seluruh umat. Bukankah yang dilakukan sayyidina bilal itu adadalah bid’ah (secara syar’i)???
Ketiga, para ulama Ahlussunnah wal Jamaah mayoritas membagi bid;ah menjadi 2 bahkan menjadi 5 bagian.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar Sdr. Kiai memang benar..., kalau Akhi Amir benar-benar konsisten dengan keyakinannya, yaitu Akhi Amir tidak mau mengamalkan sesuatu yang baru dalam urusan agama yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, maka mulai saat ini dia tidak boleh mempermasalahkan status sebuah hadits, dengan pembagian: HADITS ini SHAHIH atau HASAN atau DHA'IF. Jadi semua Hadits Nabi yang ditulis oleh siapapun ya wajib diterima oleh Amir secara mutlak, tanpa harus dipilah-pilah statusnya. Karena Nabi SAW tidak pernah memiliah-milah status sabda beliau SAW sendiri menjadi SHAHIH, HASAN maupun DHA'IF.
Kalau Akhi Amir tetap memilah-milah status Hadits Nabi SAW maka dia sendiri hakikatnya sebagai PELAKU BID'AH. Sedangkan jika Akhi Amir menolak beberapa Hadits Nabi SAW karena mempertimbangkan status tertentu, maka Akhi Amir adalah penganut Ingkarus Sunnah (Pengingkar Hadits Nabi SAW).
Kalau Akhi Amir mengatakan bahwa pembagian status Hadits yang dilakukan oleh para Ulama (bukan oleh Nabi SAW) ini bukan urusan agama, maka dia telah mengingkari hadits IBADAH WAJIB THALABUL ILMI, yang banyak sekali dalilnya, salah satunya adalah Hadits:Thalabul Ilmi fariidlatun 'alaa kulli muslimin (belajar ilmu agama itu adalah difardlukan/diwajibkan atas setiap muslim). HR. Ahmad dan Ibnu Majah) |
|
|
|
|
|
|
|
33. |
Pengirim: Kyai - Kota: probolinggo
Tanggal: 31/5/2013 |
|
Pengirim: amir - Kota: cibinong
Tanggal: 30/5/2013
ustadz, sy cm seorang penuntut ilmu. Pengertian Bid'ah yang dijelaskan dalam Hadist sesuatu yang baru dalam urusan agama (pengertian scr syar'i). Adapun motor, mobil TV, HP ini adalah tidak terkait urusan agama, dan ini juga disebut dengan Bid'ah (scr Lughoh/ bahasa) dan ini mubah. Adapun terkait sifat2 Allah, ulama Salaf hanya membatasi diri meyakini dengan apa yang ada di nash terkait dengan Tangan Allah, Wajah Allah, Istiwaa. Tidak menfsirkan lebih jauh dengan menjelaskan kaifiyatnya (bagaimana caranya). sukron
------------------------
Saya tanggapi dengan beberapa hal :
Pertama, Apakah anda adalah Jubir Nabi, sehingga memaknai sabda Kanjeng Rasul dengan “sesuatu yang baru dalam urusan agama (pengertian scr syar'i). Adapun motor, mobil TV, HP ini adalah tidak terkait urusan agama, dan ini juga disebut dengan Bid'ah (scr Lughoh/ bahasa) dan ini mubah”. Pernahkah Rasul sendiri tidak pernah menyatakan hal tersebut?. Pemaknaan yang anda lakukan itulah yang tepatnya dikatakan bid’ah.
Kedua, apakah anda pernah membaca hadist sayyidina bilal?. Sayyidina bilal melakukan sholat 2 rakaat tiap setelah adzan, dan 2 rakaat tiap setelah wudhu. Nabi belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat 2 rakaat setiap selesai wudhu atau setiap selesai adzan. Akan tetapi sayyidina bilal mengerjakannya atas dasar ijtihad pribadi, tanpa dianjurkan dan tanpa terlebih dahulu bertanya kepada Rasul. Namun, ternyata Nabi membenarkan apa yang dilakukan sayyidina bilal tsb, bahkan Nabi memberi kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat 2 rakaat tiap selesai wudhu menjadi sunnat bagu seluruh umat. Bukankah yang dilakukan sayyidina bilal itu adadalah bid’ah (secara syar’i)???
Ketiga, para ulama Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) mayoritas membagi bid;ah menjadi 2 bahkan menjadi 5 bagian.
Keempat, pernyataan anda: “Adapun terkait sifat2 Allah, ULAMA SALAF HANYA MEMBATASI diri meyakini dengan apa yang ada di nash terkait dengan Tangan Allah, Wajah Allah, Istiwaa. Tidak menfsirkan lebih jauh dengan menjelaskan kaifiyatnya (bagaimana caranya)”. Saya sangat tidak sependapat karena anda melakukan pembodohan sekaligus pembohongan publik. ulama salaf juga banyak yang melakukan takwil. mengenai sifat Allah sebagaian ulama Aswaja melakukan takwil dikarenakan beberapa sebab diantaranya agar umat awam tidak terjebak dengan faham mujassimah yang diusung kaum wahabi. tradisi ta’wil sudah biasa dilakukan oleh ulama salaf. Salah satunya adalah ta’wil yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal atas ayat wa ja’a rabbuka wal malaku shaffan-shaffa (QS. al-Fajr : 22). Imam Ahmad mentakwil ayat tersebut dengan ja’a tsawabuhu wa qhadha’uhu (datangnya pahala dan ketetapan Allah subhanahu wa ta‘ala). Imam bukhari pun melakukan takwil terhadap suatu ayat didalam Quran, dan karena Imam bukhari melakukan takwil, ulama bahlul wahabi yang bernama al Albani menyatakan bahwa Imam bukhari adalah kafir.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semestinya Akhi Amir juga paham tentang hadits Nabi SAW berikut:
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيِّ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مَنْ بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ
رواه مسلم
“Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim [1017]).
Membagi Hadits menjadi Shahin, Hasan, Dhaif adalah amal ibadah yang sifatnya perbuatan baru dalam agama (yang tidak pernah dicontohkan ole Nabi SAW) namun para ulama yang memulainya membagi-bagi itu akan mendapatkan pahala yang besar, karena mendapatkan kiriman pahala dari para pengikutnya (orang-orang yang ikut menjustifikasi pembagian status Hadits itu). Hal semacam inilah yang oleh para ulama Aswaja (non Wahhabi) dinamakan Bid'ah Hasanah (bid'ah yang baik). |
|
|
|
|
|
|
|
34. |
Pengirim: ihsan - Kota: kuningan
Tanggal: 1/6/2013 |
|
afwan ustadz katanya semua hadis harus diterima, satu aja yang saya tanyakan KEMANA JENGGOT ANDA pa ustadz dalilnya jelaskan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maaf, sebelum komentar, semestinya anda beli Kaca Mata Minus dulu agar tidak salah melihat foto kami yang terpampang di halaman pertama dan ke dua. Atau bisa juga anda membeli KACA PEMBESAR, agar tidak malu-maluin teman-teman Wahhabi anda. Semoga anda juga tidak menjadi seperti Bin Baz sang panutan kaum Wahhabi, hingga dapat melihat foto kami dengan baik dan benar.
Atau mungkin anda punya hadits Nabi SAW tentang berapa centi meter ukuran jenggot yang disunnahkan, atau juga anda menemukan Hadits Nabi SAW mengenai bentuk jenggot sunnah itu yang bagaimana, apakah seperti bentuk jenggotnya kambing yang jumlahnya sedikit tapi agak panjang, seperti yang sering kami temui di kalangan non NU, atau yang bagaimana? |
|
|
|
|
|
|
|
35. |
Pengirim: Heri Saputra - Kota: Bengkulu
Tanggal: 1/6/2013 |
|
Benar sekali Kiai, orang-orang Wahhabi itu memang banyak yang dungu-dungu, mereka sudah termakan oleh doktrin kebodohan dari tokoh-tokohnya, terbukti kalau Sdr. Ihsan sudah tidak dapat mengenal Kiai Luthfi yang terkenal BREWOK lengkap (berjenggot, berjambang dan berkumis) masih saja dipertanyakan. Jadi kedunguan figur sdr. Ihsan inilah yang hakikatnya mewakili ketololan para Wahhabi Indonesia pada khususnya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga Mas Ihsan ikut menyadarinya. |
|
|
|
|
|
|
|
36. |
Pengirim: Redouane - Kota: Sidoarjo
Tanggal: 1/6/2013 |
|
Saudara Ihsan, kalo mau membuat malu temen2 WAHHABI anda jangan keterlaluan dong,,, kemana aja anda selama ini? Baru kenal ya sama Kiai Luthfi? Lha kok bisa nggak tahu JENGGOT, CAMBANG, dan KUMIS sejelas itu, anak TK aja tahu kalau rambutnya Kiai Luthfi yang melingkar di sekitar janggutnya itu namanya JENGGOT DAN KAWAN2NYA,... Berarti anda kalah dong sama anak TK, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang pertanyaannya itu berkelas Play Group. |
|
|
|
|
|
|
|
37. |
Pengirim: Kurniawan Junaidy - Kota:
Tanggal: 1/6/2013 |
|
Assalamu'alaikum.
Apakah anda sendiri tidak bid'ah krn pakai internet? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, dalam aqidah Aswaja, Bid'ah itu dibagi dua:
1. Bid'ah Dhalalah (sesat), contohnya jika ada umat Islam menghadiri undangan natal dan perayaan hari2 besar non muslim lainnya.
2. Bid'ah hasanah (baik): Seperti mengadakan perayaan Maulid Nabi SAW dengan mendendangkan bacaan shalawat yang dilantunkan secara bersama. Termasuk juga menggunakan alat-alat elektronik sebagai penunjang dakwah islamiyah.
Ayooo segera baca artikel kami berjudul KULLU BID'ATIN DHALALAH yang banyak dikunjungi kawan-kawan yang lain, biar tidak jadi Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
38. |
Pengirim: Kyai - Kota: Probolinggo
Tanggal: 2/6/2013 |
|
Pengirim: ihsan - Kota: kuningan
Tanggal: 1/6/2013
afwan ustadz katanya semua hadis harus diterima, satu aja yang saya tanyakan KEMANA JENGGOT ANDA pa ustadz dalilnya jelaskan
----------------------
Ihsan, judul diatas adalah menyinggung mengenai TV RODJA. Silahkan anda lihat acara TV Rodja yang isinya selalu menyudutkan amalan-amalan kaum nahdliyyin. Salah satu Ustadz yang menjadi narasumber popular di TV Rodja adalah Ust. Firanda Andirja, Lc, MA.
Ust. Firanda Andirja, MA. Ini disebut-sebut bisa menyaingi keilmuan Pendekar Ahlussunnah wal Jama’ah dari Kaum Nahdliyyin al Ustadz Muhammad Idrus Ramli. Akhirnya kedua Ustadz andalan Wahabi dan Ustadz andalan NU tsb saling berdebat secara polemic di Internet. Ust. Firanda membantah tulisan Ust. Muhammad Idrus Ramli di website pribadinya (www.firanda.com) , sedangkan Ust. Muhammad Idrus Ramli meluruskan tulisa Ust. Firanda di Facebook Page miliknya (komunitas Muhammad Idrus Ramli). Silahkan and abaca sendiri tulisan argumentatif dari Ust. Muhammad Idrus Ramli di FP-nya. Dan silahlan menilai sendiri. Sampai-sampai Ust. Firanda mengeroyok secara polemik tulisan Ust. Muhammad Idrus Ramli dengan dibantu oleh Ust. Musmulyadi, Lc; Ust. Abul Jauza’ (Nama Samaran Ust. Hakim Abdat), Dll.
Sekarang, segera anda ambil remote control TV anda dan saksikan TV Rodja. Coba anda amati wajah Ust. Firanda, apakah dia memakai jenggot?????
Wajah Ust. Firanda sangat bersih dari jenggot, padahal menurut anda dalilnya kan sudah jelas.
Dan perlu anda ketahui bahwa memangkas jenggot itu hukumnya TIDAK BERDOSA. Dan KH. Luthfi Bashori itu BERJENGGOT.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kaum Wahhabi selalu bersifat tidak fair. Mereka hobi menyalahkan orang lain, padahal seringkali dirinya terperosok ke dalam amalan yang sama dengan orang lain yang dituduh salah itu .
Dalam pertandingan bola saja para pemain diharuskan Fair Play, dan dilarang Diving, apalagi dalam berdiskusi ilmiah keislaman, maka kewajiban Fair Play ini pasti menjadi tolok ukur kebenaran aqidah seseorang, karena Islam itu dibangun atas kejujuran, bukan atas dasar kecurangan.
Alhamdulillah kami berjenggot, namun tidak pernah menyalahkan orang lain yang tidak dikaruniai jenggot. Karena urusan berjenggot ini hukumnya sunnah dan bukan prinsip beragama.
Seperti juga sunnahnya bepergian naik ONTA seperti yang selalu dicontohkan oleh Nabi SAW, namun sayangnya umat Islam jaman sekarang banyak yang meninggalkan sunnah Nabi SAW bepergian naik ONTA, tentunya termasuk Sdr. Ihsan juga yang tidak mau bepergian naik ONTA. Berarti dia jelas-jelas tidak mengamalkan ajaran Nabi SAW juga. |
|
|
|
|
|
|
|
39. |
Pengirim: azmi - Kota: salatiga
Tanggal: 8/6/2013 |
|
Pak ustadz. Padahal kalo dilihat yang ditampilkan bagus lho. Kebetulan keluarga saya semua NU tapi bisa menerima apa yg disampaikan TV TV tersebut. Saya tanya ke temen2 Muhammadiyah katanya juga memang begitu yg betul. Saya masih cross cek lagi ke beberapa temen lain, di MTA, Dewan Dakwah, Persis, kok ya juga sama ya. Kalo saya sih mungkin kita saja yang Belum bisa menerima pendapat diluar kita. Saya kira tidak perlu kita menjelek jelekkan orang lain. Nanti di akhirat kan akan diperlihatkan kepada kita tentang apa yang diperselisihkan. Tinggal kita berdoa saja semoga pendapat kita benar. Menurut sata itu lebih baik. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Syeikh Nashiruddin Al-Albani salah satu tokoh sentral Wahhabi telah mengharamkan anggotanya menonton TV, sebagaimana dimuat oleh Majalah Assunnah edisi 04/Tahun I/1422 H, bahkah beberapa tokoh Wahhabi sekelas Syeikh Ustaimin dan Syeikh Muqbil panutan kaum Wahhabi saja menjatuhkan fatwa haramnya menonton TV. (sumber: www.muqbel.net). Loh para pengikutnya justru mendirikan stasiun TV Rodja, dll.
2. Kalau ada keluarga NU yang tidak tahu TV Rodja adalah milik kaum Wahhabi dan yang sejenisnya, yaa karena keawamannya dalam beragama, maka tidak dapat dijadikan patokan.
3. Yazid Jawas pentolan kaum Wahhabi adalah termasuk pengisi acara TV Rodja. Sedangkan anda pastinya termasuk sejenis dengannya, jadi ya maklum saja jika merasa no problem menonton Bid'ahnya kaum Wahhabi ini.
|
|
|
|
|
|
|
|
40. |
Pengirim: Muhamad - Kota: Surabaya
Tanggal: 10/6/2013 |
|
Assalammualaikum, ustad sepertinya mulai resah dgn berkembangnya salaf,ditempat ana mulai bergairah & banyak peserta kajiannya karena bersifat umum dan mengutamakan menuntut ilmu bukan menghujat dan mengutamakan persatuan umat untuk pemurnian akidah serta tetap berusaha melaksanakan sunah rasul |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wah, mengapa anda kok jadi resah segala dengan Situs kami yang mengupas tentang kesesatan aqidah Wahhabiyah ini. |
|
|
|
|
|
|
|
41. |
Pengirim: shatina - Kota: palu
Tanggal: 11/6/2013 |
|
kita heran ya napa org ngkunya mazhab imam syafi' i tp kitab imam syafi i aja mrka gak kenal ato gak pernah baca kali... apa ygi imam syafi i lrng dlm permslhn tahlililan....?? tau gak...mk nya beljar dulu sblm memveto orng lain sesat... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kok lucu dam jauh amat nyempal pembahasannya, mau menghindar ya? Ingatlah Imamnya kaum Wahhabi: Al-albani itu loh benar-benar mengharamkan TV... Lah kok anda bela-belain TV Rodja, Bid'ahnya Kaum Wahhabi yang jelas-jelas DIHARAMKAN oleh Imamnya Kaum Wahhab gitu. |
|
|
|
|
|
|
|
42. |
Pengirim: Ahmad - Kota: Gorontalo
Tanggal: 13/6/2013 |
|
Kenapa bukan tv2 dandut yg di cegah??
Malah tv yg mengajak org sholat berjamaah..
Aneh.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sudah banyak yang berbicara bahayanya TV DANGDUT dan maksiat dhahir lainnya, namun kebanyakan orang menyangka bahwa kaum Wahhabi itu hanya mengajak shalat semata, padahal kemaksiatan aqidahnya justru jauh lebih menbahayakan daripada maksiat dhahir. Bagaimana tidak, lah kaum Wahhabi itu adalah kaum mujassimah alias kelompok yang menisbatkan jasmani pada diri Allah.
Seperti pernyataan akhi ini, banyak terjadi di masyarakat yang menilai salah langkah MUI dalam menfatwa satu aliran SESAT. Kemudian ada awwam yang bilang: Loh, MUI kok nggak pernah mengeluarkan Fatwa Haramnya Korupsi, kok malah orang yang beribadah kepada Tuhan sesuai keyakinannya difatwa SESAT?
Nah, tinjauannya, MUI itu tidak mengurusi sesuatun yang hukumnya jelas, misalnya Korupsi hukumnya jelas-jelas haram. Namun banyak orang menyangka setiap orang yang beribadah menurut keyakinannya itu pasti benar, padahal seringkali tidak disadari bahwa keyakinan seseorang harus berdasarkan dalil-dalil syar'i. Maka MUI menfatwa satu aliran sebagai SESAT karena kebanyakan orang seperti akhi itu kurang tahu duduk permasalahannya. Gitu looh. |
|
|
|
|
|
|
|
43. |
Pengirim: yudi - Kota: Drpok
Tanggal: 15/6/2013 |
|
Alhamdulillah setelah d larang nonton Tv rodja oleh ustadz Luthfi saya penasaran pingin liat eee ternyata dakhwahnya sangat bagus sesuai dngn Al-Quran dan hadist sekali lagi saya ucapkan trimakasih atas larangan utadz jadi saya menemukan islaam yg sebenarnya d TV RODJA... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tentu saja anda pas dengan TV-nya kaum Mujassimah ahli Bid'ah dhalalah itu, karena anda penganut Wahhabi pengagum dan pelaku Bid'ah Dhalalah. TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI yang telah dihukumi haram oleh Ustaimin, Muqbil dan Al-albani, ketiganya adalah tokoh sentral Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
44. |
Pengirim: Jazeri bin Samani - Kota: Depok
Tanggal: 17/6/2013 |
|
Insya Alloh dakwah wahabi tidak sesat, tetapi melestarikan dakwah sunnah yg diajarkan oleh nabi, para sahabat dan ulama-ulama besar sebelumnya tanpa dicampur dengan paham filsafat, golongan dan paham yg menyimpang. Memang beberapa hal terkesan tidak sesuai dengan tradisi nenek moyang kita yg dulunya animisme dan beragama lain. Insya Alloh dakwah Islam yg benar akan bersambung dengan dakwah Imam Mahdi dan Isa bin Maryam di akhir zaman kelak. Allohumma Amiin, wa sholawatu wassalamu ala Nabi Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallim ajma'in ila yaumiddin. Amiin. Tidak perlu emosi dengan dakwah wahabi saudaraku semuanya. Teliti saja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Agar umat Islam lebih mengenal Wahhabi, maka kami haturkan pemahanan Wahhabi yang kami nukil dari tulisan Salafytobat.com, semoga bermanfaat:
Bukti Kongkrit Akidah wahabi-salafi adalah Akidah Yahudi
Para pembaca sekalian, mungkin banyak yang tidak mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya akidah wahabi-salafi, orang-orang awam pada umumnya hanya mengetahui bahwa akidah mereka menetapkan sifat-sifat Allah yang ada dalam al-Quran dan menghindari takwil karena takwil bagi mereka adalah perbuatan Yahudi.
Apalagi orang-orang yang telah menjadi doktrin mereka atau tertarik ajaran mereka sebab topeng yang mereka gunakan dengan slogan kembali pada Al-Quran dan Sunnah dan menjauhi segala bentuk kesyirikan, maka sudah pasti akan melihat ajaran dan akidah mereka murni ajaran tauhid yang suci. Usaha keras untuk memberantas segala bentuk kesyirikan yang ada dan telah merata di seluruh permukaan bumi ini.
Tapi tidak bagi kaum muslimin yang memiliki pondasi Tauhid Ahlus sunnah waljama’ah,
mereka akan mampu mengetahui dan melihat misi jahat yang diselipkan di belakang slogan itu. Seiring waktu berjalan, semakin terlihat, semakin terbongkar akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya, semakin tercium dan tampak persamaan akidah wahabi-salafi dan Yahudi. Mereka secara lahir menampakkan pada kaum muslimin permusuhan pada Yahudi, tapi secara sembunyi berteman akrab dengan Yahudi.
Pada kali ini, saya akan bongkar untuk pembaca akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya yaitu “ AKIDAH WAHABI-SALAFI ADALAH AKIDAH YAHUDI “. Tidak perlu saya mengambil sumber dari kitab-kitab para ulama ahlus sunnah yang menceritakan akidah wahabi. Jika saya nukil dari para ulama ahlu sunnah tentang perkataan tasybih dan tajsim mereka, maka mungkin mereka masih bisa menolak dan mengelak, mereka akan mengatakan itu fitnah dan tuduhan yang tak berdasar pada syaikh-syaikh kami, tapi saya akan tampilkan dengan bukti-bukti kuat akurat yang bersumber dari kitab-kitab karya ulama mereka sendiri yang sudah mereka cetak, terutama Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, ad-Darimi (bukan ad-Darimi sunni pengarang kitab sunan), Albani, Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, Yang tak akan mampu mereka bantah.
Saya hanya menampilkan bukti-bukti kongkrit ini semata-mata hanya untuk suadara-saudaraku yang telah terpengaruh dengan akidah wahabi. Dan petunjuk hanyalah dari Allah Swt.
Jika masih ada wahabi yang membantah bukti dan penjelasan nyata ini, maka ibarat orang yang berusaha menutupi cahaya matahari yang terang benderang di sinag hari dengan segenggam tangannya.
Akidah Yahudi :
Di dalam naskah kitab Taurat yang sudah dirubah yang merupakan asas akidah Yahudi yang mereka namakan “ SAFAR AL-MULUK “ Al-Ishah 22 nomer : 19-20 disebutkan :
و قال فاسمع إذاً كلام الرب قد رأيت الرب جالسا على كرسيه و كل جند السماء وقوف لديه عن يمينه و عن يساره
“ Dan berkata “ Dengarkanlah, ucapan Tuhan..aku telah melihat Tuhanku duduk di atas kursinya dan semua pasukan langit berdiri di hadapannya dari sebelah kanan dan kirinya “.
Dalam kitab mereka yang berjudul “ SAFAR AL-MAZAMIR “ Al-Ishah 47 nomer 8 disebutkan :
الله جلس على كرسي قدسه
“ Allah duduk di atas kursi qudusnya “.
Akidah wahabi-salafi :
Di dalam kitab andalan wahabi-salafi yaitu Majmu’ al-Fatawa Ibnu Taimiyyah al-Harrani imam wahabi juz 4 halaman 374 :
إن محمدا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه
“ Sesungguhnya Muhammad Rasulullah didudukkan Allah di atas Arsy bersama Allah “.
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ halaman 400 cetakan Dar al-‘Ashimah disebutkan bahwasanya Ibnu Taimiyyah berkata :
فما جاءت به الأثار عن النبى من لفظ القعود و الجلوس فى حق الله تعالى كحديث جعفر بن أبى طالب و
حديث عمر أولى أن لا يماثل صفات أجسام العباد
“ Semua hadits yang datang dari Nabi dengan lafadz qu’ud dan julus (duduk) bagi Allah seperti hadits Ja’far bin Abi Thalib dan hadits Umar, lebih utama untuk tidak disamakan dengan anggota tubuh manusia “.
Dalam halaman yang sama Ibnu Taimiyyah berkata :
إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سمع له أطيط كأطيط الرحل الجديد
“ Jika Allah duduk di atas kursi, maka terdengarlah suara suara saat duduk sebagaimana suara penunggang bintang tunggangan karena beratnya ”
Kitab tersebut dicetak di Riyadh tahun 1993, penerbit Dar al-‘Ashimah yang dita’liq oleh Muhammad al-Khamis.
Di dalam kitab ad-Darimi (bukan ulama sunni al-Hafdiz ad-Darimi pengarang hadits sunan) halaman 73 disebutkan :
هبط الرب عن عرشه إلى كرسيه
“ Allah turun dari Arsy ke kursinya “
Kitab itu terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah yang dita’liq oleh Muhamamd Hamid al—Faqiy.
Kitab ad-Darimi (al-wahhabu) ini dipuji-puji oleh Ibnu Taimiyyah dan menganjurkannya untuk dipelajari, sebab inilah wahabi menjadi taqlid buta.
Tapi akidah mereka ini disembunyikan dan tidak pernah dipublikasikan ke khalayak umum.
Sekedar info : Lafadz duduk bagi Allah tidak pernah ada dalam al-Quran dan hadits.
Akidah Yahudi :
Di dalam naskah Taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan “ Safar at-Takwin Ishah pertama nomer : 26-28 disebutkan :
و قال الله نعمل الإنسان على صورتنا على شبهنا… فخلق الله الإنسان على صورته على صورة الله خلقه ذكرا و أنثى خلقهم
“ Allah berkata ; “ Kami buat manusia dengan bentuk dan serupa denganku…lalu Allah menciptakan manusia dengan bentuknya, dengan bentuk Allah, dia menciptakan laki-laki dan wanita “.
Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Aqidah ahlu Iman fii Khalqi Adam ‘ala shurati ar-Rahman “ karya Hamud bin Abdullah at-Tuajari syaikh wahabi, yang dicetak di Riyadh oleh penerbit Dar al-Liwa cetakan kedua, disebutkan dalam halama 16 :
قال ابن قتيبة: فرأيت في التوراة: إن الله لما خلق السماء و الأرض قال: نخلق بشرا بصورتنا
“ Berkata Ibnu Qathibah “ Lalu aku melihat di dalam Taurat : “ Sesungguhnya Allah ketika menciptakan langit dan bumi, Dia berkata : “ Kami ciptakan manusia dengan bentukku “.
Pada halaman berikutnya di halaman 17 disebutkan :
و في حديث ابن عباس: إن موسى لما ضرب الحجر لبني إسرائيل فتفجر و قال: اشربوا يا حمير فأوحى الله إليه: عمدت إلى خلق من خلقي خلقتهم على صورتي فتشبههم بالحمير ، فما برح حتى عوتب
“ Di dalam hadits Ibnu Abbas : “ Sesungguhnya Musa ketika memukul batu untuk Bani Israil lalu keluar air dan berkata : “ Minumlah wahai keledai, maka Allah mewahyukan pada Musa “ Engkau telah mencela satu makhluk dari makhlukku yang Aku telah ciptakan mereka dengan rupaku, lalu engkau samakan mereka dengan keledai “ Musa terus ditegor oleh Allah “.
Naudzu billah dari pendustaan pada Allah dan pada para nabi-Nya.
Akidah Yahudi :
Disebutkan dalam kitab Yahudi yang mereka namakan “ Safar Khuruj “ ishah 19 nomer : 3-6 :
فناداه الرب من الجبل … فالآن إن سمعتم لصوتي و حفظتم عهدي
“ Maka Tuhan memanggil kami dari bukit….sekarang jika kalian mendengar suaraku dan menjaga janjiku “.
Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Fatawa al-Aqidah “ karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang dicetak Maktabah as-Sunnah cetakan pertama tahun 1992 di Mesir, pada halaman 72 Ibnu Utsaimin berkata :
في هذا إثبات القول لله و أنه بحرف و صوت ، لأن أصل القول لا بد أن يكون بصوت فإذا أطلق القول
فلا بد أن يكون بصوت
“ Dalam hal ini dijelaskan adanya penetapan akan ucapan Allah Swt. Dan sesungguhnya ucapan Allah itu berupa huruf dan suara. Karena asli ucapan itu harus adanya suara. Maka jika dikatakan ucapan, maka sudah pasti ada suara “.
Akidah Yahudi :
Di dalam kitab taurat yang sudah ditahrif yang mereka namakan dengan “ SAFAR ISY’IYA “ Ishah 25 nomer 10, Yahudi berkata :
لأن يد الرب تستقر على هذا الجبل
“ Sesungguhnya tangan Tuhan istiqrar / menetap di gunung ini “
Akidah wahabi :
dalam kitab Fatawa al-Aqidah karya Muhammad bin Shalih al-Utsaimin yang diterbitkan oleh Maktabah as-Sunnah cetakan pertama halaman 90, al-Utsaimin berkata :
و على كل فإن يديه سبحانه اثنتان بلا شك ، و كل واحدة غير الأخرى ، و إذا وصفنا اليد الأخرى بالشمال فليس المراد أنها أنقص من اليد اليمنى
“ kesimpulannya, sesungguhnya kedua tangan Allah itu ada dua tanpa ragu lagi. Satu tangannya berlainan dari tangan satunya. Jika kita sifatkan tangan Allah dengan sebelah kiri, maka yang dimaksud bukanlah suatu hal yang kurang dari tangan kanannya “.
Akidah Yahudi :
Di dalam kitab Yahud “ Safar Mazamir “ Ishah 2 nomer : 4 disebutkan :
الساكن في السموات يضحك الرب
“ Yang tinggal di langit, Tuhan sedang tertawa “
Akidah wahabi :
Di dalam kitab “ Syarh Hadits an-Nuzul “ cetakan Dar al-’Ashimah halaman 182, Ibnu Taimiyyah berkata :
أن الله فوق السموات بذاته
“ Sesungguhnya Allah itu di atas langit dengan Dzatnya “
Di dalam kitab “ Qurrah Uyun al-Muwahhidin “ karya Abdurrahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul Wahhab (cicit Muhammad bin Abdul wahhab), cetakan Maktabah al-Muayyad tahun 1990 cetakan pertama, halaman 263 disebutkan :
أجمع المسلمون من أهل السنة على أن الله مستو على عرشه بذاته…استوى على عرشه بالحقيقة لا بالمجاز
“ Sepakat kaum muslimin dari Ahlus sunnah bahwa sesungguhnya Allah beristiwa di Arsy dengan dzat-Nya…Allah beristiwa di atas Arsy secara hakekat bukan majaz “.
Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakini Tuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi.
Dan masih segudang lagi akidah-akidah wahabi-salafi yang meyakiniTuhannya dengan sifat-sifat makhluk-Nya sebagaimana akidah Yahudi. Dan jika saya beberkan semuanya, maka akan menjadi lembaran yang sangat banyak. Cukup yang singkat sedikit ini membuktikan bahwa akidah wahabi-salafi yang sesungguhnya adalah akidah Yahudi |
|
|
|
|
|
|
|
45. |
Pengirim: ahmad amin - Kota: ende
Tanggal: 18/6/2013 |
|
wahabi dawah nya benar, kita aja yg taklit buta....ustadz mesti mau belajar lagi |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Karena ini situs kelasnya Situs Ilmiah, milik kaum Aswaja, maka komentar-komentar yang tidak ilmiah terpaksa sering tidak kami muat atau tidak kami tanggapi secara ilmiah. Seperti komentar Ahmad Amin ini. |
|
|
|
|
|
|
|
46. |
Pengirim: mahfud - Kota: bekasi
Tanggal: 19/6/2013 |
|
Semoga Allah berikan hidayah bagi mereka yang belum mengenal sunnah yang sebenarnya, bagi mereka yang hanya sekedar taqlid. Tanpa harus berolok-olok dan berkata kasar walau didunia maya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, seperti kaum Wahhabi yang hanya bisa bertaqlid kepada Ibnu Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Nashiruddin Al-Albani, Bin Baz, Muqbil, dan cs-nya. |
|
|
|
|
|
|
|
47. |
Pengirim: harun - Kota: jakarta
Tanggal: 20/6/2013 |
|
kata ane punya guru radio&tv rodja adalah radio&tv jahannam,, karena isinya neraka mulu,, amalan orang lain di kate sesat, dikate ahli neraka,, ane g benci ame salafi yg bener,, yg ane benci orang2 yg ngaku salafi, tp kerjaan nye bikin putus asa orang atas amalan nye, karena di kate bid'ah mulu,, maka nye pantes radio&tv rodja ganti nama jd radio& tv jahannam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kaum Wahhabi yang ciri khasnya MENUDUH BID'AH amalan-amalan sunnah umat Islam, ternyata dirinya sendiri adalah pelaku BID'AH, jadi tidak ada bedanya dengan pribahasa: IBARAT MALING TERIAK MALING. Kami bisa memastikan TIDAK ADA DALILNYA sama sekali tentang BOLEHNYA BERDAKWAH LEWAT TV RODJA. Jadi, dakwah Wahhabi lewat TV RODJA adalah Syariat Bikinan Kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
48. |
Pengirim: lukman - Kota: Balikpapan
Tanggal: 21/6/2013 |
|
Cabut hak siar rodja tv, bisa menyesatkan ummat islam. Bahaya bgi yg belajar sepotong2. Dikit2 jihad. Maklum ngajix sampai bab jihad ªjª . Gak yg lain. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yaa begitulah tipe penganut sekte Wahhabiyah yang sangat tidak cocok dengan kultur bangsa Indonesia. Mereka ini kan dapat support dari pemerintah Saudi Arabiah, khususnya dari tokoh-tokoh Najed, jadi bukan murni Islam Indonesia yang Sunni Syafi'i. |
|
|
|
|
|
|
|
49. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 22/6/2013 |
|
Pengirim: Jazeri bin Samani - Kota: Depok
Tanggal: 17/6/2013 Insya Alloh dakwah wahabi tidak sesat, tetapi melestarikan dakwah sunnah yg diajarkan oleh nabi, para sahabat dan ulama-ulama besar sebelumnya tanpa dicampur dengan paham filsafat, golongan dan paham yg menyimpang. Memang beberapa hal terkesan tidak sesuai dengan tradisi nenek moyang kita yg dulunya animisme dan beragama lain. Insya Alloh dakwah Islam yg benar akan bersambung dengan dakwah Imam Mahdi dan Isa bin Maryam di akhir zaman kelak. Allohumma Amiin, wa sholawatu wassalamu ala Nabi Muhammad wa ala alihi wa shohbihi wa sallim ajma'in ila yaumiddin. Amiin. Tidak perlu emosi dengan dakwah wahabi saudaraku semuanya. Teliti saja.
- Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti
agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula
guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia
mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu
ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal
tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia
dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam,
Tarikh Najd hal. 310).
Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak
mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan
tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna
kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan
bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya,
semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi.
Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam
Tarikh Najd hal. 310.
Apakah ini yang anda maksud melestarikan dakwah sunnah yg diajarkan oleh nabi, para sahabat dan ulama-ulama besar sebelumnya tanpa dicampur dengan paham filsafat, golongan dan paham yg menyimpang???
Apakah ini dakwah Islam yg benar akan bersambung dengan dakwah Imam Mahdi dan Isa bin Maryam di akhir zaman kelak???
Silahkan anda teliti ajaran wahhab itu dengan cermat, tidak asal celoteh!
Pengirim: yudi - Kota: Drpok
Tanggal: 15/6/2013 Alhamdulillah setelah d larang nonton Tv rodja oleh ustadz Luthfi saya penasaran pingin liat eee ternyata dakhwahnya sangat bagus sesuai dngn Al-Quran dan hadist sekali lagi saya ucapkan trimakasih atas larangan utadz jadi saya menemukan islaam yg sebenarnya d TV RODJA
- Yang anda tonton itu mungkin ketika acara dakwah yg sifatnya universal. Perhatikan terus dan pasti anda akan menemukan tausyiah yg membid’ahkan amalan shahih yang digemari warga Nahdliyyin. Jika anda mau mendalami apa ajaran wahhabi itu, bacalah kitab2 primernya. Baca koment sy kepada Jazeri bin Samani - Kota: Depok
Pengirim: Ahmad - Kota: Gorontalo
Tanggal: 13/6/2013 Kenapa bukan tv2 dandut yg di cegah??
Malah tv yg mengajak org sholat berjamaah..
Aneh..
- Kalo TV Dangdut mah orang sudah pada tahu hukumnya jika menyaksikan acara2 pornoaksi tsb. Namun jika TV Rodja ini yang sangat berbahaya bagi masyarakat, karena kepalsuannya terselubung. Ibaratnya Racun Cap Madu. Oleh karenanya, TV Rodja sangat perlu diwaspadai.
Pengirim: shatina - Kota: palu
Tanggal: 11/6/2013 kita heran ya napa org ngkunya mazhab imam syafi' i tp kitab imam syafi i aja mrka gak kenal ato gak pernah baca kali... apa ygi imam syafi i lrng dlm permslhn tahlililan....?? tau gak...mk nya beljar dulu sblm memveto orng lain sesat..
- Sebutkan saja mana dalilnya Imam Syafii ketika mengharamkan tahlilan? Apanya yang dilarang?. Kaum wahhabi itu anti taqlid, lantas mengapa anda melakukan taqlid kepada Imam Syafii terhadap permasalahan tahlilan?
Pengirim: azmi - Kota: salatiga
Tanggal: 8/6/2013 Pak ustadz. Padahal kalo dilihat yang ditampilkan bagus lho. Kebetulan keluarga saya semua NU tapi bisa menerima apa yg disampaikan TV TV tersebut. Saya tanya ke temen2 Muhammadiyah katanya juga memang begitu yg betul. Saya masih cross cek lagi ke beberapa temen lain, di MTA, Dewan Dakwah, Persis, kok ya juga sama ya. Kalo saya sih mungkin kita saja yang Belum bisa menerima pendapat diluar kita. Saya kira tidak perlu kita menjelek jelekkan orang lain. Nanti di akhirat kan akan diperlihatkan kepada kita tentang apa yang diperselisihkan. Tinggal kita berdoa saja semoga pendapat kita benar. Menurut sata itu lebih baik
- kalo anda merasa orang NU dan meras berterima dg ajarab wahhabi yg dikembangkan di TV Rodja, maka anda NU yang tak faham akan ke-NU-an anda. berdirinya NU justru untuk membendung aliran wahhabi. Bacalah kitan pembesar2 wahhabi Saudi, mereka mengkafirkan golongan yang tidak sesuai dengan mreka. Jika leluhur anda seorang NU tentunya mereka akan bertahlil, dan itu berarti leluhur anda juga tak luput dari fatwa kafir oleh kaum wahhabi karena melakukan tahlilan.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, Akhi Ahmad Alquthfby kembali mengunjungi Situs kami dengan upaya PENYEGARAN ILMU untuk para pengunjung, khususnya untuk para Wahhabiyun seperti Sdr. Jazeri bin Samani. |
|
|
|
|
|
|
|
50. |
Pengirim: supriyadi noor - Kota: samarinda
Tanggal: 22/6/2013 |
|
boleh tidak kita kumandangkan azan sebelum sholat eid ( iedul Fitri / Adha ). azan untuk memanggil orang sholat, atau sholat subuh kita lakukan 4 rakaat boleh tidak ( banyak rakaat kan baik ), karena di Quran tidak ada pentunjuk tentang melakukan / tata cara beribadah, petunjuk tata cara beribadah adanya dari sunnah Nabi, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Perlu diketahui, bahwa Islam itu mengambil sumber hukum dari 4 sumber: Alquran, Hadits, Ijma' dan Qiyas. Jadi tidak hanya melulu dari Alquran saja. Mudah2an ada manfaat untuk umat. |
|
|
|
|
|
|
|
51. |
Pengirim: Arden - Kota: jakarta
Tanggal: 22/6/2013 |
|
Perbedaan dua "Wahabi"
Siapa itu wahabi..? Apakah anda mengenalnya, atau anda hanya terbawa doktrin kebencian karna fakirnya ilmu dan membenci kemurnian islam..
Bagaimanakah sejarah penamaan mereka??
Marilah kita simak dialog Ilmiah yang sangat menarik antara Syaikh Muhammad bin Sa’ad Asy Syuwai’ir dengan para masyaikh/dosen-dosen disuatu Universitas Islam di Maroko.
...
____________________________
Salah seorang Dosen itu berkata: ”Sungguh hati kami sangat mencintai Kerajaan Saudi Arabia, demikian pula dengan jiwa-jiwa dan hati-hati kaum muslimin sangat condong kepadanya, dimana setiap kaum muslimin sangat ingin pergi kesana, bahkan antara kami dengan kalian sangat dekat jaraknya. Namun sayang, kalian berada diatas suatu Madzhab, yang kalau kalian tinggalkan tentu akan lebih baik, yaitu Madzhab Wahabi.”
============================
Kemudian Asy Syaikh dengan tenangnya menjawab: ”Sungguh banyak pengetahuan yang keliru yang melekat dalam pikiran manusia, yang mana pengetahuan tersebut bukan diambil dari sumber-sumber yang terpercaya, dan mungkin kalian pun mendapat khabar-khabar yang tidak tepat dalam hal ini.
Baiklah, agar pemahaman kita bersatu, maka saya minta kepada kalian dalam diskusi ini agar mengeluarkan argumen-argumen yang diambil dari sumber-sumber yang terpercaya,dan saya rasa di Universitas ini terdapat Perpustakaan yang menyediakan kitab-kitab sejarah islam terpercaya .Dan juga hendaknya kita semaksimal mungkin untuk menjauhi sifat Fanatisme dan Emosional.”
____________________________
Dosen itu berkata : ”saya setuju denganmu, dan biarkanlah para Masyaikh yang ada dihadapan kita menjadi saksi dan hakim diantara kita.
============================
Asy Syaikh berkata : ”saya terima, Setelah bertawakal kepada Allah, saya persilahkan kepada anda untuk melontarkan masalah sebagai pembuka diskusi kita ini.”
____________________________
Dosen itu pun berkata :
”baiklah kita ambil satu contoh, ada sebuah fatwa yang menyatakan bahwa firqoh wahabi adalah Firqoh yang sesat. Disebutkan dalam kitab Al-Mi ’yar yang ditulis oleh Al Imam Al-Wansyarisi, beliau menyebutkan bahwa Al-Imam Al-Lakhmi pernah ditanya tentang suatu negeri yang disitu orang-orang Wahabiyyun membangun sebuah masjid,”Bolehkan kita Sholat di Masiid yang dibangun oleh orang-orang wahabi itu ?? ”maka Imam Al-Lakhmi pun menjawab: ”Firqoh Wahabiyyah adalah firqoh yang sesat, yang masjidnya wajib untuk dihancurkan, karena mereka telah menyelisihi kepada jalannya kaum mu ’minin, dan telah membuat bid’ah yang sesat dan wajib bagi kaum muslimin untuk mengusir mereka dari negeri-negeri kaum muslimin ”.
(wajib kita ketahui bahwa Imam Al-Wansyarisi dan Imam Al-Lakhmi adalah ulama ahlusunnah)
Dosen itu berkata lagi :”Saya rasa kita sudah sepakat akan hal ini, bahwa tindakan kalian adalah salah selama ini,”
============================
Kemudian Asy Syaikh menjawab : ”Tunggu dulu..!! kita belum sepakat, lagipula diskusi kita ini baru dimulai, dan perlu anda ketahui bahwasannya sangat banyak fatwa yang seperti ini yang dikeluarkan oleh para ulama sebelum dan sesudah Al-Lakhmi, untuk itu tolong anda sebutkan terlebih dahulu kitab yang menjadi rujukan kalian itu !”
____________________________
Dosen itu berkata: ”anda ingin saya membacakannya dari fatwanya saja, atau saya mulai dari sampulnya ??”
============================
Asy Syaikh menjawab:”dari sampul luarnya saja.”
____________________________
Dosen itu kemudian mengambil kitabnya dan membacakannya: ”Namanya adalah Kitab Al-Mi’yar,yang dikarang oleh Ahmad bin Muhammad Al-Wansyarisi. Wafat pada tahun 914 H di kota Fas, di Maroko.”
============================
Kemudian Asy Syaikh berkata kepada salah seorang penulis di sebelahnya:”wahai syaikh, tolong catat baik- baik, bahwa Imam Al-Wansyarisi wafat pada tahun 914 H. Kemudian bisakah anda menghadirkan biografi Imam Al- Lakhmi??”
____________________________
Dosen itu berkata:
”Ya,”kemudian dia berdiri menuju salah satu rak perpustakaan, lalu dia membawakan satu juz dari salah satu kitab-kitab yang mengumpulkan biografi ulama. Didalam kitab tersebut terdapat biografi Ali bin Muhammad Al-Lakhmi, seorang Mufti Andalusia dan Afrika Utara.
============================
Kemudian Asy Syaikh berkata : ”Kapan beliau wafat?”
Yang membaca kitab menjawab: ”beliau wafat pada tahun 478 H”
Asy Syaikh berkata kepada seorang penulis tadi: ”wahai syaikh tolong dicatat tahun wafatnya Syaikh Al-Lakhmi ” kemudian ditulis.
Lalu dengan tegasnya Asy Syaikh berkata : ”Wahai para masyaikh….!!! Saya ingin bertanya kepada antum semua …!!! Apakah mungkin ada ulama yang memfatwakan tentang kesesatan suatu kelompok yang belum datang (lahir) ???? kecuali kalau dapat wahyu????”
____________________________
Mereka semua menjawab :”Tentu tidak mungkin, Tolong perjelas lagi maksud anda !”
============================
Asy syaikh berkata lagi : ”bukankah wahabi yang kalian anggap sesat itu adalah dakwahnya yang dibawa dan dibangun oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab????
____________________________
Mereka berkata : ”Siapa lagi???”
============================
Asy Syaikh berkata:”Coba tolong perhatikan..!!! Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H, …
Nah,ketika Al-Imam Al-Lakhmi berfatwa seperi itu, jauh RATUSAN TAHUN lamanya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab belum lahir.. bahkan sampai 22 generasi keatas dari beliau sama belum yang lahir..apalagi berdakwah..
KAIF ??? GIMANA INI???
(Merekapun terdiam beberapa saat..)
____________________________
Kemudian mereka berkata:”Lalu sebenarnya siapa yang dimaksud Wahabi oleh Imam Al-Lakhmi tersebut ??” mohon dielaskan dengan dalil yang memuaskan, kami ingin mengetahui yang sebenarnya !”
============================
Asy Syaikh pun menjawab dengan tenang : ”Apakah anda memiliki kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil, seorang kebangsaan Francis ?”
____________________________
Dosen itu berkata:”Ya ini ada,”
============================
Asy Syaikh pun berkata :”Coba tolong buka di huruf “ wau” ..maka dibukalah huruf tersebut dan munculah sebuah judul yang tertulis “ Wahabiyyah”
Kemudian Asy Syaikh menyuruh kepada Dosen itu untuk membacakan tentang biografi firqoh wahabiyyah itu.
____________________________
Dosen itu pun membacakannya: ”Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte KHOWARIJ ABADHIYYAH yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al- Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah.
Setelah Dosen itu membacakan kitabnya
============================
Asy Syaikh berkata : ”Inilah Wahabi yang dimaksud oleh imam Al-Lakhmi, inilah wahabi yang telah memecah belah kaum muslimin dan merekalah yang difatwakan oleh para ulama Andalusia dan Afrika Utara sebagaimana yang telah kalian dapati sendiri dari kitab-kitab yang kalian miliki. Adapun Dakwah yang dibawa oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang didukung oleh Al-Imam Muhammad bin Su’ud-Rahimuhumallah-, maka dia bertentangan dengan amalan dakwah Khowarij, karena dakwah beliau ini tegak diatas kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa sallam yang shahih, dan beliau menjauhkan semua yang bertentangan dengan keduanya, mereka mendakwahkah tauhid, melarang berbuat syirik, mengajak umat kepada Sunnah dan menjauhinya kepada bid ’ah, dan ini merupakan Manhaj Dakwahnya para Nabi dan Rasul.
Syubhat yang tersebar dinegeri-negeri Islam ini dipropagandakan oleh musuh- musuh islam dan kaum muslimin dari kalangan penjajah dan selain mereka agar terjadi perpecahan dalam barisan kaum muslimin.
Sesungguhnya telah diketahui bahwa dulu para penjajah menguasai kebanyakan negeri-negeri islam pada waktu itu,dan saat itu adalah puncak dari kekuatan mereka. Dan mereka tahu betul kenyataan pada perang salib bahwa musuh utama mereka adalah kaum muslimin yang bebas dari noda yang pada waktu itu menamakan dirinya dengan Salafiyyah. Belakangan mereka mendapatkan sebuah pakaian siap pakai, maka mereka langsung menggunakan pakaian dakwah ini untuk membuat manusia lari darinya dan memecah belah diantara kaum muslimin, karena yang menjadi moto mereka adalah “PECAH BELAHLAH MEREKA, NISCAYA KAMU AKAN MEMIMPIN MEREKA ”
Sholahuddin Al-Ayubi tidaklah mengusir mereka keluar dari negeri Syam secara sempurna kecuali setelah berakhirnya daulah Fathimiyyah Al-Ubaidiyyin di Mesir, kemudian beliau (Sholahuddin mendatangkan para ulama ahlusunnah dari Syam lalu mengutus mereka ke negeri Mesir, sehingga berubahlah negeri mesir dari aqidah Syiah Bathiniyyah menuju kepada Aqidah Ahlusunnah yang terang dalam hal dalil, amalan dan keyakinan.
=========================================================================== =========
Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum wafat pada tahun 197 H
Syaikh Al-Lakhmi wafat pada tahun 478 H
Imam Al-Wansyarisi wafat pada tahun 914 H
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H
==========================
Via : Langkah menuju kebahagiaan |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kopasan anda ini sudah sering dilontarkan oleh Kaum Wahhabi yang pura-pura mengaku sebagai Salafi.
Justru kami tidak membahas figur Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum yang wafat pada tahun 197 H. Tapi kami sedang mengupas kesesatan aqiadah Muhammad bin Abdul Wahhab lahir pada tahun 1115 H dan wafat pada tahun 1206 H, yang mana aqidahnya sangat berbeda dengan aqidah umat Islam dunia.
Bahkan Muhammad bin abdul Wahhab inilah yang kami juluki sebagai BAPAK WAHHABI DUNIA.
Coba simak apa saja yang dia katakan:
Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti
agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula
guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia
mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu
ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal
tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam,
Tarikh Najd hal. 310).
Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya, semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi.
Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalamTarikh Najd hal. 310.
Dalam kitab Kasyf al-Syubuhat hal. 29-30, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
berkata: “Ketahuilah bahwa kesyirikan orang-orang dulu lebih ringan dari pada
kesyirikan orang-orang masa kita sekarang ini.” Maksudnya kaum Muslimin di luar golongannya itu telah syirik semua. Kesyirikan mereka melebihi kesyirikan orang-orang Jahiliyah. Sebagaimana ia tulis dalam kitab Kasyf al-Syubuhat, kitab pendiri Wahhabi yang paling ekstrem dan paling keras dalam mengkafirkan seluruh kaum Muslimin selain golongannya.
Dalam kitab al-Durar al-Saniyyah fi al-Ajwibat al-Najdiyyah, kumpulan fatwafatwa ulama Wahhabi sejak masa pendirinya, yang di-tahqiq oleh Syaikh
Abdurrahman bin Muhammad bin Qasim, ulama Wahhabi kontemporer, ada
pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, bahwa ilmu fiqih dan kitab-kitab
fiqih madzhab empat yang diajarkan oleh para ulama adalah ilmu syirik, sedangkan para ulama yang menyusunnya adalah syetan-syetan manusia dan jin. (Al-Durar al-Saniyyah, juz 3 hal. 56).
Pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ini berarti pembatalan dan pengkafiran terhadap kaum Muslimin
yang mengikuti madzhab fiqih yang empat.
Dalam berbagai kitab dan risalahnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
selalu menyebutkan kalimat-kalimat yang ditujukan kepada orang-orang musyrik.
Namun ia tidak pernah menyebut seorang pun nama orang musyrik yang
menjadi lawan polemiknya dalam kitab-kitab dan tulisannya. Justru yang ia
sebutkan adalah nama-nama para ulama terkemuka pada waktu itu seperti
Syaikh Ibn Fairuz, Marbad al-Tamimi, Ibn Suhaim, Syaikh Sulaiman dan ulama-ulama
lainnya. Maksudnya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan
seluruh ulama pada waktu itu yang tidak mengikuti ajarannya. Bahkan secara
terang-terangan, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menyebutkan dalam
kitab Kasyf al-Syubuhat, bahwa kaum Muslimin pada waktu itu telah memilih
mengikuti agamanya Amr bin Luhay al-Khuza’i, orang yang pertama kali
mengajak orang-orang Arab memuja berhala.
Pengkafiran terhadap kaum Muslimin terus dilakukan oleh ulama Wahhabi
dewasa ini. Dalam kitab Kaifa Nafhamu al-Tauhid, karangan Muhammad bin
Ahmad Basyamil, disebutkan:
“Aneh dan ganjil, ternyata Abu Jahal dan Abu Lahab lebih banyak tauhidnya
kepada Allah dan lebih murni imannya kepada-Nya dari pada kaum Muslimin
yang bertawassul dengan para wali dan orang-orang saleh dan memohon
pertolongan dengan perantara mereka kepada Allah. Ternyata Abu Jahal dan
Abu Lahab lebih banyak tauhidnya dan lebih tulus imannya dari mereka kaum
Muslimin yang mengucapkan tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul
Allah.” (Muhammad bin Ahmad Basyamil, Kaifa Nafhamu al-Tauhid, hal. 16).
Dalam pernyataan tersebut, Basyamil menganggap bahwa kaum Muslimin selain
Wahhabi, lebih syirik dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab. Kitab karya Basyamil
ini dibagi-bagikan secara gratis oleh tokoh-tokoh Wahhabi kepada siapapun
yang berminat.
Wahhabi itu hanya istilah yang sematkan oleh kalangan non wahabi terhadap orang yang anti tahlil, maulid, dll.. Bebas saja orang memberikan istilah terhadap suatu golongan. Karena yang gencar menyebarkan faham anti tahlil, maulid, dll tsb adalah Abdullah Ibn Abdul Wahhab maka mayoritas Ulama Ahlussunnah menamakannya sbg Wahabi. Dan org-org yg pndptnya sama dg anti tahlil, maulid, dll maka yang diistilahkan sbg wahabi agar mudah masyakarat modern dalam memahaminya. |
|
|
|
|
|
|
|
52. |
Pengirim: suheri - Kota: jakarta
Tanggal: 22/6/2013 |
|
wahhabi |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya, ajarannya kontradiksi. |
|
|
|
|
|
|
|
53. |
Pengirim: muhammad Al idsa - Kota: Banda Aceh
Tanggal: 26/6/2013 |
|
jika larangan ditujukan untuk tidak menonton tazkiyah,rodja tv, insan tv,wesal tv, yufid tv saya kurang setuju.. karena apa yang ditayangkan di tv tersebut lebih bermanfaat daripada TV pada umumnya di indonesia dengan politik, film, iklan, dll yang tidak bernuansa islami.kenapa kita tidak bisa menerima kelompok mereka lebih baik dalam menyebarkan pemahaman ke-islaman mereka yang menyatakan dirinya ahlussunnah walaupun sedikit berbeda dengan pemahaman pasantren atau NU. Saya juga sering membaca tentang pemikiran wahabi dan situs2 salafytobat serta sebuah forum yang mewakili 4 juta bangsa Aceh membenci Wahabi . Saya memang tidak meneliti secara ilmiah dan mendalami tentang wahabi seperti yang ustadz lakukan.. tetapi ketika bersahabat dengan mereka orang-orang yang digelari wahabi dll, ketika melihat keyakinan dan tauhidnya kita hampir sama, bahkan pendapat-pendapatnya menurut pendapat imam mazhab yang empat dan..mungkin mereka bukanlah para tokoh pemuka besar, yang telah ustaz kaji dalam kitab2 mereka. Apa yang ditayangkan di tv-tv yang saya sebutkan diatas, itu sungguh bagus dan bisa menjadi perbandingan dengan ilmu yang diajarkan dipasantren..dengan kita menontonnya maka kita bisa mengkritisinya, saya tidak melihat ditampilkannya perdebatan yang membawa kepada kesesatan atau kekafiran mungkin memang dakwah yang bersifat umum… ketika misalnya dijelaskan tentang isbal,berdoa setelah shalat,tahlil,maulid,tawasul dll dari situlah pasantren memberikan dalil-dalil dan ulama yang membolehkan kita dalam mengamalkannya.. tidaklah menyembunyikan perbedaan pendapat para ulama… saya berterimakasih atas tulisan2 ustadz..bukanlah menolak sinar matahari di siang hari tetapi ketika melihat realita tokoh2 dan pemuka besar kita yang cinta dunia; walaupun tidak adil dalam menilai secara keseluruhan dapat kita lihat dunia multimedia kita atau entertainment dan kepemimpinan di Indonesia.. hanya tinggal beberapa saja para ulama dikalangan pasantren yang zuhud dan diberikan karamah serta hikmah oleh Allah SWT.. sudah sepatutnya kita tidak egois dalam melihat perbedaan dalam ilmu kecuali hal-hal yang merusak keimanan atau tauhid seperti yang ustasdz sampaikan..saya rasa penonton dan masyarakat dengan system informasi yang sudah serba modern dengan banyaknya smartphone dan menjamurnya system digital seperti 2013 ini lebih cerdik dalam menerima berbagai referensi dalam mendengar,melihat dan membaca sebuah pemahaman.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Situs ini kami beri nama NU GARIS LURUS. Jadi warga NU yang berhaluan lurus, yang aqidahnya tidak ingin bercampurbaur dg aqidah Wahhabiah, Syiah dan JIL, mereka berhak tahu dan berhak mendapat info yang sebenarnya, khususnya tentang hakikat aqidah Wahhabi, Syiah dan JIL. Untuk itu kami berusaha memberi penerangan kepada mereka yang membutuhkan, seperti keterangan-keterangan kami. |
|
|
|
|
|
|
|
54. |
Pengirim: ade indra - Kota: sukabumi
Tanggal: 28/6/2013 |
|
awalnya saya hanya googling tentang siapa pemilik rodja tv. soalnya saya heran tentang dakwah dakwah dari rodja yg seakan akan aneh, apa2 haram, apa2 sesat. kebetulan pas googling keluar pertama itu situs pa ustadz. saya sekarang mengerti apa itu wahabi, salafi, dll. maklum pak ustadz saya masih SMA jadi mesti banyak belajar. kalo boleh, saya minta referensi artikel2 tentang pembahasan yg seperti ini. mudah2an ilmu yg saya dapat di situs ini bisa saya sebarkan minimal ke keluarga saya, umumnya temen2 saya pak ustadz. terimakasih |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akhi klik di Situs pejuangislam.com ini pada kolom: KARYA TULIS PEJUANG, trus klik pada Kategori: TERIAKAN PEJUANG, maka akhi akan dapati banyak artikel kami tentang Aliran2 sesat. |
|
|
|
|
|
|
|
55. |
Pengirim: Ilyas. - Kota: Jakarta
Tanggal: 2/7/2013 |
|
Bismillah
Yang mencela ustadz Firanda, beliau bukan tidak mau berjenggot, qodarulloh tidak tumbuh.
Yang mencela wahhabi, apa sih arti wahhabi?siapakah Muhammad bin Abdul Wahhab?
Semoga jawaban antum menjawab fitnah antum semua.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pencetus paham Wahhabi yang sudah sering kami terangkan di artikel-artikel kami dan komentarnya, silahkan rajin mencarinya, jangan mengulang2i pertanyaan yang serupa. |
|
|
|
|
|
|
|
56. |
Pengirim: ardi - Kota: sleman
Tanggal: 2/7/2013 |
|
Assalamu'alaikum. saya awam. jika semua yang anti tahlilan wahabi berarti muhammadiyah, persis, pks, itu wahabi ya ustadz? soalnya mereka tidak mau tahlilan di kampung saya, bahkan masjid muhammadiyah tdk mengadakan yasinan..lantas apakah sholat saya di masjid muhammadiyah sah? dan saya cari masjid lain yang lebih jauh,.. karena saya baca komentar di sini wahabi harus dihancurkan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sedang membahas TV RODJA yang didirikan oleh kelompok Wahhabi pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab yang aqidahnya Mujassimah sesat itu, yang mana mereka secara terang-terangan sering menuduh SESAT kepada para pengamal Tahlilan (warga NU) serta amalan-amalan NU lainnya.
Bagi kami Tahlilan adalah sunnah, bukan wajib, jadi yang tidak mau Tahlilan maka No Problem bagi kami, tapi kalau ada yang berani menuduh Tahlilan itu sesat dan pengamalnya diancam masuk Neraka, maka akan kami lawan dengan berbagai macam cara yang dibenarkan dalam Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
57. |
Pengirim: ardi - Kota: sleman
Tanggal: 2/7/2013 |
|
assalamu'alaikum. ustadz jika aswaja hanya NU saja maka bagaimana dengan Muhammadiyah? soalnya saya pernah bekerja dengan sd muhammadiyah? apakah gaji saya haram? lantas Persis itu siapa? DDII? Jamaah tabligh? Tarbiyah? FPI? Hidayatullah? semua nya membuat saya bingung? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sedang melawan kaum Wahhabi, kami tidak sedang membahas ormas-ormas yang akhi tanyakan.
Alhamdulillah, HB, Rizieq adalah sahabat kami. Bahkan kami punya kawan dari ormas Muhammadiyah, Hidayatullah, DDII, Al-irsyad, PKS, dll.
Tapi secara tegas, kami menolak keberadaan Wahhabi, Syiah dan JIL. |
|
|
|
|
|
|
|
58. |
Pengirim: andi - Kota: pekalongan
Tanggal: 3/7/2013 |
|
Assalamu'alaikum wr.wb
Dengan hormat kpda bpak pengurus stasiun TV Rodja.
Saya selaku orang NU merasa tidak
nyaman akan kehadiran nya tv dan radio milik anda kami minta tolong TUTUP TV dan Radio anda.
Karna bisa menjadikan permusuhan antara kami orang NU dan Golongan anda.
Sebelumnya saya mengucapkan banyak terima kasih atas pengertian nya.
Syukro..
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akhi Andi, surat terbuka sampean pasti dibaca oleh kaum Wahhabi. Terima kasih atas dukungannya. |
|
|
|
|
|
|
|
59. |
Pengirim: sani Fauzi - Kota: Tasikmalaya
Tanggal: 5/7/2013 |
|
pada saat pertama saya lihat Rodja Tv, wesal tv, insan tv,, saya tidak tau kalo itu wahabi.. karena dalam setiap ceramahnya ada yang mengutip perkataan imam maliki, imam syafi'i, dan imam hambali.. tapi belum pernah denger ngutip dari perkataan imam hanafi.. hehe lupa kali kalo imam mujtahid ahlussunnah waljama'ah ada 4.. hehe. tapi setelah saya dengar dari salah satu ustadznya bahwa ayat-ayat yang mutasyabihat itu tidak boleh dita'wil harus di artikn dengan terjemahan seadanya.. langsung kaget.. wih, ini mh wahabi.. ane pikir ini Aswaja, soalnya bawa-bawa nama imam-imam kita, termasuk imam ghozaly, imam nawawi,, padahal setau saya wahabi itu tidak suka terhadap imam-imam kita.. aneh bukan?! he. sampai saat ini saya & keluarga saya masih sering liat acara2 d rodja tv,, karena ingin tau ulama-ulama wahabi itu siapa saja, ajaran-ajarannya apa saja, bukan untuk mengikutinya tapi untuk tahu sampai mana keilmuannya dan bagaimana cara menghindarinya. Alhamdulillah dan insya Alloh sampai saya meninggal, saya dan keluarga saya tetap memegang teguh Ahlusunnah wal jama'ah madzhab Syafi'iyah dan Asy'ariyah Maturidiyah. keluarga kami keturunan kiai,, dan saya pernah menjadi Mufassir pesantren yang didirikan oleh Mama ( UWA ) Ajengan KH. Khoer Affandi yaitu Ma'had Miftahul Huda Manonjaya untuk bidang ilmu Ushuluddin.. saya yakin dengan dengan keyakinan saya karena mengandung dalil ijmali dan dalil tafsili, yang bisa meruntuhkan aqidah yang bathil. insya Alloh. pidu'an we.. hehe |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Karena itu kami iklankan lewat media ini bahwa: TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. Tentu pemilihan judul ini telah kami pikirkan matang-matang, agar siapapun yang membacanya akan brrpikir dengan bersih dan dapat mengambil manfaat. Semoga...! |
|
|
|
|
|
|
|
60. |
Pengirim: Abdulsaniman@gmail.com - Kota: SAMBAS
Tanggal: 7/7/2013 |
|
Dakwah nabi dari rumah ke rumah untuk mengajak umat taat kpd allah |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar. Jadi TV Rodja tidak mengikuti tata cara Nabi SAW secara persis/tepat. Maka pantaslah jika dikatakan TV Rodja, Bid'ahnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
61. |
Pengirim: wan muhammad - Kota: semarang
Tanggal: 7/7/2013 |
|
Bagus informasinya. Tapi alangkahkah lebih elegan dan lebih baik jika sekalian saja kita kaum ahlusunnah wal jamaah, juga memberikan kontribusi dengan membat stasiun penyiaran yang jauh lebih baik untuk memberikan memberikan pemahaman beragama dan beraqidah yang benar.
Sekian dan mohon tanggapannya |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Permasalahan utama adalah, Kaum Wahhabi dapat suprort dana besar dari Negara Kaya Minyak, Saudi Arabiah. Syiah dapat support dana besar dari Negara Kaya Uranium, Iran. Sedangkan Ahlus sunnah tidak ada Negara Kaya yang mensupport dana untuk kepentingan dakwah Aswaja. Bahkan berdiri dan berkembangnya Situs Pejuang Islam inipun dengan dana penulis pribadi. |
|
|
|
|
|
|
|
62. |
Pengirim: mashuri - Kota: sarolangun jambi
Tanggal: 8/7/2013 |
|
Skrg tv rodja banyak dijadikan rujukan kawula muda yg tdk tahu alirannya wahabbi, mk pemerintah hrs ikut membredelnya. Jgn dibiarkan berkdmbang tv rodja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sepakat, semoga telinga Pak Pemerintah mendengarkan curhat akhi ini...! |
|
|
|
|
|
|
|
63. |
Pengirim: abi ammar - Kota: pontianak
Tanggal: 11/7/2013 |
|
Assalamulaikum, kalo para Ulama Wahabi ini tidak sependapat soal dakwah televisi berati mereka (wahabi) bisa dihukumi plin-plan ya Ustad? trus kalau Ustad NU seperti Anda menghukumi Syi'ah sesat sedangkan Ketum NU blg tidak sesat jdnya bole ngga dihukumi plin-plan? link : http://www.majulah-ijabi.org/16/post/2012/10/said-aqil-siradj-syiah-tidak-sesat.html |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yaa sangat bisa doong ... kalau Said Agil Siraj si Penjual Agama itu didapuk menjadi BAPAK PLIN-PLAN INDONESIA, karena tokoh Liberal yang satu ini, kerjanya hanya mencari-cari dimana ada dana dan fasilitas yang menguntungkan, maka di situ pula dia bela mati-matian, termasuk membela kesesatan Syiah.
Dia kan aliran Bengkok, bukan Lurus. Coba baca artikel kami di situs ini, sebagai berikut:
SAID AGIL SIROJ, ADALAH PEJUANG HINDU BUDHA KRISTEN KONGHUCU
Judul di atas disimpulkan dari judul KEBHINNEKAAN DAN PLURALISME bab 13 buku TASAWAUF SEBAGAI KRITIK SOSIAL karangan Said Aqil Siroj, tebitan Mizan, September 2006. Said mengatakan : Meski berasal dari bahasa Sansekerta yang dikatakan identik dengan ajaran Hindu/Budha, sebetulnya semboyan Bhinneka Tunggal Ika sangat relevan pula dengan ajaran- ajaran agama besar sesudahnya.
Dalam agama Islam misalnya, secara tegas Allah berfirman (artinya) : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. Al-Hujurat 13).
Said melanjutkan : Selanjutnya kemajmukan manusia tersebut dipungkasi pula dengan ayat yang sama, `Sesungguhnya orang yan paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang bertaqwa di antara kamu (paling taat dan patuh kepada-Nya)`. Esensi firman Tuhan tersebut berlaku bagi semua agama di dunia, terutama agama monoteis (Yahudi, Kristen, dan Islam).
Kristen Protestan, Katolik, Islam, Hindu, Budha Konghucu, ataupun agama-agama lainnya, hakikatnya SAMA, yakni mengakui adanya Zat yang menciptakan dunia dan isinya. Zat inilah yang wajib disembah dan ditaati oleh semua orang tanpa pandang bulu sehingga kualitas ketaatan seorang manusia berada da atas ras, golongan, status sosial, warna kulit, serta perbedaan- perbedaan lahiriah lainnya. (halaman 279-280).
Cuplikan di atas memberikan pemahaman, bahwa menurut Said, seorang penganut Hindu yang menyembah Dewa Wisnu, asalkan taat kepada Dewa Wisnu sekalipun mengingkari ketuhanan Allah dan kerasulan Nabi Muammad SAW adalah sangat mulia di sisi Tuhan.
Demikian juga penganut agama Budha yang taat kepada Sidharta Gautama dan mengingkari ketuhanan Allah serta kerasulan Nabi Muhammad SAW, atau penganut Kristen Katolik/Protestan yang mengingkari kerasulan Nabi Muhammad SAW, apalagi menyakini adanya tiga tuhan (Trinitas): Tuhan Bapak, Tuhan Anak, Tuhan Roh Qudus (Bunda Maria), menurut Said, asalkan mereka taat memegangi ajaran agamanya masing-masing serta taat beribadah menyembah tuhannya masing- masing, maka menjadi mulia di sisi Allah sesuai dengan ayat Alquran di atas.
Pembelokan pemahaman ayat Alquran yang dilakukan oleh Said ini, umum diistilahkan oleh para ulama sebagai perilaku `Kalimatu haqqin uriida bihal baathil` = menggunakan kalimat yang haq (ayat Alquran) untuk kebatilan (memperjuangkan kemuliaan penganut Hindu, Budha, Kristen, Konghucu dan agama-agama non Islam lainnya).
Di sisi lain, memberi makna bahwa Said Aqil Siraj mengingkari ayat Innad diina `indallahil islaam (Sesungguhnya satu-satunya agama yang (aqidah dan syariatnya) BENAR di sisi Allah, hanyalah agama Islam).
Sedangkan kaum Wahhabi Plin-plannya seragam, inkonsisten dengan keyakinannya sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
64. |
Pengirim: novan nurhidayat - Kota: banyuwangi
Tanggal: 17/7/2013 |
|
kyai, apa g kepikiran membuat tv dalam berdakwah, untuk membentengi generasi muda kita dari gencarnya syiar aliran sesat. kami di banyuwangi, daerah tapalkuda basis aswaja pasti akan mendukung baik materi dan doa. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dulu aktifis muslim di Malang pernah merintis TV Syiar. Bahkan ada donatur dana hingga 900 juta, ternyata dana itu masih kurang banyak dan tujuan utama tidak terpenuhi. |
|
|
|
|
|
|
|
65. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 20/7/2013 |
|
apa dalil anda menambahkan kata " sayyidina " bershalawat untuk Rasulullah SAW. dan 3 atau 7, 40, 100, 1000 hari tahillan untuk orang meninggal ???? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Lantas, apa dalil anda dari Alquran maupun Hadits shahih, kok berani-beraninya anda melarang umat Islam yang ingin menghormati Sayyidina Muhammad SAW dengan menambah lafadz Sayyidina saat bershalawat?
2. Wah, rupanya literatur anda masih minim sekali, karena menyodorkan pertanyaan kuno ini. Nah, berikut ini secuplik jawaban, dan untuk selanjutnya anda yang rajin baca artikel-artikel kami, dan jangan malas-malas agar naik kelas, dan keilmuan anda sedikit bisa terbuka:
TAHLILI SAJA MAYITMU SAMPAI 7 HARI, NO PROBLEM !
Jika ada di antara umat Islam, yang benar-benar penganut Ahlus sunnah wal jamaah, tengah mendapatkan musibah ditinggal wafat oleh anggota keluarganya, maka hendaklah handai taulan mayit itu mengamalkan ajaran para Shahabat Nabi SAW dan para Tabi’in, yaitu mentahlili mayitnya itu selama 7 hari.
Adapun salah satu ajaran para Shahabat dan para Tabi’in itu telah diriwayatkan oleh Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya, beliau mengatakan bahwa Imam Thawus Attabi’i berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia itu difitnah (diuji) dalam kuburannya selama 7 hari, karena itu mereka (para shahabat Nabi SAW) menganjurkan (bersedekah) memberi makanan atas nama para mayit itu pada hari-hari tersebut “.
Dalam riwayat lain disebutkan: Dari Ubaid bin Umair beliau berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah (diuji) selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari“. Menurut Imam Suyuthi, para perawinya adalah shahih. (al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).
Adapun, sebagaimana dimaklumi oleh umat Islam, bahwa sedekah itu sendiri dalam pandangan syariat adalah bervariatif, sebagaimana disebut dalam sabda Nabi SAW:
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang kalian bisa sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang yang mendatangi syahwatnya di antara kami juga akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah RA beliau berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun dalam kegiatan tahlilan itu sendiri mencakup pembacaan surat Yasin seperti yang diperintahkan oleh Nabi SAW: Bacakanlah surat Yasin untuk mayit kalian. (HR. Abu Dawud).
Kemudian membaca kalimat thayyibah seperti: Tahlil, Takbir, Tahmid, Hasbana, Hauqala, Istighfar, Shalawat Nabi, serta doa-doa untuk kebaikan mayit, Semua amalan ini termasuk dalam kategori sedekah yang dianjurkan oleh Nabi SAW sebagai ibadah sunnah.
Belum lagi, keluarga yang ketempatan dalam kegiatan tahlilan rutin di kampung-kampung, atau para tetangga dari keluarga yang terkena musibah, umumnya ikut mengeluarkan sedekah berupa suguhan bagi para pelayat, yang mana amalan ini juga termasuk sunnah bagi umat Islam.
Jadi menentukan tahlilan untuk mayit dalam keadaan apapun, serta dalam waktu kapanpun, khususnya memilih waktu pada hari ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 itu bukanlah tradisi Hindu seperti yang dituduhkan oleh kaum Wahhabi, namun telah dicontohkan dan diamalkan oleh para Shahabat dan para Tabi’in sebagaimana tersebut di atas.
|
|
|
|
|
|
|
|
66. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 20/7/2013 |
|
jelas anda menentang al-albani, karena di bukunya sifat solat nabi mengatakan rasulullah menbaca surat al-fatihah dengan memutus bacaan ayat demi ayat, sedangkan anda solat terawihnya menyambung ayat tersebut dan sujud rukuknya seperti burung pelatuk (sangat cepat) dan witirnya 2 rakaat 1 salam tambah 1 rakaat 1 salam, sedangkan yang artinya witir itu kan GANJIL ????? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, kami SANGAT MENENTANG Al-Albani tokoh Wahhabi yang anda bangga-banggakan itu ! Karena Al-Albani dengan kedangkalan ilmunya berani menyalahkan dan mengkafirkan Imam Bukhari, lihat tulisan al Albani ini, dalam kitab karyanya; al Fatawa, hlm. 523, ia berkata:
Siapa yang mentakwil firman Allah “Kullu Sya’in Halikun Illa Wajhahu” maka takwilnya adalah sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang muslim”.
Padahal Imam al Bukhari telah mentakwil ayat tersebut, beliau mengatakan “Illa wajhahu” artinya “Illa Mulkahu”. Dengan demikian makna ayat tersebut “Segala sesuatu akan punah kecali kekuasaan /kerajaan Allah”. lihat Shahih al Bukhari dalam tafsir surat al Qasas.
Ini berarti sama saja Al-Albani mengkafirkan Imam al Bukhari.
Anda lihat kembali al Albani berkata:
Siapa yang mentakwil firman Allah “Kullu Sya’in Halikun Illa Wajhahu” maka takwilnya adalah sesuatu yang tidak akan dikatakan oleh seorang muslim. > (alias takwilan orang kafir) |
|
|
|
|
|
|
|
67. |
Pengirim: Rudi rahman - Kota: jambi
Tanggal: 20/7/2013 |
|
weih ternyata segitunya yah kaum wahabi mau meracuni pikiran orang awam., saya pun hampir terkecoh dengn acara2 yang slalu ceramah dan mengeluarkan hadist2 mereka... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga umat Islam Indonesia tetap Sunni Syafi'i dan tidak berubah haluan. |
|
|
|
|
|
|
|
68. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 21/7/2013 |
|
anda yang men-ada adakan / menambahkan kata "sayydina" . sementara sabda Rasulullah SAW: apabila salah seorang antara kamu membaca tasyawud dalam bershalawat hendaklah ia membaca " Allahumma salli 'ala muhammad " dan seterusnya. (HR. MUSLIM DAN BUKHARI). atau yang lain HR. Ibnu Khuzaimah, Daruqutni, Ibnu Hibban/ riwayat baihaqi dan hakim. jadi kalau mengikuti apa yang anda pahami berarti saya tidak mengikuti ajaran nabi. pilih sunnah nabi atau bid'ah anda????? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Menambah kata "Sayyid" sebelum menyebut nama Nabi Muhammad adalah perkara yang dibolehkan di dalam syari’at. Karena pada kenyataannya Rasulullah adalah seorang Sayyid, bahkan beliau adalah Sayyid al-‘Alamin, penghulu dan pimpinan seluruh makhluk. Salah seorang ulama bahasa terkemuka, ar-Raghib al-Ashbahani dalam kitab Mufradat Alfazh al-Qur’an, menuliskan bahwa di antara makna “Sayyid” adalah seorang pemimpin, seorang yang membawahi perkumpulan satu kaum yang dihormati dan dimuliakan (Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, h. 254).
Dalam al-Qur’an, Allah menyebut Nabi Yahya dengan kata “Sayyid”:
وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ (ءال عمران: 39)
“... menjadi sayyid (pemimpin) dan ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”. (QS. Ali ‘Imran: 39)
Nabi Muhammad jauh lebih mulia dari pada Nabi Yahya, karena beliau adalah pimpinan seluruh para nabi dan rasul. Dengan demikian mengatakan “Sayyid” bagi Nabi Muhammad tidak hanya boleh, tapi sudah selayaknya, karena beliau lebih berhak untuk itu. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang “Sayyid”. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ (رواه الترمذي)
“Saya adalah (sayyid) penghulu manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi)
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi kita mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur.
Sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menambah lafazh talbiyah dari yang sudah diajarkan oleh Rasulullah. Lafazh talbiyah yang diajarkan oleh Nabi adalah:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لاَ شَرِيْكَ لَكَ
Namun kemudian sabahat Umar ibn al-Khaththab menambahkannya. Dalam bacaan beliau:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ ، وَالْخَيْرُ فِيْ يَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ
Dalil lainnya adalah dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa beliau membuat kalimat tambahan pada Tasyahhud di dalamnya shalatnya. Kalimat Tasyahhud dalam shalat yang diajarkan Rasulullah adalah “Asyhadu An La Ilaha Illah, Wa Asyhadu Anna Muhammad Rasulullah”. Namun kemudian ‘Abdullah ibn ‘Umar menambahkan Tasyahhud pertamanya menjadi:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
Tambahan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah” sengaja diucapkan oleh beliau. Bahkan tentang ini ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata: “Wa Ana Zidtuha...”. Artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”. (HR Abu Dawud)
Dalam sebuah hadits shahih, Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah ibn Rafi', bahwa ia (Rifa'ah ibn Rafi’) berkata: “Suatu hari kami shalat berjama'ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku' beliau membaca: “Sami’allahu Liman Hamidah”, tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Setelah selesai shalat Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?". Orang yang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ
“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Asqalani dalam kitab Fath al-Bari, dalam menjelaskan hadits sahabat Rifa’ah ibn Rafi ini menuliskan sebagai berikut: “Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan kepada beberapa perkara. Pertama; Menunjukan kebolehan menyusun dzikir yang tidak ma'tsur di dalam shalat selama tidak menyalahi yang ma'tsur. Dua; Boleh mengeraskan suara dzikir selama tidak mengganggu orang lain di dekatnya. Tiga; Bahwa orang yang bersin di dalam shalat diperbolehkan baginya mengucapkan “al-Hamdulillah” tanpa adanya hukum makruh” (Fath al-Bari, j. 2, h. 287).
Dengan demikian boleh hukumnya dan tidak ada masalah sama sekali di dalam bacaan shalawat menambahkan kata “Sayyidina”, baik dibaca di luar shalat maupun di dalam shalat. Karena tambahan kata “Sayyidina” ini adalah tambahan yang sesuai dengan dasar syari’at, dan sama sekali tidak bertentangan dengannya.
Asy-Syaikh al’Allamah Ibn Hajar al-Haitami dalam kitab al-Minhaj al-Qawim, halaman 160, menuliskan sebagai berikut:
وَلاَ بَأْسَ بِزِيَادَةِ سَيِّدِنَا قَبْلَ مُحَمَّدٍ، وَخَبَرُ"لاَ تُسَيِّدُوْنِي فِيْ الصَّلاَةِ" ضَعِيْفٌ بَلْ لاَ أَصْلَ لَهُ
“Dan tidak mengapa menambahkan kata “Sayyidina” sebelum Muhammad. Sedangkan hadits yang berbunyi “La Tusyyiduni Fi ash-Shalat” adalah hadits dla'if bahkan tidak memiliki dasar (hadits maudlu/palsu)”.
Di antara hal yang menunjukan bahwa hadits “La Tusayyiduni Fi ash-Shalat” sebagai hadits palsu (Maudlu’) adalah karena di dalam hadits ini terdapat kaedah kebahasaan yang salah (al-Lahn). Artinya, terdapat kalimat yang ditinjau dari gramatika bahasa Arab adalah sesuatu yang aneh dan asing. Yaitu pada kata “Tusayyiduni”. Di dalam bahasa Arab, dasar kata “Sayyid” adalah berasal dari kata “Saada, Yasuudu”, bukan “Saada, Yasiidu”. Dengan demikian bentuk fi’il Muta'addi (kata kerja yang membutuhkan kepada objek) dari “Saada, Yasuudu” ini adalah “Sawwada, Yusawwidu”, dan bukan “Sayyada, Yusayyidu”. Dengan demikian, -seandainya hadits di atas benar adanya-, maka bukan dengan kata “La Tasayyiduni”, tapi harus dengan kata “La Tusawwiduni”. Inilah yang dimaksud dengan al-Lahn. Sudah barang tentu Rasulullah tidak akan pernah mengucapkan al-Lahn semacam ini, karena beliau adalah seorang Arab yang sangat fasih (Afshah al-‘Arab).
Bahkan dalam pendapat sebagian ulama, mengucapkan kata “Sayyidina” di depan nama Rasulullah, baik di dalam shalat maupun di luar shalat lebih utama dari pada tidak memakainya. Karena tambahan kata tersebut termasuk penghormatan dan adab terhadap Rasulullah. Dan pendapat ini dinilai sebagai pendapat mu’tamad.
Asy-Syaikh al-‘Allamah al-Bajuri dalam kitab Hasyiah al-Bajuri, menuliskan sebagai berikut:
الأوْلَى ذِكْرُ السِّيَادَةِ لأَنّ الأفْضَلَ سُلُوْكُ الأدَبِ، خِلاَفًا لِمَنْ قَالَ الأوْلَى تَرْكُ السّيَادَةِ إقْتِصَارًا عَلَى الوَارِدِ، وَالمُعْتَمَدُ الأوَّلُ، وَحَدِيْثُ لاَ تُسَوِّدُوْنِي فِي صَلاتِكُمْ بِالوَاوِ لاَ بِاليَاءِ بَاطِلٌ
“Yang lebih utama adalah mengucapkan kata “Sayyid”, karena yang lebih afdlal adalah menjalankan adab. Hal ini berbeda dengan pendapat orang yang mengatakan bahwa lebih utama meninggalkan kata “Sayyid” dengan alasan mencukupkan di atas yang warid saja. Dan pendapat mu’tamad adalah pendapat yang pertama. Adapun hadits “La Tusawwiduni Fi Shalatikum”, yang seharusnya dengan “waw” (Tusawwiduni) bukan dengan “ya” (Tusayyiduni) adalah hadits yang batil” (Hasyiah al-Bajuri, j. 1, h. 156) |
|
|
|
|
|
|
|
69. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 21/7/2013 |
|
berdarsarkan sabda Rasulullah SAW :
"jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, (sebab) sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
riwayat lain: " barang siapa yang membuat dalam urusan (agama) kita ini sesuatu tidak termasuk darinya maka dia tertolak. (Muttafaq 'alaih).
riwayat lain: " barang siapa yang melakukan amalan yang tidak ada padanya (dasarnya dalam) urusan (agama) kita, maka dia tertolak". (HR. MUSLIM). disini jelas saya berpegang teguh sunnah nabi bukan susunan anda.. jd dalil dr mana anda datangkan??? perhatikanlah dan tanyalah kalau anda kurang paham tanya ke ahlinya pa ada Rasulullah SAW meriwayatkan / mengajarkan para sahabat tentang tambahan kata sayyidina. terus gimana dengan witir anda 2 rakaat 1 salam pa mungkin anda meng artikan Witir kadang bisa genab dan bisa ganjil menurut kebutuhan anda.
dalam riwayat lain: " jika orang ini mati dalam keadaan sperti itu, ia mati diluar agama Muhammad. (ia shalat seperti burung gagak memetuk makanan), permisalan oarang yang ruku' nya tidak sempurna dan sujud sujudnya cepat seperti orang kelaparan yang memakan sebiji atau dua biji kurma yang tidak mengenyangkannya sedikit pun". (HR. Abu Ya'la, ath-Thabrani).
Abu Hurairah ra. berkata, " kekasihku (Nabi SAW) melarangku sujud dengan cepat seperti ayam mematuk, ia juga melarangku menoleh ke kanan atau kekiri sperti menolehnya musang, dan melarang ku duduk iq'aa seperti kera. (HR. ath-Thayalisi, Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah.
jadi jelas dalam gerakan sholat wajib Tuma'ninah dalam sujud dan kenapa kebanyakan warga anda sholat terawihnya bisa cepat?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lebih-lebih kalau anda ingin SEGERA MATI DI LUAR AJARAN NABI MUHAMMAD SAW, maka TONTONLAH DAKWAH TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan CARA BERDAKWAH atau MENDENGARKAN CERAMAH LEWAT TV RODJA, dan NABI SAW tidak pernah membagi BID'AH itu menjadi DUA, yaitu BID'AH DINIYAH (keagamaan) dan BID'AH DUNIAWIYAH (urusan dunia) dalam hadits shahihnya. Kalau nggak percaya, hayoo carikan dalil dari Hadits Shahih untuk dasar bolehnya BERDAKWAH LEWAT TV dan dasar BID'AH dibagi dua : BID'AH DINIYAH & BID'AH DUNIAWIYAH...!
Bid'ahnya kaum Wahhabi mendirikan TV Rodja dan membagi bid'ah menjadi BID'AH DINIYAH & BID'AH DUNIAWIYAH ini jelas-jelas menuruti hawa nafsunya belaka, tidak mengikuti sunnah Nabi SAW, padahal Rasulullah SAW bersabda : "jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru, (sebab) sesungguhnya setiap perkara yang baru itu adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi). riwayat lain: " barang siapa yang membuat dalam urusan (agama) kita ini sesuatu tidak termasuk darinya maka dia tertolak. (Muttafaq 'alaih). riwayat lain: " barang siapa yang melakukan amalan yang tidak ada padanya (dasarnya dalam) urusan (agama) kita, maka dia tertolak". (HR. MUSLIM). |
|
|
|
|
|
|
|
70. |
Pengirim: taufik - Kota: jkt
Tanggal: 21/7/2013 |
|
Assalamu'alaikum.. ustadz, maaf saya mau nanya, sebelumnya saya ketahui dari berita di media ada umat yang mengaku Islam melakukan bom bunuh diri di Masjid Polresta Cirebon, bisa2nya sebagai umat Islam menganiaya diri sendiri untuk aniaya sesama muslim, itu kenapa ya, Islam 'ko gitu? apakah perbuatan bomber tersebut disunahkan (ada dhalilnya) atau bid'ah? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dalam konteks ke-indonesia-an, umat Islam mengalami berbagai evolusi. Menurut sejarah Indonesia, Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para Ulama dari negeri Gujarat India lewat jalur perdagangan.
Jika diteliti lebih lanjut dan ditarik garis ke atas, maka akan ditemukan bahwa para perintis penyebaran Islam di Indonesia ini adalah keturunan dari tokoh-tokoh Ulama yang berasal dari negeri Yaman, tepatnya di tanah Hadramaut.
Terbukti, bahwa pemahaman Islam yang mereka sebarkan di Indonesia adalah bermadzhab Sunny Syafi`i, sesuai dengan madzhab yang dianut oleh nenek moyang mereka yang berada di Hadramaut Yaman.
Belum lagi banyaknya warga keturunan Hadramaut yang hingga kini mendominasi keberadaan etnis Arab yang tersebar di negeri ini. Terjadinya evolusi dalam tubuh umat Islam Indonesia, ditengarai sejak datangnya penjajah Belanda yang ikut menyebarkan agama Nasrani, serta memberi kontribusi perilaku yang tidak sesuai dengan budaya masyarakat Indonesia, terutama kalangan umat Islamnya.
Ringkasnya, pengaruh penjajahan Belanda mencapai 350 tahun mencaplok bumi Indonesia, inilah yang menjadi salah satu faktor utama mengapa umat Islam Indonesia tidak lagi menjadi utuh dalam pemahaman keagamaannya, sebagaimana yang diajarkan oleh para penyebar Islam pertama kali di Indonesi, terutama Walisongo dan para koleganya. Kini umat Islam Indonesia telah menganut berbagai madzhab pemikiran, serta perilaku keagamaan, yang semakin hari semakin bermunculanlah hal-hal yang sebelumnya tidak dikenal oleh masyarakat Islam Indonesia.
Sebut saja misalnya munculnya paham nasionalis religius, yang mana keberadaan pengikut pamahan ini tiada lain karena terinspirasi dari sikap sekelompok tokoh beragama Islam, namun tetap ingin mempertahankan eksistensinya sebagai orang-orang yang selalu berkiprah dalam perebutan kekuasaa kebangsaan di negeri ini, yang mana dalam menjalani kehidupan sosial kemasyarakatannya tidak bersedia diatur oleh hukum syariat Islam secara utuh.
Dewasa ini, ada tiga kelompok besar dalam tubuh umat Islam Indonesia:
KAUM LIBERAL, yaitu kelompok yang tetap mengaku sebagai pemeluk Islam, namun tidak bersedia diikat oleh peraturan syariat agama Islam yang telah baku dan menjadi standar hukum di kalangan masyarakat dunia Islam.
Kelompok Liberal ini dalam status penolakannya terhadap syariat Islam bertingkat-tingkat. Adapun yang tergolong kelompok ini antara lain adalah kaum sekuleris, nasionalis, pluralis, dan liberalis.
Kelompok ini pada dasarnya adalah lebih menuhankan akal pikiran dan hawa nafsunya dibanding ketaatan dan ketundukannya kepada syariat Islam secara utuh.
KAUM MODERAT, namun penulis lebih senang mengistilahkan dengan KELOMPOK KONSISTEN, sebagai terjemahan dari istilah ISTIQAMAH, ini jika yang dimaksud adalah umat Islam yang masih konsisten berpegang teguh terhadap ajaran syariat Islam dalm pemahaman Ulama Salaf Ahlussunnah wal jamaah. Karena jika disebut dengan istilah KAUM MODERAT dewasa ini, maka akan dipahami oleh masyarakat awam, lebih berorientasi kepada kelompok liberal, karena arti MODERAT, kini sudah bergeser kepada arti kelompok yang dapat menerima hal-hal di luar konteks syariat, termasuk dapat menerima segala macam aliran pemikiran bahkan menerima perilaku dan ritual non muslim.
Jadi dalam pembahasan kelompok Moderat ini, penulis akan menfokuskan pada istilah kelompok Konsisten.
Kelompok Konsisten ini adalah mayoritas umat Islam yang masih mengikuti ajaran syariat yang telah diterima secara estafet dengan panduan kitab yg standar yang diterima secara estafet pula dari para ulama dan orang tua, dari generasi pendahulunya yang lebih tua lagi hingga sampai kepada para pembawa dan penyebar agama Islam yang pertama kali datang ke Indonesia, yaitu para Walisongo dan ulama sejamannya.
Kelompok Konsisten ini, selalu berupaya untuk menerapkan syariat Islam secara utuh, namun tetap disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang secara riil dihadapi.
Di saat bergaul dengan masyarakat yang belum mampu menerapkan syariat Islam secara utuh, maka kelompok ini mengambil kebijakan yang sedikit lentur namun tetap mengarahkan masyarakat untuk dapat melaksanakan syariat Islam dengan sempurna.
Sebagai ilustrasi, Walisongo dapat berdakwah melalui jalur budaya asli tanah Jawa yang secara kasat mata tidak ada kolerainya dengan pelaksanaan syariat.
Namun pada kesempatan lain, para Walisongo tidak segan-segan menghukum mati Syekh Sidi Jenar, yang secara ilmu dhahir atau kasat mata dinilai telah melakukan tindak pidana perbuatan kemurtadan di depan khalayak, dengan pengakuannya semisal AKU ADALAH ALLAH.
Para Walisongo ini hanyalah melaksanakan kaedah syariat: Nahnu nahkum bid dhawahir wallahu ya`lamus sarair (kami menghukumi secara dhahir, sedangkan Allah yang mengetahui rahasia yang tersembunyi), serta mengqiaskan dengan hadits: Man baddala diinahu faqtuluuhu (barang siapa yang menggantikan agamanya/murtad, maka bunuhlah).
Keputusan para Walisongo dalam menghukum mati Syekh Sidi Jenar, adalah upaya melaksanaan syariat Islam secara utuh, tatkala mereka mendapatkan kesempatan yang memungkinkan terhadap pelaku kemurtadan, tentunya sesuai dhahir kaedah syariat.
Kelompok Konsisten di masa kini, sudah seharusnya meneladani sikap dan perilaku serta ajaran Walisongo ini. Yaitu, saat menghadapi situasi yang belum memungkinkan melaksanakan syariat semisal terhadp tindak pidana, maka selayaknya dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya.
Namun, jika ada kesempatan dan ada kemampuan untuk melaksanakan Amar ma`ruf sekaligus mengamalkan Nahi mungkar dengan arti yang sesungguhnya dan dirasakan dapat membawa kemaslahatan umat, maka sudah sepatutnya kelompok konsisten ini menjalankan kewajiban tersebut, tanpa harus merasa khawatir atau takut dijuluki masyarakat sebagai kelompok garis keras, atau kelompok ekstrim, dll.
Sebab, jika benar orang yang melaksanakan syariat nahi mungkar dengan memerangi perilaku tindak pidana, dikategorikan sebagai kelompok garis keras atau ekstrim, maka para Walisongo-lah yang paling tepat mendapat julukan kelompok garis keras maupun ekstrim.
Jadi, mengelompokkan kaum Konsisten ke dalam kelompok garis keras, atau ekstrim, atau bahkan radikal, yang akan dibahas pada sesi berikut, menjadi tidak logis dan tidak tepat.
KAUM RADIKAL. Dalam hal ini, penulis membagi kaum Radikal menjadi dua. Pertama, kaum Radikal dalam pemikiran dan pemhaman. Maksudnya, setiap kelompok Islam yang tidak dapat bertoleransi dengan kelompok Islam lainnya, hanya karena beda organisasi, atau hanya karena perbedaan pemahaman yang bersifat furu` atau khilafiyah furu`iyah, bukan perbedaan yang menyangkut aqidah atau usuluddin atau ketauhidan, maka kelompok ini dinamakan kaum Radikal.
Seperti adanya kelompok Wahhabi/Salafi yang senang mengkafirkan kaum muslimin, karena dianggap telah melakukan bid`ah dhalalah, padahal yang dilakukan oleh masyarakat hanyalah sekedar mengundang warga untuk membaca Alquran, shalawat Nabi, dzikir, mendengar ceramah agama, dan memberi sedekah makan, hanya saja dilakukan dalam sebuah rangkaian acara yang disebut TAHLILAN.
Jadi, kelompok yang mengkafirkan jama`ah tahlilan inilah yang disebut sebagai kelompok Radikal dalam pemikiran dan pemahaman.
Kedua kaum Radikal dalam perilaku. Kelompok ini adalah mereka yang melakukan perusakan fisik maupun pembantaian terhadap nyawa orang lain, tanpa mempertimbangkan syarat-syarat yang ditetapkan ole syariat perang.
Ada istilah yang memudahkan umat untuk mengenal kelompok ini, yaitu adanya BOM BUNUH DIRI dan BOM SYAHID.
Bom bunuh diri yaitu bom yang dilakukan di negara daarul amaan, dengan sasaran membabibuta, menghancurkan fasilitas umum yang diperkenankan oleh syariat semisal halte bis, membunuh wanita dan anak-anak serta orang-orang tua rentah, menumbangkan pepohonan dsb.
Bom bunuh diri hukumnya haram dan pelakunya dianggap fasik, namun tidak sampai murtad, karena telah melanggar tata cara syariat peperangan melawan kekafiran.
Sedangkan bom syahid dilakukan di negara konflik antar umat Islam melawan orang-orang kafir.
Dengan adanya perkembangan teknologi, maka salah satu strategi untuk dapat membalas serangan musuh, yang dewasa ini memiliki peralatan perang yang lebih canggih dari peralatan milik umat Islam, maka sebagian para ulama yang hidup di wilayah konflik telah menfatwakan bolehnya melakukan bom syahid, yang dalam bahasa Jepang dikenal dengan istilah Kamikaze.
Pelaku bom syahid tidak dinamakan sebagai kelompok radikal, namun tergolong kelompok Konsisten dalam membela agama Islam.
Penulis: H. Luthfi Bashori [ 18/8/2011 ] |
|
|
|
|
|
|
|
71. |
Pengirim: dedat - Kota: smd
Tanggal: 21/7/2013 |
|
ustadz sebagian penceramah di tv rodja pakek laptop.. Baru lihat saya penceramah pakek laptop... Kemudian sebagian penceramahnya kurang begitu halus dan lembut cara penyampaianya dan cenderung memojokan faham yang lain,,, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Berdakwah dengan membawa laptop jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. Jadi termasuk amaliyah bid'ahnya Ustadz TV RODJA . |
|
|
|
|
|
|
|
72. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 23/7/2013 |
|
disini saya hanya memambahkan pendapat saudara azuan al azmi dari kota cileunsi bogor.
saya kira memang anda lah yang kenbakaran jenggot karna mungkin ngak kebagian tampil di statiun tv. tv anda katakan bid'ah karna ngak ada di zaman Rasulullah, sementara media ini anda pakai anda. pertanyaannya apakah media ini ada pd Rasulullah?
anda pernahkah naik pesawat, mobil, motor kapal laut, dan itu semua ngk ada dizaman Rasulullah???
ada jgn melatur ngomong bolak balik kesana kesini yg ngk nyambung sama sekali. cari dan tuntut ilmu dulu baru dakwah. jgn pake ilmu ngekor dan fanatik anda dah sesumbar mangab, hati2 entar kemasukan lalat.
beli sana unta/ kuda dan pulaunya padang pasir. entar kalau anda nempuh jln tol/ jln raya bisa jd bid'ah, jg lupa listrik di rumah anda buang aja krn itu semua tidak ada zaman Rasulullah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sayang sekali, anda ini seorang Wahhabi, tapi anda belum memahami benar apa itu Wahhabi? Kalau ingin tahu jati diri Wahhabi, ayao baca info berikut:
Dari Situs Wahhabi: pemudamuslim.com
كل فعل توفر سببه على عهد النبي – صلى الله عليه وسلم – ولم يفعله فالمشروع تركه
“Semua perbuatan yang “sebab” mengerjakannya ada pada zaman rasulullāh ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, namun beliau tidak mengerjakannya, maka yang disyariatkan adalah meninggalkan perbuatan tersebut.”
(Kaidah Fiqh)
Muqaddimah
Setiap pemuda muslim niscaya paham bahwa sebagai utusan Allāh ta’āla, segala perbuatan yang dilakukan Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam merupakan teladan yang patut diikuti, baik perbuatan yang menjadi ibadah wajib maupun sekadar sunnah saja. Namun, bagaimana jika nabi di zaman itu tidak melakukan suatu perbuatan, apakah kita di zaman sekarang ini juga diharuskan tidak melakukan semua perbuatan yang tidak dikerjakan nabi?
Pembahasan
Perlu diketahui bahwa perbuatan yang tidak dikerjakan nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, ada beberapa kemungkinan kasus, sebagai berikut.
Pertama: Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam meninggalkan suatu perbuatan, padahal ada sebab dan tuntutan untuk mengerjakannya di zaman beliau, dan tidak ada yang menghalangi beliau untuk melakukannya. Perbuatan dalam kasus pertama ini, harus ditinggalkan dan tidak boleh diamalkan. Jika mengerjakannya termasuk melakukan BID'AH (perbuatan mengada-ada dalam ibadah yang tidak ada contohnya dari nabi) yang TERLARANG.
Inilah kaedah Wahhabi yang dibuktikan dan diamalkan oleh Ustadz Wahhabi yang bernama Mahrus Ali (Mantan Kyai Yang Memeluk Wahhabi), seperti diberitakan:
Desember 11, 2010 • by orgawam
Sebenarnya tak tertarik untuk mengungkap lebih lanjut tentang Mantan Kyai NU H Mahrus Ali. Namun karena di artikel terdahulu (Mantan Kyai NU Menggugat) banyak “pemuja” yang bertaqlid kepadanya, maka berita di bawah ini patut untuk disimak. Sebagai informasi tambahan bagi pendukung maupun yang kontra.
Berikut adalah ajaran lebih lanjut H Mahrus Ali (sang mantan kyai NU yang memeluk Wahhabi).
Jamaah Darul Quran Shalat Tanpa Alas
Rabu, 17 November 2010, 21:36 WIB
REPUBLIKA.CO.ID,SIDOARJO–
Puluhan jamaah Darul Quran pimpinan Mahrus Ali warga Tambak Sumur, Kecamatan Waru, Sidoarjo, Jatim, melakukan shalat Idul Adha tanpa menggunakan alas seperti sajadah yang lazimnya digunakan oleh umat Islam pada umumnya.
Pimpinan jamaah Darul Quran Mahrus Ali, Rabu (17/11) mengatakan, shalat tanpa alas seperti sajadah tersebut sesuai dengan aturan dari Al Quran dan Hadist yang ada.
“Kami melakukan shalat ini sesuai dengan aturan dan berlaku dan tidak perlu dibeda-bedakan karena Islam itu memuat ajaran yang baik serta tidak menyesatkan,” katanya.
Selain tanpa menggunakan alas seperti sajadah, jamaah Darul Quran ini juga melakukan shalat di lahan kosong utara pintu masuk tol simpang susun Waru-Juanda di kawasan Tambak Sumur bukan di masjdi atau lapangan.
Mereka juga tetap mengenakan alas kaki seperti sepatu dan sandal yang mereka pakai untuk melakukan ibadah shalat Idul Adha.
Dalam menjalankan shalat Idul Adha ini, kata dia, imam dan para makmumnya yang terdiri dari shaf depan lelaki dewasa, kecil dan belakang shaf wanita berjumlah sekitar 30 orang.
Tatanan dalam bertakbir, dalam rakaat pertama dan kedua, jamaah yang kebanyakan penghafal Al Quran ini hanya melakukan sebanyak satu kali, tidak pada umumnya rakaat pertama tujuh kali dan kedua lima kali.
Pada posisi sesudah takbir, imam dan makmum jamaah ini juga dalam sikap biasa, tidak menyedekapkan tangan kanan di atas tangan kiri.
Menurut dia, apa yang dilakukan dalam menjalankan shalat ini, sesuai dengan apa yang pernah diajarkan Nabi Muhammad SAW seperti yang tertera dalam Al Quran dan Al Hadits.
Ia mengemukakan, Nabi Muhammad dalam bershalat, tanpa menggunakan alas dalam bersujud dan itu yang menjadi panutannya selama ini.
“Sujud dengan posisi kepala lansung menyentuh tanah, bisa menjadikan atau menjauhkan orang itu dalam bersifat negatif,” ucapnya yakin.
Dengan bersujud seperti ini, kata dia, bisa membawa pelaku sujud di atas tanah, menjadi tunduk dan tawadhu di hadapan Allah SWT.
“Jadikan bumi atau tanah itu untuk masjid dan tempat bersujud. banyak yang sudah mengikuti shalat di tanah lapang, tapi sayang masih menggunakan alas atau sajadah. Dan itu dinilai ‘di’dah’ atau tertolak,” dalihya.
Dalam takbir, lanjutnya, yang dilakukannya itu sudah sesuai dengan apa yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim dalam haditsnya.
Takbir lebih dari satu kali itu, dalam hadits diriwayatkan Imam Tirmidzi dan Imam Tirmidzi sendiri mengakui kalau takbir melebihi satu kali itu kurang kuat.
Red: Budi Raharjo
Silahkan lihat fotonya secara lengkap di: http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/10/11/17/147211-jamaah-darul-quran-shalat-tanpa-alas
Jika shalat dengan menggunakan alas sajadah itu dihukumi bid’ah dan tertolak, maka banyak ketidak konsistenan terlihat di sini. Mahrus Ali dan Wahhabi jamaannya shalat pakai sandal jepit, baju warna abu-abu dan celana panjang (ada yang pakai Jean lagi), berjenggot awut-awutan dan berkumis, tidak pakai tutup kepala, di dalam ruangan bercat merah, ruangan mushala pakai atap genteng, ada listriknya.
Dan itu .. sandalnya kayaknya ada yang menginjak xxx ayam (najis).
Sumber gambar: http://www.facebook.com/album.php?aid=239926&id=351534640896
Jadi, sangat cocok dengan keberadaan DAKWAH menggunakan TV RODJA yang konon tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW itu memang benar-benar harus ditutup karena sudah dihukumi Bid’ah Dhalalah sesuai definisi Wahhabi sendiri, karena kasusnya sama persis dengan hukum shalat dengan menggunakan alas sajadah yang dinyatakan Bid’ah oleh Mantan Kyai dan menjadi aktifis sekte Wahhabi itu.
(Atau sudah ada perpecahan di antara intern kaum Wahhabi dalam memahami definisi Bid'ah versi Wahhabi: Segala amalan apapun bentuknya yang tidak ada contoh dari Nabi SAW adalah Bid’ah Dhalalah ?)
|
|
|
|
|
|
|
|
73. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 23/7/2013 |
|
Allah berfirman:
"Berkatalah Rasul, 'Wahai Tuhanku. sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur'an sebagai sesuatu yang tidak mendapatkan perhatian sedikit pun." (QS. Furqan: 30)
Allah menurunkan Al-Qur'an tidak lain adalah untuk orang-yang masih hidup agar mereka mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. jadi, Al-Qur'an diturunkan bukan untuk orang-orang mati. karena orang-orang sudah mati itu terputus segala amalnya. mereka sudah tidak mampu lagi membaca Al-Qur'an, apalagi isinya. pahala bacaan Al-Qur'an seseorang tidak akan sampai kepada orang yang sudah mati, kecuali bacaan dari anaknya, karena itu sebenarnya hasil dari usaha orang-tuanya yang telah meninggal.
Rusulullah bersabda:
" bila manusia meninggal dunia, maka terputuslah (pahala) dari semua amalnya, kecuali yang berasal dari tiga hal, yaitu: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang berdoa untuknya." (HR. Muslim)
sebagaimana dosa seorang tidak bisa dipikulkan kepada orang lain, maka begitu pula dalam urusan pahala, seseornag tidak bisa mendapatkan pahala kecuali hasil dari amalanya sendiri. bahwa pahal membaca Al-Qur'an tidak bisa di hadiahkan atau dioperkan kepada orng-orang yang sudah mati karena itu bukan hasil usaha dan amalan dia. seseorang yang semasa hidup meninggalkan shalat, lalu mati, maka bagaimana mungkin bacaan Al-Qur'an yang dibacakan sesudah matinya bisa bermanfaat baginya?! bahkan sebaliknya Al-Qur'an sendiri mengancam orang semacam itu dengan neraka dan azab yang pedih:
"maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang sholat, (yaitu) yang lalai dari sholatnya." (QS. Al-Ma'un: 4-5)
ayat diatas mengancam orang-orang yang suka mengakhirkan dan menunda-nunda shalatnya, bagaimana dia meninggalkannya sama sekali |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Banyak jawaban untuk menerangkan ayat-ayat yang akhi nukil, seperti juga pada surat Annajm pada ayat wa an laisa lil insani maa sa'aa (sesungguhnya tidaklah seseorang itu kecuali hanyalah akan mendapatkan balasan dari amal perbuatannya sendiri), karena sudah keseringan dibahas oleh para santri yang terbisa membaca kitab 'gundul' (tanpa harakat) dengan keterangan yang jelas dan gamblang. Tapi seringkali orang awam merasa bingung memahami ayat ini. Antara lain:
1. Sesuai dengan pemberiataan isi ayat, bahwa aturan itu berlaku bagi umatnya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa (fi shuhufi ibraahiima wa muusa). Sedangkan dalam syariat Nabi Muhammad SAW ayat tersebut sudah dimansukh oleh ayat wa alhaqnaa dzurriyyatahum (dan Kami masukkan sorga anak cucu mereka), artinya karena kebaikan amalan orang-orang tua, maka Allah berkenan memasukkan anak cucu orang-orang shalih itu ke dalam sorga), demikian ini menurut tafsir Shahabat Abdullah bin Abbas RA.
2. Ibnu Taimiyah sendiri menerangkan ada 21 jawaban tentang ayat wa an laisa lil insaani illaa maa sa'aa, di dalam kitab Ghayatul Maksud hal 101, antara lain Ibnu Taimiyah mengatakan : man i'taqada annal insaana laa yantafi'u illaa bi'amalihi, faqad kharraqal ijmaa', wa dzaalika baathilun min wujuuhin katsiirah (barangsiapa yang meyakini bahwa manusia (termasuk mayit) itu tidak dapat mengambil manfaat (pahala dari orang lain) kecuali hanya dengan amalnya sendiri, maka ia telah melanggar (merusak) ijma' (kesepakat para shahabat/ulama) dari beberapa sudut pandang, (Ibnu Taimiyah mencontohkan) :
- Bahwasannya seseorang itu dapat mengambil manfaat dari doanya orang lain, ini termasuk mengambil manfaat dari amalan orang lain.
- Bahwa Nabi SAW kelak akan mensyafa'ati calon-calon penghuni sorga di Padang Mahsyar, kemudian mensyafa'ati kaum muslimin yang masuk neraka untuk dikeluarkan lantas dimasukkan ke dalam sorga berkat syafaat Nabi SAW. Ini juga termasuk mengambil manfaat dari amalan orang lain.
- Demikian hingga 21 keterangan dari Ibnu Taimiyah. Belum lagi keterangan para ulama mengenai arti ayat yang ditanyakan oleh Kacung Ngaran. Jadi yakinlah, bahwa masyarakat Aswaja tidak mengamalkan sesuatu amalan sunnah kecuali menggunakan dalil Alquran, Hadits dan ijtihad para ulama salaf.
Sayangnya orang di luar Aswaja, ada yang hobinya main tuduh bid'ah sesat terhadap amalan-amalan masyarakat Aswaja, dengan tuduhan ceroboh dan tanpa dasar yang benar.
IKUT TAHLILAN YOOK ... !
Asli kata Tahlilan adalah bacaan tahlil atau membaca Laa ilaaha illallah. Barangsiapa yang mengharamkan orang membaca tahlil dalam konteks ini, bisa-bisa menjadi murtad, keluar dari agama Islam.
Sedangkan tahlilan dalam pengertian umum adalah, sekelompok orang yang membaca kumpulan doa, berupa bacaan surat Alfatihah, surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, Alfalaq, Annaas, lafadz tasbih (subhanallah), lafadz hamdalah (alhamdulillah), lafadz hauqalah (laa haula walaa quwwata illaa billah), bacaan istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, dan doa maupun dzikir lainnya, kemudian tak jarang pula dirangkai dengan kegiatan majlis ta`lim, serta mengamalkan hadits ith`aamut tha`aam (bershadaqah makanan) kepada orang yang dikenal maupun yang belum dikenal.
Kalau demikian, siapa gerangan yang berani melarang orang-orang yang mengadakan tahlilan ? Kiranya hanya golongan kaum fasiq sajalah yang berani mengharamkan umat Islam untuk melaksanakan tahlilan.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan surat Alfatihah.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, surat Alfalaq dan surat Annaas.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan tasbih (subhanallah).
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan hauqalah (la haula wala quwwata illa billah)
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan shalawat kepada Nabi SAW.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan shadaqah memberi makan tamu baik yang dikenal maupun yang belum dikenal.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan pelaksanaan majelis ta`lim.
Jadi, tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan TAHLILAN, karena tahlilan adalah membaca kalimat-kalimat thayyibah yang seluruh komponen isinya adalah kumpulan doa, dzikir, shalawat, shadaqah dan belajar ilmu agama, yang semuanya itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.
Di sisi lain, Allah berfirman dalam surat Alhasyr/10, yang artinya : Dan orang-orang yang datang (hidup) sesudah mereka (kaum Muhajirin da Anshar), mereka (para tabi`in dan para generasi sesudahnya) berdoa, Wahai Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami (kalangan para shahabat baik yang masih hidup maupun yang telah wafat) yang telah beriman terlebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menerangkan bahwa orang yang telah wafat, semisal kalangan para shahabat, dapat mengambil manfaat bacaan doa dan istighfar dari doa orang-orang yang masih hidup baik dari kalangan para tabi`in maupun dari umat Islam dewasa ini.
Bahkan ayat ini adalah bukti kongkrit dan dalil yang nyata, tentang bolehnya membaca istighfar yang diperuntukkan bagi para mayyit yang telah mendahului.
Mendoakan orang lain baik yang masih terikat hubungan kerabat, seperti doa orangtua untuk anaknya, atau doa anak untuk orangtuanya, maupun yang tidak terikat hubungan kerabat, sangatlah dianjurkan oleh Allah, bahkan para Nabi pun selalu mendoakan umatnya, dan tidak membatasi khusus yang masih hidup saja, tetapi untuk seluruh umatnya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, baik yang terikat hubungan kerabat maupun orang lain dalam hubungan nasab.
Doa Nabi Nuh AS : Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, serta orang-orang lelaki dan perempuan yang beriman. Janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu kecuali kebinasaan. (QS. Annuh 28)
Doa Nabi Ibrahim AS : Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, serta seluruh orang-orang mukmin pada hari perhitungan nanti.
Wah, berarti Nabi Nuh AS dan Nabi Ibrahim AS melegalitas tahlilan, karena subtansinya sama, yaitu sama-sama mendoakan orang lain, baik untuk yang masih hidup maupun yang sudah wafat, bahkan yang belum lahir sekalipun, selagi beriman kepada Allah maka akan mendapatkan manfaat dari doanya beliau berdua, `alaihimas salaam.
Demilian juga tujuan umat Islam mengadakan tahlilan, adalah untuk memohonkan ampunan dan mendoakan kebaikan bagi kerabatnya yang telah wafat mendahului mereka, serta membaca doa untuk para hadirin yang masih hidup, dan diamini bersama-sama secara kompak.
Dari Abu Hurairah RA, beliau mendengarkan Nabi SAW bersabda : Jika kalian menyalati mayyit, maka doakanlah mayyit itu dengan penuh ikhlas. (HR. Attirmidzi).
Imam Muslim dalam kitab hadits shahihnya (1618), meriwayatkan dari Sayyidah `Aisyah RA, beliau menceritakan :
Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar ke makam Baqi` pada akhir malam di saat giliran menginap di rumahnya. Kemudian Rasulullah SAW mengucapkan : Assalamu `alaikum, semoga keselamatan tetap atas kalian semua, Wahai penghuni tanah makam kaum muslimin, pasti akan datang janji (Allah) untuk kalian sekalipun diakhirkan, dan insyaallah kami akan menyusul kalian semua. Ya Allah, berilah ampunan bagi Ahli Baqi` Algharqad.
Lihatlah Nabi SAW juga mendoakan para mayyit penghuni makam Baqi`, sama dengan umat Islam yang mengadakan tahlilan untuk mendoakan para mayyit yang telah mendahului wafat.
Imam Bukhari pun tak mau kalah meriwayatkan hadits bernomer 2563, tentang pentingnya bershadaqah yang pahalanya dapat dikirimkan untuk mayyit :
Dari Ibnu Abbas RA, ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW :
Wahai Rasulullah SAW, ibu saya telah meninggal dunia, apakah beliau akan mendapatkan kemanfaatan jika saya bershadaqah untuknya ? Nabi SAW menjawab : Ya ...! Orang itu mengatakan : Saya mempunyai kebun, maka saya mohon kepadamu Wahai Rasulullah, untuk menjadi saksi, bahwa sekarang saya menyadaqahkan kebun ini atas nama ibu saya ...!
Dalam kegiatan Tahlilan juga diajarkan shadaqah makanan kepada para tamu, dan pahalanya diperuntukkan untuk mayyit yang ditahlili.
Sebuah ilustrasi : Ada seorang muslim yang menyembeleh ayam dengan mengucapkan bismillahir rahmanir rahim dan disaksikan oleh seorang ustadz. Setelah ayam dimasak lantas disuguhkan kepada sang ustadz, dan beliaupun ditanya : Apa hukumnya daging ayam yang disuguhkan kepadanya itu?
Sang Ustadz yang terkenal cermat itupun menjawab : Hukumnya sih, bisa halal bisa haram.
Tentu saja si penyembeleh menjadi penasaran atas jawabannya : Kok bisa Ustadz ?
Sang Ustadz menimpali : Jika ayam ini asli hak milikmu, dan tadi saat kamu menyembelehnya sudah sesuai dengan tuntunan syariat, maka hukumnya halal, bahkan halalan thayyiban. Tapi, jika ayam ini adalah hasil curian, maka bagaimanapun caramu menyembeleh, yaa tetap saja haram.
Si penyembelehpun manggut-manggut tanda setuju, dan semakin tahu bagaimana tata cara memberlakukan suatu hukum halal dan haram dalam kehidupan sehari-hari, berkat pelajaran singkat dari sang Ustadz. Alangkah bahagianya si penyembeleh itu mempunyai seorang Ustadz yang begitu arif dan bijak, serta penuh kehati-hatian.
Demikian juga tentunya dalam pelaksanaan Tahlilan, maka hukum Tahlilan bisa menjadi haram, jika dalam pelaksanaannya itu bertentangan dengan syariat Islam, misalnya acara Tahlilannya didahului dengan undian togel, sedangkan suguhan minumannya terdiri dari bir arak yang memabukkan, kemudian doa dan dzikirnya diganti lagu dangdut dan tari jaipong, dan biaya konsumsi suguhannya diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagikan kepada ahli warisnya. Tentu saja Tahlilan semacam ini hukumnya adalah Bid`ah Dhalalah, yang sangat sesat, haram, haram dan haram yang tidak dapat ditolelir.
Tapi, melaksanakan Tahlilan, kirim pahala untuk si mayyit yang jauh dari kemaksiatan, bahkan penuh dengan nilai ibadah kepada Allah, semisal semua yang dibaca dalam acara Tahlilan mencakup surat Alquran, Shalawat kepada Nabi SAW, bacaan tahlil, tasbih, tahmid, hauqalah, hamdalah, istighfar, shadaqah makanan dengan harta yang halal, karena hak milik sendiri si tuan rumah, lebih-lebih berasal dari shadaqah para sanak famili dan tetangga secara ikhlas, bukan diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagi kepada ahli warisnya, serta ditutup dengan mengadakan kajian ilmiah majlis ta`lim, maka acara Tahlilan yang sudah ditradisikan oleh warga Ahlus sunnah wal jamaah ini, hukumnya adalah : HALALAN THAYYIBAN, BOLEH, BAIK, BAHKAN SUNNAH, karena bertujuan mengamalkan ayat-ayat suci Alquran dan Hadits-hadits shahih.
Maka, jika ada kaum Wahhabi yang mengharamkan Tahlilan dan menghukuminya sebagai amalan yang Bid`ah Dhalalah dan sesat, itu hanyalah karena `kekuperan` mereka dalam memahami apa subtansi Tahlilan yang sebenarnya, dan yang jelas karena kesempitan dan kedangkalan mereka semata dalam memahami ayat-ayat Alquran dan Hadits-hadits shahih.
Padahal masih banyak dalil-dalil Alquran dan hadits-hadits selain yang tertera di atas. Jika diulas, semuanya menunjukkan dalil kebolehan bahkan kesunnahan umat Islam mengadakan acara Tahlilan untuk mengenang kebaikan para mayyit serta mengirim pahala doa bagi mereka.
Namun karena keterbatasan media, maka cuplikan di atas sudah dianggap cukup mewakili yang lainnya.
Jadi, hakikatnya bukan karena hukum Tahlilan itu termasuk dalam rana khilafiyah antar para ulama salaf. Apalagi menurut Imam Thawus, bahwa kegiatan Tahlilan dan kirim doa kepada mayyit ini sudah diamalkan oleh para shahabat dan diabadikan oleh para tabi`in serta para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah, bahkan hingga kini lestari di kalangan umat Islam mayoritas.
|
|
|
|
|
|
|
|
74. |
Pengirim: Admin - Kota: Markaz Pejuang Islam
Tanggal: 23/7/2013 |
|
TO: Mas Jeffrey dari Medan. Komentar-komentar jorok anda yang berupa hujatan dengan kata-kata kotor, sengaja tidak kami muat, karena Situs ini khusus untuk orang-orang yang dapat berkomentar secara ilmiah, sekeras apapun pertentangannya dengan aqidah yang kami yakini, insyaallah akan kami muat dengan respon balik. Namun jika ada hujatan jorok, maka sebaiknya anda muat di FB anda saja, karena itu menandakan kapasitas pribadi anda. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
TO: Mas Jeffrey dari Medan. Komentar-komentar jorok anda yang berupa hujatan dengan kata-kata kotor, sengaja tidak kami muat, karena Situs ini khusus untuk orang-orang yang dapat berkomentar secara ilmiah, sekeras apapun pertentangannya dengan aqidah yang kami yakini, insyaallah akan kami muat dengan respon balik. Namun jika ada hujatan jorok, maka sebaiknya anda muat di FB anda saja, karena itu menandakan kapasitas pribadi anda. |
|
|
|
|
|
|
|
75. |
Pengirim: MUHAIMIN EL KARIM - Kota: bombana
Tanggal: 24/7/2013 |
|
ALHAMDULILLAH...
KOK HATI DAN AKAL SAYA LEBIH PERCAYA USTADZ RODJA TV YAA...
coba mengutip yang "orang pintar" bilang. "salah satu ciri masyarakat tertinggal adalah tidak mengetahui adanya konspirasi.
maju terusss... RADIO RODJA DAN RODJA TV...!!!!!!!!!!!!!!!!!! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Rupanya anda sudah tidak takut terhadap fatwa Sang Juragan Wahhabi, Seikh Muqbil :
Fatwa Primitif Wahhabi
Ada sebuah fatwa jenaka yang layak Anda dengar segabai humor kurang menggelikan yang dikeluarkan Juru Ramu
Fatwa Sekte wahhabi. Berikut fatwa lengkap tersebut: Sumber: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=853
Soal : Apa hukumnya kita melihat televisi cuma sekedar melihat berita saja ?
Jawab Syaikh Muqbil : Tidak boleh dikarenakan ada gambarnya, dan dikarenakan pula terjadi di dalamnya dari perbuatan kejahatan dan perbuatan fasik
(seperti zina dan pornografi), dan didalamnya mengajari orang untuk mencuri (banyak tayangan televisi yang menampilkan cara bemaksiat kepada Allah, pacaran, zina, peragaan TKP, dst, red), dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda : ﺭﻮﺻ ﻻﻭ ﺐﻠﻛ ﻪﻴﻓ ﺎﺘﻴﺑ ﺔﻜﺋﻼﻤﻟﺍ ﻞﺧﺪﺗ ﻻ “Malaikat tidak akan memasuki suatu rumah yang di dalamnya terdapat anjing dan gambar (yang bernyawa)”. Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam pada saat itu ingin masuk ke biliknya ‘Aisyah maka dijumpai disana terdapat tirai yang
bergambar (makhluk hidup), kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam Bersabda : ﺭﻮﺼﻟﺍ ﻩﺬﻫ ﻥﻭﺮﺼﻳ ﻦﻳﺬﻟﺍ ,ﺔﻣﺎﻴﻘﻟﺍ ﻡﻮﻳ ﺎﺑﺍﺬﻋ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺪﺷﺃ ﻦﻣ ّﻥﺇ “Sesungguhnya orang yang paling pedih siksanya di hari Akhir, yang menggambar gambar ini” Kemudian di robek-robek tirai yang bergambar tersebut oleh ‘Aisyah. Dan didalam “As-Shahihain” dari Abi Hurairah radiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam beliau bersabda :
“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : - ﻭﺃ ,ﺔﺒﺣ ﺍﻮﻘﻠﺨﻴﻟ ﻭﺃ ,ﺓّﺭﺫ ﺍﻮﻘﻠﺨﻴﻠﻓ ,ﻲﻘﻠﺨﻛ ﺍﻮﻘﻠﺨﻳ ﺐﻫﺫ ﻦّﻤﻣ ﻢﻠﻇﺃ ﻦﻣﻭ ﺓﺮﻴﻌﺷ - “Dan siapakah yang lebih dzolim yang mencoba untuk menciptakan seperti ciptaanku, maka ciptakanlah biji jagung, ata ciptakanlah biji-bijian, atau biji gandum” Begitu pula seorang laki-laki menonton seorang penyiar wanita, dan Allah –Azza wa Jall- berfirman : - ﻢﻬﻟ ﻰﻛﺯﺃ ﻚﻟﺍﺫ ﻢﻬﺟﻭﺮﻓ ﺍﻮﻈﻔﺤﻳ ﻭ ﻢﻫﺭﺎﺼﺑﺃ ﻦﻣ ﺍﻮّﻀﻐﻳ ﻦﻴﻨﻣﺆﻤﻠﻟ ﻞﻗ - “Katakanlah kepada orang-orang laki-laki yang beriman hendaklah mereka menundukkan pandangannya, dan memelihara kemaluannya yang demikian itu lebih suci bagi mereka” [An-Nur : 30]. Atau kalau penyiarnya laki-laki dan yang menonton wanita, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : - ّﻦﻬﺟﻭﺮﻓ ّﻦﻈﻔﺤﻳ ﻭ ّﻦﻫﺭﺎﺼﺑﺃ ﻦﻣ ﻦﻀﻀﻐﻳ ﺕﺎﻨﻣﺆﻤﻠﻟ ّﻞﻗ ﻭ - “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan dan memelihara kemaluannaya”. [An-Nur :31]. (Lihat kitab “Tuhfatul Mujib” pertanyaan dari negara Prancis (soal nomor : 10/halaman 270). (Diterjemahkan oleh Al Ustadz Abu Abdillah Muhammad Abdullah Mubarok Barmim, Surabaya. Beliau murid syaikh Muqbil Ibn Hadi al Wadi’i rahimahullah, Yaman.) SUMBER: http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=853 |
|
|
|
|
|
|
|
76. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 24/7/2013 |
|
berdasarkan dari pemahaman tau keyakinan anda, saya mengambil kesimpulan bahwa anda tlh merenKanisasi ayat ayat, sejauh ini ngak ada dalil atas apa yg anda katakan sunnah.
dalil2nya shahih,tapi andanya yg menafsirkannya berdasarkan pikiran dan perasaan serta hawa nafsu anda. Tegaskan dengan mengatakan tentang hal ini Rasulullah SAW bersabda. jngan andalkan atas kesepakatan supaya jelas perkaranya, sebab kalau dalil kesepakatan dari kami anda pasti tidak mau dengar kan???.
Sekarang lebih baik anda brfikir gimana caranya anda dan rencana tv siyar anda bisa on air sebelum ada orang lain katakan bahwa tv itu hukumnya Bi'dah, buruuu!!"" |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kata-kata kasar anda kami edit, agar Situs ini tetap sesuai Fakta dan Ilmiah.
Anda sudah jauh keluar dari tema pembahasan. Kami mengangkat judul TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI berdasarkan fakta dari fatwa tokoh-tokoh Wahhabi, bukan membuat-buat sendiri semau gue:
Syeikh Nashiruddin Al-Albani salah satu tokoh sentral Wahhabi telah mengharamkan anggotanya menonton TV, sebagaimana dimuat oleh Majalah Assunnah edisi 04/Tahun I/1422 H, bahkah beberapa tokoh Wahhabi sekelas Syeikh Ustaimin dan Syeikh Muqbil
panutan kaum Wahhabi saja menjatuhkan fatwa haramnya menonton TV. (sumber:
www.muqbel.net).
Loh kok para pengikut Wahhabi Indonesia justru mendirikan stasiun TV Rodja, dll, ini namanya kontradiksi.
Sama juga dengan kasus Mahrus Ali sang Mantan Kyai, alumni Saudi Arabiah yang memilih jadi penganut Wahhabi, tiba-tiba mengeluaran fatwa menyerang para masyaikhnya sendiri yaitu tokoh-tokoh Wahhabi Saudi Arabiah:
FATWA MAHRUS ALI, MANTAN KYAI: Salat Tarawih 20 Rakaat haditsnya PALSU .
Mahrus Ali, Mantan Kyai yang terbuang dari kalangan NU dan eksodus menjadi Wahhabi Indonesia, telah mengeluarkan fatwa yang menghantam tokoh-tokoh Wahhabi Saudi Arabiah, yang mana mereka secara kontinyu melaksanakan Shalat Tarawih 20 Rakaat di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah.
Menurut Mahrus Ali, bahwa tokoh-tokoh Wahhabi Saudi Arabiah itu telah mengamalkan HADITS PALSU. Hal ini dinyatakan oleh Mahrus Ali dalam blog ke II: www.mantan kyainu2.blogspot.com.
Mahrus Ali, mantan Kyai yang dibuang oleh kalangan NU, secara terang-terangan mengadopsi pendapat Al-albani yang mengatakan bahwa Hadits-hadits shalat Tarawih 20 rakaat itu adalah lemah (dhaif), sedangkankan menurutnya, semua Hadits Dhaif itu adalah PALSU.
Tentunya kaum Wahhabi Indonesia perlu berpikir ulang atas kontradiksi ini, karena menurut Mantan Kyia yang terbuang dari kalangan NU ini, shalat tarawih yang tidak bid’ah dhalalah itu adalah shalat Tarawih 11 rakaat. Sedangkan tokoh-tokoh Wahhabi Saudi Arabiah yang menjadi rujukan utama mayoritas kaum Wahhabi Indonesia, sebut saja Syeikh Bin Baz, Syeikh Sudais, Syeikh Bin Shalih, Syeikh Utsaimin, Syeikh Shalih Fauzan dan sebagainya, yang mana mereka juga termasuk tokoh- tokoh sentral dan mascot kerajaan Saudi Arabiah, mereka sudah puluhan tahun melaksanakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat yang ditutup Witir 3 rakaat, baik di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah serta di masjid-masjid Saudi Arabiah lainnya.
Berikut ini beberapa nama para Imam Masjidil Haram Makkah Al Mukarramah yang melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat, baik yang bertindak menjadi imam shalat Tarawih 20 rakaat maupun yang menjadi makmum, dan mereka inilah yang telah difatwa sebagai pengamal Hadits Palsu :
> Sheikh Dr. Abdul Rahman Al-Sudais . Kepala Imam Masjid Al Haram.
> Sheikh Dr. Saud Al-Shuraim - Hakim pada Mahkamah tinggi di Makkah ; Wakil dari kepala Imam Masjidil Haram.
> Sheikh Abdullah Awad Al Juhany (Sejak tahun 2005 mulai memimpin shalat tarawih di Masjidil Haram, dan diangkat menjadi imam Masjidil Haram secara penuh pada Juli 2007. Sebelumnya beliau menjadi imam di Masjid Nabawi Madinah).
> Sheikh Maher Al Mueaqly. Mulai diangkat menjadi imam pada tahun 2007 (Sebelumnya beliau memimpin shalat tarawih di Masjid Nabawi Madinah pada bulan Ramadhan 2005 and 2006).
> Sheikh Khaled Al Ghamdi (Diangkat setelah pelaksanaan ibadah haji pada tahun 2008).
> Sheikh Dr. Salih bin Abdullah al Humaid -Pimpinan Majlis al Shura Saudi Arabia.
> Sheikh Dr. Usaama bin Abdullah al Khayyat .
> Sheikh Dr. Salih Al-Talib (Hakim pada Mahkamah tinggi di Makkah) diangkat pada tahun 2003.
> Sheikh Faisal Al Ghazzawi. Diangkat setelah pelaksanaan ibadah haji pada tahun Kepala Urusan haramain (Masjdil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah) telah menunjuk imam sholat selama Ramadhan kepada tujuh imam dari Masjidil Haram di Makkah.
> Menurut jadwal, Syaikh Abdullah Al-Juhani dan Syaikh Abdurrahman As-Sudais, yang juga kepala urusan masjidil haram, yang sekarang menjadi imam shalat Taraweh di hari-hari ganjil pada 20 hari hari pertama bulan Ramadhan.
> Syaikh Su’ud Asy Syuraim dan Syaikh Mahr Al-Muaiqli mengimami sholat fardhu setiap hari, (surat kabar harian Al-Eqtisadiah melaporkan).
Dalam 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Al-Juhani dan Al-Muaiqli akan mengimami shalat Taraweh. Syaikh Shalih Ath-Thalib menyampaikan khutbah Jumat pertama dan mengimami shalat Jum’at pada hari pertama Ramadhan. Syaikh Usamah Khayyat, Asy-Syuraim, Syaikh Shalih bin Humaid, dan As-Sudais. Syaikh Humaid akan mengimami shalat Idul Fitri.
Berikut beberapa nama Imam Masjid Nabawi Madinah Al Munawwarah yang melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat ditutup shalat Witir 3 rakaat:
> Imam Masjid Nabawi Madinah, pertama : Sheikh Abdullah Al-Khulaifi
> Imam Masjid Nabawi Madinah, kedua : Sheikh Ali Jaber
> Imam Masjid Nabawi Madinah, ketiga : Sheikh Umar Al-Subayyil (putra dari Muhammad Al- Subayyil).
> Imam Masjid Nabawi Madinah, keempat : Sheikh Abdullah Al Humaid. Beliau adalah Pimpinan Mahkamah Saudi Arabia.
> Imam Masjid Nabawi Madinah, kelima : Sheikh Abdullah Al-Harazi Pimpinan Majlis al Shura Saudi Arabia.
> Imam Masjid Nabawi Madinah, keenam : Sheikh Abdullah Khayyat
> Imam Masjid Nabawi Madinah, ketujuh : Sheikh Ali Bin Abdur Rahman Al Hudzaify – Kepala Imam Masjid Nabawi Madinah
> Imam Masjid Nabawi Madinah, kedelapan : Sheikh Dr. Salah Ibn Muhammad Al Budair (memimpin tarawih pada 2005-2006) sekarang menjadi imam penuh di Masjid Nabawi
> Imam Masjid Nabawi Madinah, kesembilan : Sheikh Muhammed Al-Subayyil
> Imam Masjid Nabawi Madinah, kesepuluh: Sheikh Adil Kalbani (Memimpin tarawih pd 1429 H)
Demikianlah sepuluh Imam Masjid Nabawi Madinah dan masih ada imam yang lain yang tidak tersebut disini, mereka telah difatwa sebagai pengamal hadits palsu oleh Mahrus Ali (salah satu mascot Wahhabi Indonesia). Karena para tokoh Wahhabi Saudi Arabiah ini tiap tahun melaksanakan shalat Tarawih 20 rakaat ditutup shalat witir 3 rakaat di Masjid Nabawi Madinah Almunawwarah. |
|
|
|
|
|
|
|
77. |
Pengirim: muhammad hamim - Kota: tangsel
Tanggal: 24/7/2013 |
|
terima kasih saya juga mantan wahabi yang sekarang konsen di zikir , wass |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah. Semoga dapat istiqamah berpegang teguh dg Aswaja. |
|
|
|
|
|
|
|
78. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 24/7/2013 |
|
dan kenapa rodja tv menyiarkan dakwah ustadz yahya tentang aliran sesat wahabi? Berati rodja tv tidak sesat. Coba anda simak dulu rodja tv. Baru anda bisa menyimpulkan sesat atau tidak. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah jika semua orang sudah mulai paham jika Wahhabi/Salafi aliran produk Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi mitranya Ibnu Saud itu adalah ALIRAN SESAT karena memang ajarannya SESAT seperti kata Ust. Yahya. Kami menghimbau kepada masyarakat Indonesia agar semuanya MENOLAK keberadaan kaum Wahhabi di Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
79. |
Pengirim: jeffrey - Kota: medan
Tanggal: 25/7/2013 |
|
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
ditanya:
“Bagaimanakah hukum Televisi sekarang ini?”
Jawaban:
Televisi sekarang ini tidak diragukan lagi
keharamannya. Sesungguhnya televisi
merupakan sarana semacam radio dan tape
recorder dan ia seperti nikmat-nikmat lain
yang Allah karuniakan kepada para
hambaNya.
Sebagaimana Allah telah berfirman: “Dan jika
kamu menghitung-hitung nikmat Allah niscaya
kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.”
Pendengaran adalah nikmat, penglihatan
adalah nikmat, demikian juga kedua bibir dan
lisan.
Akan tetapi kebanyakan nikmat-nikmat ini
berubah menjadi adzab bagi pemiliknya
karena mereka tidak mempergunakannya
untuk hal-hal yang dicintai Allah. Radio,
televisi dan tape recorder saya kategorikan
sebagai nikmat, akan tetapi kapankah ia
menjadi nikmat? yaitu ketika ia diarahkan
untuk hal-hal yang bermanfaat untuk umat.
Televisi dewasa ini 99 % di dalamnya
menyiarkan kefasikan, pengumbaran hawa
nafsu, kemaksiatan, lagu-lagu haram dan
seterusnya, dan 1 % lagi disiarkan hal-hal
yang terkadang bisa diambil manfaatnya oleh
sebagian orang.
Maka faktor yang menentukan adalah hukum
umum (faktor mayoritas yang ada dalam
siaran televisi tadi), sehingga ketika didapati
suatu negeri Islam sejati yang meletakkan
manhaj / metode ilmiah yang bermanfaat bagi
umat (dalam siaran televisi) maka ketika itu
saya tidak hanya mengatakan televisi itu
boleh hukumnya, bahkan wajib.
[Disalin almanhaj, dari Majalah As-Sunnah
Edisi 04/Tahun I/VI/1422H. Penerbit Yayasan
Lajnah Istiqomah Surakarta.]
Hal ini pula diamini syaikh ibn baz, dalam
perkataan beliau:
“…Mengenai televisi, tidak boleh ditaruh di
mushalla dan tidak boleh menonton acara-
acara yang mempertontonkan acara-acara
yang mempertontonkan perempuan telanjang
atau perbuatan-perbuatan lain yang tidak
senonoh.”
(Dinukil dari Majalah Salafy, Edisi V/
Dzulhijjah/1416/1996 Judul asli Fatwa Ulama
tentang Hukum Gambar, oleh Syaikh Abdullah
Bin Abdul Aziz bin Baz, mufti Saudi Arabia.
Diterjemahkan oleh Ustadz Idral Harits.)
Maka Jika kita MENGKHUSUSKAN penggunaan
televisi untuk mempertontonkan acara-acara
yang bermanfa’at, maka hukumnya boleh,
bahkan dianjurkan, bahkan wajib (lihat bagian
akhir fatwa syaikh Al Albaaniy diatas).
Maka menjadi titik keharaman adalah
digunakannya tivi pada acara-acara yang
mengandung keharaman (ditampilkannya
aurat, musik, dll.); sebagaimana radio,
komputer, internet, dan selainnya yang
hukumnya tergantung pada penggunaannya.
Maka hendaknya seseorang MENYARING
channel-channel tivinya, yaitu hanya
menampilkan channel-channel yang
bermanfaat (yang berisikan kajian-kajian
islamiy).
[Lihat pula komentar ustadz aris, disini:
http://ustadzaris.com/hukum-menonton-
televisi-di-zaman-ini] |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
> Fatwa-fatwa yang anda nukil di atas, adalah fatwa 'lucu' dari tokoh-tokoh Wahhabi, karena hanya keluar dari pendapat mereka pribadi, dan sama sekali tidak berdasarkan satupun dari ayat Alquran maupun Hadits Shahih.
Coba perrhatikan cuplikan dari Situs Dakwatuna: Kita tahu, bahwa kaidah ibadah dalam Islam adalah: Setiap ibadah adalah terlarang kecuali yang ada contoh atau perintahnya dalam syariat. Sesuai hadits Rasulullah Shallallahu: Alaihi wa Sallam: Barangsiapa yang beramal dengan suatu perbuatan yang kami tidak pernah memerintahkannya maka ia tertolak. (HR. Muslim). Artinya ibadah yang mengada-ada yang tidak pernah dilakukan dan diperintahkan agama, walau dilakukan oleh orang shalih dan ulama berwibawa, tetaplah tertolak oleh menurut syariat Islam. Itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah neraka tempatnya.
Fatwa adalah bagian dari Ibadah, jadi menurut Wahhabi, jika BERFATWA maka wajib berdasarkan ayat Alquran atau Hadits Shahih (contoh langsung dari Nabi SAW). Se-shalih apapun tokoh Wahhabi, jika berfatwa dari pikiran pribadinya maka hukumnya tetap bid'ah dan sesat menurut definisi Wahhabi.
Kalau anda tidak percaya bahwa fatwa-fatwa yang anda nukil itu hanya produk Wahhabi semata, hayoo anda hadirkan sekarang juga dasar hukum dari Alquran dan Haditsnya? Jangan sampai nge-les/menghindar looh !
Anda harus sadar, saat warga NU shalat fardhu, dan sebelum takbiratul ihram membaca: Ushalli... ! Itu pun dilakukan di luar shalat. Maka dengan serta merta dituduh Bid'ah oleh kaum Wahhabi, dengan alasan, baca Ushalli itu tidak ada dasar hukumnya dari Alquran maupun Hadits Shahih. Sekarang giliran Tokoh-tokoh Wahhabi yang berfatwa tanpa dasar hukum dari Alquran maupun Hadits Shahih (contoh langsung dari Nabi SAW), maka pasti juga harus dihukumi Bid'ah seata kaan? Karena itu TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI.
> CUPLIKAN KONTRADIKSI TOKOH-TOKOH WAHHABI DI BELAKANG TV RODJA (dari blog Generasi Salafus Sholeh), sbb:
Tapi benarkah Syaikh Sholeh Al Fauzan semanhaj dengan kubu Firanda seperti yang ingin dia kesankan kepada umat? Atau justru ulama Rodja cs yang menjadi korban “gaya tahdzir” Syaikh Al Fauzan? Simak saja…
Wallahi lihatlah ya ikhwah bagaimana mungkin orang sekelas Firanda (yang amat sangat tidak ma’ruf di kalangan Salafiyun Ahlussunnah di berbagai penjuru dunia) bersikap lancang dengan menghukumi Syaikh Abdullah Al-Bukhari dan Syaikh Ahmad Bazmuul sebagai tidak ma’ruf
Dalam keadaan Salafiyyun Ahlussunnah di berbagai belahan dunia menjadi ma’ruf dengan berbagai bukti penyimpangan dan kesesatan Ali Hasan Al Halaby dan Ibrahim Ar Ruhaily dari bantahan-bantahan beliau berdua hafizhahumallah?!
Perhatikanlah kelancangannya yang melampaui batas ini untuk memalingkan dan menjauhkan Ahlussunnah dari bantahan kedua ulama tersebut yang secara tandas menelanjangi kesesatan dua tokoh besarnya!
Gambar 5. Screenshot fb Rodja. Streaming Rodja, Badrusalam dan Ar Ruhaily yang menyimpang yang telah dibantah oleh beberapa masyaikh, Syaikh Robi’, Syaikh ‘Ubaid Al Jabiry, Syaikh Muhammad bin Hady & Syaikh Abdullah Al Bukhary
Apakah pernyataan Firanda tersebut tidak mampu membuat Ahlussunnah tersentak dan terbangun dari tidurnya? Apakah peremehannya tersebut tidak mampu membuat Ahlussunnah bangkit berdiri menghadang makar jahat si durjana ini???!
Lalu dimana kecemburuan dan pembelaan kalian manakala melihat dan mendengar dilecehkannya para ulamanya yang berdiri menghadapi serbuan para penyesat umat dalam rangka melindungi kaum muslimin??
Di saat beliau hafizhahumallah berjuang dengan segala resikonya, di saat yang sama pula kita dipertontonkan deal-deal basa-basi dan transaksi pragmatis dengan si khabits peleceh lagi fajir semacam Firanda ini dalam urusan dakwah dan kebenaran Allahumma…
Tidak cukup itu, bahkan Firanda dengan tandas menyatakan bahwa pentahdzir Rodja hanyalah mengikuti prasangka dan dugaan saja!!
Gambar 6. Maka kami ingin buktinya, sebutkan link-link para ustadz radiorodja!! Tantang Firanda Secara khusus pesan utama dikirimkan kepada AMDz, Firanda mempublikasikan pernyataan Syaikh Al Fauzan yang meminta agar dia dengan AMDz bisa berdamai dan bersatu dan pernyataan Firanda tersebut dinukil ulang oleh AMDz sebagai penegasan betapa pentingnya hal ini
Gambar 7. Apa yang harus kami lakukan terhadap shahabat kami ini (Dzulqornain) Berdamailah…saling bersatulah Walaupun AMDz sempat pula mengeluarkan gertakan “berasap” pekat…
Gambar 8. Screenshot (lepas dari persoalan dialognya dengan Syaikh Fauzan nantinya) walaupun Firanda atau yang lainnya tidak ada yang menuntut, secara syar’i
AMDz tetap wajib untuk membuktikan tuduhannya kalau tidak ingin dicap sebagai… Kalau memang persoalan pribadi, kenapa mengancam untuk diungkapkan? Mestinya disembunyikan. Tetapi jika manhaj (dan memang manhaj sebagaimana diakui keduanya) yang menjadi masalahnya, adalah menjadi hal yang sangat aneh bahwa setelah mengeluarkan ancaman berupa kemampuan beliau dalam membeberkan, menyingkap, secara detail dan rinci kesalahan Rodja dan Firanda masih pula dilontarkan tawaran “berasap” damai… “Apakah beliau sudah memandang bahwa Saya perlu menguraikan kesalahan-kesalahan Rodja secara detail? Apakah beliau siap membaca detail jawaban terhadap tulisannya?”
Bukan hanya mengiming-imingi umat dengan janji-janji semata, bahkan inilah yang ditunggu-tunggu oleh umat setelah AMDz memamerkan dan menyebarluaskan pernyataan “menggiurkan” seperti di atas tentang kesangatmampuan beliau dalam menjawab, merinci dan menyingkap kesalahan-kesalahan dai Rodja dan Firanda !
Lalu apa urusannya dengan siap atau tidak siapnya Firanda, jika memang secara manhaji Firanda memiliki sekian banyak kesalahan?! Apakah tidak cukup bukti dan belum saatnya umat mengetahui rincian kejahatan Firanda walaupun Syaikh Abdullah Al Bukhari telah mentahdzirnya sedemikian keras?
Dan bukankah itu merupakan kewajiban untuk beramar ma’ruf nahi munkar bagi siapa yang (mengaku) mengetahuinya secara rinci dan detail? Lain masalah jika statemen-statemen di atas hanyalah hiasan dari gelembung besar balon yang berisi gas semata yang ringan tak berbobot dan kepala-kepala manusiapun mendongak ke atas, pandangan mata melihatnya membubung ke angkasa yang cukup hanya bermodal sebuah jarum kecil untuk membuatnya kempis tak berisi lagi?
Apakah hal yang bijak menggelitik pembaca dengan Rodja Fatamorgana (baca:harapan semu) memajukan pertanyaan menantang “SIAPKAH ANDA MENDENGAR JAWABAN?” Tetapi yang justru nampak adalah “TAWARAN UNTUK BERDAMAI DAN KETIDAKSIAPAN ANDA MENULISKAN JAWABAN SECARA RINCI DAN DETAIL KESALAHAN FIRANDA DAN KENAPA MENTAHDZIR RODJA (SESUAI DOSIS)”.
Di awal bantahan memang nampak suatu kesan perlawanan yang heroik sehingga bagi banyak pembaca - yang Nampak – adalah bantahan telak terhadap tulisan Firanda tetapi jika pembaca sedikit lebih jeli maka sesungguhnya ada point-point yang lebih krusial dan lebih parah keadaannya (kategori: manhaj) yang begitu saja diloloskan tanpa sanggahan apapun yang sesungguhnya lebih berhajat untuk dibantah, disingkap dan dijelaskan secara detail agar diketahui penyimpangannya oleh umat (karena para ulama Ahlussunnah telah berbicara dalam masalah tersebut) daripada menjawab tuduhan Firanda terhadap diri, secara pribadi.
Apalagi jika membaca mulai poin ke Sembilan sampai akhir maka nampaklah bahwa bantahan tersebut hanyalah sebuah “hiasan” untuk sama-sama bermain mata mengatur pertandingan dengan skor kacamata, 0 – 0. Allahu a’lam, tujuan yang nampak memang hanyalah untuk menggertak (bukanlah membantah dan menyingkap tuntas penyimpangan Rodja dan Firanda) agar diketahui oleh segenap umat, perhatikan pernyataan beliau sendiri “kalau mengikuti sulutan api yang ustadz Firanda kobarkan”, tetapi tujuan intinya adalah agar Firanda mencabut/menghapus tulisannya yang mana salah satu point yang diungkap Firanda agar AMDz berdamai mengikuti “nasehat” Syaikh Al Fauzan adalah fakta yang dia ungkap (dan yang tidak diungkap Firanda di depan Syaikh Al Fauzan adalah bahwa dirinya, Rodja beserta para da’inya adalah pendukung utama dakwah Ali Hasan Al Halabi Al Mubtadi’, ‘Ar’ur di negeri ini) bahwa AMDz mengajarkan kitab Al-Juwaini sebagaimana tudingannya.
Gambar 9. Screenshot Firanda mempertanyakan buku Ahlul Bid’ah yang diajarkan AMDz Tuduhan Firanda terhadap Al Juwainy di atas perlu digaris merah dan dicermati dalam-dalam, simak pernyataan Al Allamah ‘Utsaimin di bawah ini: “Imamul Haramain Abdul Malik Bin Yusuf Abul Ma’aly Al-Juwainy yang wafat pada tahun 478H telah menulis sebuah risalah kecil tentang Ushulul Fiqih yang beliau beri judul Al Waraqat. RISALAH TERSEBUT TELAH DISYARAH OLEH BANYAK ULAMA , sedangkan ulama lain ada yang membuatkan nazham diantaranya Al Imrithy, Syarfudin Yahya bin Musa yang beliau ini merupakan salah seorang fuqaha bermazhab Syafi’i dari desa Imrith bagian timur Mesir” (Syarah Nazhmin Waraqat, hal.5, cetakan Darul Aqidah, 1423H)
Dan kami berharap tidak ada pembaca yang berprasangka bahwa penyimpangan RODJA (karena tantangan Firanda tidak khusus tertuju kepada AMDz) yang akan kita ungkap terkesan sebagai resep OD (Over Dosis) hanya karena resep yang akan kita ungkapkan ini tidak dibahas oleh AMDz sesuai resep dosis tepat dalam pandangan beliau.
Allahu a’lam, kita semakin kuat melihat bahwa bukanlah perlawanan tuntas untuk menyingkap penyimpangan Rodja, Firanda dan para da’inya yang memang dimaukan oleh AMDz dari tulisan tanggapan beliau terhadap Firanda, jika tidak tentulah tidak perlu ada embel-embel transaksi “berasap” semacam ini… ”Kalau Ustadz Firanda mencabut tulisannya untuk melanjutkan nasihat Syaikh Shalih Al-Fauzan, insya Allah tulisan ini juga akan Saya cabut.”
Sebuah teladan yang tidak baik, setelah melontarkan sekian pernyataan dan tuduhan (lihat rincian 3 point yang harus beliau tulis “kalau mengikuti” sulutan api yang dikobarkan Firanda) ternyata sama sekali tak diiringi dengan tanggungjawab ilmiyah berupa konsekwensi kewajiban bagi penuduh untuk membuktikan ucapannya dan begitu mudahnya (setelah mengancam) menawarkan transaksional-pragmatis yang berasap…Allahul musta’an.
Jika memang apa yang beliau tuliskan diyakini di atas Al-Haq tanpa ragu, maka tidak ada alasan apapun bagi beliau untuk menghapus bantahannya terhadap Firanda (setelah beliau publikasikan kepada umat) bahkan beliau tidak akan berhenti sebatas memamerkan kepada kita semua akan kemampuan beliau dalam menjawab, merinci dan membahas secara detail tulisan Firanda, mengungkap Rodja dan para da’inya dan fakta-fakta inilah yang akan beliau majukan kepada guru beliau, Syaikh Al Fauzan hafizhahullah.
Tetapi….jika setiap tuduhan yang terlontar, setiap persoalan manhaji yang diperselisihkan menjadi sedemikian rupa cara penyelesaiannya, hapus tulisanmu kan kuhapus pula ancaman/bantahanku, bukankah tidak perlu lagi bagi orang yang bersalah - apalagi menjahrkan kepada umat pembelaannya terhadap orang-orang yang menyimpang, bersikap miring kepada para masyayikh
Ahlussunnah – untuk diterangkan bukti-bukti kesesatannya kepada umat agar kaum muslimin waspada dan tidak terkecoh darinya atau dimintai rujuk, taubat dan mempertanggungjawabkan secara ilmiyah atas apa yang telah ia lontarkan/tuduhkan? Ingatlah bahwa dihapusnya tulisan tersebut yang secara berterang muka menyerang Ahlussunnah, tidaklah otomatis masalah menjadi selesai dan tanggung jawab menjadi sirna kecuali menuntut adanya penjelasan.
Bagaimanapun… Firanda telah menuliskan tawaran damainya dengan dasar pernyataan Syaikh Fauzan dan sebaliknya, AMDz-pun menawarkan solusi untuk masing-masingnya menghapus tulisannya dan tawaran ini juga dipenuhi oleh Firanda. Sebelum itu secara berterang muka bendera ishlah Kategori: Manhaj (yang sebelumnya gagal diwujudkan Firanda bersama Ustadz Askari dan Luqman) telah dikibarkannya…
Gambar 10. Screenshot bendera Ishlah (Kategori: manhaj) diantara kedua elite dikibarkan secara resmi oleh Firanda.com Masih bisa dilihat bekasnya di: http://goo.gl/325sD
Dan sebagai imbalannya, AMDz telah “merusak” bantahan (baca: ancamannya) yang “ilmiyah” terhadap Firanda dan menghapus tahdzirnya terhadap RODJA sehingga umat tidak lagi mampu dan siap membaca tulisan beliau karena bantahan “ilmiyah” yang beliau tulis sebelumnya sekonyong-konyong telah berubah total menjadi susunan kata sandi (yang mungkin hanya mereka berdua saja yang mengetahuinya, Allahu a’lam) yang sulit untuk dimengerti. Yang jelas, karakter tanda tanya “?” buanyak sekali bermunculan dalam link bantahan ilmiyah yang telah berubah total menjadi tidak ilmiyah semacam ini. Allahul musta’an.
Gambar 11. Screenshot Siapkan Anda Untuk Tidak Mampu Membaca (apalagi Mendengar) Jawaban Aneh di atas kecuali (mungkin) orang yang memiliki kapabilitas khusus yang lebih daripada intel saja yang mampu membacanya, Allahu a’lam.
Benarkah Tuduhan terhadap Rodja hanya Prasangka & Dugaan? Yang pasti, orang-orang dekat AMDz adalah orang-orang yang membela/miring kepada Rodja dan para da’inya. Ke Mekah (majelis Syaikh Rabi’) memperjuangkan Rodja, ke Ma’bar (Syaikh Al Imam) juga memperjuangkan Rodja, walaupun gagal tetaplah itu sebuah perjuangan wahai Firanda. Saya rasa ini adalah data “perjuangan” yang mungkin terluput dari pengetahuan paduka.
Alasan yang dipakai Firanda untuk mencari dukungan kepada Syaikh Al-Fauzan dengan banyaknya kaum muslimin yang hadir dalam acara Tabligh Akbar Syaikh Abdurrazzaq di Masjid Istiqlal, itu pula alasan sama persis dengan yang dipakai oleh kafilah AMDz dalam memperjuangkan Rodja. Sekali lagi, saya rasa ini adalah data “perjuangan” yang mungkin terluput dari pengetahuan paduka.
|
|
|
|
|
|
|
|
80. |
Pengirim: Tioma - Kota: Pekanbaru
Tanggal: 25/7/2013 |
|
Itu udah dibahas pak... kalau TV bukan bid'ah.... dan topik "TV" udah dibahas di TV rodja itu sendiri, bahwsanya TV itu bukan bid'ah.... :-) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda rupanya peserta baru ya dalam diskusi ini? Kok anda gak tahu apa definisi Bid'ah menurut Wahhabi? Coba anda baca dulu semua isi komentar para pengunjung dan respon kami, sekalian biar anda rajin baca. Yang membahas di TV Rodja itu kan orang Wahhabi sendiri, ya pasti saja pura-pura TV nya tidak bid'ah. Mana ada dalil Alquran dan Hadits Shahih yang menjadi dasar bolehnya membuat TV Rodja? Coba anda baca juga dialog kami dg Mas Jeffrey, Medan. Biar anda tambah wawasan |
|
|
|
|
|
|
|
81. |
Pengirim: Hamba Allah - Kota: Surabaya
Tanggal: 27/7/2013 |
|
Maaf,apakah ajaran aswaja yang katanya mayoritas di jawa atau indonesia sudah 100 % sesuai dengan Ajaran islam Nabi Muhammad SAW,yang difahami generasi sahabat?
Apakah waktu Nabi Muhammad SAW wafat,para sahabat Nabi mengadakan selamatan 7,40,100 hari,1000 hari,adakah dalilnya yang shohih? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semua ada dalilnya, dan sudah sering kami bahas di situs ini, hanya saja anda yang kurang rajin membacanya, jadi anda ketinggalan 'ilmunya'. |
|
|
|
|
|
|
|
82. |
Pengirim: fathorrozi - Kota: pamekasan madura
Tanggal: 27/7/2013 |
|
Ustad, mau tanya,
apkh imam masjidil haram juga wahabi? Lalu kalau memang wahabi, berarti imam tersebut jg sesat, dan dgn ini berarti do'a atau qunnut dan penghayatan saat beliu mengimami sambil menangis krn menghayati ayat al-qur'an itu tdk serius dan pura-pura mengangis ya?
Jujur saja saya tdk begitu tau tentang wahabi dan ahlus sunnah,
akan tetapi saya tdk berani menyesatkan krn berbeda pandangan tentang penafsiran.
Dan yg saya tau tentang BID'AH adlh sesuatu ritual ibadah yg d lakukan tanpa ada contoh dari nabi dan sahabatnya, sedangkan ritual ibadah trsbut sangat mumgkin dilalukan pada zaman nabi jk ritual trsbt memang benar.
Contoh.
1. Perayaan kelahiran
2. Tahlilan untk org mati
Dua contoh di atas sangat mungkin dilakukan nabi dan sahabatnya jika memang ada dalil.
Lain halnya dgn adanya televisi, hal ini memang benar-benar blm ada dizaman nabi.
Jadi seharusnya dibedakan antara bid'ah yg mgkin d lakukan atau ditinggalkan.
Yg saya heran jg, mengapa jamaah indonesia sgt antusias jika berjamaah d belang imam masjidil haram, padahal menurut sebagian/lbh bnyk ulama' muslim indonesia mengatakan imam mekkah adlh wahabi.
Bila saya boleh mengartikan begini
IMAM MEKAH=WAHABI
WAHABI=SESAT
pantaskah kita menjadi ma'mum di belakangnya?
Lalu kenapa ALLAH membiarkan orang-orang sesat menjadi imam di BAITULLAH?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kaum Wahhabi selalu mengatakan bahwa yang namanya ajaran agama itu harus berdasar Alquran dan Hadits Shahih, buka berdasarkan pemahaman seseorang, terus mana dasar/dalil Alquran dan Hadits Shahihnya anda mengatakan sbb:
Yg saya tau tentang BID'AH adlh sesuatu ritual ibadah yg d lakukan tanpa ada contoh dari nabi dan sahabatnya, sedangkan ritual ibadah trsbut sangat mumgkin dilalukan pada zaman nabi jk ritual trsbt memang benar. Contoh. 1. Perayaan kelahiran 2. Tahlilan untk org mati Dua contoh di atas sangat mungkin dilakukan nabi dan sahabatnya jika memang ada dalil. Lain halnya dgn adanya televisi, hal ini memang benar-benar blm ada dizaman nabi. Jadi seharusnya dibedakan antara bid'ah yg mgkin d lakukan atau ditinggalkan.
Pemahaman anda ini tentunya bukan ajaran Islam jika anda tidaj dapat menyebutkan dalil qaht'i dari Alquran atau Hadits Shahihnya. |
|
|
|
|
|
|
|
83. |
Pengirim: jeruk - Kota: Yaman
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Lagi-lagi NU, Lagi-lagi NU,,,
SYIAR yang tidak laku, NU memang kumpulan ULAMA GOBLOK.
apa??? pejuang Islam? malu donk... apakah anda pernah bertemu NABI lantas di anjurkan untuk membuat kelompok si "NU" ini,,???
sudah kalian ini yang memecah belah umat. ada gak siaran TV'NU??? gak ada kan..??? kenapa gak di bikin aja???TOLOL.
TRANS7 juga pernah bwakan dakwah org NU mass,,, Ustadz H. Luthfi Bashori memang iri hati kamu tuh. bikin aja TV'Ustadz H. Luthfi Bashori
sampai ketemu di AKHIRAT. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
semacam inilah komentar ilmiah kaum Wahhabi, jika kesalahan2nya sudah diungkap sesuai dengan keyakinan Wahhabi sendiri, kemudian mereka tidak dapat menjawab secara ilmiah, maka mereka akhirnya memilih jalur caci-maki dan ungkapan-ungkapan jorok lainnya, dan sedemikian inilah kualitas keilmiah kaum Wahhabi yang dapat dibaca oleh umat.
Banyak komentar-komentar kaum Wahhabi yang senada ini, dan kami putuskan untuk tidak kami tampilkan di situs ilmiah kami ini. |
|
|
|
|
|
|
|
84. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Penjelasan Anda sangat lebih banyak emosionalnya. Jangan2 Anda takut kehilangan pengikut saja. Kalau betul yg didakwahkan Quran dan Sunnah pasti mendapat tantangan seperti Nabi SAW berdakwah, itu Sunnahnya. Jangan mengajarkan pada ummat untuk bercaCI maki. Apalagi Ulama harus santuk kalau mau diikut ummat. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau ingin kometar, biasakan dengan dalil Alquran dan Hadits, jangan hanya berasumsi saja. Apa ada dalil Alquran maupun HAdits shahih tentang bolehnya berdakwah lewat TV Rodja? Apalagi tokoh Wahhabi sekelas Al-Albani, Utsaimin dan Muqbil telah mengharamkan TV. Jadi benar, TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
85. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Penjelasan Anda nampaknya sangat emosional sehingga terkesan tidak adil. Bukankah Allah sdh melarang untuk membahas tentang ZatNya. Mengenai Bid'ah, hanya dalam ibadah. Islam sdh sempurna ajarannya dan satu-satunya contoh pelaksanaan ajaran Islam yg sempurna itu hanya dari Rasul SAW. Kalau Rasul melarang maka tinggalkan dan yg disuruk wajib dilaksanakan. Selama berpegang pd alQuran dan Sunnah pasti TIDAK SESAT. Ini jaminan Rasul SAW siapapun yg menyampaikan dan lewat media apapun. Boleh membenci tp harus tetap adil. Ini baru ajaran Islam yg lurus. Wallahua'lam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Biar anda dan kaum Wahhabi sadar bahwa ternyata ajaran agama itu tidak hanya berdasarkan tekstual dalil Alquran maupun Hadits. Ternyata dakwah melalui TV RODJA itu hanya berdasarkan Kontekstual dalil, karena memang tidak ada tekstual dalil dari Alquran maupun Hadits yg memperbolehkannya. Jadi anda harus belajar banyak tentang Islam agar ada paham bahwa Warga Aswaja mengamalkan kontekstual Hadits Shahih: Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum, maka dikemaslah metode Tahlilan untuk mayit, yg berisi pengamlan kontekstual Hadits Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum. Anda pahami itu ! |
|
|
|
|
|
|
|
86. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Kenapa TV Rodja sekarang tetap exist? klo emang sesat laporin aja, knp ga bisa? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini Indonesia bung, TV Budha juga ada, sama eksisnya dg TV Rodja. Media yg tetap eksis di Indonesia tidak menjamin kebenarannya menurut standar Syariat. |
|
|
|
|
|
|
|
87. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Maaf Saya tidak paham jalan pikiran Anda. Anda seorang Ulama tp sepertinya tidak bisa memilah secara adil. Saya setuju nonton TV itu haram kalau yg ditonton yg diharamkan Allah dan Rasul SAW misalnya tontonan yg mengekspos aurat wanita. Tapi kalau yg ditonton siaran dakwah Islam yg sarat dengan kebenaran dan mengajak orang kepada kebaikan,apakah haram juga. Anda liat dunia sekarang ini sdh sangat maju. adzan pakai pengeras suara, tanda masuk waktu shalatpun pakai sirene apalagi khusus TV dakwah yg ada d Indonesia sangat diperlukan untuk menjangkau daerah2 terpencil yg Ulama sendiri tidak bs datang kedaerah itu. Ingat Dinul Islam bukan milik orang perorang tp Allah dan Rasul yg berhak memberikaN CONTOH selain itu para Ulama yg memegang Quran dan Sunnah yang SHAHIH. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang mengharamkan TV itu justru tokoh-tokoh Wahhabi Internasional sendiri, Al-albani, Utsaimin dan Muqbil, mereka telah mengeluarkan Fatwa dari pribadi mereka sendiri. Tapi justru anak buahnya sendiri, Wahhabi Indonesia yang melanggar Fatwa-fatwa dari tokoh-tokoh Wahhabi Internasional dg mendirikan TV Rodja. |
|
|
|
|
|
|
|
88. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 |
|
Saya tertarik dgn tanggapan Anda mengenai Bid'ah. Apakah ada hadist Nabi SAW yg menyatakan bid'ah itu terbagi dua; Hasanah dan dhololah. Setahu saya yang dimaksudkan bid'ah dhololah itu dalam kegiatan ibadah yg sdh jelas2 tuntunanannya dari Allah dan Rasul SAW. Kalau berdakwah lewat TV itu bukan bid'ah tidak hanya karena dijaman Rasul tidak ada TV. Hal ini semata mata karena kemajuan Iptek saja. Contoh lain kalau Nabi SAW makan tidak pakai sendok, kita pakai sendok, apa ini bid'ah juga. Anda berhaji naik pesawat, apa ini juga bid'ah. Kalau ini bid'ah anda mestinya naik haji pakai Unta saja supaya ibadah haji Anda tidak ada unsur bid'ahnya. Anda menulis pakai pen dan kertas, apaini bid'ah juga. Adzan pakaipengeras suara apa ini bid'ah juga. trus shalat pakai peci hitam atau celana panjang, bid'ah juga, dll masalah keduniaan saja yg bisa berubah dari masa ke masa. Anda sungguh lucu memahami hadist. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda ini Wahhabi yang lucu, karena anda dan kaum Wahhabi sudah menerjemahkan Sabda Nabi SAW Kullu bid'atin dhalalah itu, hanya terbatas pada urusan ibadah saja. Kapan Nabi SAW mengatakan dan membatasi yang demikian? Makanya dengan dasar pemahaman seperti anda juga kaum Wahhabi berani membagi bid'ah menjadi dua: 1. Bid'ah Diniyah (ibadah) dan 2. Bid'ah Duniawiyah (teknologi). Padahal Nabi SAW hanya secara datar saja mengatakan KULLU BID'ATIN DHALALAH, tanpa embel-embel lainnya.
Nah, pemahaman anda itu ternyata hanya berdasarkan Kontekstual Hadits semata kaan? Karena Nabi SAW tidak pernah mengatakan ada bid'ah dalam ibadah dan ada bid'ah dalam teknologi, kecuali hanya anda dan kaum Wahhabi yang mengatakan seperti itu. Kalau anda tidak percaya, coba hadirkan Hadits Nabi tentang pembagian itu !
Bahkan kaum Wahhabi yang pergi Haji saat ini juga, terang-terangan melanggar contoh langsung dari Nabi SAW, beliau bersabda: Khudzuu 'annii manasikakum (ambillah contoh dariku manasik haji kalian). Nabi SAW saat berangkat haji dari Madinah menuju Makkah memberi contoh dengan naik onta, demikian itu diikuti oleh para shahabat. Tapi orang Wahhabi jaman sekarang kan tidak mau pergi haji naik onta, ini pertanda ibadah hajinya berdasar kontekstual hadits semata. Tapi ngakunya sebagai kelompok pemurni agama. Padahal ibadah haji hukumnya WAJIB, itupun kaum Wahhabi berani berkreasi segala. Sedangkan kami hanya mengamalkan ibadah SUNNAH dengan dasar Iqra-uu yasiin 'alaa mautaakum, hanya saja kami beri istilah Tahlilan untuk mayit. Nah ternyata kaum Wahhabi jadi sewot menyikapi ibadah SUNNAH kami, dan dengan garangnya menuduh kami dalam kesesatan dan diancam neraka. Apa demikian ajaran Islam yang rahmatan lil 'aalamin itu?
Jadi yang paling bid'ah itu siapa sih?
Kelompok yang membagi Bid'ah menjadi Bid'ah Diniyah (Ibadah) dan Duniawiyah (Teknologi), atau yang membagi Bid'ah menjadi Bid'ah Dhalalah dan Bid'ah Hasanah.
Menurut kami kemajuan teknologi dan kreasi metode ibadah sunnah yang tidak bertentangan dengan syariat adalah BID'AH HASANAH yang sinonim dengan BID'AH MAQBULAH/BID'AH THAYYIBAH/NI'MATIL BID'ATU HADZIHI.
Jangan nge-les (menghindar) yaa jawabannya !
|
|
|
|
|
|
|
|
89. |
Pengirim: ahmad sukera - Kota: bogor
Tanggal: 31/7/2013 |
|
Assalamualaikum Wr Wb
Salam kenal , Ustad. Maaf cuma koreksi. awal mulanya saya mendengar Rodja namun radio selalu berakhir keras dan penuh dengan Bi'dah. namun saya mencari radio dakwah untuk mendengarkan dakwah yang islamiyah. pilihan jatuh di Rasil 720am. maaf banget, ustad salah menafsirkan bahwa Rasil sama dengan Rodja 720am.
Maafkan saya apabila salah berkata kata. jamaah saya pun sekarang lebih suka dengar 720 Rasil am dibandingkan Rodja
BarakAllahu Fikum |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Rodja menjadi corongnya kaum Wahhabi sedang Rasil menjadi corongnya kaum Syiah. Sebaiknya akhi baca artikel kami berjudul WAHHABI vs SYIAH agar akhi lebih mengenal Islam dg baik dan benar. |
|
|
|
|
|
|
|
90. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 31/7/2013 |
|
Saya sdh membaca banyak tentang tanggapan-tanggapan Anda di Media ini. Sebagian tanggapan itu saya nilai tidak memuaskan alias mempertahankan keyakinan NU Garis LURUS. Seberapa jauh keyakinan Anda terhadap NU Garis LURUS ini. Saya ingin bertanya dan mohon di jawab dgn dalil yang tegas baik dari AlQuran atau ALHadist yang shahih dari kitab-kitab yang masyhur jgn pendapat-pendapat Imam semata. Pertama tentang Tahlilan. Apakah ada kegiatan Tahlilan di masa Nabi SAW atau Sahabat generasi pertama seperti Tahlilan yg ada di Indonesia sekarang ini. Kedua, peringatan Maulid Nabi dgn membaca syai-syair tertentu yg bertujuan mencintai Rasul SAW apakah sdh ada di jaman Nabi SAW atau para sahabat. Ketiga, apakah Anda sdh memperoleh pengakuan dari Ustadz-ustadz TV Rodja bahwa mereka memang Wahabi. Keempat, nampaknya Anda tidak bisa membedakan antara makna yg diada-adakan dgn suatu kemajuan hasil pemikiran manusia. Nah, hasil pemikiran manusia yg berwujud kemajuan tidak boleh di katakan Bid'ah, apalagi Bid'ah Hasanah yg sekedar memberi lawan pada Bid'ah Dhololah, salah kafrah. Setiap pekerjaan yg bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dinamakan Ibadah yg sdh pasti bersumber pada Quran dan Hadist yg kuat. Jadi kalau sekiranya melakukan pekerjaan yg dianggap ibadah yg tidak jelas asal usulnya sebaiknya ditinggalkan menuju kepada ibadah yg jelas-jelas diperintahkan. Sekedar saran saja jangan pernah takut kehilangan pengikut/ummat atau famor kita turun dan bisa menyeret kita kepada menyembunyikan yg Hak dan menyuburkan yg Bathil padahal Anda sendiri mengetahuinya. Wallahua'alam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Anda sewot dengan pegangan kami NU Garis Lurus yaa? Itu sih, biar anda tahu kalau Wahhabi yang anda bela itu adalah Garis Bengkok.
2. Sebenarnya kami agak malas merespon komentar anda, apalagi anda mengaku-ngaku sudah baca semua respon dari kami, karena permaslahan yang anda anggap 'bermasalah' justru sudah banyak kami angkat dalam artikel dengan dalil-dalil Alquran dan Haditsnya, namun rupanya anda masih belum mampu memahami dan mencernanya, jadi mengharuskan kam mengulang-ulang jawabannya, tapi kami pikir-pikir lagi, yaaa nggak apa lah, karena untuk memahamkan kaum awwam memang butuh berulang-ulang untuk disampaikan, bahkan bila perlu harus 100x untuk diulangi, agar anda benar-benar bisa paham.
(Padahal, anda dan kaum Wahhabi belum ada yang mampu menghadirkan tekstusal dalil untuk AMALAN BID'AH KAUM WAHHABI yang kami tulis dalam artikel khusus, mudah-mudahan anda masih mampu membaca dan memahaminya).
Secara lughah tahlilan berakar dari kata hallala yuhallilu tahlilan, artinya adalah membaca Laila
illallah.Istilah ini kemudian merujuk pada sebuah tradisi membaca kalimat dan doa- doa tertentu yang diambil dari ayat al- Qur’an,
dengan harapan pahalanya dihadiahkan untuk orang yang meninggal dunia. Biasanya tahlilan dilakukan selama 7 hari dari
meninggalnya seseorang, kemudian hari ke 40, 100, dan pada hari ke 1000 nya.
Begitu juga tahlilan sering dilakukan secara rutin pada
malam jum’at dan malam-malam tertentu lainnya. Bacaan ayat-ayat al-Qur’an yang dihadiahkan untuk mayit menurut pendapat
mayoritas ulama, boleh dan pahalanya bisa sampai kepada mayit tersebut. Berdasarkan beberapa dalil, diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya; Dari sahabat Ma’qal bin Yasar bahwa Rasulallah s.a.w. bersabda : surat Yasin adalah pokok dari al-Qur’an, tidak dibaca oleh
seseorang yang mengharap ridha Allah kecuali diampuni dosa-dosanya. Bacakanlah surat Yasin kepada orang-orang yang meninggal
dunia di antara kalian. (H.R. Abu Dawud, dll)
Adapun beberapa ulama juga berpendapat seperti Imam Syafi'i yang mengatakan bahwa disunahkan membacakan ayat-ayat al-Qur’an kepada mayit, dan jika sampai khatam al-Qur’an maka akan lebih baik.
Bahkan Imam Nawawi dalam kitab Majmu’-nya menerangkan bahwa tidak hanya tahlil dan do’a, tetapi juga disunahkan bagi orang
yang ziarah kubur untuk membaca ayat-ayat al-Qur’an lalu setelahnya diiringi berdo’a untuk mayit. Begitu juga Imam al-Qurthubi memberikan penjelasan bahwa, dalil yang dijadikan acuan oleh para ulama tentang sampainya pahala
kepada mayit adalah bahwa, Rasulallah saw pernah membelah pelepah kurma untuk ditancapkan di atas kubur dua sahabatnya
sembari bersabda “Semoga ini dapat meringankan keduanya di alam kubur sebelum pelepah ini menjadi kering”.
Imam al-Qurtubi kemudian berpendapat, jika pelepah kurma saja dapat meringankan beban si mayit, lalu bagaimanakah dengan
bacaan-bacaan al-Qur’an dari sanak saudara dan teman-temannya Tentu saja bacaan-bacaan al-Qur’an dan lain-lainnya akan lebih
bermanfaat bagi si mayit. Abul Walid Ibnu Rusyd juga mengatakan: Seseorang yang membaca ayat al-Qur’an dan menghadiahkan pahalanya kepada mayit, maka pahala itu bisa sampai kepada
mayit tersebut.
Dalil Naqli : Jamuan Makanan dalam Acara Tahlilan.
Dalam setiap acara tahlilan selain di hari wafatnya mayit (hari-hari duka cita), umumnya tuan rumah memberikan makanan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan. Selain sebagai sedekah yang pahalanya diberikan kepada mayit, juga untuk memotivasi tuan rumah agar selalu menghormati para tamu yang turut mendoakan keluarga yang meninggal dunia.
Dilihat dari sisi sedekah, bahwa dalam bentuk apapun sedekah merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan. Memberikan makanan kepada orang lain dalah perbuatan yang sangat terpuji. Sabda Nabi Muhammad SAW: Dari Amr bin Abasah, ia berkata, saya mendatangi Rasulullah SAW kemudian saya bertanya: Wahai Rasul, apakah Islam itu? Rasulullah SAW menjawab: Bertutur kata yang baik dan menyuguhkan makanan. (HR Ahmad) Kaitannya dengan sedekah untuk mayit, pada masa Rasulullah SAW, jangankan makanan, kebun pun (harta yang sangat berharga) disedekahkan dan pahalanya diberikan kepada si mayit.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan: Dari Ibnu Abbas, sesungguhnya ada seorang laki-laki bertanya: Wahai Rasulullah SAW, Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia, apakah ada manfaatnya jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah menjawab: Ya...! Laki-laki itu berkata: tAku memiliki sebidang kebun, maka aku mempersaksikan kepadamu bahwa aku akan menyedekahkan kebun tersebut atas nama ibuku. (HR Tirimidzi).
Ibnu Qayyim al-Jawziyah dengan tegas mengatakan bahwa sebaik-baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah, istigfar, doa dan haji. Adapun pahala membaca Al-Qur'an secara sukarela dan pahalanya diberikan kepada mayit, juga akan sampai kepada mayit. Sebagaimana pahala puasa dan haji. (Ibnul Qayyim, ar-Ruh, hal 142).
Jika kemudian perbuatan tersebut dikaitkan dengan usaha untuk memberikan penghormatan kepada para tamu, maka itu merupakan perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW: Dari Abi Hurairah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, maka hormatilah tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah SWT dan hari akhir, hendaklah ia berkata dengan kebaikan atau (jika tidak bisa), diam.(HR Muslim).
Seorang tamu yang keperluannya hanya urusan bisnis atau sekedar ngobrol dan main catur harus diterima dan dijamu dengan baik, apalagi tamu yang datang untuk bertakziyah dan mendoakan mayit, sudah seharusnya lebih dihormati dan diperhatikan.
Hanya saja, kemampuan ekonomi harus tetap menjadi pertimbangan utama. Tidak boleh memaksakan diri untuk memberikan jamuan dalam acara tahlilan, apalagi sampai berhutang ke sana ke mari atau sampai mengambil harta anak yatim dan ahli waris yang lain. Hal tersebut jelas ridak dibenarkan.
Dalam kondisi seperti ini, sebaiknya perjamuan itu diadakan ala kadarnya. Dalam masyarakat kita biasanya kalau tuan rumah tidak mampu, maka para tetangga disekitarnya dengan suka rela membantu. Lain halnya jika memiliki kemampuan ekonomi yang sangat memungkinkan.
Selama tidak israf (berlebih-lebihan dan menghamburkan harta) atau sekedar menjaga gengsi, suguhan istimewa yang dihidangkan, dapat diperkenankan sebagai suatu bentuk penghormatan serta kecintaan kepada keluarga yang telah meninggal dunia. Dan yang tak kalah pentingnya masyarakat yang melakukan tahlilan hendaknya menata niat di dalam hati bahwa apa yang dilakukan itu semata-mata karena Allah SWT.
Tahlilan tidaklah bid'ah. Banyak dalil Al Qur’an, hadits maupun keterangan ulama yang menjelaskan tentang diperbolehkannya tahlil dan do’a atau pahala
yang ditujukan kepada orang yang sudah meninggal bisa sampai dan bermanfaat bagi orang yang meninggal tersebut, di antaranya:
QS. Muhammad ayat 19 “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. (Muhammad:19) Ayat tersebut menerangkan bahwa orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan mendapatkan manfaat dari istighfar orang mukmin
lainnya.
Dalam Tafsir Al-Khazin dijelaskan: “Makna ayat ﻚﺒﻧﺬﻟ ﺮﻔﻐﺘﺳﺇ adalah mohonlah ampunan bagi dosa-dosa keluargamu dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, artinya selain keluargamu. Ini adalah penghormatan dari Allah ‘Azza wa Jalla kepada umat Muhammad, dimana Dia
memerintahkan Nabi-Nya untuk memohonkan ampun bagi dosa-dosa mereka, sedangkan Nabi SAW adalah orang yang dapat
memberikan syafa’at dan do’anya diterima” (Tafsir Al-Khazin, Juz VI, hal 180)
QS. Al-Hasyr 10 “Dan orang-orang yang beriman, serta anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka
dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang
dikerjakannya”
Mengenai ayat ini Syekh ‘Alaudin Ali bin Muhammad bin Ibrahim Al-Baghdadi memberikan penjelasan: “Artinya Kami menyamakan anak-anak mereka yang kecil dan yang dewasa dengan keimanan orang tua mereka. Yang dewasa
dengan keimanan mereka sendiri, sementara yang kecil dengan keimanan orang tuanya. Keislaman seorang anak yang masih kecil
diikutkan pada salah satu dari kedua orang tuanya. (Kami menyamakan kepada mereka keturunan mereka) artinya menyamakan
orang-orang mukmin di surga sesuai dengan derajat orang tua mereka, meskipun amal-amal mereka tidak sampai pada derajat amal
orang tua mereka. Hal itu sebagai penghormatan kepada orang tua mereka agar mereka senang. Keterangan ini diriwayatkan dari
Ibnu Abbas RA.” (Tafsir Al-Khazin, Juz VI, hal 250).
Penjelasan yang sama dapat dilihat dalam Tafsir Jami’ Al-Bayan karya Ibnu Jarir Al-Thabari Juz 28 hal. 15.
Beberapa ayat dan penafsiran tersebut menjadi bukti nyata bahwa orang yang beriman tidak hanya memperoleh pahala dari
perbuatannya sendiri.
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abi Sa’id Al-Khudri, Rasulullah SAW bersabda: “Dari Abi Sa’id al-Khudri RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah
SWT, kecuali mereka akan dikelilingi malaikat, dan Allah SWT akan memberikan rahmat-Nya kepada mereka, memberikan ketenangan
hati dan memujinya di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya” (HR. Al-Muslim, 4868).
Syaikhul Islam Taqiyuddin Ahmad bin Taymiyah dalam kitab Fatwanya berkata, pendapat yang benar dan sesuai dengan
kesepakatan para imam, bahwa mayit dapat memperoleh manfaat dari semua ibadah, baik ibadah badaniyah (ibadah fisik) seperti
shalat, puasa, membaca Al-Qur’an, atau ibadah maliyah (ibadah materiil) seperti sedekah dan lain-lainnya. Hal yang sama juga
berlaku untuk berdo’a dan membaca istighfar bagi mayit.” (Hukm Al-Syariah Al-Islamiyah fi Ma’tamil Arba’in, 36)
Dalam kitab Nihayah al-Zain disebutkan: “Ibnu Hajar dengan mengutip Syarh Al-Mukhtar berkata, “Madzhab Ahlussunnah berpendapat bahwa seseorang dapat
menghadiahkan pahala amal dan do’anya kepada orang yang telah meninggal dunia. Dan pahalanya akan sampai
kepadanya.” (Nihayah Al-Zain, 19.3) Ibnu Qayyim Al-Jauziah berkata, “Sebaik-baik amal yang dihadiahkan kepada mayit adalah memerdekakan budak, sedekah,
istighfar, do’a, dan haji.
Adapun pahala membaca Al-Qur’an secara suka rela (tanpa mengambil upah) yang dihadiahkan kepada
mayit, juga sampai kepadanya. Sebagaimana pahala puasa dan haji” (Al-Ruh, 142).
Dari beberapa dalil hadits, Al Qur’an, hadits dari keterangan para ulama di atas dapat disimpulkan bahwa hukum tahlilan bukanlah
bid’ah dan pahala yang ditujukan kepada mayit bisa sampai dan bermanfaat bagi mereka.
|
|
|
|
|
|
|
|
91. |
Pengirim: Kyai - Kota: Probolinggo
Tanggal: 1/8/2013 |
|
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 Penjelasan Anda sangat lebih banyak emosionalnya. Jangan2 Anda takut kehilangan pengikut saja. Kalau betul yg didakwahkan Quran dan Sunnah pasti mendapat tantangan seperti Nabi SAW berdakwah, itu Sunnahnya. Jangan mengajarkan pada ummat untuk bercaCI maki. Apalagi Ulama harus santuk kalau mau diikut ummat.
--------------------------
Itu hanya pendapat anda. Emosional yang bagaimana dari pernyataan admin pejuangislam.com? coba beberkan jika anda memang seorang yang pintar. Jadi ulama itu intinya konsisten dengan doktrin/faham ahlussunnah wal jama’ah, urusan di ikuti ummat dan tidak itu bukan menjadi pembenar dan tidak ada relevansinya.
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 Penjelasan Anda nampaknya sangat emosional sehingga terkesan tidak adil. Bukankah Allah sdh melarang untuk membahas tentang ZatNya. Mengenai Bid'ah, hanya dalam ibadah. Islam sdh sempurna ajarannya dan satu-satunya contoh pelaksanaan ajaran Islam yg sempurna itu hanya dari Rasul SAW. Kalau Rasul melarang maka tinggalkan dan yg disuruk wajib dilaksanakan. Selama berpegang pd alQuran dan Sunnah pasti TIDAK SESAT. Ini jaminan Rasul SAW siapapun yg menyampaikan dan lewat media apapun. Boleh membenci tp harus tetap adil. Ini baru ajaran Islam yg lurus. Wallahua'lam
-----------------------------
Anda memang sengaja tidak menanggapi argumentasi admin pejuangislam.com, itu tandanya anda mengaku kalah dan tidak bisa menjawab dengan mmuaskan.
Dibagian mana yang anda sebut emosional? Dan tidak adil?
Bid’ah dalam hal ibadah bagaimana menurut anda?
Ana tantang anda debat berdua dengan ana di forum ini, untuk admin pejuangislam.com mohon izinkan saya saja yang menanggapi.
Ajaran Islam memang sudah sempurna, siapa yang bilang tidak sempurna. Adanya bid’ah hasanah itu bukan mengindikasikan bahwa ajaran Islam itu belum sempurna, tp bahkan sebaliknya bahwa bid’ah hasanah itu semakin menguatkan bahwa ajaran Islam itu sudah sempurna, karena bid’ah hasanah itu juga berdalil.
Ayat 3 dalam surat al-Maidah yang biasa tokoh wahabi sebutkan itu tidak
berkaitan dengan bid’ah hasanah. Karena yang dimaksud dengan
penyempurnaan agama dalam ayat tersebut, seperti dikatakan oleh para ulama
tafsir, adalah bahwa Allah subhanahu wa ta’ala telah menyempurnakan kaedah-kaedah
agama. Seandainya yang dimaksud dengan ayat tersebut, tidak boleh melakukan bid’ah hasanah, tentu saja para sahabat sepeninggal Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak akan melakukan bid’ah hasanah. Sayidina Abu Bakar menghimpun al-Qur’an, Sayyidina Umar menginstruksikan shalat tarawih secara berjamaah, dan Sayyidina Utsman menambah adzan Jum’at menjadi dua kali, serta beragam bid’ah hasanah lainnya yang diterangkan dalam kitab-kitab hadits. Dalam hal ini tak seorang pun dari kalangan sahabat yang menolak hal-hal baru tersebut dengan alasan ayat 3 surat al-Maidah. Jadi, ayat yang tokoh wahabi sebutkan tidak ada kaitannya dengan bid’ah hasanah. Justru bid’ah hasanah masuk dalam kesempurnaan agama, karena dalil-dalilnya terdapat
dalam sekian banyak hadits Rasul shallallahu alaihi wa sallam dan perilaku para
sahabat.
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 Kenapa TV Rodja sekarang tetap exist?
klo emang sesat laporin aja, knp ga bisa?
---------------------
Permasalahan sesat itu tidak bisa dikaitkan dengan laporan atau tidak. Apakah jika kesesatan jika tidak dilaporkan maka akan berubah menjadi kebenaran? Logika mana yang anda pakai?
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 Maaf Saya tidak paham jalan pikiran Anda. Anda seorang Ulama tp sepertinya tidak bisa memilah secara adil. Saya setuju nonton TV itu haram kalau yg ditonton yg diharamkan Allah dan Rasul SAW misalnya tontonan yg mengekspos aurat wanita. Tapi kalau yg ditonton siaran dakwah Islam yg sarat dengan kebenaran dan mengajak orang kepada kebaikan,apakah haram juga. Anda liat dunia sekarang ini sdh sangat maju. adzan pakai pengeras suara, tanda masuk waktu shalatpun pakai sirene apalagi khusus TV dakwah yg ada d Indonesia sangat diperlukan untuk menjangkau daerah2 terpencil yg Ulama sendiri tidak bs datang kedaerah itu. Ingat Dinul Islam bukan milik orang perorang tp Allah dan Rasul yg berhak memberikaN CONTOH selain itu para Ulama yg memegang Quran dan Sunnah yang SHAHIH.
-----------------------
Orang seperti anda ya tidak akan mudah faham dengan pemikiran Kyai Luthfi. Butuh banyak belajar, biar mengerti omongan orang.
Lihatl;ah al albani seorang muhaddist dadakan yang karena sombongnya dan kurang ajarnya MENGKAFIRKAN IMAM BUKHARI karena mentakwil salah satu ayat didalam firmanNya.
Bagaimana al Albani berani melontarkan pengkafiran terhadap Imam Bukhary dan mengatakan Imam Bukhary tidak beriman iman, dan kaum wahabi menganggap al Albani sebagai muhaddits? Sangat memalukan.
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 30/7/2013 Saya tertarik dgn tanggapan Anda mengenai Bid'ah. Apakah ada hadist Nabi SAW yg menyatakan bid'ah itu terbagi dua; Hasanah dan dhololah. Setahu saya yang dimaksudkan bid'ah dhololah itu dalam kegiatan ibadah yg sdh jelas2 tuntunanannya dari Allah dan Rasul SAW. Kalau berdakwah lewat TV itu bukan bid'ah tidak hanya karena dijaman Rasul tidak ada TV. Hal ini semata mata karena kemajuan Iptek saja. Contoh lain kalau Nabi SAW makan tidak pakai sendok, kita pakai sendok, apa ini bid'ah juga. Anda berhaji naik pesawat, apa ini juga bid'ah. Kalau ini bid'ah anda mestinya naik haji pakai Unta saja supaya ibadah haji Anda tidak ada unsur bid'ahnya. Anda menulis pakai pen dan kertas, apaini bid'ah juga. Adzan pakaipengeras suara apa ini bid'ah juga. trus shalat pakai peci hitam atau celana panjang, bid'ah juga, dll masalah keduniaan saja yg bisa berubah dari masa ke masa. Anda sungguh lucu memahami hadist.
-------------------------
Apa definisi bid’ah menurut anda? Mohon sertakan dalilnya!
Para sahabat seperti sayyidina umar membagi ulama menjadi dua (Hasanah-Sayyi’ah), para ulama membagi bid’ah menjadi dua (termasuk imam syafi’i), bahkan imam nawawi membaginya menjadi lima. Lalu anda mengikuti pemahaman siapa?
Ini saya nukilkan pernyataan sayyidina umar:
“Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku
pergi ke masjid bersama Umar bin al-Khaththab. Ternyata orang-orang di masjid
berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga
yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar radhiyallahu anhu
berkata: “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam,
tentu akan lebih baik”. Lalu beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab.
Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan
mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal
itu, Umar berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di
akhir malam, lebih baik daripada di awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang
menunaikan tarawih di awal malam.” (HR. al-Bukhari [2010]).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan shalat tarawih
secara berjamaah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian
meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap
malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula
pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu’anhu. Kemudian Umar radhiyallahu’anhu mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan ini tergolong bid’ah. Tetapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. Lebih faham mana sayyidina umar dengan anda mengenai bid’ah? Apa yg dilakukan oleh sayyidina umar ini adalah bid’ah dalam hal ibadah.
“Al-Sa’ib bin Yazid radhiyallahu anhu berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pertama dilakukan setelah
imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman, dan masyarakat
semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga di atas Zaura’, yaitu
nama tempat di Pasar Madinah.” (HR. al-Bukhari [916]).
Pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan
Jum’at dikumandangkan apabila imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa
Utsman, kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat,
sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu Jum’at sebelum imam hadir
ke mimbar. Lalu Utsman menambah adzan pertama, yang dilakukan di Zaura’,
tempat di Pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan
shalat Jum’at, sebelum imam hadir ke atas mimbar. Semua sahabat yang ada pada waktu itu menyetujuinya. Apa yang beliau lakukan ini termasuk bid’ah,
tetapi bid’ah hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum Muslimin. Benar
pula menamainya dengan sunnah, karena Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin
yang sunnahnya harus diikuti berdasarkan hadits sebelumnya.
Selanjutnya, beragam inovasi dalam amaliah keagamaan juga dipraktekkan oleh
para sahabat secara individu. Dalam kitab-kitab hadits diriwayatkan, beberapa
sahabat seperti Umar bin al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, al-
Hasan bin Ali dan lain-lain menyusun doa talbiyah-nya ketika menunaikan ibadah
haji berbeda dengan redaksi talbiyah yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Para ulama ahli hadits seperti al-Hafizh al-Haitsami meriwayatkan dalam
Majma’ al-Zawaid, bahwa Anas bin Malik dan al-Hasan al-Bashri melakukan
shalat Qabliyah dan Ba’diyah shalat idul fitri dan idul adhha.
Berangkat dari sekian banyak hadits-hadits shahih di atas, serta perilaku para
sahabat, para ulama akhirnya berkesimpulan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua,
bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Al-Imam al-Syafi’i, seorang mujtahid pendiri
madzhab al-Syafi’i berkata:
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 31/7/2013 Saya sdh membaca banyak tentang tanggapan-tanggapan Anda di Media ini. Sebagian tanggapan itu saya nilai tidak memuaskan alias mempertahankan keyakinan NU Garis LURUS. Seberapa jauh keyakinan Anda terhadap NU Garis LURUS ini. Saya ingin bertanya dan mohon di jawab dgn dalil yang tegas baik dari AlQuran atau ALHadist yang shahih dari kitab-kitab yang masyhur jgn pendapat-pendapat Imam semata. Pertama tentang Tahlilan. Apakah ada kegiatan Tahlilan di masa Nabi SAW atau Sahabat generasi pertama seperti Tahlilan yg ada di Indonesia sekarang ini. Kedua, peringatan Maulid Nabi dgn membaca syai-syair tertentu yg bertujuan mencintai Rasul SAW apakah sdh ada di jaman Nabi SAW atau para sahabat. Ketiga, apakah Anda sdh memperoleh pengakuan dari Ustadz-ustadz TV Rodja bahwa mereka memang Wahabi. Keempat, nampaknya Anda tidak bisa membedakan antara makna yg diada-adakan dgn suatu kemajuan hasil pemikiran manusia. Nah, hasil pemikiran manusia yg berwujud kemajuan tidak boleh di katakan Bid'ah, apalagi Bid'ah Hasanah yg sekedar memberi lawan pada Bid'ah Dhololah, salah kafrah. Setiap pekerjaan yg bertujuan mendekatkan diri kepada Allah dinamakan Ibadah yg sdh pasti bersumber pada Quran dan Hadist yg kuat. Jadi kalau sekiranya melakukan pekerjaan yg dianggap ibadah yg tidak jelas asal usulnya sebaiknya ditinggalkan menuju kepada ibadah yg jelas-jelas diperintahkan. Sekedar saran saja jangan pernah takut kehilangan pengikut/ummat atau famor kita turun dan bisa menyeret kita kepada menyembunyikan yg Hak dan menyuburkan yg Bathil padahal Anda sendiri mengetahuinya. Wallahua'alam
-----------------------
Wahabi: Apakah ada kegiatan Tahlilan di masa Nabi SAW atau Sahabat generasi pertama seperti Tahlilan yg ada di Indonesia sekarang ini.
Sunni: Tahlilan terambil dari kosa kata tahlil, yang dalam bahasa Arab diartikan dengan mengucapkan kalimat la ilaha illallah. Sedangkan tahlilan, merupakan sebuah
bacaan yang komposisinya terdiri dari beberapa ayat al- Qur'an, shalawat, tahlil,
tasbih dan tahmid, yang pahalanya dihadiahkan kepada orang yang masih hidup
maupun sudah meninggal, dengan prosesi bacaan yang lebih sering dilakukan
secara kolektif (berjamaah), terutama dalam hari-hari tertentu setelah kematian
seorang Muslim. Dikatakan tahlilan, karena porsi kalimat la ilaha illallah dibaca
lebih banyak dari pada bacaan- bacaan yang lain.
Akan tetapi berkaitan dengan tradisi tahlilan, hemat saya itu bukan tradisi Indonesia atau
Jawa. Kalau kita menyimak fatwa Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani, tradisi tahlilan
telah berkembang sejak sebelum abad ketujuh Hijriah, Dalam kitab Majmu'
Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiah disebutkan:
"Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli
dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, "Dzikir kalian ini bid'ah,
mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid'ah". Mereka memulai dan
menutup dzikirnya dengan al-Qur'an, lalu mendo’akan kaum Muslimin yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara
tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illa billaah) dan
shalawat kepada Nabi SAW. Lalu Ibn Taimiyah menjawab: "Berjamaah dalam
berdzikir, mendengarkan al-Qur'an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk
qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-
Bukhari, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhrrya Allah memiliki banyak Malaikat
yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan
sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil,
"Silahkan sampaikan hajat kalian", lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi,
"Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu"... Adapun
memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca'a Qur'an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta padi sebagian waktu
malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah SAW dan hamba-hamba
Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn
Taimiyah, juz 22, hal. 520)
Wahabi: Peringatan Maulid Nabi dgn membaca syai-syair tertentu yg bertujuan mencintai Rasul SAW apakah sdh ada di jaman Nabi SAW atau para sahabat
Sunni: Sejak dahulu, kelahiran nabi memang selalu di peringati, bahkan oleh Rasul sendiri. Peringatan Maulid Nabi SAW itu adalah pernyataan kegembiraan dan kebahagiaan dengan kelahiran Beliau SAW. Bahkan orang kafir pun dapat mengambil manfaat dengan kelahiran Beliau SAW. Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa Abu Lahab pada setiap hari Senin, selalu mendapat keringanan siksaan dari Allah, karena dia pernah memerdekakan budaknya yang bernama Tsuwaibah, tatkala sang budak memberi informasi kepadanya, bahwa keponakan Abu Lahab telah lahir sebagai bayi laki-laki, yaitu Muhammad. Mendengar informasi keponakannya sudah lahir, maka secara spontanitas Abu Lahab bergembira, dan kegembiraan itu dicetuskan dengan memerdekakan Tsuwaibah sang budak pembawa informasi. Riwayat ini dapat dibaca secara lengkap dalam kitab Shahih Bukhari, pada Kitabun Nikaah. Dinukil pula oleh Alhafidz Ibnu Hajar di dalam kitab Fathul Baari, serta diriwayatkan oleh para ulama antara lain Imam Abdur Razzaq Asshon`ani dalam kitab Almushannaf juz 7, oleh Alhafidz dalam kitab Addalail, oleh Ibnu Katsir dalam kitab Sirah Nabawiyyah bagian dari Albidayah, oleh Ibnud Dabi` Assyaibani dalam kitab Hadaiqul anwar, oleh Albaghawi dalam kitab syarhus sunnah, oleh Ibnu Hisyam dan Assuhaili dalam kitab Raudhul unuf, oleh Al`amiri dalam kitab Bahjatul mahafil, oleh Albaihaqi dalan kitab sunannya.
Nabi SAW menghormati dan memuliakan hari kelahirannya sendiri, dan bersyukur kepada Allah atas ni`mat yang paling besar itu, serta kedermawanan Allah yang telah menciptakan diri Beliau SAW ke alam dunia, karena dengan kelahirannya itu maka bergembiralah seluruh alam semesta. Beliau SAW mencetuskan kegembiraannya itu dengan cara berpuasa, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, bahwa Beliau SAW ditanya tentang sebab Beliau SAW berpuasa pada setiap hari Senin, maka Beliau menjawab : `Pada hari itu aku dilahirkan, dan pada hari itu pula pertama kali Alquran diturunkan kepadaku`. Amalan Nabi SAW inilah yang termasuk menjadi landasan hukum bolehnya memperingati Maulid Nabi SAW, hanya saja terdapat perbedaan teknis pelaksanaannya antara cara Nabi SAW memperingati hari kelahirannya, dengan cara kita memperingatii hari kelahiran Nabi SAW.
Dewasa ini orang menghormati Maulid Nabi SAW dengan cara bersedekah memberi makan kepada orang lain, atau berkumpul bersama untuk berdzikir kepada Allah, atau bersama-sama membaca shalawat Nabi SAW, atau mendengarkan pembacaan sejarah hidup Nabi SAW, sedang Nabi SAW sendiri merayakan hari kelahirannya dengan cara berpuasa pada setiap hari Senin. Jadi, subtansinya tetap sama yaitu sama-sama menghormati hari kelahiran Nabi SAW. Tentunya, jika cara-cara yang diamalkan dalam memperingati hari kelahiran Nabi SAW tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam dan tidak berlawanan dengan ayat Alquran maupun Hadits, maka dapat dikatakan bahwa memperingati hari kelahiran Nabi SAW itu adalah termasuk sunnah Nabi SAW.
Sesungguhnya bergembira dengan keberadaan Nabi SAW adalah implementasi dari ayat Alquran yang artinya : `Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu), dengan adanya kedermawanan Allah dan rahmat-Nya, maka hendaklah mereka bergembira`. Lihatlah, Allah memerintahkan kita agar bergembira terhadap rahmat yang diturunkan-Nya, padahal kelahiran dan keberadaan Nabi SAW di dunia ini adalah paling agung-agungnya rahmat Allah, hal itu sesuai dengan firman-Nya yang artinya : `Tidaklah Aku utus engkau (wahai Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam`.
Wahabi: Apakah Anda sdh memperoleh pengakuan dari Ustadz-ustadz TV Rodja bahwa mereka memang Wahabi
Sunni: Kami tidak perlu pengakuan bahwa mereka adalah Wahabi. Kamu tanya saja, bagaimana profil Syaik Muhammad Ibn Abdul Wahhab kepada mereka?. Dan stigma wahabi itu kami yang menyebutnya karena mereka mengharamkan tawasul, tabarruk, tahlilan, maulid, dlsb. Yang kesemuanya itu adalah doktrin wahabi.
Wahabu: Nampaknya Anda tidak bisa membedakan antara makna yg diada-adakan dgn suatu kemajuan hasil pemikiran manusia
Sunni: Sebetulnya tidak faham itu adalah anda. Argumentasi2 anda sudah saya luruskan.
Dan yang perlu anda fahami wahabi Paman Sam dari Banjar :
Sesuatu yang tidak pemah dikerjakan oleh Rasulullah SAW itu belum tentu dilarang atau tidak boleh. Jika Sesuatu yang tidak pemah dikerjakan oleh Rasulullah SAW pasti TERLARANG, mana dalilnya???
Giliran saya tanya :
bagaimana Anda menanggapi doa-doa yang
disusun oleh para sahabat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam? Bagaimana dengan doa al-Imam Ahmad bin Hanbal
dalam sujud ketika shalat selama 40 tahun yang berbunyi:
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam
shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku,
kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi,
Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Doa seperti itu sudah pasti tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in. Tetapi al-Imam Ahmad bin Hanbal
melakukannya selama empat puluh tahun
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini adalah tambahan ilmu untuk Sam, Banjar, |
|
|
|
|
|
|
|
92. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 1/8/2013 |
|
Pertama saya ucapkan terimakasih atas tanggapan Anda yg begitu panjang namun jujur saya akui tanggapan Anda tidak memuaskan saya. Anda sangat lebih banyak mengajukan pendapat-pendapat para Imam dan sejauh yang saya kaji mereka pun banyak yang berselisih pendapat. Jadi yang mana yang bisa diambil sebagai hujjah untuk melaksanan pekerjaan yang dianggap ibadah apalagi mengharap ridhoNya Allah. Lagi pula Anda hanya bisa mengkaitkan-kaitkan nash-nash yang bisa dihubungkan. Secara keseluruhan kegiatan Tahlilan yang sangat digemborkan dan dilestarikan NU ini memang tidak pernah ada dimasa Nabi SAW, para sahabat baik generasi pertama,kedua atau ketiga. Kalau memang Tahlilan seperti ini disyariatkan dalam Islam niscaya bertebaranlah hadist-hadist yg menjelaskan tentang Tahlil tst baik dari sisi bacan-bacaannya, waktu dan pelaksanaanya terlebih-lebih manfaatnya yg konon bisa over-over pahala kepada si mayit. Kalau ini dianggap pekerjaan yg sangat berpahala, mengapa tidak ada petunjuk dari ALLah dan Rasulnya, seperti halnya shalat, puasa, zakat dan haji. Dalam Tanggapan Anda jelaskan bahwa surat An Najam ayat 39 itu mansukh. Kalau demikian akan ada ayat-ayat lain yang dimansukh karena maknanya senada itu. Ada beberapa ayat di AlQuran yang sama maknanya yaitu tentang tidak bisanya over-over pahala apalagi dosa, bahkan penjelasan AlQuran ini sangat didukung oleh hadist-hadist yang shahih baik dari sahabat atau dari istri Nabi SAW sendiri Siti A'isyah.
Anda belum menjawab pertanyaan saya yang lain. Perlu Anda ketahui bahwa menuduh orang sesat bukan perkara yang ringan, sungguh ia perkara yg BERAT disisi Allah SWT. Seingat saya Anda belum menjelaskan siapa WAHABI yg Anda klaim sesat itu. Apakah Ulama-ulama di Saudi Arabia Wahabi semuahanya hanya karena mereka menentang Tahlilan. Setahu saya tokoh Wahabi yg sesat itu ABDUL WAHHAB bin ROSTUM, yg hidup abad ketiga hijriah,jadi wajar kalau alirannya disebut Wahabi. Sedangkan ulama yg sangat terkenal di Saudi Arabia yang menjadi rujukan sampai sekarang adalah SYEH MUHAMMAD bin ABDUL WAHHAB yg hidup pada abad ke sebelas hijrial. Kalau beliau ini disebut tokoh Wahabi salah kafrah,karena nama beliau Muhammad bukan Wahhab. Sudahlah saya kira sdh banyak tanggapan teman-teman yg senada d media ini.
Berikut saya akan sampaikan sebuah kutipan :
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH.
Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu :
MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
TENTANG
KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
Hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?
Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.
KETERANGAN :
Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz:
“MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”
Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan :
“Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah.
Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi
Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).
SELESAI, KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
REFERENSI : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.
CATATAN : Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa bacaan atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim 1 : 90 dan Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro (al-Haitsami) 2:9, Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir Jalalain 2:19 Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll.
Akhirnya, semoga tulisan bisa membuka sedikit nalar Anda untuk tidak sembarangan mengambil dasar hukuk dalam melaksanan perintah Agama. Ketahuilah bahwa saya dulu juga seperti Anda. Tapi semakin saya ngotot saya semakin terpojok dengan nash-nash AlQuran dan AlHadist shahih dari kitab-kitab yg masyhur. Semoga amal ibadah kita mendapat ridho dari Allah SAW. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sekali lagi kami hanya bicara tentang MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB ANNAJDI (BAPAK WAHHABI DUNIA) yang menjadi mitra Ibnu Saud. Kami sama sekali tidak membicarakan Abdul Wahhab bin Abdurrahman bin Rustum .
Anda harus baca kitab Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.
Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam.
Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya.
Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya.
Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman yang artinya: “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab Annajdi, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan??
Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan”
Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.
Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.
Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh.
Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya.
Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin.
Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya.
Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama2 besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata :
“Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya.
Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia.
Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta.
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=413723665364286&set=a.104389446297711.6773.100001799685063&type=1&theater
Anda juga harus baca:
Kebohongan Wahabi Seputar Kenduren dan Selamatan Kematian
Oleh: Muhammad Idrus Ramli (Alumnus Ponpes Sidogiri)
Pada tanggal 23 Juli 2011, penulis mengisi acara Daurah pemantapan Ahlussunnah Wal-Jama’ah di Pondok Pesantren Sunan Pandan Aran, Sleman Yogyakarta yang diasuh oleh KH. Mu’tashim Billah Mufid. Dalam acara tersebut, salah seorang peserta mengajukan pertanyaan kepada penulis tentang hukum selamatan kematian, di mana dalam selebaran Manhaj Salaf, media siluman kaum Wahabi, selamatan atau suguhan makanan kematian dianggap haram secara mutlak. Selebaran tersebut banyak melakukan pelintiran dan distorsi terhadap pernyataan para ulama madzhab Syafi’i dalam kitab-kitab fiqih mu’tabaroh. Ulama menyatakan makruh, selebaran tersebut merubahnya menjadi haram.
Oleh karena itu, catatan ini akan mengupas secara ringkas tentang hukum suguhan kematian menurut para ulama. Suguhan makanan yang dibuat oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziyah, diperselisihkan di kalangan ulama menjadi 3 pendapat. Pertama, pendapat yang menyatakan makruh. Pendapat ini diikuti oleh mayoritas ulama madzhab empat, seperti dikutip oleh Syaikh al-Bakri dalam kitab I’anah al-Thalibin dengan mengutip fatwa gurunya, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan berikut ini:
مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ عِنْدَ أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصُنْعِ الطَّعَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ (2/145) وَفِيْ حَاشِيَةِ الْعَلاَّمَةِ الْجَمَلِ عَلَى شَرْحِ الْمَنْهَجِ وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ وَالْمَكْرُوْهِ فِعْلُهَا مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ الْوَحْشَةِ وَالْجُمَعِ وَاْلأَرْبَعِيْنَ بَلْ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ إِنْ كَانَ مِنْ مَالِ مَحْجُوْرٍ أَوْ مِنْ مَيِّتٍ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ ضَرَرٌ أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ اهـ (2/146) وَلاَ شَكَّ أَنَّ مَنْعَ النَّاسِ مِنْ هَذِهِ الْبِدْعَةِ الْمُنْكَرَةِ فِيْهِ إِحْيَاءٌ لِلسُّنَّةِ وَإِمَاتَةٌ لِلْبِدْعَةِ وَفَتْحٌ لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الْخَيْرِ وَغَلْقٌ لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الشَّرِّ فَإِنَّ النَّاسَ يَتَكَلَّفُوْنَ تَكَلُّفًا كَثِيْرًا يُؤَدِّيْ إِلَى أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ الصُّنْعُ مُحَرَّمًا (2/146).
“Apa yang dilakukan oleh manusia berupa berkumbul di rumah keluarga duka cita dan menyediakan makanan adalah termasuk perbuatan bid’ah yang munkar. Dalam Hasyiyah al-Jamal diterangkan, “Di antara bid’ah yang munkar adalah tradisi selamatan (kenduri) kematian yang disebut wahsyah, juma’, dan arba’in (nama-nama tradisi di Hijaz). Bahkan semua itu dihukumi haram apabila makanan tersebut diambil dari harta mahjur ‘alaih (orang yang belum dibolehkan mentasarufkan hartanya seperti anak yang belum dewasa), atau harta si mati yang memiliki hutang, atau dapat menimbulkan madarat pada si mati tersebut dan sesamanya.” Tidak diragukan lagi bahwa mencegah manusia dari bid’ah yang munkar ini, dapat menghidupkan sunnah, mematikan bid’ah, membuka sekian banyak pintu-pintu kebaikan dan menutup sekian banyak pintu-pintu kejelekan. Karena manusia yang melakukannya telah banyak memaksakan diri yang membawa pada hukum keharaman.” (Syaikh al-Bakri, I’anah al-Thalibin, juz 2 hal. 145-146).
Demikian fatwa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Syafi’i yang dikutip oleh Syaikh al-Bakri dalam I’anah al-Thalibin. Kesimpulan dari fatwa tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, selamatan pada hari kematian, sampai hari ketujuh dan hari empat puluh adalah makruh, apabila makanan yang disediakan berasal dari harta keluarga si mati. Kedua, selamatan tersebut bisa menjadi haram, apabila makanan disediakan dari harta mahjur ‘alaih (orang yang tidak boleh mengelola hartanya seperti anak yatim/belum dewasa), atau dari harta si mati yang mempunyai hutang, atau dapat menimbulkan madarat dan sesamanya. Demikian kesimpulan fatwa Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan yang bermadzhab Syafi’i. Fatwa yang sama juga dikemukakan oleh ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali. Meski demikian, apabila makanan yang disediakan kepada penta’ziyah tersebut berasal dari bantuan para tetangga, maka status hukum makruhnya menjadi hilang dan berubah menjadi tidak makruh. Hal ini seperti dikemukakan oleh Syaikh Abdul Karim Bayyarah al-Baghdadi, mufti madzhab Syafi’i di Iraq, dalam kitabnya Jawahir al-Fatawa. Dalam hal ini, ia berkata:
اِنِ اجْتَمَعَ الْمُعِزُّوْنَ الرُّشَدَاءُ وَأَعْطَى كُلٌّ مِنْهُمْ بِاخْتِيَارِهِ مِقْدَارًا مِنَ النُّقُوْدِ أَوْ جَمَعُوْا فِيْمَا بَيْنَهُمْ مَا يُكْتَفَى بِهِ لِذَلِكَ الْجَمْعِ مِنَ الْمَأْكُوْلاَتِ وَالْمَشْرُوْبَاتِ وَأَرْسَلُوْهُ إِلَى أَهْلِ الْمَيِّتِ أَوْ إِلَى أَحَدِ جِيْرَانِهِمْ وَتَنَاوَلُوْا ذَلِكَ بَعْدَ الْوُصُوْلِ اِلَى مَحَلِّ التَّعْزِيَةِ فَلاَ حَرَجَ فِيْهِ هَذَا وَاللهُ الْهَادِيْ إِلَى الْحَقِّ وَالصَّوَابِ.
“Apabila orang-orang yang berta’ziyah yang dewasa berkumpul, lalu masing-masing mereka menyerahkan sejumlah uang, atau mengumpulkan sesuatu yang mencukupi untuk konsumsi perkumpulan (selamatan kematian) berupa kebutuhan makanan dan minuman, dan mengirimkannya kepada keluarga si mati atau salah satu tetangganya, lalu mereka menjamahnya setelah sampai di tempat ta’ziyah itu, maka hal tersebut tidak mengandung hukum kesulitan (tidak apa-apa). Allah lah yang menunjukkan pada kebenaran.” (Jawahir al-Fatawa, juz 1, hal. 178).
Kedua, pendapat yang menyatakan boleh atau mubah. Pendapat ini diriwayatkan dari Khalifah Umar, Sayyidah Aisyah dan Imam Malik bin Anas. Riwayat dari Khalifah Umar bin al-Khatthab disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar sebagai berikut:
عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ عُمَرَ رضي الله عنه يَقُوْلُ لاَ يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْ قُرَيْشٍ فِيْ بَابٍ إِلَّا دَخَلَ مَعَهُ نَاسٌ فَلاَ أَدْرِيْ مَا تَأْوِيْلُ قَوْلِهِ حَتَّى طُعِنَ عُمَرُ رضي الله عنه فَأَمَرَ صُهَيْبًا رضي الله عنه أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلاَثًا وَأَمَرَ أَنْ يُجْعَلَ لِلنَّاسِ طَعَاماً فَلَمَّا رَجَعُوْا مِنَ الْجَنَازَةِ جَاؤُوْا وَقَدْ وُضِعَتِ الْمَوَائِدُ فَأَمْسَكَ النَّاسُ عَنْهَا لِلْحُزْنِ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ. (المطالب العالية، 5/328).
“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata: “Seseorang dari kaum Quraisy tidak memasuki satu pintu, kecuali orang-orang akan masuk bersamanya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia. Setelah mereka pulang dari jenazah Umar, mereka datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan. Lalu mereka tidak jadi makan, karena duka cita yang menyelimuti.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Mathalib al-‘Aliyah, juz 5 hal. 328).
Hal yang sama juga dilakukan oleh Sayyidah Aisyah, istri Nabi SAW. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهَا كَانَتْ إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ مِنْ أَهْلِهَا فَاجْتَمَعَ لِذَلِكَ النِّسَاءُ ثُمَّ تَفَرَّقْنَ إِلاَّ أَهْلَهَا وَخَاصَّتَهَا أَمَرَتْ بِبُرْمَةٍ مِنْ تَلْبِيْنَةٍ فَطُبِخَتْ ثُمَّ صُنِعَ ثَرِيْدٌ فَصُبَّتْ التَّلْبِيْنَةُ عَلَيْهَا ثُمَّ قَالَتْ كُلْنَ مِنْهَا فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ اَلتَّلْبِيْنَةُ مُجِمَّةٌ لِفُؤَادِ الْمَرِيْضِ تُذْهِبُ بَعْضَ الْحُزْنِ. رواه مسلم.
“Dari Urwah, dari Aisyah, istri Nabi SAW, bahwa apabila seseorang dari keluarga Aisyah meninggal, lalu orang-orang perempuan berkumpul untuk berta’ziyah, kemudian mereka berpisah kecuali keluarga dan orang-orang dekatnya, maka Aisyah menyuruh dibuatkan talbinah (sop atau kuah dari tepung dicampur madu) seperiuk kecil, lalu dimasak. Kemudian dibuatkan bubur. Lalu sop tersebut dituangkan ke bubur itu. Kemudian Aisyah berkata: “Makanlah kalian, karena aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Talbinah dapat menenangkan hari orang yang sedang sakit dan menghilangkan sebagian kesusahan.” (HR. Muslim [2216]).
Dua hadits di atas mengantarkan pada kesimpulan bahwa pemberian makanan oleh keluarga duka cita kepada orang-orang yang berta’ziyah tidak haram. Khalifah Umar berwasiat, agar para penta’ziyah diberi makan. Sementara Aisyah, ketika ada keluarganya meninggal, menyuruh dibuatkan kuah dan bubur untuk diberikan kepada keluarga, orang-orang dekat dan teman-temannya yang sedang bersamanya. Dengan demikian, tradisi pemberian makan kepada para penta’ziyah telah berlangsung sejak generasi sahabat Nabi SAW.
Demikian pula Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, berpandangan bahwa hidangan kematian yang telah menjadi tradisi masyarakat dihukumi jaiz (boleh), dan tidak makruh. Dalam konteks ini, Syaikh Abdullah al-Jurdani berkata:
يَجُوْزُ مِنْهُ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ عِنْدَ الْإِماَمِ مَالِكٍ كَالْجُمَعِ وَنَحْوِهَا وَفِيْهِ فُسْحَةٌ كَمَا قَالَهُ الْعَلاَّمَةُ الْمُرْصِفِيُّ فِيْ رِسَالَةٍ لَهُ.
“Hidangan kematian yang telah berlaku menjadi tradisi seperti tradisi Juma’ dan sesamanya adalah boleh menurut Imam Malik. Pandangan ini mengandung keringanan sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah al-Murshifi dalam risalahnya.” (Syaikh Abdullah al-Jurdani, Fath al-‘Allam Syarh Mursyid al-Anam, juz 3 hal. 218).
Ketiga, pendapat yang mengatakan sunnat. Pendapat ini diriwayatkan dari kaum salaf sejak generasi sahabat yang menganjurkan bersedekah makanan selama tujuh hari kematian untuk meringankan beban si mati. Dalam hal ini, al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd:
عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعاً فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَياَّمَ.
“Dari Sufyan berkata: “Thawus berkata: “Sesungguhnya orang yang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah makanan selama hari-hari tersebut.”
Hadits di atas diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Zuhd, al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (juz 5 hal. 330) dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178). Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ yang shahih.
Demikian kesimpulan dari kajian al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi. Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung di Kota Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh al-Suyuthi.
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tradisi hidangan makanan dari keluarga duka cita untuk orang-orang yang berta’ziyah masih diperselisihkan di kalangan ulama salaf sendiri antara pendapat yang mengatakan makruh, mubah dan sunnat. Di antara mereka tidak ada pendapat yang menyatakan haram. Bahkan untuk selamatan tujuh hari, berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh Hijriah. Wallahu a’lam.
Kami sudah menjawab banyak hal tentang permasalahan yang anda tidak paham-paham sekalipun mengaku sudah sering membacanya. Sekarang anda dan kaum Wahhabi pelaku Bid’ah siapapun adanya dan sepandai apapun orangnya, kami jamin tidak akan pernah dapat mencarikan dalil-dalil secara langsung, tekstual dan harfiyah (bukan maknawiyah) bagi amalan Ibadah Bid’ahnya kaum Wahhabi sbb:
AMALAN BID’AH ORANG WAHHABI
Luthfi Bashori
Orang Wahhabi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid’ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya’ban ini sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya’ban.
Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid’ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksiud Bid’ah oleh orang Wahhabi adalah Bid’ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid’ah berdasarkan definisi para ulama salaf.
Adapun definisi Bid’ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak maka dinamakan Bid’ah, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling.
Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja.
Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid’ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW)
Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma’nawi) dari Alquran maupun Hadits, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!
Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid’ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid’ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW).
Jadi, pada hakikatnya orang Wahhabi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan Bid’ah sesuai dengan definisi mereka itu.
Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut:
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Duniawiyah seperti Bid’ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri.
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT
|
|
|
|
|
|
|
|
93. |
Pengirim: Adnan - Kota: tenggarong
Tanggal: 1/8/2013 |
|
antum harus berdebat ilmiah secara terbuka dengan pihak rodja tv, jangan hanya berkomentar di internet, supaya jelas letak masalahnya, yg mana yg benar dan yg mana yg salah, supaya sesama muslim bisa saling memperbaiki |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Masalahnya sudah jelas, bahwa TV RODJA itu BID'AHNYA Kaum Wahhabi menurut definisi dari kaum Wahhabi sendiri. Apalagi tiga orang pentolan Wahhabi (Al-Albani, Utsaimin dan Muqbil) sudah mengharamkan tayangan TV. |
|
|
|
|
|
|
|
94. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 1/8/2013 |
|
Terimakasih atas tanggapan anda yg sangat panjang,
Kesan saya adalah ternyata Anda seorang yg keras hati dan sarat gengsi. Bagaimana tidak, berulang kali Allah memperingatkan TAATILAH ALLAH dan TAATILAH RASUL bahkan pula dalam sebuah hadist Nabi SAW bersabda "Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami (kata Rasul), maka amalan itu tertolak". Dan juga Anda tidak malu dengan keputusan Muktamar NU sendiri yg jelas -jelas menyatakan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH. Perlu Anda sadari bahwa Nabi SAW orang yg paling tinggi derajatnya dihadapan Allah SWT, manusia yg paling saleh yg pernah ada dimuka bumi, tidak berani membuat syariat sendiri tanpa bimbingan wahyu dari Allah SWT. Bagaimana dgn Imam-Imam yg sengaja membikin bacaan-bacaan shalawat sendiri. Padahal Rasul SAW sdh mencontohkannya dengan sangat singkat dan mudah untuk dihafal bagi siapa saja.Kalau Rasul yang mencontohkan pasti berpahala.Ingatlah beragama BUKAN dengan SELERA. Kalau Anda tetap ngotot memodifikasi syariat Agama sehingga tidak ada contohnya,itu sama halnya Anda tidak percaya sempurnanya Agama Islam dan Kerasulan Nabi Muhammad SAW. Karena bagaimana mungkin PENDAPAT-PENDAPAT bisa mengalahkan nash ALQURAN dan SUNNAH.
Sekian |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
TAATILAH ALLAH dan TAATILAH RASUL
Inilah aqidah dan amaliah kaum Wahhabi yang dibuat-buat sendiri oleh mereka tanpa ada ketaatan kepada Allah dan Rasul SAW.
Kaum Wahhabi membuat syariat sendiri di luar ajaran Islam.
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Duniawiyah seperti Bid’ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri.
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.
_______________________
Dalam bahasa arab, Tahlil berarti menyebut kalimah “syahadah” yaitu “La ilaha illa Allah” (لااله الا الله). Definisi ini dinyatakan oleh Al-Lais dalam kitab “Lisan al-Arab”. Dalam kitab yang sama, Az-Zuhri menyatakan, maksud tahlil adalah meninggikan suara ketika menyebut kalimah Thayyibah.
Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, ayat Al-Qur'an, do'a dan menghidangkan makanan shadaqah tertentu yang dilakukan untuk mendo'akan orang yang sudah meninggal. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti istilah masyarakat itu.
Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Songo (sembilan pejuang Islam di tanah Jawa). Seperti yang telah kita ketahui, di antara yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di Indonesia adalah Wali Songo. Keberhasilan dakwah Wali Songo ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya.
Wali Songo mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes dan tidak secara frontal menentang tradisi Hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan, hanya saja isinya diganti dengan nilai Islam.
Dalam tradisi lama, bila ada orang meninggal, maka sanak famili dan tetangga berkumpul di rumah duka. Mereka bukannya mendoakan mayit tetapi begadang dengan bermain judi atau mabuk-mabukan. Wali Songo tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, tetapi masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit. Jadi istilah tahlil seperti pengertian di atas tidak dikenal sebelum Wali Songo.
KH Sahal Mahfud, ulama asal Kajen, Pati, Jawa Tengah, yang kini menjabat Rais Aam PBNU, berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.
Persoalannya adalah, apakah doa orang yang bertahlil akan sampai kepada mayit dan diterima oleh Allah? Jika diperhatikan dalam hadits bahwa Nabi SAW pernah mengajarkan doa-doa yang perlu dibaca untuk mayit:
عَنْ عَوْفٍ بْنِ مَالِكٍ أَنَّهُ قَالَ: صَلَّى النَّبِيُّ صَلَّىاللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى جَنَازَةٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ اللَّهُمَّ اِغْفِرْ لَهُ وَارْحَمْهُ وَاعْفُ عَنْهُ
“Diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik, ia berkata; Nabi SAW telah menunaikan shalat jenazah, aku mendengar Nabi SAW berdoa; Ya Allah!! ampunilah dia, rahmatilah dia, maafkan dia.”
Di dalam hadis, Nabi SAW pernah menyatakan;
يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ
“orang yang menyebut “la ilaha illa Allah” akan dikeluarkan dari neraka."
Hadis ini menyatakan tentang keselamatan mereka menyebut kalimah syahadah dengan diselamatkan dari api neraka. Jaminan ini menandakan bahwa, menyebut kalimah syahadat merupakan amalan soleh yang diakui dan diterima Allah SWT.
Maka dengan demikian, apabila seseorang yang mengadakan tahlil, mereka berzikir dengan mengalunkan kalimah syahadah terlebih dahulu, kemudian mereka berdoa, maka amalan itu tidak bertentangan dengan syari’at, sebab bertahlil itu sebagai cara istighatsah kepada Allah agar doanya diterima untuk mayit.
Dari hadis tersebut juga dapat diambil kesimpulan hukum bahwa, doa kepada mayit adalah ketetapan dari hadits Nabis SAW maka dengan demikian, anggapan yang mengatakan doa kepada mayit tidak sampai, merupakan pemahaman yang hanya melihat kepada zhahir nash, tanpa dilihat dari sudut batin nash. Argumentasi mereka adalah firman Allah SWT:
وَاَنْ لَيْسَ للإنْسَانِ اِلاَّ مَاسَعَى
“Dan tidaklah bagi seseorang kecuali apa yang telah dia kerjakan”. (QS An-Najm 53: 39)
Juga hadits Nabi Muhammad SAW:
اِذَامَاتَ ابْنُ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْعِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ اَوْوَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ
“Jika anak Adam meningga, maka putuslah segala amal perbuatannya kecuali tiga perkara; shadaqah jariyah, ilmu yang dimanfa’atkan, dan anak shaleh yang mendo’akannya.”
___________________________
Mereka yang mempunyai anggapan bahwa doa kepada mayit tidak sampai sepertinya hanya secara tekstual (harfiyah) memahami suatu dalil tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lainnya.
Sehingga kesimpulan yang mereka ambil mengenai do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang yang telah meninggal. Dalam ayat lain Allah SWT menyatakan bahwa orang yang telah meninggal dapat menerima manfaat doa yang dikirimkan oleh orang yang masih hidup. Allah SWT berfirman:
وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلإخَْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإَْيْمَانِ......
“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)
1. ٍAyat ini menunjunkkan bahwa doa generasi berikut bisa sampai kepada generasi pendahulunya yang telah meninggal. Begitu juga keterangan dalam kitab “At-Tawassul” karangan As-Syaikh Albani menyatakan: “Bertawassul yang diizinkan dalam syara’ adalah tawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dengan amalan soleh dan tawassul dengan doa orang shaleh.”
2. Mukjizat para nabi, karomah para wali dan ma’unah para ulama tidak terputus dengan kematian mereka. Dalam kitab Syawahidu al Haq, karya Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani: 118 dinyatakan:
وَيَجُوزُ التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ
“Boleh bertawassul dengan mereka (para nabi dan wali) untuk memohon kepada Allah SWT dan boleh meminta pertolongan dengan perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan orang-orang yang shalih setelah mereka wafat, karena mukjizat para Nabi dan karomah para wali itu tidaklah terputus sebab kematian.”(Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani, Syawahidul Haq, (Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.th), h. 118)
3. Dasar hukum yang menerangkan bahwa pahala dari bacaan yang dilakukan oleh keluarga mayit atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yang dikirimi pahala dari bacaan tersebut adalah banyak sekali. Antara lain hadits yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya, Yas`aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 : 442, sebagai berikut:
وَقَدِ اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُم بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ!
“Sungguh para ahli fiqh telah berargumentasi atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah saw bersabda: Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!"
Sedangkan Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang meninggal, hukumnya boleh (mubah), dan menurut mayoritas ulama bahwa memberi jamuan itu termasuk ibadah yang terpuji dan dianjurkan. Sebab, jika dilihat dari segi jamuannya termasuk sedekah yang dianjurkan oleh Islam yang pahalanya dihadiahkan pada orang telah meninggal. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu ikramud dla`if (menghormati tamu), bersabar menghadapi musibah dan tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain.
Ketiga hal tersebut, semuanaya termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridlai oleh Allah AWT. Syaikh Nawawi dan Syaikh Isma’il menyatakan: "Bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah (matlub), tetapi hal itu tidak harus dikaitkan dengan hari-hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat dan acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit.
وَالتَّصَدُّقُ عَنِ المَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍ مَطْلُوْبٌ وَلاَ يَتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِىْ سَبْعَةِ أَيَّامٍ أَوْ أَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ وَتَقْيِيْدُ بَعْضِ الأَيَّامِ مِنَ العَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا أَفْتىَ بِذَالِكَ السَيِّدُ اَحْمَد دَحْلاَنْ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ المَيِّتِ فِىْثاَلِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِىْسَابِعٍ وَفِىْ تَمَامِ العِشْرِيْنَ وَفِى الأَرْبَعِيْنَ وَفِى المِائَةِ وَبَعْدَ ذَالِكَ يَفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلاً فِىْ يَوْمِ المَوْتِ
"Memberi jamuan secara syara’ (yang pahalanya) diberikan kepada mayyit dianjurkan (sunnah). Acara tersebut tidak terikat dengan waktu tertentu seperti tujuh hari. Maka memberi jamuan pada hari ketiga, ketujuh, kedua puluh, ke empat puluh, dan tahunan (hawl) dari kematian mayyit merupakat kebiasaan (adat) saja. (Nihayatuz Zain: 281 , I’anatuth-thalibin, Juz II: 166)
HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU
|
|
|
|
|
|
|
|
95. |
Pengirim: tata - Kota: banda aceh
Tanggal: 2/8/2013 |
|
ass.wr, wb
ustad yth, mohon maaf apa yg ustad utarakan tentang salaf berbanding terbalik dgn wahhabi.kalolah ustad paham akan as-sunnah tidak demikian cara mengkritik sesama muslim..jelas bid'ah itu sesat kok dibagi jadi 2...yg bid'ah itu manalah hassanah...maaf rasanya bapak harus bayak belajar lagi tentang as-sunnah.mohon maaf saya sudah salah sebut diatas memanggil bapak dgn sebutan ustad... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Loh, jangan tidur saja bung...!
Anda harus tahu kalau orang Wahhabi sendiri membagi Bid'ah menjadi dua, tanpa dasar tekstual dalil, namun hanya hasil pemikiran dan karangan mereka semata. Coba baca buku karya tokoh Wahhabi, Muhammad Abdussalam, Bid’ah-Bid’ah yang Dianggap Sunah, (Qisthi Press, 2005), cet V, hlm. 4-6.
Bid’ah ada dua macam, yaitu: BID'AH DINIYAH dan DUNIAWIYAH. Bid’ah yang berkaitan dengan kemaslahatn dunia hukumnya boleh, selama itu bermanfaat, tidak menimbulkan kerusakan atau memancing niat jahat, tidak melanggar hal-hal yang diharamkan dan tidak merusak nilai-nilai agama. Allah membolehkan hamba-hamba-Nya melakukan kreativitas demi kemaslahatan hidup di dunia.... dst. |
|
|
|
|
|
|
|
96. |
Pengirim: ryani - Kota: pontianak
Tanggal: 2/8/2013 |
|
melarang sesuatu yg berbeda/bertentangan dgn keyakinannya,
bukanlah sikap orang islam yg sebenarnya.
Kalaulah mau menegakkan hukum islam yg sebenar-benarnya...
Itu lihat pemilu yg mubajir & sangat bertentangan dgn seriat islam.
Membagi-bagi duit & barang2 dgn mengharapkan imbalan dukungan,
menghadirkan hiburan2 yg mempertontonkan aurat...
D'mana pembenaran ada dlm islam,
dgn bebas masa antara laki2 & perempuan saling bersentuhan...
Padahal mereka bukanlah muhrim.
Ya sudah lumrah manusia kalau menganggap dirinya yg paling benar,
menghilangkan sesuatu yg bakal mengancam kepercayaannya...
Sudahlah sikap manusia yg punya nafsu.
Harusnya tak perlu ada film2 yg mengisahkan suami istri...
Padahal pemeran bukanlah suami istri,
tapi adegannya macam suami istri.
Afwan |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang jelas, seperti itulah semestinya kewajiban nahi munkar yg harus dilakukan oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Bukan kerjaannya justru melarang orang-orang Islam yang aktif hadir pada perkumpulan pengajian Yasinan di kampung2 pada malam Jumat, aktif kirim doa untuk mayit, aktif ziarah kubur, aktif berjamaah baca shalawat dll, yg malah 'diperangi' dan dituduh sesat, bid'ah, calon masuk neraka, musyrik, murtad, dll. Gitu kan mestinya? |
|
|
|
|
|
|
|
97. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 2/8/2013 |
|
Untuk kesekian kalinya saya ucapkan terimakasih atas kesediaan Anda memberikan tanggapan yg cukup panjang.
Menurut hemat saya, penjelasan HM Cholil Nafis MA, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU, secara tidak langsung merupakan PENGAKUAN bahwa Tahlilan setelah upacara KEMATIAN tidak berdasar pada nash yang kuat bahkan hanya TRADISI atau BUDAYA belaka. Kalau demikian alangkah zalimnya pelaksana Tahlilan yg mengklaim pekerjaan tersebut sangat bermanfaat bagi si mayit dan ahli warisnya mendapat keberkahan dari Allah SWT. Oleh karena itu Keputusan Muktamar PBNU tersebut tidak perlu diragukan lagi dan bersegera meninggalkan Tahlilan dimaksud yang divonis sebagai pekerjaan yang tidak berdasar dan sangat tercela dalam agama Islam.
Berikut saya akan sajikan penjelasan kegiatan TAHLILAN setelah upacara kematian dalam pandangan Islam.
Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan PESTA kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.
Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi ADAT dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, BID’AH (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)
Kalau kita buka catatan sejarah Islam, maka acara ritual tahlilan tidak dijumpai di masa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, di masa para sahabatnya ? dan para Tabi’in maupun Tabi’ut tabi’in. Bahkan acara tersebut tidak dikenal pula oleh para Imam-Imam Ahlus Sunnah seperti Al Imam Malik, Abu Hanifah, Asy Syafi’i, Ahmad, dan ulama lainnya yang semasa dengan mereka ataupun sesudah mereka. Lalu dari mana sejarah munculnya acara tahlilan?
Awal mula acara tersebut berasal dari upacara peribadatan ( selamatan) nenek moyang bangsa Indonesia yang mayoritasnya beragama Hindu dan Budha. Upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan dan mendo’akan orang yang telah meninggalkan dunia yang diselenggarakan pada waktu seperti halnya waktu tahlilan. Namun acara tahlilan secara praktis di lapangan berbeda dengan prosesi selamatan agama lain yaitu dengan cara mengganti dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala agama lain dengan bacaan dari Al Qur’an, maupun dzikir-dzikir dan do’a-do’a ala Islam menurut mereka.
Dari aspek historis ini kita bisa mengetahui bahwa sebenarnya acara tahlilan merupakan ADOPSI (pengambilan) dan sinkretisasi (pembauran) dengan agama lain.
Tahlilan Dalam Kaca Mata Islam
Acara tahlilan –paling tidak– terfokus pada dua acara yang paling penting yaitu:
Pertama: Pembacaan beberapa ayat/ surat Al Qur’an, dzikir-dzikir dan disertai dengan do’a-do’a tertentu yang ditujukan dan dihadiahkan kepada si mayit.
Kedua: Penyajian hidangan makanan.
Dua hal di atas perlu ditinjau kembali dalam kaca mata Islam, walaupun secara historis acara tahlilan bukan berasal dari ajaran Islam.
Pada dasarnya, pihak yang membolehkan acara tahlilan, mereka tiada memiliki argumentasi (dalih) melainkan satu dalih saja yaitu istihsan (menganggap baiknya suatu amalan) dengan dalil-dalil yang umum sifatnya. Mereka berdalil dengan keumuman ayat atau hadits yang menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir ataupun berdoa dan menganjurkan pula untuk memuliakan tamu dengan menyajikan hidangan dengan niatan shadaqah.
1. Bacaan Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a yang ditujukan/ dihadiahkan kepada si mayit.
Memang benar Allah SWT dan Rasul-Nya menganjurkan untuk membaca Al Qur’an, berdzikir dan berdoa. Namun apakah pelaksanaan membaca Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan do’a-do’a diatur sesuai KEHENDAK PRIBADI dengan menentukan cara, waktu dan jumlah tertentu (yang diistilahkan dengan acara tahlilan) tanpa merujuk praktek dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya bisa dibenarakan?
Kesempurnaan agama Islam merupakan kesepakatan umat Islam semuanya, karena memang telah dinyatakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)
Juga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَاعِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ قَدْ بُيِّنَ لَكُمْ
“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
Ayat dan hadits di atas menjelaskan suatu landasan yang agung yaitu bahwa Islam telah sempurna, tidak butuh DITAMBAH dan DIKURANGI lagi. Tidak ada suatu ibadah, baik perkataan maupun perbuatan melainkan semuanya telah dijelaskan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
Ibadah menurut kaidah Islam tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala kecuali bila memenuhi dua syarat yaitu ikhlas kepada Allah dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala menyatakan dalam Al Qur’an (artinya):
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Tidak ada seorang pun yang menyatakan shalat itu jelek atau shaum (puasa) itu jelek, bahkan keduanya merupakan ibadah mulia bila dikerjakan sesuai tuntunan sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
Atas dasar ini, beramal dengan dalih niat baik (istihsan) semata -seperti peristiwa tiga orang didalam hadits tersebut- tanpa mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, maka amalan tersebut tertolak. Simaklah firman Allah subhanahu wata’ala (artinya): “Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
Saya ulangi lagi hadist berikut biar anda tidak keras kepala dengan ancaman Nabi SAW. Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Atas dasar ini pula lahirlah sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi:
فَالأَصْلُ فَي الْعِبَادَاتِ البُطْلاَنُ حَتَّى يَقُوْمَ دَلِيْلٌ عَلَى الأَمْرِ
“Hukum asal dari suatu ibadah adalah batal, hingga terdapat dalil (argumen) yang memerintahkannya.”
Maka beribadah dengan dalil istihsan semata tidaklah dibenarkan dalam agama. Karena tidaklah suatu perkara itu teranggap baik melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya baik dan tidaklah suatu perkara itu teranggap jelek melainkan bila Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya menganggapnya jelek.
Lebih menukik lagi pernyataan dari Al Imam Asy Syafi’I:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Kalau kita mau mengkaji lebih dalam madzhab Al Imam Asy Syafi’i tentang hukum bacaan Al Qur’an yang dihadiahkan kepada si mayit, beliau diantara ulama yang menyatakan bahwa pahala bacaan Al Qur’an tidak akan sampai kepada si mayit. Beliau berdalil dengan firman Allah subhanahu wata’ala (artinya):
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
2. Penyajian hidangan makanan.
Memang secara sepintas pula, penyajian hidangan untuk para tamu merupakan perkara yang terpuji bahkan dianjurkan sekali didalam agama Islam. Namun manakala penyajian hidangan tersebut dilakukan oleh keluarga si mayit baik untuk sajian tamu undangan tahlilan ataupun yang lainnya, maka memiliki hukum tersendiri. Bukan hanya saja tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bahkan perbuatan ini telah melanggar sunnah para sahabatnya radhiallahu ‘anhum. Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata: “Kami menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Sehingga acara berkumpul di rumah keluarga mayit dan penjamuan hidangan dari keluarga mayit termasuk perbuatan yang dilarang oleh agama menurut pendapat para sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan para ulama salaf. Lihatlah bagaimana fatwa salah seorang ulama salaf yaitu Al Imam Asy Syafi’i dalam masalah ini. Saya sengaja menukilkan madzhab Al Imam Asy Syafi’i, karena mayoritas kaum muslimin di Indonesia mengaku bermadzhab Syafi’i. Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit –pent) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)
Al Imam An Nawawi seorang imam besar dari madzhab Asy Syafi’i setelah menyebutkan perkataan Asy Syafi’i diatas didalam kitabnya Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab 5/279 berkata: “Ini adalah lafadz baliau dalam kitab Al Um, dan inilah yang diikuti oleh murid-murid beliau. Adapun pengarang kitab Al Muhadzdzab (Asy Syirazi) dan lainnya berargumentasi dengan argumen lain yaitu bahwa perbuatan tersebut merupakan perkara yang diada-adakan dalam agama (bid’ah).
Lalu apakah pantas acara tahlilan tersebut dinisbahkan kepada madzhab Al Imam Asy Syafi’i?
Malah yang semestinya, disunnahkan bagi tetangga keluarga mayit yang menghidangkan makanan untuk keluarga mayit, supaya meringankan beban yang mereka alami. Sebagaimana bimbingan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ
“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara (kematian-pent) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya)
Mudah-mudahan pembahasan ini bisa memberikan penerangan bagi semua yang menginginkan kebenaran di tengah gelapnya permasalahan. Wallahu ‘a’lam.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itu sih anda saja yang bebal, tidak dapat memahami dalil Alquran dan hadits yang kami sebutkan. Anda termasuk kelompok Yukminu bi ba'dil kitab wa yakfuruuna bi ba'd.
Jawaban kami jauh lebih valid daripada Logika anda dan seluruh wahhabi Dunia yang tidak dapat menghadirkan satupun dari dalil Alquran dan Hadits Shahih per-item tentang Amalan Bid'ah Kaum Wahhabi, kalau gak anda jawab dan masih mutar-mutar pada masalah yang lain, maka respon anda tidak akan kami muat:
Orang Wahhabi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid’ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya’ban ini sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya’ban. Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid’ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksiud Bid’ah oleh orang Wahhabi adalah Bid’ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid’ah berdasarkan definisi para ulama salaf. Adapun definisi Bid’ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak maka dinamakan Bid’ah, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling. Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja. Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid’ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW) Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma’nawi) dari Alquran maupun Hadits, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang- orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar- benar salam..! Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid’ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat- shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia. Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid’ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW). Jadi, pada hakikatnya orang Wahhabi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan Bid’ah sesuai dengan definisi mereka itu. Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut: 1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Duniawiyah seperti Bid’ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah. 2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian. 3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun. 4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri. 5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil. 6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. 7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat. 8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat. 9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih. 10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits. 11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat. 12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat. 13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri. 14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih. 15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT. |
|
|
|
|
|
|
|
98. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 3/8/2013 |
|
Lagi-lagi saya ucapkan terimakasih yg tak terhingga atas kesediaan Anda memuat tulisan saya.
Karena Anda tidak lagi memberikan tanggapan seputar tahlilan, maka saya menganggap semua argumen saya tentang Tahlilan dalam Pandangan Islam sudah selesai. Boleh jadi Anda bosan,jengkel atau barangkali tidak punya referensi yang lebih akurat lagi. Sebenarnya saya suka mencari kebenaran yang murni bersumber dari ajaran Islam. Tapi biarlah para pembaca yang lain saja yang akan menimbang dan minilai terhadap pembahasan Tahlilan tersebut di atas.
Adapun masalah Wahabi, terus terang saya tidak berpihak ke Wahabi dan tidak juga kepada Anda. Saya hanya akan berkiblat kepada kemurnia akidan dan syariat Agama Islam yang berpijak di atas AlQuran dan Sunnah. Ingatlah bahwa Nabi SAW diutus ke dunia untuk mentauhidkan Allah dan menyempurnakan Akhlakul karimah, tidak untuk sesuatu yang bersifat keduniaan belaka seperti harus naik unta, berdakwah lewat televisi, azan pakai pengeras suara atau terkait dengan metode-metode yang bermanfaat apabila digunakan oleh ummat Islam misalnya metode penentuan setiap awal bulan (bisa dengan rukyat atau hisab) bahkan hisab waktu shalat yg sekarang dipakai di seluruh dunia, baik cara mengajar ataupun belajar atau hal-hal lain yang bermanfaat bagi kelangsungan hidup manusia seiring perkembangan jaman. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi SAW " antum a'lamuu bi umuuri dunyakum (kalian lebih mengerti tentang dunia kalian).
Adapun yang berkenaan dengan Akidan dan Syariat Agama, Nabi SAW sudah membatasi dengan sabdanya dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ “Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Semoga Allah selalu melimpahkan hidayahnya bagi kita yang mendambakan kemurnian dalam beragama. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dalil Tahlilan sudah jelas sabda Nabi SAW: Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum/bacakan surat Yasin untuk mayit kalian (HR. Abu Dawud). Kalau sedikit saja anda cerdas, maka anda akan paham bahwa: Tahlilan dan Yasinan itu SINONIM.
Sayangnya anda juga tidak paham cara mempraktekkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: ِﻦْﺑ ﻰَﺳﻮُﻣ ْﻦَﻋ ِﺶَﻤْﻋَﺄْﻟﺍ ْﻦَﻋ ِﺪﻴِﻤَﺤْﻟﺍ ِﺪْﺒَﻋ ُﻦْﺑ ُﺮﻳِﺮَﺟ ﺎَﻨَﺛَّﺪَﺣ ٍﺏْﺮَﺣ ُﻦْﺑ ُﺮْﻴَﻫُﺯ ﻲِﻨَﺛَّﺪَﺣ
ْﻦَﻋ ِّﻲِﺴْﺒَﻌْﻟﺍ ٍﻝﺎَﻠِﻫ ِﻦْﺑ ِﻦَﻤْﺣَّﺮﻟﺍ ِﺪْﺒَﻋ ْﻦَﻋ ﻰَﺤُّﻀﻟﺍ ﻲِﺑَﺃَﻭ َﺪﻳِﺰَﻳ ِﻦْﺑ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺪْﺒَﻋ
ُﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﻝﻮُﺳَﺭ ﻰَﻟِﺇ ِﺏﺍَﺮْﻋَﺄْﻟﺍ ْﻦِﻣ ٌﺱﺎَﻧ َﺀﺎَﺟ َﻝﺎَﻗ ِﻪَّﻠﻟﺍ ِﺪْﺒَﻋ ِﻦْﺑ ِﺮﻳِﺮَﺟ
َّﺚَﺤَﻓ ٌﺔَﺟﺎَﺣ ْﻢُﻬْﺘَﺑﺎَﺻَﺃ ْﺪَﻗ ْﻢِﻬِﻟﺎَﺣ َﺀﻮُﺳ ﻯَﺃَﺮَﻓ ُﻑﻮُّﺼﻟﺍ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ
ﺎًﻠُﺟَﺭ َّﻥِﺇ َّﻢُﺛ َﻝﺎَﻗ ِﻪِﻬْﺟَﻭ ﻲِﻓ َﻚِﻟَﺫ َﻲِﺋُﺭ ﻰَّﺘَﺣ ُﻪْﻨَﻋ ﺍﻮُﺌَﻄْﺑَﺄَﻓ ِﺔَﻗَﺪَّﺼﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ َﺱﺎَّﻨﻟﺍ
ُﺭﻭُﺮُّﺴﻟﺍ َﻑِﺮُﻋ ﻰَّﺘَﺣ ﺍﻮُﻌَﺑﺎَﺘَﺗ َّﻢُﺛ ُﺮَﺧﺁ َﺀﺎَﺟ َّﻢُﺛ ٍﻕِﺭَﻭ ْﻦِﻣ ٍﺓَّﺮُﺼِﺑ َﺀﺎَﺟ ِﺭﺎَﺼْﻧَﺄْﻟﺍ ْﻦِﻣ ًﺔَّﻨُﺳ ِﻡﺎَﻠْﺳِﺈْﻟﺍ ﻲِﻓ َّﻦَﺳ ْﻦَﻣ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ِﻪَّﻠﻟﺍ ُﻝﻮُﺳَﺭ َﻝﺎَﻘَﻓ ِﻪِﻬْﺟَﻭ ﻲِﻓ
ْﻢِﻫِﺭﻮُﺟُﺃ ْﻦِﻣ ُﺺُﻘْﻨَﻳ ﺎَﻟَﻭ ﺎَﻬِﺑ َﻞِﻤَﻋ ْﻦَﻣ ِﺮْﺟَﺃ ُﻞْﺜِﻣ ُﻪَﻟ َﺐِﺘُﻛ ُﻩَﺪْﻌَﺑ ﺎَﻬِﺑ َﻞِﻤُﻌَﻓ ًﺔَﻨَﺴَﺣ
ْﻦَﻣ ِﺭْﺯِﻭ ُﻞْﺜِﻣ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﺐِﺘُﻛ ُﻩَﺪْﻌَﺑ ﺎَﻬِﺑ َﻞِﻤُﻌَﻓ ًﺔَﺌِّﻴَﺳ ًﺔَّﻨُﺳ ِﻡﺎَﻠْﺳِﺈْﻟﺍ ﻲِﻓ َّﻦَﺳ ْﻦَﻣَﻭ ٌﺀْﻲَﺷ
ٌﺀْﻲَﺷ ْﻢِﻫِﺭﺍَﺯْﻭَﺃ ْﻦِﻣ ُﺺُﻘْﻨَﻳ ﺎَﻟَﻭ ﺎَﻬِﺑ َﻞِﻤَﻋ Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb telah menceritakan kepada kami Jarir bin ‘Abdul Hamid dari Al A’masy dari Musa
bin ‘Abdullah bin Yazid dan Abu Adh Dhuha dari ‘Abdurrahman bin Hilal Al ‘Absi dari Jarir bin ‘Abdullah dia berkata; Pada
suatu ketika, beberapa orang Arab badui datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian
dari bulu domba (wol). Lalu Rasulullah memperhatikan kondisi mereka yang menyedihkan. Selain itu, mereka pun sangat
membutuhkan pertolongan. Akhirnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan para sahabat untuk memberikan
sedekahnya kepada mereka. Tetapi sayangnya, para sahabat sangat lamban untuk melaksanakan anjuran Rasulullah itu, hingga kekecewaan terlihat pada wajah beliau. Jarir berkata; ‘Tak lama kemudian seorang sahabat dari kaum Anshar datang
memberikan bantuan sesuatu yang dibungkus dengan daun dan kemudian diikuti oleh beberapa orang sahabat lainnya. Setelah itu,
datanglah beberapa orang sahabat yang turut serta menyumbangkan sedekahnya (untuk diserahkan kepada orang-orang Arab
badui tersebut) hingga tampaklah keceriaan pada wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.’ Kemudian Rasulullah shalallahu
‘alaihi wassalam bersabda: “Siapa yang melakukan satu sunnah hasanah (contoh baik) dalam (bersyariat) Islam, maka ia mendapatkan pahalanya dan
pahala orang-orang yang mengamalkan sunnah (contoh) tersebut setelahnya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun. Dan siapa yang melakukan satu sunnah sayyiah (contoh buruk) dalam (bersyariat) Islam, maka ia mendapatkan dosanya dan dosa orang-orang yang mengamalkan
sunnah (contoh) tersebut setelahnya, tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.” (HR Muslim 4830)
Anda mengatakan: Adapun yang berkenaan dengan akidan dan Syariat Agama, Nabi SAW sudah membatasi dengan sabdanya dari Aisyah radhiallahu ‘anha, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: َﻞِﻤَﻋ ْﻦَﻣ َﺲْﻴَﻟ ًﻼَﻤَﻋ ﺎَﻧُﺮْﻣَﺃ ِﻪْﻴَﻠَﻋ
ٌّﺩَﺭ َﻮُﻬَﻓ “Barang siapa yang beramal bukan di atas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim) Semoga Allah selalu melimpahkan hidayahnya bagi kita yang mendambakan kemurnian dalam beragama.
Tapi anda tidak mampu menghadirkan tekstual dalil dari Alquran dan Hadits shahih per-item tentang AMALAN BID’AH ORANG WAHHABI. (Kalau anda menghindar dan membahas yang lainnya maka, maaf tanggapan anda tidak akan kami muat. Coba anda diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut apakah ada dalil/contoh dari Alquran dan Hadist Shahihnya :
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah (seperti Bid’ahnya naik mobil) dan Bid’ah Duniawiyah (seperti Bid’ahnya tahlilan). Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah secara tekstual. Kalau nggak percaya, mana hadirkan dalilnya?
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah mencontohkan dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti contoh sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Apa alasan anda?
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun. Mana hayo kalau ada dalilnya?
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri. Apa ada dalil kongkrit untuk peraturan kaku ini?
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat malam berjamaah setelah Taraweh dengan ketentuan SEBULAN suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah malam SEBULAN suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW. Kalau tidak Bid'ah, mana dalilnya?
7. BILAL bagi Shalat malamnya juga itu orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, yang dibaca sebelum shalat malam itu di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat. Mana dalilnya untuk produk Wahhabi ini?
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan tata caranya oleh Nabi SAW maupun para Shahabat. Sebutkan dalil bolehnya berkreasi dalam tata cara berdakwah dari Alquran dan Hadits shahihnya?
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Ini murni karangan orang Wahhabi yang tidak berdasarkan syariat, jadi harus ditinggalkan..
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Wahhabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat. Apakah ada perintah Nabi SAW secara tekstual agar dituliskan dalam sebuah kumpulan khusus hadits yang shahih saja, dan jangan kecampuran yang hasan dan yang dhaif?
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan oleh orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa SEMUA BID'AH itu adalah SESAT, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.
Sekali lagi anda jawab pertanyaan kami ini satu per satu, dan jangan menghindar dengan mempermasalahkan yang lainnya, karena kalau anda menghindar, tidak akan kami muat...! |
|
|
|
|
|
|
|
99. |
Pengirim: rijal - Kota: bekasi
Tanggal: 4/8/2013 |
|
Pak Kiayai, mungkin bias belajar lagi definisi bid'ah. Nabi SAW mendefinisikan bid'ah itu untuk perbuatan amal ibadah. Lha TV itu bukan amal ibadah tapi masalah mursalah sarana dunia, tidak terkait ibadah. Ibadah itu sholat, dzikir, puasa, zakat. Adapun mobil, motor, tv dll urusan dunia bukanlah amal ibadah. coba renungkan lagi pak kiayai. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sudah kami renungkan tiap hari, ternyata bukan Nabi SAW yang mengatakan: bahwa Bid'ah itu hanya dalam Ibadah saja, sedangkan TV itu masalah mursalah sarana dunia, tapi definisi itu hanya dari anda sendiri. Coba mana tekstual dalilnya dan riwayat siapa kalau Nabi SAW pernah mengatakan sepertí itu ? TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
100. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 4/8/2013 |
|
Baiklah, untuk yang kesekian kalinya saya ucapkan terimakasih atas dimuatnya tanggapan saya ini. Seterusnya, demi mumuaskan Anda saya akan memberikan sanggahan point demi point agar tidak terkesan copy-paste saja.
Selanjutnya, akan saya ulangi penjelasan saya terkait dengan adanya pembagian bid’ah menjadi dua bagian oleh kaum Wahabi seperti penjelasan Anda. Berdasar pada beberapa hadist Nabi SAW, beliau dengan tegas menjelaskan barang siapa yang beramal tidak di atas petunjuk kami,maka amalan itu tertolak, hadist Muslim. Andaikan hadist ini tidak dibarengi hadist “antum a’lamu bi umuri dunyakum” (kalian lebih mengerti akan dunia kalian), niscaya semua pekerjaan kita yang berhubungan dengan keduniaan akan divonis sesat. Karena banyak sekali pekerjaan keduniaan kita tidak sama baik cara, waktu dan tempat seperti di jaman Rasul SAW. Penting dicatat bahwa Nabi SAW tidak pernah memvonis BID’AH terhadap hal-hal keduniaan. Oleh karena itu, Allah telah tegaskan bahwa Islam telah sempurna ajarannya. Andaikan Islam masih mengurusi masalah perkembangan keduniaan maka pastilah wahyu dari Allah tidak berhenti sampai di situ saja.
Point 1 tanggapan Anda tentang cara bepergian dengan mobil atau jenis transportasi lainnya, tidak lebih dari sekedar perkara perkembangan keduniaan yang menuntut kita untuk bergerak lebih cepat. Halini sama sekali tidak berhubungan dengan ibadah dalam Islam.
Point 2 tanggapan Anda tentang manasik haji dengan naik UNTA juga hanya terkait dengan masalah transportasi saja. Seandainya Nabi SAW pernah bersabda tidah sah hajinya kalau tidak naik unta, maka ibadah haji yang dilakukan oleh kaum muslimin selama ini juga tidak sah.
Point 3 tanggapan Anda tentang pembaian Tauhid menjadi 3. Titik tekannya adalah kepada metode penyampaiannya agar lebih mudah dipahami bukan pada substansinya yang barang tentu tidak boleh bertentangan dengan syariat agama.
Point 4 tentang amalan yang sah harus menurut syariat. Memang demikian adanya, Allah SWT berulang kali memerintahkan TAATILAH ALLAH DAN TAATILAH RASUL. Bagaimana caranya kita mentaati Rasul yaitu dengan cara menjadikan hadist Nabi SAW sebagai sumber hukum kedua setelah AlQuran. Karena Agama Islam miliknya Allah SWT yang disampaikan lewat Rasul SAW. Hanya Rasul SAW yang mendapat legetimasi untuk mempraktikkan bagaimana syariat-syariat Allah itu dijalankan.
Point 5 tentang pembagian derajat hadist. Sudah barang tentu hal ini tidak terjadi di masa Nabi SAW karena kalau ada terdapat keraguan dalam menjalankan ibadah, para sahabat bias langsung bertanya atau merujuk kepada Rasul SAW. Akan tetapi setelah Nabi SAW wafat , menegakan syariat agama Islam diserahkan kepada para sahabat yang empat itu. Seiring beralihnya kepemimpinan, perkembangan hadistpun mengalami kemunduran. Banyaknya bertebaran hadist-hadist palsu atau perkataan-perkataan atau riwayat yang tidak berdasar pada Nabi SAW. Nah, di sinilah peran ulama-ulama hadist sangat penting dalam rangka memurnikan sabda Rasul SAW itu. Jadi adanya pembagian derajat hadist berdasarkan sanad, matan dan perawinya haruslah dari orang –orang yang sesuai dengan kreteria yang ditetapkan oleh ulama hadist saat itu. Jadi hal ini hanya metode atau cara saja dalam memurnikan sabda Nabi SAW tersebut.
Point 6 Tentang salat taraweh berjamaah, Nabi pernah menganjurkan untuk menghidupkan malam bulan Ramadhan dan Nabi SAW sendiri melakukan qiyamul Ramadhan dengan para sahabatnya.
Point 7 tentang ucapan shalaatul qiyaami atsabaakumullah, kalau benar ucapan ini tidak pernah rasul contohkan, sudah selayaknya ditinggalkan.
Point 8 tentang berdakwah menggunakan media semisal kaset, CD, tape, TV dan media komunikasi lainnya. Sekali lagi ini hanya metode penyampaian saja sesuai dengan situasi dan kondisi. Bukankah Nabi SAW pernah menggunakan tulisan atau surat untuk mengajak raja kaum kafir untuk masuk Islam.
Point 9 tentang mendirikan perkumpulan. Dijaman Nabi SAW kita mengenal kabilah-kabilah. Adapun yang ada di Negara kita misalnya Salafy, NU, Muhammadiyah, HTI,Persis, Al-Irsyad dll, selama perkumpulan ini bersyariat berdasar pada Quran dan Sunnah jangan kita permasalahkan. Seyogyanga kita melihat manfaat berdirinya perkumpulan itu misalnya untuk memudahkan menampung aspirasi bagi pengikutnya.
Point 10 tentang mendirikan sekolah formal. Seperti halnya maraknya pesantren dinegara kita, apa salahnya. Baik dengan system klasikal atau jarak jauh. Tentu kerasulan Nabi SAW tidak mengurusi sampai ke sini. Nabi SAW hanya memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menuntut ilmu.
Point 11 tentang penulisan AlQuran, apakah ini dihukum sebagai bid’ah sesat? Ini adalah pemikiran atau inisiatif sahabat Nabi SAW untuk mengumpulkan ayat-ayat Allah sampai terbentuk mushhab seperti yang kita baca sekarang ini. Tindakan sahabat ini adalah realisasi dari firman Allah Inna nahnunazzalna dzikra wa inna lahuu lahafizhuun (kami yang menurunkan ALQuran dan kamipula yang memeliharanya). Begitu juga dengan pengumpulan hadist, apakah pelakunya melakukan bid’ah sesat? Tentu tidak malah sebaliknya usaha mereka sangat bermanfaat bagi kita untuk mengetahui syariat-syariat agama. Tanpa jasa mereka kita semua termasuk Anda tidak bisa beragama secara sempurna.
Point 12 sudah saya jelaskan seperti point 5
Point 13 tentang penterjemahan ALQuran ke berbagai Bahasa. Dalam AlQuran Allah menjelaskan bahwa Dia menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…. Dst. Untuk saling kenal mengenal, diperlukanlah media yang namanya BAHASA. Jadi penterjemahan AlQuran ke berbagai bahasa bukan kegiatan ibadah akan tetapi hanya metode untuk menyampaikan pesan dan petunjuk Allah SWT bagi manusia di muka bumi ini.
Point 14 tentang pengakuan sebagai penerus ulama salaf. Saya kira Anda dan Organisasi Anda pun berhak untuk mengklaim sebagai penerus ulama salaf asalkan apa yang Anda Dakwahkan sesuai dengan yang diamalkan oleh ulama salaf yang bersandar pada Quran dan Sunnah. Bukankah Nabi SAW berpesan dengan sabdanya “Berpegang teguhlah pada AlQuran dan Sunnah dan para sahabat yang mendapat petunjuk dariku.” Jadi pengakuan ini tidak ada hubungannya dgn ibadah.
Point 15 tentang amal perbuatan orang Wahabi yang tergolong bid’ah. Makna dari “kullu bid’atin dhololah (setiap bid’ah adalah sesat) tentu hanya dalam beribadah kepada Allah. Oleh karena itu di hadist yang lain Nabi SAW bersabda “antum a’lamu bi umuridunyakum” (kalian lebih mengerti dengan dunia kalian) maksudnya perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) ke depan. Kalau perubahan Iptek benar-benar divonis bid’ah sesat oleh kaum Wahabi, maka biarlah mereka yang akan bertanggung jawab di hadapan Allah SWT. Dan bagi kita yang bersandar pada syariat Quran dan Sunnah janganlah melestarikan perubahan Iptek sebagai bid’ah hasanah karena istilah ini tidak direkomendasikan oleh Rasul SAW sebagai pembawa ajaran Dinul Islam yang Rahmatan Lila’lamiiin.
Semoga tulisan ini manjadi masukan yang bermanfaat.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
(MAAF, JIKA KAMI TERLAMBAT DALAM MERESPON KOMENTAR ILMIAH PARA PENGUNJUNG, ITU HANYA MASALAH WAKTU SAJA, KARENA KAMI JUGA MEMPUNYAI KEWAJIBAN-KEWAJIAB LAIN DI TENGAH MASYARAKAT).
_________________________
Ternyata semua jawaban anda ini hanya berdasarkan kreasi pemahaman anda semata, alias kontekstual Hadits, bukan langsung dari Nash/tekstual Hadits sebagaimana yang kami minta.
Karena itu jangan suka menyalahkan pemahaman orang lain yang menggunakan metode sama dengan anda. Kami beritahu anda, bahwa pelaksanaan Tahlilan milik Aswaja itu adalah kontekstual/pemahaman dari hadits Iqraa-uu yaasiin 'alaa mautaakum
/bacakanlah surat Yasin untuk mayit kalian (HR. Abu Dawud), jadi bukan karangan Aswaja semata, ini kan sama dengan masalah Nabi SAW perintah shalat malam Ramadlan secara mutlak, tanpa ada contoh secara kaku dari Beliau SAW (bahkan beliau hanya menyontohkan shalat malam di bulan Ramadlan hanya dengan 11 rakaat, menurut riwayat Sy. Aisyah) maka dikreasikanlah oleh kaum Wahhabi Saudi Arabiah dengan mengadakan Shalat Taraweh 20 rakaat + Witir 3 rakaat + shalat malam 11 rakaat (itupun jumlah totalnya menjadi 34 rakaat yang tidak ganjil/tidak witir).
Nah, dengan sabda Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum, maka dikreasikanlah menjadi Tahlilan yang hukumnya sunnah bukan ibadah wajib. Dengan perintah ayat/hadits shalawat, maka dikreasikan dengan mengadakan maulid Nabi SAW, dengan perintah ayat/hadits sedekah, maka dikreasikanlah kenduri, demikian dan seterusnya.
Jadi, amalan-amalan ini bukanlah karangan Aswaja semata yang terus secara sembrono anda tuduh sebagai amalan Bid'ah Sesat secara kaku dengan berdalil Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim).
Kalau saja kaum Wahhabi seperti anda menyadari bahwa, beribadah sunnah itu boleh dikreasikan selagi tidak melanggar ketentuan syariat, seperti yang dilakukan juga oleh kaum Wahhabi dalam 15 contoh yang kami sebutkan, serta contoh-contoh amalan Aswaja yang kami amalkan, maka tidak akan terjadi pemahaman yang kontradiksi dari anda dan kaum Wahhabi lainnya.
Namun, perlu kami infokan juga tentang Rekaman dan Terjemahan Fatwa Larangan tokoh Wahhabi, Syaikh Ubaid Al-Jabiri (bukan tokoh Aswaja) untuk mendengarkan Radio Turotsiyyah Halabiyyah Ma’ribiyyah (semisal radio RODJA, dll.) sbb:
LARANGAN MENDENGARKAN RADIO TURATSIYYAH-HALABIYYAH-MA’RIBIYYAH (semisal RODJA dll.)
(Asy-Syaikh Al-’Allamah ‘Ubaid Al-Jabiri Hafizhahullah)
Pertanyaan kepada Asy-Syaikh Al-’Allamah ‘Ubaid Al-Jabiri Hafizhahullah : Di dekat kami ada radio yang dia ini pengikut At-Turotsiyyin seperti Abul Hasan dan Ali Al-Halaby dan ada sebagian Salafiyyin yang menanyakan tentang hukum mendengarkan radio ini. Dan tentunya di radio ini disebarkan perkataan Al-Halaby, Ar-Ruhaily dan selain keduanya, padahal Salafiyyin memiliki radio sendiri dan memiliki CD-CD yang merekam durusnya para ulama dan para da’i (Salafiyyin) Indonesia dalam berbagai bidang ilmu, Tauhid, Sunnah, Akhlaq. Maka apakah anda menasehati anak-anak anda di Indonesia untuk mendengarkan radio ini?
Jawaban Syaikh Ubaid:
Pertama: Mencukupkan diri dengan mendengarkan radio Salafiyyin dan pada yang engkau sebutkan itu sudah cukup. Maka TIDAK DINASEHATKAN UNTUK MENDENGARKAN RADIO (SELAIN SALAFY) YAITU RADIO-RADIO YANG MENYIMPANG, SAMA SAJA APAKAH ITU TUROTSIYYAH MAUPUN HALABIYYAH, MA’RIBIYYAH.
Kedua: Barangsiapa yang DIA INI MEMILIKI KEMAMPUAN KEAHLIAN/KAPASITAS LALU MENDENGARKAN RADIO INI DALAM RANGKA MEMBANTAHNYA MAKA TIDAK MENGAPA. JADI ORANG-ORANG AWAMNYA AHLUSSUNNAH TIDAK DINASEHATKAN UNTUK MENDENGARKAN RADIO TERSEBUT.
Kewajiban kita hanya menjelaskan, dan termasuk kelembutan dan rahmat Allah kepada kita (yaitu) Allah tidak membebani kita untuk memberi hidayah kepada hati-hati manusia dan Allah tidak membebani kita agar kebenaran itu diterima oleh mereka…. (diterjemahkan secara bebas.
Sumber: rekaman pertanyaan-pertanyaan Salafiyyin Indonesia pada malam Ahad, 15 Jumadil Akhir 1433H yang bertepatan dengan 5 Mei 2012) Link Suara: http://bit.ly/NVrfUk Faidah-faidah yang bisa kita petik:
1. Si penanya tidak menyebutkan secara khusus nama radio tertentu kecuali penyifatannya adalah radio dari kalangan Turatsiyyun, Abul Hasan, Al-Halaby, Ar-Ruhaily. Ini mengandung faidah yang sangat luas bahwa hukum yang ditanyakan tersebut tidak hanya tertuju pada satu atau dua radio saja (tidak ada celah bagi hizbiyyin dan para pembelanya untuk beralasan [misalnya] “Itu kan fatwa larangan untuk radio A bukan larangan mendengarkan radio B, C atau yang lainnya” atau berhilah “Nama radionya sudah berubah dari RODJA menjadi RADJA, jadi fatwa tentang larangan mendengarkan radio RODJA sudah tidak berlaku lagi” dan hilah-hilah yang lainnya.).
2. Syaikh memberikan penegasan yang jelas lagi gamblang TIDAK DINASEHATKAN UNTUK MENDENGARKAN RADIO SELAIN SALAFY YAITU RADIO-RADIO YANG MENYIMPANG, SAMA SAJA APAKAH ITU TUROTSIYYAH MAUPUN HALABIYYAH, MA’RIBIYYAH. Maka apapun nama radio tersebut yang memiliki sifat-sifat di atas masuk dalam larangan beliau.
3. Asy-Syaikh pada bulan Mei 2012 kemarin masih memperingatkan Salafiyyin tentang Penyimpangan Turotsiyyah maka ini adalah bantahan terhadap ucapan semisal masalah Ihya’ut Turots sudah selesai dan yang masih membicarakannya adalah PAHLAWAN KESIANGAN.
4. Larangan bagi awam Ahlussunnah untuk mendengarkan radio Turotsiyah Halabiyyah Ma’ribiyyah.
5. Bolehnya bagi orang yang memiliki kemampuan untuk mendengarkan radio tersebut dalam rangka membantahnya (maka bagaimana pula jika dia malah berpromosi, memuji, men-Salafy-kan dan membela tokoh-tokohnya serta menghasung (mengajak) ribuan orang lainnya untuk mendengarkannya?). Wallahul musta’an.
Diterjemahkan oleh Tim Darussalaf.or.id, Muroja’ah : Al-Ustadz Muhammad Ar-Rifa’i (Alumni Yaman)
* Tentunya larangan ini khusus untuk kaum Wahhabi seperti anda wahai Akhi Sam, dan tidak berlaku untuk kami umat Islam Aswaja, yang memang gemar mengamalkan Bid’ah Hasanah sebagai kreasi dari pengamalan ibadah sunnah yang berdsarkan kontekstual ayat maupun hadits Nabi SAW.
|
|
|
|
|
|
|
|
101. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 5/8/2013 |
|
Terimakasih atas dimuatnya kembali sanggahan saya terhadap permintaan Anda poin demi poin. Namun sayangnya sanggahan Anda tidak mewakili penjelasan saya yang cukup panjang. Permintaan Anda tentang nash/tekstual amalan-amalan Anda sungguh mengada-ada.Kenapa demikian, karena bagaimana mungkin Rasul SAW memerintahkan seperti yang Anda amalkan sedangkan beliau tidak mengerjakannya. Begitu pula dengan Maulid Nabi SAW. Sedangkan Shalat malam yang Nabi SAW anjurkan, nash dan kaifiat pelaksanaannya dijelaskan secara gamblang.
Sanggahan saya akan difokuskan pada penjelasan Anda pada Paragraf 3 :
“ Nah, dengan sabda iqra uu yasiin ‘alaa mautakum, maka dikreasikanlah menjadi Tahlilan yang hukumnya sunnah bukan ibadah wajib. Dengan perintah ayat/hadist shalawat, maka dikreasikan dengan mengadakan maulid Nabi SAW, dengan perintah ayat/hadist sedekah, dikreasikanlah dengan kenduri, demikian dan seterusnya.”
Kritik saya: pertama, Anda tidak bisa membedakan antara sunnah dan sunat. Kedua, siapa yang memerintahkan mengkreasikan perintah ayat/hadist dengan cara seperti ini. Kalaupun boleh apa dasar hukumnya? Terakhir, ternyata amalan Anda adalah hasil dari kreasi manusia BUKAN dari nash yang terang.
Berikut saya akan membahas kata “mautakum” dalam hadist yang Anda ajukan di atas :
Mari kita lihat makna “mautakum” dari hadist yang Anda ajukan :
Makna Mautakum
Mautakum berarti orang yang sedang menghadapi kematian, bukan orang sudah wafat. Imam Ibnu Hajib mengatakan, maksud hadits ini adalah ketika orang tersebut menjelang wafat, bukan mayit yang dibacakan Al Quran.(Imam Ahmad An Nafrawi, Al Fawakih Ad Dawani ‘Ala Risalati Ibni Abi Zaid Al Qairuwani, 3/282).
Al ‘Allamah Abu Bakr Ad Dimyathi mengatakan, dibacakan ketika menjelang wafat (muqaddimat), karena sesungguhnya orang wafat tidaklah dibacakan Al Quran. (I’anatuth Thalibin, 2/107).
Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri mengatakan: “Ketahuilah! Maksud Al Mauta dalam hadits ini adalah orang yang sedang menghadapi kematian, bukan orang yang sudah mati secara hakiki.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 4/53. Maktabah As Salafiyah)
Imam Abul Hasan As Sindi mengatakan: “Yakni ketika menghadapi kematian atau sesudah wafat, disebutkan: tetapi yang benar adalah yang pertama (menghadapi kematian). Karena mayit tidaklah dibacakan Al Quran .” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, No. 1438. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafizhahullah mengatakan:
“Sabdanya (mautakum): yaitu orang-orang yang mendekati kematian, bukan maksudnya orang yang sudah mati.” (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad, Syarh Sunan Abi Daud No. 223. Maktabah Misykah)
Makna-makna seperti juga disampaikan oleh para imam lainnya seperti Imam An Nawawi, Imam Al Qurthubi, dan lainnya.
Para Ulama Yang Menganjurkan Membaca Yasin di Hadapan Orang Yang Sakaratul Maut
adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Hal ini dikatakan oleh Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah sebagai berikut:
Jumhur ulama mengatakan: disunahkan membaca Yasin, lantaran hadits: Bacalah oleh kalian kepada orang yang menghadapi sakaratul maut, surat Yasin. Sebagian ulama muta’akhirin (belakangan) dari kalangan Hanafiah dan Syafi’iyah juga memandang baik membaca surat Ar Ra’du, dengan alasan perkataan Jabir: “Hal itu bisa meringankan ketika keluarnya ruh.”
Hikmah dibacakannya surat Yasin adalah bahwa peristiwa kiamat dan hari kebangkitan disebutkan di dalam srat tersebut. Maka, jika dibacakan di sisinya hal itu bisa memperbarui ingatannya terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. (Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/599. Maktabah Misykah)
Berikut ini adalah para imam yang membolehkan dan menganjurkan membaca surat Yasin bagi orang yang sakaratul maut.
1. Al Imam Al Hafizh Abu Hatim Ibnu Hibban Radhiallahu ‘Anhu, sebagaimana tertera dalam kitab Shahih-nya:
“Berkata Abu Hatim Radhiallahu ‘Anhu, sabdanya: “Bacalah terhadap mautakum surat Yasin.” Maksud (mautakum) adalah barang siapa yang sedang menghadapi kematian, sebab mayit tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Demikian pula sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Talqinkan mautakum: Laa Ilaha Illallah.” (Shahih Ibnu Hibban No. 3002)
2. Imam Abu Ishaq Asy Syirazi Rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya, Al Muhadzdzab:
“Dan disunahkan membaca di sisinya surat Yasin, karena telah diriwayatkan oleh Ma’qil bin Yasar bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah oleh kalian terhadap orang yang sakaratul maut diantara kalian,” yakni Yasin. (Al Muhadzdzab, 1/126. Mawqi’ Ruh Al Islam)
3. Imam An Nawawi Rahimahullah, mengatakan dalam kitabnya, Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab:
“Disunahkan membacakan surat Yasin di sisi orang yang sedang menghadapi kematian. Demikian ini juga dikatakan oleh para sahabat kami (syafi’iyah), dan disukai pula oleh sebagian tabi’in membaca surat Ar Ra’du.” (Al Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab, 5/76. Dar ‘Alim Al Kitab)
4. Imam Ibnu Katsir Rahimahullah, mengatakan dalam tafsirnya:
“Dan, seakan membacanya di sisi mayit akan menurunkan rahmat dan berkah, dan memudahkan keluarnya ruh. Wallahu A’lam” (Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, 6/562. Dar An Nasyr wat Tauzi’)
Maksud mayit dalam kalimat Imam Ibnu Katsir di atas adalah orang yang menjelang wafat, bukan orang yang sudah wafat.
5. Imam Abdul Karim Ar Rafi’i Rahimahullah
Beliau berkata dalam kitab Fathul Aziz Syarh Al Wajiz, biasa disebut Asy Syarhul Kabir:
“Dibacakan atasnya surat Yasin, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah Yasin atas orang yang sakaratul maut di antara kalian.” Disukai oleh sebagian tabi’in generasi belakangan, untuk membaca surat Ar Ra’du juga.” (Imam Abdul Karim Ar Rafi’i, Fathul Aziz Syarh Al Wajiz (Asy Syarhul Kabir), 5/110. Darul Fikr)
6. Imam Abul Hasan Muhammad bin Abdil Hadi As Sindi Rahimahullah, mengatakan dalam Hasyiahnya:
“Yaitu terhadap orang yang sedang menghadapi kematian, atau sesudah matinya juga. Dikatakan: tetapi maksudnya adalah yang pertama (sebelum wafat) karena mayit tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Dan, disebutkan: karena surat Yasin mengandung dasar-dasar aqidah; berupa hari kebangkitan, kiamat, maka dengan mendengarkannya dapat menguatkannya dan membenarkan dan mengimaninya, sampai dia meninggal.” (Hasyiah As Sindi ‘Ala Ibni Majah, No. 1438. Mawqi’ Ruh Al Islam)
7. Imam Al Hashfaki Al Hanafi
Dalam Ad Durrul Mukhtar Syarh Tanwir Al Abshar, Imam Al Hashfaki mengatakan dianjurkan membaca surat Yasin dan Ar Ra’du buat yang sedang mengalami sakaratul maut. (Imam Al Hashfaki, Ad Durrul Mukhtar, 2/207. Darul Fikr)
8. Imam Muhammad Amin bin ‘Abidin Al Hanafi
Sementara Imam Ibnu ‘Abidin, dalam Hasyiah-nya memberikan penjelasan ucapan Imam Al Hashfaki ini dengan menambahkan hadits: “Bacakanlah orang yang sedang sakaratul maut di antara kalian, yakni surat Yasin.” Diriwayatkan oleh Abu Daud, dari Majalid, dari Asy Sya’bi, bahwa dahulu orang-orang Anshar jika ada yang orang yang sedang sakaratul maut, mereka membacakan surat Al Baqarah. Dia juga menyebutkan bahwa ulama muta’akhirin (belakangan) menilai baik membaca Ar Ra’du lantaran ucapan Jabir: bahwa hal itu bisa meringankan keluarnya ruh. (Imam Ibnu ‘Abidin, Hasyiah Raddul Muhtar ‘Ala Ad Durril Mukhtar, 2/207. Darul Fikr)
9. Beberapa Imam madzhab Asy Syafi’i
Dalam kitab I’anatuth Thalibin karya Imam As Sayyid Al Bakri Ad Dimyathi Rahimahullah -yang merupakan syarh atas kitab Fathul Mu’in-nya Imam Al Malibari- beliau menuturkan beberapa perkataan para ulama dalam kitabnya itu:
Dalam Ruba’iyat, Abu Bakar Asy Syafi’i berkata, “Tidaklah surat Yasin dibacakan kepada orang sakit melainkan dia akan wafat dalam keadaan puas (tidak haus), dimasukkan ke kubur dalam keadaan puas, dan di kumpulkan pada hari kiamat nanti dalam keadaan puas.”
Berkata Al Jarubardi: “Hikmah dibacakannya adalah bahwa peristiwa kiamat dan hari kebangkitan disebutkan dalam surat tersebut, maka jika dibacakan atasnya dia bisa memperbarui ingatannya atas kejadian-kejadian tersebut.
(Perkataannya: dan surat Ar Ra’du) artinya disunahkan membaca di sisinya surat Ar Ra’du, yaitu lantaran ucapan Jabir bin Zaid: Hal itu akan meringankannya ketika keluarnya ruh.(I’anatuth Thalibin, 2/107)
10. Imam Manshur bin Yusuf Al Bahuti Al Hambali Rahimahullah
Beliau mengatakan dalam kitab Raudhul Murabba’:
“Dan dibacakan surat Yasin di sisinya, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Bacalah Yasin atas orang yang mengahdapi skaratul maut di antara kalian.” Diriwayatkan oleh Abu Daud. Lantaran ini bisa memudahkan keluarnya ruh, dan juga dibacakan di sisinya surat Al Fatihah.” (Raudhul Murabba’, 1/122. Darul Fikr)
11. Imam Abu Ishaq bin Muflih Al Hambali Rahimahullah
Beliau mengatakan dalam kitab Al Mubdi’ Syarh Al Muqni’:
“Dan dibacakan di sisinya surat Yasin, karena sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: Bacalah Yasin untuk orang yang menghadapi kematian di antara kalian. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah, di dalamnya ada kelemahan, dari hadits Ma’qil bin Yasar) karena ini bisa memudahkan keluarnya ruh. Dan, katanya hendaknya dibaca surat Al Fatihah di sisinya. Dikatakan: surat Tabarak (Al Mulk).” (Imam Ibnu Muflih, Al Mubdi’ Syarh Al Muqni’, 2/196. Mawqi’ Ruh Al Islam)
12. Imam Fakhruddin Ar Razi Rahimahullah
Berkata Imam Fakhruddin Ar Razi Rahimahullah dalam At Tafsir Al Kabir: “Perintah membaca surat Yasin kepada orang yang menjelang wafat, karena adanya riwayat dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: ‘Segala sesuatu memiliki hati, dan hatinya Al Quran adalah Yasin.’ Hal ini, karena lisan saat itu lemah kekuatannya dan tak ada harapan, tetapi hati sedang menuju kepada Allah secara keseluruhannya, maka dibacakan kepadanya apa-apa yang dapat menguatkan hati dan membantu kayakinannya terhadap tiga perkara mendasar (ushuluts tsalatsah). Maka, hal itu diperbolehkan dan penting baginya.” Ini juga berlaku bagi si pembacanya. (Imam Fakhruddin Ar Razi, Al Tafsir Al Kabir, 13/99)
13. Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
Dalam pembahasan sunah-sunah bagi yang mengurus orang meninggal, beliau mengatakan sunahnya membaca surat Yasin, berdalil dengan hadits-hadits dan atsar yang telah disebutkan sebelumnya. (Fiqhus Sunnah, 1/502. Darul Kitab Al ‘Arabi)
14. Syaikh Shalih bin Abdullah Fauzan Hafizhahullah
Dalam kitab Al Mulakhash Al Fiqhi, beliau tegas mengatakan bahwa membaca Yasin untuk orang yang sedang menghadapi kematian adalah sunah. Berikut perkataannya:
“Membaca di sisinya surat Yasin, karena Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: Bacakanlah orang yang sedang sakaratul maut di antara kalian, surat Yasin. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban). Dan, maksud Mautakum adalah orang yang sedang menghadapi kematian, ada pun orang mati tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Maka membaca Al Quran atas mayit setelah matinya adalah bid’ah, berbeda dengan membaca untuk yang menghadapi kematian, maka itu adalah sunah.” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/296. Mawqi’ Ruh Al Islam)
15. Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Hafizhahullah
Beliau mengatakan dalam Syarh Sunan Abi Daud:
“Maka, membacanya itu adalah ketika menghadapi kematian, bukan setelah kematiannya. Sabdanya (mautakum): artinya orang-orang yang mendekati kematian.” (Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad, Syarh Sunan Abi Daud No. 363. Maktabah Misykah)
16. Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim
Beliau berkata dalam Syarh Bulughul Maram:
“Jadi, membaca Yasin kepada Mautana, artinya kepada orang yang sedang menghadapi kematian. Hikmahnya adalah hal demikian agar menggerakan ruh dan meringankannya ketika mengalami naza’ (sakarul maut), dan itu lebih ringan atasnya dibanding jika ditinggalkan.”(Syaikh ‘Athiyah bin Muhammad Salim, Syarh Bulughul Maram, Hal. 113. Maktabah Misykah)
17. Fatwa Lajnah Daimah Kerajaan Saudi Arabia
Dalam fatwa no. 1504, ketika ditanya apa yang dimaksud dengan hadits: Iqra’uu ‘ala Mautaakum Yasin (bacakanlah atas orang yang mengalami sakaratul maut di antara kalian, surat yasin). Mereka memaparkan beberapa hadits (yang sudah kami bahas di atas), lalu mereka mengatakan:
“Atas dasar ini, kami tidaklah berhajat untuk memberikan penjelasan terhadap hadits ini; tidak mengingkari keshahihannya dan tidaklah memberikan penilaian atas keshahihannya, tetapi maksud dari hadits itu adalah membacanya ketika dia menjelang wafat untuk memberikannya peringatan, dan menjadikan akhir hidupnya di dunia adalah mendengarkan Al Quran, dan bukanlah yang dimaksud adalah membacanya buat orang yang sudah wafat, dan sebagian mereka ada yang memahami maknanya secara zhahirnya dan mereka menyunnahkan membaca Al Quran untuk mayit dan mengingkari makna selain zhahirnya, kami membahasnya dengan keadaan seandainya hadits ini shahih. Dan makna dari ini adalah menunjukkan perbuatan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan itu telah dinukil kepada kami, tetapi hal itu tidaklah terjadi sebagaimana penjelasan lalu, Hadits ini menunjukkan bahwa makna Al Mauta –seandai haditsnya shahih- adalah Al Muhtadharun (menghadapi kematian), sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dalam Shahihnya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: (Talqinkan orang yang sedang menghadapi kematian di antara kalian dengan: Laa Ilaha Illallah), maka maksud mereka adalah Al Muhtadharun, sebagaimana kisah Abu Thalib, paman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Wa billahit Taufiq wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wa Sallam. ” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiah wa Ifta, 11/28)
Demikianlah fatwa yang ditanda tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz (ketua), Syaikh Abdurrazzaq ‘Afifi (wakil), dan Syaikh Abdullah bin Ghudyan (anggota), mereka membolehkan membaca Yasin untuk orang yang sedang sakaratul maut, namun bukan untuk yang sudah wafat, apalagi di kuburan.
Sekedar informasi, saat menjelang wafatnya Imam Ibnu Hajar Al ‘Asqalani (28 Dzulhijjah 852H), yakni dua jam setelah Isya’, orang-orang dan sahabatnya (Di antaranya adalah Al Hafizh Al Imam As Sakhawi, pen) berkerumun untuk membacakan surat Yasin, ketika sampai ayat 58:
“(kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai Ucapan selamat dari Tuhan yang Maha Penyayang.”
Saat itulah beliau menghembuskan nafasnya yang terakhir. (Syaikh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf, Hal. 851. Pustaka Al Kautsar)
Para Imam Ahlus Sunnah Yang Melarang Membaca Al Quran Untuk Mayit
1. Imam Abu Hanifah Radhiallahu ‘Anhu dan sebagian pengikutnya
Syaikh Athiyah Shaqr mengatakan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik memakruhkan membaca Al Quran di kubur, alasannya karena tak ada yang sah dari sunah tentang hal itu.(Fatawa Al Azhar, 7/458)
2. Imam Malik Radhiallahu ‘Anhu dan sebagian pengikutnya
Syaikh Ibnu Abi Jamrah mengatakan bahwa Imam Malik memakruhkan membaca Al Quran di kuburan. (Syarh Mukhtashar Khalil, 5 /467)
Syaikh Wahbah Az Zuhaili Hafizhahullah mengatakan dalam Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu:
Berkata kalangan Malikiyah: dimakruhkan membaca Al Quran baik ketika naza’ (sakaratul maut) jika dilakukan menjadi kebiasaan, sebagaimana makruh membacanya setelah wafat, begitu pula di kubur, karena hal itu tidak pernah dilakukan para salaf (orang terdahulu).(Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu, 2/599. Maktabah Misykah)
3. Imam Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu dan Imam Ibnu Katsir Rahimahullah
Dalam Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Imam Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan Surat An Najm ayat 18: “(yaitu) bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain.”
“Sebagaimana dia tidak memikul dosa orang lain, begitu pula pahala, ia hanya akan diperoleh melalui usahanya sendiri. Dari ayat yang mulia ini, Imam Asy Syafi’i Rahimahullah dan pengikutnya berpendapat bahwa pahala bacaan Al Quran tidaklah sampai kepada orang yang sudah wafat karena itu bukan amal mereka dan bukan usaha mereka. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah menganjurkannya dan tidak pernah memerintahkannya, dan tidak ada nash (teks agama) yang mengarahkan mereka ke sana, dan tidak ada riwayat dari seorang sahabat pun yang melakukannya, seandainya itu baik tentulah mereka akan mendahului kita dalam melakukannya. Bab masalah qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) harus berdasarkan nash, bukan karena qiyas atau pendapat-pendapat. Sedangkan, mendoakan dan bersedekah, telah ijma’ (sepakat) bahwa keduanya akan sampai kepada mayit, karena keduanya memiliki dasar dalam syara’. (Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Quran Al ‘Azhim, Juz.7, Hal. 465. Dar Thayyibah Lin Nasyr wat Tauzi’. Cet. 2, 1999M-1420H).
Sebenarnya masih banyak lagi keterangan -keterangan lain yang senada.
Kesimpulan, amalan Anda adalah kreasi manusia dan menyalahi pernyataan para ulama terhadap makna mautakum pada hadist iqra uu a'laa mautakum yang berarti sakaratul maut bukan mayit.
Jadi bagaimana mungkin amalan Anda diterima di sisi Allah apalagi mengharap pahala yang besar. SEkali lagi ini pernyataan yang masyhur para ulama. Apakah Anda lebih SALEH dari mereka?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami hanya mengikuti metode kaum Wahhabi, jika menyikapi amalan Aswaja, maka selalu minta tekstual dalil Alquran atau Hadits shahih, jika tidak ada tekstual dalil maka dengan serta merta dituduh Bid’ah dhalalah, dengan alasan tidak boleh beramal ibadah sunnah menggunakan kontekstual dari dail-dalil. Namun jika kaum Wahhabi berargument untuk amaliahnya sendiri, maka sejuta asumsi dan pemahaman yang jelas-jelas bukan dari Alquran atau Nabi SAW yang dinukil demi untuk pembenaran dirinya sendiri.
Anda biar ngerti, bahwa jawaban anda juga tidak pernah memuaskan kami, karena anda hanya bermain kata-kata saja untuk mengelabuhi umat Islam, padahal tuntutan kami adalah bisakan anda menghadirkan TEKSTUAL DALIL DARI AMALAM KAUM WAHHABI TSB?
Contoh ringan jawaban anda adalah tentang: "Shalat Taraweh berjamaah, Nabi pernah menganjurkan untuk menghidupkan malam bulan Ramadhan dan Nabi SAW sendiri melakukan qiyamul Ramadhan dengan para sahabatnya".
Padahal yang kami permasalahkan adalah mengapa Nabi SAW hanya mengamalkan berjamah 11 rakaat dan hanya tiga malam saja, kok sekarang oleh kaum Wahhabi Saudi Arabiah ditambah-tambahi shalat 20 rakaat + 3 rakaat + 11 rakaat di malam Ramadlan, apalagi dilaksanakan selama sebulan suntuk. Mana dalil tekstual haditsnya jika ada perintah atau contoh semacam itu? Sekali lagi kami hanya minta tekstual dari ayat maupun Hadists Shahihnya, bukan dari asumsi anda.
Terima kasih juga untuk komentar anda yang panjang itu, namun jawaban kami cukup ringkas-ringkas kok, biar gak capek-capek. Anda mengatakan: Bahwa maksud ‘Mautakum’ adalah orang yang sedang menghadapi kematian, adapun orang mati tidaklah dibacakan Al Quran atasnya. Maka membaca Al Quran atas mayit setelah matinya adalah bid’ah, berbeda dengan membaca untuk yang menghadapi kematian, maka itu adalah sunah.” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/296. Mawqi’ Ruh Al Islam), lantas anda nukil pendapat beberapa ulama ….. ..dst.
PERLU ANDA PAHAMI, BAHWA SEMUA NUKILAN ANDA ITU BUKAN ATURAN ATAU DOKTRIN LANGSUNG DARI NABI SAW, tapi hanyalah pemahaman para ulama yang bukan NABI dengan kreasi masing-masing dalam metode pengamalannya.
Sedangkan PERATURAN ATAU DOKTRIN YANG LANGSUNG DARI NABI SAW SAW hanyalah: Iqra-uu yaasiin ‘alaa MUTAAKUM saja tanpa keterangan yang lain. Nabi SAW tidak mengatakan alaa Mautaakum inda sakaraatihi, atau alaa Mautaakum inda dafnihi, atau yang lainnya kok... Makanya boleh-boleh saja umat Islam membacanya ketika mayit sakaratul maut, dan boleh juga membacanya saat dikuburkan, juga boleh saja membaca Yasin (Tahlilan) seminggu setelah mayit dikuburkan, dst seperti yang dipahami oleh para ulama Aswaja.
Dari sekian banyak para ulama Aswaja yang memperbolehkan Yasinan SELAIN untuk orang yang sedang sakaratul maut adalah berdasarkan riwayat:
Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah SAW. bersabda: Barangsiapa yang mendatangi pekuburan lalu membaca surat Yasin, maka pada hari itu Allah meringankan siksaan mereka, dan bagi yang membacanya mendapat kebaikan sejumlah penghuni kubur di pekuburan itu. (Tafsir Nur Ats-tsaqalayn 4/373). Ini yang menjadi keyakinan pengarangnya.
Dalam kitab Ad-Dur Al-Mukhtar wa Rad Al-Muhtar jilid 2 halaman 243 disebutkan hadits yang menurut mereka shahih: Orang yang mendatangi kuburan dan membaca surat Yasin, Allah SWT akan meringankan dosanya pada hari Qiamat. Dan baginya pahala sejumlah orang yang meninggal di kuburan itu.
Tentu saja mendatangi kekuburan itu bukan di saat mayit sedang sakaratul maut.
SAYANGNYA BACAAN ANDA MASIH SEMPIT, JADI ANDA BELUM PERNAH TAHU PARA ULAMA ASWAJA YANG SEPERTI INI. |
|
|
|
|
|
|
|
102. |
Pengirim: kyai - Kota: prob
Tanggal: 5/8/2013 |
|
WAHABI SAM:
Pertama saya ucapkan terimakasih atas tanggapan Anda yg begitu panjang namun jujur saya akui tanggapan Anda tidak memuaskan saya. Anda sangat lebih banyak mengajukan pendapat-pendapat para Imam dan sejauh yang saya kaji mereka pun banyak yang berselisih pendapat. Jadi yang mana yang bisa diambil sebagai hujjah untuk melaksanan pekerjaan yang dianggap ibadah apalagi mengharap ridhoNya Allah. Lagi pula Anda hanya bisa mengkaitkan-kaitkan nash-nash yang bisa dihubungkan. Secara keseluruhan kegiatan Tahlilan yang sangat digemborkan dan dilestarikan NU ini memang tidak pernah ada dimasa Nabi SAW, para sahabat baik generasi pertama,kedua atau ketiga. Kalau memang Tahlilan seperti ini disyariatkan dalam Islam niscaya bertebaranlah hadist-hadist yg menjelaskan tentang Tahlil tst baik dari sisi bacan-bacaannya, waktu dan pelaksanaanya terlebih-lebih manfaatnya yg konon bisa over-over pahala kepada si mayit. Kalau ini dianggap pekerjaan yg sangat berpahala, mengapa tidak ada petunjuk dari ALLah dan Rasulnya, seperti halnya shalat, puasa, zakat dan haji.
SUNNI:
Argumentasi anda membuat saya tertawa terpingkal-pingkal. Dimana para imam berselisih pendapat?
Sudah saya katakan, apa-apa yang tidak ada pada zaman rasul itu bukan berarti hukumnya TERLARANG. Sepertinya anda tidak bisa memahami omongan orang dan kelihatannya keilmuan anda sangat dangkal. Anda hanya berpendapat sesuai nafsu anda bukan berdasar dalil.
Apakah kamu shd baca hadist:
“Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu anhu berkata: “Suatu ketika kami shalat bersama
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika beliau bangun dari ruku’, beliau berkata:
“sami’allahu liman hamidah”. Lalu seorang laki-laki di belakangnya berkata:
“rabbana walakalhamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih”. Setelah
selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang membaca kalimat tadi?” Laki-laki itu
menjawab: “Saya”. Beliau bersabda: “Aku telah melihat lebih 30 malaikat
berebutan menulis pahalanya”. (HR. al-Bukhari [799]).
Kedua sahabat di atas mengerjakan perkara baru yang belum pernah
diterimanya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu menambah bacaan dzikir
dalam i’tidal. Ternyata Nabi shallallahu alaihi wa sallam membenarkan perbuatan
mereka, bahkan memberi kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan,
karena perbuatan mereka sesuai dengan syara’, di mana dalam i’tidal itu tempat
memuji kepada Allah.
Oleh karena itu al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani
menyatakan dalam Fath al-Bari (2/267), bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya
membuat dzikir baru dalam shalat, selama dzikir tersebut tidak menyalahi dzikir
yang ma’tsur (datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam), dan bolehnya
mengeraskan suara dalam bacaan dzikir selama tidak mengganggu orang lain.
Seandainya hadits “kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)”, bersifat
umum tanpa pembatasan, tentu saja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan
melarang setiap bentuk inovasi dalam agama ketika beliau masih hidup.
Selanjutnya pembagian bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah,
juga dilakukan oleh para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, termasuk
Khulafaur Rasyidin. Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
“Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku
pergi ke masjid bersama Umar bin al-Khaththab. Ternyata orang-orang di masjid
berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga
yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar radhiyallahu anhu
berkata: “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam,
tentu akan lebih baik”. Lalu beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab.
Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan
mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal
itu, Umar berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di
akhir malam, lebih baik daripada di awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang
menunaikan tarawih di awal malam.” (HR. al-Bukhari [2010]).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan shalat tarawih
secara berjamaah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian
meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap
malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula
pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu. Kemudian Umar radhiyallahu
anhu mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang
imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan
ini tergolong bid’ah. Tetapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan:
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”
Fahami dulu argumentasi saya di atas ini agar kamu tidak ditertawai orang dan para penuntut ilmu.
Bahwa Dalam bacaan tahlilan terdapat bid'ah, yaitu susunan bacaannya yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dapat saya jawab, bahwa berkaitan dengan susunan
bacaan dan dalam tahlilan yang terdiri dari beberapa macam dzikir, mulai dari Al-
Qur’an, shalawat, tahlil, tasbih, tahmid dan lain-lain, hal tersebut tidak ada
larangan dari Rasulullah SAW. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW
juga mencampur antara bacaan al-Qur'an dengan do’a seperti diriwayatkan oleh
al-Thabarani dalam kitab al-Du’a’. Dari kalangan ulama salaf seperti al-Imam
Ahmad bin Hanbal, menyusun dzikiran campuran antara ayat al-Qur’an dan lainlain seperti diriwayatkan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam Zadul Ma’ad.
Wallahu a’lam
WAHABI SAM:
Dalam Tanggapan Anda jelaskan bahwa surat An Najam ayat 39 itu mansukh. Kalau demikian akan ada ayat-ayat lain yang dimansukh karena maknanya senada itu. Ada beberapa ayat di AlQuran yang sama maknanya yaitu tentang tidak bisanya over-over pahala apalagi dosa, bahkan penjelasan AlQuran ini sangat didukung oleh hadist-hadist yang shahih baik dari sahabat atau dari istri Nabi SAW sendiri Siti A'isyah.
SUNNI;
Silahkan anda beberkan dalilnya kepada saya, dan akan saya jawab dengan jelas kepada anda sehingga anda bisa puas. Wallahu a’lam
WAHABI SAM:
Anda belum menjawab pertanyaan saya yang lain. Perlu Anda ketahui bahwa menuduh orang sesat bukan perkara yang ringan, sungguh ia perkara yg BERAT disisi Allah SWT. Seingat saya Anda belum menjelaskan siapa WAHABI yg Anda klaim sesat itu. Apakah Ulama-ulama di Saudi Arabia Wahabi semuahanya hanya karena mereka menentang Tahlilan. Setahu saya tokoh Wahabi yg sesat itu ABDUL WAHHAB bin ROSTUM, yg hidup abad ketiga hijriah,jadi wajar kalau alirannya disebut Wahabi. Sedangkan ulama yg sangat terkenal di Saudi Arabia yang menjadi rujukan sampai sekarang adalah SYEH MUHAMMAD bin ABDUL WAHHAB yg hidup pada abad ke sebelas hijrial. Kalau beliau ini disebut tokoh Wahabi salah kafrah,karena nama beliau Muhammad bukan Wahhab. Sudahlah saya kira sdh banyak tanggapan teman-teman yg senada d media ini.
SUNNI:
Bagi kami wahabi adalah orang yang anti tawassul, tabarruk, dll. Terserah kami mau menyebut atau memberikan stigma anda dan golongan anda apa.
Asal anda tahu, istilah wahhabi itu itu tidak mengandung konotasi pujian atau celaan. Ia bukan celaan, andai mereka mengku bahwa apa yang mereka anut itu adalah sebuah mazhab. Sebab sebuah mazhab yang ditegakkan di atas dalil-dalil yang shahihah tidak akan dicemari dengan nama baru yang disandangnya atau penamaan baru yang disematkan orang kepadanya!
Benar-benar terheran-heran terhadap para muqallidin (yang hanya pandai bertaqlid buta, tanpa kefahaman, namun tidak pernah mau mengakuinya) yang tak henti-hentinya menampakkan kegusaran mereka dan mengeluhkan bahwa istilah Wahhâbi itu sengaja digelindingkan “musuh-musuh da’wah” dengan konotasi mengejek, sementara itu perlu mereka sadari bahwa penamaan itu di luar area pertikaian. Ini yang pertama.
Kedua, berapa banyak ulama Wahhâbi sendiri menerima dengan lapang dada penamaan itu. Mereka tidak malu-malu atau enggan menyebut diri mereka sebagai Wahhâbi, bahkan sebagian mereka menulis buku atau risalah bertemakan Akidah Wahhâbiyah. Itu semua tidak semestinya dirisaukan.
Di antara ulama Wahhâbi yang menggunakan istilah atau menamakan aliran/mazhab mereka dengan nama Wahhâbi adalah Sulaiman ibn Sahmân, dan sebelumnya Muhammad ibn Abdil Lathîf. Baca kitab ad-Durar as Saniyyah,8/433, serta masih banyak lainnya. Demikian juga para pembela Wahhâbi, seperti Syeikh Hamid al Faqi, Muhammad Rasyid Ridha, Abdullah al Qashîmi, Sulaiman ad Dukhayyil, Ahmad ibn Hajar Abu Thâmi, Mas’ud an Nadawi, Ibrahim ibn Ubaid –penulis kitab at Tadzkirah- dan banyak lagi selain mereka. Mereka semua menggunakan istilah atau nama tersebut untuk merujuk kepada aliran yang dibawa Muhammad ibn Abdil Wahhâb at Tamimi an Najdi. Wallahu a’lam
WAHABI SAM:
Berikut saya akan sampaikan sebuah kutipan :
Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH.
Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu :
MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
TENTANG
KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH
Hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?
Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.
KETERANGAN :
Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz:
“MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”
Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan :
“Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah.
Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untukmasyarakat. menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi
Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).
SELESAI, KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
REFERENSI : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.
CATATAN : Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa bacaan atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim 1 : 90 dan Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro (al-Haitsami) 2:9, Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir Jalalain 2:19 Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll.
Akhirnya, semoga tulisan bisa membuka sedikit nalar Anda untuk tidak sembarangan mengambil dasar hukuk dalam melaksanan perintah Agama. Ketahuilah bahwa saya dulu juga seperti Anda. Tapi semakin saya ngotot saya semakin terpojok dengan nash-nash AlQuran dan AlHadist shahih dari kitab-kitab yg masyhur. Semoga amal ibadah kita mendapat ridho dari Allah SAW
SUNNI:
Selamatan hari kematian, hari kedua, ketiga, ketujuh dan seterusnya tidak diharamkan dalam fatwa-fatwa Imam Syafi’i dan para ulama besar yang menjadi pengikut madzhabnya. Demikian keterangan yang tertera dalam kitab al-Umm, I’anah al-Thalibin, Hasyiyah al-Qulyubi wa Amirah, Mughni al-Muhtaj, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah dan lain-lain. Dalam hal ini al-Imam al-Syafi’i berkata dalam kitab al-Umm:
وَأُحِبُّ لِجِيرَانِ الْمَيِّتِ أو ذِي قَرَابَتِهِ أَنْ يَعْمَلُوا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ في يَوْمِ يَمُوتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا يُشْبِعُهُمْ فإن ذلك سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيمٌ وهو من فِعْلِ أَهْلِ الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا لِأَنَّهُ لَمَّا جاء نَعْيُ جَعْفَرٍ قال رسول اللهِ اجْعَلُوا لِآلِ جَعْفَرٍ طَعَامًا فإنه قد جَاءَهُمْ أَمْرٌ يَشْغَلُهُمْ.
“Aku suka kalau para tetangga si mati atau kerabatnya menyediakan makanan untuk keluarga si mati pada hari kematian dan malamnya sehingga mengenyangkan mereka. Sesungguhnya hal itu sunnah dan ibadah yang muliah. Itu juga perbuatan orang-orang baik sebelum dan sesudah kita, karena ketika berita kematian Ja’far datang, Rasulullah bersabda: “Sediakan makanan bagi keluarga Ja’far, karena mereka sedang kedatangan musibah yang menyita mereka.” (Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm, juz 1 hal. 278).
Dalam kitab I’anah al-Thalibin, Syaikh al-Bakri mengutip fatwa gurunya, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan berikut ini:
مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ اْلاِجْتِمَاعِ عِنْدَ أَهْلِ الْمَيِّتِ وَصُنْعِ الطَّعَامِ مِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ (2/145) وَفِيْ حَاشِيَةِ الْعَلاَّمَةِ الْجَمَلِ عَلَى شَرْحِ الْمَنْهَجِ وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ وَالْمَكْرُوْهِ فِعْلُهَا مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ الْوَحْشَةِ وَالْجُمَعِ وَاْلأَرْبَعِيْنَ بَلْ كُلُّ ذَلِكَ حَرَامٌ إِنْ كَانَ مِنْ مَالِ مَحْجُوْرٍ أَوْ مِنْ مَيِّتٍ عَلَيْهِ دَيْنٌ أَوْ يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ ضَرَرٌ أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ اهـ (2/146) وَلاَ شَكَّ أَنَّ مَنْعَ النَّاسِ مِنْ هَذِهِ الْبِدْعَةِ الْمُنْكَرَةِ فِيْهِ إِحْيَاءٌ لِلسُّنَّةِ وَإِمَاتَةٌ لِلْبِدْعَةِ وَفَتْحٌ لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الْخَيْرِ وَغَلْقٌ لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الشَّرِّ فَإِنَّ النَّاسَ يَتَكَلَّفُوْنَ تَكَلُّفًا كَثِيْرًا يُؤَدِّيْ إِلَى أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ الصُّنْعُ مُحَرَّمًا (2/146).
“Apa yang dilakukan oleh manusia berupa berkumbul di rumah keluarga duka cita dan menyediakan makanan adalah termasuk perbuatan bid’ah yang munkar. Dalam Hasyiyah al-Jamal diterangkan, “Di antara bid’ah yang munkar adalah tradisi selamatan (kenduri) kematian yang disebut wahsyah, juma’, dan arba’in (nama-nama tradisi di Hijaz). Bahkan semua itu dihukumi haram apabila makanan tersebut diambil dari harta mahjur ‘alaih (orang yang belum dibolehkan mentasarufkan hartanya seperti anak yang belum dewasa), atau harta si mati yang memiliki hutang, atau dapat menimbulkan madarat pada si mati tersebut dan sesamanya.” Tidak diragukan lagi bahwa mencegah manusia dari bid’ah yang munkar ini, dapat menghidupkan sunnah, mematikan bid’ah, membuka sekian banyak pintu-pintu kebaikan dan menutup sekian banyak pintu-pintu kejelekan. Karena manusia yang melakukannya telah banyak memaksakan diri yang membawa pada hukum keharaman.” (Syaikh al-Bakri, I’anah al-Thalibin, juz 2 hal. 145-146).
Demikian fatwa Sayyid Ahmad Zaini Dahlan al-Syafi’i yang dikutip oleh Syaikh al-Bakri dalam I’anah al-Thalibin. Kesimpulan dari fatwa tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, selamatan pada hari kematian, sampai hari ketujuh dan hari empat puluh adalah makruh, apabila makanan yang disediakan berasal dari harta keluarga si mati.
Kedua, selamatan tersebut bisa menjadi haram, apabila makanan disediakan dari harta mahjur ‘alaih (orang yang tidak boleh mengelola hartanya seperti anak yatim/belum dewasa), atau dari harta si mati yang mempunyai hutang, atau dapat menimbulkan madarat dan sesamanya. Demikian kesimpulan fatwa Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan yang bermadzhab Syafi’i.
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh al-Imam al-Qulyubi dalam Hasyiyah-nya berikut ini:
قَالَ شَيْخُنَا الرَّمْلِيُّ : وَمِنَ الْبِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الْمَكْرُوْهِ فِعْلُهَا، كَمَا فِي الرَّوْضَةِ، مَا يَفْعَلُهُ النَّاسُ مِمَّا يُسَمَّى بِالْكَفَّارَةِ، وَمِنْ صُنْعِ طَعَامٍ لِلْاِجْتِمَاعِ عَلَيْهِ قَبْلَ الْمَوْتُ أَوْ بَعْدَهُ، وَمِنَ الذَّبْحِ عَلَى الْقَبْرِ، بَلْ ذَلِكَ كُلُّهُ حَرَامٌ إِنْ كَانَ مِنْ مَالِ مَحْجُوْرٍ وَلَوْ مِنَ التِّرْكَةِ، أَوْ مِنْ مَالِ مَيِّتٍ عَلَيْهِ دَيْنٌ وَتَرَتَّبَ عَلَيْهِ ضَرَرٌ، أَوْ نَحْوُ ذَلِكَ، وَاللهُ أَعْلَمُ.
“Telah berkata guru kami al-Ramli: “Di antara bid’ah yang munkar dan makruh dikerjakan, sebagaimana keterangan dalam kitab al-Raudhah, adalah tradisi manusia yang disebut kaffarah, menyediakan makanan untuk berkumpul sebelum atau sesudah kematian dan menyembelih di atas kuburan. Bahkan semua itu dihukumi haram apabila diambilkan dari harta mahjur ‘alaih meskipun berasal dari tirkah (peninggalan si mati), atau dari harta si mati yang mempunyai hutang dan menimbulkan bahaya baginya atau sesamanya. Wallahu a’lam.” (Hayiyah al-Qulyubi wa ‘Amirah, juz 1 hal 414).
Pernyataan al-Imam al-Qulyubi di atas menyimpulkan sebagai berikut. Pertama, selamatan kematian yang disebut kaffarah, menyediakan makanan sebelum dan sesudah kematian dan menyembelih di atas kuburan itu hukumnya makruh (tidak haram). Kedua, hukum makruh ini, bisa naik statusnya menjadi haram apabila, makanan tersebut diambilkan dari harta mahjur, atau dari harta si mati yang mempunyai hutang dan mengakibatkan madarat baginya.”
Selanjutnya, Syaikh al-Bakri dalam I’anah al-Thalibin mengutip fatwa Syaikh Abdurrahman Siraj al-Hanafi, mufti madzhab Hanafi di Makkah al-Mukarramah, berikut ini:
وَفِي الْبَزَّازِ وَيُكْرَهُ اتِّخَاذُ الطَّعَامِ فِي الْيَوْمِ اْلأَوَّلِ وَالثَّالِثِ وَبَعْدَ الْأُسْبُوْعِ وَنَقْلُ الطَّعَامِ إِلىَ الْقَبْرِ (2/146)
“Dalam fatawa al-Bazzaziyah diterangkan, “Dimakruhkan menyediakan makanan pada hari pertama, ketiga, setelah ketujuh dan memindah makanan ke kuburan.” (Syaikh al-Bakri, I’anah al-Thalibin, juz 2 hal. 145-146).
Demikian fatwa ulama madzhab Hanafi yang dikutip oleh Syaikh al-Bakri yang menyimpulkan bahwa acara selamatan atau kenduri kematian adalah makruh, bukan haram. Hukum haram bisa terjadi ketika makanan yang disediakan diambilkan dari harta mahjur ‘alaih, atau harta si mati yang mempunyai hutang dan mengakibatkan madarat baginya. Fatwa serupa juga dikeluarga oleh mufti dari madzhab Maliki dan Hanbali. Wallahu a’lam
WAHABI ADNAN:
Antum harus berdebat ilmiah secara terbuka dengan pihak rodja tv, jangan hanya berkomentar di internet, supaya jelas letak masalahnya, yg mana yg benar dan yg mana yg salah, supaya sesama muslim bisa saling memperbaiki
SUNNI:
Kami tantang Ust. Firanda Dkk untuk mengadakan dialog terbuka dengan kami. Silahkan bagi teman-teman dan para komentator pejuangislam.com jika ingin mempertemukan kami dengan para tokoh wahhabi yang sering menjadi narasumber di RodjaTV.
WAHABI SAM:
Terimakasih atas tanggapan anda yg sangat panjang,
Kesan saya adalah ternyata Anda seorang yg keras hati dan sarat gengsi. Bagaimana tidak, berulang kali Allah memperingatkan TAATILAH ALLAH dan TAATILAH RASUL bahkan pula dalam sebuah hadist Nabi SAW bersabda "Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami (kata Rasul), maka amalan itu tertolak". Dan juga Anda tidak malu dengan keputusan Muktamar NU sendiri yg jelas -jelas menyatakan Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH. Perlu Anda sadari bahwa Nabi SAW orang yg paling tinggi derajatnya dihadapan Allah SWT, manusia yg paling saleh yg pernah ada dimuka bumi, tidak berani membuat syariat sendiri tanpa bimbingan wahyu dari Allah SWT. Bagaimana dgn Imam-Imam yg sengaja membikin bacaan-bacaan shalawat sendiri. Padahal Rasul SAW sdh mencontohkannya dengan sangat singkat dan mudah untuk dihafal bagi siapa saja.Kalau Rasul yang mencontohkan pasti berpahala.Ingatlah beragama BUKAN dengan SELERA. Kalau Anda tetap ngotot memodifikasi syariat Agama sehingga tidak ada contohnya,itu sama halnya Anda tidak percaya sempurnanya Agama Islam dan Kerasulan Nabi Muhammad SAW. Karena bagaimana mungkin PENDAPAT-PENDAPAT bisa mengalahkan nash ALQURAN dan SUNNAH.
Sekian
SUNNI:
Kenapa anda taqlid dengan keputusan muktamar NU, dan keputusan muktamar NU juga memperbolehkan maulid, tabarruk, tawasul; apakah anda juga mengikutinya???
Kami kan diskusinya ilmiyyah dengan dalil quran, hadist, dll. jangan taqlid kepada hasil muktamar NU yang tentu saja salah anda fahami. Makanya kalo baca itu yg runtut.
WAHABI TATA:
ustad yth, mohon maaf apa yg ustad utarakan tentang salaf berbanding terbalik dgn wahhabi.kalolah ustad paham akan as-sunnah tidak demikian cara mengkritik sesama muslim..jelas bid'ah itu sesat kok dibagi jadi 2...yg bid'ah itu manalah hassanah...maaf rasanya bapak harus bayak belajar lagi tentang as-sunnah.mohon maaf saya sudah salah sebut diatas memanggil bapak dgn sebutan ustad...
SUNNI:
yang membagi bid’ah menjadi dua itu bukan murni dari kami, tapi pembagian itu menurut khulafaurrasyidiin sayyidin umar, serta qoul para ulama otoritatif termasuk imam syafii, imam nawawi, dll. yang tentunya lebih memahami hadist bid’ah itu drpd anda. baca komentar-komentar saya sebelumnya. Saya agak malas kalo harus mengulangi pembahasan mengenai bid’ah kembali.
WAHABI SAM:
Untuk kesekian kalinya saya ucapkan terimakasih atas kesediaan Anda memberikan tanggapan yg cukup panjang.
Menurut hemat saya, penjelasan HM Cholil Nafis MA, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU, secara tidak langsung merupakan PENGAKUAN bahwa Tahlilan setelah upacara KEMATIAN tidak berdasar pada nash yang kuat bahkan hanya TRADISI atau BUDAYA belaka. Kalau demikian alangkah zalimnya pelaksana Tahlilan yg mengklaim pekerjaan tersebut sangat bermanfaat bagi si mayit dan ahli warisnya mendapat keberkahan dari Allah SWT. Oleh karena itu Keputusan Muktamar PBNU tersebut tidak perlu diragukan lagi dan bersegera meninggalkan Tahlilan dimaksud yang divonis sebagai pekerjaan yang tidak berdasar dan sangat tercela dalam agama Islam.
Berikut saya akan sajikan penjelasan kegiatan TAHLILAN setelah upacara kematian dalam pandangan Islam.
SUNNI:
Anda tidak mematahkan argumentasi saya namun anda mengajukan dalil lain sebagai pembenaran atas hujjah anda. itu artinya anda mengakui keshahihan hujjah kami. Dalil-dalil mengenai tahlilan sudah kami paparkan diatas, dan tidak ada satupun yang anda patahkan.
WAHABI SAM:
Telah kita maklumi bersama bahwa acara tahlilan merupakan upacara ritual seremonial yang biasa dilakukan oleh keumuman masyarakat Indonesia untuk memperingati hari kematian. Secara bersama-sama, berkumpul sanak keluarga, handai taulan, beserta masyarakat sekitarnya, membaca beberapa ayat Al Qur’an, dzikir-dzikir, dan disertai do’a-do’a tertentu untuk dikirimkan kepada si mayit. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali bahkan ada yang sampai ribuan kali), maka acara tersebut dikenal dengan istilah “Tahlilan”.
Acara ini biasanya diselenggarakan setelah selesai proses penguburan (terkadang dilakukan sebelum penguburan mayit), kemudian terus berlangsung setiap hari sampai hari ketujuh. Lalu diselenggarakan kembali pada hari ke 40 dan ke 100. Untuk selanjutnya acara tersebut diadakan tiap tahun dari hari kematian si mayit, walaupun terkadang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.
Tidak lepas pula dalam acara tersebut penjamuan yang disajikan pada tiap kali acara diselenggarakan. Model penyajian hidangan biasanya selalu variatif, tergantung adat yang berjalan di tempat tersebut. Namun pada dasarnya menu hidangan “lebih dari sekedarnya” cenderung mirip menu hidangan yang berbau kemeriahan. Sehingga acara tersebut terkesan PESTA kecil-kecilan, memang demikianlah kenyataannya.
Entah telah berapa abad lamanya acara tersebut diselenggarakan, hingga tanpa disadari menjadi suatu kelaziman. Konsekuensinya, bila ada yang tidak menyelenggarakan acara tersebut berarti telah menyalahi ADAT dan akibatnya ia diasingkan dari masyarakat. Bahkan lebih jauh lagi acara tersebut telah membangun opini muatan hukum yaitu sunnah (baca: “wajib”) untuk dikerjakan dan sebaliknya, BID’AH (hal yang baru dan ajaib) apabila ditinggalkan.
Sebenarnya acara tahlilan semacam ini telah lama menjadi pro dan kontra di kalangan umat Islam. Sebagai muslim sejati yang selalu mengedepankan kebenaran, semua pro dan kontra harus dikembalikan kepada Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Sikap seperti inilah yang sepatutnya dimiliki oleh setiap insan muslim yang benar-benar beriman kepada Allah subhanahu wata’ala dan Rasul-Nya. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka jika kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Ar Rasul (As Sunnah), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Yang demikian itu lebih utama bagi kalian dan lebih baik akibatnya.” (An Nisaa’: 59)
SUNNI:
Sejak awal argumentasi kami selalu bersandar dan merujuk kepada quran dan hadits serta qoul para ulama otoritatif, bukan berpendapat sesuai hawa nafsu seperti anda.
Baiklah akan saya ajari anda untuk lebih pintar dan tidak dikibuli terus oleh para tokoh wahabi pengecut itu.
berkaitan dengan tradisi tahlilan, itu bukan tradisi Indonesia atau
Jawa. Kalau kita menyimak fatwa Syaikh Ibn Taimiyah al-Harrani, tradisi tahlilan
telah berkembang sejak sebelum abad ketujuh Hijriah, Dalam kitab Majmu'
Fatawa Syaikh al-Islam Ibn Taimiah disebutkan:
"Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli
dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, "Dzikir kalian ini bid'ah,
mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid'ah". Mereka memulai dan
menutup dzikirnya dengan al-Qur'an, lalu mendo’akan kaum Muslimin yang
masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara
tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illa billaah) dan
shalawat kepada Nabi SAW. Lalu Ibn Taimiyah menjawab: "Berjamaah dalam
berdzikir, mendengarkan al-Qur'an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk
qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-
Bukhari, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhrrya Allah memiliki banyak Malaikat
yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan
sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil,
"Silahkan sampaikan hajat kalian", lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi,
"Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu"... Adapun
memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca'a Qur'an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta padi sebagian waktu
malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah SAW dan hambahamba
Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn
Taimiyah, juz 22, hal. 520)
Untuk masalah 40 hari-100 hari maka dapat kami jawab:
Dalam sebuah hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dijelaskan:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللهِ يَفْعَلُهُ
“Dari Ibnu Umar , beliau berkata: “Nabi selalu mendatangi Masjid Quba setiap hari Sabtu dengan berjalan kaki dan berkendaraan.” Abdullah bin Umar juga sering melakukannya.”
Mengomentari hadits tersebut, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fath al-Bari:
وَفِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ عَلىَ اخْتِلاَفِ طُرُقِهِ دَلاَلَةٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ بِبَعْضِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْمُدَاوَمَةِ عَلَى ذَلِكَ وَفِيْهِ أَنَّ النَّهْيَ عَنْ شَدِّ الرِّحَالِ لِغَيْرِ الْمَسَاجِدِ الثَّلاَثَةِ لَيْسَ عَلَى التَّحْرِيْمِ.
“Hadits ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda-beda, mengandung petunjuk atas bolehnya menentukan sebagian hari-hari tertentu dengan sebagian amal saleh dan melakukannya secara terus menerus. Hadits ini juga mengandung petunjuk bahwa larangan bepergian menuju selain ketiga masjid itu bukan larangan yang mengharamkan.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 3 hal. 69).
Pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani di atas mengantarkan kita pada kesimpulan, bolehnya menentukan hari-hari tertentu seperti hari ke-40, 100, 1000, setahun dan lain sebagainya dengan amal saleh tertentu dan melakukannya secara terus menerus
Masalah penjamuan dapat kami jawab :
Tidak semua kaum salaf memakruhkan sajian makanan yang dibuat oleh keluarga si mati untuk orang-orang yang berta’ziyah. Dalam masalah ini ada khilafiyah di kalangan mereka. Pandangan-pandangan tersebut antara lain sebagai berikut ini:
Pertama, riwayat dari Khalifah Umar bin al-Khatthab yang berwasiat agar disediakan makanan bagi mereka yang berta’ziyah. Al-Hafizh Ibnu Hajar meriwayatkan:
عَنِ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ أَسْمَعُ عُمَرَ يَقُوْلُ لاَ يَدْخُلُ أَحَدٌ مِنْ قُرَيْشٍ فِيْ بَابٍ إِلَّا دَخَلَ مَعَهُ نَاسٌ فَلاَ أَدْرِيْ مَا تَأْوِيْلُ قَوْلِهِ حَتَّى طُعِنَ عُمَرُ فَأَمَرَ صُهَيْبًا أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثَلاَثًا وَأَمَرَ أَنْ يُجْعَلَ لِلنَّاسِ طَعَاماً فَلَمَّا رَجَعُوْا مِنَ الْجَنَازَةِ جَاؤُوْا وَقَدْ وُضِعَتِ الْمَوَائِدُ فَأَمْسَكَ النَّاسُ عَنْهَا لِلْحُزْنِ الَّذِيْ هُمْ فِيْهِ. (المطالب العالية، 5/328).
“Dari Ahnaf bin Qais, berkata: “Aku mendengar Umar berkata: “Seseorang dari kaum Quraisy tidak memasuki satu pintu, kecuali orang-orang akan masuk bersamanya.” Aku tidak mengerti maksud perkataan beliau, sampai akhirnya Umar ditusuk, lalu memerintahkan Shuhaib menjadi imam sholat selama tiga hari dan memerintahkan menyediakan makanan bagi manusia. Setelah mereka pulang dari jenazah Umar, mereka datang, sedangkan hidangan makanan telah disiapkan. Lalu mereka tidak jadi makan, karena duka cita yang menyelimuti.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, al-Mathalib al-‘Aliyah, juz 5 hal. 328).
Kedua, tradisi kaum salaf sejak generasi sahabat yang bersedekah makanan selama tujuh hari kematian untuk meringankan beban si mati. Dalam hal ini, al-Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dalam kitab al-Zuhd:
عَنْ سُفْيَانَ قَالَ قَالَ طَاوُوْسُ إِنَّ الْمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِيْ قُبُوْرِهِمْ سَبْعاً فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعَمَ عَنْهُمْ تِلْكَ الْأَياَّمَ.
“Dari Sufyan berkata: “Thawus berkata: “Sesungguhnya orang yang mati akan diuji di dalam kubur selama tujuh hari, karena itu mereka (kaum salaf) menganjurkan sedekah makanan selama hari-hari tersebut.”
Hadits di atas diriwayatkan al-Imam Ahmad bin Hanbal dalam al-Zuhd, al-Hafizh Abu Nu’aim dalam Hilyah al-Auliya’ (juz 4 hal. 11), al-Hafizh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur (32), al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Mathalib al-‘Aliyah (juz 5 hal. 330) dan al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi (juz 2 hal. 178).
Menurut al-Hafizh al-Suyuthi, hadits di atas diriwayatkan secara mursal dari Imam Thawus dengan sanad yang shahih. Hadits tersebut diperkuat dengan hadits Imam Mujahid yang diriwayatkan oleh Ibnu Rajab dalam Ahwal al-Qubur dan hadits Ubaid bin Umair yang diriwayatkan oleh Imam Waki’ dalam al-Mushannaf, sehingga kedudukan hadits Imam Thawus tersebut dihukumi marfu’ yang shahih. Demikian kesimpulan dari kajian al-Hafizh al-Suyuthi dalam al-Hawi lil-Fatawi.
Tradisi bersedekah kematian selama tujuh hari berlangsung di Kota Makkah dan Madinah sejak generasi sahabat, hingga abad kesepuluh Hijriah, sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh al-Suyuthi.
Ketiga, pendapat Imam Malik bin Anas, pendiri madzhab Maliki, bahwa hidangan kematian yang telah menjadi tradisi masyarakat dihukumi jaiz (boleh), dan tidak makruh. Dalam konteks ini, Syaikh Abdullah al-Jurdani berkata:
يَجُوْزُ مِنْهُ مَا جَرَتْ بِهِ الْعَادَةُ عِنْدَ الْإِماَمِ مَالِكٍ كَالْجُمَعِ وَنَحْوِهَا وَفِيْهِ فُسْحَةٌ كَمَا قَالَهُ الْعَلاَّمَةُ الْمُرْصِفِيُّ فِيْ رِسَالَةٍ لَهُ.
“Hidangan kematian yang telah berlaku menjadi tradisi seperti tradisi Juma’ dan sesamanya adalah boleh menurut Imam Malik. Pandangan ini mengandung keringanan sebagaimana dikatakan oleh al-Allamah al-Murshifi dalam risalahnya.” (Syaikh Abdullah al-Jurdani, Fath al-‘Allam Syarh Mursyid al-Anam, juz 3 hal. 218).
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa tradisi hidangan makanan dari keluarga duka cita untuk orang-orang yang berta’ziyah masih diperselisihkan di kalangan ulama salaf sendiri antara pendapat yang mengatakan makruh dan pendapat yang mengatakan tidak makruh. Bahkan untuk selamatan tujuh hari, berdasarkan riwayat Imam Thawus, justru dianjurkan oleh kaum salaf sejak generasi sahabat dan berlangsung di Makkah dan Madinah hingga abad kesepuluh Hijriah.
Mengenai permasalahan adat yang anda persoalkan dapat kami jawab:
Islam mewajibkan umatnya bersikap adil, meskipun terhadap musuh yang dibenci sekalipun. Islam tidak menilai setiap budaya dan tradisi yang dilakukan oleh suatu bangsa non-Islam pasti salah dan harus diberantas. Budaya dan tradisi yang baik tidak berubah menjadi buruk dan salah karena dilakukan oleh orang non-Islam. Ketika sebuah tradisi yang dilakukan oleh kaum non-Islam itu memang benar, maka Islam membenarkan dan menganjurkannya. Dalam hadits shahih diriwayatkan:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَتْ قُرَيْشٌ تَصُوْمُ عَاشُوْرَاءَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَان رَسُوْلُ اللهِ يَصُوْمُهُ فَلَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِيْنَةِ صَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ فَلَمَّا فُرِضَ شَهْرُ رَمَضَانَ قَالَ مَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
“Dari Aisyah ra: “Kaum Quraisy melakukan pusa Asyura pada masa Jahiliyah dan Rasulullah juga melakukannya. Setelah beliau hijrah ke Madinah, beliau tetap berpuasa dan memerintahkan umatnya melakukannya. Kemudian setelah puasa Ramadhan difardhukan, beliau bersabda: “Barang siapa yang hendak berpuasa, berpuasalah, dan barangsiapa yang hendak meninggalkannya, tinggakanlah.” (HR. al-Bukhari [1893] dan Muslim [1125]).
Dalam hadits Muslim diriwayatkan:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَدِمَ رَسُوْلُ اللهِ الْمَدِيْنَةَ فَوَجَدَ الْيَهُوْدَ يَصُوْمُوْنَ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ فَسُئِلُوْا عَنْ ذَلِكَ فَقَالُوْا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِيْ أَظْهَرَ اللهُ فِيْهِ مُوْسَى وَبَنِيْ إِسْرَائِيْلَ عَلىَ فِرْعَوْنَ فَنَحْنُ نَصُوْمُهُ تَعْظِيْمًا لَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ نَحْنُ أَوْلَى بِمُوْسَى مِنْكُمْ فَأَمَرَ بِصَوْمِهِ
“Dari Ibnu Abbas ra, berkata: “Rasulullah datang ke Madinah, lalu menemukan orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura. Lalu mereka ditanya tentang puasa tersebut. Mereka menjawab: “Pada hari ini Allah memenangkan Musa dan Bani Israil atas Raja Fir’aun, kami melakukan puasa karena merayakannya.” Lalu Nabi bersabda: “Kami lebih berhak dengan Musa dari pada kalian.” Lalu beliau memerintahkan umatnya berpuasa Asyura.” (HR. Muslim [1130]).
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa Rasulullah berpuasa dan memerintahkan puasa Asyura, bukan karena perintah wahyu dalam al-Qur’an. Puasa tersebut adalah tradisi yang dilakukan oleh kaum Jahiliyah dan kaum Yahudi. Akan tetapi karena, puasa tersebut benar dalam pandangan Islam, maka Rasulullah memerintahkan umatnya berpuasa pada hari Asyura.
Tradisi pengobatan alternatif dengan cara ruqyah telah berkembang sejak masa Jahiliyah. Ketika Islam datang, Rasulullah tidak melarang semua bentuk ruqyah. Akan tetapi, Rasulullah memilah tata cara ruqyah yang benar, lalu membolehkannya dan tata cara ruqyah yang salah, lalu melarangnya. Dalam sebuah hadits shahih dijelaskan:
عَنْ عُمَيْرٍ مَوْلَى أَبِي اللَّحْمِ ، قَالَ : مَرَّ بِيَ رَسُولُ الله ، فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ رُقْيَةً كُنْتُ أَرْقِي بِهَا الْمَجَانِينَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ ، فَقَالَ : اطْرَحْ مِنْهَا كَذَا وَكَذَا ، وَارْقِ بِمَا بَقِيَ. قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ زَيْدٍ : فَأَدْرَكْتُهُ وَهُوَ يَرْقِي بِهَا الْمَجَانِينَ.
“Dari Umair maula Abi al-Lahm, berkata: “Rasulullah lewat dan bertemu aku, lalu aku tunjukkan kepada beliau tata cara ruqyah yang aku lakukan untuk menyembuhkan orang gila pada masa Jahiliyah. Lalu beliau berkata: “Buanglah cara yang ini dan itu, dan ruqyahlah dengan cara sisanya.” Muhammad bin Zaid berkata: “Aku menuntuti Umair melakukan ruqyah terhadap orang gila dengan cara tersebut.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan al-Thabarani).
Suatu bangsa terkadang memiliki karater dan tradisi yang baik, yang mungkin jarang dimiliki oleh bangsa lain, meskipun terkadang bangsa tersebut penganut agama non-Islam. Dalam hal ini, Islam tetap menilai positif karakter baik yang menjadi watak mereka. Ketika Rasulullah membicarakan bangsa Romawi, penganut agama Kristen yang akan menjadi musuh bebuyutan umat Islam hingga hari kiamat, beliau mengakui karakter positif mereka. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya:
قَالَ الْمُسْتَوْرِدُ الْقُرَشِيُّ عِنْدَ عَمْرٍو بْنِ الْعَاصِ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ يَقُوْلُ: تَقُوْمُ السَّاعَةُ وَالرُّوْمُ أَكْثَرُ النَّاسِ فَقَالَ لَهُ عَمْرٌو أَبْصِرْ مَا تَقُوْلُ قَالَ أَقُوْلُ مَا سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ قَالَ لَئِنْ قُلْتَ ذَلِكَ إِنَّ فِيْهِمْ لَخِصَالًا أَرْبَعًا إنَّهُمْ لَأَحْلَمُ النَّاسِ عِنْدَ فِتْنَةٍ وَأَسْرَعُهُمْ إِفَاقَةً بَعْدَ مُصِيْبَةٍ وَأَوْشَكُهُمْ كَرَّةً بَعْدَ فَرَّةٍ وَخَيْرُهُمْ لِمِسْكِيْنٍ وَيَتِيْمٍ وَضَعِيْفٍ وَخَامِسَةٌ حَسَنَةٌ جَمِيْلَةٌ وَأَمْنَعُهُمْ مِنْ ظُلْمِ الْمُلُوْكِ.
“Al-Mutaurid al-Qurasyi berkata di hadapan Amr bin al-Ash: “Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Kiamat akan terjadi ketika bangsa Romawi mayoritas manusia.” Amr berkata kepadanya: “Kamu mengerti apa yang kamu bicarakan?” Al-Mustaurid menjawab: “Aku berkata apa yang aku dengar dari Rasulullah .” Amr bin al-Ash berkata: “Kalau kamu berbicara begitu, sesungguhnya mereka memiliki empat karakter. Bangsa yang paling sabar menghadapi ujian, paling cepat bangkit setelah mengalami musibah, paling cepat menyerang setelah mengalami kekalahan dan bangsa paling baik terhadap kaum miskin, yatim dan kaum lemah. Dan karakter kelima yang baik, mereka bangsa yang paling keras menolak kezaliman penguasa.” (HR. Muslim [2898]).
Tidak jarang dalam suatu budaya dan tradisi terkandung nilai-nilai etika yang mulia dan luhur. Meskipun budaya tersebut berasal dari budaya non-Islam. Tentu saja, Islam akan menyempurnakan nilai-nilai etika luhur yang dikandungnya, bukan memberantasnya. Rasulullah bersabda:
عَن أبي هُرَيرة ، عَن النَّبِيِّ قَالَ : إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلاَقِ.
“Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Sesungguhnya aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan budi pekerti.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, Ibnu Sa’ad, Ahmad dan al-Hakim).
Dalam hadits tersebut, Rasulullah menegaskan “menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan budi pekerti”, hal ini memberikan pengertian bahwa Islam mengakui adanya nilai-nilai etika yang luhur dalam tradisi non-Islam, dan Islam bertugas untuk menyempurnakannya.
Kaum Anshar, yang merupakan penduduk asli Madinah, memiliki karakter dermawan yang luar biasa. Mereka rela keluarganya tidak makan, demi memberi makan kepada tamunya yang sangat membutuhkan. Hal ini seperti ditegaskan oleh Allah dalam al-Qur’an (QS. 59 : 9). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini kami posting untuk Akhi Sam, barangkali saja Akhi Sam sanggup menjawabnya per-item dengan kongkrit, bukan menghindar kemana-mana.
Belum lagi dengan sanggahan dari kami di atas. Apa sanggup yaa ? |
|
|
|
|
|
|
|
103. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Terimakasih untuk yang kesekian kalinya atas dimuat kembali tulisan saya.
Tak mengapa kalau Anda mengatakan bacaan saya masih sempit, memang demikian. Tapi kalau mengenal ulama aswaja yang membolehkan membaca yasin di kuburan bukan baru bagi saya, toh apa yang saya amalkan dulu juga bersandar pada mereka. Setelah melakukan kajian panjang ternyata para ulama yang melarangnya bahkan membid’ah kan jauh lebih banyak serta didukung oleh nash AlQuran dan Sunnah disamping juga pendapat-pendapat mereka. Anda menuduh saya bermain kata-kata, sungguh Anda keliru. Sungguh saya hanya memaparkan syariat agama di atas Quran dan Sunnah dan para ulama termasuk Imam Syafi’I yang manjadi mazhab Anda walaupun beliau tidak pernah memerintahkan untuk bermazhab kepada beliau (baca buku FIQH EMPAT MAZHAB) bahkan sebaliknya beliau berpesan untuk meninggalkan perkataan beliau andai bertemu dengan nash-nash yang shahih. Mayoritas ulama tersebut bersepakat memaknai “mautakum” sebagai sakaratul maut bukan mayyit.
Terus terang dalam hati saya terbersit jangan-jangan saya tidak berdiskusi dengan seorang Kiyai sekaliber Sdr Luthfi Bashori yang pernah menimba ilmu agama sampai ke Mekkah AlMukarromah. Mengapa perasaan saya demikian, karena saya dulu begitu dikemukakan nash-nash AlQuran yang didukung Sunnah-sunnah Nabi SAW yang masyhur dan pendapat para ulama seperti yang saya paparkan sebelumnya, Alhamdulillah dengan hidayah Allah,saya berani keluar dari taqlid buta yang sangat patuh dan percaya kepada pendapat-pendapat Kiyai. Tapi Anda justru tidak bergeming dan malah ngotot dengan permintaan yang tidak masuk akal. Ingat, sama halnya Anda sudah menuduh Nabi SAW berkhianat dengan yang disampaikan beliau sehinggah Anda mengkreasikan sendiri amalan- amalan Anda; anjuran membaca Yasiin menjadi acara Tahlilan,anjuran sedekah menjadi kenduri setelah wafatnya seseorang.
Dengan tidak bosan-bosannya saya akan sampaikan dasar-dasar syar’i yang menjadi landasan bagi manusia dalam menjalankan perintah agama.
Banyak sekali ayat AlQuran yang memerintahkan “athiiulloh wa athiiurrosuul (Taatilah Allah dan taatilah Rasul)
Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai khutbah beliau senantiasa mengatakan:
مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلَا هَادِيَ لَهُ, إِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ, وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلُّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ… (رواه النسائي يرقم 1560, وابن ماجه في مقدمة السنن برقم 45)
“Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorang pun bisa menyesatkannya; dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tak seorang pun yang bisa memberinya hidayah. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di Neraka…” (H.R. An Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah, dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat Irwa’ul Ghalil 3/73)
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim dari jalur yang sama, yaitu Ja’far bin Muhammad (Ash Shadiq) dari ayahnya (Muhammad bin ‘Ali Al Baqir) dari sahabat Jabir bin Abdillah, dengan lafazh:
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
“Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap bid’ah itu sesat”
Dalam kedua hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, dan sabda beliau ini berkenaan dengan bid’ah menurut syari’at. Mengapa harus begitu? Karena dua hal; pertama: menurut kaidah ushul fiqih, dalam menafsirkan dalil-dalil syar’i, terlebih dahulu kita harus membawanya kepada pengertiannya secara syar’i, kalau tidak bisa, baru kita membawanya kepada pengertian yang lain, seperti pengertian bahasa atau adat setempat sesuai dengan qarinah (petunjuk) yang ada Kedua: jika ia ditafsirkan sebagai bid’ah lughawi, konsekuensinya semua hal yang baru dianggap bid’ah dan sesat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap penemuan baru dalam bidang IPTEK pun dianggap sesat…dan jelas tidak mungkin ada orang berakal yang mengatakan seperti itu, apalagi seorang Rasul yang ma’shum
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana sabda beliau:
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ (رواه أبو داود (4607) واللفظ له, وابن ماجه (42), وأحمد (16521,16522), والدارمي (95) وصححه الألباني)
Kuwasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah, mendengar dan menaati pemimpin kalian meski ia seorang budak habsyi (kulit hitam). Karena siapa yang hidup sepeninggalku nanti, pasti akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib baginya berpegang teguh dengan Sunnah (ajaran)-ku dan Sunnahnya Khulafa’ur Rasyidin sepeninggalku. Peganglah sunnah tadi erat-erat dan gigitlah dengan taringmu. Dan waspadailah setiap muhdatsaatul umuur karena itu semua adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. (H.R Abu Dawud (no 4607) Ibnu Majah (42), Ahmad (16521,16522) dan Ad Darimi (95); ini adalah lafazh Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat: Shahih wa Dha’if Sunan Abi Dawud).
Imam Syafi’i -rahimahullah- mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela, maka beliau jualah yang mengatakan berikut ini:
مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَتَذْهَبُ عَلَيهِ سُنَّةٌ لِرَسُولِ اللهِ وَتَعْزُبُ عَنْهُ فَمَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ, فِيْهِ عَنْ رَسُولِ اللهِ لِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَالْقَوْلُ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ وَهُوَ قَوْلِي ( تاريخ دمشق لابن عساكر 15 / 389 )
Tak ada seorang pun melainkan pasti ada sebagian sunnah Rasulullah yang luput dari pengetahuannya. Maka perkataan apa pun yang pernah kukatakan, atau kaidah apa pun yang kuletakkan, sedang di sana ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka pendapat yang benar ialah apa yang dikatakan oleh Rasulullah, dan itulah pendapatku (lihat: Tarikh Dimasyq, 15/389 oleh Ibnu Asakir)
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ e لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
(الفلاني ص 68)
Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.(lihat Muqaddimah Shifatu Shalatin Nabii, oleh Al Albani).
Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang. (lihat Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab 1/63)
إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ ( سير أعلام النبلاء 3/3284-3285)
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok. (Siyar A’laamin Nubala’ 3/3284-3285).
كُلُّ مَسْأَلَةٍِ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ e عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي. ( أبو نعيم في الحلية 9 / 107 )
Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku (Hilyatul Auliya’ 9/107)
إِذَا رَأَيْتُمُوْنِي أَقُوْلُ قَوْلاً وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ خِلاَفُهُ فَاعْلَمُوا أَنَّ عَقْلِي قَدْ ذَهَبَ. (تاريخ دمشق لابن عساكر بسند صحيح 15 / 10 / 1 )
Jika kalian mendapatiku mengatakan suatu perkataan, padahal di sana ada hadits shahih yang berseberangan dengan pendapatku, maka ketahuilah bahwa akalku telah hilang!! (Tarikh Dimasyq, oleh Ibnu ‘Asakir)
كُلُّ مَا قُلْتُ فَكَانَ عَنِ النَّبِيِّ خِلاَفُ قَوْلِي مِمَّا يَصِحُّ فَحَدِيثُ النَّبِيِّ أَوْلىَ فَلاَ تُقَلِّدُونِي. (تاريخ دمشق لابن عساكر بسند صحيح 15 / 9 / 2 )
Semua yang pernah kukatakan jika ternyata berseberangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits Nabi lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taqlid kepadaku.
Imam Syafi’I berkata : Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku (Tarikh Dimasyq, 51/389).
قَالَ الرَّبِيْعُ: سَأَلَ رَجُلٌ الشَّافِعِيَّ عَنْ حَدِيْثِ النَّبِيِّ فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: فَمَا تَقُوْلُ؟ فَارْتَعَدَ وَانْتَفَضَ وَقَالَ: أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ. (حلية الأولياء 9/107)
Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita: Ada seseorang yang bertanya kepada Asy Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya: “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya: “Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?” (lihat: Hilyatul Auliya’ 9/107)
Setelah kita mengetahui pernyataan beliau bahwa perkataan Rasulullah wajib didahulukan dari ucapan beliau, maka semestinya kita berbaik sangka kepada beliau dengan mendudukkan ucapan beliau mengenai bid’ah tadi sebagai bid’ah secara bahasa, –yaitu setiap hal baru– yang tidak ada kaitannya dengan agama. Dengan demikian, antara ucapan Imam Syafi’i; “Bid’ah mahmudah dan madzmumah” dan sabda Rasulullah; “setiap bid’ah sesat” tidak akan bertabrakan.
Sekarang Anda saya ajak bertukar Dasar Hukum sebagai landasan dan pedoman dalam menjalankan syariat Agama Islam.
Saya tunggu pemaparan Anda !
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda sangat suka membuat-buat kaedah sendiri. Halaa.., anda ini jelas-jelas tidak paham tentang bolehnya khilafiyah dalam masalah Furu'iyah. Anda juga tidak tahu bahwa: nggak ada kaedah banyaknya jumlah ulama itu dapat menggugurkan urusan khilafiyah furu'iyyah di antara mereka. Apalagi masalah Tahlilan Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum ini hanya dalam masalah sunnah.
Surat Yasin menurut pemahaman ulama Aswaja adalah termasuk salah satu surat dari Alquran (nggak tahu yaa kalau menurut Wahhab?) yang boleh dibaca untuk mayit kapan saja waktunya, dan tidak sempit hanya untuk sakaratul maut saja.
Untuk itulah Imam Syafie menghukum sunat membaca ayat-ayat suci al-Quran termasuk surat Yasin di kuburan sebagaimana yang tertera dalam kitab Majmuk Syarah Muhazzab juzuk 5 ms 311 cetakan Darul Fikar yang berbunyi: “DISUNATKAN bagi orang yang menziarahi kubur MEMBACA APA-APA yang mudah DARIPADA AL-QURAN dan mendoakan untuk mereka (yang telah mati itu) selepas bacaan (al Quran). Telah menaskan (disebut dengan jelas) oleh IMAM SYAFIE padanya.
Juga dalam Maarifatus Sunan oleh IMAM AL-BAIHAQI juzuk 4 ms 191 cetakan Darul Kutub: “Berkata IMAM SYAFIE: Dan AKU SUKA jikalau dibacakan al-Quran di sisi kubur dan dioakan ke atas mayat.”
SYEIKH ZAKARIA ANSHARI menyebut dalam Syarah ar Raudh pada kitab al-Ijarah: “Mengupah bacaan Quran tarmasuk surat Yasin di kuburan (maksudnya memang boleh membaca al-Quran di kuburan) pada masa tertentu atau dengan kadar (bayaran) yang maklum maka adalah HARUS.......”
SYEIKH IBNU QAYYIM dan Syeikh az-Za'farani kerana dalam kitab Ruh cetakan Darul Kitab Ilmiah ms 17: “AZZA'FARANI berkata: Aku bertanya kepada IMAM SYAFIE (gurunya tentang membaca al-Quran di kuburan dan dia (asy-Syafie) berkata: TIADA MASALAH tentangnya.”
Al-Khilal menyebut lagi: Adalah GOLONGAN ANSHAR (para sahabat) apabila ada kematian dalam kalangan mereka, mereka pergi ke kubur yang kematian itu MEMBACA AL-QURAN di sisinya.” (Kitab Ruh oleh Ibnu Qayyim cetakan kedua Haida Abad ms 13).
Apakah anda sudah baca hadist: Rifa'ah bin Rafi' radhiyallahu anhu berkata:
“Suatu ketika kami shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika beliau bangun dari ruku', beliau berkata: “sami'allahu liman hamidah”. Lalu seorang laki-laki di belakangnya berkata: “rabbana walakalhamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih”. Setelah selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang membaca kalimat tadi?” Laki-laki itu menjawab: “Saya”. Beliau bersabda: “Aku telah melihat lebih 30 malaikat berebutan menulis pahalanya”. (HR. al-Bukhari [799]).
Kedua sahabat di atas mengerjakan perkara baru yang belum pernah diterimanya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu menambah bacaan dzikir dalam i'tidal. Ternyata Nabi shallallahu alaihi wa sallam membenarkan perbuatan mereka, bahkan memberi kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan, karena perbuatan mereka sesuai dengan syara', di mana dalam i'tidal itu tempat memuji kepada Allah. Oleh karena itu al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani menyatakan dalam Fath al- Bari (2/267), bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya membuat dzikir baru dalam shalat, selama dzikir tersebut tidak menyalahi dzikir yang ma'tsur (datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam), dan bolehnya mengeraskan suara dalam bacaan dzikir
selama tidak mengganggu orang lain. Seandainya hadits “kullu bid'atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)”, bersifat umum tanpa pembatasan, tentu saja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan melarang setiap bentuk inovasi dalam agama ketika beliau masih hidup. Selanjutnya pembagian bid'ah menjadi dua,
bid'ah hasanah dan bid'ah sayyi'ah, juga dilakukan oleh para sahabat Nabi shallallahu alaihi wa sallam, termasuk Khulafaur Rasyidin.
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya: “Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku pergi ke masjid bersama Umar bin al- Khaththab. Ternyata orang- orang di masjid berpencar- pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar
radhiyallahu anhu berkata: “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu
imam, tentu akan lebih baik”. Lalu beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka'ab. Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal itu, Umar berkata: “Sebaik-baik bid'ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di akhir
malam, lebih baik daripada di awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang menunaikan tarawih di awal malam.” (HR. al-Bukhari [2010]).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan shalat tarawih secara berjamaah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu.
Kemudian Umar radhiyallahu anhu mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan ini tergolong bid'ah. Tetapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan: “Sebaik-baik bid'ah adalah ini” Fahami dulu argumentasi ini agar anda tidak ditertawai orang dan para penuntut ilmu.
Bahwa Dalam bacaan tahlilan terdapat bid'ah, yaitu susunan bacaannya yang belum pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, dapat saya jawab, bahwa berkaitan dengan susunan bacaan dan dalam tahlilan yang terdiri dari beberapa macam dzikir, mulai dari Al- Quran,
shalawat, tahlil, tasbih, tahmid dan lain-lain, hal tersebut tidak ada larangan dari Rasulullah SAW. Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW juga mencampur antara bacaan al-Qur'an dengan doa seperti diriwayatkan oleh al- Thabarani dalam kitab al- Du'a’.
Dari kalangan ulama salaf seperti al-Imam Ahmad bin Hanbal,
menyusun dzikiran campuran antara ayat al- Quran dan lainlain seperti diriwayatkan oleh Ibn Qayyim al-Jauziyah dalam Zadul Ma'ad. (KAMI TUNGGU KEMAMPUAN ANDA MENGHADIRKAN TEKSTUAL DALIL NAQLI UNTUK 15 AMALAN BID'AH KAUM WAHHABI). TV Rodja, Bid'ahnya Kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
104. |
Pengirim: syahril ramadhan - Kota: jakarta selatan
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Assalammualaikum wr wb
Teriring salam semoga Alloh swt senantiasa memberikan pak Kyai kesehatan, keluasan rezeki, kemudahan, kekuatan dan kesabaran dalam perjuangan meluruskan pemahaman2 yg bengkok, amiinn.
Pak kyai, hampir semua wahhabi, yg semodel dgn wahhabi Amir, wahhabi jeffri, wahhabi Samm tipikalnya sama aja, mereka kalau berdebat standar nya adalah KEBENARAN VERSi mereka SENDIRI, walaupun sudah kita hadirkan argumentasi beserta dalil Al quran, Al hadist, fatwa dan penjelasan ulama2 tetep aja kalau gk sesuai dng versi mereka yaa TERTOLAK, menurut mereka kalau beribadah :
HARUS ADA TEKSTUAL LANGSUNG DARI NABI!!! Tapi pas dikasih tau bahwa mereka BERIBADAH DAKWAH LEWAT TV ROJA itu GAK ADA PETUNJUK TEKSTUAL DARI NABI ALiAS BID'AH.... Mereka NGELES, TV kan Alat/sarana/inovasi/MASALAH DUNIYAWIAH. Pas ditanyakan, mana dalil tekstualnya dari Nabi dakwah lewat tv??? Kaburrrrrrr :)
Pas bulan puasa ini malam hari mereka pada sholat TARAWIH, sebulan suntuk, berjama'ah, ( bahkan para imam2 wahhabi di masjidil harom/masjid nabawi sholat 23 rokaat, dng witir 2rakaat + 1 rakaat) pas ditanya ke mereka MANA DALIL TEKSTUALNYA sholat tarawih sebulan suntuk, 23 rakaat, padahal nabi keluar pd malam ramadhan hanya 3 malam?! APA JAWAB MEREKA? MANA HUJJAH MEREKA? MANA DALIL KAUM WAHHABI???? Ya seperti biasa kaalaaupun dijawab gak pake dalil, KARENA DALIL DAN KEBENARAN KAN CUMA MILIK MEREKA!!! Persis seperti guyonan :PER ATURAN PERUSAHAAN : 1. BOS GAK PERNAH SALAH. 2. KALAU BOS SALAH LIHAT PERATURAN NOMOR 1. :D
Jadi persis MALING yang teriak MALING....seperti orang yg nunjuk punggung orang lain PANU-AN, PADAHAL PUNGGUNGNYA SENDIRI PANU-NYA SELEBAR PULAU :D
Ya begitulah fenomena kaum puritan, mereka mau eksis tp dgn cara mendiskreditkan orang/pihak lain yg bersebrangan, MOHON MAAF LOH PAK KYAI, saya KOMENTAR GAK PAKE DALIL, MAKLUM sayakan BARU SEBATAS BISA MUQOLLID, GAK SEPERTI PARA WAHHABI YG UDAH PADA JADI MUjTAHID SEMUA :) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, kaum Wahhabi itu adalah:
ANZUN WALAU THAARAT
Judul di atas artinya : `Kambing sekalipun ia terbang`.
Hikayat ini mempunyai makna, betapa jeleknya sifat tidak mau mengalah sekalipun demi kebenaran, atau alangkah buruknya sifat merasa paling benar sendiri dan menganggap semua orang yang tidak sepaham dengan dirinya pasti salah.
Konon ada dua orang bersahabat, sebut saja namanya Armin Al-Wahhabi dan Halim Al-Aswaja, yang sedang berselisih pendapat.
Armin terkenal sebagai sosok yang tidak pernah mau mengakui kesalahan dirinya saat dia berulah. Sekalipun disodorkan kepadanya bukti-bukti kongkrit atas kesalahannya, Armin selalu saja bersikeras jika dirinya tidak pernah berbuat salah.
Suatu saat Armin dan Halim berjalan di pinggir padang pasir. Tiba-tiba mereka mendapati seekor binatang yang tampak ada depan mereka, dengan jarak yang cukup jauh, namun masih dapat terjangkau oleh penglihatan mata, sehingga binatang itu tidak mudah untuk diketahui secara pasti tentang jenisnya.
Armin : Wahai kawanku, aku melihat ada seekor kambing di depan kita yang sedang mencari makan dicelah bebatuan.
Halim : Wah, menurut perkiraanku, itu bukan kambing, melainkan seekor burung besar yang sedang mengais makanan di sekitar gundukan batu, karena ia memiliki leher yang cukup panjang.
Armin : Loh, kamu ini gimana sih...? Itu kan jelas-jelas kambing, kok kamu bilang burung, mana ada burung se besar itu ?
Halim : Kalau jenis burung padang pasir itu, bahkan ada yang lebih besar dari yang engkau lihat, coba engkau perhatikan ia sedang mengepakkan sayapnya.
Armin : Itu sih bukan mengepakkan sayapnya, tetapi mengibaskan ekornya, karena ia adalah seekor kambing, dan kalau kamu tidak percaya, ayo kita dekati. Maka atas kesepakatan berdua, mereka pun bergegas mendatangi binatang itu sambil terus berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Demikianlah, tatkala sampai batas sekitar lima puluh meter dari tempat tujuan, tiba-tiba saja binatang tersebut terbang tinggi meninggalkan mereka karena takut didekati manusia.
Sejurus kemudian terdengar suara Halim agak sedikit lantang.
Halim : Aku kan sudah bilang, binatang itu adalah burung raksasa padang pasir, karena itu ia terbang, dan takut terhadap kedatangan kita.
Armin : Hai kawan, aku bilang sekali lagi, binatang itu adalah KAMBING, sekalipun ia terbang...!!
Halim hanya bisa tersenyum kecut mrndengar jawaban Armin yang sifatnya tidak pernah mau mengakui kesalahannya.
Demikianlah kisah fiktif ini sebagai pelajaran bagi para pembaca, betapa jeleknya sifat merasa dirinya paling benar dan menganggap orang lain selalu salah.
Dewasa ini benyak bermunculan manusia-manusia yang memiliki sifat `anzun walau thaarat`. Seperti adanya kelompok Wahhabi yang selalu menuduh umat Islam dengan tuduhan sesat atau bid`ah, karena diangggap mengamalkan suatu amalan yang tidak sepaham dengan keyakinannya, sekalipun amalan umat itu memiliki dasar yang kuat baik dari Alquran maupun Hadits shahih, namun tetap divonis sesat, bid`ah dhalalah, dan yang semisalnya.
Karena para penuduh itu memiiliki sifat `anzun walau thaarat`, maka tidak mudah untuk menyadarkan dan memberi pengertian kepada kelompok ini, bahwa amalan umat yang sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan umat Islam, pada dasarnya memiliki dasar syar`i yang kuat dan shaih, sebut saja amalan tahlilan, talqin mayyit, istighatsah, pembacaan maulid Nabi SAW, dan seterusnya.
Jadi, yang menghalangi kelompok penuduh ini untuk dapat menerima argumentasi syar`i dari masyarakat pada umumnya, dengan lapang dada dan penuh bijaksana adalah penyakit sifat `anzun walau thaarat`.
ANEH TAPI NYATA. |
|
|
|
|
|
|
|
105. |
Pengirim: syahril ramadhan - Kota: jakarta selatan
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Assalammu'alaikum wr wb
Benar Pak Kyai, ANEH TAPI NYATA,
Begini kisah NYATA saya pak Kyai :
Seminggu berjalan puasa siang menjelang zuhur saya mampir di Masjid Jami Al Kubro, (sebelum kampus IISIP, Lenteng Agung Jakarta Selatan)
Setelah adzan oleh marbot, sholat sunnah, saya sholawatan : "allahumma sholli 'ala sayyidi wa habibi wa thobibi qolbi wa jasadi wa ruuhi sayyidi rosulillah muhammad ibni abdillah...dst" , saya berani sholawatan karena saya tau betull dimasjid itu aswaja dan memang biasa bawa sholawat tsb, singkatnya Imam datang, sholat didirikan, lepas sholat saya istirahat senderan di tiang, ehh ada anak muda yg td barengan sholat menghampiri, sambil mendekat dan agak membungkuk dia bilang ke saya : "pak sholawat kpd nabi jgn pake sayyidina! Nabi larang itu!"
Sontak Saya jabat tangannya trus saya ajak duduk, terjadilah dialog :
Syahril : nama ente siapa?
Fauzan : fauzan
Syahril : ente tinggal dkt sini?
Fauzan : iya di blkg
Syahril : ente ngaji dimana?
Fauzan : ada dkt2 sini
Syahril : jd kalau sholawat jgn pake sayyidina?
Fauzan : iya, nabi larang itu!
Syahril : gimana bunyi hadistnya?
Fauzan : yaa kata Nabi jgn panggil aku dng sayyidina (rada gelagapan)
Syahril : okke, zan, nama bokaap ente siapa?
Fauzan : taslim (pelan ngomongnya sambil paling muka)
Syahril : ente kalo panggil bokap ente nama doang?, TASLIM-TASLIM! TASLIM MINTA DUIT? Begitu?
Fauzan : ya nggak...(Sambil memalingkan wajah lg)
Syahril : kenapa?
Fauzan : yaa gk sopan (kembali sambil memalingkan wajahnya)
Syahril : nah ama bokap ente aja gk gk berani panggil nama doang karena gak sopan, itu ADAB namanya zan!! Apalagi ama Nabi, Nabi jauh lebih2 harus dihormati dibandingkan orang tua!!
Fauzan : (bangkit lgs keluar masjid)
Syahril : (ane kejar sampe pelataran masjid) ????????????????????"????. Zan kemana ente?
Fauzan : ane gk mau debat!
Syahril : yee, kalau ente bener ngapa takut zan, kalau pemahaman ente bener baru ane kasih dalil aqli gk mungkin runtuh..
Fauzan : ane gk mau debat (sambil make sendal)
Syahril : ngaji lg zan, cari guru yg bener yaa.
Fauzan : ...pemahaman kita gk saama (jalan cepet udah mau dkt gerbang luar masjid)
Marbot : knapa bang?
Syahril : wahhaabi nyebarin virus beraninya ama bocah doang!!
Marbot : ??!!
Begitulah pak kyai sekilas kisah ANEH TAPI NYATA yg terjadi pada diri saya :) insya Alloh NYATA dan benar adanya!
Banyak pemuda2 yg sedang dalam masa transisi, ketika gairah Islam mereka sedang meletup2, saaat dahaga mereka dng kajian ke Ilmuan dan Ke Islaman sedang meluap2 banyak yg salah langkah terpperosok JARGON PALSU para SALAPI GADUNGAN, jumlah mereka sedikit sih, bahkan kurang begitu laku, kalau di jakarta mereka "kelelep/tenggelam" oleh majlis2nya para Habaib seperti Habib Munzir al musawwa. Biasanya mereka cuma berani BERKOAR LEWAT DUMAY, yaa model koar2nya si wahhabi jeffry, wahhabi aamir, ato kaya wahhabi piranda, taapi kalo di suruh kopi darat, FACE TO FACE!!! NGABURRR....
Semoga Alloh swt senantiasa memberikan kekuatan dan kesabaran kepada pak Kyai Lutfhi dalam meluruskan pemahaman2 yg bengkok, amiinn |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tepatlah pribahasa yang mengatakan: Lempar batu sembunyi tangan, dan Maling teriak maling. Itulah hakikatnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
106. |
Pengirim: Sapri zal - Kota: Pekan baru
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Aku benci wahabi |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sama-sama. |
|
|
|
|
|
|
|
107. |
Pengirim: abdurrahman - Kota: serang
Tanggal: 6/8/2013 |
|
NU..adalah sebuah yayasan..bukan mazhab,sama sepeti PERSIS.MUHAMMADIYAH..DLL.yang harus kita ikuti adalah AL-QUR'AN ,AS SUNNAH dg PEMAHAMAN SALAFUSH AS SHOLEH,,bukan pak kiyai.bukan pula pak ustaz.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Apalagi kalau disuruh ngikuti ocehan anda, pasti umat Islam akan tersesat. |
|
|
|
|
|
|
|
108. |
Pengirim: Kyai - Kota: Probolinggo
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Sdr. Sam. Sebenarnya, saya sudah malas menanggapi tulisan-tulisan tidak berbobot yang anda tuliskan di web ini. Anda sekali-sekali tidak menyanggah dalil-dalil yang kami kemukakan, dan dalam teknis berdiskusi secara polemis ini anda tidak fokus.
Tapi karena banyak permintaan agar saya menanggapi tulisan anda yang tidak ilmiyyah ini, baiklah dengan sabar dan sekedarnya akan saya tanggapi.
WAHABI SAM:
Terimakasih untuk yang kesekian kalinya atas dimuat kembali tulisan saya.
Tak mengapa kalau Anda mengatakan bacaan saya masih sempit, memang demikian. Tapi kalau mengenal ulama aswaja yang membolehkan membaca yasin di kuburan bukan baru bagi saya, toh apa yang saya amalkan dulu juga bersandar pada mereka.
SUNNI:
Ali’tiraf sayyidul adillah…(pengakuan adalah sebaik-baik argument)
Anda yang mengaku ilmu dangkal kenapa koq langsung menghukumi. Khan kalau ilmu dangkal harusnya ngecek dulu, paling gak tanya yang lebih pinter, bukan malah SOK PINTER…!
WAHABI SAM:
Setelah melakukan kajian panjang ternyata para ulama yang melarangnya bahkan membid’ah kan jauh lebih banyak serta didukung oleh nash AlQuran dan Sunnah disamping juga pendapat-pendapat mereka. Anda menuduh saya bermain kata-kata, sungguh Anda keliru. Sungguh saya hanya memaparkan syariat agama di atas Quran dan Sunnah dan para ulama termasuk Imam Syafi’I yang manjadi mazhab Anda walaupun beliau tidak pernah memerintahkan untuk bermazhab kepada beliau (baca buku FIQH EMPAT MAZHAB) bahkan sebaliknya beliau berpesan untuk meninggalkan perkataan beliau andai bertemu dengan nash-nash yang shahih.
SUNNI:
Ulama yang mana yang melarang membaca qur’an/yasin di pekuburan?
Berkaitan dengan keutamaan surat Yasin, Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, ulama panutan kaum Wahabi dan Sam Banjar, juga berkata:
عَنِ الْحَسَنِ بْنِ الْهَيْثَمِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنِ اْلأَطْرُوْشِ يَقُوْلُ كَانَ رَجُلٌ يَجِيْءُ إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَيَقْرَأُ سُوْرَةَ يس فَجَاءَ فِيْ بَعْضِ أَيَّامِهِ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يس ثُمَّ قَالَ اللهُمَّ إِنْ كُنْتَ قَسَمْتَ لِهَذِهِ السُّوْرَةِ ثَوَابًا فَاجْعَلْهُ فِيْ أَهْلِ هَذِهِ الْمَقَابِرِ فَلَمَّا كَانَ يَوْمُ الْجُمْعَةِ الَّتِيْ تَلِيْهَا جَاءَتْ امْرَأَةٌ فَقَالَتْ أَنْتَ فُلاَنُ ابْنِ فُلاَنَةَ قَالَ نَعَمْ قَالَتْ إِنَّ بِنْتًا لِيْ مَاتَتْ فَرَأَيْتُهَا فِي النَّوْمِ جَالِسَةً عَلَى شَفِيْرِ قَبْرِهَا فَقُلْتُ مَا أَجْلَسَكَ هَا هُنَا فَقَالَتْ إِنَّ فُلاَنَ ابْنِ فُلاَنَةَ جَاءَ إِلَى قَبْرِ أُمِّهِ فَقَرَأَ سُوْرَةَ يس وَجَعَلَ ثَوَابَهَا لأَهْلِ الْمَقَابِرِ فَأَصَابَنَا مِنْ رَوْحِ ذَلِكَ أَوْ غُفِرَ لَنَا أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ. (الشيخ ابن قيم الجوزية، الروح، ص/١٨٧).
“Dari al-Hasan bin al-Haitsam berkata, “Aku mendengar Abu Bakar bin al-Athrusy berkata, “Ada seorang laki-laki yang rutin mendatangi makam ibunya dan membaca surat Yasin. Pada suatu hari ia membaca surat Yasin di makam ibunya, kemudian berkata, “Ya Allah, apabila Engkau berikan pahala bagi surat ini, maka jadikanlah pahalanya bagi semua penghuni kuburan ini.” Pada hari Jumat berikutnya, seorang wanita datang dan berkata kepada laki-laki itu, “Kamu fulan bin fulanah?” Ia menjawab, “Ya.” Wanita itu berkata, “Aku punya anak perempuan yang telah meninggal. Lalu aku bermimpi melihatnya duduk-duduk di pinggir makamnya. Aku bertanya, “Kamu kok bisa duduk-duduk di sini?” Putriku menjawab, “Sesungguhnya fulan bin fulanah datang ke makam ibunya. Ia membaca surat Yasin dan pahalanya dihadiahkan kepada semua penghumi makam ini. Kami dapat bagian rahmatnya. Atau kami diampuni dan semacamnya.” (Ibnu Qayyim al-Jauziyah, al-Ruh, hal. 187).
Kisah yang disampaikan oleh Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di atas membawa pesan anjuran membaca Surat Yasin di kuburan dan menghadiahkan pahalanya kepada ahli kubur.
Guru-guru Anda kaum Wahabi telah sepakat dan berijma’ bolehnya menggelar hari nasional Kerajaan Saudi Arabia, dan menggelar acara Usbu’ Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab an-Najdi (pekan pendiri Wahabi), setiap tahun yang digelar di Riyadh. Tolong Anda tanyakan kepada guru-guru Anda yang masih hidup. Apa bedanya hal tersebut dengan Tahlilan, Maulid Nabi SAW, Haul dan lain-lain???
Anda sangat lucu, dan membuktikan bahwa Anda kurang banyak membaca kitab-kitab para ulama, termasuk para ulama panutan Wahabi yang menganjurkan membaca al-Qur’an di kuburan. Syaikh Ibnu Qayyimil Jauziyyah, murid terkemuka Ibnu Taimiyah, panutan kaum Wahabi berkata:
وَقَدْ ذُكِرَ عَنْ جَمَاعَةٍ مِنَ السَّلَفِ أَنَّهُمْ أَوْصَوْا أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قُبُوْرِهِمْ وَقْتَ الدَّفْنِ قَالَ عَبْدُ الْحَقِّ يُرْوَى أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ أَمَرَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ قَبْرِهِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ وَمِمَّنْ رَأَى ذَلِكَ الْمُعَلَّى بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، قَالَ الْخَلاَّلُ وَأَخْبَرَنِيْ الْحَسَنُ بْنُ أَحْمَدَ الْوَرَّاقُ حَدَّثَنِىْ عَلِى بْنِ مُوْسَى الْحَدَّادُ وَكَانَ صَدُوْقاً قَالَ كُنْتُ مَعَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ وَمُحَمَّد بْنِ قُدَامَةَ الْجَوْهَرِىِّ فِيْ جَنَازَةٍ فَلَمَّا دُفِنَ الْمَيِّتُ جَلَسَ رَجُلٌ ضَرِيْرٌ يَقْرَأُ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ يَا هَذَا إِنَّ الْقِرَاءَةَ عِنْدَ الْقَبْرِ بِدْعَةٌ فَلَمَّا خَرَجْنَا مِنَ الْمَقَابِرِ قَالَ مُحَمَّدُ بْنِ قُدَامَةَ لأَحْمَدِ بْنِ حَنْبَلٍ يَا أَبَا عَبْدِ اللهِ مَا تَقُوْلُ فِيْ مُبَشِّرٍ الْحَلَبِيِّ قَالَ ثِقَةٌ قَالَ كَتَبْتَ عَنْهُ شَيْئًا قَالَ نَعَمْ فَأَخْبَرَنِيْ مُبَشِّرٌ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْعَلاَءِ اللَّجْلاَجِ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ أَوْصَى إِذَا دُفِنَ أَنْ يُقْرَأَ عِنْدَ رَأْسِهِ بِفَاتِحَةِ الْبَقَرَةِ وَخَاتِمَتِهَا وَقَالَ سَمِعْتُ ابْنَ عُمَرَ يُوْصِيْ بِذَلِكَ فَقَالَ لَهُ أَحْمَدُ فَارْجِعْ وَقُلْ لِلرَّجُلِ يَقْرَأُ. وَقَالَ الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَاحِ الزَّعْفَرَانِيُّ سَأَلْتُ الشَّافِعِيَّ عَنِ الْقِرَاءَةِ عِنْدَ الْقَبْرِ فَقَالَ لاَ بَأْسَ بِهَا وَذَكَرَ الْخَلاَّلُ عَنِ الشَّعْبِيِّ قَالَ كَانَتِ اْلأَنْصَارُ إِذَا مَاتَ لَهُمُ الْمَيِّتُ اخْتَلَفُوْا إِلَى قَبْرِهِ يَقْرَءُوْنَ عِنْدَهُ الْقُرْآنَ. (ابن قيم الجوزية، الروح، ص/١٨٦-١٨٧).
“Telah disebutkan dari sekelompok ulama salaf, bahwa mereka berwasiat agar dibacakan al-Qur’an di sisi makam mereka ketika pemakaman. Imam Abdul Haqq berkata, diriwayatkan dari Ibn Umar bahwa beliau berwasiat agar dibacakan surat al-Baqarah di sisi makamnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Mu’alla bin Abdurrahman. Al-Khallal berkata, “al-Hasan bin Ahmad al-Warraq mengabarkan kepadaku, “Ali bin Musa al-Haddad mengabarkan kepadaku, dan dia seorang yang dipercaya. Ia berkata, “Aku bersama Ahmad bin Hanbal dan Muhammad bin Qudamah al-Jauhari, ketika mengantar jenazah. Setelah mayit dimakamkan, seorang laki-laki tuna netra membaca al-Qur’an di samping makam itu. Lalu Ahmad berkata kepadanya, “Hai laki-laki, sesungguhnya membaca al-Qur’an di samping makam itu bid’ah.” Setelah kami keluar dari makam, Muhammad bin Qudamah berkata kepada Ahmad bin Hanbal, “Wahai Abu Abdillah, bagaimana pendapat Anda tentang Mubasysyir al-Halabi?” Ia menjawab, “Dia perawi yang tsiqah (dapat dipercaya)”. Muhammad bin Qudamah berkata, “Anda menulis riwayat darinya?” Ahmad menjawab, “Ya.” Muhammad bin Qudamah berkata, “Mubasysyir mengabarkan kepadaku, dari Abdurrahman bin al-‘Ala’ al-Lajlaj, dari ayahnya, bahwasanya ia berwasiat, apabila ia dimakamkan, agar dibacakan permulaan dan penutup surat al-Baqarah di sebelah kepalanya. Ia berkata, “Aku mendengar Ibn Umar berwasiat demikian.” Lalu Ahmad berkata kepada Muhammad bin Qudamah, “Kembalilah, dan katakan kepada laki-laki tadi, agar membaca al-Qur’an di samping makam itu.” Al-Hasan bin al-Shabah al-Za’farani berkata, “Aku bertanya kepada al-Syafi’i tentang membaca al-Qur’an di samping kuburan, lalu ia menjawab, tidak apa-apa.” Al-Khallal meriwayatkan dari al-Sya’bi yang berkata, “Kaum Anshar apabila keluarga mereka ada yang meninggal, maka mereka selalu mendatangi makamnya untuk membacakan al-Qur’an di sampingnya.” (Syaikh Ibn Qayyim al-Jauziyah, al-Ruh, hal. 186-187)
Masalah perkataan imam syafi’I mengenai “apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku”, Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan
dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap
hadits tersebut, maka dapat diasumsikan, bahwa kita harus mengikuti hadits
tersebut, dan meninggalkan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i. Akan tetapi apabila
hadits tersebut telah diketahui oleh al-Imam al-Syafi’i, sementara hasil ijtihad
beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut
memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al-
Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64
Al-Imam al-Hafizh Ibn Khuzaimah
al-Naisaburi, seorang ulama salaf yang menyandang gelar Imam al-Aimmah
(penghulu para imam) dan penyusun kitab Shahih Ibn Khuzaimah, ketika
ditanya, apakah ada hadits yang belum diketahui oleh al-Syafi’i dalam ijtihad
beliau? Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”. Hal tersebut seperti diriwayatkan
oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitabnya yang sangat populer al-Bidayah wa al-
Nihayah (juz 10, hal. 253)
Tentunya kami lebih percaya terhadap Imam Syafi’I daripada perkataan anda dan guru anda sekalipun. Jangan di kiran pemahaman anda terhadap quran dan hadits melebihi dari imam syafii.
Jika Imam Syafii tidak pernah memerintahkan kepada siapapun untuk bermadzhab kepadanya, apakah itu menjadi sebuah larangan? Imam Bukhari, Imam Suyuthi, Imam Nawawi, dll adalah bermadzhab syafii. Apalagi level anda hendak berijtihad sendiri. iya silahkan saja melakukan ijtihad sendiri, tapi janganlah memaksa kami untuk bermadzhab kepada ijtihad anda. kami lebih percaya imam syafii daripada anda.
WAHABI SAM:
Mayoritas ulama tersebut bersepakat memaknai “mautakum” sebagai sakaratul maut bukan mayyit. Terus terang dalam hati saya terbersit jangan-jangan saya tidak berdiskusi dengan seorang Kiyai sekaliber Sdr Luthfi Bashori yang pernah menimba ilmu agama sampai ke Mekkah AlMukarromah. Mengapa perasaan saya demikian, karena saya dulu begitu dikemukakan nash-nash AlQuran yang didukung Sunnah-sunnah Nabi SAW yang masyhur dan pendapat para ulama seperti yang saya paparkan sebelumnya, Alhamdulillah dengan hidayah Allah,saya berani keluar dari taqlid buta yang sangat patuh dan percaya kepada pendapat-pendapat Kiyai. Tapi Anda justru tidak bergeming dan malah ngotot dengan permintaan yang tidak masuk akal. Ingat, sama halnya Anda sudah menuduh Nabi SAW berkhianat dengan yang disampaikan beliau sehinggah Anda mengkreasikan sendiri amalan- amalan Anda; anjuran membaca Yasiin menjadi acara Tahlilan,anjuran sedekah menjadi kenduri setelah wafatnya seseorang.
SUNNI:
Baca dan sanggah dalil kami. Kami sudah berkali-kali menyanggah argument anda ini, tapi seakan-akan anda adalah org tuli yang tidak mau mendengar argumentasi lawan. Ini pertanda anda masih perlu banyak belajar.
Terakhir, kami akan memberi hadiah kepada Anda, pernyataan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri aliran jahat Wahabi, yang menganjurkan membaca al-Qur’an di kuburan, dalam kitabnya Ahkam Tamanni al-Maut, terbitan Saudi Arabia,
وَأَخْرَجَ سَعْدٌ الزَّنْجَانِيُّ عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا: مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ ثُمَّ قَرَأَ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ، وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، وَأَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ، ثُمَّ قَالَ: إِنِّيْ جَعَلْتُ ثَوَابَ مَا قَرَأْتُ مِنْ كَلاَمِكَ لأَهْلِ الْمَقَابِرِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، كَانُوْا شُفَعَاءَ لَهُ إِلَى اللهِ تَعَالَى. وَأَخْرَجَ عَبْدُ الْعَزِيْزِ صَاحِبُ الْخَلاَّلِ بِسَنَدِهِ عَنْ أَنَسٍ مَرْفُوْعًا: مَنْ دَخَلَ الْمَقَابِرَ، فَقَرَأَ سُوْرَةَ يس، خَفَّفَ اللهُ عَنْهُمْ، وَكَانَ لَهُ بِعَدَدِ مَنْ فِيْهَا حَسَناَتٌ. (الشيخ محمد بن عبد الوهاب النجدي، أحكام تمني الموت (ص/٧٥).
“Sa’ad al-Zanjani meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah secara marfu’: “Barangsiapa mendatangi kuburan lalu membaca surah al-Fatihah, Qul huwallahu ahad dan alhakumuttakatsur, kemudian mengatakan: “Ya Allah, aku hadiahkan pahala bacaan al-Qur’an ini bagi kaum beriman laki-laki dan perempuan di kuburan ini,” maka mereka akan menjadi penolongnya kepada Allah.” Abdul Aziz –murid al-Imam al-Khallal–, meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari Anas bin Malik secara marfu’: “Barangsiapa mendatangi kuburan, lalu membaca surah Yasin, maka Allah akan meringankan siksaan mereka, dan ia akan memperoleh pahala sebanyak orang-orang yang ada di kuburan itu.” (Muhammad bin Abdul Wahhab, Ahkam Tamanni al-Maut, hal. 75).
Sam Banjar, kitab Ahkam Tamannil Maut tersebut, diterbitkan pemerintahan Saudi Arabia, dan ditahqiq oleh dua ulama Wahabi senior, yaitu Abdurrahman bin Muhammad al-Sadhan dan Abdullah bin Jibrin
WAHABI SAM:
وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ.
“Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap bid’ah itu sesat”
Dalam kedua hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa setiap bid’ah adalah sesat, dan sabda beliau ini berkenaan dengan bid’ah menurut syari’at. Mengapa harus begitu? Karena dua hal; pertama: menurut kaidah ushul fiqih, dalam menafsirkan dalil-dalil syar’i, terlebih dahulu kita harus membawanya kepada pengertiannya secara syar’i, kalau tidak bisa, baru kita membawanya kepada pengertian yang lain, seperti pengertian bahasa atau adat setempat sesuai dengan qarinah (petunjuk) yang ada Kedua: jika ia ditafsirkan sebagai bid’ah lughawi, konsekuensinya semua hal yang baru dianggap bid’ah dan sesat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap penemuan baru dalam bidang IPTEK pun dianggap sesat…dan jelas tidak mungkin ada orang berakal yang mengatakan seperti itu, apalagi seorang Rasul yang ma’shum
SUNNI:
Permasalahn bid’ah telah tuntas kami bahas pada komentar-komentar saya sebelumnya. DAN SEKALI LAGI ANDA TIDAK DAPAT MEMBANTAH ARGUMENTASI KAMI.
Apa yg dilakukan sayyidina umar, sayyidina ustman, dll adalah bid’ah dalam hal agama/ibadah. Apakah mereka melakukan kesesatan??? Jawab ini!!!
WAHABI SAM:
Imam Syafi’i -rahimahullah- mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela, maka beliau jualah yang mengatakan berikut ini:
مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَتَذْهَبُ عَلَيهِ سُنَّةٌ لِرَسُولِ اللهِ وَتَعْزُبُ عَنْهُ فَمَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ, فِيْهِ عَنْ رَسُولِ اللهِ لِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَالْقَوْلُ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ وَهُوَ قَوْلِي ( تاريخ دمشق لابن عساكر 15 / 389 )
Tak ada seorang pun melainkan pasti ada sebagian sunnah Rasulullah yang luput dari pengetahuannya. Maka perkataan apa pun yang pernah kukatakan, atau kaidah apa pun yang kuletakkan, sedang di sana ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka pendapat yang benar ialah apa yang dikatakan oleh Rasulullah, dan itulah pendapatku (lihat: Tarikh Dimasyq, 15/389 oleh Ibnu Asakir)
أَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلىَ أَنَّ مَنِ اسْتَبَانَ لَهُ سُنَّةٌ عَنْ رَسُولِ اللهِ e لَمْ يَحِلَّ لَهُ أَنْ يَدَعَهَا لِقَوْلِ أَحَدٍ
(الفلاني ص 68)
Kaum muslimin sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya sebuah sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tak halal baginya untuk meninggalkan sunnah itu karena mengikuti pendapat siapa pun.(lihat Muqaddimah Shifatu Shalatin Nabii, oleh Al Albani).
SUNNI:
Sudah saya jawab dalam komentar saya diatas!!!
WAHABI SAM:
Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang. (lihat Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab 1/63)
إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ ( سير أعلام النبلاء 3/3284-3285)
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok. (Siyar A’laamin Nubala’ 3/3284-3285).
كُلُّ مَسْأَلَةٍِ صَحَّ فِيْهَا الْخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ e عِنْدَ أَهْلِ النَّقْلِ بِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَأَناَ رَاجِعٌ عَنْهَا فِي حَيَاتِي وَبَعْدَ مَوْتِي. ( أبو نعيم في الحلية 9 / 107 )
Setiap masalah yang di sana ada hadits shahihnya menurut para ahli hadits, lalu hadits tersebut bertentangan dengan pendapatku, maka aku menyatakan rujuk (meralat) dari pendapatku tadi baik semasa hidupku maupun sesudah matiku (Hilyatul Auliya’ 9/107)
إِذَا رَأَيْتُمُوْنِي أَقُوْلُ قَوْلاً وَقَدْ صَحَّ عَنِ النَّبِيِّ خِلاَفُهُ فَاعْلَمُوا أَنَّ عَقْلِي قَدْ ذَهَبَ. (تاريخ دمشق لابن عساكر بسند صحيح 15 / 10 / 1 )
Jika kalian mendapatiku mengatakan suatu perkataan, padahal di sana ada hadits shahih yang berseberangan dengan pendapatku, maka ketahuilah bahwa akalku telah hilang!! (Tarikh Dimasyq, oleh Ibnu ‘Asakir)
كُلُّ مَا قُلْتُ فَكَانَ عَنِ النَّبِيِّ خِلاَفُ قَوْلِي مِمَّا يَصِحُّ فَحَدِيثُ النَّبِيِّ أَوْلىَ فَلاَ تُقَلِّدُونِي. (تاريخ دمشق لابن عساكر بسند صحيح 15 / 9 / 2 )
Semua yang pernah kukatakan jika ternyata berseberangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka hadits Nabi lebih utama untuk diikuti dan janganlah kalian taqlid kepadaku.
Imam Syafi’I berkata : Setiap hadits yang diucapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka itulah pendapatku meski kalian tak mendengarnya dariku (Tarikh Dimasyq, 51/389).
قَالَ الرَّبِيْعُ: سَأَلَ رَجُلٌ الشَّافِعِيَّ عَنْ حَدِيْثِ النَّبِيِّ فَقَالَ لَهُ الرَّجُلُ: فَمَا تَقُوْلُ؟ فَارْتَعَدَ وَانْتَفَضَ وَقَالَ: أَيُّ سَمَاءٍ تُظِلُّنِي وَأَيُّ أَرْضٍ تُقِلُّنِي إِذَا رَوَيْتُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ وَقُلْتُ بِغَيْرِهِ. (حلية الأولياء 9/107)
Ar Rabie’ (murid Imam Syafi’i) bercerita: Ada seseorang yang bertanya kepada Asy Syafi’i tentang sebuah hadits, kemudian (setelah dijawab) orang itu bertanya: “Lalu bagaimana pendapatmu?”, maka gemetar dan beranglah Imam Syafi’i. Beliau berkata kepadanya: “Langit mana yang akan menaungiku, dan bumi mana yang akan kupijak kalau sampai kuriwayatkan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian aku berpendapat lain…!?” (lihat: Hilyatul Auliya’ 9/107)
SUNNI:
Sudah kami jawab pada komentar sebelumnya!
WAHABI SAM:
Setelah kita mengetahui pernyataan beliau bahwa perkataan Rasulullah wajib didahulukan dari ucapan beliau, maka semestinya kita berbaik sangka kepada beliau dengan mendudukkan ucapan beliau mengenai bid’ah tadi sebagai bid’ah secara bahasa, –yaitu setiap hal baru– yang tidak ada kaitannya dengan agama. Dengan demikian, antara ucapan Imam Syafi’i; “Bid’ah mahmudah dan madzmumah” dan sabda Rasulullah; “setiap bid’ah sesat” tidak akan bertabrakan.
Sekarang Anda saya ajak bertukar Dasar Hukum sebagai landasan dan pedoman dalam menjalankan syariat Agama Islam.
Saya tunggu pemaparan Anda !
SUNNI:
Kami sdh memaparkannya dan anda mengakuinya dg bukti bahwa anda tidak bs menjawab argumentasi shahih kami.
Nt ama gerombolan pengikut sekte Wahabisme sama aja, alih-alih menjawab artikel eh bisanya cuman ngomong ngalor ngidul hingga nampak sekali bahlulnya…gak malu nt? Suruh ustadz2 Wahaby menjawab, kita nanggung meladeni orang macam nt atau Bims…..
Dalam teori memang mereka ngaku gak bermazhab, tapi dalam praktik, mereka bermazhabsesuai dengan ajaran Ibnu Taimiyah sesuai dengan pemahaman Muhammad bin Abdul Wahhab…jadi, MAZHAB YANG MENGHARAMKAN BERMAZHAB…
Mengharamkan bermazhab dengan empat mazhab resmi Ahlusunnah tapi mengikuti (taklid) sama Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Buktinya? Mereka mengikuti ajaran kedua orang itu tanpa reserve……gak peduli salah benar. Pokok yang keluar dari Muhammad bin Abdul Wahhab “pasti” benar…lihat aja prakteknya..!?
Jurus sok tahu di zaman milenium gini koq masih dipakai mas…mas…sudah ketinggalan jaman.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Sdr. Sam dan penganut Wahhabi lainnya. |
|
|
|
|
|
|
|
109. |
Pengirim: syahril ramadhan - Kota: jakarta selatan
Tanggal: 6/8/2013 |
|
Assalammu'alaikum wr wb
@Wahhabi abdurrohman, kota serang.....NAH INI DIA CONTOHNYA KONGKRITNYA GAYA PARA WAHHABI , BERANI NGOMONG BESAR / KOMEN NGASAL GAK PAKE DALIL KAGAK ADA HUJJAH DARi AL QURAN DAN HADIST, JAUH DARI ILMIAH, CUMA BAWA JARGON SEMU : KEMBALI KE AL QURAN DAN PEMAHAMAN SALAFUSSOLEH, trus abis komen langsung lari terbirit2 , persis kata pak kyai, lempar batu sembunyi tangan, yaa bisa dimaklum sih, MEREKA WAHHABI Kan PENGGECUT, PENGGUNTING DALAM LIPATAN :) TUKANG UBAH MAKSUD DALIL SAENAE DEWE :) , punten kyai saya KOMENTAR GAK PAKE DALIL, .maklum baru kelas saantri, i'dad pula, gak kaya para WAHHABERS yg udah pada jadi MUJTAHID :)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ajaran Wahhabi itu kontradiksi, seringnya mereka mengharamkan orang lain untuk mengamalkan sesuatu, tapi mereka sendiri justru melakukan larangannya itu.
Jadi, TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
110. |
Pengirim: M.MAHFUDZ - Kota: PALEMBANG
Tanggal: 7/8/2013 |
|
MEMANG TV ITU SANGAT MEMPENGARUI ORANG - ORANG AWAM. LAW BISA NU HARUS LEBIH ON AIR. SEMOGA KITA SEMUA DISLAMATKAN DARI BENCANA INI... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amiin. Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin. |
|
|
|
|
|
|
|
111. |
Pengirim: ahmad nand - Kota: magelang
Tanggal: 8/8/2013 |
|
bagus infonya, tapi alangkah baiknya jika tidak mengajak memboikot acara tv tsb tapi lebih baik bikin acara dakwah / tv dakwah utk menangkalnya dan tentunya untuk menangkal acara2 tv yg menyesatkan dan mengarah pada kemusrikan serta penuh maksiat |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Harapan kami agar aqidah umat Islam Indonesia yang Sunni Syafi'i itu tidak tereduksi oleh ulah tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab. |
|
|
|
|
|
|
|
112. |
Pengirim: ua aa - Kota: bekasi
Tanggal: 8/8/2013 |
|
Sebenarnya kitab Ahkam Tamanni Al-Maut bukanlah karya Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab. Akan tetapi, kejadian yang sesungguhnya adalah Universitas Al-Imam mendapatkan transkrip kitab ini dari Leiden (Belanda). Lalu disimpan di Al-Maktabah As-Su’udiyyah Riyadh. Kitab ini diambil dari Leiden bukan karena kitab ini sebagai karya beliau tetapi karena menggunakan tulisan tangan beliau.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dahulu sering mengadakan rihlah (perjalanan), jika beliau menemukan sebuah kitab yang jarang diperjualbelikan maka beliau menyalinnya. Termasuk kitab Ahkam Tamanni Al-Maut, beliau menyalin dengan tulisan tangan beliau sendiri dengan maksud akan memeriksa dan menelitinya. Maklum adanya bahwa para ulama ahlu hadits mereka menulis segala hal bahkan riwayat-riwayat palsu pun ditulis sehingga mereka dapat menjelaskan dengan lengkap tentang hukum dan makna sebenarnya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Info semacam di atas ini, tentunya kevalidannya terserah yang menulis dan respon membaca. Benar tidak nya juga tidak dapat dipertanggungjawabkan, apalagi yang berkenaan dengan ke-Wahhabi-an, karena tidak jarang kaum Wahhabi berani memalsukan kitab para ulama salaf, apalagi sekedar terhadap info. Contoh kongkrit:
Kejahatan Intelektual Wahabi Terhadap Kitab ‘’AL-ADZKAR’’
Abdul Adzim Irsad
Imam Nawawi salah satu ulama paling produktif dalam berkarya yang bermadhab Syafi`i dan berakidah As`ary. Karya-karya beliau begitu berkualitas yang sulit ditandingi. Puluhan karya beliau menyebar keseluruh jagad raya, termasuk di Arab Saudi. Ulama Wahhabi miring menilai Imam Nawawi, dengan alasan karena akidahnya As`ary.
Begitu besar pengaruh tulisan Syekh Imam Nawawi, sampai-sampai menembus batas-batas, seperti; Negara, Eropa, Asia, Afrika, Amerika. Arab Saudi yang menjadi pusat peradapan juga mengakui kehebatan Imam Nawawi. Tetapi, mereka mengkrtik terhadap Imam Nawawi kalau akidah Imam Nawawi adalah As`ary, tetapi karya-karyanya digunakan bahkan di jadikan rujukan.
Ulama Mesir, Syiria, Iran, Indonesia, Pakistan, juga mengakui bahwa karya Imam Nawawi benar-benar top markatob. Pendeknya, Imam Nawawi benar-benar mampu memberikan inspirasi kepada setiap ulama untuk menulis dan berkarya.
Nawawi menulis bukan untuk royalty, karena beliau adalah penyambung lisan Rasulullah SAW, dan berusaha menjelaskan pesan-pesan Allah SWT di dalam Al-Quran.
Dari sekian banyak karya beliau, ternyata ada yang kurang berkenan pada ulama-ulama Saudi Arabia, yaitu kitab ‘’Al-Adzkar’’. Padahal kitab ini menjadi kajian dan rujukan utama ulama-ulama dunia, termasuk Indonesia, India, Mesir, dan warga Arab Saudi yang mermadhab Syafi`i.
Ketidaksukaan ulama Saudi (baca: Wahhabi) terhadap kitab ini, karena Imam Nawawi secara khusus menyebutkan bab tentang ‘’Istihbab (anjuran) Berziarah Ke Makam Rasulullah SAW’’.
Karena memang ziarah Nabi itu sangat dianjurkan, bahkan sunnah hukumnya. Kebetulan sebagian besar Ulama Saudi (wahhabisme) paling anti dengan ‘’Ziarah Nabi SAW’’. Bahkan tidak segan-segan mengecap orang yang berniat ziarah Rasulullah SAW sekalipun sesuai dengan ajaran Nabi SAW, dengan kata lain sebagai bentuk Syirik (menyekutukan Allah SWT).
Rupanya, Ulama Saudi ada yang tidak suka terhadap ‘’Fasl’’ tersebut. Walaupun tidak semua ulama Saudi begitu, karena ada juga ulama Saudi yang masih berpegang teguh pada madzhab Syafi`i dan berakidah As`ary.
Ketika tidak suka dan tidak setuju, bukannya mengkritik tulisan Imam Nawawi dengan tulisan ilmiyah, sebagai bentuk perlawanan ilmiyah. Tetapi, mereka justru merubahnya dengan penggantian menjadi: ’’Faslun fi Ziyarati Masjidi Rasulillah SAW’’.
Padahal, hal yang seperti ini tidak diperkanankan dalam dunia intelektual, baik dalam ajaran agama, maupun dunia ilmiyah, bahkan termasuk pada kejahatan intelektual.
Jika memang tidak suka, atau menganggap bahwa berziarah kubur itu haram dan syirik. Tidak perlu merubah karya tulis yang sudah ada. Karena hal ini menunjukkan kalau mereka tidak memiliki nyali untuk menulis, dengan istilah lain tidak percaya diri.
Jika boleh membandingkan, antara ulama Saudi (wahhabisme) yang merubah kitab Al-Adzkar dengan Imam Nawawi, pasti tidak sebanding, baik ilmu maupun zuhudnya.
Dalam tradisi ilmiyah, jika ada pihak yang tidak berkenan, bisa membuat kritikan. Bukan membuat kebohongan.
Seorang ulama sejati, tidak akan berbuat bohong. Jika seorang ulama Suadi melakukan kebohongan, maka ilmunya tidak bisa dipercaya.
Dalam kitab Al-Adzkar yang masih asli, ternyata tulisannya berbeda dengan tulisan yang di cetak oleh ulama Wahhabi Arab Saudi.
Bahkan, setelah diteliti, ternyata yang merubah fasl dalam kitab Al-adzkar tersebut adalah: Lembaga Hai`ah Muraqabah Al-Matbuat (Badan Sensor Percetakan) Saudi Arabiah.
Jadi, tidak aneh jika kemudian banyak ulama-ulama yang meragukan kejujuran ulama-ulama Saudi (baca: Wahhabi).
Jujur adalah bagian dari sifat Nabi, jika tidak jurur maka tidak layak mengaku pengikut Nabi SAW yang setia terhadap sunnah-sunnahnya.
Kendati ada ulama Saudi yang demikian, ternyata tidak semua ulama Saudi Arabiah melakukan kebohongan. Masih banyak ulama-ulama Saudi Arabiah yang benar-benar memegang amanah dan jujur di dalam berkarya, yaitu ulama-ulama non Wahhabisme.
|
|
|
|
|
|
|
|
113. |
Pengirim: Toyo - Kota: jateng
Tanggal: 10/8/2013 |
|
Sekarang Ahlul bid'ah sudah kebakaran jenggot,,,berkoar2 tak punya ilmu,,,sesungguhnya Allah akan mengembalikan kejayaan islam menyongsong turunnya imam mahdi,,,,lihat lah wahai kaum musyrikin, ahlul bid'ah, pendukung khurofat,,,ajaran kalian semakin terkikis,,,yasinan tahlilan semakin nggak laku,,,yang laku sekarang yang sesuai dengan sunnah....makanya belajar biar pintar,,,dari jaman bahulo taunya tentang islam cuma yasinan,,istiqhosah,,, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda ini nggak pintar ya? Lah anda sedang menulis komentar ini apa sedang dalam acara Sunnah Tahlilan apa komentas di Situs Modern yang tidak ketinggalan jaman?
Trus, anda komentar yg tidak ilmiah ini, apa karena merasa senang atau lagi Kebakaran Jenggot, karena menemukan FAKTA TV RODJA BID'AHNYA KAUM WAHHABI ?
Wahhabi yang komentar seperti anda begini ini banyak yang masuk, namun kami delet, karena komentarnya tidak ilmiah dan tidak berbobot.
Sebaiknya kawan-kawan Wahhabi sekelas anda ini komentar saja di jaringan FBnya masing-masing, bukan di Situs Ilmiah milik kami ini. |
|
|
|
|
|
|
|
114. |
Pengirim: Hamba Allah - Kota: Balikpapan
Tanggal: 15/8/2013 |
|
Assalamualaikum wr wb, Ya Ustadz di kalangan mereka sedang disebarkan tuduhan terhadap ulama-ulama ahlussunnah yang dicap syiah seperti Prof. Quraish Shihab dicap Syiah, Pendakwah-pendakwah yang berdakwah dengan cara menarik seperti Ustadz Solmed, Guntur Bumi, bahkan mereka berani mencap syiah masjid-masjid Asyariah NU yang tidak pernah sama sekali menyerang mereka. Mohon kiranya ada tim yang dapat menyusup ke dalam majelis mereka untuk mengetahui berita apa saja yang disebarkan untuk kalangan mereka sendiri dan kalangan awam (sepertinya jelas berbeda) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Khusus Prof. Quraish Shihab memang asli penganut Syiah yang sedang bertaqiyah, jadi hati-hatilah terhadap Quraisy Syihab.
Adapun kaum Wahhabi yang menuduh kami pribadi (dan aktifis lainnya) sebagai penganut Syiah juga ada, seperti kaum Syiah yang menuduh kami sebagai penganut Wahhabi juga ada.
ya begitulah tata cara aliran sesat Syiah dan Wahhabi, jika terpepet oleh keadaan, karena terungkapkan kesesatan keyaqinannya. |
|
|
|
|
|
|
|
115. |
Pengirim: NURCHOLIS - Kota: Tegal
Tanggal: 16/8/2013 |
|
orang -orang NU bertobatlah dari ajaran -ajran kalian yang tidak ada contoh dari nabi Shalallahu alaihi wassalam.. jnganlah kalian taklid dengan kyai- kyai kalian pakailah Quran dan sunnah sesuai pemahaman para sahabt,karna semua yang kalian lakukan akan di pertanggung jawabkan di akherat kelak.Allahu a'lam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, kami warga NU Garis Lurus, selalu berpegang teguh dengan Alquran dan Hadits sesuai pemahaman para ulama Salaf Aswaja, tidak ada satu pun amalan kami yang bertentangan dengan tekstual dan kontektual dalil-dalil syariat.
Bahkan tidak ada satupun tekstual dalil baik dari Alquran maupun Hadits shahih, yang melarang amaliah warga NU Garis Lurus. |
|
|
|
|
|
|
|
116. |
Pengirim: syahril ramadhan - Kota: jakarta selatan
Tanggal: 17/8/2013 |
|
Assalammu'alaikum wr wb
@toyo : membaca komen anda semua pengunjung di situs ini bisa langsung membedakan, siapa yg sesungguhnya sedang BERKOAR2 GAK ADA ILMU?!? Mas wahhabi TOYO, dari ujung awal sampe akhir komen antum kaagak adaa ILMIAHNYA sama sekali, MANA HUJJAH ENTE dan KELOMPOK ENTE??? BIASAIN kalo KOMEN PAKE DALIL biar gak agak ketutup kebodohan antum, SAMPAI SAAT INI HUJJAH KIAI LUTFI BELUM TERPATAHKAN OLEH WAHHABI SEMODEL ENTE, Wahhabi SAMM, WahhAbi TATA, dkk, PADA KEMANA TUH ??? PULKAM APA KEABISAN DALIL??? Ngapunten pak kyai, saya komen gk pake dalil, maklum dalilnya diborong sama para wahhabi :D |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, banyak juga ternyata yang komentar itu dari kalangan Mas Wahhabi Copas. |
|
|
|
|
|
|
|
117. |
Pengirim: ina - Kota: martapura
Tanggal: 17/8/2013 |
|
TV Roja sadari komntar ttg Wahabi
aqidah wahabi tdk seperti antun tulis ini, masa! tuhan digambarkan dg benda. mereka sangt membenci sinyal-sinyal yang berbau kemusyrikan, mereka menginginkan kemurnian aqidah |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semuanya kami nukil dari buku-buku karya ulama Wahhabi yang semakin mendalami ajaran aslinya. Kalau anda masih Wahhabi kelas teri, yaa pasti belum tahu aqidah Wahhabi yang sesungguhnya. Kasihan sekali anda, masih awwam sudah terjerumus dalam kesesatan aqidah Wahhabi. Mudah-mudahan anda segera menyadarinya. |
|
|
|
|
|
|
|
118. |
Pengirim: odi - Kota: palu
Tanggal: 17/8/2013 |
|
banyak kiyai kiyai sekarang menyusahkan umatnya yang katanya pengikut nabi tapi dari sudat pandang kami ...pengelola pengelola pesantren malah tidak ada rasa sosialnya kepada santrinya |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kesalahan anda adalah menghukumi sesuatu berdasarkan asumsi, bukan realita. Di tempat kami, mayoritas para santrinya justru biaya konsumsi makannya ikut kami. |
|
|
|
|
|
|
|
119. |
Pengirim: sam - Kota: Banjar
Tanggal: 18/8/2013 |
|
Terimakasih atas dimuatnya tulisan ini untuk yang kesekian kalinya
Tanggapan ini tidak hanya disajikan kepada Anda tetapi akan lebih berharap kepada para Pembaca khususnya kepada umat Islam yang tidak henti-hentinya untuk mencari kebenaran suatu ajaran Agama yang kita anut sekarang ini. Tulisan ini saya fokuskan kepada masalah PRO dan KONTRA TAHLILAN yang dilakukan (diamalkan) berhubungan dengan kematian seseorang.
Saya mulai dengan beberapa firman Allah :
“Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
Beberapa Hadist Nabi SAW :
“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
“Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorang pun bisa menyesatkannya; dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tak seorang pun yang bisa memberinya hidayah. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di Neraka…” (H.R. An Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah, dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat Irwa’ul Ghalil 3/73)
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
Jarir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu–salah seorang sahabat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam– berkata: “Kami menganggap/ memandang kegiatan berkumpul di rumah keluarga mayit, serta penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari niyahah (meratapi mayit).” (H.R Ahmad, Ibnu Majah dan lainnya)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam hadistnya:
اصْنَعُوا لآلِ جَعْفَرَ طَعَامًا فَقَدْ أَتَاهُمْ أَمْرٌ يُشْغِلُهُمْ
“Hidangkanlah makanan buat keluarga Ja’far, Karena telah datang perkara (kematian) yang menyibukkan mereka.” (H.R Abu Dawud, At Tirmidzi dan lainnya
Pendapat Imam Asy Syafi’I :
Al Imam Asy Syafi’I:
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit ) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)
Imam Syafi’i -rahimahullah- mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela, maka beliau jualah yang mengatakan berikut ini:
مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَتَذْهَبُ عَلَيهِ سُنَّةٌ لِرَسُولِ اللهِ وَتَعْزُبُ عَنْهُ فَمَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ, فِيْهِ عَنْ رَسُولِ اللهِ لِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَالْقَوْلُ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ وَهُوَ قَوْلِي ( تاريخ دمشق لابن عساكر 15 / 389 )
Tak ada seorang pun melainkan pasti ada sebagian sunnah Rasulullah yang luput dari pengetahuannya. Maka perkataan apa pun yang pernah kukatakan, atau kaidah apa pun yang kuletakkan, sedang di sana ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka pendapat yang benar ialah apa yang dikatakan oleh Rasulullah, dan itulah pendapatku (lihat: Tarikh Dimasyq, 15/389 oleh Ibnu Asakir)
Beliau menambahkan lagi jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang. (lihat Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab 1/63)
إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ ( سير أعلام النبلاء 3/3284-3285)
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok. (Siyar A’laamin Nubala’ 3/3284-3285).
Pendapat para Sunan (Wali Songo):
Dalam buku yang ditulis H Machrus Ali, mengutip naskah kuno tentang jawa yang tersimpan di musium Leiden, Sunan Ampel memperingatkan Sunan Kalijogo yang masih melestarikan selamatan tersebut:“Jangan ditiru perbuatan semacam itu karena termasuk bid’ah”. Sunan Kalijogo menjawab: “Biarlah nanti generasi setelah kita ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan budaya tahlilan itu”.
Dalam buku Kisah dan Ajaran Wali Songo yang ditulis H. Lawrens Rasyidi dan diterbitkan Penerbit Terbit Terang Surabaya juga mengupas panjang lebar mengenai masalah ini. Dimana Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati dan Sunan Muria (kaum abangan) berbeda pandangan mengenai adat istiadat dengan Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Drajat (kaum putihan). Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat lama seperti selamatan, bersaji, wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman.
Sunan Ampel berpandangan lain: “Apakah tidak mengkhawatirkannya di kemudian hari bahwa adat istiadat dan upacara lama itu nanti dianggap sebagai ajaran yang berasal dari agama Islam? Jika hal ini dibiarkan nantinya akan menjadi bid’ah?” Sunan kudus menjawabnya bahwa ia mempunyai keyakinan bahwa di belakang hari akan ada yang menyempurnakannya. (hal 41, 64)
Dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, para Wali dibagi menjadi tiga wilayah garapan
Pembagian wilayah tersebut berdasarkan obyek dakwah yang dipengaruhi oleh agama yang masyarakat anut pada saat itu, yaitu Hindu dan Budha.
Pertama: Wilayah Timur. Di wilayah bagian timur ini ditempati oleh lima orang wali, karena pengaruh hindu sangat dominan. Disamping itu pusat kekuasaan Hindu berada di wilayah Jawa bagian timur ini (Jawa Timur sekarang) Wilayah ini ditempati oleh lima wali, yaitu Syaikh Maulana Ibrahim (Sunan Demak), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Paku (Sunan Giri), Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kasim (Sunan Drajat)
Kedua : Wilayah Tengah. Di wilayah Tengah ditempati oleh tiga orang Wali. Pengaruh Hindu tidak begitu dominan. Namun budaya Hindu sudah kuat. Wali yang ditugaskan di sini adalah : Raden Syahid (Sunan Kali Jaga), Raden Prawoto (Sunan Muria), Ja’far Shadiq (Sunan Kudus)
Ketiga : Wilayah Barat. Di wilayah ini meliputi Jawa bagian barat, ditempati oleh seorang wali, yaitu Sunan Gunung Jati alias Syarief Hidayatullah. Di wilayah barat pengaruh Hindu-Budha tidak dominan, karena di wilayah Tatar Sunda (Pasundan) penduduknya telah menjadi penganut agama asli sunda, antara lain kepercayaan “Sunda Wiwitan”
Dua Pendekatan dakwah para wali.
1. Pendekatan Sosial Budaya
2. Pendekatan aqidah Salaf
Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Gunung Jati dan terutama Sunan Giri berusaha sekuat tenaga untuk menyampaikan ajaran Islam secara murni, baik tentang aqidah maupun ibadah. Dan mereka menghindarkan diri dari bentuk singkretisme ajaran Hindu dan Budha. Tetapi sebaliknya Sunan Kudus, Sunan Muria dan Sunan Kalijaga mencoba menerima sisa-sisa ajaran Hindu dan Budha di dalam menyampaikan ajaran Islam. Sampai saat ini budaya itu masih ada di masyarakat kita, seperti sekatenan, ruwatan, shalawatan, tahlilan, upacara tujuh bulanan dll.
Pendekatan Sosial budaya dipelopori oleh Sunan Kalijaga, putra Tumenggung Wilwatika, Adipati Majapahit Tuban. Pendekatan sosial budaya yang dilakukan oleh aliran Tuban memang cukup efektif, misalnya Sunan Kalijaga menggunakan wayang kulit untuk menarik masyarakat jawa yang waktu itu sangat menyenangi wayang kulit. Sebagai contoh dakwah Sunan kalijaga kepada Prabu Brawijaya V, Raja Majapahit terakhir yang masih beragama Hindu, dapat dilihat di serat Darmogandul, yang antara lain bunyinya;Punika sadar sarengat, tegese sarengat niki, yen sare wadine njegat; tarekat taren kang osteri; hakikat unggil kapti, kedah rujuk estri kakung, makripat ngentos wikan, sarak sarat laki rabi, ngaben aku kaidenna yayan rina” (itulah yang namanya sahadat syariat, artinya syariat ini, bila tidur kemaluannya tegak; sedangkan tarekat artinya meminta kepada istrinya; hakikat artinya menyatu padu , semua itu harus mendapat persetujuan suami istri; makrifat artinya mengenal ; jadilah sekarang hukum itu merupakan syarat bagi mereka yang ingin berumah tangga, sehingga bersenggama itu dapat dilaksanakan kapanpun juga). Dengan cara dan sikap Sunan Kalijaga seperti tergambar di muka, maka ia satu-satunya Wali dari Sembilan Wali di Jawa yang dianggap benar-benar wali oleh golongan kejawen (Islam Kejawen/abangan), karena Sunan Kalijaga adalah satu-satunya wali yang berasal dari penduduk asli Jawa (pribumi).
[Sumber : Abdul Qadir Jailani , Peran Ulama dan Santri Dalam Perjuangan Politik Islam di Indonesia, hal. 22-23, Penerbit PT. Bina Ilmu dan Muhammad Umar Jiau al Haq, M.Ag, Syahadatain Syarat Utama Tegaknya Syariat Islam, hal. 51-54, Kata Pengantar Muhammad Arifin Ilham (Pimpinan Majlis Adz Zikra), Penerbit Bina Biladi Press.]
Nasehat Sunan Bonang
Salah satu catatan menarik yang terdapat dalam dokumen “Het Book van Mbonang”[1] adalah peringatan dari sunan Mbonang kepada umat untuk selalu bersikap saling membantu dalam suasana cinta kasih, dan mencegah diri dari kesesatan dan bid’ah. Bunyinya sebagai berikut:
“Ee..mitraningsun! Karana sira iki apapasihana sami-saminira Islam lan mitranira kang asih ing sira lan anyegaha sira ing dalalah lan bid’ah“.
Artinya: “Wahai saudaraku! Karena kalian semua adalah sama-sama pemeluk Islam maka hendaklah saling mengasihi dengan saudaramu yang mengasihimu. Kalian semua hendaklah mencegah dari perbuatan sesat dan bid’ah.[2]
1.Dokumen ini adalah sumber tentang walisongo yang dipercayai sebagai dokumen asli dan valid, yang tersimpan di Museum Leiden, Belanda. Dari dokumen ini telah dilakukan beberapa kajian oleh beberapa peneliti. Diantaranya thesis Dr. Bjo Schrieke tahun 1816, dan Thesis Dr. Jgh Gunning tahun 1881, Dr. Da Rinkers tahun 1910, dan Dr. Pj Zoetmulder Sj, tahun 1935.
2.Dari info Abu Yahta Arif Mustaqim, pengedit buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, Istighosahan dan Ziarah Para Wali hlm. 12-13.
Kesepakatan Ormas Islam
Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan kematian adalah bid’ah yang hina namun tidak sampai diharamkan dan merujuk juga kepada Kitab Ianatut Thalibin. Namun Nahdliyin generasi berikutnya menganggap pentingnya tahlilan tersebut sejajar (bahkan melebihi) rukun Islam/Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Muhammadiyah, PERSIS dan Al Irsyad, sepakat mengatakan bahwa Tahlilan (Selamatan Kematian) adalah perkara bid’ah, dan harus ditinggalkan
Dari Thalhah: “Sahabat Jarir mendatangi sahabat Umar, Umar berkata: Apakah kamu sekalian suka meratapi mayat? Jarir menjawab: Tidak, Umar berkata: Apakah di antara wanita-wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya? Jarir menjawab: Ya, Umar berkata: Hal itu sama dengan meratap”. (al-Mashnaf ibn Aby Syaibah (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 1409), juz II hal 487) dari Sa’ied bin Jabir dan dari Khaban al-Bukhtary, kemudian dikeluarkan pula oleh Abd al-Razaq: “Merupakan perbuatan orang-orang jahiliyyah niyahah , hidangan dari keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit”. (al-Mashnaf Abd al-Razaq al-Shan’any (Beirut: al-Maktab al- Islamy, 1403) juz III, hal 550. dikeluarkan pula oleh Ibn Abi Syaibah dengan lafazh berbeda melalui sanad Fudhalah bin Hashien, Abd al-Kariem, Sa’ied bin Jabbier) Dari Ibn Aby Syaibah al-Kufy: “Telah berbicara kepadaku Yan’aqid bin Isa dari Tsabit dari Qais, beliau berkata: saya melihat Umar bin Abdul Aziz melarang keluarga mayit mengadakan perkumpulan, kemudian berkata: kalian akan mendapat bencana dan akan merugi”.
Dari Ibn Aby Syaibah al-Kufy: “Telah berbicara kepada kami, Waki’ bin Jarrah dari Sufyan dari Hilal bin Khabab al Bukhtary, beliau berkata: Makanan yang dihidangkan keluarga mayat adalah merupakan bagian dari perbuatan Jahiliyah dan meratap merupakan bagian dari perbuatan jahiliyah”.
Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Arsyad al-Banjary dan Syekh Nuruddin ar- Raniry yang merupakan peletak dasar-dasar pesantren di Indonesia pun masih berpegang kuat dalam menganggap buruknya selamatan kematian itu. “Shadaqah untuk mayit, apabila sesuai dengan tuntunan syara’ adalah dianjurkan, namun tidak boleh dikaitkan dengan hari ke tujuh atau hari- hari lainnya, sementara menurut Syaikh Yusuf, telah berjalan kebiasaan di antara orang-orang yang melakukan shadaqah untuk mayit dengan dikaitkan terhadap hari ketiga dari kematiannya, atau hari ke tujuh, atau keduapuluh, atau keempatpuluh, atau keseratus dan sesudahnya hingga dibiasakan tiap tahun dari kematiannya, padahal hal tersebut hukumnya makruh. Demikian pula makruh hukumnya menghidangkan makanan yang ditujukan bagi orang-orang yang berkumpul pada malam penguburan mayit (biasa disebut al-wahsyah), bahkan haram hukumhukumnya biayanya berasal dari harta anak yatim”. (an-Nawawy al-Bantani, Nihayah al-Zein fi Irsyad al-Mubtadi’ien (Beirut: Dar al-Fikr) hal 281).
Pernyataan senada juga diungkapkan Muhammad Arsyad al-Banjary dalam Sabiel al-Muhtadien (Beirut: Dar al-Fikr) juz II, hal 87, serta Nurudin al-Raniry dalam Shirath al-Mustaqim (Beirut: Dar al-Fikr) juz II, hal 50) Dari majalah al-Mawa’idz yang diterbitkan oleh NU pada tahun 30-an, menyitir pernyataan Imam al-Khara’ithy yang dilansir oleh kitab al-Aqrimany disebutkan: “al-Khara’ithy mendapat keterangan dari Hilal bin Hibban r.a, beliau berkata: ‘Penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah’. kebiasaan tersebut oleh masyarakat sekarang sudah dianggap sunnah, dan meninggalkannya berarti bid’ah, maka telah terbalik suatu urusan dan telah berubah suatu kebiasaan’. (al-Aqrimany dalam al-Mawa’idz; Pangrodjong Nahdlatoel ‘Oelama Tasikmalaya, Th. 1933, No. 18, hal.286).
Dari paparan di atas KEMANAKAH AKAN ANDA NISBATKAN AMALAN TAHLILAN ANDA ??????
Kepada para pembaca, semoga tulisan akan memberikan pencerahan dan masukan yang bermanfaat dalam menjalankan syariat agama semurni-murninya.
Wallahu a’lam
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
SECUPLIK DALIL BOLEHNYA BERKUMPUL BERSAMA DALAM ZIKIR,MAULID,TAHILAN.YASINAN.
Dari Suwar bin Abdullah ia berkata: menceritakan kepada kami Marhum bin Abdul Aziz dari Abu Ni’amah dari Abu Utsman an-Nahdiy dari Abu Sa’id al-Khudriy ia berkata: Berkata Mu’awiyah Radhiyallaahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam keluar menuju halaqah para sahabat beliau, kemudian beliau bertanya, “Apa yang menyebabkan kalian semua duduk berkumpul?” Mereka para sahabat menjawab, “Kami duduk berkumpul tidak lain untuk berdo’a kepada Allah Ta’ala dan memuji-Nya atas karunia petunjuk agama-Nya dan menganugerahkan engkau (Wahai Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wa sallam) kepada kami.” Kemudian beliau bertanya, “Demi Allah, tidakkah kalian duduk berkumpul kecuali hanya untukitu?” Jawab para sahabat, “Demi Allah, tiada kami duduk berkumpul kecuali hanya untuk itu.” Maka beliau pun bersabda, “Sungguh aku menyuruh kalian bersumpah bukan karena mencurigai kalian. Akan tetapi karena aku telah didatangi Jibril ‘alaihissalam. Kemudian ia memberitahukan kepadaku bahwasanya Allah ‘Azza wa Jalla membanggakan kalian di hadapan para malaikat” (Sunan an-Nasa’i sanad SAHIH ).
Hadits shahih tersebut diatas, disamping menjelaskan keutamaan berkumpul untuk berdzikir, juga menjelaskan tentang perbuatan para shahabat Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam yang berkumpul dalam rangka untuk bersyukur kepada Allah Ta’aala atas anugerah-Nya yang berupa diutusnya baginda Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Bersyukur dan bergembira atas diutusnya Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wa sallam adalah merupakan salah satu tujuan dilaksanakannya majelis maulid Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam.
Status Para Perawi Hadits:
1. Suwar bin Abdullah. Tsiqat.
2. Marhum bin Abdul ‘Aziz. Tsiqat.
3. Abu Ni’amah. Tsiqat.
4. Abu Utsman an-Nahdiy. Tsiqat.
5. Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallaahu ‘anhu, beliau adalah sahabat Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam. Tsiqat.ULAMA SALAF !! termasuk Kulafo`ur Rasidin (sahabat Nabi )
6. Mu’awiyyah radhiyallaahu ‘anhu, beliau adalah sahabat Nabi Shollallaahu ‘alaihi wa sallam. Tsiqat.ULAMA SALAF !! termasuk kulafou`r Rasidin( sahabat Nabi )
2. soal Waktu Peringatan 3, 7, 20, 40, 100 Hari Orang Yang Meninggal.
a.Dalil yang digunakan hujjah dalam masalah ini yaitu sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Hawi li-Al-Fatawi li as-syuyuti, Juz II, hlm 183
قَالَ طَاوُسِ: اِنَّ اْلمَوْتَى يُفْتَنُوْنَ فِىْ قُبُوْرِهِمْ سَْعًا فَكَانُوْا يُسْتَحَبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلاَيَّامِ-اِلَى اَنْ قَالَ-عَنْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرِ قَالَ: يُفْتَنُ رَجُلَانِ مُؤْمِنٍ وَمُنَافِقٍ فَأَمَّا اْلمُؤْمِنُ فَيُفْتَنُ سَبْعًا وَاَمَّا الْمُنَافِقُ يُفْتَنُ اَرْبَعِيْنَ صَبَاحًا.
Imam Thawus berkata : seorang yang mati akan beroleh ujian dari Alloh dalam kuburnya selama tujuh hari. Untuk itu, sebaiknya mereka (yang masih hidup) mengadakan sebuah jamuan makan (sedekah) untuknya selama hari-hari tersebut. Sampai kata-kata: dari sahabat Ubaid Ibn Umair, dia berkata: seorang mu’min dan seorang munafiq sama-sama akan mengalami ujian dalam kubur. Bagi seorang mu’min akan beroleh ujian selama 7 hari, sedang seorang munafik selama 40 hari diwaktu pagi.
Dalil diatas adalah sebuah atsar yang menurut Imam As-Syuyuty derajatnya sama dengan hadis marfu’ Mursal maka dapat dijadikan hujjah makna penjelasannya:
اِنَّ أَثَرَ طَاوُسَ حُكْمُهُ حُكْمُ اْلحَدِيْثِ الْمَرْفُوْعِ اْلمُرْسَلِ وَاِسْنَادُهُ اِلَى التَّابِعِى صَحِيْحٌ كَانَ حُجَّةً عِنْدَ اْلاَئِمَّةِ الثَّلَاثَةِ اَبِي حَنِيْفَةَ وَمَالِكٍ وَاَحْمَدَ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ شَرْطٍ وَاَمَّا عِنْدَ الشَّافِعِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ فَاِنَّهُ يَحْتَجُ بِاْلمُرْسَلِ اِذَا اعْتَضَدَ بِاَحَدِ أُمُوْرٍ مُقَرَّرَةٍ فِى مَحَلِهَا فِيْهَا مَجِيْئِ آخَرَ اَوْ صَحَابِيِّ يُوَافِقُهُ وَالْاِعْتِضَادِ هَهُنَا مَوْجُوْدٌ فَاِنَّهُ رُوِيَ مِثْلُهُ عَنْ مُجَاهْدِ وَعَْ عُبَيْدِ بْنِ عُمَيْرِ وَهُمَا تَابِعِيَانِ اِنْ لَمْ يَكُنْ عُبَيْدٌ صَحَابِيًا.
Jka sudah jadi keputusan, atsar (amal sahabat Thawus) diatas hukumnya sama dengan hadist Marfu’ Mursal dan sanadnya sampai pada tabi’in itu shahih dan telah dijadikan hujjah yang mutlak(tanpa syarat) bagi tiga Imam (Maliki, Hanafi, Hambali). Untuk Imam as-Syafi’i ia mau berhujjah dengan hadis mursal jika dibantu atau dilengkapi dengan salah satu ketetapan yang terkait dengannya, seperti adanya hadis yang lain atau kesepakatan Shahabat. Dan, kelengkapan yang dikehendaki Imam as-Syafi’i itu ada, yaitu hadis serupa riwayat dari Mujahid dan dari ubaid bin Umair yang keduanya dari golongan tabi’in, meski mereka berdua bukan sahabat.
Lebih jauh, Imam al-Syuyuti menilai hal tersebut merupakan perbuatan sunah yang telah dilakukan secara turun temurun sejak masa sahabat.
Kesunnahan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan perbuatan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam as-Syuyuti, abad x Hijriyah) di mekah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi Muhammad SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari Ulama Salaf sejak generasi pertama (masa Sahabat Nabi Muhammad SAW).”
b.Selanjutnya dalam Hujjah Ahlussunnh Wal jama’ah, juz 1 hlm. 37 dikatakan:
قَوْلُهُ-كَانُوْا يُسْتَحَبُّوْنَ-مِنْ بَابِ قَوْلِ التَّابِعِي كَانُوْا يَفْعَلُوْنَ-وَفِيْهِ قَوْلَانِ لِاَهْلِ الْحَدِيْثِ وَاْلاُصُوْلِ أَحَدُهُمَا اَنَّهُ اَيْضًا مِنْ بَابِ اْلمَرْفُوْعِ وَأَنَّ مَعْنَاهُ: كَانَ النَّاسُ يَفْعَلُوْنَ فِى عَهْدِ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَعْلَمُ بِهِ وَيُقِرُّ عَلَيْهِ.
(Kata-kata Imam thawus), pada bab tentang kata-kata Tabi’in, mereka melaksanakannya. Dalam hal ini ada dua pendapat: pendapat ahli Hadis dan Ahli Ushul yang salah satunya termasuk hadis Marfu’ maksudnya orang-orang dizaman Nabi melaksanakan hal itu, Nabi sendiri tahu dan menyetujuinya.
c.Dalam kitab Nihayah al-Zain, Juz I, halaman 281 juga disebutkan:
وَالتَّصَدُّقُ عَنِ اْلمَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍّ مَطْلُوْبٌ وَلَا يُتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِيْ سَبْعَةِ اَيَّامٍ اَوْ اَكْثَرَ اَوْ اَقَلَّ وَتَقْيِيْدُهُ بِبَعْضِ اْلاَيَّامِ مِنَ اْلعَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا اَفْتَى بِذَلِكَ السَّيِّدِ اَحْمَدء دَحْلَانِ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ اْلمَيِّتِ فِي ثَالِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِي سَابِعٍ وَفِيْ تَمَامِ اْلعِشْرِيْنَ وَفِي اْلاَرْبَعِيْنَ وَفِي الِمأَةِ وَبِذَلِكَ يُفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلًا فِي اْلمَوْتِ كَمَا اَفَادَهُ شَيْخَنَا يُوْسُفُ السُنْبُلَاوِيْنِيْ.
Di anjurkan oleh syara’ shodaqoh bagi mayit,dan shodaqoh itu tidak di tentukan pada hari ke tujuh sebelumnya maupun sesudahnya.sesungguhnya pelaksanaan shodaqoh pada hari-hari tertentu itu cuma sebagai kebiasaan (adat) saja,sebagaimana fatwa Sayid Akhmad Dahlan yang mengatakan ”Sungguh telah berlaku dimasyarakat adanya kebiasaan bersedekah untuk mayit pada hari ketiga dari kematian, hari ketujuh, dua puluh, dan ketika genap empat puluh hari serta seratus hari. Setelah itu dilakukan setiap tahun pada hari kematiannya. Sebagaimana disampaikan oleh Syaikh Yusuf Al-Sumbulawini.
d. Adapun istilah 7 “tujuh hari” dalam acara tahlil bagi orang yang sudah meninggal, hal ini sesuai dengan amal yang dicontohkan sahabat Nabi SAW. Imam Ahmad bin Hanbal RA berkata dalam kitab Al-Zuhd, sebagaimana yang dikutip oleh Imam Suyuthi dalam kitab Al-Hawi li Al-Fatawi:
حَدَّثَنَا هَاشِمُ بْنُ اْلقَاسِمِ قَالَ حَدَّثَنَا اْلأَشْجَعِيُّ عَنْ سُفْيَانَ قَالَ: قَالَ طَاوُسُ: إِنَّ اْلمَوْتَ يُفْتَنُوْنَ فِي قُبُوْرِهِمْ سَبْعًا فَكَانُوْا يَسْتَحِبُّوْنَ أَنْ يُطْعِمُوْا عَنْهُمْ تِلْكَ اْلأَيَّامِ (الحاوي للفتاوي,ج:۲,ص:۱۷۸)
“Hasyim bin Al-Qasim meriwayatkan kepada kami, ia berkata, “Al-Asyja’i meriwayatkan kepada kami dari Sufyan, ia berkata, “Imam Thawus berkata, “Orang yang meninggal dunia diuji selama tujuh hari di dalam kubur mereka, maka kemudian para kalangan salaf mensunnahkan bersedekah makanan untuk orang yang meninggal dunia selama tujuh hari itu” (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal 178)
e. Imam Al-Suyuthi berkata:
أَنَّ سُنَّةَ اْلإِطْعَامِ سَبْعَةَ أَيَّامٍ بَلَغَنِي أَنَّهَا مُسْتَمِرَّةٌ إِلَى اءلآنَ بِمَكَّةَ وَاْلمَدِيْنَةَ فَالظَّاهِرُ أَنَّهَا
لمَ ْتَتْرُكْ مِنْ عَهْدِ الصَّحَابَةِ إِلَى اْلآنَ وَأَنَّهُمْ أَخَذُوْهَا خَلَفًا عَنْ سَلَفٍ إِلَى الصَّدْرِ اْلأَوَّلِ (الحاوي للفتاوي,ج:۲,ص:۱۹۴)
“Kebiasaan memberikan sedekah makanan selama tujuh hari merupakan kebiasaan yang tetap berlaku hingga sekarang (zaman imam Suyuthi, sekitar abad IX Hijriah) di Makkah dan Madinah. Yang jelas, kebiasaan itu tidak pernah ditinggalkan sejak masa sahabat Nabi SAW sampai sekarang ini, dan tradisi itu diambil dari ulama salaf sejak generasi pertama (masa sahabat SAW)” (Al-Hawi li Al-Fatawi, juz II, hal 194)
f. Maklumat untuk dipahami seluruh kaum Wahhabi, bahwa TAHLILAN itu adalah sinonim dengan YASINAN. Sedangkan Nabi SAW perintah secara mutlak tanpa batasan apapun: Iqra-uu yaasiin ‘alaa mautaakum (Bacakan surat Yasin untuk mayit kalian) HR. Abu Dawud. Nabi SAW tidak pernah membatasi kapan saja waktunya membaca surat Yasin untuk mayit dan bagaimana caranya, apakah harus dibaca sendirian atau dengan berjamaah, di kuburan atau di rumah, yang penting untuk setiap mayit dari keluarga umat Islam, maka berhak mendapatkan bacaan surat Yasin sesuai perintah Nabi SAW.
Jadi, bagi kalangan yang keberatan dengan kegiatan Yasinan/Tahlilan karena ketidaktahuan dan minimnya ilmu agama, maka sama saja dengan memprotes perintah Nabi SAW ini. Yang menuduh Yasinan/Tahlilan itu bid’ah sesat, berarti secara vulgar juga menuduh Nabi SAW berbuat Bid’ah Sesat.
g. Orang Indonesia itu sudah terbiasa memberi istilah terhadap sesuatu yang dianggap mudah bagi lisan mereka, hingga istilah barunya itu (walau terkadang salah) seringkali lebih masyhur daripada yang semestinya. Contoh kongkrit, seringkali ada pembeli yang mengatakan: Pak, saya beli aqua merek Ades…! Padahal yang benar : Pak, saya beli air minum kemasan merek Ades…! Karena Aqua dan Ades itu sama-sama merek dagang. Seperti juga mengatakan : Pak, saya beli Sanyo yang merek Shimizu…! (maksudnya adalah pompa air merek Shimizu). Karena Sanyo sendiri adalah salah satu merek pompa air yang kenamaan.
Tapi yaa itulah lisan orang Indonesia. Jadi, jika ada yang terus menyalahkan lisan bangsa Indonesia, yaa jadi ‘guru keliling’ saja secara nasional dari Sabang sampai Merauke dan masuk setiap rumah warga untuk benah-benah semua istilah yang sudah terlanjur masyhur itu. Termasuk istilah Tahlilan jauh lebih terkenal dibanding Yasinan untuk mayit sesuai perintah Nabi SAW.
g. Bacaan-bacaan yang selalu dibaca dalam acara Tahlilan yaitu:
1. Membaca Surat Al-Fatihah.
Dalil mengenai keutaman Surat Al Fatihah:
Sabda Rosululloh SAW.
Artinya: "Dari Abu Sa`id Al-Mu'alla radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku: "Maukah aku ajarkan kepadamu surat yang paling agung dalam Al-Qur'an, sebelum engkau keluar dari masjid?". Maka Rasulullah memegang tanganku. Dan ketika kami hendak keluar, aku bertanya: "Wahai Rasulullah! Engkau berkata bahwa engkau akan mengajarkanku surat yang paling agung dalam Al-Qur'an". Beliau menjawab: "Al-Hamdu Lillahi Rabbil-Alamiin (Surat Al-Fatihah), ia adalah tujuh surat yang diulang-ulang (dibaca pada setiap sholat), ia adalah Al-Qur'an yang agung yang diberikan kepadaku".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
2. Membaca Surat Yasin.
Dalil mengenai keutamaan Surat Yasin.
Sabda Rosuululloh SAW
“Artinya”Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu., ia berkata: "Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa membaca surat Yasin di malam hari, maka paginya ia mendapat pengampunan, dan barangsiapa membaca surat Hamim yang didalamnya diterangkan masalah Ad-Dukhaan (Surat Ad-Dukhaan), maka paginya ia mendapat mengampunan". (Hadits riwayat: Abu Ya'la). Sanadnya baik. (Lihat tafsir Ibnu Katsir dalam tafsir Surat Yaasiin)
Rosululloh SAW juga bersabda,
Artinya“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Bacalah Surat Yaasiin atas orang mati kalian" (Hadits riwayat: Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh SAW,
Artinya“ Dari Ma'qil bin Yasaar radliallahu 'anhu, sesungguhnya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: Surat Al-Baqarah adalah puncak Al-Qur'an, 80 malaikat menyertai diturunkannya setiap ayat dari surat ini. Dan Ayat laa ilaaha illaa Huwa Al-Hayyu Al-Qayyuumu (Ayat Kursi) dikeluarkan lewat bawah 'Arsy, kemudian dimasukkan ke dalam bagian Surat Al-Baqarah. Dan Surat Yaasiin adalah jantung Al-Qur'an, seseorang tidak membacanya untuk mengharapkan Allah Tabaaraka wa Ta'aalaa dan Hari Akhir (Hari Kiamat), kecuali ia diampuni dosa-dosanya. Dan bacalah Surat Yaasiin pada orang-orang mati kalian".
(Hadits riwayat: Ahmad)
3. Membaca Surat Al-Ikhlash.
Dalil mengenai keutamaan Surat Al-Ikhlash.
Rosululloh SAW bersabda,
Artinya“ Dari Abu Said Al-Khudriy radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabatnya: "Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga Al-Qur'an dalam semalam?". Maka mereka merasa berat dan berkata: "Siapakah di antara kami yang mampu melakukan itu, wahai Rasulullah?". Jawab beliau: "Ayat Allahu Al-Waahid Ash-Shamad (Surat Al-Ikhlash maksudnya), adalah sepertiga Al-Qur'an"
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
Imam Ahmad meriwayatkan:
Artinya“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam mendengar seseorang membaca Qul huwaAllahu Ahad (Surat Al-Ikhlash). Maka beliau bersabda: "Pasti". Mereka (para sahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, apa yang pasti?". Jawab beliau: "Ia pasti masuk surga".
(Hadits riwayat: Ahmad).
4. Membaca Surat Al-Falaq
5. Membaca Surat An-Naas
Dalil keutamaan Surat Al-Falaq dan An-Naas.
Artinya“ Dari Aisyah radliallahu 'anhaa, "bahwasanya Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bila merasa sakit beliau membaca sendiri Al-Mu`awwidzaat (Surat Al-Ikhlas, Surat Al-Falaq dan Surat An-Naas), kemudian meniupkannya. Dan apabila rasa sakitnya bertambah aku yang membacanya kemudian aku usapkan ke tangannya mengharap keberkahan dari surat-surat tersebut".
(Hadits riwayat: Al-Bukhari).
6. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 1 sampai 5
7. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 163
8. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 255 (Ayat Kursi)
9. Membaca Surat Al-Baqarah ayat 284 sampai akhir Surat.
Dalil keutamaan ayat-ayat tersebut:
Artinya"Dari Abdullah bin Mas'ud radliallahu 'anhu, ia berkata: "Barangsiapa membaca 10 ayat dari Surat Al-Baqarah pada suatu malam, maka setan tidak masuk rumah itu pada malam itu sampai pagi, Yaitu 4 ayat pembukaan dari Surat Al-Baqarah, Ayat Kursi dan 2 ayat sesudahnya, dan 3 ayat terakhir yang dimulai lillahi maa fis-samaawaati..)" (Hadits riwayat: Ibnu Majah).
10. Membaca Istighfar ,
Dalil keutamaan membaca istighfar:
Allah SWT berfirman:
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari kiamat". (QS. Huud: 3)
Sabda Rosululoh SAW.
“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu : Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Demi Allah! Sungguh aku beristighfar (memohon ampun) dan bertaubat kepadaNya lebih dari 70 kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Al-Bukhari).
Sabda Rosululloh SAW.
“ Dari Al-Aghar bin Yasaar Al-Muzani radliallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Wahai manusia! Bertaubatlah kepada Allah. Sesungguhnya aku bertaubat kepadaNya seratus kali dalam sehari". (Hadits riwayat: Muslim).
11. Membaca Tahlil : لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ
12. Membaca Takbir : اَللهُ أَكْبَرُ
13. Membaca Tasbih : سُبْحَانَ اللهِ
14. Membaca Tahmid : الْحَمْدُ للهِ
Dalil mengenai keutamaan membaca tahlil, takbir dan tasbih:
Sabda Rosululloh SAW.
Artinya“ Dari Jabir bin Abdullah radliallahu 'anhumaa, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik Dzikir adalah ucapan Laa ilaaha illa-Llah, dan sebaik-baik doa adalah ucapan Al-Hamdi li-Llah". (Hadits riwayat: At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh SAW.
Artinya“ Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam bersabda: "Ada dua kalimat yang ringan di lidah, berat dalam timbangan kebaikan dan disukai oleh Allah Yang Maha Rahman, yaitu Subhaana-Llahi wa bihamdihi, Subhaana-Llahi Al-'Adzim".( Hadits riwayat: Al-Bukhari, Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).
Sabda Rosululloh.
Artinya“ Dari Abu Dzar radliallahu 'anhu, dari Nabi shalla Allahu alaihi wa sallam, sesungguhnya beliau bersabda: "Bahwasanya pada setiap tulang sendi kalian ada sedekah. Setiap bacaan tasbih itu adalah sedekah, setiap bacaan tahmid itu adalah sedekah, setiap bacaan tahlil itu adalah sedekah, setiap bacaan takbir itu adalah sedekah, dan amar makruf nahi munkar itu adalah sedekah, dan mencukupi semua itu dua rakaat yang dilakukan seseorang dari sholat Dluha.” (Hadits riwayat: Muslim).
h. Satu hal yang harus diingat, bahwa menjadikan tahlilan / yasinan sebagai icon tudingan bid’ah , telah menyebabkan kaum muslimin lalai terhadap masalah-masalah yang lebih penting dan prinsipil, seperti pemikiran aqidah yang jelas-jelas kebid’ahan dan kesesatanya yang juga berkembang pada hari ini. Kaum muslimin lalai bahwa di negeri ini ajaran syi’ah dan ahmadiyah terus merangkak maju dan berkembang dengan doktrin dan komunitasnya yang semakin hari semakin kuat.
Kaum muslimin juga lalai bahwa kesesatan dan kemusyrikan yang hakiki di abad modern ini, yakni materialisme dan hedonisme, telah menggerogoti ketauhidan dan arti nilai ketuhanan yang bersemayam di hati manusia secara luas. Kaum muslimin juga lalai bahwa saat ini banyak sekali muncul kelompok-kelompok sempalan yang mengusung pemahaman sesat dan sangat jauh dari ajaran Islam yang sebenarnya seperti jama’ah salamullah, agama baha’iyah ingkarus sunah dan lain-lainya.
i. Kebohongan Wahabi – Salafy yang terus saja mencoba mendatangkan dalil – dalil larangan khususnya tahlil, dimana dalil – dalil khusus tentang pelarangan tahlil tersebut tidak pernah ada, dan dibuat buat seolah – olah memang ada, ketidak sohihan dalil pelarangan ini dibuat sedemikian rupa dengan cara apapun termasuk berbohong, mencatut bahkan memotong – motong fatwa dimana pengertiannya sudah jauh dari pada referensi yang di ambilnya. Inikah yang di namakan pejuang tauhid??, inikah yang dinamakan golongan paling murni & suci??, golongan yang sangat sesuai dengan ajaran Qur’an dan sunnah Nabi??.
Celakanya banyak orang – orang awam yang ikut – ikutan hanya dengan belajar dan membaca di internet atau buku – buku terjemah saja langsung menelan mentah – mentah dan membebek (taklid buta) ikut mengcopy paste sambil berteriak – teriak bid’ah dan melarang yang sebenarnya tak ada larangan yang shohih dari Agama tentang tahlilan ini.
j. MUKTAMAR NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926. Kebohongan Wahhabi tentang: KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA mengatakan bahwa Tahlilan adalah Bid`ah Mungkarot merujuk kepada Kitab I’anatut Thalibin Juz 2 hal. 165 -166
Bantahan :
Perlu diluruskan bahwa: Dalam muktamar NAHDLATUL ULAMA (NU) KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 DI SURABAYA:
1.Tidak ada yangg membahas soal tahlilan.
2. Yang dibahas dalam muktamar tsb ada ada 27 soal.
3. Salah satu soal pada soal ke 18 yg dibahas adalah masalah :”Keluarga Mayyit Menyediakan Makanan Kepada Penta’ziyah”
4. Pada soal yang ke 18 tersebut dijelaskan yang di antaranya bahwa: “Bid’ah dholalah jika prosesi penghormatan kepada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “MERATAPI” atau memuji secara berlebihan.”
5. Harus difahami bawha antara “TAHLILAN” dengan “MERATAPI” itu sangat jauh sekali pengertiannya.
Muhammadiyah melarang Tahlilan??
k. Sebaiknya anda baca berita tokoh – tokoh Muhammadiyah berikut ini:
*Amin Rais Ajak Tingkatkan Tahlilan
BersamaREPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA–Penasehat PP Muhammadiyah Prof HM. Amien Rais mengatakan bahwa saat ini umat manusia menghadapi lima krisis yaitu krisis kependudukan, krisis pangan, krisis energi, krisis ekologi/lingkungan. Untuk mengatasi hal itu Amien mengajak kaum Muhammadiyah dan Aisyiyah untuk meningkatkan tahlilan bersama-sama..
”Kalau tidak mau tahlilan keluar dari Muhammadiyah dan Aisyiah,”tegas Amien saat menyampaikan pengajian dalam Tabligh Akbar Muktamar Aisyiyah ke-46 dengan tema Nir Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Salah Satu Kunci Peradaban Bangsa yang diselenggarakan di Graha Wana Bhakti Yasa, Yogyakarta, Sabtu (3/7). Tabligh Akbar ini dibuka oleh Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar.
Menurut Amien, ada dua macam tahlil yaitu dengan lisan atau mengucapkan lailahaillallah dan dengan anggota badan dengan mewujudkan menjadi amal sholeh yang konkret. Hal inilah yang membedakan organisasi Muhamammadiyah dan Aisyiyah dengan organisasi lain bahwa islam itu dua sisi dari satu mata uang yang sama yaitu iman dan amal sholeh.
”Maksud saya Muhammadiyah dan Aisyiyah harus meningkatkan bil lisan dan bil arkhan untuk mengatasi lima krisis yang dihadapi umat Islam. Meskipun tidak mungkin kita sendirian memikul lima krisis. Namun setidaknya kita memberi kontribusi sumbangan untuk menjawab tantangan lima krisis tersebut,”ungkap dia.
Lebih lanjut dia mengatakan saat ini yang dihadapi Muhammadiyah dan Aisyiyah tantangannya makin kompleks dan komplikasi, jauh berbeda dengan yang dihadapi kakek nenek satu abad yang lalu. Tetapi perintah Al-Qur’an bahwa menjadi khoiro umatin tidak pernah hilang dengan tantangan semakin menggunung. ”Namun kalau kita bisa menghadapi perubahan global jangan puas apalagi kalau mampu membuat antisipasi terhadap perubahan karena itu tidak sulit,”kata Amien.
Dikatakan Amien yang lebih menantang lagi adalah apabila kita tahu memanejemen perubahan. Apabila Muhammadiyah mempunyai impian menjadi lokomotif membangun peradaban utama maka harus ikut memegang kunci peradaban ini. ”Jadi, jangan sampai diantara Aisyiyah dan Muhammadiyah ada yang berpikir sudahlah di dunia jadi umat kalah dan terpinggirkan tak apa, tetapi masuk surga. Padahal kalau kita mendapat musibah dunia, jangan-jangan mendapat musibah akherat,”tutur dia.
Karena itulah Amien menegaskan Muhammadiyah dan Aisyiyah harus memegang kunci peradaban di dunia. Paling tidak kita bisa memegang kehidupan nasional di bidang keuangan, perbankan, perkebunan, kehutanan, pelayaran, pendidikan, pertanian, dan sebagainya. Dia memberi contoh bahwa pendiri Muhammadiyah Ki Dahlan dan Nyi Dahlan itu bukan manusia pemimpi, melainkan manusia yang beraksi berkarya nyata untuk mengubah kehidupan manusia ke kehidupan yang lebih bagus. .
Hal ketiga yang dianggap penting oleh Amien selain memenej perubahan dan memegang kunci peradaban adalah pentingnya kaderisasi buat masa depan dan gerakan Muhammadiyah dan Aisyiyah. Menurut dia, kaderisasi Muhammadiyah belum ideal tapi sudah lumayan, sedangkan kaderisasi Aisyiyah masih di bawah lumayan.
Untuk itu dia berharap agar kaderisasi Muhammadiyah dan Aisyiyah bisa lebih cepat dan merambah untuk penyegaran persyarikatan maka yang diperlukan pemimpin yang berusia 60-an dan 40-an dan syukur 30-an. ”’Jadi pemimpin dengan usia tua dan muda sangat diperlukan untuk menjadi satu agar pertumbuhan kaderisasi lebih cepat lagi,”kata Amien yang mengharapkan Chamamah masih tetap menjadi Ketua Umum PP Aisyiyah.
l. Hadiri Tahlilan TK, Din Syamsudin Bicara Kematian
JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin menghadiri acara tahlilan yang dilangsungkan di kediaman almarhum Ketua Umum MPR RI Taufiq Kiemas, Senin (10/6/2013). Pada kesempatan ini, Din akan memberikan tausiah seputar kematian kepada setiap tamu yang hadir pada acara ini.
“Ini bukan tahlilan dalam Muhamadiyah, ini sekadar takziah. Saya hadir untuk memberikan ceramah mengenai makna kematian,” kata Din saat ditemui sebelum memberikan ceramah, Senin (10/6/2013). Sayangnya, para wartawan yang ingin turut mendengarkan isi ceramah itu harus mengurungkan niatnya lantaran tidak diperbolehkan masuk untuk meliput oleh pihak keamanan.
Din mengungkapkan, dirinya sengaja memilih tema itu karena banyak pelajaran yang dapat ditarik dari sebuah kematian. Menurutnya, kematian itu merupakan sebuah takdir yang pasti akan terjadi kepada setiap orang.
“Termasuk dari kematian tokoh bangsa ini (Taufiq Kiemas),” pungkasnya.
m. Peringatan Allah & Nabi Muhammad Saw berikut ini:
• “Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kalian orang fasiq dengan membawa berita, maka periksalah dahulu dengan teliti, agar kalian tidak menuduh suatu kaum dengan kebodohan, lalu kalian menyesal akibat perbuatan yang telah kalian lakukan.” (QS. Al Hujurat : 6).
• Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya.” (Fathul Qadir, 5:65).
• “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” lalu berkata, “Yakni janganlah kalian asal berkata ini haram itu haram!” (An Nahl : 116)
• Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin laki-laki dan perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (Al-Ahzab: 58)“
• Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu sia-siakan dia; dan Allah telah memberikan beberapa larangan, maka jangan kamu langgar dia; dan Allah telah mengharamkan sesuatu, maka jangan kamu pertengkarkan dia; dan Allah telah mendiamkan beberapa hal sebagai tanda kasihnya kepada kamu, Dia tidak lupa, maka jangan kamu perbincangkan dia.” (HR Daraquthni) dihasankan oleh an-Nawawi
• “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)
• Rasulullah bersabda, “Siapa yang berkata tentang seorang mukmin dengan sesuatu yang tidak terjadi (tidak dia perbuat), maka Allah subhanahu wata’ala akan mengurungnya di dalam lumpur keringat ahli neraka, sehingga dia menarik diri dari ucapannya (melakukan sesuatu yang dapat membebaskannya).”(HR. Ahmad, Abu Dawud dan al-Hakim)
• Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan sakwa-sangka, karena sebagian dari sakwa-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati?. .. (QS Alhujurat : 12)
• Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan & di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yg baik-baik & Kami lebihkan mereka dgn kelebihan yg sempurna atas kebanyakan makhluk yg telah Kami ciptakan.(Al Israa’ :70)
• “Katakanlah (hai Muhammad) : Biarlah setiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing, karena Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih lurus (jalan yang ditempuhnya).” (Al-Isra’ : 84)
• “….janganlah kamu merasa sudah bersih, Dia (Allah) lebih mengetahui siapa yang bertaqwa.” (An-Najm : 32)
• Tidakkah Angkau perhatikan orang-orang yang menganggap bersih dirinya sendiri. ( Qs.An-nisa’ Ayat 49)
• Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan bijaksana dan nasehat yang baik dan bantahlah ketreangan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs Anhal Ayat 125 )
• “Barangsiapa yang berkata pada saudaranya ‘hai kafir’ kata-kata itu akan kembali pada salah satu diantara keduanya. Jika tidak (artinya yang dituduh tidak demikian) maka kata itu kembali pada yang mengucapkan (yang menuduh)”
• “Siapa yang memanggil seorang dengan kalimat ‘Hai Kafir’, atau ‘musuh Allah’, padahal yang dikatakan itu tidak demikian, maka akan kembali pada dirinya sendiri”. (HR. Bukhori)
• Hudzaifah berkata : “Rosul SAW bersabda : “Sesungguhnya sesuatu yg aku takutkan atas kalian adalah seorang laki-laki yg membaca Al-Qur’an , sehingga setelah ia kelihatan indah karena Al-Qur’an dan menjadi penolong agama islam, ia merubahnya pada apa yg telah menjadi kehendak Allah , ia melepaskan dirinya dari Al-Quran,Melemparnya kebelakang dan menyerang tetangganya dgn pedang dgn alasan Syirik.” , Aku bertanya : “Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduanya yg lebih berhak menyandang kesyirikan, yg dituduh syirik atau yg menuduh?” , Beliau menjawab : “Justru org yg menuduh syirik (yg lebih berhak menyandang kesyirikan) HR.Ibn Hibban dalam shahih-nya, (hadits no 81), Abu Nu’man dalam Ma’rifat al-shahabah, (hadits no 1747) dan Al-Thawawi dalam Musykil Al-Atsar,(hadits no 725),lihat Al-Albhani dalam silsilat Al-Ahadits al-Shahihah,(hadits no.3201)
• Mengarahkan hadits & ayat yang sejatinya ditujukan kepada kaum musyrikin tapi dialihkan pada umat muslim sangatlah salah & sesat & merupakan perbuatan kaum khawarij. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Umar …. : ذهبوا إلى آيات نزلت في المشركين، فجعلوها في المسلمين“ Mereka kaum khawarij menjadikan ayat2 yg turun pada orang musyrik diarahkan pada umat muslim “.
|
|
|
|
|
|
|
|
120. |
Pengirim: awam banget - Kota: jakarta
Tanggal: 21/8/2013 |
|
membaca tulis saudara perihal wahabi geli rasanya, apakah anda saudara sudah merasa benar? kiyai macam begini yg membahayakan umat, mohon kesadaran anda........ |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
PERNYATAAN TOKOH WAHHABI TENTANG RADIO/TV RODJA
Untukmu Yang Masih Bertanya Tentang Radio Rodja Sebenarnya penjelasan tentang pertanyaan radio rodja sudah dijelaskan oleh ustadz-ustadz kita di antaranya oleh Ustadz Muhammad Umar As-Sewwed, Ustadz Luqman Ba’abduh, Ustadz Usamah Mahri, Ustadz Afifudin dan yang lainnya yang dengan mudah kita bisa mendengarkan via internet Alhamdulillah.
Dan jawaban mereka cukup insya Allah bagi yang ingin mengetahui tentang radio rodja. Namun berhubung pertanyaan ini masih terdengar ditanyakan oleh sebagian ikhwah kepada Asatidzah oleh karena itulah pada kesempatan ini saya yang ingin mengatakan bagi orang yang bertanya tentang radio rodja bahwa cukup bagi kita untuk mendengarkan kajian, muhadhoroh ustadz-ustadz kita.
Apa yang ada dari ilmu, faedah, pembahasan yang dibahas oleh pengisi radio rodja ada pada ustadz-ustdaz kita dan apa yang ada pada ustadz-ustadz kita tidak ada pada para pengisi rodja (dan itu semua karunia Allah yang Allah berikan kepada siapa yang Allah kehendaki).
Apa yang ada pada ustadz-ustadz kita dan tidak ada pada para pengisi Rodja di antaranya adalah apa yang saya akan sebutkan di bawah ini : 1. Ustadz-ustadz kita Alhamdulillah sangat menjaga pergaulan mereka, mereka tidak bergaul dengan ahlu bid’ah, hizbiyyin, orang- orang menyimpang, yayasan hizbi atau satu organisasi dan satu wadah dengannya.
Dan seperti inilah manhaj yang haq manhaj ahlus sunnah. Mari kita simak perkataan a’imah salaf (para Imam Salaf) yang dai-dai rodja mengaku mengikuti mereka..!
Tetapi praktek dan amalannya menyelisihi bahkan bertolak belakang dengan pengakuannya. Berkata Abu Qilabah Rahimahullah :
ﻻ ﺍﻮﺴﻟﺎﺠﺗ ﻞﻫﺃ ﺀﺍﻮﻫﻷﺍ ، ﻻﻭ ﻢﻫﻮﻟﺩﺎﺠﺗ ، ﻲﻧﺈﻓ ﻻ ﻦﻣﺁ ﻥﺃ ﻢﻛﻮﺴﻤﻐﻳ
ﻢﻬﻴﻠﻋ ﺲﺒﻟ ﺎﻣ ﺾﻌﺑ ﻦﻳﺪﻟﺍ ﻲﻓ ﻢﻜﻴﻠﻋ ﺍﻮﺴﺒﻠﻳ ﻭﺃ ، ﺔﻟﻼﻀﻟﺍ ﻲﻓ
Janganlah kalian duduk bersama ahlu ahwa’ (ahlu bid’ah –ed) dan janganlah mendebat mereka dikarenakan sesungguhnya aku tidak merasa aman mereka menjerumuskan (menenggelamkan) kesesatan kepada kalian atau menyamarkan (merancukan – ed) kepada kalian perkara agama, sebagian perkara agama yang mereka samarkan.” (Asyari’ah Al-Ajuri : 56 – Al Ibnah Ibnu Bathah : 2/437)
ﻝﺎﻗ ﻞﻴﻋﺎﻤﺳﺇ ﻦﺑ ﺔﺟﺭﺎﺧ ﺙﺪﺤﻳ ﻝﺎﻗ : ﻞﺧﺩ ﻥﻼﺟﺭ ﻰﻠﻋ ﺪﻤﺤﻣ ﻦﺑ ﻦﻳﺮﻴﺳ ﻦﻣ ﻞﻫﺃ ﺀﺍﻮﻫﻷﺍ ، ﻻﺎﻘﻓ : ﺎﻳ ﺎﺑﺃ ﺮﻜﺑ ﻚﺛﺪﺤﻧ ﺚﻳﺪﺤﺑ ؟ ﻝﺎﻗ : ﻻ ﻻﺎﻗ : ﺃﺮﻘﻨﻓ ﻚﻴﻠﻋ ﺔﻳﺁ ﻦﻣ ﺏﺎﺘﻛ ﻪﻠﻟﺍ ﺰﻋ ﻞﺟﻭ ؟ ﻝﺎﻗ : ﻻ ، ﻦﻣﻮﻘﺘﻟ ﻲﻨﻋ ﻭﺃ
ﻦﻣﻮﻗﻷ
Ismail bin Khorijah menceritakan, beliau berkata : “Dua orang dari ahlu ahwa’ (ahlu bid’ah) masuk menemui Muhammad bin Siriin mereka berdua berkata : ‘Wahai Abu Bakar, kami akan menyampaikan satu hadits kepadamu?’ Berkata (Ibnu Siriin) : ‘Tidak.’ Berkata lagi dua orang tersebut : ‘Kami akan membacakan satu ayat kepadamu dari Kitabullah (al-Qur’an) Azza Wajjala?’ Berkata (Ibnu Siriin) : ‘Tidak. Kalian pergi dariku atau aku yang pergi.’” (Asyari’ah Al-Ajuri : 57 – Al Ibanah Ibnu Bathah : 2/446)
Berkata Imam Al Barbahari Rahimahullah:
ﺭﺬﺣﺎﻓ ﻢﺛ ﺭﺬﺣﺍ ﻞﻫﺃ ﻚﻧﺎﻣﺯ ﺔﺻﺎﺧ ﺮﻈﻧﺍﻭ ﻦﻣ ﺲﻟﺎﺠﺗ ﻦﻤﻣﻭ ﻊﻤﺴﺗ ﻦﻣﻭ
ﻢﻬﻨﻣ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﺼﻋ ﻦﻣ ﻻﺇ ﺓﺩﺭ ﻲﻓ ﻢﻬﻧﺄﻛ ﻖﻠﺨﻟﺍ ﻥﺈﻓ ﺐﺤﺼﺗ
Berhati-hatilah dan berhati-hatilah kepada orang-orang yang hidup sezaman denganmu secara khusus, dan lihatlah siapa teman dudukmu, dan dari siapa engkau mendengar dan dengan siapa engkau berteman, dikarenakan manusia hampir saja menjadi murtad dari agamanya karena sebab teman bergaulnya kecuali orang yang Allah jaga. (Syarh Sunnah Lilbarbahari).
Adapun dai-dai rodja maka mereka bergaul, berteman, bermuamalah dengan yayasan hizbi, ahlu bid’ah, dan orang-orang yang menyimpang. Seperti Abu Qatadah, Zaenal Abidin LC, Khalid Syamhudi LC dan yang lainnya yang menjadi da’i dan pengisi Yayasan Hizbi Al-Sofwa Lenteng Agung Jakarta, lihat juga bagaimana kelakuan Abu Qatadah yang mengisi bareng, duduk berdampingan satu meja dengan Hartono Ahmad Jaiz, Amin Jamaludin di DDII dengan Tema : “Aliran dan Paham Sesat di Indonesia” yang ketika itu ana masih ingat (ketika masih ngaji dengan mereka) Amin Jamaludin berbicara membolehkan demonstrasi pada majelis tersebut.
Begitu juga Abu Qatadah merekrut ustadz yang pernah belajar di Abul Hasan Al-Misri yang para ulama telah memvonisnya sebagai hizbi, mubtadi’ dan ustadz tersebut belum bertaubat darinya dan belum lama ini pun (belum ada satu tahun) Abu Qatadah menerima orang yang baru pulang setelah belajar 7 tahun di Markaznya Abul Hasan Al Misri di Yaman diterima dan disambut untuk mengajar di pondoknya sampai sekarang.
Di samping itu Abu Qatadah menyalurkan dana ihyaut turats kepada pondok yang bermanhaj khawarij, Pondok Al-Muaddib Cilacap yang di pimpin oleh mertuanya seorang teroris bernama Nurdin M. Top yang bernama Baridin.
Begitu juga Yazid Jawwas dan kawan-kawannya berkerja sama dengan salah seorang pembesar ikhwani DR. Hidayat Nurwahid, sama seorang hizbi Farid Okbah, sama sesepuh sururi dan orang yang ditokohkan oleh HASMI (Harakah Sunniyyah Untuk Masyarakat Islam) Taufiq Shalih Al Katsiri dalam muraja’ah tafsir ibnu katsir jilid 1 Pustaka Imam Syafi’i.
Tak ketinggalan Abdul Hakim bin Amir Abdat di antara penyimpanggnya dia mengisi satu majelis dengan pembesar atau seseorang yang di Syaikhkan dari ihyaut turats Kuwait di Malaysia.
Dan contoh-contoh lainnya yang sangat banyak yang hal ini merupakan manhaj da’i-da’i rodja sepanjang yang saya ketahui. Dan apa yang mereka lakukan bukanlah sekedar kesalahan “manusiawi“ (seperti lupa, atau tidak tahu itu seorang hizbi, atau seorang yang menyimpang,
ahlu bid’ah atau diundang ngisi tanpa tahu ada pembicara selain dirinya ternyata ada pembicara lain dari kalangan orang-orang yang menyimpang atau ahlu bid’ah atau kesalahan yang mereka telah ruju’ darinya dan lain-lain) tidak, tetapi yang saya sebutkan ini adalah manhaj mereka.
Mereka tahu penyimpangan Ihyaut Turats, Al-Sofwa, DDII, Al-Irsyad, L-Data, Taruna Al-Qur’an, Abdurrahman Abdul Khaliq, Abul Hasan Al-Misri, Thariq Suwaidan, Hidayat Nurwahid, Amin Jamaluddin, Taufiq Shalih Al-Katsiri, Yusuf Utsman Ba’isa dan yang lainnya tetapi mereka tetap bermuamalah dengan mereka bahkan membela sebagian mereka.Wallahu musta’an.
2. Alhamdulillah ustadz-ustadz kita, sikap mereka tegas dengan ahlu bid’ah apalagi sama tokoh dan para pembesarnya, hal ini bisa kita lihat dan dengarkan dalam ceramah-ceramah mereka dalam muhadhoroh-muhadhoroh mereka yang tak jarang memberi peringatan kepada ummat dari bahaya ahlu bid’ah.
Hal ini yang tidak ada pada mereka (ustadz-ustadz rodja), secara umum pengisi radio rodja -sebatas yang ana tahu- plintat plintut dalam menyikapi sebagian ahlu bid’ah, tidak membantahnya atau diam atas penyimpangan mereka, seperti tidak membantah atau diam atas penyimpangan Abdurrahman Abdul Khaliq, Abul Hasan Al Misri dan yang lainya sebagaimana diamnya Firanda MA, Abdullah Taslim MA dan selainnya atas kesesatan dan penyimpangan Abdurrahman Abdul Khaliq dan Yayasan Ihyaut Turats yang mereka berdua mengaku mengetahui dan mempunyai bukti-bukti kesesatan Abdurrahman Abdul Khaliq dan penyimpangan yang ada di tubuh Ihyaut Turats.
Bahkan salah seorang dari pembicara rutin radio rodja yaitu Ali Subana malah memuji seorang ahlu bid’ah dan bahkan pembesar ahlu bid’ah pada zaman ini yaitu DR. Yusuf Al-Qardhawi.
Sebagaimana hal ini diceritakan oleh salah seorang ikhwan (Abu Aisyah) yang dulu pernah tinggal bersama keluarganya di Qatar dan dia ikut majelisnya Ali Subana di sana.
Suatu ketika Ali Subana pernah ditanya tentang Yusuf Qardhawi dengan pertanyaan, ‘Siapakah Yusuf Qardhawi?’ Kata seorang penanya yang ikut di majelisnya di Qatar, lalu Ali Subana menjawab, “Yusuf Qardhawi termasuk ulama pada abad ini.” Lalu ikhwan kita ini berkata ketika menceritakannya kepada saya : “Ana mendengar sendiri dengan telinga ana bahwa Ali Subana menjawab seperti itu.”
Atau cerita salah seorang ikhwan dari Jakarta yang baru saja mengenal ta’lim satu sampai dua tahun yang pernah bertanya kepada ana tentang radio rodja, lalu ana jelaskan tentang pemateri di radio Rodja sampai tentang Ali Subana yang memuji Yusuf Qardhawi lalu ia pun berkata: “Ia.., ana pernah dengar di radio rodja Ali Subana menukilkan perkataan Yusuf Qardhawi ana pun kaget setahu ana Yusuf Qardhawi sesat.”
Insya Allah kita semua tahu siapa DR. Yusuf Qardhawi, seorang tokoh dan pembesar ikhwanul muslimin, seorang tokoh sesat yang sangat terkenal yang sangat jelas kesesatannya, kalau yang seperti ini saja masih direkomendasi sama salah seorang dari pembicara radio Rodja lalu bagaimana dengan tokoh sesat dan menyimpang lainnya..?!
Di antaranya seperti Ali Hasan bin Abdul Hamid dan Salim bin Ied Al-Hilali jelas lebih mereka rekomendasi dan bela walaupun para ulama telah menjarhnya dan sebagian telah mentabdi’nya.
3. Alhamdulillah ustadz-ustadz kita tidak ada yang mengambil dana dari yayasan hizbi penyebar manhaj khawarij Ihyaut Turats bahkan ustadz-ustadz kita memperingatkan dari bahaya bermuamalah dengan Ihyaut Turats dan bahaya pendirinya yaitu Abdurrahman Abdul Khaliq adapun sebagian mereka mengambil bahkan menjadi gembong dan kaki tangan dari yayasan hizbi Ihyaut Thurats seperti Abu Qatadah dan Abu Nida LC.
Dan lihat juga kelakuan salah satu pembicara radio rodja yang bernama Firanda
MA. yang membela mati-matian yayasan hizbi Ihyaut Turats, padahal dalam banyak kesempatan dia dan Abdullah Taslim MA. mengakui bahwasanya dia mengetahui penyimpangan Ihyaut Turats dan mempunyai data-data penyimpangannya, sekarang kita tanyakan kepada mereka Firanda dan Abdullah Taslim yang keduanya menjadi pembicara radio rodja, “Mana bantahan kalian terhadap Abdurahman Abdul Khaliq atau Ihyaut Turats atau Al Sofwa dalam ceramah, muhadoroh, dan tulisan-tulisan kalian..?! Bukankah kalian mengetahui penyimpangan Ihyaut Turats, Abdurahaman Abdul Khaliq sebagaimana pengakuan kalian sendiri, lalu mana pengamalanmu pada hadits ini wahai Firanda..?!
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : ْﻦَﻣ ﻯَﺃَﺭ ﺍًﺮَﻜْﻨُﻣ ْﻢُﻜْﻨِﻣ ِﻩِﺪَﻴِﺑ ُﻩْﺮِّﻴَﻐُﻴْﻠَﻓ ْﻢَﻟ ْﻥِﺈَﻓ ِﻪِﻧﺎَﺴِﻠِﺒَﻓ ْﻊِﻄَﺘْﺴَﻳ ْﻢَﻟ ْﻥِﺈَﻓ
ِﻥﺎَﻤﻳِﻹﺍ ُﻒَﻌْﺿَﺃ َﻚِﻟَﺫَﻭ ِﻪِﺒْﻠَﻘِﺒَﻓ ْﻊِﻄَﺘْﺴَﻳ
Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran maka ubahlah dengan tangannya, maka apabila tidak bisa ubahlah dengan lisannya, maka apabila tidak bisa maka dengan hatinya yang demikian selemah-lemah iman. (HR. Muslim dari Abu Sa’id Al Khudry).
Justru kalian malah membantah orang yang membantah ihyaut turats dan Abdurhaman Abdul Khaliq. Katanya kalian tahu tentang penyimpangan Abdurahman Abdul Khaliq dan ihyaut turats, lalu kenapa tidak membantah, menjelaskan penyimpangan orang yang melakukan penyimpangan (Abdurrahaman Abdul Khaliq) supaya ummat secara sebab selamat dari bahaya penyimpangan mereka, kok malah membantah orang yang membantah penyimpangan Abdurahman Abdul Khaliq dan Ihyaut Turats. Kemana akal sehatmu wahai Firanda..!
4. Ustadz-ustdaz kita Alhamdulillah menjaga pakaiannya dan adab-adabnya dengan memakai sarung atau jubah di kesehariannya, adapun sebagian mereka (pengisi) radio rodja tidak sedikit yang memakai banthalun, atau bahkan celana yang agak ketat yang memperlihatkan lekuk tubuh mereka (maaf –pantat mereka-) bahkan ketika shalat dan ta’lim.
Saya punya pengalaman buruk ketika masih ikut ta’lim dengan salah satu pengisi radio rodja tentang celana banthalun, yang saya malu untuk menceritakannya di sini. Wallahu musta’an
Inilah sedikit penjelasan dari saya untuk saudaraku yang bertanya tentang radio rodja yaitu untuk mencukupkan dengan mendengar kajian ustadz-ustadz kita karena apa yang ada pada pengisi radio rodja dari ilmu dan faedah ada pada ustadz-ustadz kita dan sebaliknya apa yang ada pada ustadz-ustadz kita (yang telah saya sebutkan di atas) tidak ada pada ustadz-ustadz rodja.
Selain dari itu sama-sama kita ketahui dari perkataan Ibnu Siriin yang Insya Allah menutup “perjumpaan kita”, yang beliau berkata :
ْﻢُﻜَﻨﻳِﺩ َﻥﻭُﺬُﺧْﺄَﺗ ْﻦَّﻤَﻋ ﺍﻭُﺮُﻈْﻧﺎَﻓ ٌﻦﻳِﺩ َﻢْﻠِﻌْﻟﺍ ﺍَﺬَﻫ َّﻥِﺇ
Sesunguhnya ilmu ini adalah agama maka perhatikanlah oleh kalian dari siapa kalian mengambil agama kalian.” Dan perkataan Syaikh ‘Abdullah Mar’i Hafidzahullah : “Jangan sampai mereka yang dulunya salafiyyin (ketika mendengar radio rodja –ed) menjadi Khalafiyyin (orang menyelisihi manhaj salaf –ed)”
(sumber : rekaman pertemuan Tanah Abang Jakarta) . Wallahu muwwafiq.
(Ditulis oleh : Abu Ibrahim Abdullah bin Mudakir)
|
|
|
|
|
|
|
|
121. |
Pengirim: Kyai - Kota: probolinggo
Tanggal: 22/8/2013 |
|
WAHABI SAM:
Terimakasih atas dimuatnya tulisan ini untuk yang kesekian kalinya
Tanggapan ini tidak hanya disajikan kepada Anda tetapi akan lebih berharap kepada para Pembaca khususnya kepada umat Islam yang tidak henti-hentinya untuk mencari kebenaran suatu ajaran Agama yang kita anut sekarang ini. Tulisan ini saya fokuskan kepada masalah PRO dan KONTRA TAHLILAN yang dilakukan (diamalkan) berhubungan dengan kematian seseorang.
Saya mulai dengan beberapa firman Allah :
“Maukah Kami beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya”. (Al Kahfi: 103-104)
“Dialah Allah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji siapa diantara kalian yang paling baik amalnya.” (Al Mulk: 2)
Para ulama ahli tafsir menjelaskan makna “yang paling baik amalnya” ialah yang paling ikhlash dan yang paling mencocoki sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan agama Islam bagi kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian serta Aku ridha Islam menjadi agama kalian.” (Al Maidah: 3)
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh (pahala) selain apa yang telah diusahakannya”. (An Najm: 39), (Lihat tafsir Ibnu Katsir 4/329).
Beberapa Hadist Nabi SAW :
“Tidak ada suatu perkara yang dapat mendekatkan kepada Al Jannah (surga) dan menjauhkan dari An Naar (neraka) kecuali telah dijelaskan kepada kalian semuanya.” (H.R Ath Thabrani)
“Barangsiapa diberi hidayah oleh Allah, maka tak seorang pun bisa menyesatkannya; dan barangsiapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tak seorang pun yang bisa memberinya hidayah. Sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk ialah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara ialah perkara yang diada-adakan (dalam agama), dan setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) ialah bid’ah, sedang setiap bid’ah itu sesat dan setiap yang sesat itu di Neraka…” (H.R. An Nasa’i dan Ibnu Majah dari Jabir bin Abdillah, dan dishahihkan oleh Al Albani, lihat Irwa’ul Ghalil 3/73)
Suatu ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendengar berita tentang pernyataan tiga orang, yang pertama menyatakan: “Saya akan shalat tahajjud dan tidak akan tidur malam”, yang kedua menyatakan: “Saya akan bershaum (puasa) dan tidak akan berbuka”, yang terakhir menyatakan: “Saya tidak akan menikah”, maka Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menegur mereka, seraya berkata: “Apa urusan mereka dengan menyatakan seperti itu? Padahal saya bershaum dan saya pun berbuka, saya shalat dan saya pula tidur, dan saya menikahi wanita. Barang siapa yang membenci sunnahku maka bukanlah golonganku.” (Muttafaqun alaihi)
“Barang siapa yang beramal bukan diatas petunjuk kami, maka amalan tersebut tertolak.” (Muttafaqun alaihi, dari lafazh Muslim)
SUNNI:
SAYA HERAN DENGAN ANDA WAHABI SAM, ANDA NGOTOT DENGAN ARGUMENTASI COPAS ANDA YANG TIDAK ARGUMENTATIF. APA YANG ANDA KOMUNIKASIKAN ITU TIDAK DUA ARAH, PADAHAL KOMUNIKASI ITU TENTU SAJA DUA ARAH. NAMUN ANDA HANYA BERJALAN SEARAH, ANDA TIDAK MENGHIRAUKAN ARGUMENTASI ORANG LAIN, NAMUN SELALU BERARGUMENTASI DENGAN ARGUMENTASI2 BASI YANG TELAH SAYA LURUSKAN SEBELUMNYA. ANDA INI ORANG BERILMU ATAU ANDA HANYA ORANG YANG TIDAK ADA KERJAAN YANG DISURUH WAHHABI UNTUK MEMBUAT KOMENTAR DI WEB INI???
JIKA ITU BENAR MAKA ANDA SANGAT MEMALUKAN!.
Apa yang dapat anda sajikan dengan dalil-dalil diatas?
Baiklah saya akan menukilkan hadist juga:
“Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam
Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang
melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya
tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim [1017]).
WAHABI SAM:
Al Imam Asy Syafi’I:
“Barang siapa yang menganggap baik suatu amalan (padahal tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah –pent) berarti dirinya telah menciptakan hukum syara’ (syari’at) sendiri”.
SUNNI:
Sekarang saya tanya kepada anda:
Pertama:
Apakah Rasul pernah menghimpun al Quran pada satu mushaf?
Mengapa Sayidina Abu Bakar menghimpun al-Qur’an, apakah Sayyidina Abu Bakar merasa lebih pintar dari Nabi?
Apakah Rasul lupa dan lalai terhadap penghimpunan al Quran tersebut?
Kedua:
Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah shalat tarawih
secara berjamaah penuh satu bulan ramadhan?
Apakah Rasul secara rutin melakukan shalat tharawih tiap malam?
Apakah Rasul mengumpulkan para jama’ah untuk melakukan shalat tharawih?
Apakah pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu’anhu melakukan shalat tharawih seperti pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab?
Apakah Khalifah Abu Bakar lupa dengan ibadah yang mulia Shalat Tharawih seperti pada zaman Khalifah Umar?
Mengapa Khalifah Umar radhiyallahu’anhu mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Khalifah Umar menginstruksikan shalat tarawih secara berjamaah?
Apakah khalifah Umar lebih pintar dari Rasul dan Khalifah Abu Bakar?
Ketiga:
Mengapa Sayyidina Utsman menambah adzan Jum’at menjadi dua kali?
Mengapa Pada Zaman Rasul, Abu Bakar, dan Umar adzan Jum’at dikumandangkan hanya 1 kali?
Apakah umar lebih pintar dari Rasul, Abu Bakar, dan Umar?
Apakah Rasul, Abu Bakar, dan Umar lalai dari perkara mulia penambahan adzan tsb?
APAKAH SAYYIDINA ABU BAKAR, SAYYIDINA UMAR, SAYYIDINA USTMAN ITU TERMASUK KE DALAM HADIST YANG KAMU BAWAKAN TERSEBUT?
APAKAH MEREKA RADIYALLHU’ANHU TERMASUK MENCIPTAKAN SYARI’AT SENDIRI (SELEVEL NABI)?
WAHABI SAM:
Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata dalam salah satu kitabnya yang terkenal yaitu ‘Al Um’ (1/248): “Aku membenci acara berkumpulnya orang (di rumah keluarga mayit ) meskipun tidak disertai dengan tangisan. Karena hal itu akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka.” (Lihat Ahkamul Jana-iz karya Asy Syaikh Al Albani hal. 211)
SUNNI:
Kenapa anda taqlid dengan imam syafi’i?
Apakah anda bermadzhab?
jika ada dalil yang memang mengharamkan perkumpulan tersebut silahkan datangkan kesini!
Lihatlah pernyataan Imam Syafii baik-baik, jangan menelan pernyataan Imam Syafii mentah-mentah tanpa melakukan resapan ilmiyyah. Lihatlah pernyataan Imam Syafii “akan menambah kesedihan dan memberatkan urusan mereka”. Itu hal yang subyektif dan Imam Syafii akan menyukainya jika TIDAK menambah kesedihan dan TIDAK memberatkan urusan mereka.
Selain itu, apa itu "AL MA'TAM" ??
Untuk mengetahui ini kita bisa melihat didalam Kitab Lisanul Arab Juz 4 Halaman 12 dijelaskan :
al-Ma’tam berasal dari kata “atama – ya’timu” yang bermakna ‘apabila dikumpulkan antara dua perkara”. Ma’tam asalnya adalah setiap perkumpulan (perhimpunan) dari laki-laki atau perempuan baik dalam hal kesedihan maupun kegembiraan. Kemudian pakar-pakar lughah, hanya mengkhususkan pada perhimpunan perempuan pada orang mati. al-Jauhari mengatakan ; ma’tam menurut orang arab adalah perempuan-perempuan yang berkumpul (berhimpun) dalam hal kebaikan dan keburukan. Ibnu Barri ; tidak bisa di cegah agar ma’tam dipahami dengan makna wanita yang meratap, kesedihan, ratapan dan tangisan sebab sesungguhnya wanita karena untuk itu mereka berkumpul, dan kesedihan itulah yang juga membuat mereka berkumpul.(Lihat ; Lisanul ‘Arab (4/12)
Inilah maksud Al-Ma'tam itu, adalah perkumpulan ratapan dan tangisan yg ada dizaman itu, orang orang Jahiliyah jika ada yg mati di keluarga mereka maka mereka membayar para "penangis" untuk meratap dirumah mereka, semacam adat istiadat mereka seperti itu, memang sudah ada orangnya, sebagaimana masa kini ada group Band penghibur, dimasa lalu juga ada Group penangis, khusus untuk meratap dirumah duka.
WAHABI SAM:
Imam Syafi’i -rahimahullah- mengatakan bahwa bid’ah itu ada yang terpuji dan ada yang tercela, maka beliau jualah yang mengatakan berikut ini:
مَا مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَتَذْهَبُ عَلَيهِ سُنَّةٌ لِرَسُولِ اللهِ وَتَعْزُبُ عَنْهُ فَمَهْمَا قُلْتُ مِنْ قَوْلٍ أَوْ أَصَّلْتُ مِنْ أَصْلٍ, فِيْهِ عَنْ رَسُولِ اللهِ لِخِلاَفِ مَا قُلْتُ فَالْقَوْلُ مَا قَالَ رَسُولُ اللهِ وَهُوَ قَوْلِي ( تاريخ دمشق لابن عساكر 15 / 389 )
Tak ada seorang pun melainkan pasti ada sebagian sunnah Rasulullah yang luput dari pengetahuannya. Maka perkataan apa pun yang pernah kukatakan, atau kaidah apa pun yang kuletakkan, sedang di sana ada hadits dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan pendapatku, maka pendapat yang benar ialah apa yang dikatakan oleh Rasulullah, dan itulah pendapatku (lihat: Tarikh Dimasyq, 15/389 oleh Ibnu Asakir)
Beliau menambahkan lagi jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sampaikanlah sunnah tadi dan tinggalkanlah pendapatku –dan dalam riwayat lain Imam Syafi’i mengatakan– maka ikutilah sunnah tadi dan jangan pedulikan ucapan orang. (lihat Al Majmu’ syarh Al Muhadzdzab 1/63)
إِذَا صَحَّ الْحَدِيثُ فَهُوَ مَذْهَبِي وَإِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَاضْرِبُوا بِقَوْلِي الْحَائِطَ ( سير أعلام النبلاء 3/3284-3285)
Kalau ada hadits shahih, maka itulah mazhabku, dan kalau ada hadits shahih maka campakkanlah pendapatku ke (balik) tembok. (Siyar A’laamin Nubala’ 3/3284-3285).
SUNNI:
Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza
shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits
itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan
dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap
hadits tersebut, maka dapat diasumsikan, bahwa kita harus mengikuti hadits
tersebut, dan meninggalkan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i. Akan tetapi apabila
hadits tersebut telah diketahui oleh al-Imam al-Syafi’i, sementara hasil ijtihad
beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut
memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al-
Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64.
WAHABI SAM:
Pendapat para Sunan (Wali Songo):
Dalam buku yang ditulis H Machrus Ali, mengutip naskah kuno tentang jawa yang tersimpan di musium Leiden, Sunan Ampel memperingatkan Sunan Kalijogo yang masih melestarikan selamatan tersebut:“Jangan ditiru perbuatan semacam itu karena termasuk bid’ah”. Sunan Kalijogo menjawab: “Biarlah nanti generasi setelah kita ketika Islam telah tertanam di hati masyarakat yang akan menghilangkan budaya tahlilan itu”.
Dalam buku Kisah dan Ajaran Wali Songo yang ditulis H. Lawrens Rasyidi dan diterbitkan Penerbit Terbit Terang Surabaya juga mengupas panjang lebar mengenai masalah ini. Dimana Sunan Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Kudus, Sunan Gunungjati dan Sunan Muria (kaum abangan) berbeda pandangan mengenai adat istiadat dengan Sunan Ampel, Sunan Giri dan Sunan Drajat (kaum putihan). Sunan Kalijaga mengusulkan agar adat istiadat lama seperti selamatan, bersaji, wayang dan gamelan dimasuki rasa keislaman.
SUNNI:
Pada Th. 2008 lalu Guru-Guru kami dari Tim LBM NU Jember mengajak H. Mahrus Ali. Dia ketakutan dan bersikap pengecut, sehingga yang hadir hanya si Pemberi Kata Pengantar yakni H. Mu’ammal Hamidy. Silahkan download video perdebatan LBM NU Jember dengan H. Mu’ammal Hamidy (pemberi kata pengantar buku tsb).
Keturunan-keturunan wali songo masih melestarikan budaya tahlilan, dlsb. Dan masih banyak lagi argumentasi lainnya.
WAHABI SAM:
Kesepakatan Ormas Islam
Muktamar NU ke-1 di Surabaya tanggal 13 Rabiuts Tsani 1345 H/21 Oktober 1926 mencantumkan pendapat Ibnu Hajar al-Haitami dan menyatakan bahwa selamatan kematian adalah bid’ah yang hina namun tidak sampai diharamkan dan merujuk juga kepada Kitab Ianatut Thalibin. Namun Nahdliyin generasi berikutnya menganggap pentingnya tahlilan tersebut sejajar (bahkan melebihi) rukun Islam/Ahli Sunnah wal Jama’ah.
Muhammadiyah, PERSIS dan Al Irsyad, sepakat mengatakan bahwa Tahlilan (Selamatan Kematian) adalah perkara bid’ah, dan harus ditinggalkan
Dari Thalhah: “Sahabat Jarir mendatangi sahabat Umar, Umar berkata: Apakah kamu sekalian suka meratapi mayat? Jarir menjawab: Tidak, Umar berkata: Apakah di antara wanita-wanita kalian semua suka berkumpul di rumah keluarga mayit dan memakan hidangannya? Jarir menjawab: Ya, Umar berkata: Hal itu sama dengan meratap”. (al-Mashnaf ibn Aby Syaibah (Riyad: Maktabah al-Rasyad, 1409), juz II hal 487)
dari Sa’ied bin Jabir dan dari Khaban al-Bukhtary, kemudian dikeluarkan pula oleh Abd al-Razaq: “Merupakan perbuatan orang-orang jahiliyyah niyahah , hidangan dari keluarga mayit, dan menginapnya para wanita di rumah keluarga mayit”. (al-Mashnaf Abd al-Razaq al-Shan’any (Beirut: al-Maktab al- Islamy, 1403) juz III, hal 550. dikeluarkan pula oleh Ibn Abi Syaibah dengan lafazh berbeda melalui sanad Fudhalah bin Hashien, Abd al-Kariem, Sa’ied bin Jabbier) Dari Ibn Aby Syaibah al-Kufy: “Telah berbicara kepadaku Yan’aqid bin Isa dari Tsabit dari Qais, beliau berkata: saya melihat Umar bin Abdul Aziz melarang keluarga mayit mengadakan perkumpulan, kemudian berkata: kalian akan mendapat bencana dan akan merugi”.
Dari Ibn Aby Syaibah al-Kufy: “Telah berbicara kepada kami, Waki’ bin Jarrah dari Sufyan dari Hilal bin Khabab al Bukhtary, beliau berkata: Makanan yang dihidangkan keluarga mayat adalah merupakan bagian dari perbuatan Jahiliyah dan meratap merupakan bagian dari perbuatan jahiliyah”.
Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Arsyad al-Banjary dan Syekh Nuruddin ar- Raniry yang merupakan peletak dasar-dasar pesantren di Indonesia pun masih berpegang kuat dalam menganggap buruknya selamatan kematian itu. “Shadaqah untuk mayit, apabila sesuai dengan tuntunan syara’ adalah dianjurkan, namun tidak boleh dikaitkan dengan hari ke tujuh atau hari- hari lainnya, sementara menurut Syaikh Yusuf, telah berjalan kebiasaan di antara orang-orang yang melakukan shadaqah untuk mayit dengan dikaitkan terhadap hari ketiga dari kematiannya, atau hari ke tujuh, atau keduapuluh, atau keempatpuluh, atau keseratus dan sesudahnya hingga dibiasakan tiap tahun dari kematiannya, padahal hal tersebut hukumnya makruh. Demikian pula makruh hukumnya menghidangkan makanan yang ditujukan bagi orang-orang yang berkumpul pada malam penguburan mayit (biasa disebut al-wahsyah), bahkan haram hukumhukumnya biayanya berasal dari harta anak yatim”. (an-Nawawy al-Bantani, Nihayah al-Zein fi Irsyad al-Mubtadi’ien (Beirut: Dar al-Fikr) hal 281).
Pernyataan senada juga diungkapkan Muhammad Arsyad al-Banjary dalam Sabiel al-Muhtadien (Beirut: Dar al-Fikr) juz II, hal 87, serta Nurudin al-Raniry dalam Shirath al-Mustaqim (Beirut: Dar al-Fikr) juz II, hal 50)
Dari majalah al-Mawa’idz yang diterbitkan oleh NU pada tahun 30-an, menyitir pernyataan Imam al-Khara’ithy yang dilansir oleh kitab al-Aqrimany disebutkan: “al-Khara’ithy mendapat keterangan dari Hilal bin Hibban r.a, beliau berkata: ‘Penghidangan makanan oleh keluarga mayit merupakan bagian dari perbuatan orang-orang jahiliyah’. kebiasaan tersebut oleh masyarakat sekarang sudah dianggap sunnah, dan meninggalkannya berarti bid’ah, maka telah terbalik suatu urusan dan telah berubah suatu kebiasaan’. (al-Aqrimany dalam al-Mawa’idz; Pangrodjong Nahdlatoel ‘Oelama Tasikmalaya, Th. 1933, No. 18, hal.286).
Dari paparan di atas KEMANAKAH AKAN ANDA NISBATKAN AMALAN TAHLILAN ANDA ??????
Kepada para pembaca, semoga tulisan akan memberikan pencerahan dan masukan yang bermanfaat dalam menjalankan syariat agama semurni-murninya.
Wallahu a’lam
SUNNI:
Mana dalil yang anda ajukan?
Kok semuanya pendapat?
Makruh itu tidak dilarang!
Kalo anda sertakan pendapat orang wahabi maka ya seabrek. Silahkan paparkan dalilnya!
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tantangan ilmiah untuk Sdr. Sam, barangkali kali saja berani berhadapan dg sdr. Kiai. |
|
|
|
|
|
|
|
122. |
Pengirim: pian - Kota: pati
Tanggal: 23/8/2013 |
|
anda tak ubahnya seperti mereka, suka menghujat, merendahkan dan mengkafirakan sesama, yang anda perselisihkan tentang singgasan dan kursi itu orang awam tidak sampai ilmunya..., mengikuti perdebatan kalianpun tidak menambah keimanan dan kekhusukan ibadah, tudinglah diri masing-masing yang akan mempertanggung jawabkan amal sendiri tanpa ada kawan saudara anak yang nanti akan membantu, terimalah yang hati kita membenarkan dan berharap keselamatan dari Allah semata,
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar anda tida ilmiah dan tidak berbobot. |
|
|
|
|
|
|
|
123. |
Pengirim: sarif.ibnu.ali - Kota: Surabaya
Tanggal: 23/8/2013 |
|
Yaa Ustadz, saya mau tanya, Bid'ah itu sesat dan sesat itu ada di neraka (konteks hadist Rasulullah yang masyhur), dari beberapa komentar yang saya baca, intinya ustadz mengatakan tidak ada dalil TEKSTUAL yang menyatakan bahwa bid'ah itu hanya dalam urusan agama saja atau urusan dunia saja. Nah sebagai ahlussunnah Wal Jamaah, tentunya kita harus mengikuti ajaran Rasulullah, yang ingin saya tanyakan, apa hukumannya jika kita mengetahui hukum dan ancaman dari Rasulullah tersebut (mengenai bid’ah) tapi kita melanggarnya. Lalu internet yang kitaanda gunakan ini Bid’ah, hukumnya apa dong?
dan saya yakin, kalau ustadz sangat mengetahui hukum dari kata Bid’ah tersebut.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar anda tidak ilmiah dan tidak berbobot. Banyak komentar-komentar iseng seperti ini yang kami delete, karena Situs ini kami hadirkan untuk memberi pemahaman kepada Warga Aswaja agar tidak terprovokasi dan tidak terpengaruh oleh ajaran Wahhabi, Syiah, JIL dan aliran sesat lainnya yang mengikuti Standar Fatwa MUI, karena kami adalah pengurus MUI Malang. |
|
|
|
|
|
|
|
124. |
Pengirim: salma - Kota: Palembang
Tanggal: 26/8/2013 |
|
Wahai orang-orang yang beriman jika orang fasik datang kepada kamu membawa sebuah berita maka telitilah, agar kalian tidak mencela suatu kaum dengan kebodohan.” (QS. al-Hujuraat: 6)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar sekali ayat yang anda nukil, karena itu jika ada kaum Wahhabi yang datang membawa berita tuduhan Sesat (Bid'ah Dhalalah) terhadap amalan warga Aswaja, seperti amalan Tahlilan, Maulid Nabi SAW, Istighatsah, Talqin, Ziarah kubur, dll, maka sekali-kali jangan langsung dipercaya, karena jika DITELITI, ternyata semua amalan warga Aswaja itu sudah sesuai dengan dalil Alquran, Hadits, Ijma' dan Qiyas. |
|
|
|
|
|
|
|
125. |
Pengirim: Mr Arman - Kota: Medan
Tanggal: 27/8/2013 |
|
Sepertinya Anda ini bukan Pembela Islam tetapi pembela pemahaman Anda sendiri... Belajar lagilah Anda tentang islam ini dengan benar... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami selalu membela kebenaran ajaran Aswaja, dan melawan kemungkaran ajaran Wahhabi yang kegemarannya menuduh Bid'ah Sesat terhadap amalan warga Aswaja seperti Tahlilan, Istighatsah, Maulid Nabi SAW, dll, dengan tuduhan bahwa Nabi SAW tidak pernah mengamalkannya. Tapi tatkala kami katakan TV Rodja, Bid'ahnya Kaum Wahhabi, dengan alasan karena Nabi SAW tidak pernah mengamalkan berdakwah lewat TV, eeh Wahhabinya kok jadi marah-marah dan kebakaran jenggot. Jadi sangat tepat peribahasa: Ibarat Maling Teriak Maling. |
|
|
|
|
|
|
|
126. |
Pengirim: ali - Kota: bandung
Tanggal: 27/8/2013 |
|
Kalau menurut saya.saya sering menonton acara tv rodja.anda saja yang tak paham.ilmu nda yang dangkal sekali terhadap agama.dan anda sangat berbahaya.bisamenyesatkan orang banyak. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Justru ajaran kaum Wahhabi yang sudah banyak menyesatkan banyak orang. Kaum Wahhabi sering menolak dalil Alquran dan Hadits Shahih yang dijadikan dasar amalan warga Aswaja, seperti dalil SUNNAH-nya Tahlilan untuk mayit, SUNNAH-nya Istighatsah, SUNNAH-nya baca Alquran di kuburan, dll yang berdasarkan Alquran dan Hadits. |
|
|
|
|
|
|
|
127. |
Pengirim: abu najla - Kota: balikpapan
Tanggal: 28/8/2013 |
|
assalamu'alaikum..
pesan saya bagi pemilik situs dan pembelanya bertobatlah dan cross check dl semua yg dituduhkan sebelum menyebarkan krn apabila slh mk akan berbalik kepada kalian..n khusus utk pemilik situs ht2 dgn fitnah yg anda tujukan krn apabila ad umat yg membacanya n mengikutinya dosanya akan anda tanggung jg terlebih ini dibc seluruh indonesia aplg sampai dunia..jd sekali lg bertabayyun dl sblm menuduh dan kl tdk th lbh baik diam.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang seharusnya diam itu adalah anda dan seluruh kaum Wahhabi, jangan sekali-kali mengomentari apalagi menfitnah amalan warga Aswaja seperti SUNNAHNYA TAHLILAN UNTUK MAYIT yang diamalkan oleh penghuni mayoritas Indonesia dg tuduhan Bid'ah Sesat. Apalagi fitnah dan tuduhan anda tanpa didasari Ilmu yang memadahi. Karena amalan kami sudah berdasarkan dalil Alquran dan Hadits, jika anda menolaknya maka sungguh anda telah menolak syariat Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
128. |
Pengirim: amulyana - Kota: cileungsi-bogor
Tanggal: 29/8/2013 |
|
syukron kiyayi atas informasinya. sangat bermanfaat. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sama-sama. |
|
|
|
|
|
|
|
129. |
Pengirim: amulyana - Kota: cileungsi-bogor
Tanggal: 29/8/2013 |
|
memang bahaya sekali wahabbi itu. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar |
|
|
|
|
|
|
|
130. |
Pengirim: Heri - Kota: Aceh
Tanggal: 30/8/2013 |
|
bagaimana dengan dengan aswaja tv apakah juga bid'ah? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Hukumnya adalah Bid'ah Hasanah, sesuai dengan keyakinan Aswaja, bahwa Bid'ah itu dibagi dua:
1. Bid'ah Dhalalah/sesat, misalnya DOA BERSAMA LISTAS AGAMA
2. Bid'ah Hasanah/baik, misalnya TV Aswaja.
Karena itu, orang yang mengingkari adanya Bid'ah Hasanah, maka otomatis saat ia menggunakan TV maka dirinya telah terjerumus dalam Bid'ah Dhalalah menurut keyakinannya sendiri. |
|
|
|
|
|
|
|
131. |
Pengirim: abudullah - Kota: medan
Tanggal: 31/8/2013 |
|
BISMILLAHIR ROHMANIR ROHIM. SEKALI LAGI saya tanyakan tentang hadis yang menyatakan adanya kata SAYYIDINA untuk SALAWAT yang telah diajarkan RASULULLAH pada sahabat dan SIAPAKAH yang meriwayatkannya. ATAUmungkin hadisnya ada dua, tolong penjelasannya. kalaupun ada kawan(syahril ramadhan) yang menyatakan demi kesopanan saja berarti ini orang sudah jelas menganggap RASULULLAH kurang sempurnanya BELIAU RASULULLAH jadi nabi sementara ALLAH SUBAHANA WATALA telah menngankat beliau RASULULLAH jadi utusannya. semntara di ALQURAN DITEGASKAN kita dilarang mendahului kata TUHAN dan RASULNYA serta diwajibkan mencontoh karna yang ada pada diri RASULULLAH adalah suri tauladan yang akan mengatarkan ummatnya ke sorga serta menjauhkan dari api neraka, INSYA ALLAH. JADI WAJIB HUKUMNYA kita mentaati apa yang telah beliau warisi buat semua ummat, janganlah ditambahkan lagi karana itu bid ah dan bid ah itu sesat. sat adalah ke neraka. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maaf, komentar anda yang terdahulu, sengaja kami delete, agar anda tahu bahwa kami tidak tidak senang membaca perkataan jorok dan kotor. Demikian juga kebiasaan komentar kaum Wahhabi selain anda yang menggunakan kata-kata jorok dan kotor, maka sudah banyak yang kami delete, agar tahu diri dan belajar adab sopan santun yang baik.
Umat Islam sepakat bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik, kekasih Tuhan semesta alam, yang akan menempati maqam mahmud, nabi yang menebarkan rahmah, rasul hidayah, junjungan umat, penghulu umat. Umat sepakat, Beliaulah sayyiduna (pemimpin kita). Semoga Allah memberikan shalawat kepada beliau.
Bahkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menegaskan bahwa beliau adalah sayyid seluruh manusia. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَومَ القِيَامَةِ ، وَأَوَّلُ مَن يَنشَقُّ عَنهُ القَبرُ
“Saya adalah sayyid keturunan adam pada hari kiamat. Sayalah orang yang pertama kali terbelah kuburnya.” (HR. Muslim 2278)
Oleh Karena itu, umat wajib mengimani bahwa beliau adalah sayyiduna (pemimpin kita), sebagai ujud umat memuliakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, gelar ‘sayyid’ tidak hanya dikhususkan untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kata sayyid bisa diberikan kepada para tokoh agama, di antaranya adalah para shahabat. Karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyebut beberapa shahabatnya dengan ‘sayyid’. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang Hasan bin Ali bin Abi Thalib:
إِنَّ ابنِي هَذَا سَيِّدٌ
“Sesungguhnya anakku ini adalah seorang sayyid (pemimpin).” (HR. Bukhari 2704)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bersabda kepada orang Anshar, untuk menghormati pemimpinnya, Sa’d bin Muadz radhiyallahu ‘anhu, ketika Sa’d datang, beliau menyuruh orang Anshar:
قُومُوا إِلَى سَيِّدِكُم
“Sambutlah pemimpin (sayyid) kalian.” (HR. Bukhari 3073 & Muslim 1768)
Kemudian, para shahabat juga menyebut sahabat lainnya dengan sayyid. Umar bin Khatthab pernah mengatakan tentang Abu Bakr dan Bilal:
أَبُو بَكرٍ سَيِّدُنَا وَأَعتَقَ سَيِّدَنَا : يعني بلال بن رباح
“Abu Bakr sayyiduna, dan telah memerdekakan sayyidana, maksud beliau adalah Bilal bin Rabah.” (HR. Bukhari 3754)
jika demikian, sangat layak bagi kita untuk menyebut manusia yang paling mulia dengan ‘sayyiduna’.
Hadis Abdullah bin Syikkhir
Shahabat Abdullah bin Syikkhir mengatakan,
انطَلَقتُ فِي وَفدِ بَنِي عَامِرٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ فَقُلنَا : أَنتَ سَيِّدُنَا . فَقَالَ : السَّيِّدُ اللَّهُ . قُلنَا : وَأَفضَلُنَا فَضلًا ، وَأَعظَمُنَا طَوْلًا ( أَي شَرَفًا وَغِنًى ) . فَقَالَ : قُولُوا بِقَولِكُم أَو بَعضِ قَولِكُم ، وَلَا يَسْتَجْرِيَنَّكُمُ الشَّيطَانُ
Saya pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan Bani Amir. Kami sanjung beliau dengan mengatakan: “Anda adalah sayyiduna (pemimpin kami).” Spontan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Assayidu Allah (Sang Pemimpin adalah Allah).” Lalu aku sampaikan: “Anda adalah yang paling mulia dan paling utama di antara kami.” Selanjutnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menasihatkan: “Sampaikan perkataan kalian, dan jangan sampai setan membuat kalian menyimpang.” (HR. Abu Daud, 4806).
Tidak ada yang bid’ah jika seseorang menambah lafadz Sayyidina tatkala membaca shalawat kepada Nabi SAW, karenas beliau adalah Sayyid. Karena bershalawat adalah ibadah sunnah, maka umat boleh berkreasi, sama halnya dengan metode dakwah yang hukumnya sunnah, maka umat boleh berkreasi, misalnya Nabi SAW tidak pernah mencontohkan metode dakwah lewat internat, maka bolehlah umat berkreasi berdakwah lewat internet.
Karena, jika semua hal yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW secara langsung itu dihukumi bid’ah dhalalah/sesat, maka semua artikel dakwah yang menggunakan internet hukumnya menjadi haram. Namun karena umat meyakini bahwa berkreasi dalam hal yang sunnah itu hukumnya boleh, maka banyak tokoh Islam yang berkreasi dalam menerapkan metode dakwah yang hukumnya sunnah ini dengan menggunakan internet.
|
|
|
|
|
|
|
|
132. |
Pengirim: Edi - Kota: Jakarta
Tanggal: 1/9/2013 |
|
Selagi Acara televisi itu tidak bertentangan dengan qur'an dan hadist , boleh2 saja di tonton,,. ambil ilmu positifnya aja ustadz,,.itu bagian dari dakwah,,.bayangkan saja jika tontonan di penuhi dg acara2 yg merusak moral bangsa
,, saya sangat tersentuh dg ceramah2 ustadz di TV RODJA dan INSAN TV,,. terlepas dari wahhabi atau bukan,,. karena saya melihat sisi positifnya,,. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika saja orang-orang Wahhabi mempunyai pemahaman seperti akhi, maka pasti tidak ada perselisihan di antara umat Islam, misalnya: Jika ada acara Tahlilan warga kampung, maka kaum Wahhabi mau melihat positifnya, karena jika semua warga kampung rajin Tahlilan, berarti di kampung tersebut akan terjalin ukhuwwah islamiyah yang kokoh, maka keamanannya juga akan lebih baik dari pada seluruh desa menjadi aktifis mabuk-mabukan yang merusak moral itu.
Sayangnya kaum Wahhabi sangat mudah menuduh Bid'ah Sesat terhadap hampir semua amalan warga kampung (baca Aswaja). Dikit-dikit Bid'ah dan diancam akan masuk neraka, dikit-dikit Bid'ah dan diancam akan masuk nerak, sehingga sepertinya di dunia ini tidak ada yang dapat masuk sorga kecuali kaum Wahhabi saja, padahal keberadaan kaum Wahhabi itu sangat minoritas di dunia ini. |
|
|
|
|
|
|
|
133. |
Pengirim: Kyai - Kota: probolinggo
Tanggal: 1/9/2013 |
|
Eliza Finansih :
subhanallah, islam itu indah, dan saya setuju dakwah itu jauh lebih adem dengan cara kontektual bukan tektual saja. dalm islam memahami jangan terlalu dangkal,,, perlu ilmu,, barokallah ustad. Syukron
SUNNI:
Dakwah sunni adem, bukan ekstreem kayak wahhabi yang mengkafirkan kaum muslimin.
Maka dari itu aliran Wahhabi dikatakan Khawarij dan bukan
Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Hal ini disebabkan paradigma pemikirannya yang mengusung
konsep takfir dan istihlal dima’ wa amwal al-mukhalifin (pengkafiran dan
penghalalan darah dan harta benda kaum Muslimin di luar alirannya).
Bahwa Wahhabi itu
mengkafirkan dan menghalalkan darah kaum Muslimin, itu bukan kata saya.
Tetapi itu pernyataan Syaikh Muhammad, pendiri aliran Wahhabi.
Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti
agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula
guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia
mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu
ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal
tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia
dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam,
Tarikh Najd hal. 310)
Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak
mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan
tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna
kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan
bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya,
semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi.
Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam
Tarikh Najd hal. 310
WAHABI ABDULLAH:
BISMILLAHIR ROHMANIR ROHIM. SEKALI LAGI saya tanyakan tentang hadis yang menyatakan adanya kata SAYYIDINA untuk SALAWAT yang telah diajarkan RASULULLAH pada sahabat dan SIAPAKAH yang meriwayatkannya. ATAUmungkin hadisnya ada dua, tolong penjelasannya
SUNNI:
Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang “Sayyid”. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ (رواه الترمذي)
“Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi)
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi kita mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur
Dan apa dalil yg mengharamkan penambahan lafadz sayyidina tsb?
Jika rasul sendiri tidak melarang, mengapa anda yg bukan rasul berani mengharamkan?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih respon positifnya. |
|
|
|
|
|
|
|
134. |
Pengirim: abudullah - Kota: medan
Tanggal: 2/9/2013 |
|
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM. Dan dengan tidak menghilang rasa hormat pada kiyai,sebelumnya saya minta maaf atas kata kata saya lewat situs ini yang telah menyiggung kiyai dan yg lainnya. ini tulus demi ALLAH SUBHANA WATA A'LA. Tapi kiyai pertanyaan saya tentang salawat ke RASULULLAH belum terjawab kalau kiyai hanya mengatakan kesepakatan / semua / yang setuju, bahwa salawat itu boleh ditambahi kata sayyidina YanG tidak berdasarkan hadis yang diriwayatkan sahabat . Saya inginkan atas hadisnya bukan atas dasar olahan atau kesepakatan sesudahnya. mohon kiyai jelaskan hadisnya dan siapa yang meriwayatkannya. Saya sangat takut soal ini sebab tiap sholat jelas ini wajib dibaca demi kesempurnaan sholat itu sendiri.dan demi perkara sunnah ataukah bid ah.saya tunggu jawabanya tapi maaf tolong sertakan dalilnya / hadis shohih yang diriwayat oleh sahabat dan tentunya telah dipraktekan para sahabat. Bahwa salawat itu sendiri jelas ada kata sayyidinanya atau mungkin ada di hadis riwayat muslim atau bukhori No ... dan yang lainnya yang memuat kata sayyidina tercamtum dihadis tersebut.. Atas jawaban sebelumnya saya ucapkan terima kasih. wassallam. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Haditsnya sudah jelas kami terangkan. Anda mau baca Allahumma shalli 'ala Muhammad, hukumn ya boleh gak ada dalil yang melarang, dan anda mau baca Allahumma shalli alaa sayyidina Muhammad juga boleh gak ada dalil yang melarang.
Kaum Aswaja tidak mewajibkan mengamalkan shalawat dan amalan sunnah liannya itu harus persis langsung dengan tekstual dalil, namun ajaran tekstual dalil itu boleh ditambahi dan dikurangi atau diqiaskan, selagi penambahan dan pengurangan serta pengqiyasannya itu tidak bertentangan dengan syariat.
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَوَّلُ مَنْ يَنْشَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ
Dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku adalah Sayyid (pemimpin) anak Adam pada hari kiamat kelak, aku adalah orang yang muncul lebih dahulu dari kuburan, aku adalah orang yang paling dahulu memberi syafa’at, dan aku adalah orang yang paling dahulu dibenarkan memberi syafa’at.” (H.R.Muslim) |
|
|
|
|
|
|
|
135. |
Pengirim: teguh - Kota: jakarta
Tanggal: 2/9/2013 |
|
Selain quran dan wirid2 boleh dikreasikan mjd bentuk ibadah tahlilan, ibadah apalagi yg bole diramu dan dikreasikan disusun sedemikian rupa sehingga mnjadi amalan sunat atau wajib? Apakah bole menambah rakaat sholay wajib, krna tidak ada dalil yg melarang? Terima kasih penjelasannya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lah sudah diterangkan, ibadah Sunnah itu yg boleh dikreasikan, selagi tidak bertentangan dg Syariat. Contohnya : Nabi SAW hanya mencontohkan Ibadah Sunnah Shalat Malam di bulan Ramadhan sebanyak 11 rakaat dan dilakukan selama 3 hari, sebagaimana riwayat Sy. Aisyah. contoh dari Nabi SAW ini dilestarikan oleh para Shahabat di jaman Khalifah Abu Bakar. Kemudian saat Sy. Umar menjabat khalifah, beliau mulai mengkreasikannya menjadi Shalat Tarawih 23 rakaat dan diadakan berjamaah selama sebulan suntuk dan disepakati oleh para Shahabat.
Alhamdulillah, kreasi Sy. Umar ini terus dilestarikan hingga saat ini baik di Masjidl Haram Makkah maupun di Masjid Nabawi Madinah, serta oleh mayoritas umat Islam seluruh dunia. |
|
|
|
|
|
|
|
136. |
Pengirim: Abdullah - Kota: Kendari
Tanggal: 5/9/2013 |
|
Subhanallah, astaghfirullah antum jangan asal njeplak, siapa itu addarimi alwahhabi? muhammad bin abdul wahhab allahu yarhamu tdk pernah menamakan dakwahnya dgn nama wahabi, baca cek sejarah lagi antum jgn asal jeplak, hujjah atas dalil jgn asal bacot pak |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maaf, bahasa kasar dan jorok ala Wahhabi yang anda lontarkan, tidak akan kami respon, karena Situs ini khusus untuk pengunjung yang ilmiah. Namun tetap kami tampilkan agar kaum Wahhabi lainnya tahu kualitas akhlaq kawan-kawan sesama Wahhabinya.
Bagi kaum Wahabbi yang tidak ilmiah, kami rasa tidak perlu ikut mengunjungi Situs ilmiah kami. |
|
|
|
|
|
|
|
137. |
Pengirim: Kyai - Kota: Probolinggo
Tanggal: 7/9/2013 |
|
Pengirim: abudullah - Kota: medan
Tanggal: 2/9/2013 BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM. Dan dengan tidak menghilang rasa hormat pada kiyai,sebelumnya saya minta maaf atas kata kata saya lewat situs ini yang telah menyiggung kiyai dan yg lainnya. ini tulus demi ALLAH SUBHANA WATA A'LA. Tapi kiyai pertanyaan saya tentang salawat ke RASULULLAH belum terjawab kalau kiyai hanya mengatakan kesepakatan / semua / yang setuju, bahwa salawat itu boleh ditambahi kata sayyidina YanG tidak berdasarkan hadis yang diriwayatkan sahabat . Saya inginkan atas hadisnya bukan atas dasar olahan atau kesepakatan sesudahnya. mohon kiyai jelaskan hadisnya dan siapa yang meriwayatkannya. Saya sangat takut soal ini sebab tiap sholat jelas ini wajib dibaca demi kesempurnaan sholat itu sendiri.dan demi perkara sunnah ataukah bid ah.saya tunggu jawabanya tapi maaf tolong sertakan dalilnya / hadis shohih yang diriwayat oleh sahabat dan tentunya telah dipraktekan para sahabat. Bahwa salawat itu sendiri jelas ada kata sayyidinanya atau mungkin ada di hadis riwayat muslim atau bukhori No ... dan yang lainnya yang memuat kata sayyidina tercamtum dihadis tersebut.. Atas jawaban sebelumnya saya ucapkan terima kasih. wassallam.
- kata sayyidina itu tidak wajib.
Dalilnya:
Rasulullah sendiri menyebutkan bahwa dirinya adalah seorang “Sayyid”. Beliau bersabda:
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ ءَادَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ (رواه الترمذي)
“Saya adalah penghulu manusia di hari kiamat”. (HR. at-Tirmidzi)
”Maka mereka yang beriman pada Nabi, memuliakannya, menolongnya, dan mengikuti Qur’an yang diturunkan kepadanya, mereka itulah yang beruntung mendapat kemenangan”. (Surat al-A`raf : 157).
Dasar kesimpulan pemahaman adalah Orang yang memuliakan Nabi SAW merupakan orang yang akan dapat kemenangan dan keberuntungan. Membaca “sayyidina” adalah dalam rangka memuliakan Nabi Muhammad yang mulia. ”Janganlah kamu memanggil Rasul dengan sebagaimana panggilan sesama kamu”. (Surat al-Nur ayat 63: ).
Dasar pemahaman adalah Ayat ini menyatakan bahwa memanggil Nabi Muhammad SAW haruslah secara terhormat dan sopan, misalnya dengan: ya Rasulullah! Jangan dengan: ya Muhammad saja.
Dengan demikian di dalam membaca shalawat boleh bagi kita mengucapkan “Allahumma Shalli ‘Ala Sayyidina Muhammad”, meskipun tidak ada pada lafazh-lafazh shalawat yang diajarkan oleh Nabi (ash-Shalawat al Ma'tsurah) dengan penambahan kata “Sayyid”. Karena menyusun dzikir tertentu yang tidak ma'tsur boleh selama tidak bertentangan dengan yang ma'tsur.
Dan apa dalil yg mengharamkan penambahan lafadz sayyidina tsb?
Jika rasul sendiri tidak melarang, mengapa anda yg bukan rasul berani mengharamkan?
Perlu anda ketahui bahwa didalam kitab-kitab hadits diriwayatkan, beberapa
sahabat seperti Umar bin al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, al-
Hasan bin Ali dan lain-lain menyusun doa talbiyah-nya ketika menunaikan ibadah
haji BERBEDA DENGAN REDAKSI TALBIYAH YANG DATANG DARI NABI shallallahu alaihi wa sallam. Para ulama ahli hadits seperti al-Hafizh al-Haitsami meriwayatkan dalam Majma’ al-Zawaid, bahwa Anas bin Malik dan al-Hasan al-Bashri melakukan shalat Qabliyah dan Ba’diyah shalat idul fitri dan idul adhha.
Apa pendapat anda?
Pengirim: teguh - Kota: jakarta
Tanggal: 2/9/2013 Selain quran dan wirid2 boleh dikreasikan mjd bentuk ibadah tahlilan, ibadah apalagi yg bole diramu dan dikreasikan disusun sedemikian rupa sehingga mnjadi amalan sunat atau wajib? Apakah bole menambah rakaat sholay wajib, krna tidak ada dalil yg melarang? Terima kasih penjelasannya.
- Tahlilan itu majelis dzikir. Selain tidak ada dalil yg melarang, tahlilan memiliki pijakan dalil yang sangat kuat seperti yang telah dijelaskan pada komentar sebelumnya. Hanya syetan yang benci kepada majelis dzikr. Ibadah-ibadah tersebut (seperti shalat) termasuk ibadah mahdah, karena ditentukan cara-cara, waktu-waktu dan jumlahnya secara khusus, jadi sangatlah haram jika menambah raka’atnya. Orang dapat berdzikir kapan pun di manapun. demikian juga dengan membaca al-Qur’an. tentu saja terdapat beberapa pengecualian.
Pengirim: Abdullah - Kota: Kendari
Tanggal: 5/9/2013 Subhanallah, astaghfirullah antum jangan asal njeplak, siapa itu addarimi alwahhabi? muhammad bin abdul wahhab allahu yarhamu tdk pernah menamakan dakwahnya dgn nama wahabi, baca cek sejarah lagi antum jgn asal jeplak, hujjah atas dalil jgn asal bacot pak
- Baiknya anda belajar lagi.
Saudi tempat turunnya Islam, tetapi di situ juga tempat lahirnya Abu Jahal, Abu Lahab, Musailamah al-Kadzab, Khawarij, Muhammad bin Abdul Wahhab dan kaum menyimpang lain.
berapa banyak ulama Wahhâbi sendiri menerima dengan lapang dada penamaan itu. Mereka tidak malu-malu atau enggan menyebut diri mereka sebagai Wahhâbi, bahkan sebagian mereka menulis buku atau risalah bertemakan Akidah Wahhâbiyah. Itu semua tidak semestinya dirisaukan.
Di antara ulama Wahhâbi yang menggunakan istilah atau menamakan aliran/mazhab mereka dengan nama Wahhâbi adalah Sulaiman ibn Sahmân, dan sebelumnya Muhammad ibn Abdil Lathîf. Baca kitab ad-Durar as Saniyyah,8/433, serta masih banyak lainnya. Demikian juga para pembela Wahhâbi, seperti Syeikh Hamid al Faqi, Muhammad Rasyid Ridha, Abdullah al Qashîmi, Sulaiman ad Dukhayyil, Ahmad ibn Hajar Abu Thâmi, Mas’ud an Nadawi, Ibrahim ibn Ubaid –penulis kitab at Tadzkirah- dan banyak lagi selain mereka. Mereka semua menggunakan istilah atau nama tersebut untuk merujuk kepada aliran yang dibawa Muhammad ibn Abdil Wahhâb at Tamimi an Najdi.
Anda jangan asal bunyi tanpa ada rujukan ilmiah yg jelas…bukti keawaman anda
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat untuk Sdr. Abdullah dan umat Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
138. |
Pengirim: Kurniawan - Kota: depok
Tanggal: 7/9/2013 |
|
Wahabi apa ya?
Mas dari NU ya? tolong dong itu masjid NU berisik, siang dan malam, dengan shalawat2 gak jelas.. ganggu orang yang lagi istirahat. Ibadah kok nyusahin orang sih. Udah berisik gitu, kalau jamnya sholat saya lihat jumlah jamaahnya gitu2 aja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar anda sama sekali tidak ilmiah dan tidak berbobot. Yang seperti komentar anda ini sudah sering kami delete, karena tidak membutuhkan jawaban ilmiah. |
|
|
|
|
|
|
|
139. |
Pengirim: mashuri - Kota: sarolangun
Tanggal: 8/9/2013 |
|
ormas Islam terbesar kalah ormas Islam menduduki minoritas. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Nabi SAW bersabda: Alaikum bis sawaadil a'dham (hendaklah kalian berpegang teguh bersama golongan mayoritas). Alhamdulillah Aswaja adalah golongan mayoritas/terbanyak keberadaannya di dunia ini dan khususnya di Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
140. |
Pengirim: Iqbal - Kota: solotigo
Tanggal: 9/9/2013 |
|
jadi dakwah di tv dilarang dong tadz? trus gimana klo dakwah di majalah, buletin, atau media lain selain tabligh/majlis taklim
mohon pencerahannya |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lah, orang Wahhabi itu selalu mengatakan, bahwa amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW adalah amalan Bid'ah, dan setiap Bid'ah itu menurut orang Wahhabi adalah sesat yang tem[patnya di NERAKA. Padahal dakwah lewat TV, majalah, buletin, internet dan media modern lainya itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para ulama salaf, jadi menurut orang Wahhabi yang konsisten dengan keyakinannya pasti akan menghukuminya sebagai amalan Bid'ah Dhalalah (sesat).
Berbeda dengan kaum Aswaja yang membagi Bid'ah itu menjadi dua: Bid'ah Dhalalah/sesat (seperti doa lintas agama) dan Bid'ah Hasanah/baik (seperti dakwah lewat TV, majalah, buletin dan internet) |
|
|
|
|
|
|
|
141. |
Pengirim: abdullah - Kota: jambi
Tanggal: 10/9/2013 |
|
Assalamualaikum ustad..
Anda sering mengatakan bahwa TV Rodja merupakan bid'ahnya wahabi..
Terus bagaimana dengan TV aswaja..
Apakah itu bid'ahnya orang NU..
Mohon penjelasan..
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lah, orang Wahhabi itu selalu mengatakan, bahwa amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW adalah amalan Bid'ah, dan setiap Bid'ah itu menurut orang Wahhabi adalah sesat yang tempatnya di NERAKA. Padahal dakwah lewat TV, majalah, buletin, internet dan media modern lainya itu tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para ulama salaf, jadi menurut orang Wahhabi yang konsisten dengan keyakinannya pasti akan menghukuminya sebagai amalan Bid'ah Dhalalah (sesat).
Berbeda dengan kaum Aswaja yang membagi Bid'ah itu menjadi dua: Bid'ah Dhalalah/sesat (seperti doa lintas agama) dan Bid'ah Hasanah/baik (seperti dakwah lewat TV, majalah, buletin dan internet) |
|
|
|
|
|
|
|
142. |
Pengirim: gue - Kota:
Tanggal: 10/9/2013 |
|
Allohu yahdik |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Allahu yagla' syaithaanak |
|
|
|
|
|
|
|
143. |
Pengirim: abu umair - Kota: depok
Tanggal: 10/9/2013 |
|
katanya semua bid'ah dalam agama sesat, trus kok skrg blg ada bid'ah hasanah, padahal jaman nabi ga ada apa yg antum sbut bid'ah hasanah, jgn asal tuduh ya, salafi sama wahabi itu beda |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Nah, ketahuan kan, kalau menurut keyakinan Wahhabi se[parti anda yang mengaku jadi Salafi itu, bahwa semua Bid'ah adalah sesat, dan tidak ada yang namanya Bid'ah Hasanah. Karena itu TV RODJA itu BID'AH SESAT. Karena yang namanya Bid'ah adalah segala sesuatu yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW seperti melakukan ibadah Dakwah lewat TV. |
|
|
|
|
|
|
|
144. |
Pengirim: abdul .. - Kota: kendari
Tanggal: 11/9/2013 |
|
jangan lihat gelas nya tapi lihat isinya , niat baik pun harus di dasari oleh contoh yang benar , jangan cuma bisa melepaskan tuduhan kosong tanpa dasar ... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
TV Rodja memang bid'ahnya Kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
145. |
Pengirim: amulyana76 - Kota: bogor
Tanggal: 11/9/2013 |
|
berantas saja kiyayi sampai ke akar2nya. Allohu Akbar |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih dukungannya. |
|
|
|
|
|
|
|
146. |
Pengirim: aliricardo - Kota: pontianak
Tanggal: 12/9/2013 |
|
saya sependapat dgn anda dan kadang mereka ceramah nak pakai kopiah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itu namanya tidak dapat menjaga akhlaqnya. |
|
|
|
|
|
|
|
147. |
Pengirim: mbah dur - Kota: pasuruan
Tanggal: 13/9/2013 |
|
gimana kalo ustadz menyampaikan mereka dgn hujjah2 yg syar'i dgn lsg berhadapan ? contoh : seperti debat (dgn cara yg halus), biar kita2 yg awam ini lbh tau kebenaran tsb |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Coba akhi dengarkan beberapa judul di kolom PM3 yang berkaitan dengan Wahhabi, semoga bermanfaat. sebaiknya lewat laptop/speedy, atau HP anderoid untuk lebih mudah mengaksesnya. |
|
|
|
|
|
|
|
148. |
Pengirim: someone - Kota: papua
Tanggal: 13/9/2013 |
|
saya bukan salafi, tapi saya mau tanya ustad. diatas ada tanya dan kayaknya blm di jawab....
klo ktanya imam yg di mekah sana kebanyakan wahabi, dan menurut anda wahabi itu sesat.. trus knp yang pada naik haji dari nu kok mau jd makmumnya golngan sesat ??? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maaf. Pernyataan anda saja cukup sebagai bukti kalau anda terindikasi sebagai penganut Wahhabi.
Kalau, imamnya terang-terangan mengkafirkan para pengikut Aswaja pengamal maulid Nabi, Tahlilan, Dzikir bersama dengan suara keras, dll, maka umat islam yang jadi makmum wajib mengulangi shalatnya. |
|
|
|
|
|
|
|
149. |
Pengirim: daksa adiprana - Kota: sidoarjo
Tanggal: 15/9/2013 |
|
Assalamualikum Ustadz,
Saya mau bertanya..
a. Ustadz berkata "ibadah Sunnah itu yg boleh dikreasikan, selagi tidak bertentangan dg Syariat"
Siapa yang berhak mengkreasikan ustadz?
Para Sahabat saja(Salafus Sholeh)
Atau Kyai/Ustadz?
b. Boleh gak kalau kita punya kreasi seperti ini?
Melaksanakan sholat tahiyatul masjid(sholat sunnah hukumnya) dilakukan dengan cara BERJAMAAH, kemudian didahului dengan adzan dan qomah terlebih dahulu.
Semuanya ada dalam dalam syareat. adzan, qomah, dan sholat berjamaah
Alasannya Biar lebih meningkatkan gairah kaum muslimin agar rajin melaksanakan sholat tahiyatul masjid.
Wassalamualikum
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang boleh berkreasi dalam mengamalkan ibadah sunnah itu yaa para ulama ahli ijdihad, yang ilmunya sudah sangat cukup untuk berijtihad. Karena untuk berkreasi dalam ibadah sunnah itu ada ilmunya tersendiri yang tidak boleh bertentangan dengan syariat, bukan asal-asalan. Sedangkan kaum awwam seperti sampen, yaa cukup mengikuti para ulama ahli ijtihad.
Kalau sampen sebagai kaum awwam yang berkreasi dengan tanpa didasari ilmu agama yang setara dg para ulama ahli ijtihad, pasti akan menjadi aliran sesat. |
|
|
|
|
|
|
|
150. |
Pengirim: yusuf - Kota: riau
Tanggal: 16/9/2013 |
|
Ali Imran, 103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ayat ini sangat cocok untuk menasehati kaum Wahhabi, yang gemar menuduh Bid'ah sesat terhadap amaliah warga NU seperti Sunnahnya Tahlilan, Maulid Nabi SAW, Dzikir berjamaah dengan suara keras, dll. |
|
|
|
|
|
|
|
151. |
Pengirim: Setio - Kota: Bekasi
Tanggal: 16/9/2013 |
|
Maaf Pak Kyai, Yang Anda Maksud Wahabi Itu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab Atau Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang benar, pencetus Paham Wahhabi adalah Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi (Saudi Arabiah) bukan Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi. Berikut kami copy-kan artikel yang menarik untuk dibaca, sbb:
Tidak termasuk perkara ghibah
Mereka mengatakan bahwa membicarakan kesalahpahaman Muhammad bin Adbul Wahhab termasuk perkara ghibah
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma’il dari Al A’laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bertanya: Tahukah kamu, apakah ghibah itu? Para sahabat menjawab; ‘Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang tidak ia sukai.’ (HR Muslim)
Sesuatu yang disebarluaskan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab (Annajdi) tentulah bukan “sesuatu yang tidak ia sukai”
Kaum muslim menyampaikan apa yang telah disampaikan oleh para ulama yang sholeh yang mengikuti Imam Mazhab yang empat untuk menangkal apa yang disampaikan atau ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab atau ajaran Wahabi yang disebarluaskan oleh kerajaan dinasti Saudi (sekutu dari Zionis Yahudi Amerika sedangkan Zionis Yahudi Amerika pendukung Zionis Yahudi Israel) bukanlah termasuk perkara ghibah
Berikut kutipan informasi dari http://www.merdeka.com/khas/wahabi-benci-nabi-aliansi-wahabi-dan-saudi-1.html
****** awal kutipan ******
Bodoh, arogan, dan suka melawan. Itulah penilaian Ibnu Humaidi, guru dari pendiri gerakan Wahabi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Dia akhirnya tidak lulus belajar dengan mufti bermazhab Hambali di Kota Makkah itu.
Dia lantas berguru kepada Muhammad Hayyat al-Sindhi, di Kota Madinah. Di sana, dia ajarkan untuk mengharamkan ziarah kubur dan menghormati para wali. Setelah belajar ke mana-mana, termasuk Basrah dan Baghdad di Irak, pada 1740 dia pulang ke kampung halamannya di Desa Uyaina, Najd, Arab Saudi.
Dengan usia masih 37 tahun, Syekh Muhammad mulai menyebarluaskan ajarannya. Dia berhasil mempengaruhi Usman bin Muammar, penguasa Uyaina. Dia lantas menyuruh Usman mengangkat kubur Zaid bin Khattab dikeramatkan warga setempat. Kemudian dia memerintahkan semua pelaku zina dirajam sampai mati. Dia bahkan pernah memimpin hukuman itu.
Semua ajaran Syekh Muhammad mendapat perhatian dari Sulaiman bin Muhammad bin Ghurair dari Bani Khalid. Dia memerintahkan Syekh Muhammad dibunuh. Namun Usman menolak perintah atasannya itu. Akhirnya, Syekh Muhammad diusir dari tanah kelahirannya itu.
Selepas itu, dia bermukim di Diriyah diperintah oleh Muhammad bin Saud. “Oasis ini milikmu, jangan takut terhadap musuh-musuhmu. Atas nama Allah, jika seluruh penduduk Najaf mengusirmu, kami tidak akan pernah melakukan itu,” kata Muhammad bin Saud, seperti ditulis Madawi al-Rasyid dalam buku berjudul A History of Saudi Arabia.
Syekh Muhammad menjawab, “Anda adalah pemimpin dan orang bijak. Aku ingin Anda bersumpah kepada saya untuk memerangi para penentang saya. Sebagai balasan, Anda menjadi imam masyarakat muslim dan saya pemimpin dalam urusan agama.”
Keduanya pada 1744 membuat perjanjian berlaku hingga kini. Kedua pihak saling mendukung. Keturunan Muhammad bin Saud akhirnya memimpin Kerajaan Arab Saudi sekarang menyokong dana buat penyebaran paham Wahabi, jumlahnya sekitar USD 2 miliar saban tahun. Anak cucu Syekh Muhammad yang menjadi pemuka agama Saudi memberikan legitimasi terhadap penguasa sebagai balasan.
Seperti para pendahulunya, keluarga Kerajaan Saudi melenyapkan semua peninggalan sejarah Islam berkaitan dengan Nabi Muhammad. Mereka beralasan praktek berziarah dan berdoa di tempat-tempat disakralkan itu sebagai syirik. Para pengikut Wahabi ini juga tidak percaya dengan syafaat Rasulullah.
Paham Wahabi juga menganggap Rasulullah sebagai manusia biasa sehingga tidak perlu dipuja dan dipuji. Apalagi, sampai merayakan hari kelahirannya. Bahkan mendiang Syekh Abdul Aziz bin Baz berani menyatakan Allah itu memiliki batas dan hanya Dia yang tahu keterbatasannya.
Sejumlah ulama Wahabi juga melontarkan pendapat membahayakan. Seperti Syekh Al-Qanuji dalam kitabnya Ad-Dinul Khalish, jilid pertama halaman 140, “Taklid terhadap mazhab termasuk syirik.”
Syaikh Hassan al-Aqqad dalam kitabnya Halaqat Mamnuah, halaman 25, menyatakan, “Kafir orang membaca salawat untuk nabi seribu kali atau mengucapkan La ilaha illallah seribu kali.”
Kebanyakan ulama Sunni menganggap ajaran Syekh Muhammad sesat. Ayah dan saudara lelakinya, Sulaiman bin Abdul Wahab, termasuk pengkritik dia. Sulaiman menganggap Syekh Muhammad orang terpelajar yang sakit mental dan tidak toleran. Dia juga menilai paham Wahabi sebagai ajaran pinggiran sekaligus fanatik.
Gurunya saja sudah bilang Syekh Muhammad bodoh, berarti umat Islam lebih bahlul lantaran membiarkan dua kota suci Makkah dan Madinah terus dalam cengkeraman rezim Wahabi.
****** akhir kutipan ******
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab menyampaikan ajaran Wahabi berdasarkan pemahamannya terhadap Al Qur’an dan As Sunnah bersandarkan mutholaah (menelaah kitab) secara otodidak (shahafi) dengan akal pikirannya sendiri , bermazhab dzahiriyah yakni berpendapat, berfatwa, beraqidah (i’tiiqod) berpegang pada nash secara dzahir/harfiah/literal/tertulis/tersurat dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja. Beliau kurang memperhatikan atau kurang menguasai ilmu tata bahasa Arab atau ilmu alat seperti nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’) ataupun kurang menguasai ilmu fiqih maupun ushul fiqih dan lain lain
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab dikabarkan dalam mengggali Al Qur’an dan Hadits tidak mau belajar ilmu fiqih sebagaimana informasi yang disampaikan oleh ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi, sebagai berikut: “Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.” Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275)
Ulama Muhammad bin Abdul Wahhab adalah ulama yang dikenal mendalami ilmu agama secara otodidak (shahafi) mengikuti ulama panutannya yakni ulama Ibnu Taimiyyah sebagaimana yang dapat diketahui dari http://suryadhie.wordpress.com/2007/08/16/artikel-tokoh-islam-ulama-islam/
***** awal kutipan *****
Lengkaplah sudah ilmu yang diperlukan oleh seorang yang pintar yang kemudian dikembangkan sendiri melalui metode otodidak (belajar sendiri) sebagaimana lazimnya para ulama besar Islam mengembangkan ilmu-ilmunya. Di mana bimbingan guru hanyalah sebagai modal dasar yang selanjutnya untuk dapat dikembangkan dan digali sendiri oleh yang bersangkutan
***** akhir kutipan *****
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)
Apakah orang yang otodidak dari kitab-kitab hadits layak disebut ahli hadits
Syaikh Nashir al-Asad menjawab pertanyaan ini: “Orang yang hanya mengambil ilmu melalui kitab saja tanpa memperlihatkannya kepada ulama dan tanpa berjumpa dalam majlis-majlis ulama, maka ia telah mengarah pada distorsi. Para ulama tidak menganggapnya sebagai ilmu, mereka menyebutnya shahafi atau otodidak, bukan orang alim… Para ulama menilai orang semacam ini sebagai orang yang dlaif (lemah). Ia disebut shahafi yang diambil dari kalimat tashhif, yang artinya adalah seseorang mempelajari ilmu dari kitab tetapi ia tidak mendengar langsung dari para ulama, maka ia melenceng dari kebenaran. Dengan demikian, Sanad dalam riwayat menurut pandangan kami adalah untuk menghindari kesalahan semacam ini” (Mashadir asy-Syi’ri al-Jahili 10)
Al-Hafidz adz-Dzahabi berkata: “al-Walid mengutip perkataan al-Auza’i: “Ilmu ini adalah sesuatu yang mulia, yang saling dipelajari oleh para ulama. Ketika ilmu ini ditulis dalam kitab, maka akan dimasuki oleh orang yang bukan ahlinya.” Riwayat ini juga dikutip oleh Ibnu Mubarak dari al-Auza’i. Tidak diragukan lagi bahwa mencari ilmu melalui kitab akan terjadi kesalahan, apalagi dimasa itu belum ada tanda baca titik dan harakat. Maka kalimat-kalimat menjadi rancu beserta maknanya. Dan hal ini tidak akan terjadi jika mempelajari ilmu dari para guru”
lmu agama adalah ilmu yang diwariskan dari ulama-ulama terdahulu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)
Hadits tersebut bukanlah menyuruh kita menyampaikan apa yang kita baca dan pahami sendiri dari kitab atau buku
Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dan didengar dari para ulama yang sholeh dan disampaikan secara turun temurun yang bersumber dari lisannya Sayyidina Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi” (HR At-Tirmidzi).
Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulama yang sholeh sebelumnya yang tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Pada hakikatnya Al Qur’an dan Hadits disampaikan tidak dalam bentuk tulisan namun disampaikan melalui lisan ke lisan para ulama yang sholeh dengan imla atau secara hafalan.
Dalam khazanah Islam, metode hafalan merupakan bagian integral dalam proses menuntut ilmu. Ia sudah dikenal dan dipraktekkan sejak zaman baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Setiap menerima wahyu, beliau langsung menyampaikan dan memerintahkan para sahabat untuk menghafalkannya. Sebelum memerintahkan untuk dihafal, terlebih dahulu beliau menafsirkan dan menjelaskan kandungan dari setiap ayat yang baru diwahyukan.
Jika kita telusuri lebih jauh, perintah baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk menghafalkan Al-Qur’an bukan hanya karena kemuliaan, keagungan dan kedalaman kandungannya, tapi juga untuk menjaga otentisitas Al-Qur’an itu sendiri. Makanya hingga kini, walaupun sudah berusia sekitar 1400 tahun lebih, Al-Qur’an tetap terjaga orisinalitasnya. Kaitan antara hafalan dan otentisitas Al-Qur’an ini tampak dari kenyataan bahwa pada prinsipnya, Al-Qur’an bukanlah “tulisan” (rasm), tetapi “bacaan” (qira’ah). Artinya, ia adalah ucapan dan sebutan. Proses turun-(pewahyuan)-nya maupun penyampaian, pengajaran dan periwayatan-(transmisi)-nya, semuanya dilakukan secara lisan dan hafalan, bukan tulisan. Karena itu, dari dahulu yang dimaksud dengan “membaca” Al-Qur’an adalah membaca dari ingatan (qara’a ‘an zhahri qalbin).
Dengan demikian, sumber semua tulisan itu sendiri adalah hafalan, atau apa yang sebelumnya telah tertera dalam ingatan sang qari’. Sedangkan fungsi tulisan atau bentuk kitab sebagai penunjang semata.
Salah satu ciri dalam metode pengajaran talaqqi adalah sanad. Pada asalnya, istilah sanad atau isnad hanya digunakan dalam bidang ilmu hadits (Mustolah Hadits) yang merujuk kepada hubungan antara perawi dengan perawi sebelumnya pada setiap tingkatan yang berakhir kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- pada matan haditsnya.
Namun, jika kita merujuk kepada lafadz Sanad itu sendiri dari segi bahasa, maka penggunaannya sangat luas. Dalam Lisan Al-Arab misalnya disebutkan: “Isnad dari sudut bahasa terambil dari fi’il “asnada” (yaitu menyandarkan) seperti dalam perkataan mereka: Saya sandarkan perkataan ini kepada si fulan. Artinya, menyandarkan sandaran, yang mana ia diangkatkan kepada yang berkata. Maka menyandarkan perkataan berarti mengangkatkan perkataan (mengembalikan perkataan kepada orang yang berkata dengan perkataan tersebut)“.
Sanad ini sangat penting, dan merupakan salah satu kebanggaan Islam dan umat. Karena sanad inilah Al-Qur’an dan sunah Nabawiyah terjaga dari distorsi kaum kafir dan munafik. Karena sanad inilah warisan Nabi tak dapat diputar balikkan.
Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32 )
Imam Syafi’i ~rahimahullah mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.
Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)”
Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga”
Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203
Tanda atau ciri seorang ulama tidak terputus sanad ilmu atau sanad gurunya adalah pemahaman atau pendapat ulama tersebut tidak menyelisihi pendapat gurunya dan guru-gurunya terdahulu serta berakhlak baik
Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan“
Para pengikut ajaran Wahabi pada umumnya merasa atau mengaku mengikuti pemahaman Salaful Ummah atau Salafush Sholeh namun pada kenyataanya mereka tidak bertemu dengan Salafush Sholeh untuk mendapatkan pemahaman Salafush Sholeh.
Pada hakikatnya apa yang dikatakan oleh mereka sebagai “pemahaman Salafush Sholeh” adalah ketika mereka membaca hadits, tentunya ada sanad yang tersusun dari Tabi’ut Tabi’in, Tabi’in dan Sahabat. Inilah yang mereka katakan bahwa mereka telah mengetahui pemahaman Salafush Sholeh. Bukankah itu pemahaman mereka sendiri terhadap hadits tersebut.
Mereka berijtihad dengan pendapatnya terhadap hadits tersebut. Apa yang mereka katakan tentang hadits tersebut, pada hakikatnya adalah hasil ijtihad dan ra’yu mereka sendiri. Sumbernya memang hadits tersebut tapi apa yang mereka sampaikan semata lahir dari kepala mereka sendiri. Sayangnya mereka mengatakan kepada orang banyak bahwa apa yang mereka sampaikan adalah pemahaman Salafush Sholeh.
Tidak ada yang dapat menjamin hasil upaya ijtihad mereka pasti benar dan terlebih lagi mereka tidak dikenal berkompetensi sebagai Imam Mujtahid Mutlak. Apapun hasil ijtihad mereka, benar atau salah, mereka atasnamakan kepada Salafush Sholeh. Jika hasil ijtihad mereka salah, inilah yang namanya fitnah terhadap Salafush Sholeh.
Rasulullah telah bersabda bahwa jika telah bermunculan fitnah atau perselisihan karena perbedaan pendapat maka hijrahlah ke Yaman, bumi para Wali Allah.
Diriwayatkan dari Ibnu Abi al-Shoif dalam kitab Fadhoil al-Yaman, dari Abu Dzar al-Ghifari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Kalau terjadi fitnah pergilah kamu ke negeri Yaman karena disana banyak terdapat keberkahan’
Diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah al-Anshari, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Dua pertiga keberkahan dunia akan tertumpah ke negeri Yaman. Barang siapa yang akan lari dari fitnah, pergilah ke negeri Yaman, Sesungguhnya di sana tempat beribadah’
Abu Said al-Khudri ra meriwayatkan hadits dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Pergilah kalian ke Yaman jika terjadi fitnah, karena kaumnya mempunyai sifat kasih sayang dan buminya mempunyai keberkahan dan beribadat di dalamnya mendatangkan pahala yang banyak’
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna berkata, telah menceritakan kepada kami Husain bin Al Hasan berkata, telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Aun dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar berkata, Beliau berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Ibnu ‘Umar berkata, Para sahabat berkata, Juga untuk negeri Najed kami. Beliau kembali berdoa: Ya Allah, berkatilah kami pada negeri Syam kami dan negeri Yaman kami. Para sahabat berkata lagi, Juga untuk negeri Najed kami. Ibnu ‘Umar berkata, Beliau lalu berdoa: Disanalah akan terjadi bencana dan fitnah, dan di sana akan muncul tanduk setan (HR Bukhari 979)
Dari Ibnu Umar ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda sementara beliau menghadap timur: “Ingat, sesungguhnya fitnah itu disini, sesungguhnya fitnah itu disini dari arah terbitnya tanduk setan.” (HR Muslim 5167)
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menetapkan miqot bagi penduduk negeri Yaman di Yalamlam sebelah tenggara kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Yaman, sedangkan penduduk negeri Najed di Qarnul Manazil sebelah timur dari kota Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Najed. Begitupula penduduk Iraq miqot di Dzat Irq, Timur Laut Makkah/Madinah sesuai arah dari negeri Iraq.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Abdullah bin ‘Ammar Al Maushulli yang berkata telah menceritakan kepada kami Abu Haasyim Muhammad bin ‘Ali dari Al Mu’afiy dari Aflah bin Humaid dari Qasim dari Aisyah yang berkata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam dan Mesir di Juhfah, bagi penduduk Iraq di Dzatu ‘Irq, bagi penduduk Najd di Qarn dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam [Shahih Sunan Nasa’i no 2656]
Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Hammad dari ‘Amru dari Thawus dari Ibnu ‘Abbas radliallahu ‘anhuma berkata: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menetapkan miqat bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al Juhfah, bagi penduduk Yaman di Yalamlam dan bagi penduduk Najed di Qarnul Manazil. Itulah ketentuan masing-masing bagi setiap penduduk negeri-negeri tersebut dan juga bagi yang bukan penduduk negeri-negeri tersebut bila datang melewati tempat-tempat tersebut dan berniat untuk hajji dan ‘umrah. Sedangkan bagi orang-orang selain itu, maka mereka memulai dari tempat tinggalnya (keluarga) dan begitulah ketentuannya sehingga bagi penduduk Makkah, mereka memulainya (bertalbiyah) dari (rumah mereka) di Makkah. (HR Bukhari 1431)
Abu Musa al-Asy’ari meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda , ‘Allah akan mendatangkan suatu kaum yang dicintai-Nya dan mereka mencintai Allah”. Bersabda Nabi shallallahu alaihi wasallam : mereka adalah kaummu Ya Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Firman Allah ta’ala yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu’min, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Ma’iadah [5]:54)
Dari Jabir, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ditanya mengenai ayat tersebut, maka Rasul menjawab, ‘Mereka adalah ahlu Yaman dari suku Kindah, Sukun dan Tajib’.
Ibnu Jarir meriwayatkan, ketika dibacakan tentang ayat tersebut di depan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, beliau berkata, ‘Kaummu wahai Abu Musa, orang-orang Yaman’.
Dalam kitab Fath al-Qadir, Ibnu Jarir meriwayat dari Suraikh bin Ubaid, ketika turun ayat 54 surat al-Maidah, Umar berkata, ‘Saya dan kaum saya wahai Rasulullah’. Rasul menjawab, ‘Bukan, tetapi ini untuk dia dan kaumnya, yakni Abu Musa al-Asy’ari’.
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani telah meriwayatkan suatu hadits dalam kitabnya berjudul Fath al-Bari, dari Jabir bin Math’am dari Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berkata, ‘Wahai ahlu Yaman kamu mempunyai derajat yang tinggi. Mereka seperti awan dan merekalah sebaik-baiknya manusia di muka bumi’
Dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Suyuthi meriwayatkan hadits dari Salmah bin Nufail, ‘Sesungguhnya aku menemukan nafas al-Rahman dari sini’. Dengan isyarat yang menunjuk ke negeri Yaman”. Masih dalam Jami’ al-Kabir, Imam al-Sayuthi meriwayatkan hadits marfu’ dari Amru ibnu Usbah , berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, ‘Sebaik-baiknya lelaki, lelaki ahlu Yaman‘.
Dari Ali bin Abi Thalib, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Siapa yang mencintai orang-orang Yaman berarti telah mencintaiku, siapa yang membenci mereka berarti telah membenciku”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menyampaikan bahwa ahlul Yaman adalah orang-orang yang mudah menerima kebenaran, mudah terbuka mata hatinya (ain bashiroh) dann banyak dikaruniakan hikmah (pemahaman yang dalam terhadap Al Qur’an dan Hadits) sebagaimana Ulil Albab
Telah menceritakan kepada kami Abul Yaman Telah mengabarkan kepada kami Syu’aib Telah menceritakan kepada kami Abu Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah orang-orang yang berperasaan dan hatinya paling lembut, kefaqihan dari Yaman, hikmah ada pada orang Yaman.” (HR Bukhari 4039)
Dan telah menceritakan kepada kami Amru an-Naqid dan Hasan al-Hulwani keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Ya’qub -yaitu Ibnu Ibrahim bin Sa’d- telah menceritakan kepada kami bapakku dari Shalih dari al-A’raj dia berkata, Abu Hurairah berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Telah datang penduduk Yaman, mereka adalah kaum yang paling lembut hatinya. Fiqh ada pada orang Yaman. Hikmah juga ada pada orang Yaman. (HR Muslim 74)
Apa yang diikuti oleh ahlul yaman dapat kita telusuri melalui para ulama dari kalangan ahlul bait, keturunan cucu Rasulullah.
Silahkan telusurilah melalui apa yang disampaikan oleh Al Imam Al Haddad dan yang setingkat dengannya, sampai ke Al Imam Umar bin Abdurrahman Al Attos dan yang setingkat dengannya, sampai ke Asy’syeh Abubakar bin Salim, kemudian Al Imam Syihabuddin, kemudian Al Imam Al Aidrus dan Syeh Ali bin Abibakar, kemudian Al Imam Asseggaf dan orang orang yang setingkat mereka dan yang diatas mereka, sampai keguru besar Al Fagih Almuqoddam Muhammad bin Ali Ba’alawi Syaikhutthoriqoh dan orang orang yang setingkat dengannya, sampai ke Imam Ahmad Al Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far Ash Shodiq bin Muhammad Al Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina Husain ra sejak Abad 7 H di Hadramaut Yaman beliau menganut madzhab Syafi’i dalam fiqih , Ahlus Sunnah wal jama’ah dalam akidah (i’tiqod) mengikuti Imam Asy’ari (bermazhab Imam Syafi’i) dan Imam Maturidi (bermazhab Imam Hanafi) serta tentang akhlak atau tentang ihsan mengikuti ulama-ulama tasawuf yang muktabaroh dan bermazhab dengan Imam Mazhab yang empat.
Di Hadramaut kini, akidah dan madzhab Imam Al Muhajir yang adalah Sunni Syafi’i, terus berkembang sampai sekarang, dan Hadramaut menjadi kiblat kaum sunni yang “ideal” karena kemutawatiran sanad serta kemurnian agama dan aqidahnya.
Dari Hadramaut (Yaman), anak cucu Imam Al Muhajir menjadi pelopor dakwah Islam sampai ke “ufuk Timur”, seperti di daratan India, kepulauan Melayu dan Indonesia. Mereka rela berdakwah dengan memainkan wayang mengenalkan kalimat syahadah , mereka berjuang dan berdakwah dengan kelembutan tanpa senjata , tanpa kekerasan, tanpa pasukan , tetapi mereka datang dengan kedamaian dan kebaikan. Juga ada yang ke daerah Afrika seperti Ethopia, sampai kepulauan Madagaskar. Dalam berdakwah, mereka tidak pernah bergeser dari asas keyakinannya yang berdasar Al Qur’an, As Sunnah, Ijma dan Qiyas.
Wassalam
(Zon di Jonggol, Kabupaten Bogor 16830) |
|
|
|
|
|
|
|
152. |
Pengirim: Setio - Kota: Bekasi
Tanggal: 17/9/2013 |
|
Mohon Maaf Pak Kyai & Teman-teman Sesama Muslim, Yuk Kita Sama-sama Ingin Tahu Riwayat Syech Muhammad bin Abdul Wahhab
Semoga Kita Semua Dalam Lindungan Allah Azza Wa Jalla & Kebenaran Hanyalah Milik Allah Semata. Dan Semoga Pak Kyai Selalu Dirahmati Allah. Aamiin
GENEALOGI
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb memiliki nama lengkap Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Rasyid bin Barid bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Dari nama lengkapnya ini diperoleh silsilah keluarganya.
Biografi[sunting]
Muhammad bin ʿAbd al-Wahhāb, adalah seorang ulama yang berusaha membangkitkan kembali pergerakan perjuangan Islam secara murni. Para pendukung pergerakan ini sesungguhnya menolak disebut Wahabbi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab menurut mereka adalah ajaran Nabi Muhammad, bukan ajaran tersendiri. Karenanya mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun yang berarti "satu Tuhan".
Istilah Wahhabi sering menimbulkan kontroversi berhubung dengan asal-usul dan kemunculannya dalam dunia Islam. Umat Islam umumnya terkeliru dengan mereka karena mereka mendakwa mazhab mereka menuruti pemikiran Ahmad ibn Hanbal dan alirannya, al-Hanbaliyyah atau al-Hanabilah yang merupakan salah sebuah mazhab dalam Ahl al-Sunnah wa al-Jama'ah.
Nama Wahhabi atau al-Wahhabiyyah kelihatan dihubungkan kepada nama 'Abd al-Wahhab iaitu bapa kepada pengasasnya, al-Syaikh Muhammad bin 'Abd al-Wahhab al-Najdi. Bagaimanapun, nama Wahhabi dikatakan ditolak oleh para penganut Wahhabi sendiri dan mereka menggelarkan diri mereka sebagai golongan al-Muwahhidun(3) (unitarians) kerana mereka mendakwa ingin mengembalikan ajaran-ajaran tawhid ke dalam Islam dan kehidupan murni menurut sunnah Rasulullah. Dia mengikat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, seorang pemimpin suku di wilayah Najd. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik sementara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Sampai saat ini, gelar "keluarga kerajaan" negara Arab Saudi dipegang oleh keluarga Saud. Namun mufti umum tidak selalu dari keluarga Ibnu abdul wahhab misalnya Syaikh 'Abdul 'Aziz bin Abdillah bin Baz.
MASA KECIL
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dilahirkan pada tahun 1115 H (1701 M) di kampung Uyainah (Najd), lebih kurang 70 km arah barat laut kota Riyadh, ibukota Arab Saudi sekarang. Ia tumbuh dan dibesarkan dalam kalangan keluarga terpelajar. Ayahnya adalah seorang tokoh agama di lingkungannya. Sedangkan abangnya adalah seorang qadhi (mufti besar), tempat di mana masyarakat Najd menanyakan segala sesuatu masalah yang bersangkutan dengan agama.
Sebagaimana lazimnya keluarga ulama, maka Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab sejak masih kanak-kanak telah dididik dengan pendidikan agama yang diajar sendiri oleh ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab. Berkat bimbingan kedua orangtuanya, ditambah dengan kecerdasan otak dan kerajinannya, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab berhasil menghafal 30 juz al-Quran sebelum ia berusia sepuluh tahun. Setelah itu, beliau diserahkan oleh orangtuanya kepada para ulama setempat sebelum akhirnya mereka mengirimnya untuk belajar ke luar daerah
Saudara kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, menceritakan betapa bangganya Syeikh Abdul Wahab, ayah mereka, terhadap kecerdasan Muhammad. Ia pernah berkata, "Sungguh aku telah banyak mengambil manfaat dari ilmu pengetahuan anakku Muhammad, terutama di bidang ilmu Fiqh".
Setelah mencapai usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk bersama-sama pergi ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang kelima - mengerjakan haji di Baitullah. Ketika telah selesai menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad tetap tinggal di Mekah selama beberapa waktu dan menimba ilmu di sana. Setelah itu, ia pergi ke Madinah untuk berguru kepada ulama disana. Di Madinah, ia berguru pada dua orang ulama besar yaitu Syeikh Abdullah bin Ibrahim bin Saif an-Najdi dan Syeikh Muhammad Hayah al-Sindi.
KEHIDUPANNYA DI MADINAH
Ketika berada di kota Madinah, ia melihat banyak umat Islam di sana yang tidak menjalankan syariat dan berbuat syirik, seperti mengunjungi makam Nabi atau makam seorang tokoh agama, kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penguhuninya. Hal ini sangat bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta selain kepada Allah.
Hal ini membuat Syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana kepada akidah Islam yang murni (tauhid), jauh dari sifat khurafat, tahayul, atau bidah.
Belajar dan berdakwah di Basrah[sunting]
Setelah beberapa lama menetap di Mekah dan Madinah, ia kemudian pindah ke Basrah. Di sini beliau bermukim lebih lama, sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehinya, terutaman di bidang hadits dan musthalahnya, fiqih dan usul fiqhnya, serta ilmu gramatika (ilmu qawaid). Selain belajar, ia sempat juga berdakwah di kota ini.
Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab memulai dakwahnya di Basrah, tempat di mana beliau bermukim untuk menuntut ilmu ketika itu. Akan tetapi dakwahnya di sana kurang bersinar, karena menemui banyak rintangan dan halangan dari kalangan para ulama setempat.
Di antara pendukung dakwahnya di kota Basrah ialah seorang ulama yang bernama Syeikh Muhammad al-Majmu’i. Tetapi Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab bersama pendukungnya mendapat tekanan dan ancaman dari sebagian ulama yang dituduhnya sesat. Akhirnya beliau meninggalkan Basrah dan mengembara ke beberapa negeri Islam untuk menyebarkan ilmu dan pengalamannya.
Setelah beberapa lama, beliau lalu kembali ke al-Ahsa menemui gurunya Syeikh Abdullah bin `Abd Latif al-Ahsai untuk mendalami beberapa bidang pengajian tertentu yang selama ini belum sempat dipelajarinya. Di sana beliau bermukim untuk beberapa waktu, dan kemudian ia kembali ke kampung asalnya Uyainah.
Pada tahun 1139H/1726M, bapanya berpindah dari 'Uyainah ke Huraymilah dan dia ikut serta dengan bapanya dan belajar kepada bapanya. Tetapi beliau masih meneruskan tentangannya yang kuat terhadap amalan-amalan agama di Najd. Hal ini yang menyebabkan adanya pertentangan dan perselisihan yang hebat antara beliau dengan bapanya yang Ahlussunnah wal jama'ah (serta penduduk-penduduk Najd). Keadaan tersebut terus berlanjut hingga ke tahun 1153H/1740M, saat bapanya meninggal dunia.
PERJUANGAN MEMURNIKAN AQIDAH
Sejak dari itu, Syeikh Muhammad tidak lagi terikat. Dia bebas mengemukakan akidah-akidahnya sekehendak hatinya, menolak dan mengesampingkan amalan-amalan agama yang dilakukan umat islam saat itu dengan sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan pendapat .
Melihat keadaan umat islam yang sudah melanggar akidah, ia mulai merencanakan untuk menyusun sebuah barisan ahli tauhid (muwahhidin) yang diyakininya sebagai gerakan memurnikan dan mengembalikan akidah Islam. Oleh lawan-lawannya, gerakan ini kemudian disebut dengan nama gerakan Wahabiyah.
Muhammad bin Abdul Wahab memulai pergerakan di kampungnya sendiri, Uyainah. Ketika itu, Uyainah diperintah oleh seorang Amir (penguasa) bernama Usman bin Muammar. Amir Usman menyambut baik ide dan gagasan Syeikh Muhammad, bahkan beliau berjanji akan menolong dan mendukung perjuangan tersebut.
Suatu ketika, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab meminta izin pada Amir Uthman untuk menghancurkan sebuah bangunan yang dibina di atas maqam Zaid bin al-Khattab. Zaid bin al-Khattab adalah saudara kandung Umar bin al-Khattab, Khalifah Rasulullah yang kedua. Membuat bangunan di atas kubur menurut pendapatnya dapat menjurus kepada kemusyrikan.
Amir menjawab "Silakan... tidak ada seorang pun yang boleh menghalang rancangan yang mulia ini." Tetapi Sbeliau khuatir masalah itu kelak akan dihalang-halangi oleh penduduk yang tinggal berdekatan maqam tersebut. Lalu Amir menyediakan 600 orang tentara untuk tujuan tersebut bersama-sama Syeikh Muhammad merobohkan maqam yang dikeramatkan itu.
Sebenarnya apa yang mereka sebut sebagai makam Zaid bin al-Khattab ra. yang gugur sebagai syuhada’ Yamamah ketika menumpaskan gerakan Nabi Palsu (Musailamah al-Kazzab) di negeri Yamamah suatu waktu dulu, hanyalah berdasarkan prasangka belaka. Karena di sana terdapat puluhan syuhada’ (pahlawan) Yamamah yang dikebumikan tanpa jelas lagi pengenalan mereka.
Bisa saja yang mereka anggap makam Zaid bin al-Khattab itu adalah makam orang lain. Tetapi oleh karena masyarakat setempat di situ telah terlanjur beranggapan bahwa itulah makam beliau, mereka pun mengkeramatkannya dan membina sebuah masjid di dekatnya. Makam itu kemudian dihancurkan oleh Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab atas bantuan Amir Uyainah, Uthman bin Muammar.
Pergerakan Syeikh Muhammad tidak berhenti sampai disitu, ia kemudian menghancurkan beberapa makam yang dipandangnya berbahaya bagi ketauhidan. Hal ini menurutnya adalah untuk mencegah agar makam tersebut tidak dijadikan objek peribadatan oleh masyarakat Islam setempat.
Berita tentang pergerakan ini akhirnya tersebar luas di kalangan masyarakat Uyainah mahupun di luar Uyainah.
Ketika pemerintah al-Ahsa' mendapat berita bahwa Muhammad bin'Abd al-Wahhab mendakwahkan pendapat, dan pemerintah 'Uyainah pula menyokongnya, maka kemudian memberikan peringatan dan ancaman kepada pemerintah'Uyainah. Hal ini rupanya berhasil mengubah pikiran Amir Uyainah. Ia kemudian memanggil Syeikh Muhammad untuk membicarakan tentang cara tekanan yang diberikan oleh Amir al-Ahsa'. Amir Uyainah berada dalam posisi serba salah saat itu, di satu sisi dia ingin mendukung perjuangan syeikh tapi di sisi lain ia tak berdaya menghadapi tekanan Amir al-Ihsa. Akhirnya, setelah terjadi perdebatan antara syeikh dengan Amir Uyainah, di capailah suatu keputusan: Syeikh Muhammad harus meninggalkan daerah Uyainah dan mengungsi ke daerah lain.
Dalam bukunya yang berjudul Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahab,Da'watuhu Wasiratuhu, Syeikh Muhammad bin `Abdul `Aziz bin `Abdullah bin Baz, beliau berkata: "Demi menghindari pertumpahan darah, dan karena tidak ada lagi pilihan lain, di samping beberapa pertimbangan lainnya maka terpaksalah Syeikh meninggalkan negeri Uyainah menuju negeri Dariyah dengan menempuh perjalanan secara berjalan kaki seorang diri tanpa ditemani oleh seorangpun. Ia meninggalkan negeri Uyainah pada waktu dini hari, dan sampai ke negeri Dariyah pada waktu malam hari." (Ibnu Baz, Syeikh `Abdul `Aziz bin `Abdullah, m.s 22)
Tetapi ada juga tulisan lainnya yang mengatakan bahwa: Pada mulanya Syeikh Muhammad mendapat dukungan penuh dari pemerintah negeri Uyainah Amir Uthman bin Mu’ammar, namun setelah api pergerakan dinyalakan, pemerintah setempat mengundurkan diri dari percaturan pergerakan karena alasan politik (besar kemungkinan takut dipecat dari kedudukannya sebagai Amir Uyainah oleh pihak atasannya). Dengan demikian, tinggallah Syeikh Muhammad dengan beberapa orang sahabatnya yang setia untuk meneruskan dakwahnya. Dan beberapa hari kemudian, Syeikh Muhammad diusir keluar dari negeri itu oleh pemerintahnya.Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab kemudian pergi ke wilayah Dir’iyyah.
KEHIDUPANNYA DI DIR'IYYAH
Sesampainya Syeikh Muhammad di sebuah kampung wilayah Dir'iyyah yang tidak berapa jauh dari tempat kediaman Amir Muhammad bin Saud (pemerintah wilayah Dir’iyyah), Syeikh menemui seorang penduduk di kampung itu, orang tersebut bernama Muhammad bin Suwailim al-`Uraini. Bin Suwailim ini adalah seorang yang dikenal soleh oleh masyarakat setempat. Syeikh kemudian meminta izin untuk tinggal bermalam di rumahnya sebelum ia meneruskan perjalanannya ke tempat lain. Pada awalnya ia ragu-ragu menerima Syeikh di rumahnya, karena suasana Dir'iyyah dan sekelilingnya pada waktu itu tidak aman. Namun, setelah Syeikh memperkenalkan dirinya serta menjelaskan maksud dan tujuannya datang ke negeri Dir’iyyah, yaitu hendak menyebarkan dakwah Islamiyah dan membenteras kemusyrikan, barulah Muhammad bin Suwailim ingin menerimanya sebagai tamu di rumahnya.
Peraturan di Dir'iyyah ketika itu mengharuskan setiap pendatang melaporkan diri kepada penguasa setempat, maka pergilah Muhammad bin Suwailim menemui Amir Muhammad untuk melaporkan kedatangan Syeikh Abdul Wahab yang baru tiba dari Uyainah serta menjelaskan maksud dan tujuannya kepada beliau. Namun mereka gagal menemui Amir Muhammad yang saat itu tidak ada di rumah, mereka pun menyampaikan pesan kepada amir melalui istrinya.
Istri Ibnu Saud ini adalah seorang wanita yang soleh. Maka, tatkala Ibnu Saud mendapat giliran ke rumah isterinya ini, sang istri menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada suaminya. Selanjutnya ia berkata kepada suaminya: "Bergembiralah kakanda dengan keuntungan besar ini, keuntungan di mana Allah telah mengirimkan ke negeri kita seorang ulama, juru dakwah yang mengajak masyarakat kita kepada agama Allah, berpegang teguh kepada Kitabullah dan Sunnah RasulNya. Inilah suatu keuntungan yang sangat besar, janganlah ragu-ragu untuk menerima dan membantu perjuangan ulama ini, mari sekarang juga kakanda menjemputnya kemari."
Namun baginda bimbang sejenak, ia bingung apakah sebaiknya Syeikh itu dipanggil datang menghadapnya, atau dia sendiri yang harus datang menjemput Syeikh untuk dibawa ke tempat kediamannya? Baginda pun kemudian meminta pandangan dari beberapa penasihatnya tentang masalah ini. Isterinya dan para penasihatnya yang lain sepakat bahwa sebaiknya baginda sendiri yang datang menemui Syeikh Muhammad di rumah Muhammad bin Sulaim. Baginda pun menyetujui nasihat tersebut. Maka pergilah baginda bersama beberapa orang pentingnya ke rumah Muhammad bin Suwailim, di mana Syeikh Muhammad bermalam.
Sesampainya baginda di rumah Muhammad bin Suwailim, amir Ibnu Saud memberi salam dan dibalas dengan salam dari Syeikh dan bin Suwalim. Amir Ibnu Saud berkata: "Ya Syeikh! Bergembiralah anda di negeri kami, kami menerima dan menyambut kedatangan anda di negeri ini dengan penuh gembira. Dan kami berjanji untuk menjamin keselamatan dan keamanan anda di negeri ini dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat Dir'iyyah. Demi kejayaan dakwah Islamiyah yang anda rencanakan, kami dan seluruh keluarga besar Ibnu Saud akan mempertaruhkan nyawa dan harta untuk berjuang bersama-sama anda demi meninggikan agama Allah dan menghidupkan sunnah RasulNya, sehingga Allah memenangkan perjuangan ini, Insya Allah!"
Kemudian Syeikh menjawab: "Alhamdulillah, anda juga patut gembira, dan Insya Allah negeri ini akan diberkati Allah Subhanahu wa Taala. Kami ingin mengajak umat ini kepada agama Allah. Siapa yang menolong agama ini, Allah akan menolongnya. Dan siapa yang mendukung agama ini, nescaya Allah akan mendukungnya. Dan Insya Allah kita akan melihat kenyataan ini dalam waktu yang tidak begitu lama." Demikianlah seorang Amir (penguasa) tunggal negeri Dir'iyyah yang bukan hanya sekadar membela dakwahnya saja, tetapi juga sekaligus melindungi darahnya bagaikan saudara kandung sendiri yang berarti di antara Amir dan Syeikh sudah bersumpah setia sehidup-semati, dan senasib-sepenanggungan, dalam menegakkan hukum Allah dan RasulNya di bumi Dir'iyyah. Ternyata apa yang diikrarkan oleh Amir Ibnu Saud itu benar-benar ditepatinya. Ia bersama Syeikh seiring sejalan, bahu-membahu dalam menegakkan kalimah Allah, dan berjuang di jalanNya.
Nama Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab dengan ajaran-ajarannya itu sudah begitu terdengar di kalangan masyarakat, baik di dalam negeri Dir'iyyah maupun di negeri-negeri tetangga. Masyarakat luar Dir'iyyah pun berduyun-duyun datang ke Dir'iyyah untuk menetap dan tinggal di negeri ini, sehingga negeri Dir'iyyah penuh sesak dengan kaum muhajirin dari seluruh pelosok tanah Arab. Ia pun mulai membuka madrasah dengan menggunakan kurikulum yang menjadi modal utama bagi perjuangan beliau yang meliputi disiplin ilmu Aqidah al-Qur’an, tafsir, fiqh, usul fiqh, hadith, musthalah hadith, gramatikanya (nahwu-shorof) dan lain-lain.
Dalam waktu yang singkat , Dir'iyyah telah menjadi kiblat ilmu dan tujuan mereka yang hendak mempelajari Islam. Para penuntut ilmu, tua dan muda, berduyun-duyun datang ke negeri ini. Di samping pendidikan formal (madrasah), diadakan juga dakwah yang bersifat terbuka untuk semua lapisan masyarakat. Gema dakwah beliau begitu membahana di seluruh pelosok Dir'iyyah dan negeri-negeri jiran yang lain. Kemudian, Syeikh mulai menegakkan jihad, menulis surat-surat dakwahnya kepada tokoh-tokoh tertentu untuk bergabung dengan barisan Muwahhidin yang dipimpin oleh beliau sendiri. Hal ini dalam rangka pergerakan pembaharuan tauhid demi membasmi syirik, bidah dan khurafat di negeri mereka masing-masing. Untuk langkah awal pergerakan itu, beliau memulai di negeri Najd. Ia pun mula mengirimkan surat-suratnya kepada ulama-ulama dan penguasa-penguasa di sana.
BERDAKWAH MELALUI SURAT-MENYURAT
Syeikh menempuh pelbagai macam dan cara, dalam menyampaikan dakwahnya, sesuai dengan keadaan masyarakat yang dihadapinya. Di samping berdakwah melalui lisan, beliau juga tidak mengabaikan dakwah secara pena dan pada saatnya juga jika perlu beliau berdakwah dengan besi (pedang).
Maka Syeikh mengirimkan suratnya kepada ulama-ulama Riyadh dan para umaranya, salah satunya adalah Dahham bin Dawwas. Surat-surat itu dikirimkannya juga kepada para ulama dan penguasa-penguasa. Ia terus mengirimkan surat-surat dakwahnya itu ke seluruh penjuru Arab, baik yang dekat ataupun jauh. Di dalam surat-surat itu, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik yang mengancam negeri-negeri Islam di seluruh dunia, juga bahaya bid’ah, khurafat dan tahyul.
Berkat hubungan surat menyurat Syeikh terhadap para ulama dan umara dalam dan luar negeri, telah menambahkan kemasyhuran nama Syeikh sehingga beliau disegani di antara kawan dan lawannya, hingga jangkauan dakwahnya semakin jauh berkumandang di luar negeri, dan tidak kecil pengaruhnya di kalangan para ulama dan pemikir Islam di seluruh dunia, seperti di Hindia, Indonesia, Pakistan, Afganistan, Afrika Utara, Maghribi, Mesir, Syria, Iraq dan lain-lain lagi.
Memang cukup banyak para da’i dan ulama di negeri-negeri tersebut, tetapi pada waktu itu kebanyakan dari mereka tidak fokus untuk membasmi syirik dalam dakwahnya, meskipun mereka memiliki ilmu-ilmu yang cukup memadai.
Demikian banyaknya surat-menyurat di antara Syeikh dengan para ulama baik di dalam dan luar Jazirah Arab, sehingga menjadi dokumen yang amat berharga sekali. Akhir-akhir ini semua tulisan beliau yang berupa risalah, maupun kitab-kitabnya, sedang dihimpun untuk dicetak dan sebagian sudah dicetak dan disebarkan ke seluruh pelosok dunia Islam, baik melalui Rabithah al-`Alam Islami, maupun dari pihak kerajaan Saudi sendiri (pada masa mendatang). Begitu juga dengan tulisan-tulisan dari putera-putera dan cucu-cucu beliau serta tulisan-tulisan para murid-muridnya dan pendukung-pendukungnya yang telah mewarisi ilmu-ilmu beliau. Di masa kini, tulisan-tulisan beliau sudah tersebar luas ke seluruh pelosok dunia Islam.
Dengan demikian, jadilah Dir'iyyah sebagai pusat penyebaran dakwah kaum Muwahhidin (gerakan pemurnian tauhid) oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang didukung oleh penguasa Amir Ibnu Saud. Kemudian murid-murid keluaran Dir'iyyah juga menyebarkan ajaran-ajaran tauhid murni ini ke seluruh penjuru dunia dengan membuka madrasah atau kajian umum di daerah mereka masing-masing.
Sejarah pembaharuan yang digerakkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab ini tercatat dalam sejarah dunia sebagai yang paling hebat dari jenisnya dan amat cemerlang.
Di samping itu, hal ini merupakan suatu pergerakan perubahan besar yang banyak memakan korban manusia maupun harta benda. Hal ini terjadi karena banyaknya perlawanan dari luar maupun dari dalam. Perlawanan dari dalam terutama dari tokoh-tokoh agama Islam sendiri yang takut akan kehilangan pangkat, kedudukan, pengaruh dan jamaahnya. Maupun dari Penguasa Turki Utsmani yang khawatir terhadap pengaruh dakwah Ibnu Abdil Wahhab yang telah merambah dua kota suci umat Islam, Mekkah dan Madinah. Karenanya, demi mempertahankan kekuasaan mereka, mereka mengirim pasukan besar di bawah komando Muhammad Ali Basya (Gubernur Mesir) untuk menaklukkan Dir'iyyah beberapa kali, hingga akhirnya jatuh pada tahun 1233 H.
Banyak di antara tokoh Al Saud dan Al Syaikh (anak-cucu Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab) yang ditangkap dan diasingkan ke Mesir pasca jatuhnya ibukota Dir'iyyah, bahkan sebagiannya dieksekusi oleh musuh, contohnya adalah Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab yang merupakan pakar hadits di zamannya. Beliau dibunuh dengan cara sangat keji oleh Ibrahim Basya. Demikian pula imam Daulah Su'udiyyah kala itu, yaitu Imam Abdullah bin Su'ud bin Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud (cicit Muhammad bin Saud). Beliau dieksekusi di Istanbul, Turki.
Inilah periode Daulah Su'udiyyah I (1151-1233 H). Kemudian berdiri Daulah Su'udiyyah II (1240-1309 H), dan yang terakhir ialah Daulah Su'udiyyah III yang kemudian berganti nama menjadi Al Mamlakah Al 'Arabiyyah As Su'udiyyah (Kerajaan Arab Saudi) yang didirikan oleh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Saud (Bapak Raja-raja Saudi sekarang) pada tahun 1319 H hingga kini.
Selain mendapat perlawanan sengit dari Pihak Turki Utsmani, mereka juga sangat dimusuhi oleh kaum Syi'ah Bathiniyyah, baik dari Najran (selatan Saudi) maupun yang lainnya. Salah satu pertempuran besar pernah terjadi antara kaum muwahhidin dengan pasukan Hasan bin Hibatullah Al Makrami dari Najran yang berakidah Syi'ah Bathiniyyah, dan peperangan ini memakan korban jiwa cukup besar di pihak muwahhidin. Bahkan Imam Abdul Aziz bin Muhammad bin Saud konon terbunuh di tangan salah seorang syi'ah yang menyusup ke tengah-tengah kaum muwahhidin, beliau ditikam dari belakang ketika sedang mengimami salat berjama'ah.
Selain perlawanan sengit dari mereka yang mengatasnamakan Islam, para pengikut dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab juga dimusuhi oleh pihak kafir. Imperialis Inggris yang menjajah banyak negeri kaum muslimin kala itu pun khawatir terhadap dampak buruk penyebaran dakwah Syaikh Ibnu Abdil Wahhab bagi eksistensi mereka. Sebab beliau menghidupkan kembali ajaran tauhid dan berjihad melawan berbagai bentuk syirik dan bid'ah, sedangkan Inggris justeru mempertahankan hal tersebut karena di situlah titik kelemahan kaum muslimin. Artinya, bila kaum muslimin kembali kepada tauhid dan meninggalkan semua bentuk syrik dan bid'ah, niscaya mereka akan angkat senjata melawan para penjajah. Karenanya, Inggris memunculkan istilah 'Wahhabi' dan merekayasa berbagai kedustaan dan kejahatan yang mereka lekatkan pada pengikut dakwah Syaikh Ibn Abdil Wahhab, sehingga banyak dari kaum muslimin di negeri-negeri jajahan Inggris yang termakan hasutan tersebut dan serta merta membenci mereka.
Alhamdulillah, masa-masa tersebut telah berlalu. Umat Islam kini lebih faham tentang apa dan siapa kaum pengikut dakwah Rasulullah yang diteruskan Muhammad bin Abdul Wahhab (yang dijuluki Wahabi) tersebut. Satu persatu kejahatan dan kebusukan kaum orientalis yang sengaja mengadu domba antara sesama umat Islam semenjak awal, begitu juga dari kaum penjajah Barat, semuanya kini terungkap.
Meskipun usaha musuh-musuh dakwahnya begitu hebat, baik dari luar maupun dalam yang dilancarkan melalui pena atau ucapan demi membendung dakwah tauhid ini, namun usaha mereka sia-sia belaka, karena ternyata Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memenangkan perjuangan dakwah tauhid yang dipelopori oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang telah mendapat sambutan bukan hanya oleh penduduk negeri Najd saja, akan tetapi juga sudah menggema ke seluruh dunia Islam dari Ujung barat benua Afrika sampai ke Merauke, bahkan mulai menjamah Eropa dan Amerika.
Untuk mencapai tujuan pemurnian ajaran agama Islam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah menempuh pelbagai macam cara. Kadangkala lembut dan kadangkala kasar, sesuai dengan sifat orang yang dihadapinya. Ia mendapat pertentangan dan perlawanan dari kelompok yang tidak menyenanginya karena sikapnya yang tegas dan tanpa kompromi, sehingga lawan-lawannya membuat tuduhan-tuduhan ataupun pelbagai fitnah terhadap dirinya dan pengikut-pengikutnya.
Musuh-musuhnya pernah menuduh bahwa Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab telah melarang para pengikutnya membaca kitab fiqh, tafsir dan hadith. Malahan ada yang lebih keji, yaitu menuduh Syeikh Muhammad telah membakar beberapa kitab tersebut, serta menafsirkan Al Qur’an menurut kehendak hawa nafsu sendiri.
Apa yang dituduh dan difitnah terhadap Syeikh Ibnu `Abdul Wahab itu, telah dijawab dengan tegas oleh seorang pengarang terkenal, yaitu al-Allamah Syeikh Muhammad Basyir as-Sahsawani, dalam bukunya yang berjudul Shiyanah al-Insan di halaman 473 seperti berikut:
"Sebenarnya tuduhan tersebut telah dijawab sendiri oleh Syeikh Ibnu `Abdul Wahab sendiri dalam suatu risalah yang ditulisnya dan dialamatkan kepada `Abdullah bin Suhaim dalam pelbagai masalah yang diperselisihkan itu. Diantaranya beliau menulis bahwa semua itu adalah bohong dan kata-kata dusta belaka, seperti dia dituduh membatalkan kitab-kitab mazhab, dan dia mendakwakan dirinya sebagai mujtahid, bukan muqallid."
Kemudian dalam sebuah risalah yang dikirimnya kepada `Abdurrahman bin `Abdullah, Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Aqidah dan agama yang aku anut, ialah mazhab Ahli Sunnah wal Jamaah, sebagai tuntunan yang dipegang oleh para Imam Muslimin, seperti Imam-imam Mazhab empat dan pengikut-pengikutnya sampai hari kiamat. Aku hanyalah suka menjelaskan kepada orang-orang tentang pemurnian agama dan aku larang mereka berdoa (mohon syafaat) pada orang yang hidup atau orang mati daripada orang-orang soleh dan lainnya."
`Abdullah bin Muhammad bin `Abdul Wahab, menulis dalam risalahnya sebagai ringkasan dari beberapa hasil karya ayahnya, Syeikh Ibnu `Abdul Wahab, seperti berikut: "Bahwa mazhab kami dalam Ushuluddin (Tauhid) adalah mazhab Ahlus Sunnah wal Jamaah, dan cara (sistem) pemahaman kami adalah mengikuti cara Ulama Salaf. Sedangkan dalam hal masalah furu’ (fiqh) kami cenderung mengikuti mazhab Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Kami tidak pernah mengingkari (melarang) seseorang bermazhab dengan salah satu daripada mazhab yang empat. Dan kami tidak mempersetujui seseorang bermazhab kepada mazhab yang luar dari mazhab empat, seprti mazhab Rafidhah, Zaidiyah, Imamiyah dan lain-lain lagi. Kami tidak membenarkan mereka mengikuti mazhab-mazhab yang batil. Malah kami memaksa mereka supaya bertaqlid (ikut) kepada salah satu dari mazhab empat tersebut. Kami tidak pernah sama sekali mengaku bahwa kami sudah sampai ke tingkat mujtahid mutlaq, juga tidak seorang pun di antara para pengikut kami yang berani mendakwakan dirinya dengan demikian. Hanya ada beberapa masalah yang kalau kami lihat di sana ada nash yang jelas, baik dari Qur’an mahupun Sunnah, dan setelah kami periksa dengan teliti tidak ada yang menasakhkannya, atau yang mentaskhsiskannya atau yang menentangnya, lebih kuat daripadanya, serta dipegangi pula oleh salah seorang Imam empat, maka kami mengambilnya dan kami meninggalkan mazhab yang kami anut, seperti dalam masalah warisan yang menyangkut dengan kakek dan saudara lelaki; Dalam hal ini kami berpendirian mendahulukan kakek, meskipun menyalahi mazhab kami (Hambali)."
Demikianlah bunyi isi tulisan kitab Shiyanah al-Insan, hal. 474. Seterusnya beliau berkata: "Adapun yang mereka fitnah kepada kami, sudah tentu dengan maksud untuk menutup-nutupi dan menghalang-halangi yang hak, dan mereka membohongi orang banyak dengan berkata: `Bahwa kami suka mentafsirkan Qur’an dengan selera kami, tanpa mengindahkan kitab-kitab tafsirnya. Dan kami tidak percaya kepada ulama, menghina Nabi kita Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam’ dan dengan perkataan `bahwa jasad Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam itu buruk di dalam kuburnya. Dan bahwa tongkat kami ini lebih bermanfaat daripada Nabi, dan Nabi itu tidak mempunyai syafaat.
Dan ziarah kepada kubur Nabi itu tidak sunat, dan Nabi tidak mengerti makna "La ilaha illallah" sehingga perlu diturunkan kepadanya ayat yang berbunyi: "Fa’lam annahu La ilaha illallah," dan ayat ini diturunkan di Madinah. Dituduhnya kami lagi, bahwa kami tidak percaya kepada pendapat para ulama. Kami telah menghancurkan kitab-kitab karangan para ulama mazhab, karena didalamnya bercampur antara yang hak dan batil. Malah kami dianggap mujassimah (menjasmanikan Allah), serta kami mengkufurkan orang-orang yang hidup sesudah abad keenam, kecuali yang mengikuti kami. Selain itu kami juga dituduh tidak mahu menerima bai’ah seseorang sehingga kami menetapkan atasnya `bahwa dia itu bukan musyrik begitu juga ibu-bapaknya juga bukan musyrik.’
Dikatakan lagi bahwa kami telah melarang manusia membaca selawat ke atas Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam dan mengharamkan berziarah ke kubur-kubur. Kemudian dikatakannya pula, jika seseorang yang mengikuti ajaran agama sesuai dengan kami, maka orang itu akan diberikan kelonggaran dan kebebasan dari segala beban dan tanggungan atau hutang sekalipun.
Kami dituduh tidak mahu mengakui kebenaran para ahlul Bait Radiyallahu 'anhum. Dan kami memaksa menikahkan seseorang yang tidak kufu serta memaksa seseorang yang tua umurnya dan ia mempunyai isteri yang muda untuk diceraikannya, karena akan dinikahkan dengan pemuda lainnya untuk mengangkat derajat golongan kami.
Maka semua tuduhan yang diada-adakan dalam hal ini sungguh kami tidak mengerti apa yang harus kami katakan sebagai jawaban, kecuali yang dapat kami katakan hanya "Subhanaka - Maha suci Engkau ya Allah" ini adalah kebohongan yang besar. Oleh karena itu, maka barangsiapa menuduh kami dengan hal-hal yang tersebut di atas tadi, mereka telah melakukan kebohongan yang amat besar terhadap kami. Barangsiapa mengaku dan menyaksikan bahwa apa yang dituduhkan tadi adalah perbuatan kami, maka ketahuilah: bahwa kesemuanya itu adalah suatu penghinaan terhadap kami yang dicipta oleh musuh-musuh agama ataupun teman-teman syaithan dari menjauhkan manusia untuk mengikuti ajaran sebersih-bersih tauhid kepada Allah dan keikhlasan beribadah kepadaNya.
Kami beri’tiqad bahwa seseorang yang mengerjakan dosa besar, seperti melakukan pembunuhan terhadap seseorang Muslim tanpa alasan yang wajar, begitu juga seperti berzina, riba’ dan minum arak, meskipun berulang-ulang, maka orang itu hukumnya tidaklah keluar dari Islam (murtad), dan tidak kekal dalam neraka, apabila ia tetap bertauhid kepada Allah dalam semua ibadahnya." (Shiyanah al-Insan, m.s 475)
Khusus tentang Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam, Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab berkata: "Dan apapun yang kami yakini terhadap martabat Muhammad Shalallahu 'alaihi wassalam bahwa martabat beliau itu adalah setinggi-tinggi martabat makhluk secara mutlak. Dan Beliau itu hidup di dalam kuburnya dalam keadaan yang lebih daripada kehidupan para syuhada yang telah digariskan dalam Al-Qur’an. Karena Beliau itu lebih utama dari mereka, dengan tidak diragukan lagi. Bahwa Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam mendengar salam orang yang mengucapkan kepadanya. Dan adalah sunnah berziarah kepada kuburnya, kecuali jika semata-mata dari jauh hanya datang untuk berziarah ke maqamnya. Namun Sunat juga berziarah ke masjid Nabi dan melakukan salat di dalamnya, kemudian berziarah ke maqamnya. Dan barangsiapa yang menggunakan waktunya yang berharga untuk membaca selawat ke atas Nabi, selawat yang datang daripada beliau sendiri, maka ia akan mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat."
TANTANGAN DAKWAH & PEMECAHANNYA
Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan , maka Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar Islam, terutama setelah Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, berupa buku-buku mahupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab).
Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya.
Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta’liq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luarbiasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.
Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:
1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama,
2. Atas nama politik yang berselubung agama.
Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.
Mereka menuduh dan memfitnah Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum Khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma’ ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa memedulikan celaan orang yang mencelanya.
Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:
1. Golongan ulama khurafat yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq.
Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya’ dan orang-orang soleh yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.
2. Golongan ulama taashub yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dan hakikat ajarannya.
Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga mereka terjebak dalam perangkap Ashabiyah (kebanggaan dengan golongannya) yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaashubannya. Lalu menganggap Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu; anti Auliya’ dan memusuhi orang-orang shaleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.
3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jawatan, pengaruh dan kedudukan.
Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.
Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Syeikh dari Najd ini yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya.
Perang pena yang terus menerus berlangsung itu, bukan hanya terjadi pada masa hayat Syeikh sendiri, akan tetapi berterusan sampai kepada anak cucunya. Di mana anak cucunya ini juga ditakdirkan Allah menjadi ulama.
Merekalah yang meneruskan perjuangan al-maghfurlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab yang dibantu oleh para muridnya dan pendukung-pendukung ajarannya. Demikianlah perjuangan Syeikh yang berawal dengan lisan, lalu dengan pena dan seterusnya dengan senjata, telah didukung sepenuhnya oleh Amir Muhammad bin Saud, penguasa Dar’iyah.
Beliau pertama kali yang mengumandangkan jihadnya dengan pedang pada tahun 1158 H. Sebagaimana kita ketahui bahwa seorang da’i ilallah, apabila tidak didukung oleh kekuatan yang mantap, pasti dakwahnya akan surut, meskipun pada tahap pertama mengalami kemajuan. Namun pada akhirnya orang akan jemu dan secara beransur-ansur dakwah itu akan ditinggalkan oleh para pendukungnya.
Oleh karena itu, maka kekuatan yang paling ampuh untuk mempertahankan dakwah dan pendukungnya, tidak lain harus didukung oleh senjata. Karena masyarakat yang dijadikan sebagai objek daripada dakwah kadangkala tidak mampan dengan lisan mahupun tulisan, akan tetapi mereka harus diiring dengan senjata, maka waktu itulah perlunya memainkan peranan senjata.
Alangkah benarnya firman Allah Subhanahu wa Ta'ala: " Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami, dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan Mizan/neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan pelbagai manfaat bagi umat manusia, dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan RasulNya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat dan Maha Perkasa." (al-Hadid:25)
Ayat di atas menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala mengutus para RasulNya dengan disertai bukti-bukti yang nyata untuk menumpaskan kebatilan dan menegakkan kebenaran. Di samping itu pula, mereka dibekalkan dengan Kitab yang di dalamnya terdapat pelbagai macam hukum dan undang-undang, keterangan dan penjelasan. Juga Allah menciptakan neraca (mizan) keadilan, baik dan buruk serta haq dan batil, demi tertegaknya kebenaran dan keadilan di tengah-tengah umat manusia.
Namun semua itu tidak mungkin berjalan dengan lancar dan stabil tanpa ditunjang oleh kekuatan besi (senjata) yang menurut keterangan al-Qur’an al-Hadid fihi basun syadid yaitu, besi baja yang mempunyai kekuatan dahsyat. yaitu berupa senjata tajam, senjata api, peluru, senapan, meriam, kapal perang, nuklir dan lain-lain lagi yang pembuatannya mesti menggunakan unsur besi.
Sungguh besi itu amat besar manfaatnya bagi kepentingan umat manusia yang mana al-Qur’an menyatakan dengan Wamanafiu linnasi yaitu dan banyak manfaatnya bagi umat manusia. Apatah lagi jika dipergunakan bagi kepentingan dakwah dan menegakkan keadilan dan kebenaran seperti yang telah dimanfaatkan oleh Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab semasa gerakan tauhidnya tiga abad yang lalu.
Orang yang mempunyai akal yang sehat dan fikiran yang bersih akan mudah menerima ajaran-ajaran agama, sama ada yang dibawa oleh Nabi, maupun oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang zalim dan suka melakukan kejahatan yang diperhambakan oleh hawa nafsunya, mereka tidak akan tunduk dan tidak akan mau menerimanya, melainkan jika mereka diiring dengan senjata.
Demikianlah Syeikh Muhammad bin `Abdul Wahab dalam dakwah dan jihadnya telah memanfaatkan lisan, pena serta pedangnya seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam sendiri, di waktu baginda mengajak kaum Quraisy kepada agama Islam pada waktu dahulu. Yang demikian itu telah dilakukan terus menerus oleh Syeikh Muhammad selama lebih kurang 48 tahun tanpa berhenti, yaitu dari tahun 1158 Hinggalah akhir hayatnya pada tahun 1206 H.
WAFAT
Muhammad bin `Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar’iyah. Keseluruhan hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan Kerajaan Saudi di Tanah Arab. Muhammad bin Abdulwahab berdakwah sampai usia 92 tahun, beliau wafat pada tanggal 29 Syawal 1206 H, bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Copy paste di atas ini adalah nukilan versi anda sebagai penganut Wahhabi, jadi ya maklum kalau anda mencoba membelanya dengan menampilkan bahasa yang bagus, tanpa ada sedikitpun cela, sekalipun menurut para ulama Aswaja seperti Al-allamah Assyeikh Ahmad Zaini Dahlan Makkah Almukarramah, bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab itu sumber perpecahan umat Islam dengan banyaknya kesalahan dan pelanggaran syariat (aqidah) yang diyakininya.
Insyaallah masih banyak pengunjung Sunni (Non Wahhabi) yang memiliki info tentang jati diri Muhammad bin Abdul Wahhab pencetus Aliran Wahhabi yang bersedia mengirimkan datanya kepada Admin. |
|
|
|
|
|
|
|
153. |
Pengirim: Abu zahra - Kota: Solo
Tanggal: 19/9/2013 |
|
Jangan takut. Fitroh manusia akan selalu mencari kebenaran. jangan fobia dulu. lebih baik cerna dan perhatikan apa yang disampaikan, Al Qur`an dan Al Hadits atau bukan. Kalau ayat Qur`an dan hadits shohih maka ambillah. Janganlah merasa diri paling benar. Ingat dan baca QS.Ar Ruum: 31-32 31 ) dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
( 32 ) yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda benar, Wahhabi itu tukang memecah belah umat Islam, karena kerap menuduh Bid'ah Sesat terhadap amalan ibadah sunnah dari warga Sunni Syafi'i sebagai warga mayoritas penduduk Indonesia, seperti perayaan Maulid Nabi SAW, Tahlilan untuk mayit, Dzikir berjamaah, dan lain sebagainya, sekalipun para ulama Sunni Syafi'i (Aswaja) sudah menerangkan sumber dalil dari setiap amalan ibadah sunnah tersebut. |
|
|
|
|
|
|
|
154. |
Pengirim: yudi - Kota:
Tanggal: 19/9/2013 |
|
Bagus infonya, bikin tambah SESAT... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya, agar umat Islam tahu kesesatan Wahhabi Mujassimah lantas ramai-ramai meninggalkannya. |
|
|
|
|
|
|
|
155. |
Pengirim: aqa - Kota: purwokerto
Tanggal: 19/9/2013 |
|
anda jangan memutar balikan fakta kalau anda nga tahu sejarah wahabi jangan bicara tentang gerakan wahabi |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya maklum, kalau anda sebagai penganut Wahhabi akan merasa tertelanjangi dengan info kesalahan kaum Wahhabi dari kami. |
|
|
|
|
|
|
|
156. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 20/9/2013 |
|
Muhammad bin Abdul Wahhab, setan berwajah manusia ini konon berasal dari keluarga yang mulia. Ayahnya, Syeikh Abdul Wahhab dan saudaranya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, adalah dua orang yang dianggap saleh oleh pemuka-pemuka agama setempat. Berbeda dengan Muhammad bin Abdul Wahhab yang diakui sesat dan menyesatkan oleh mayoritas ulama sedunia. Baca saja kitab “Fitnah al-Wahhabiyah” karya Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi’i, sang mufti Makkah yang wafat pada tahun 1304 H. Beliau suka menyebut Muhammad bin Abdul Wahhab dengan sebutan “al-Khabits” yang artinya “Si Busuk”.
Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki al-Syafi’i menceritakan bahwasanya Muhammad bin Abdul Wahhab sejak dini telah diprediksikan sesat oleh ayah, saudara dan guru-gurunya. Jauh sebelum Muhammad bin Abdul Wahhab meraih popularitasnya di Saudi dan dunia, para ulama sekitar telah memberikan warning kepada umat agar berhati-hati darinya, dan ternyata betul apa yang mereka prediksikan. Muhammad bin Abdul Wahhab menentang guru-gurunya, lalu mengkafirkan seluruh ulama yang menghalangi penyesatannya.
Pada tahun 1143 H. mulailah Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan pemikiran barunya, namun ayah dan guru-gurunya segera menghadang dan menegurnya. Sayangnya, pendirian Muhammab bin Abdul Wahhab terlanjur membatu sampai ayahnya meninggal dunia pada tahun 1153 H. Selanjutnya Muhammad bin Abdul Wahhab memperbaharui metode dakwahnya sehingga mulai diikuti banyak orang awam. Namun mayoritas penduduk kota risih dan hendak membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri ke kota Uyainah, disana ia menghadap amir Uyainah lalu menikahi saudara perempuan sang amir dan kemudian tinggal di Uyainah sambil berdakwah (menyeru) kepada dirinya dan bid’ah yang dibawanya. Tak lama kemudian, penduduk Uyainah pun muak dengannya lalu mengusirnya dari perut kota.
Si Muhammad belum menyerah juga, ia hijrah lagi ke Dir’iyah (sebelah timur kota Najd) dimana kawasan Dir’iyah dan sekitarnya dulu merupakan pusat dakwah Musailamah al-Kadzab yang melahirkan golongan-golongan murtad. Di tengah-tengah kawasan itu jualah Muhammad bin Abdul Wahhab menyebarkan virus-virusnya dan diikuti pula oleh amir setempat serta mayoritas rakyatnya. Saat itu Muhammad bin Abdul Wahhab bertindak seolah ia satu-satunya mujtahid mutlak. Ia tidak bersandar sedikitpun pada ajaran-ajaran para pendahulu, baik imam-imam mujtahid, ulama-ulama salaf maupun ilmuan-ilmuan kontemporer. Disamping itu juga ia tidak memiliki hubungan apapun dengan para mujtahid yang ada.
Demikian apa yang pernah terungkap oleh saudaranya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab, seseorang yang paling mengenali identitas Muhammad bin Abdul Wahhab. Beliau pernah mengungkapkan bahwa “Umat zaman ini sedang diuji coba dengan seseorang yang mengaku sejalan dengan Qur’an dan Sunnah dan beristinbath darinya tanpa memperdulikan siapapun yang berbeda dengannya. Yang tidak sefaham dengannya dianggap kafir, padahal ia tidak memiliki satupun kriteria mujtahid, demi Allah sepersepuluh satupun tidak punya. Namun pemikiran sesatnya itu sudah merajalela, Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un”.
Muhammad bin Abdul Wahhab mempunyai ajaran sesat bahwa ziarah maqam dan tawassul merupakan perbuatan syirik. Begitu juga dengan upacara maulid maupun dzikir-dzikir ala tarekat sufi. Konsentrasinya adalah hal-hal prinsip dalam akidah umat Islam. Jeleknya, ia justru mengaku sebagai reformis yang menegakkan purifasi tauhid sehingga memperoleh jumlah pengikut yang cukup besar. Salah seorang pendukungnya adalah Muhammad bin Su’ud yang konon berasal dari kaum Musailamah al-Kadzab. Hal itu membuat para ulama setempat semakin serius melakukan berbagai penyanggahan, termasuk saudara kandungnya sendiri, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahhab melalui dua karya tulis berjudul “al-Shawa’iq al-Ilahiyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” dan “Fashl al-Khithab fi al-Raddi ala Muhammad bin Abdil Wahhab”.
Tak terkecuali Syeikh Muhammad al-Kurdi, guru terbesar Muhammad bin Abdul Wahhab yang secara tegas mengatakan: “Wahai Muhammad bin Abdul Wahhab, demi Allah aku menasehatimu, hentikanlah ulahmu terhadap umat Islam. Apabila kau menemukan seseorang meyakini suatu pengaruh dari selain Allah, maka luruskanlah keyakinannya secara baik-baik dan sebutkan dalil-dalilnya bahwa Allah lah yang mempengaruhi. Apabila ia masih dalam kesesatan, maka kekufurannya dari dan untuk dirinya. Janganlah kamu seenaknya mengkafirkan mayoritas umat yang hidup di dunia, karena itu akan mengantarmu ke neraka”.
Setelah merincikan sisi-sisi historis, Syeikh Ahmad bin Dahlan al-Makki selanjutnya menyimpulkan bahwa fitnah golongan wahabi yang digagas Muhammad bin Abdul Wahhab merupakan suatu musibah dan malapetaka terbesar yang pernah menimpa umat Islam sepanjang sejarah. Bagi beliau, virus-virus wahabi sebetulnya telah diisyaratkan dalam banyak riwayat hadits sebagai peringatan untuk berhati-hati agar tidak mudah ditipu dan dipermainkan.
Ironinya, golongan wahabi belakangan ini sengaja merubah namanya menjadi golongan salaf atau golongan sunni. Dua nama ini sama sekali tidak pantas bagi mereka yang sudah jelas-jelas sesat di mata jumhur. Terlebih nama “salaf shalih” yang berarti “pendahulu yang saleh”. Muhammad bin Abdul Wahhab bukanlah orang saleh dan bukan pula pengikut para ulama terdahulu. Syeikh Muhammad Sa’id Ramadlan al-Buthi, ulama Syiria, menegaskan dalam kitabnya “al-Salafiyah” bahwa kata salaf hanya teruntukkan bagi mereka para pendahulu yang hidup di masa yang berbarokah, bukan untuk menjadi sebuah nama bagi golongan khawarij modern yang sesat.
Begitu juga dengan nama “sunni”, penamaan tak senonoh ini mengklaim bahwa mayoritas umat Islam di atas permukaan bumi tidak tergolong Ahlussunnah wal Jamaah, semisal kelompok asy’ari, maturidi maupun sufi, karena tidak sejalan dengan wahabi. Penamaan salafi dan sunni sebetulnya hanyalah upaya menutupi diri untuk memperbanyak massa. Itulah jeleknya wahabi.
Mungkin pembaca keberatan bila sosok populer seperti Muhammad bin Abdul Wahhab (yang buku-bukunya terjual laris manis di mana-mana) ditentang secara berlebihan. Rasa keberatan itu merupakan bukti terkuat bahwa pembaca sama sekali belum mengenal siapa Muhammad bin Abdul Wahhab. Pro-kontra damai antar ulama merupakan sebuah keniscayaan yang perlu kita hargai, akan tetapi Muhammad bin Abdul Wahhab adalah pengecualian terpenting, karena ia bukan ulama, ia hanyalah manusia goblok yang terlanjur di-ulama-kan oleh orang-orang goblok. Syeikh Muhammad Mutawali al-Sya’rowi adalah salah seorang ulama masyhur kontemporer yang secara tegas menjuluki “goblok” kepada orang-orang wahabi.
Sungguh banyak karya para ulama seputar kesesatan Muhammad bin Abdul Wahhab dan ajaran-ajarannya. Antara lain kitab “al-Wahhabiyyun wal Buyut al-Marfu’ah” karya Syeikh Muhammad Ali al-Kardistani, “al-Wahhabiyah wa al-Tauhid” karya Syeikh Ali al-Kaurani, “al-Wahhabiyah fi Shuratiha al-Haqiqiyah” karya Syeikh Sha’ib Abdul Hamid, “al-Durar al-Saniyah fi al-Raddi ala al-Wahhabiyah” karya Syeikh Ahmad bin Zaini Dahlan, “Kasyf al-Irtiyab fi Atba’ Muhammad bin Abdil Wahhab” karya Syeikh Muhsin al-Amin, “Hadzihi Hiya al-Wahhabiyah” karya Syeikh Muhammad Jawwad, dan masih banyak lagi kitab-kitab terpercaya lainnya.
Mufti Mesir, Syeikh Ali Jum’ah al-Syafi’i dalam sebuah fatwanya menegaskan, kelompok wahabi gemar menipu umat dan menyembunyikan kebenaran demi kepentingan politik. Kelompok wahabi sangat anti kepada hadits-hadits dha’if namun di waktu yang sama mereka mendha’ifkan bahkan memaudhu’kan semua hadits yang tak sehaluan dengan pemikiran-pemikiran mereka. Syeikh Ali Jum’ah amat menyayangkan kelompok wahabi yang mengharamkan dzikir berjamaah, dzikir berdiri, dzikir isim mufrad, memuji Rasul, shalat di masjid yang ada maqamnya, bersumpah demi Rasul, menggunakan tasbeh, dan masih banyak lagi korban pengharaman orang-orang bodoh seperti mereka. Mungkin yang halal bagi mereka hanyalah darah orang-orang yang tak sependapat dengan mereka..!!
Senada dengan Habib Ali al-Jufri, ulama negeri Yaman yang sangat mengenal kelompok wahabi. Beliau mengatakan, wahabi jelas-jelas membenci Rasulullah Saw. dan mengkafirkan kedua orangtua Rasul serta paman beliau, Saidina Abu Thalib, seolah-olah mereka telah duduk santai di surga lalu menengok siapa saja penghuni neraka. Menurut Habib Ali al-Jufri, misi wahabi tiada lain menjauhkan hati umat dari cinta Rasul Saw. sebab musuh-musuh Islam tak mampu melakukannya secara terang-terangan. Pembaca dapat membuktikan dengan mudah kebencian wahabi terhadap Rasulullah Saw. dan agama Islam. Selain mengkafirkan orangtua Rasul, mereka juga merendahkan martabat Ahlul Bait, menyalahkan sahabat, mengharamkan tabarruk, maulid, tawassul, pujian kepada Rasul, lalu memusnahkan jejak-jejak Rasul, membatasi dan menghalangi ziarah maqam Rasul, mendha’ifkan atau memaudhu’kan banyak hadits shahih, dan seterusnya.
Penulis bukan yang pertama kali berbicara tentang kedoknya Muhammad bin Abdul Wahhab. Jutaan tokoh terpercaya dari seluruh penjuru dunia, baik terdahulu maupun masa kini, sudah banyak mengupas problema ini sampai tuntas dan dari segala sisi yang terkait. Kita kemana saja selama ini?! dan kenapa masih saja buta?! Jangan sok fair deh!. Ribuan ulama Ahlussunnah wal Jamaah yang jauh lebih pintar dari anda sudah tegas-tegas melawan dan menentang Muhammad bin Abdul Wahhab. Anda sendiri siapa?!
Dalam sebuah diskusi di Paramadina, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebut kelompok wahabi sebagai kelompok yang memiliki rasa rendah diri yang sangat tinggi. Kelompok ini kemudian menutupi rasa rendah dirinya dalam bentuk mental mudah tersinggung, gampang mengkafirkan orang dan aksi-aksi kekerasan. Mereka menganggap diri dan kelompoknya lah yang memiliki otoritas kebenaran sejati. Kelompok-kelompok lain adalah kafir, penghuni neraka dan kalau perlu harus dimusuhi bahkan dibasmi.
Belakangan, ciri-ciri rasa rendah diri seperti dikemukakan Gus Dur itu mudah ditemui dalam praktik fatwa sesat, pengusiran, teror dan pembakaran rumah-rumah kelompok keagamaan di Indonesia yang mereka anggap sesat. Tentu saja mereka tidak mewakili umat Islam secara keseluruhan. Meski terus sesumbar mewakili aspirasi kelompok mayoritas umat, kenyataannya mereka segelintir saja.
Ideologi yang dikembangkan kelompok yang gemar mengkafirkan dan mengeluarkan fatwa sesat ini sekarang dianut Kerajaan Arab Saudi, bahkan kebanyakan pengamat mengatakan bahwa hampir semua gerakan Islam garis keras dewasa ini merupakan bagian dari atau setidaknya dipengaruhi oleh kelompok Wahabi. Ideologi inilah yang dianut secara resmi oleh Taliban di Afganistan dan jaringan al-Qaidah yang beberapa tahun ini aktif melakukan kegiatan teror di pelbagai belahan dunia.
Gus Dur menyebut kelompok Wahabi memiliki rasa rendah diri yang sangat besar karena ideologi ini berasal dari satu wilayah pinggiran di jazirah Arab, yaitu Najd. Kota Najd adalah satu wilayah yang dalam sejarah Islam tidak pernah memunculkan intelektual atau pemimpin Islam yang diakui. Wilayah ini malah terkenal sebagai wilayah yang kerap melahirkan para perampok suku Badui. Nabi sendiri mengakuinya dalam salah satu hadits. Orang-orang Najd juga adalah kelompok orang yang paling akhir masuk Islam. Bahkan Najd melahirkan tokoh oposan terhadap Nabi Muhammad yang amat terkenal: Musailamah al-Kadzab (Musailamah Sang Pembohong). Musailamah mendeklarasikan diri sebagai nabi pesaing untuk menandingi popularitas kenabian Saidina Muhammad Saw. saat itu.
Selain Wahabi, ideologi garis keras pada masa-masa awal Islam, Khawarij, juga didirikan orang-orang Najd. Banyak pengamat menyimpulkan bahwa Wahabisme sebenarnya hanyalah bentuk baru dari ideologi Khawarij. Orang-orang Khawarij lah yang mempopulerkan konsep pengkafiran dan bahkan pembunuhan terhadap mereka yang tidak setuju dengan pendapatnya. Kelompok inilah yang kemudian membantai sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad, Saidina Ali bin Abi Thalib, dan melancarkan aksi yang sama terhadap Gubernur Damaskus saat itu, Saidina Amr Bin Ash.
Kaum Wahabi menjadi kekuatan yang destruktif ketika mereka melakukan aliansi mengejutkan dengan sekelompok bandit pimpinan Muhammad bin Su’ud dari wilayah Dir’iyah. Sejak saat itulah kaum Wahabi terus melancarkan intimidasi dan teror dalam bentuk pengkafiran dan pembantaian terhadap orang-orang yang mereka anggap kafir. Arab Saudi lalu mereka kontrol sampai saat ini sehingga menjadi negara yang paling tertutup dan paling tidak bebas di seluruh dunia.
Wahabi kemudian juga dikenal sebagai gerakan anti ilmu pengetahuan dan menjadi salah satu sumber keterbelakangan umat Islam. Mereka menolak apapun yang baru, seperti teknologi dan jaringan informasi, karena itu dianggap bid’ah. Dengan tegas mereka menolak demokrasi. Mereka mengurung perempuan di dalam rumah. Mereka mengharamkan nyanyian. Mereka membenci kesenian. Memanjangkan jenggot bagi laki-laki dewasa adalah kewajiban. Buku-buku tasawuf dan filsafat yang merupakan salah satu warisan kekayaan intelektual Islam dianggap barang haram. Praktek kehidupan sosial seperti ini tampak nyata dalam kehidupan masyarakat Afganistan di bawah kekuasaan Taliban yang berideologi Wahabisme.
Dengan keuntungan minyak yang masih mengucur sampai hari ini, penguasa Saudi sukses mengekspor ideologi Wahabi ke seluruh pelosok dunia, tidak hanya ke negara-negara Islam, melainkan juga ke Eropa dan Amerika. Menurut Hamid Alghar, kelompok ini berhasil meraih pengikut sekitar 10% dari keseluruhan umat Islam di seluruh penjuru dunia. Anak-anak muda yang menyediakan diri menjadi martir dalam kegiatan bom bunuh diri di Eropa dan Amerika Serikat dalam beberapa tahun ini, sebetulnya datang dari generasi yang benar-benar terdidik secara Barat. Tapi, ideologi yang diekspor penguasa telah menggerakkan mereka untuk melakukan aksi terorisme.
Keluarga Su’ud yang kini menguasai otoritas politik dan agama di Arab Saudi sesungguhnya bukanlah keluarga yang dikenal saleh, kalau tidak dapat disebut kurang bermoral. Stephen Sulaiman Schwartz menyebut keluarga keluarga Su’ud sangat gemar menghambur-hamburkan kekayaan Saudi untuk keperluan judi dan main perempuan. Dengan kelakuan semacam itu, jumlah pangeran Saudi saat ini ditaksir mencapai 4000 orang. Artinya, seorang raja yang memiliki ratusan isteri dan selir bukanlah dongeng belaka di Arab Saudi.
Schwartz menyebut dukungan terhadap Wahabisme yang dilakukan penguasa Saudi adalah bentuk pengelabuan atas praktek tak bermoral yang mereka lakukan. Ideologi yang disebarkan oleh keluarga mantan bandit inilah yang kemudian dianut, atau setidaknya mempengaruhi kelompok Islam Indonesia yang belakangan gemar mengkafirkan dan mengeluarkan fatwa sesat terhadap mereka yang berbeda pendapat. Pengetahuannya terhadap Islam dan sejarahnya tidak mendalam, bahkan mereka bukan orang-orang yang cukup religius. “Saya percaya bahwa kekerasan bukanlah pantulan dari religiositas seseorang atau sekelompok orang. Mungkin, rasa rendah diri itulah yang justru mendatangkan brutalisme” ungkap Saidiman dalam sebuah artikel liberalnya.
Sedangkan Abdul Moqsith Ghazali, ia mengemukakan, gerakan untuk mewahabikan umat Islam Indonesia tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Para aktifis wahabisme cukup agresif dalam mengkampanyekan pikiran-pikiran dan ideologi para imamnya. Mereka bukan hanya memekikkan khutbah wahabisme dari dalam masjid-masjid mewah di kota-kota besar seperti Jakarta, melainkan juga blusukan ke pedalaman dan dusun-dusun di Indonesia. Ada tengara bahwa orang-orang yang berhimpun dalam ormas keagamaan Islam moderat pelan tapi pasti kini mulai terpengaruh dan terpesona dengan gagasan-gagasan wahabisme yang sebagian besar berjangkar pada pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab.
Memang, pada awalnya wahabisme berdiri untuk merampingkan Islam yang sarat beban kesejarahan. Ia ingin membersihkan Islam dari beban historisnya yang kelam, yaitu dengan cara mengembalikan umat Islam kepada induk ajarannya, al-Qur’an dan al-Sunnah. Seruan ini mestinya sangat positif bagi kerja perampingan dan purifikasi itu. Tapi, ternyata wahabisme tidaklah seindah yang dibayangkan. Di tangan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab yang fanatik dan militan, implementasi ideologi wahabisme kemudian terjatuh pada tindakan kontra produktif. Di mana-mana mereka menyebarkan tuduhan bid’ah kepada umat Islam yang tidak seideologi dengan mereka. Bahkan, tidak jarang mereka mengkafirkan dan memusyrikkan umat Islam lain.
Kini mereka mulai merambah kawasan Indonesia, melakukan wahabisasi di pelbagai daerah. Mereka mencicil ajaran-ajarannya untuk disampaikan kepada umat Islam Indonesia. Ada beberapa ciri cukup menonjol yang penting diketahui dari gerakan wahabisasi itu. Pertama, mereka mempersoalkan dasar negara Indonesia dan UUD ’45. Mereka tidak setuju, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini dipandu oleh sebuah pakem sekular, hasil reka cipta manusia yang relatif bernama Pancasila. Menurut mereka, Pancasila adalah ijtihad manusia dan bukan ijtihad Tuhan. Semboyan mereka cukup gamblang bahwa hanya dengan mengubah dasar negara, dari Pancasila ke Islam, Indonesia akan terbebas dari murka Allah. Mereka lupa bahwa Pancasila mengandung nilai-nilai yang sangat Islami. Tak tampak di dalamnya hal-hal yang bertentangan dengan Islam.
Kedua, mereka menolak demokrasi karena demokrasi dianggap sebagai sistem kafir. Mereka menolak dasar-dasar HAM yang sesungguhnya berpondasikan ajaran Islam yang kukuh. Mereka mengajukan keberatan terhadap konsep kebebasan beragama, kebebasan berpikir, dan sebagainya. Menurut mereka tidak ada hak asaski manusia (HAM), yang ada hanyalah hak asasi Allah (HAA).
Ketiga, mereka berusaha bagi tegaknnya partikular-partikular syariat dan biasanya agak abai terhadap syariat universal, seperti pemberantakan KKN dan sebagainya. Ini misalnya tampak dari sikap tidak kritis kelompok wahabi terhadap ketidakberesan yang telah lama berlangsung di lingkungan kerajaan Saudi sendiri, sistem pemerintahan yang disokong demikian kuat oleh kelompok Wahabi. Kelompok Wahabi cukup puas ketika shalat berjemaah diformalisasikan. Sementara, bersamaan dengan itu, kejahatan terhadap kemanusiaan terus berlangsung, tanpa interupsi dari mereka.
Keempat, mereka juga intensif menggelorakan semangat penyangkalan atas segala sesuatu yang berbau tradisi. Kreasi-kreasi kebudayaan lokal dipandang bid’ah, takhyul dan khurafat yang mesti diberantas. Dahulu dan sampai sekarang, orang-orang NU dan NW mendapat serangan bertubi-tubi dari para pengikut wahabisme itu.
Empat hal itu adalah refrain yang kini rajin diulang-ulang oleh kelompok Wahabi Indonesia. Pokok-pokok tersebut adalah sebagian dari juklak wahabisme yang telah lama disusun di Saudi, dan kemudian dipaketkan secara berangsur dan satu arah ke Indonesia. Kedepan jika semuanya sudah berhasil diwahabikan, maka sangat boleh jadi Indonesia akan menjadi repetisi Arab saudi dimana kreasi-kreasi lokal dibid’ahkan. Betapa keringnya cara ber-Islam yang demikian itu, ber-Islam tanpa inovasi dan improvisasi.
Akhirnya, tiada kata seindah doa. Semoga laknat Tuhan selalu menyertai Muhammad bin Abdul Wahhab dan para penyembahnya…!! Amien ya Rabbal Alamin.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini adalah info dari pengunjung asal Probolinggo yang perlu juga dibaca oleh para pengunjung yang lain. |
|
|
|
|
|
|
|
157. |
Pengirim: Setio - Kota: Bekasi
Tanggal: 20/9/2013 |
|
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Maaf Pak Kyai, Saya Netral. Saya Hanya Ingin Agar Kita Semua Tidak Menuduh Seseorang/Golongan Itu Jelek Sejelek-jeleknya Tuduhan. Krn Saya Takut Jika Tuduhan Itu Ternyata Salah & Akan Kembali Kpd Saya/Kita Yg Menuduh. Apalagi Menuduh Diatas Hawa Nafsu. Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam Saja Tetap Rendah hati & Sabar Terhadap Orang Yg Menghina & Menghujatnya. Koq Kita Yg Nggak Kenal Abdullah Bin Abdul Wahab Kita Hujat & Menuduh Sesat. Subhanallah, Sebenarnya Siapa Yg Menuduh Sesat Di Sini ? Sekali Lg Saya Bukan Mau Membela Siapa2. Saya Hanya Ingin Sesama Umat Islam Jgn Saling Membenci, Menghujat dll. Apa Arti Tingginya Ilmu Agama Seseorang Jk Dia Mengajak,Mengajarkan,Mengamalkan Kpd Orang Lain Untuk Membenci, Menghujat & Melakukan Ghibah Yg Belum Tentu Kebenaran itu Berada Kpd Siapa. Wallahu A'lam. Banyaknya Pengikut Bukan Patokan Seseorang Diatas Kebenaran, Tp Patokan Kebenaran Berdasarkan Al-Qur'an & Sunnah. Saya Pun Menghargai & Menghormati Pak Kyai Sebagai Seorang Ulama Yg Sdh Tdk Diragukan Lagi Ilmunya. Semoga Pak Kyai Selalu Diberikan Kesehatan & Tetap Istiqomah Berada Di Jalan Allah Azza Wa Jalla. Dan Untuk Kita Semua Semoga Selalu Diberikan Kebersihan Hati & Dijauhkan Dari Hawa Nafsu Syeitan. Aamiin. Oh Iya Pak Kyai, TV Yg Pak Kyai Sebutkan Diatas (Selain Trans 7) Kebanyakan Isinya Membaca Al-Quran Teruus, Kadang Seharian Full. Yg Mana Bisa Memberikan Pengetahuan Seseorang Akan Ilmu Membaca Al-Quran, Apa Itu Cara Membacanya, Panjang-Pendeknya, Makhrajnya, Waqobnya Dll. APA MENURUT PAK KYAI HRS STOP NONTON ???? Begitu Pun Dakwahnya, Seseorang Bisa Jadi Tahu Dari Yg Tadinya Tidak Tahu Tentang Kebesaran Islam. Dan Yg Saya Tahu Sih Tdk Ada Itu Dakwah Yg Isinya Menjelek-jelekkan, Ghibah Thd Seseorang/Golongan Bahkan Mengkafirkan. Oh Iya, Selain TV Tsb Diatas Sy Jg Sering Nonton ASWAJA TV & TV Islam Lain Dari Manca Negara Lho Pak Kyai. Jadi Beragam & Insya Allah Saya Ambil Yg Baik & Semoga Allah Juga Memberikan Pentunjuk-Nya. Ya Sudahlah Pak Kyai, Saya Hanyalah Orang Yg Rendah Ilmu. Sekali Lg Saya Mohon Dimaafkan Jk Ada Kata-kata Yg Kurang Berkenan, Bukan Saya Mau Membela Siapa2, Semoga Pak Kyai Selalu Dalam Lindungan Allah Azza Wa Jalla & Semoga Kita Semua Yg Ada Di Sini Selalu Bisa Menjalin Ukhkuwah Islamiyah Yg Baik. Aamiin Trm Kasih. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau anda merasa sebagai orang awwam yang tidak mendalami ilmu agama, maka mengapa anda ikut berkomentar dalam situs ilmiah ini? Padahal kaedah mengatakan: Idza wussidal amru ila ghairi ahlili fantadhiris sa'ah (Jika suatu perkara itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya).
Pengisi TV Rodja adalah para penganut Aliran Wahhabi, bukan Ahlus sunnah wal jamaah sekalipun selalu mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah. Kaum Wahhabi ini keberadaannya di dunia termasuk minoritas, sedangkan warga Ahlus sunnah wal Jamaah adalah mayoritas. Nah, untuk belajar agama yang benar janganlah mengambil dari sumber yang salah (Wahhabi), namun ambillah dari sumber Ahlus Sunnah wal Jamaah yang benar.
Nabi SAW telah berwasiat: “Inna ummati la tajtami’u ‘ala dhalalatin fa idza ra’aitumul ikhtilafa fa ‘alaikum bis sawadil a’zham”, artinya “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada keburukan, maka apabila kalian melihat gelagat perpecahan (pertentangan pendapat), berpeganglah pada as-sawad al-a’zham (kelompok mayoritas)” (HR. Ibnu Majah). |
|
|
|
|
|
|
|
158. |
Pengirim: mulyono - Kota: jambi
Tanggal: 20/9/2013 |
|
Sesama ahlussunnah hendaknya tidak saling menghujat satu sama lain, yang jelas-jelas sekali ahlul bid'ah adalah syiah yang harus kita perangi, ana khawatir orang syiah sedang mentertawakan ahlussunnah lantaran sesama ahlussunnah saling menghujat |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wahhabi itu bukan Ahlus Sunnah wal Jamaah, tapi hanya suka mengaku-ngaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jamaah, karena itu Wahhabi gemar menuduh BID'AH SESAT terhadap amalan Ahlus Sunnah wal Jamaah seperti Tahlilan untuk mayit, perayaan Maulid Nabi SAW, pembacaan shalawat Burdah, Dzikir berjamaah dengan mengeraskan suara, dan lain sebagainya, padahal Kaum Wahhabi Mujassimah itu juga doyan Bid'ah, buktinya mereka mendirikan: TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
159. |
Pengirim: wandy - Kota:
Tanggal: 27/9/2013 |
|
Jika Rodjatv bid'ahnya Wahabi trus bagaimana dengan AswajaTv? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Karena Aswaja meyakini adanya Bid'ah Hasanah (yg baik) seperti Perayaan Maulid Nabi SAW, ibadah sunnah Tahlilan dan sebagainya, maka TV ASWAJA termasuk Bid'ah Hasanah.
Sedangkan kaum Wahhabi meyakini semua Bid'ah itu Dhalalah (sesat), jadi TV Rodja juga adalah Bid'ah yang Dhalalah menurut keyakinan Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
160. |
Pengirim: samurai - Kota: jakarta
Tanggal: 27/9/2013 |
|
kelemahan umat islam karena satu sama lain selalu mengaku yg paling benar dan menyesatkan yg lainnya. wahabbi dijadikan musuh krn tdk sependapat dalam beberapa hal. padahal sama2 menyembah Allah, berkitab pada al-qur'an dan berteladan pada nabi Muhammad. orang2 di mekah berfaham wahabbi semua pasti mereka masuk neraka semua walapun mereka ahli ibadah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kelemahan kaum 'pendatang' Wahhabi sebagai warga minoritas adalah selalu menjadi provokator yg kerap menuduh SESAT terhadap amaliah warga NU, pengikut dakwah Walisongo, pengamal madzhab Sunni Syafi'i sebagai madzhab asli bangsa Indonesia, sebut saja amaliah Pembacaan Maulid Nabi SAW, Tahlilan untuk mayit, Tawassul dengan para Wali, dsb. Jika saja kaum Wahhabi pendatang baru di Indonesia itu tahu diri, berakhlak sopan santun terhadap penduduk pribumi asli, tanpa menuduh Sesat, dan sebagainya, maka pasti tidak akan ada reaksi dari masyarakat Indonesia seperti yang kami wakili. Kini kaum Wahhabi biar tahu rasa, bahwa dituduh Sesat itu ternyata menyakitkan. TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI, karena Nabi SAW tidak pernah siaran di TV manapun. |
|
|
|
|
|
|
|
161. |
Pengirim: Muhammaad Arif - Kota: Solok
Tanggal: 28/9/2013 |
|
Tidaklah para ulama mengatakan sesuatu ttg Allah melainkan spt yang Allah firmankan dalam Al quran dan spt yang Nabi SAW sabdakan ( yg sahih) . Interpretasi ASWAJA ttg Allah sungguh niat baik , yakni utk menghindari penyerupaan dan penyamaan Allah dg makhlukNya. Namun Kadang interpretasi kaum ASWAJA kebablasan dengan cara mengelaborasi dg akal. Seoalah olah mereka tahu persis Arsy itu spt apa, padahal Arsy tidak sama dg "tempat" yg kita pahami ( 4 dimensi ). Arsy itu ghoib bagi kita, AHkekat Allah juga ghoib bagi kita . Lalu kalau Allah berfirman kalau Dia bersemayam di Arsy, kita mau menolak ayatNya ini ? . Tidaklah sama bersemayamNya dg makhluk, juga tidak sama "turun" Nya kelangit dunia seprti turunnya makhluk, karena semua itu ghoib ! ghoib !!. Sami'na wa ata'na. beres kan ? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kita tahu bahwa Syeikh Bin Baz dan Syeikh Abdul Aziz Alsyeikh mufti Wahhabi Saudi Arabiah termasuk dari tokoh tuna netra.
Jika umat Islam diwajibkan memahami ayat Alquran itu harus sesuai dengan dhahir lafadznya dan haram ditakwili, maka tentunya pada firman Allah yang artinya: Dan barang siapa yang BUTA di dunia ini, niscaya di akhirat kelak ia akan lebih BUTA pula, dan lebih tersesat dari jalan kebenaran (QS. Al-isra, 72).
Arti A'maa dalam kamus adalah BUTA MATA. Jadi menurut dhahir ayat ini setiap orang yang tuna netra (buta mata), maka kelak di akhirat akan semakin BUTA dan akan tersesat dari jalan syariat yang benar, alias akan masuk neraka.
Betapa kasihannya mufti Wahhabi sekelas Syeikh Bin Baz dan Syeikh Abdul Aziz Alsyeikh yang beliau berdua termasuk warga tuna netra (Buta Mata), karena oleh kaum Wahhabi telah divonis kelak keduanya di akhirat akan lebih buta dan akan tersesat keluar dari syariat Islam dan akan bertempat di neraka. Karena dalam ajaran Wahhabi, bahwa tidak boleh umat Islam itu mentakwili arti ayat Alquran, dan harus memahami Alquran itu sesuai dhahir ayatnya. Baiklah kami Aswaja juga mengatakan: Sami'na wa atha'na dalam memahami ayat 72 surat Al-isra ini, secara dhahir lafadz saja untuk kasus Syeikh Bin Baz dan Syeikh Abdul Aziz Alsyeikh.
Beres kaaan ?
|
|
|
|
|
|
|
|
162. |
Pengirim: haafizhah - Kota: makassar
Tanggal: 30/9/2013 |
|
wah... artix ustadz yg ngurus blog nie dah bid'ah donk, walaupun katax msh bid'ah 'hasanah' |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, Situs kami ini adalah Bid'ah Yang Baik menurut definisi kami, sedangkan TV Rodja adalah Bid'ah Dhalalah/sesat menurut definisi Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
163. |
Pengirim: heru - Kota: kepri
Tanggal: 2/10/2013 |
|
saya berada dilingkungan ahlulsunnah waljamaah syafi'i
kami sering melakukan tahlilan, maulid nabi dan sebagainya
tapi ada yg mengganjal dihati saya apakah rasulullah ada mengadakan tahlilan?
makanya saya membedah dan trus beljar kitab2 dari imam syafi'i mencari tentang tahlilan dan sebagaimana
tapi satupun tidak saya temukan amalan2 tersebut
lantas dari manakah amalan2 tersebut dibuat jika rasulullah tidak ada mencontohkannya? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Berarti anda mencarinya bukan dari sumber guru-guru yang ahli di bidang agama khususnya yang berkaitan dengan amalan Aswaja, sehingga mayoritas guru-guru di tempat anda belajar itu tidak tahu kalau Tahlilan itu justru berasal dari perintah Nabi SAW, yaitu Hadits Nabi SAW: Iqra-u yasin ala mautakum/bacakan surat Yasin untuk mayit kalian. HR. Abu Dawud, dan masih banyak dalil lainnya. Saran kami, jadi sebaiknya anda pindah tempat belajar saja agar anda tidak dibodoh-bodohi terus oleh guru yang tidak berpengalaman.
Carilah tempat belajar yang bonafid agar ilmu agama anda berada di jalan yang benar, dari pada tersesat dari jalan Allah.
Nasehat kami, janganlah anda belajar sendirian dengan mencari-cari sendiri dalam kitab-kitab para ulama Salaf, karena anda belum tahu kuncinya, sehingga anda tidak mungkin untuk menemukannya. Apalagi untuk memahami kitab-kitab para ulama Salaf secara baik dan benar, maka membutuhkan KECERDASAN tingkat tertentu dan bimbingan seorang guru yang ahli, bukan sembarang guru.
Bahkan para ulama Salaf mengatakan: Man kana syaikhuh kitabuh # fas syaithan yakunu syaikhuh (barang siapa yang menjadikan kitabnya itu sebagai gurunya (alias belajar sendirian), maka setanlah yang akan menjadi pembimbingnya).
|
|
|
|
|
|
|
|
164. |
Pengirim: masgino - Kota: al-hikmah,sirampog-bumi ayu
Tanggal: 10/10/2013 |
|
Nasihat untuk pengasuh blog ini, Imaam An Nawawy رحمه الله mengatakan didalam kitab Riyaadhus Shoolihin, “Jika kamu yakin perkataanmu benar dan bermanfaat, maka katakanlah dan jika perkataanmu salah dan membahayakan atau merugikan maka janganlah berbicara. Termasuk jika kamu ragu apakah perkataanmu itu mengandung maslahat atau mengandung bahaya, maka janganlah kamu mengatakannya.” |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, kami sangat yakin atas kesesatan aqidah Wahhabiyah sesuai yang kami baca dari kitab-kitab karya ulama Aswaja yang mengungkap kesesatan Wahhabi, sebut saja Sayyid Zaini Dahlan Mufti Makkah di zamannya. |
|
|
|
|
|
|
|
165. |
Pengirim: pobiswasila - Kota: Kediri
Tanggal: 11/10/2013 |
|
Berarti naik sepeda pancal,motor,mobil, pesawat terbang waktu haji, pake telepon seluler..juga bid'ah dong ustadz ?emang ustadz kalo pergi naik apaan? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Pertanyaan model Wahhabi sekelas anda tidak perlu dijawab ilmiah, toh anda tidak paham duduk permasalahannya. |
|
|
|
|
|
|
|
166. |
Pengirim: pobiswasila - Kota: Kediri
Tanggal: 11/10/2013 |
|
Aneh setiap komentar yaang tidak setuju dengan situs ini semua dituduh wahabi bego..... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tentu saja anda merasa heran, karena anda tidak dapat memahami artikel dakwah yang kami sampaikan.
Kalau anda merasa heran, yaa jangan lagi membuka situs kami ini. Anda buat sendiri saja situs seperti yang anda inginkan.
Karena situs kami ini hanya untuk pengunjung yang mempunyai daya pikir berstandar ilmiah. |
|
|
|
|
|
|
|
167. |
Pengirim: muh;wakka - Kota: watampone
Tanggal: 11/10/2013 |
|
assalamualaikum wrwb 'janganlah anda melarang menonton tv rodja;wesaltv dan insan tv karna manusia di berikan akal oleh ALLAH SWT untuk berpikir mana yang bener dan mana yg salah' mungkin ada baiknya klu anda mengatakan janganlah nonton tv yg siaranya tdk sesuai dengan ajaran islam kan banyak siaran tv di negeri kita yang siaranya tdk sesuai dengan apa yg diajarkan oleh rasullullah saw.....klu anda masih merasa ummat rasullullah saw.... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Banyak komentar-komentar yang dikirim oleh kaum Wahhabi yang tidak memenuhi standar ilmiah seperti komertar dengan gaya di atas ini, sengaja kami delete sehingga tidak tampil di layar.
Situs Pejuang Islam NU Garis Lurus ini hanya kami peruntukkan untuk kalangan yang memiliki daya cukup dalam memahami ajaran Islam secara Ilmiah. |
|
|
|
|
|
|
|
168. |
Pengirim: hendra saputra - Kota: margondakober
Tanggal: 13/10/2013 |
|
Info penting sekali ustad ,kasihan orang-orang awam mereka kira benar semua itu...!
MasyaALLOH ! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Serupa itu tidak sama, TV Rodja dan cs-nya itu serupa denagn Dakwah Islamiyah, namun hakikatnya banyak menyesatkan kaum awwam Aswaja. Padaha aqidah Aswaja dengan amalan-amalanya itu sudah sesuai dengan ajaran Alquran, Hadits, Ijma' dan Qiyas, namun tetap dituduh Bid'ah Sesat oleh aktifis TV Rodja.
Umumnya kaum awwam hanya melihat tampilan dhahir (kulit) para penceramah di TV Rodja, tanpa mengetahui kwalitas aqidah mereka yang sesungguhnya banyak terjadi kontradiksi satu dengan lainnya. |
|
|
|
|
|
|
|
169. |
Pengirim: mansur - Kota: sukabumi
Tanggal: 13/10/2013 |
|
assalamualaikum ustadz luthfi semoga allah memberikan hidayah. Anda mencerca tv rodja sementara tv -tv nasionalis anda abaikan . Astagfirullah saya sebagai keturunan NU merasa sedih dengan NU sekarang yang telah terkontaminasi paham liberalis naudzubillah. Semoga anda segera menarik pernyataan anda ini. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sudah kami tarik sedalam-dalamnya dalam sanubari dan menghasilkan pemahaman bahwa TV Rodja adalah Bid'ahnya Kaum Wahhabi.
Orang Wahhabi sekelas anda tentu merasa keberatan dengan temuan kami ini kaan....? karena kerusakan aqidah anda, hingga merasa tertelanjangi tentunya. Bahkan hingga anda tidak tahu jika NU Garis Lurus yang kami rintis ini adalah NU Anti Liberal, Wahhabi dan Syi'ah.
Lah siapa yang harus mempercayai klaim anda sebagai keturunan NU. Emangnya kami pikirin, gak penting lah ...!
Agar aqidah para pengunjung lebih mantap terhadap Aswaja, hendaklah membuka youtube dengan alamat:
1. Jangan Takut Dituduh Bid'ah.
2. Syi'ah vs Wahhabi = Dua Tanduk Setan. |
|
|
|
|
|
|
|
170. |
Pengirim: heri - Kota: banjar
Tanggal: 20/10/2013 |
|
Masa seorang kyai seperti anda tidak bisa membedakan bid'ah dalam urusan dunia dan bid'ah dalam urusan agama ! Pelarangan untuk menonton rodjatv dll. adalah bentuk ketakukan akan berkurangnnya masa nahdiyin ! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Satu pun tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa Nabi SAW pernah membagi Bid'ah menjadi dua: Bid'ah Diniyah dan Bid'ah Duniawiyah. Pembagian ini hanya karangan kaum Wahhabi semata yg tidak berdasarkan dalil syariat. Ayo coba sebutkan Hadits Shahihnya kalau gak percaya. Karena Nabi SAW hanya secara datar saja beliau mengatakan : Fa inna KULLA MUHDATSATIN BID'AH. tanpa ada pembagian: Diniyah maupun Duniawiyah. TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
171. |
Pengirim: farikhulaziz - Kota: kanjeng sepuh sidayu gresik
Tanggal: 21/10/2013 |
|
[saran]
mas tolong di adakan diskusi dengan para ustad yang di rodja tv, tentang tahlilan, maulid nabi dll. biar tidak terjadi fitnah di sana-sini kasihan agama qt(ISLAM) sudah banyak fitnah sehingga terpecah belah. sinih nyalakan situ situ nyalakan sini bingung mas. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
TIM NU selalu siap berdialog dengan tokoh-tokoh Wahhabi.
Kalau anda bingung membacanya maka cobalah klik youtube dg alamat: DUA TANDUK SETAN, dan alamat: JANGAN TAKUT DITUDUH BID"AH.
|
|
|
|
|
|
|
|
172. |
Pengirim: Rio - Kota: Makassar
Tanggal: 22/10/2013 |
|
kami para manusia biasa sangat bingung melihat perdebatan kalian semua..
jika kalian merasa benar..
jangan hanya Ribut..Tapi buktikan dakwah kalian dan Mohon dakwahkan sama saya tentang bacaan-bacaan dalam sholat yang benar..
kami hanya ingin ilmu yang benar..
saya tunggu jawabanya..
makasih.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau anda bingung, mudah saja kok, ya gak ikut usah baca situs kami, karena situs ini kami peruntukkan bagi orang yang dapat berpikir jernih. |
|
|
|
|
|
|
|
173. |
Pengirim: Abdullah - Kota: surabaya
Tanggal: 22/10/2013 |
|
Bismillah,
Assalamu'alaykum Ustadz, semoga berkah Allah tercurah bagi anda. bagus sekali kajian ustadz, saya senang membacanya. Namun karena keterbatasan ilmu yang saya miliki saya ingin menanyakan 2 hal kepada ustadz,
pertama, apakah tepat menyebut faham yang diprakarsai oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan sebutan "Wahabi" ? Mengingat penyebutan tersebut dinisbatkan kepada Abdul Wahab yaitu ayah beliau yang bisa jadi tidak ada hubungannya dalam memprakarsai faham tersebut.
kedua, jika ustadz mengklaim siaran TV yang dilakukan Tv Rodja dll adalah sebagai suatu amalan bid'ah, apakah ustadz saat ini juga ingin mengatakan bahwa ustadz sedang mengamalkan suatu amalan bid'ah dengan membuat blog ini ? mengingat internet dan blogging juga belum terdapat di masa Rasulullah.
Demikian pertanyaan saya, semoga ustadz berkenan memberikan penjelasannya kepada saya dan semua yang membaca blog ini.
Jazakallahu khoiron katsiron,
assalamu'alaykum. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Gak perlu heran, contoh lain adalah Imam AHMAD bin HANBAL, madzhabnya dijuluki Madzhab HANBALI, kenapa kok bukan Madzhab AHMADI saja sesuai dengan nama asli beliau ? Ya begitulah penggunaan bahasa Arab bagi yang benar-benar paham betul ttg gramatikalnya.
2. Rupanya akhi benar-benar 'ketinggalan jaman', hingga akhi belum banyak tahu bagaimana kaum Wahhabi secara kaku selalu menvonis: Semua amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dihukumi BID'AH SESAT oleh kaum Wahhabi, padahal Nabi SAW sama sekali tidak pernah berdakwah lewat TV, jadi jika kaum Wahhabi-nya jujur dan fair, tentunya mereka juga harus menvonis: TV RODJA, BID"AHNYA Kaum Wahhabi, karena berdakwah lewat TV tidak pernah dicontoh oleh Nabi SAW.
2. Sedangkan menurut kami, Bid'ah itu dibagi dua, sekalipun Nabi SAW tidak pernah mencontohkan pembagian bid'ah menjadi dua itu secara langsung, namun kami yakin atas kebenaran ijtihad kami itu:
Pertama: BID"AH HASANAH (yang baik) seperti dakwah lewat internet ini.
Kedua: BID'AH DHALALAH (yang sesast) seperti umat Islam yang ikut hadir natalan di gereja. |
|
|
|
|
|
|
|
174. |
Pengirim: Muhammad Abdul Aziz attamimi - Kota: giri kedathon
Tanggal: 23/10/2013 |
|
Setahu saya yang namanya bid'ah yang di sesatkan adalah segala urusan yang berhubungan dengan ibadah dan akidah. kalau urusan sama muamalah maka itu tidaklah mengapa. karena itu merupakan karunia dari Alloh untuk sarana dakwah dan syiar islam.
Semoga kebencian dan kedengkian tidak menutup hati dan akal anda dari kebenaran Islam.
salam.
al faqir Muhammad Abdul Aziz attamimi al indonesia
pecinta ahlu bait dan pembelanya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Justru kaum Wahhabi Salafi dengan TV Rodja-nya yang selalu menyulut kebencian dengan tuduhan Bid'ah Sesat terhadap warga NU penghuni mayoritas di negeri ini yang secara istiqamah mengamal ajaran madzhab Sunni Syafi'i.
Konon para Walisongo telah berdakwah kepada orang non muslim penduduk asli Indonesia dari kalangan Hindu, Budha, Dinamisme dan Anemisme untuk dimasukkan ke agama Islam. Tatkala bangsa Indonesia sudah masuk Islam secara mayoritas, tiba-tiba kaum Wahhabi Salafi sebagai pendatang baru di Indonesia dan keberadaannya adalah minoritas, tiba-tiba saja 'secara rajin' berani menvonis amaliah yang sudah mentradisi di kalangan umat Islam Indonesia sebagai amaliah Bid'ah Dhalalah/Sesat, sebut saja Tahlilan, Maulid Nabi SAW, Haul Para Wali Songo (termasuk Haul Sunan Giri), dsb.
Terus, menurut anda, yang baik dan benar itu para Walisongo serta para ulama penerusnya, yang telah berjasa mengislamkan bangsa Indonesia, apa kaum Wahhabi si pendatang baru yang sangat rajin menuduh sesat dan menvonis masuk neraka terhadap mayoritas bangsa Indonesia yang sudah ratusan tahun masuk Islam ? |
|
|
|
|
|
|
|
175. |
Pengirim: farikhulaziz - Kota: kanjeng sepuh sidayu gresik
Tanggal: 24/10/2013 |
|
kalau yang sya lihat nu garis lurus yang bener2 syafi'i y yg d suci gresik sya dstu mrasa tenang, klau yg lainya smuany pada suka bertengkar tdak malah memperbaiki kekurangan kita, dulu ortu saya jadi pengajar d ponpes kanjeng sepuh sidayu sebelum pendirinya wafat tp knp skrang malah terpecah belah jadi 3 knpa tiap tahun yg saya rasakan nu mlah terpecah belah, qt harus dmna,? apa ksalahan qt slama ini, itu yg qt harus rubah bkn malah mengolok2 biarkan mereka berkoar2, qt tetap melaju membenahi apa kesalahan kita selama ini, bukan waktunya kita berolok2 sepertii ini, inilah budaya barat yang membuat umat islam terpecah belah. inilah tanda2 kiamat sudah dekat 2 golongan muslim akan breselisih pendapat dan bertengkar. smoga allah melindungi qt semua. amin |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mudah-mudahan akhi dapat membuat situs sendiri dan dapat menerapkan apa yang akhi harapkan. Biarkanlah kami online dengan warna kami ini, untuk membentengi amaliah warga NU dari serangan kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
176. |
Pengirim: farikhulaziz - Kota: kanjeng sepuh sidayu gresik
Tanggal: 24/10/2013 |
|
tolong disegerakan dialog antara ustad sendiri dengan mereka yang di rodja tv, kami semua menunggu. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami hadir untuk memberi penerangan kepada warga NU agar: Jangan takut dituduh Bid'ah oleh kaum Wahhabi saat melaksanakan amaliah sunnah rutinan seperti Yasinan, Shalawatan, Istighatsah, dll. Karena kaum Wahhabi juga tidak terlepas dari perbuatan Bid'ah itu sendiri, buktinya TV Rodja, Bid'ahnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
177. |
Pengirim: farikhulaziz - Kota: kanjeng sepuh sidayu gresik
Tanggal: 24/10/2013 |
|
kalau sya sarankan y seperti yg buya yahya lakukan biar lebih jelas, oleh karna itu sya mintak tolong kalo bisa berdialog yg seperti itu biar pas ada dalil n buku2 rujukanya biar tahu semuanya timakash |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah jika Buya Yahya sudah melakukannya. Sekarang tolong akhi klik kolom MP3 di situs ini, pilih judul: KUPAS TUNTAS BID'AH (SUNNI vs WAHHABI) halaman 6, acara DIALOG TERBUKA kami dengan Tokoh Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
178. |
Pengirim: Muluk - Kota: Karawang
Tanggal: 29/10/2013 |
|
Keji sekali tuduhan anda ini... Semoga ALLAH segera memberikan hidaya kepada anda... atau jangan2 anda penganut syiah...? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Biar anda kenal kami, segera klik lewat youtube.com cari judul TIGA ALIRAN MURTAD. |
|
|
|
|
|
|
|
179. |
Pengirim: soekimaryadi - Kota: bekasi
Tanggal: 31/10/2013 |
|
ini dusta.Penjelasannya bukan seperti itu wahai saudaraku.Ittaqillah..dalam berkata atau menulis sesuatu.dengarkan faile-faile siaran atau kajian radio Rodja 756 AM maka anda akan paham maksud antara Arsy' dan Kursi Alloh sebagaimana yg disebutkan dalam al-Qur'an dan hadits shohih/hasan.untuk download silakan kunjungi di kajian.net dan pilih yg engkau maksudkan.Terima kasih. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Atifis Pejuang Islam, tidak terlalu perlu mengomentari bualan anda.
Apa beda Fir'aun dan Kaum Wahhabi Mujassimah?
Fira’un berasal dari komunitas penyembah berhala, yang meyakini konsep tajsim dan tasyabuh. Ia mempercayai bahwa Tuhan bertempat dan berposisi, dan secara fisik memiliki kesamaan dengan mahluk.
Oleh karena itu ia merasa bisa melihat Tuhan dengan kasat mata, dan meyakini bahwa Tuhan berada di langit. Untuk itulah ia memerintahkan kaumnya untuk membangun bangunan tinggi, agar ia dapat menaiki bangunan tersebut dan melihat Tuhan. Hal ini teredaksi dalam Quran, dalam surat Al Qashash:38.
“Dan berkata Fir’aun: ‘Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku TANAH LIAT kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahawa Dia dari orang-orang pendusta.”
Firaun adalah seorang mujassimah dan musyabihah, selain pengakuan dirinya sebagai Tuhan. Karakater yang sama di temui pada golongan Salafi Wahabi, yang meyakini bahwa Tuhan berada di langit.
Firaun dan Salafi Wahabi memiliki pola fikir yang sama, bahwa Tuhan bertempat dan diliputi oleh sesuatu (ciptaanNya). Seperti terlihat dalam surat Al Qashash 38 diatas, bahwa Firaun berkeinginan melihat Tuhan di langit melalui bangunan tinggi untuk ia naiki.
Cara berfikir merek ini memiliki kesamaan dengan para Salafi Wahabi Mujassimah yang meyakini bahwa Tuhan ada di langit. Jadi Salafi Wahabi sama seperti Firaun.
Ini merupakan argumen tidak terbantahkan yang kita ambil dari Al Quran bahwa Salafi Wahabi adalah Mujassimah seperti komunitas penyembah berhala. Allahu a’llam Bissawab. |
|
|
|
|
|
|
|
180. |
Pengirim: boikot aswaja - Kota: palangka raya
Tanggal: 1/11/2013 |
|
hehehehe,,,bisa2nya ustadz2 aswaja berpendapat orang2 salafi sanagat sempit dlm memahami islam,,aduh kacian orang2 sesat ini,yg bego itu kalian kelewat batas dlm memami isalm..hitung aja terus keburukan kalian.. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar Wahhabi non Ilmiahm seperti ini pantasnya berkoar-koar lewat FB, bukan lewat Situs Ilmiah kami ini. (TIDAK KAMI TANGGAPI ILMIAH). |
|
|
|
|
|
|
|
181. |
Pengirim: sam - Kota: bonebolango
Tanggal: 9/11/2013 |
|
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda harus belajar grametikal Arab terlebih dulu sebelum berdalil, malulah kalau kesalahan anda dibaca ratusan mata para pengunjung, karena dalil yang anda sampaikan itu salah terjemahan. Sebaiknya anda dengarkan dulu keterangan kami di youtube.com dengan judul: JANGAN TAKUT DITUDUH BID'AH, atau minimal anda baca dulu artikel kami berikut ini:
KULLU BID`ATIN DHALALAH
Oleh : H. Luthfi Bashori
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, haruslah diterjemahkan dengan arti : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
Karena Allah juga berfirman menceritakan tentang penciptaan jin Iblis yang berbunyi: Khalaqtani min naarin. Artinya : Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api.
Dengan demikian, ternyata lafadl KULLU, tidak dapat diterjemahkan secara mutlaq dengan arti : SETIAP/SEMUA, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Demikian juga dengan arti hadits Nabi SAW : Fa inna KULLA BID`ATIN dhalalah,. Maka harus diartikan: Sesungguhnya SEBAGIAN dari BID`AH itu adalah sesat.
Kulla di dalam Hadits ini, tidak dapat diartikan SETIAP/SEMUA BID`AH itu sesat, karena Hadits ini juga muqayyad atau terikat dengan sabda Nabi SAW yang lain: Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man \`amila biha. Artinya : Barangsiapa memulai/menciptakan perbuatan baik di dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.
Jadi jelas, ada perbuatan baru yang diciptakan oleh orang-orang di jaman sekarang, tetapi dianggap baik oleh Nabi SAW, dan dijanjikan pahala bagi pencetusnya, serta tidak dikatagorikan BID`AH DHALALAH.
Sebagai contoh dari man sanna sunnatan hasanah (menciptakan perbuatan baik) adalah saat Hajjaj bin Yusuf memprakarsai pengharakatan pada mushaf Alquran, serta pembagiannya pada juz, ruku`, maqra, dll yang hingga kini lestari, dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat Islam.
Untuk lebih jelasnya, maka bid’ah itu dapat diklasifikasi sebagai berikut : Ada pemahaman bahwa Hadits KULLU BID`ATIN DHALALAH diartikan dengan: SEBAGIAN BID`AH adalah SESAT, yang contohnya : 1. Adanya sebagian masyarakat yang secara kontinyu bermain remi atau domino setelah pulang dari mushalla. 2. Adanya kalangan umat Islam yang menghadiri undangan Natalan. 3. Adanya beberapa sekelompok muslim yang memusuhi sesama muslim, hanya karena berbeda pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah furu`iyyah (masalah fiqih ibadah dan ma’amalah), padahal sama-sama mempunyai pegangan dalil Alquran-Hadits, yang motifnya hanya karena merasa paling benar sendiri. Perilaku semacam ini dapat diidentifikasi sebagai BID`AH DHaLALAH).
Ada pula pemahaman yang mengatakan, bahwa amalan baik yang terrmasuk ciptaan baru di dalam Islam dan tidak bertentangan dengan syariat Islam yang sharih, maka disebut SANNA (menciptakan perbuatan baik). Contohnya: Adanya sekelompok orang yang mengadakan shalat malam (tahajjud) secara berjamaah setelah shalat tarawih, yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh beraliran Wahhabi Arab Saudi semisal Syeikh Abdul Aziz Bin Baz dan Syeikh Sudaisi Imam masjidil Haram, dll. Perilaku ini juga tergolong amalan BID`AH karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, tetapi dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH atau bid’ah yang baik.
Melaksanakan shalat sunnah malam hari dengan berjamaah yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan, adalah masalah ijtihadiyah yang tidak didapati tuntunannya secara langsung dari Nabi SAW maupun dari ulama salaf, tetapi kini menjadi tradisi yang baik di Arab Saudi. Dikatakan Bid’ah Hasanah karena masih adanya dalil-dalil dari Alquran-Hadits yang dijadikan dasar pegangan, sekalipun tidak didapat secara langsung/sharih, melainkan secara ma`nawiyah. Antara lain adanya ayat Alquran-Hadits yang memeerintahkan shalat sunnah malam (tahajjud), dan adanya perintah menghidupkan malam di bulan Ramadhan.
Tetapi mengkhususkan shalat sunnah malam (tahajjud) di bulan Ramadhan setelah shalat tarawih dengan berjamaah di masjid, adalah jelas-jelas perbuatan BID`AH yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan ulama salaf. Sekalipun demikian masih dapat dikatagorikan sebagai perilaku BID`AH HASANAH.
Demikian juga umat Islam yg melakukan pembacaan tahlil atau kirim doa untuk mayyit, melaksanakan perayaan maulid Nabi SAW, mengadakan isighatsah, dll, termasuk BID’AH HASANAH. Sekalipun amalan-amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, namun masih terdapat dalil-dalil Alquran-Haditsnya sekalipun secara ma’nawiyah.
Contoh mudah, tentang pembacaan tahlil (tahlilan masyarakat), bahwa isi kegiatan tahlilan adalah membaca surat Al-ikhlas, Al-falaq, Annaas. Amalan ini jelas-jelas adalah perintah Alquran-Hadits. Dalam kegiatan tahlilan juga membaca kalimat Lailaha illallah, Subhanallah, astaghfirullah, membaca shalawat kepada Nabi SAW, yang jelas- jelas perintah Alquran-Hadits. Ada juga pembacaan doa yang disabdakan oleh Nabi SAW : Adduaa-u mukhkhul ‘ibadah. Atrinya : Doa itu adalah intisari ibadah. Yang jelas, bahwa menhadiri majelis ta\`lim atau majlis dzikir serta memberi jamuan kepada para tamu, adalah perintah syariat yang terdapat di dalam Alquran-Hadits.
Hanya saja mengemas amalan-amalan tersebut dalam satu rangkaian kegiatan acara tahlilan di rumah-rumah penduduk adalah BID\`AH, tetapi termasuk bid’ah yang dikatagorikan sebagai BID`AH HASANAH. Hal itu, karena senada dengan shalat sunnah malam berjamaah yang dikhususkan di bulan Ramadhan, yang kini menjadi kebiasaan tokoh-tokoh Wahhabi Arab Saudi.
Nabi SAW dan para ulama salaf, juga tidak pernah berdakwah lewat pemancar radio atau menerbitkan majalah dan bulletin. Bahkan pada saat awal Islam berkembang, Nabi SAW pernah melarang penulisan apapun yang bersumber dari diri beliau SAW selain penulisan Alquran. Sebagaiman di dalam sabda beliau SAW : La taktub `anni ghairal quran, wa man yaktub `anni ghairal quran famhuhu. Artinya: Jangan kalian menulis dariku selain alquran, barangsiapa menulis dariku selain Alquran maka hapuslah. Sekalipun pada akhir perkembangan Islam, Nabi SAW menghapus larangan tersebut dengan Hadits : Uktub li abi syah. Artinya: Tuliskanlah hadits untuk Abu Syah.
Meskipun sudah ada perintah Nabi SAW untuk menuliskan Hadits, tetapi para ulama salaf tetap memberi batasan-batasan yang sangat ketat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para muhadditsin. Fenomena di atas sangat berbeda dengan penerbitan majalah atau bulletin.
Dalam penulisan artikel untuk majalah atau bulletin, penulis hanyalah mencetuskan pemahaman dan pemikirannya, tanpa ada syarat-syarat yang mengikat, selain masalah susunan bahasa. Jika memenuhi standar jurnalistik maka artikel akan dimuat, sekalipun isi kandungannya jauh dari standar kebenaran syariat.
Contohnya, dalam penulisan artikel, tidak ada syarat tsiqah (terpercaya) pada diri penulis, sebagaimana yang disyaratkan dalam periwayatan dan penulisan Hadits NabiSAW. Jadi sangat berbeda dengan penulisan Hadits yang masalah ketsiqahan menjadi syarat utama untuk diterima-tidaknya Hadits yang diriwayatkannya.
Namun, artikel majalah atau bulletin dan yang semacamnya, jika berisi nilai-nilai kebaikan yang sejalan dengan syariat, dapat dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH, karena berdakwah lewat majalah atau bulletin ini, tidka pernah dilakukan oleh Nabi SAW maupun oleh ulama salaf manapun. Namun karena banyak manfaat bagi umat, maka dapat dibenarkan dalam ajaran Islam, selagi tidak keluar dari rel-rel syariat yang benar.
|
|
|
|
|
|
|
|
182. |
Pengirim: ABU OMAR - Kota: JAKARTA
Tanggal: 9/11/2013 |
|
BACA TENTANG SYEIKH ABDUL WAHAB. BAGAIMANA BISA ISLAM SESUAI AL-QUR'AN DAN SUNNAH DI NISBATKAN OLEH SESEORANG.
JGN CUMA TERLONTAR WAHABI TAPI TIDAK TAHU SIAPA DIA, BAGAIMANA MENDUDUKAN PERSOALAN DGN AJARAN.
SEMOGA ALLOH BERI PETUNJUK.
SAAT INI SEBAGAI RUJUKAN TERBAIK RADIORODJA, RODJATV, INSANTV |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, mufti Mekah pada masanya di sekitar masa akhir kesultanan Utsmaniyyah, dalam kitab Târikh yang beliau tulis menyebutkan sebagai berikut:
“Pasal; Fitnah kaum Wahhabiyyah. Dia -Muhammad ibn Abdil Wahhab- pada permulaannya adalah seorang penunut ilmu di wilayah Madinah. Ayahnya adalah salah seorang ahli ilmu, demikian pula saudaranya; Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab. Ayahnya, yaitu Syekh Abdul Wahhab dan saudaranya Syekh Sulaiman, serta banyak dari guru-gurunya mempunyai firasat bahwa Muhammad ibn Abdil Wahhab ini akan membawa kesesatan. Hal ini karena mereka melihat dari banyak perkataan dan prilaku serta penyelewengan-penyelewengan Muhammad ibn Abdil Wahhab itu sendiri dalam banyak permasalahan agama. Mereka semua mengingatkan banyak orang untuk mewaspadainya dan menghindarinya. Di kemudian hari ternyata Allah menentukan apa yang telah menjadi firasat mereka pada diri Muhammad ibn Abdil Wahhab. Ia telah banyak membawa ajaran sesat hingga menyesatkan orang-orang yang bodoh.
Ajaran-ajarannya tersebut banyak yang berseberangan dengan para ulama agama ini. bahkan dengan ajarannya itu ia telah mengkafirkan orang-orang Islam sendiri. Ia mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah, tawassul dengannya, atau tawassul dengan para nabi lainnya atau para wali Allah dan orang-orang, serta menziarahi kubur mereka untuk tujuan mencari berkah adalah perbuatan syirik. Menurutnya bahwa memanggil nama Nabi ketika bertawassul adalah perbuatan syirik. Demikian pula memanggil nabi-nabi lainnya, atau memanggil para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan tawassul dengan mereka adalah perbuatan syirik.
Muhammad ibn Abdil Wahhab meyakini bahwa menyandarkan sesuatu kepada selain Allah, walaupun dengan cara majâzi (metapor) adalah pekerjaan syirik, seperti bila seseorang berkata: “Obat ini memberikan manfa’at kepadaku” atau “Wali Allah si fulan memberikan manfaat apa bila bertawassul dengannya”. Dalam menyebarkan ajarannya ini,
Muhammad ibn Abdil Wahhab mengambil beberapa dalil yang sama sekali tidak menguatkannya. Ia banyak memoles ungkapan-ungkapan seruannya dengan kata-kata yang menggiurkan dan muslihat hingga banyak diikuti oleh orang-orang awam. Dalam hal ini Muhammad ibn Abdil Wahhab telah menulis beberapa risalah untuk mengelabui orang-orang awam, hingga banyak dari orang-orang awam tersebut yang kemudian mengkafirkan orang-orang Islam dari para ahli tauhid” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 66)”.
Dalam kitab tersebut kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Banyak sekali dari guru-guru Muhammad ibn Abdil Wahhab ketika di Madinah mengatakan bahwa dia akan menjadi orang yang sesat, dan akan banyak orang yang akan sesat karenanya. Mereka adalah orang-orang yang di hinakan oleh Allah dan dijauhkan dari rahmat-Nya. Dan kemudian apa yang dikhawatirkan oleh guru-gurunya tersebut menjadi kenyataan.
Muhammad ibn Abdil Wahhab sendiri mengaku
bahwa ajaran yang ia serukannya ini adalah sebagai pemurnian tauhid dan untuk membebaskan dari syirik. Dalam keyakinannya bahwa sudah sekitar enam ratus tahun ke belakang dari masanya seluruh manusia ini telah jatuh dalam syirik dan kufur. Ia mengaku bahwa dirinya datang untuk memperbaharui agama mereka.
Ayat-ayat al-Qur’an yang turun tentang orang-orang musyrik ia berlakukan bagi orang-orang Islam ahli tauhid.
Seperti firman Allah: “Dan siapakah yang lebih sesat dari orang yang berdoa kepada selain Allah; ia meminta kepada yang tidak akan pernah mengabulkan baginya hingga hari kiamat, dan mereka yang dipinta itu lalai terhadap orang-orang yang memintanya” (QS. al-Ahqaf: 5),
dan firman-Nya: “Dan janganlah engkau berdoa kepada selain Allah terhadap apa yang tidak memberikan manfa’at bagimu dan yang tidak memberikan bahaya bagimu, jika bila engkau melakukan itu maka engkau termasuk orang-orang yang zhalim” (QS. Yunus: 106),
juga firman-Nya: ”Dan mereka yang berdoa kepada selain Allah sama sekali tidak mengabulkan suatu apapun bagi mereka” (QS. al-Ra’ad: 1), serta berbagai ayat lainnya.
Muhammad ibn Abdil Wahhab mengatakan :
bahwa siapa yang meminta pertolongan kepada Rasulullah atau para nabi lainnya, atau kepada para wali Allah dan orang-orang saleh, atau memanggil mereka, atau juga meminta syafa’at kepada mereka maka yang melakukan itu semua sama dengan orang-orang musyrik, dan menurutnya masuk dalam pengertian ayat-ayat di atas.
Muhammad ibn Abdil Wahhab juga mengatakan bahwa ziarah ke makam Rasulullah atau para nabi lainnya, atau para wali Allah dan orang-orang saleh untuk tujuan mencari berkah maka sama dengan orang-orang musyrik di atas.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman tentang perkataan orang-orang musyrik saat mereka menyembah berhala: “Tidaklah kami menyembah mereka -berhala-berhala- kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (QS. al-Zumar: 3),
menurut Muhammad ibn Abdil Wahhab bahwa orang-orang yang melakukan tawassul sama saja dengan orang-orang musyrik para penyembah berhala yang mengatakan tidaklah kami menyembah berhala-berhala tersebut kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 67).
Pada halaman selanjutnya Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Al-Bukhari telah meriwayatkan dari Abdullah ibn Umar dari Rasulullah dalam menggambarkan sifat-sifat orang Khawarij bahwa mereka mengutip ayat-ayat yang turun tentang orang-orang kafir dan memberlakukannya bagi orang-orang mukmin. Dalam Hadits lain dari riwayat Abdullah ibn Umar pula bahwa Rasulullah telah bersabda: “Hal yang paling aku takutkan di antara perkara yang aku khawatirkan atas umatku adalah seseorang yang membuat-buat takwil al-Qur’an, ia meletakan -ayat-ayat al-Qur’an tersebut- bukan pada tempatnya”. Dua riwayat Hadits ini benar-benar telah terjadi pada kelompok Wahhabiyyah ini” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 68).
Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan masih dalam buku tersebut menuliskan pula:
“Di antara yang telah menulis karya bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab adalah salah seorang guru terkemukanya sendiri, yaitu Syekh Muhammad ibn Sulaiman al-Kurdi, penulis kitab Hâsyiah Syarh Ibn Hajar Alâ Matn Bâ Fadlal. Di antara tulisan dalam karyanya tersebut Syekh Sulaiman mengatakan: Wahai Ibn Abdil Wahhab, saya menasehatimu untuk menghentikan cacianmu terhadap orang-orag Islam” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 69).
Masih dalam kitab yang sama Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga menuliskan:
“Mereka (kaum Wahhabiyyah) malarang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan di atas menara-menara. Bahkan disebutkan ada seorang yang saleh yang tidak memiliki penglihatan, beliau seorang pengumandang adzan. Suatu ketika setelah mengumandangkan adzan ia membacakan shalawat atas Rasulullah, ini setelah adanya larangan dari kaum Wahhabiyyah untuk itu. Orang saleh buta ini kemudian mereka bawa ke hadapan Muhammad ibn Abdil Wahhab, selanjutnya ia memerintahkan untuk dibunuh. Jika saya ungkapkan bagimu seluruh apa yang diperbuat oleh kaum Wahhabiyyah ini maka banyak jilid dan kertas dibutuhkan untuk itu, namun setidaknya sekedar inipun cukup” (al-Futûhat al-Islâmiyyah, j. 2, h. 77).
Di antara bukti kebenaran apa yang telah ditulis oleh Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dalam pengkafiran kaum Wahhabiyyah terhadap orang yang membacakan shalawat atas Rasulullah setelah dikumandangkan adzan adalah peristiwa yang terjadi di Damaskus Siria (Syam). Suatu ketika pengumandang adzan masjid Jami’ al-Daqqaq membacakan shalawat atas Rasulullah setelah adzan, sebagaimana kebiasaan di wilayah itu, ia berkata:
“as-Shalât Wa as-Salâm ‘Alayka Ya Rasûlallâh…!”,.
Tiba-tiba seorang Wahhabi yang sedang berada di pelataran masjid berteriak dengan keras:
“Itu perbuatan haram, itu sama saja dengan orang yang mengawini ibunya sendiri…”.
Kemudian terjadi pertengkaran antara beberapa orang Wahhabi dengan orang-orang Ahlussunnah, hingga orang Wahhabi tersebut dipukuli. Akhirnya perkara ini dibawa ke mufti Damaskus saat itu, yaitu Syekh Abu al-Yusr Abidin.
Kemudian mufti Damaskus ini memanggil pimpinan kaum Wahhabiyyah, yaitu Nashiruddin al-Albani, dan membuat perjanjian dengannya untuk tidak menyebarkan ajaran Wahhabi.
Syekh Abu al-Yusr mengancamnya bahwa jika ia terus mengajarkan ajaran Wahhabi maka ia akan dideportasi dari Siria.
Kemudian Syekh as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menuliskan:
“Muhammad ibn Abdil Wahhab, perintis berbagai gerakan bid’ah ini, sering menyampaikan khutbah jum’at di masjid ad-Dar’iyyah. Dalam seluruh khutbahnya ia selalu mengatakan : bahwa siapapun yang bertawassul dengan Rasulullah maka ia telah menjadi kafir.
Sementara itu saudaranya sendiri, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab adalah seorang ahli ilmu. Dalam berbagai kesempatan, saudaranya ini selalu mengingkari Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam apa yang dia lakukan, ucapakan dan segala apa yang ia perintahkan. Sedikitpun, Syekh Sulaiman ini tidak pernah mengikuti berbagai bid’ah yang diserukan olehnya.
Suatu hari Syekh Sulaiman berkata kepadanya: “Wahai Muhammad Berapakah rukun Islam?” Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: “Lima”.
Syekh Sulaiman berkata: “Engkau telah menjadikannya enam, dengan menambahkan bahwa orang yang tidak mau mengikutimu engkau anggap bukan seorang muslim”.
Suatu hari ada seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab: “Berapa banyak orang yang Allah merdekakan (dari neraka) di setiap malam Ramadlan? Ia menjawab: “Setiap malam Ramadlan Allah memerdekakan seratus ribu orang, dan di akhir malam Allah memerdekakan sejumlah orang yang dimerdekakan dalam sebulan penuh”. Tiba-tiba orang tersebut berkata: “Seluruh orang yang mengikutimu jumlah mereka tidak sampai sepersepuluh dari sepersepuluh jumlah yang telah engkau sebutkan, lantas siapakah orang-orang Islam yang dimerdekakan Allah tersebut?! Padahal menurutmu orang-orang Islam itu hanyalah mereka yang mengikutimu”. Muhammad ibn Abdil Wahhab terdiam tidak memiliki jawaban.
Ketika perselisihan antara Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan saudaranya; Syekh Sulaiman semakin memanas, saudaranya ini akhirnya khawatir terhadap dirinya sendiri. Karena bisa saja Muhammad ibn Abdil Wahhab sewaktu-waktu menyuruh seseorang untuk membunuhnya. Akhirnya ia hijrah ke Madinah, kemudian menulis karya sebagai bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab yang kemudian ia kirimkan kepadanya. Namun, Muhammad ibn Abdil Wahhab tetap tidak bergeming dalam pendirian sesatnya.
Demikian pula banyak para ulama madzhab Hanbali yang telah menulis berbagai risalah bantahan terhadap Muhammad ibn Abdil Wahhab yang mereka kirimkan kepadanya. Namun tetap Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak berubah sedikitpun.
Suatu ketika, salah seorang kepala sautu kabilah yang cukup memiliki kekuatan hingga hingga Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak dapat menguasainya berkata kepadanya:
”Bagaimana sikapmu jika ada seorang yang engkau kenal sebagai orang yang jujur, amanah, dan memiliki ilmu agama berkata kepadamu bahwa di belakang suatu gunung terdapat banyak orang yang hendak menyerbu dan membunuhmu, lalu engkau kirimkan seribu pasukan berkuda untuk medaki gunung itu dan melihat orang-orang yang hendak membunuhmu tersebut, tapi ternyata mereka tidak mendapati satu orangpun di balik gunung tersebut, apakah engkau akan membenarkan perkataan yang seribu orang tersebut atau satu orang tadi yang engkau anggap jujur?”
Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: ”Saya akan membenarkan yang seribu orang”.
Kemudian kepada kabilah tersebut berkata: ”Sesungguhnya para ulama Islam, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal, dalam karya-karya mereka telah mendustakan ajaran yang engkau bawa, mereka mengungkapkan bahwa ajaran yang engkau bawa adalah sesat, karena itu kami mengikuti para ulama yang banyak tersebut dalam menyesatkan kamu”.
Saat itu Muhammad ibn Abdil Wahhab sama sekali tidak berkata-kata.
Terjadi pula peristiwa, suatu saat seseorang berkata kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab:
”Ajaran agama yang engkau bawa ini apakah ini bersambung (hingga Rasulullah) atau terputus?”.
Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab:
”Seluruh guru-guruku, bahkan guru-guru mereka hingga enam ratus tahun lalu, semua mereka adalah orang-orang musyrik”.
Orang tadi kemudian berkata: ”Jika demikian ajaran yang engkau bawa ini terputus! Lantas dari manakah engkau mendapatkannya?” Muhammad ibn Abdil Wahhab menjawab: ”Apa yang aku serukan ini adalah wahyu ilham seperti Nabi Khadlir”.
Kemudian orang tersebut berkata:
”Jika demikian berarti tidak hanya kamu yang dapat wahyu ilham, setiap orang bisa mengaku bahwa dirinya telah mendapatkan wahyu ilham. Sesungguhnya melakukan tawassul itu adalah perkara yang telah disepakati di kalangan Ahlussunnah, bahkan dalam hal ini Ibn Taimiyah memiliki dua pendapat, ia sama sekali tidak mengatakan bahwa orang yang melakukan tawassul telah menjadi kafir”
(ad-Durar as-Saniyyah Fî ar-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, h. 42-43).
Yang dimaksud oleh Muhammad ibn Abdil Wahhab bahwa orang-orang terdahulu dalam keadaan syirik hingga enam ratus tahun ke belakang dari masanya ialah hingga tahun masa hidup Ibn Taimiyah, yaitu hingga sekitar abad tujuh dan delapan hijriyah ke belakang. Menurut Muhammad ibn Abdil Wahhab dalam rentang masa antara hidup Ibn Taimiyah, yaitu di abad tujuh dan delapan hijriyah dengan masa hidupnya sendiri yaitu pada abad dua belas hijriyah, semua orang di dalam masa tersebut adalah orang-orang musyrik. Ia memandang dirinya sendiri sebagai orang yang datang untuk memperbaharui tauhid. Dan ia menganggap bahwa hanya Ibn Taimiyah yang selaras dengan jalan dakwah dirinya. Menurutnya, Ibn Taimiyah di masanya adalah satu-satunya orang yang menyeru kepada Islam dan tauhid di mana saat itu Islam dan tauhid tersebut telah punah. Lalu ia mengangap bahwa hingga datang abad dua belas hijriyah, hanya dirinya seorang saja yang melanjutkan dakwah Ibn Taimiyah tersebut.
Klaim Muhammad ibn Abdil Wahhab ini sungguh sangat sangat aneh, bagaimana ia dengan sangat berani mengakafirkan mayoritas umat Islam Ahlussunnah yang jumlahnya ratusan juta
Muhammad ibn Abdil Wahhab menganggap bahwa hanya pengikutnya sendiri yang benar-benar dalam Islam.
Padahal jumalah mereka di masanya hanya sekitar seratus ribu orang. Kemudian di Najd sendiri, yang merupakan basis gerakannya saat itu, mayoritas penduduk wilayah tersebut di masa hidup Muhammad ibn Abdil Wahhab tidak mengikuti ajaran dan faham-fahamnya. Hanya saja memang saat itu banyak orang di wilayah tersebut takut terhadap dirinya, oleh karena prilakunya yang tanpa segan membunuh orang-orang yang tidak mau mengikuti ajakannya.
Prilaku jahat Muhammad ibn Abdil Wahhab ini sebagaimana diungkapkan oleh al-Amir ash-Shan’ani, penulis kitab Subul as-Salâm Syarh Bulûgh al-Marâm.
Pada awalnya, ash-Shan’ani memuji-muji dakwah Muhammad ibn Abdil Wahhab, namun setelah ia mengetahui hakekat siapa Muhammad ibn Abdil Wahhab, ia kemudian berbalik mengingkarinya. Sebelum mengetahui siapa hakekat Muhammad ibn Abdil Wahhab, ash-Shan’ani memujinya dengan menuliskan beberapa sya’ir, yang pada awal bait sya’ir-sya’ir tersebut ia mengatakan:
سَلاَمٌ عَلَى نَجْدٍ وَمَنْ حَلّ فِي نَجْدِ وَإنْ كَانَ تَسْلِيْمِيْ عَلَى البُعْدِ لاَ يجْدِي
“Salam tercurah atas kota Najd dan atas orang-orang yang berada di dalamnya, walaupun salamku dari kejauhan tidak mencukupi”.
Bait-bait sya’ir tulisan ash-Shan’ani ini disebutkan dalam kumpulan sya’ir-sya’ir (Dîwân) karya ash-Shan’ani sendiri, dan telah diterbitkan. Secara keseluruhan, bait-bait syair tersebut juga dikutip oleh as-Syaukani dalam karyanya berjudul al-Badr at-Thâli’, juga dikutip oleh Shiddiq Hasan Khan dalam karyanya berjudul at-Tâj al-Mukallal, yang oleh karena itu Muhammad ibn Abdil Wahhab mendapatkan tempat di hati orang-orang yang tidak mengetahui hakekatnya. Padahal al-Amir ash-Shan’ani setelah mengetahui bahwa prilaku Muhammad ibn Abdil Wahhab selalu membunuh orang-orang yang tidak sepaham dengannya, merampas harta benda orang lain, mengkafirkan mayoritas umat Islam, maka ia kemudian meralat segala pujian terhadapnya yang telah ia tulis dalam bait-bait syairnya terdahulu, yang lalu kemudian balik mengingkarinya. Ash-Shan’ani kemudian membuat bait-bait sya’ir baru untuk mengingkiari apa yang telah ditulisnya terdahulu, di antaranya sebagai berikut:
رَجَعْتُ عَن القَول الّذيْ قُلتُ فِي النّجدِي فقَدْ صحَّ لِي عنهُ خلاَفُ الّذِي عندِي
ظنَنْتُ بهِ خَيْرًا فَقُـلْتُ عَـسَى عَـسَى نَجِدْ نَاصِحًا يَهْدي العبَادَ وَيستهْدِي
لقَد خَـابَ فيْه الظنُّ لاَ خَاب نصـحُنا ومَـا كلّ ظَـنٍّ للحَقَائِق لِي يهدِي
وقَـدْ جـاءَنا من أرضِـه الشيخ مِرْبَدُ فحَقّق مِنْ أحـوَاله كلّ مَا يبـدِي
وقَـد جَـاءَ مِـن تأليــفِهِ برَسَـائل يُكَـفّر أهْلَ الأرْض فيْهَا عَلَى عَمدِ
ولـفق فِـي تَكْـفِيرِهمْ كل حُــجّةٍ تَرَاهـا كبَيتِ العنْكَبوتِ لدَى النّقدِ
“Aku ralat ucapanku yang telah aku ucapkan tentang seorang yang berasal dari Najd, sekarang aku telah mengetahui kebenaran yang berbeda dengan sebelumnya”.
“Dahulu aku berbaik sangka baginya, dahulu aku berkata: Semoga kita mendapati dirinya sebagi seorang pemberi nasehat dan pemeberi petunjuk bagi orang banyak”
“Ternyata prasangka baik kita tentangnya adalah kehampaan belaka. Namun demikian bukan berarti nasehat kita juga merupakan kesia-siaan, karena sesungguhnya setiap prasangka itu didasarkan kepada ketaidaktahuan akan hakekat-hakekat”.
“Telah datang kepada kami “Syekh” ini dari tanah asalnya. Dan telah menjadi jelas bagi kami dengan sejelas-jelasnya tentang segala hakekat keadaannya dalam apa yang ia tampakkan”.
“Telah datang dalam beberapa tulisan risalah yang telah ia tuliskan, dengan sengaja di dalamnya ia mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi, -selain pengikutnya sendiri-”.
“Seluruh dalil yang mereka jadikan landasan dalam mengkafirkan seluruh orang Islam penduduk bumi tersebut jika dibantah maka landasan mereka tersebut laksana sarang laba-laba yang tidak memiliki kekuatan”.
Selain bait-bait sya’ir di atas terdapat lanjutannya yang cukup panjang, dan ash-Shan’ani sendiri telah menuliskan penjelasan (syarh) bagi bait-bait syair tersebut. Itu semua ditulis oleh ash-Shan’ani hanya untuk membuka hekekat Muhammad ibn Abdil Wahhab sekaligus membantah berbagai sikap ekstrim dan ajaran-ajarannya. Kitab karya al-Amir ash-Shan’ani ini beliau namakan dengan judul “Irsyâd Dzawî al-Albâb Ilâ Haqîqat Aqwâl Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.
Saudara kandung Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah kita sebutkan di atas, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, juga telah menuliskan karya bantahan kepadanya.
Beliau namakan karyanya tersebut dengan judul ash-Shawâ-iq al-Ilâhiyyah Fî al-Radd ‘Alâ al-Wahhâbiyyah, dan buku ini telah dicetak. Kemudian terdapat karya lainnya dari Syekh Suliman, yang juga merupakan bantahan kepada Muhammad ibn Abdil Wahhab dan para pengikutnya, berjudul “Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahhâb”.
Kemudian pula salah seorang mufti madzhab Hanbali di Mekah pada masanya, yaitu Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi al-Hanbali, wafat tahun 1295 hijriyah, telah menulis sebuah karya berjudul “as-Suhub al-Wâbilah ‘Alâ Dlarâ-ih al-Hanâbilah”.
Kitab ini berisi penyebutan biografi ringkas setiap tokoh terkemuka di kalangan madzhab Hanbali. Tidak sedikitpun nama Muhammad ibn Abdil Wahhab disebutkan dalam kitab tersebut sebagai orang yang berada di jajaran tokoh-tokoh madzhab Hanbali tersebut. Sebaliknya, nama Muhammad ibn Abdil Wahhab ditulis dengan sangat buruk, namanya disinggung dalam penyebutan nama ayahnya; yaitu Syekh Abdul Wahhab ibn Sulaiman. Dalam penulisan biografi ayahnya ini Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi mengatakan sebagai berikut:
“Dia (Abdul Wahhab ibn Sulaiman) adalah ayah kandung dari Muhammad yang ajaran sesatnya telah menyebar ke berbagai belahan bumi. Antara ayah dan anak ini memiliki perbedaan faham yang sangat jauh, dan Muhammad ini baru menampakan secara terang-terangan terhadap segala faham dan ajaran-ajarannya setelah kematian ayahnya. Aku telah diberitahukan langsung oleh beberapa orang dari sebagian ulama dari beberapa orag yang hidup semasa dengan Syekh Abdul Wahhab, bahwa ia sangat murka kepada anaknya; Muhammad. Karena Muhammad ini tidak mau mempelajari ilmu fiqih (dan ilmu-ilmu agama lainnya) seperti orang-orang pendahulunya.
Ayahnya ini juga mempunyai firasat bahwa pada diri Muhammad akan terjadi kesesatan yang sanat besar. Kepada banyak orang Syekh Abdul Wahhab selalu mengingatkan: ”Kalian akan melihat dari Muhammad ini suatu kejahatan…”. Dan ternyata memang Allah telah mentaqdirkan apa yang telah menjadi firasat Syekh Abdul Wahhab ini.
Demikian pula dengan saudara kandungnya, yaitu Syekh Sulaiman ibn Abdil Wahhab, ia sangat mengingkari sepak terjang Muhammad. Ia banyak membantah saudaranya tersebut dengan berbagai dalil dari ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits, karena Muhammad tidak mau menerima apapun kecuali hanya al-Qur’an dan Hadits saja.
Muhammad sama sekali tidak menghiraukan apapun yang dinyatakan oleh para ulama, baik ulama terdahulu atau yang semasa dengannya. Yang ia terima hanya perkataan Ibn Taimiyah dan muridnya; Ibn al-Qayyim al-Jawziyyah.
Apapun yang dinyatakan oleh dua orang ini, ia pandang laksana teks yang tidak dapat diganggu gugat. Kepada banyak orang ia selalu mempropagandakan pendapat-pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn al-Qayyim, sekalipun terkadang dengan pemahaman yang sama sekali tidak dimaksud oleh keduanya. Syekh Sulaiman menamakan karya bantahan kepadanya dengan judul Fashl al-Khithâb Fî ar-Radd ‘Alâ Muhammad Ibn ’Abd al-Wahhâb.
Syekh Sulaiman ini telah diselamatkan oleh Allah dari segala kejahatan dan marabahaya yang ditimbulkan oleh Muhammad, yang padahal hal tersebut sangat menghkawatirkan siapapun. Karena Muhammad ini, apa bila ia ditentang oleh seseorang dan ia tidak kuasa untuk membunuh orang tersebut dengan tangannya sendiri maka ia akan mengirimkan orangnya untuk membunuh orang itu ditempat tidurnya, atau membunuhnya dengan cara membokongnya di tempat-tempat keramaian di malam hari, seperti di pasar. Ini karena Muhammad memandang bahwa siapapun yang menentangnya maka orang tersebut telah menjadi kafir dan halal darahnya.
Disebutkan bahwa di suatu wilayah terdapat seorang gila yang memiliki kebiasaan membunuh siapapun yang ada di hadapannya. Kemudian Muhammad memerintahkan orang-orangnya untuk memasukkan orang gila tersebut dengan pedang ditangannya ke masjid di saat Syekh Sulaiman sedang sendiri di sana. Ketika orang gila itu dimasukan, Syekh Sulaiman hanya melihat kepadanya, dan tiba-tiba orang gila tersebut sangat ketakutan darinya. Kemudian orang gila tersebut langsung melemparkankan pedangnya, sambil berkata: ”Wahai Sulaiman janganlah engkau takut, sesungguhnya engkau adalah termasuk orang-orang yang aman”. Orang gila itu mengulang-ulang kata-katanya tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa hal ini jelas merupakan karamah” (as-Suhub al-Wâbilah Ala Dlara-ih al-Hanbilah, h. 275).
Dalam tulisan Syekh Muhammad ibn Abdullah an-Najdi di atas bahwa Syekh Abdul Wahhab sangat murka sekali kepada anaknya; Muhammad, karena tidak mau mempelajari ilmu fiqih, ini artinya bahwa dia sama sekali bukan seorang ahli fiqih dan bukan seorang ahli Hadits. Adapun yang membuat dia sangat terkenal tidak lain adalah karena ajarannya yang sangat ekstrim dan nyeleneh.
Sementara para pengikutnya yang sangat mencintainya, hingga mereka menggelarinya dengan Syekh al-Islâm atau Mujaddid, adalah klaim laksana panggang yang sangat jauh dari api. Para pengikutnya yang lalai dan terlena tersebut hendaklah mengetahui dan menyadari bahwa tidak ada seorangpun dari sejarawan terkemuka di abad dua belas hijriyah yang mengungkap biografi Muhammad ibn Abdil Wahhab dengan menyebutkan bahwa dia adalah seorang ahli fiqih atau seorang ahli Hadits.
Syekh Ibn Abidin al-Hanafi dalam karyanya; Hâsyiyah Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr menuslikan sebagai berikut:
“Penjelasan; Prihal para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab sebagai kaum Khawarij di zaman kita ini.
Pernyataan pengarang kitab (yang saya jelaskan ini) tentang kaum Khawarij: “Wa Yukaffirûn Ash-hâba Nabiyyina…”, bahwa mereka adalah kaum yang mengkafirkan para sahabat Rasulullah, artinya kaum Khawarij tersebut bukan hanya mengkafirkan para sahabat saja, tetapi kaum Khawarij adalah siapapun mereka yang keluar dari pasukan Ali ibn Abi Thalib dan memberontak kepadanya.
Kemudian dalam keyakinan kaum Khawajij tersebut bahwa yang memerangi Ali ibn Abi Thalib, yaitu Mu’awiyah dan pengikutnya, adalah juga orang-orang kafir. Kelompok Khawarij ini seperti yang terjadi di zaman kita sekarang, yaitu para pengikut Muhammad ibn Abdil Wahhab yang telah memerangi dan menguasai al-Haramain; Mekkah dan Madinah. Mereka memakai kedok madzhab Hanbali.
Mereka meyakini bahwa hanya diri mereka yang beragama Islam, sementara siapapun yang menyalahi mereka adalah orang-orang musyrik. Lalu untuk menegakan keyakinan ini mereka mengahalalkan membunuh orang-orang Ahlussunnah. Oleh karenanya banyak di antara ulama Ahlussunnah yang telah mereka bunuh. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (th 1233 H)” (Radd al-Muhtâr ‘Alâ ad-Durr al-Mukhtâr, j. 4, h. 262; Kitab tentang kaum pemberontak.).ini sesuai dgn Sabda :
Rosulullah saw berdiri di atas mimbar dan bersabda "di sanalah daerah brbagai fitnah,seraya beliau menunjuk ke timur madinah,(nejeb.pen)dari sana timbul tanduk setan (hr.bukhari,ahmad,dan tirmidzi)
Rosululloh saw bersabda :"akan muncul dari ummatku suatu kaum yang jelek perbuatannya,mereka membaca Alqur'an tetapi tidak sampai melewati batas kerongkongannya."Yazid melanjutkan "aku tdk mendengar ucapan Rosulullah saw. Yg lain kecuali beliau bersabda " MEREKA MENGHINA AMALAN KALIAN DARI PADA AMALAN MEREKA DAN MEMBUNUH ORANG-ORANG ISLAM. maka jika mereka muncul,bunuhlah mereka. Kemudian jika mereka muncul lg,bunuhlah mereka. Berbahagialah bg orang yg membunuh mereka. Setiap kali muncul tanduk setan dari mereka, maka Allah swt.akan memotongnya. Rosulullah mengulang-ulang kalimat itu sampai "dua puluh kali atau lebih,dan aku mendengarnya.."
( Hr.Ahmad,Hakim,Ibnu Majah,Haitsam)..
Salah seorang ahli tafsir terkemuka; Syekh Ahmad ash-Shawi al-Maliki dalam ta’lîq-nya terhadap Tafsîr al-Jalâlain menuliskan sebagai berikut:
“Menurut satu pendapat bahwa ayat ini turun tentang kaum Khawarij, karena mereka adakah kaum yang banyak merusak takwil ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-Hadits Rasulullah. Mereka menghalalkan darah orang-orang Islam dan harta-harta mereka. Dan kelompok semacam itu pada masa sekarang ini telah ada. Mereka itu adalah kelompok yang berada di negeri Hijaz; bernama kelompok Wahhabiyyah. Mereka mengira bahwa diri mereka adalah orang-orang yang benar dan terkemuka, padahal mereka adalah para pendusta. Mereka telah dikuasai oleh setan hingga mereka lalai dari mengenal Allah. Mereka adalah golongan setan, dan sesungguhnya golongan setan adalah orang-orang yang merugi. Kita berdo’a kepada Allah, semoga Allah menghancurkan mereka” (Mir-ât an-Najdiyyah, h. 86)
Simaklah dgn teliti.. Pakta sejarah soal wahabi..bila perlu anda beli buku bukunya Para Ulama besar tersebut.
|
|
|
|
|
|
|
|
183. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 10/11/2013 |
|
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
Yang ingi saya tanyakan apakah pesawat, radio,tv, pengeras suara, atau buat kue..dll yg berhubungan dgn dunia adalah bid'ah? Mohon di jawab |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau menurut aqidah Wahhabi sih membuat pesawat, pengeras suara, kue dll itu yaa BID'AH SESAT, karena kekakuan dan kepicikan akal kaum Wahhabi yang selalu menerjemahkan KULLU BID'ATIN DHALALAH dengan arti kamus: SETIAP BID'AH ITU SESAT.
Sedangkan definisdi Bid'ah itu menurut aqidah Wahhabi, adalah segala sesuatu yang baru dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan para Shahabat. Defionisi ini dipahamami dari hadits Nabi SAW menurut vesri kaum Wahhabi yang berbunyi sbb: Iyyakum wamuhdatatil umuur...(Janganlah kalian melakukan sesuatu yang BARU, karena SETIAP sesuatu yang BARU itu namanya BID'AH, dan SETIAP yang BID'AH itru SESAT, dan SETIAP yang SESAT itu di NERAKA).
Karena Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah membuat/naik pesawat dan tidak pernah membuat/melihat TV Rodja, maka secara otomatis hukum menbuat/naik pesawat dan mendirikan/menonton TV Rodja adalah BID'AH DHALALAH menurut aqidah Wahhabinya Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi.
Itu juga karena dalam aqidah Wahhabi itu: ANTI TAKWIL, alias mengajarkan kepada para pengikutnya: WAJIB MEMAHAMI DALIL ITU SESUAI DENGAN TEKSTUALNYA, DAN HARAM DITAKWILI. Bahkan aqidah Wahhabi telah menvonis siapa saja yang berani MENTAKWIL DALIL (ALQURAN/HADITS) maka terjerumus dari KESESATAN. |
|
|
|
|
|
|
|
184. |
Pengirim: abdul amin - Kota: jakarta
Tanggal: 10/11/2013 |
|
rodja bukan wahabi tapi salafy yang selalu menebar cahaya ahlu sunnah waljamaah. bahkan rodja membongkar kesesatan wahabi. ana tersenyum bila membaca tulisan antum yang selalu di rasuki amarah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kaum Wahhabi yang mengisi TV Rodja itu mengaku sebagai kaum Salafi, tiada lain hanyalah kamuflase dan pengelabuhan terhadap umat Islam semata, kaum Wahhabi Salafi Indonesia, selalu berpura-pura mengungkap kesesatan Wahhabi, namun dengan cara melempar tuduhan terhadap Abdul Wahhab bin Rustum, sedangkan yang kami bahas di sini adalah kesesatan aqidah Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi (Saudi Arabiah) yang dianut oleh kaum Wahhabi Salafi Indonesia yang notabene adalah kembaran kaum Wahhabi Saudi Arabiah, lantas buka perwakilan di Indonesia termasuk chanel TV Rodja, Bid'ahnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
185. |
Pengirim: samran - Kota: gorontalo
Tanggal: 11/11/2013 |
|
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap memulai khutbah biasanya beliau mengucapkan,
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan, setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
yg ingin ana tanyakan pesawat dan segala ilmu teknologi, atau orng yang buat kue lapis masuk dlm hadist tersebut? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Pertanyaan anda sama dengan pertanyaan Ruband, jadi jawabannya cukup kami[copy pastekan saja:
Kalau menurut aqidah Wahhabi sih membuat pesawat, pengeras suara, kue dll itu yaa BID'AH SESAT, karena kekakuan dan kepicikan akal kaum Wahhabi yang selalu menerjemahkan KULLU BID'ATIN DHALALAH dengan arti kamus: SETIAP BID'AH ITU SESAT.
Sedangkan definisdi Bid'ah itu menurut aqidah Wahhabi, adalah segala sesuatu yang baru dan tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan para Shahabat. Defionisi ini dipahamami dari hadits Nabi SAW menurut vesri kaum Wahhabi yang berbunyi sbb: Iyyakum wamuhdatatil umuur...(Janganlah kalian melakukan sesuatu yang BARU, karena SETIAP sesuatu yang BARU itu namanya BID'AH, dan SETIAP yang BID'AH itru SESAT, dan SETIAP yang SESAT itu di NERAKA).
Karena Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah membuat/naik pesawat dan tidak pernah membuat/melihat TV Rodja, maka secara otomatis hukum menbuat/naik pesawat dan mendirikan/menonton TV Rodja adalah BID'AH DHALALAH menurut aqidah Wahhabinya Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi.
Itu juga karena dalam aqidah Wahhabi itu: ANTI TAKWIL, alias mengajarkan kepada para pengikutnya: WAJIB MEMAHAMI DALIL ITU SESUAI DENGAN TEKSTUALNYA, DAN HARAM DITAKWILI. Bahkan aqidah Wahhabi telah menvonis siapa saja yang berani MENTAKWIL DALIL (ALQURAN/HADITS) maka terjerumus dari KESESATAN. |
|
|
|
|
|
|
|
186. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 11/11/2013 |
|
kalu saya baca, dengar dan saya lihat dalam dakwah wahabiah yg anda katakan mereka(wahabiah)
mengatakan bahwa pesawat,radio,tv,dll adalah bid'ah dalam urusan dunia saja
yang itu boleh2 saja karna itu bid'ah dalam urusan dunia saja atau kata lain bid'ah secara bahasa,
sedangkan dalam hadits tersebut dikatakan dalam urusan agama(ibadah kepada Allah)
berikut kutipan sebagian hadist "Sejelek-jelek perkara adalah (perkara agama) yang diada-adakan,
setiap (perkara agama) yang diada-adakan itu adalah bid’ah"
jadi yg dimaksud disini dalam bid'ah dam urusan agama bukan bidah urusan dunia(bid'ahsecara bahasa) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Yang mengatakan .... SETIAP (PERKARA AGAMA)... dan ... (BID'AH SECARA BAHASA) itu kan anda dan teman2 Wahhabi anda, bukan Nabi SAW. Bahkan Nabi SAW hanya secara DATAR mengatakan KULLU BID'ATIN DHALALAH. Maka kami kaum Aswaja Asy'ariyah sebagai penghuni mayoritas dunia Islam, mengatakan bahwa arti KULLU dalam hadits ini adalah BA'DHU, coba perhatikan dg seksama artikel kami berjudul KULLU BID'ATIN DHALALAH.
Anda juga harus belajar memahami bahwa tidak ada satu pun TEKSTUAL HADITS SHAHIH yang mengatakan bahwa Nabi SAW telah membagi Bid'ah itu menjadi dua: BID'AH DINIYAH dan BID'AH DUNIAWIYAH, pembagian semacam ini hanya karangan Kaum Wahhabi semata, untuk dicocok-cocokkan dengan kebutuhan kelompoknya.
Kalau nggak percaya, hayoo carikan di kitab mana dan riwayat siapa serta derajat haditsnya apa, kalau Nabi SAW pernah membagi Bid'ah menjadi dua; Diniyah dan Duniawiyah ? |
|
|
|
|
|
|
|
187. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 12/11/2013 |
|
jadi apa menurut anda apa maksud hadist tersebut "KULLU(semua) PERKARA YANG DIADA-ADAKAN ITU BID'AH" bid'ah dalam perkara urusan agama(diniya),dunia(duniawiyah)? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Menurut kami mengikuti pendapat para ulama, bahwa yang anda tanyakan itu sesuai yang telah kami terangkan dalam artikel berikut:
KULLU BID`ATIN DHALALAH
Oleh : H. Luthfi Bashori
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, haruslah diterjemahkan dengan arti : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
Karena Allah juga berfirman menceritakan tentang penciptaan jin Iblis yang berbunyi: Khalaqtani min naarin. Artinya : Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api.
Dengan demikian, ternyata lafadl KULLU, tidak dapat diterjemahkan secara mutlaq dengan arti : SETIAP/SEMUA, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Demikian juga dengan arti hadits Nabi SAW : Fa inna KULLA BID`ATIN dhalalah,. Maka harus diartikan: Sesungguhnya SEBAGIAN dari BID`AH itu adalah sesat.
Kulla di dalam Hadits ini, tidak dapat diartikan SETIAP/SEMUA BID`AH itu sesat, karena Hadits ini juga muqayyad atau terikat dengan sabda Nabi SAW yang lain: Man sanna fil islami sunnatan hasanatan falahu ajruha wa ajru man `amila biha. Artinya : Barangsiapa memulai/menciptakan perbuatan baik di dalam Islam, maka dia mendapatkan pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya.
Jadi jelas, ada perbuatan baru yang diciptakan oleh orang-orang di jaman sekarang, tetapi dianggap baik oleh Nabi SAW, dan dijanjikan pahala bagi pencetusnya, serta tidak dikatagorikan BID`AH DHALALAH.
Sebagai contoh dari man sanna sunnatan hasanah (menciptakan perbuatan baik) adalah saat Hajjaj bin Yusuf memprakarsai pengharakatan pada mushaf Alquran, serta pembagiannya pada juz, ruku\`, maqra, dll yang hingga kini lestari, dan sangat bermanfaat bagi seluruh umat Islam.
Untuk lebih jelasnya, maka bid’ah itu dapat diklasifikasi sebagai berikut : Ada pemahaman bahwa Hadits KULLU BID`ATIN DHALALAH diartikan dengan: SEBAGIAN BID`AH adalah SESAT, yang contohnya : 1. Adanya sebagian masyarakat yang secara kontinyu bermain remi atau domino setelah pulang dari mushalla. 2. Adanya kalangan umat Islam yang menghadiri undangan Natalan. 3. Adanya beberapa sekelompok muslim yang memusuhi sesama muslim, hanya karena berbeda pendapat dalam masalah-masalah ijtihadiyah furu\`iyyah (masalah fiqih ibadah dan ma’amalah), padahal sama-sama mempunyai pegangan dalil Alquran-Hadits, yang motifnya hanya karena merasa paling benar sendiri. Perilaku semacam ini dapat diidentifikasi sebagai BID`AH DHaLALAH).
Ada pula pemahaman yang mengatakan, bahwa amalan baik yang terrmasuk ciptaan baru di dalam Islam dan tidak bertentangan dengan syariat Islam yang sharih, maka disebut SANNA (menciptakan perbuatan baik). Contohnya: Adanya sekelompok orang yang mengadakan shalat malam (tahajjud) secara berjamaah setelah shalat tarawih, yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan di Masjidil Haram dan di Masjid Nabawi, seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh beraliran Wahhabi Arab Saudi semisal Syeikh Abdul Aziz Bin Baz dan Syeikh Sudaisi Imam masjidil Haram, dll. Perilaku ini juga tergolong amalan BID`AH karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, tetapi dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH atau bid’ah yang baik.
Melaksanakan shalat sunnah malam hari dengan berjamaah yang khusus dilakukan pada bulan Ramadhan, adalah masalah ijtihadiyah yang tidak didapati tuntunannya secara langsung dari Nabi SAW maupun dari ulama salaf, tetapi kini menjadi tradisi yang baik di Arab Saudi. Dikatakan Bid’ah Hasanah karena masih adanya dalil-dalil dari Alquran-Hadits yang dijadikan dasar pegangan, sekalipun tidak didapat secara langsung/sharih, melainkan secara ma`nawiyah. Antara lain adanya ayat Alquran-Hadits yang memeerintahkan shalat sunnah malam (tahajjud), dan adanya perintah menghidupkan malam di bulan Ramadhan.
Tetapi mengkhususkan shalat sunnah malam (tahajjud) di bulan Ramadhan setelah shalat tarawih dengan berjamaah di masjid, adalah jelas-jelas perbuatan BID`AH yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW dan ulama salaf. Sekalipun demikian masih dapat dikatagorikan sebagai perilaku BID`AH HASANAH.
Demikian juga umat Islam yg melakukan pembacaan tahlil atau kirim doa untuk mayyit, melaksanakan perayaan maulid Nabi SAW, mengadakan isighatsah, dll, termasuk BID’AH HASANAH. Sekalipun amalan-amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW, namun masih terdapat dalil-dalil Alquran-Haditsnya sekalipun secara ma’nawiyah.
Contoh mudah, tentang pembacaan tahlil (tahlilan masyarakat), bahwa isi kegiatan tahlilan adalah membaca surat Al-ikhlas, Al-falaq, Annaas. Amalan ini jelas-jelas adalah perintah Alquran-Hadits. Dalam kegiatan tahlilan juga membaca kalimat Lailaha illallah, Subhanallah, astaghfirullah, membaca shalawat kepada Nabi SAW, yang jelas- jelas perintah Alquran-Hadits. Ada juga pembacaan doa yang disabdakan oleh Nabi SAW : Adduaa-u mukhkhul ‘ibadah. Atrinya : Doa itu adalah intisari ibadah. Yang jelas, bahwa menhadiri majelis ta`lim atau majlis dzikir serta memberi jamuan kepada para tamu, adalah perintah syariat yang terdapat di dalam Alquran-Hadits.
Hanya saja mengemas amalan-amalan tersebut dalam satu rangkaian kegiatan acara tahlilan di rumah-rumah penduduk adalah BID\`AH, tetapi termasuk bid’ah yang dikatagorikan sebagai BID`AH HASANAH. Hal itu, karena senada dengan shalat sunnah malam berjamaah yang dikhususkan di bulan Ramadhan, yang kini menjadi kebiasaan tokoh-tokoh Wahhabi Arab Saudi.
Nabi SAW dan para ulama salaf, juga tidak pernah berdakwah lewat pemancar radio atau menerbitkan majalah dan bulletin. Bahkan pada saat awal Islam berkembang, Nabi SAW pernah melarang penulisan apapun yang bersumber dari diri beliau SAW selain penulisan Alquran. Sebagaiman di dalam sabda beliau SAW : La taktub `anni ghairal quran, wa man yaktub `anni ghairal quran famhuhu. Artinya: Jangan kalian menulis dariku selain alquran, barangsiapa menulis dariku selain Alquran maka hapuslah. Sekalipun pada akhir perkembangan Islam, Nabi SAW menghapus larangan tersebut dengan Hadits : Uktub li abi syah. Artinya: Tuliskanlah hadits untuk Abu Syah.
Meskipun sudah ada perintah Nabi SAW untuk menuliskan Hadits, tetapi para ulama salaf tetap memberi batasan-batasan yang sangat ketat dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para muhadditsin. Fenomena di atas sangat berbeda dengan penerbitan majalah atau bulletin.
Dalam penulisan artikel untuk majalah atau bulletin, penulis hanyalah mencetuskan pemahaman dan pemikirannya, tanpa ada syarat-syarat yang mengikat, selain masalah susunan bahasa. Jika memenuhi standar jurnalistik maka artikel akan dimuat, sekalipun isi kandungannya jauh dari standar kebenaran syariat.
Contohnya, dalam penulisan artikel, tidak ada syarat tsiqah (terpercaya) pada diri penulis, sebagaimana yang disyaratkan dalam periwayatan dan penulisan Hadits NabiSAW. Jadi sangat berbeda dengan penulisan Hadits yang masalah ketsiqahan menjadi syarat utama untuk diterima-tidaknya Hadits yang diriwayatkannya.
Namun, artikel majalah atau bulletin dan yang semacamnya, jika berisi nilai-nilai kebaikan yang sejalan dengan syariat, dapat dikatagorikan sebagai BID’AH HASANAH, karena berdakwah lewat majalah atau bulletin ini, tidka pernah dilakukan oleh Nabi SAW maupun oleh ulama salaf manapun. Namun karena banyak manfaat bagi umat, maka dapat dibenarkan dalam ajaran Islam, selagi tidak keluar dari rel-rel syariat yang benar.
|
|
|
|
|
|
|
|
188. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 13/11/2013 |
|
SOAL
Menurut kami mengikuti pendapat para ulama, bahwa yang anda tanyakan itu sesuai yang telah kami terangkan dalam artikel berikut:
JAWAB
COBA ANDA SEBUTKAN PENDAPAT PARA ULAMA MANA BESERTA BUKU-BUKUNYA YG MEMBAHAS MASALAH BI'DAH YG ANDA IKUTI TERBSEBUT..?
SOAL
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, "HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI " : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
JAWAB
HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI "SEBAGIAN"SEPERTI ITU SIAPA..?, ANDA? ATAU MINIMAL TAFSIR ULAMA YG MANA MENAFSIRKAN SEPERTI ITU?
SOAL
Karena Allah juga berfirman menceritakan tentang penciptaan jin Iblis yang berbunyi: Khalaqtani min naarin. Artinya : Engkau (Allah) telah menciptakan aku (iblis) dari api
JAWAB
AYAT INI TIDAK ADA HUBUNGANNYA DENGAN PEMBAHASAN CUMAN DIPAKSAKAN -PAKSAKAN SAJA.
SOAL
KARNA JAWABAN ARTIKEL ANDA" Demikian juga dengan arti hadits Nabi SAW : Fa inna KULLA BID`ATIN dhalalah,. "MAKA HARUS DIARTIKAN": Sesungguhnya SEBAGIAN dari BID`AH itu adalah sesat. "
JAWAB
MAKA HARUS DIARTIKAN SEPERTI ITU SIAPA ?ANDAKAN? KALAU ULAMA ULAMA MANA? BUKUNYA YG MANA?
KITA FOKUSKAN PEMBAHASAN DIATAS DULU..TOLONG JAWAB |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Perbanyak dulu bacaan anda, agar tahu pendapat para ulama salaf, minimal sebagai berikut:
PEMBAGIAN BID’AH MENURUT ULAMA SALAF BID’AH TERBAGI DUA BAGIAN
1. Al-Imam Al-Syafi’i Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafi’i - mujtahid besar dan pendiri madzhab Syafi’i yang diikuti oleh mayoritas Ahlussunnah Wal-Jama’ah di dunia Islam -, berkata: ُﺕﺎَﺛَﺪْﺤُﻤْﻟﺍ ًﺔَّﻨُﺳ ْﻭَﺃ ﺎًﺑﺎَﺘِﻛ ُﻒِـﻟﺎَﺨُﻳ ﺎَّﻤﻣِ َﺙِﺪْﺣُﺃ ﺎَﻣ : ﺎَﻤُﻫُﺪَﺣَﺃ : ِﻥﺎَﺑْﺮَﺿ ِﺭْﻮُﻣُﻷْﺍ َﻦِﻣ ْﻭَﺃ ﺍًﺮﺛَﺃ ْﻭَﺃ ﺎًﻋﺎَﻤْﺟِﺇ ، ِﻩِﺬَﻬﻓ ُﺔَﻋْﺪِﺒﻟْﺍ ،ُﺔَـﻟَﻼَّﻀﻟﺍ ُﺔَﻴِﻧﺎَّﺜﻟﺍَﻭ : ﺎَﻣ َﺙِﺪْﺣُﺃ َﻦِﻣ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ٍﺪِﺣﺍَﻮِﻟ ِﻪْﻴِﻓ َﻑَﻼِﺧ َﻻ ِﻩِﺬَﻫَﻭ ، ﺍﺬﻫ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ُﺮْﻴَﻏ ٌﺔَﺛَﺪْﺤُﻣ ) ﻆﻓﺎﺤﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ّﻲﻌﻓﺎﺸﻟﺍ ﺐﻗﺎﻨﻣ " ﺏﺎﺘﻛ ﻲﻓ ّﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ) “Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟَﺍ :ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ،ٌﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ﺎَﻤَﻓ َﻖَﻓﺍَﻭ َﺔَّﻨـُّﺴﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ٌﻡْﻮُﻣْﺬَﻣ َﻮُﻬَﻓ ﺎَﻬَﻔَﻟﺎَﺧ ﺎَﻣَﻭ ٌﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ. “Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari) Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya. 2. Al-Imam al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi Ketika mengomentara pendapat al-Imam asy-Syafi’i, al-Qurthubi berkata: “Menanggapi ucapan ini (ucapan asy-Syafi’i tentang pembagian bid’ah), saya katakan bahwa makna Hadits Nabi SAW yang berbunyi ‘Seburuk-buruk perkara adalah hal yg baru, semua hal yang baru adalah Bid’ah, dan semua Bid’ah adalah sesat’ bermaksud hal-hal yang tidak sejalan dengan al-Qur’an, Sunnah Rasul SAW dan perbuatan Sahabat Rasul.
Sesungguhnya hal ini telah diperjelas oleh Hadits lainnya, yaitu “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.”. Hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai terbaginya Bid’ah pada Bid’ah yang baik dan Bid’ah yang sesat”.[ Tafsir al-Imam al-Qurthubi, II : 87.] 3. Al-Imam Ibn Abdilbarr. Al-Imam Abu Umar Yusuf bin Abdilbarr Al-Namiri Al-Andalusi, hafizh dan faqih bermadzhab Maliki. Beliau membagi bid’ah menjadi dua. Hal ini dapat kita lihat dengan memperhatikan pernyataan beliau: َّﺎﻣَﺃَﻭ ُﻝْﻮَﻗ َﺮَﻤُﻋ ِﺖَﻤْﻌِﻧ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ْﻲِﻓ ِﻥﺎَﺴِﻟ ِﺏَﺮَﻌْﻟﺍ ُﻉﺍَﺮِﺘْﺧِﺍ ﺎَﻣ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻩُﺅﺍَﺪِﺘْﺑﺍَﻭ ﺎَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ َﻚِﻟَﺫ ﻲِﻓ ِﻦْﻳِّﺪﻟﺍ ًﺎﻓَﻼِﺧ ِﺔَّﻨُّﺴﻠِﻟ ْﻲِﺘَّﻟﺍ ﻰَﻀَﻣ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍ َﻚْﻠِﺘَﻓ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َﻻ َﺮْﻴَﺧ ﺎَﻬْﻴِﻓ ٌﺐِﺟﺍَﻭَﻭ ﺎَﻬُّﻣَﺫ ُﻲْﻬَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻬْﻨَﻋ ُﺮْﻣَﻷْﺍَﻭ ﺎَﻬِﺑﺎَﻨِﺘْﺟﺎِﺑ ُﻥﺍَﺮْﺠِﻫَﻭ ﺎَﻬِﻋِﺪَﺘْﺒُﻣ ﺍَﺫِﺇ َﻦَّﻴَﺒَﺗ ُﻪَﻟ ُﺀْﻮُﺳ ِﻪِﺒَﻫْﺬَﻣ ﺎَﻣَﻭ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ
ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﺖَﻤْﻌِﻧ َﻚْﻠِﺘَﻓ ِﺔَّﻨُّﺴﻟﺍَﻭ ِﺔَﻌْﻳِﺮَّﺸﻟﺍ َﻞْﺻَﺃ ُﻒِﻟﺎَﺨُﺗ َﻻ. “Adapun perkataan Umar, sebaik-baik bid’ah, maka bid’ah dalam bahasa Arab adalah menciptakan dan memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka apabila bid’ah tersebut dalam agama menyalahi sunnah yang telah berlaku, maka itu bid’ah yang tidak baik, wajib mencela dan melarangnya, menyuruh menjauhinya dan meninggalkan pelakunya apabila telah jelas keburukan alirannya. Sedangkan bid’ah yang tidak menyalahi dasar syariat dan sunnah, maka itu sebaik-baik bid’ah.” (Al-Istidzkar, 5/152). 4. Al-Imam Al-Nawawi. Al-Imam Al-Nawawi juga membagi bid’ah pada dua bagian. Ketika membicarakan masalah bid’ah, dalam kitabnya Tahdzib Al- Asma’ wa al-Lughat (3/22), beliau mengatakan:
ٍﺔَﺤْﻴِﺒَﻗَﻭ ٍﺔَﻨَﺴَﺣ ﻰَﻟِﺇ ٌﺔَﻤِﺴَﻘْﻨُﻣ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﻱَﺃ َﻲِﻫ. “Bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah qabihah (buruk)”. 5. Al-Hafizh Ibn Al-Atsir Al-Jazari. Al-Imam Al-Hafizh Ibn Al-Atsir Al-Jazari, pakar hadits dan bahasa, juga membagi bid’ah menjadi dua bagian; bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (buruk). Dalam kitabnya, Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar, beliau mengatakan: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ُﺔَﻋْﺪِﺑ ﻯًﺪُﻫ ُﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ٍﻝَﻼَﺿ ﺎَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻲِﻓ ِﻑَﻼِﺧ ﺎَﻣ َﺮَﻣَﺃ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪِﺑ ِﻪِﻟْﻮُﺳَﺭَﻭ َﻮُﻬَﻓ ْﻦِﻣ ِﺰْﻴَﺣ ِّﻡَّﺬﻟﺍ ِﺭﺎَﻜْﻧِﻹْﺍَﻭ ﺎَﻣَﻭ َﻥﺎَﻛ ﺎًﻌِﻗﺍَﻭ َﺖْﺤَﺗ ٍﻡْﻮُﻤُﻋ ﺎَّﻤِﻣ َﺏَﺪَﻧ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻟِﺇ َّﺾَﺣَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﻠﻟﺍ ُﻪُﻟْﻮُﺳَﺭَﻭ َﻮُﻬَﻓ ْﻲِﻓ ِﺰْﻴَﺣ ِﺡْﺪَﻤْﻟﺍ ﺎَﻣَﻭ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻪَﻟ ٌﻝﺎَﺜِﻣ ٌﺩْﻮُﺟْﻮَﻣ ٍﻉْﻮَﻨَﻛ َﻦِﻣ ِﺩْﻮُﺠْﻟﺍ ِﺀﺎَﺨَّﺴﻟﺍَﻭ ِﻞْﻌِﻓَﻭ ِﻑْﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ﻲِﻓ ِﻝﺎَﻌْﻓَﻷْﺍ ِﻪِﺑ ُﻉْﺮَّﺸﻟﺍ َﺩَﺭَﻭ ﺎَﻣ ِﻑَﻼِﺧ ْﻲِﻓ َﻚِﻟَﺫ َﻥْﻮُﻜَﻳ ْﻥَﺃ ُﺯْﻮُﺠَﻳ َﻻَﻭ ِﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻤْﻟﺍ “Bid’ah ada dua macam; bid’ah huda (sesuai petunjuk agama) dan bid’ah dhalal (sesat). Maka bid’ah yang menyalahi perintah Allah dan Rasulullah, tergolong bid’ah tercela dan ditolak. Dan bid’ah yang berada di bawah naungan keumuman perintah Allah dan dorongan Allah dan Rasul-Nya, maka tergolong bid’ah terpuji. Sedangkan bid’ah yang belum pernah memiliki kesamaan seperti semacam kedermawanan dan berbuat kebajikan, maka tergolong perbuatan yang terpuji dan tidak mungkin hal tersebut menyalahi syara’.” 6. Al-Hafizh Ibn Al-‘Arabi Al-Maliki. Al-Imam Al-Qadhi Abu Bakar Ibn Al-‘Arabi Al-Maliki, seorang hafizh, mufassir dan faqih madzhab Maliki, juga membagi bid’ah menjadi dua bagian. Dalam kitabnya ‘Aridhat Al-Ahwadzi Syarh Jami’ Al-Tirmidzi, X : 146-147., beliau berkata:
“Ketahuilah bahawa Bid‘ah (al-muhdatsah) itu ada dua macam: Pertama, setiap perkara baru yang diadakan yang tidak memiliki landasan agama, melainkan mengikut hawa nafsu sesuka hati, ini adalah Bid’ah yang sesat. Kedua, perkara baru yang diadakan namun sejalan dengan apa yang sudah disepakati, seperti yang dilakukan oleh para Khulafa’urrasyidin dan para Imam besar, maka hal tersebut bukanlah bid‘ah yang keji dan tercela. Ketahuilah, sesuatu itu tidak dihukumi bid’ah hanya karena ia baru. Allah SWT berfirman: َﻥْﻮُﺒَﻌْﻠَﻳ ْﻢُﻫَﻭ ُﻩْﻮُﻌَﻤَﺘْﺳﺍ َّﻻِﺇ ٍﺙَﺪْﺤُﻣ ْﻢِﻬِّﺑَﺭ ْﻦِﻣ ٍﺮْﻛِﺫ ْﻦِﻣ ْﻢِﻬْﻴِﺗْﺄَﻳ ﺎَﻣ “Tidak datang kepada mereka suatu ayat al-Qur`an pun yang baru (muhdats) dari Tuhan mereka, melainkan mereka men-dengarnya, sedang mereka bermain-main” (QS. al-Anbiya`: 2). Dan perkataan Sayyidina `Umar RA: “Alangkah bagusnya bid‘ah ini!” Kesimpulannya, Bid‘ah tercela hanyalah perkara baru yang bertentangan dengan Sunnah, atau perkara baru yang diadakan dan membawa kita pada kesesatan.” 7. Hujjatul-Islam al-Imam al-Ghazali. Ketika mengulas masalah penambahan ‘titik’ pada huruf ayat-ayat al-Qur’an, al-Imam al-Ghazali berkata: “Hakikat bahwa ia adalah perkara baru yang diadakan tidaklah menghalanginya untuk dilakukan. Banyak sekali perkara baru yang terpuji, seperti sembahyang Terawih secara berjama’ah, ia adalah “Bid‘ah” yang dilakukan oleh Sayyidina`Umar RA, tetapi dipandang sebagai Bid’ah yang baik (Bid‘ah Hasanah). Adapun Bid’ah yang dilarang dan tercela, ialah segala hal baru yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW atau yang bisa merubah Sunnah itu. [Al-Ghazzali, “Ihya’ `Ulumiddin, I : 276.] 8. Al-Imam Al-‘Aini. Al-Imam Badruddin Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini, hafizh dan faqih bermadzhab Hanafi membagi bid’ah menjadi dua bagian. Beliau mengatakan: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍَﻭ ﻲِﻓ ِﻞْﺻَﻷْﺍ ُﺙﺍَﺪْﺣِﺇ ٍﺮْﻣَﺃ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ْﻲِﻓ ِﻦَﻣَﺯ ِﻝْﻮُﺳَﺭ ِﻪﻠﻟﺍ َّﻢُﺛ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ِﻦْﻴَﻋْﻮَﻧ ْﻥِﺇ ْﺖَﻧﺎَﻛ ﺎَّﻤِﻣ ُﺝِﺭَﺪْﻨَﻳ َﺖْﺤَﺗ ٍﻦَﺴْﺤَﺘْﺴُﻣ ﻲِﻓ ِﻉْﺮَّﺸﻟﺍ َﻲِﻬَﻓ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ ْﻥِﺇَﻭ ٌﺔَﺤَﺒْﻘَﺘْﺴُﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َﻲِﻬَﻓ ِﻉْﺮَّﺸﻟﺍ ﻲِﻓ ٍﺢَﺒْﻘَﺘْﺴُﻣ َﺖْﺤَﺗ ُﺝِﺭَﺪْﻨَﻳ ﺎَّﻤِﻣ ْﺖَﻧﺎَﻛ “Bid’ah pada mulanya adalah mengerjakan sesuatu yang belum pernah ada pada masa Rasulullah. Kemudian bid’ah itu ada dua macam. Apabila masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik oleh syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Dan apabila masuk di bawah naungan sesuatu yang dianggap buruk oleh syara’, maka disebut bid’ah tercela.” (‘Umdat Al-Qari, 11/126). 9. ar-Rabi` ar-Rabi`juga meriwayatkan dari al-Imam asy-Shafi`i bahwa beliau berkata: “Perkara baharu yang diada-adakan itu ada dua macam: Pertama, perkara baru yang bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, atsar Sahabat atau ijma’ ulama’, maka bid‘ah itu adalah sesat (fa hadhihil-bid‘atu dalalatun). Kedua, perkara baru yang diadakan dari segala kebaikan (ma uhditsa min al-khair) yang tidak bertentangan dengan hal yang disebutkan, yang ini bukan bid‘ah dicela (wa hadhihi muhdatsatun ghairu madzmumah).[ Diriwayatkan
dari al-Rabi` oleh al-Bayhaqi didalam “al-Madkhal” dan “Manaqib asy-Syafi`i, I : 469 dengan sanad shahih dan dishahihkan juga oleh Ibnu Taimiyyah dalam “Dar’u Ta`arud al-`Aqli wan-Naqli, hal. 171 dan melalui al-Baihaqi oleh Ibn `Asakir dalam “Tabyin Kadzib al- Muftari, hal. 97. Dinukilkan oleh adz-Dzahabi dalam “Siyar”, VIII : 408, Ibnu Rajab dalam “Jami` al-`Ulum wal-Hikam, II : 52-53, Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, XIII : 253.] 10. Ibnu Hazm az-Zahiri Ibn Hazm al-Zahiri berkata: “Bid‘ah dalam agama adalah segala hal yang datang pada kita dan tidak disebutkan didalam al-Qur’an atau Hadits Rasulullah SAW. Ia adalah perkara yang sebagiannya memiliki nilai pahala, sebagaimana yang diriwayatkan dari Sayyidina`Umar RA: “Alangkah baiknya bid‘ah ini!.” Ia merujuk pada semua amalan baik yang dinyatakan oleh nash (al-Qur’an dan Hadits) secara umum, walaupun amalan tersebut tidak ddijelaskan dalam nas secara khusus. Namun, Di antara hal yang baru, ada yang dicela dan tidak dibolehkan apabila ada dalil-dalil yang melarangnya. [Ibnu Hazm, “al-Ihkam fi Usul al-Ahkam”, I : 47.]PEMBAGIAN BID’AH MENURUT ULAMA SALAF BID’AH TERBAGI DUA BAGIAN
1. Al-Imam Al-Syafi’i Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafi’i - mujtahid besar dan pendiri madzhab Syafi’i yang diikuti oleh mayoritas Ahlussunnah Wal-Jama’ah di dunia Islam -, berkata: ُﺕﺎَﺛَﺪْﺤُﻤْﻟﺍ ًﺔَّﻨُﺳ ْﻭَﺃ ﺎًﺑﺎَﺘِﻛ ُﻒِـﻟﺎَﺨُﻳ ﺎَّﻤﻣِ َﺙِﺪْﺣُﺃ ﺎَﻣ : ﺎَﻤُﻫُﺪَﺣَﺃ : ِﻥﺎَﺑْﺮَﺿ ِﺭْﻮُﻣُﻷْﺍ َﻦِﻣ ْﻭَﺃ ﺍًﺮﺛَﺃ ْﻭَﺃ ﺎًﻋﺎَﻤْﺟِﺇ ، ِﻩِﺬَﻬﻓ ُﺔَﻋْﺪِﺒﻟْﺍ ،ُﺔَـﻟَﻼَّﻀﻟﺍ ُﺔَﻴِﻧﺎَّﺜﻟﺍَﻭ : ﺎَﻣ َﺙِﺪْﺣُﺃ َﻦِﻣ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ٍﺪِﺣﺍَﻮِﻟ ِﻪْﻴِﻓ َﻑَﻼِﺧ َﻻ ِﻩِﺬَﻫَﻭ ، ﺍﺬﻫ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ُﺮْﻴَﻏ ٌﺔَﺛَﺪْﺤُﻣ ) ﻆﻓﺎﺤﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ّﻲﻌﻓﺎﺸﻟﺍ ﺐﻗﺎﻨﻣ " ﺏﺎﺘﻛ ﻲﻓ ّﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ) “Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟَﺍ :ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ،ٌﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ﺎَﻤَﻓ َﻖَﻓﺍَﻭ َﺔَّﻨـُّﺴﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ٌﻡْﻮُﻣْﺬَﻣ َﻮُﻬَﻓ ﺎَﻬَﻔَﻟﺎَﺧ ﺎَﻣَﻭ ٌﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ. “Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari) Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya. 2. Al-Imam al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi Ketika mengomentara pendapat al-Imam asy-Syafi’i, al-Qurthubi berkata: “Menanggapi ucapan ini (ucapan asy-Syafi’i tentang pembagian bid’ah), saya katakan bahwa makna Hadits Nabi SAW yang berbunyi ‘Seburuk-buruk perkara adalah hal yg baru, semua hal yang baru adalah Bid’ah, dan semua Bid’ah adalah sesat’ bermaksud hal-hal yang tidak sejalan dengan al-Qur’an, Sunnah Rasul SAW dan perbuatan Sahabat Rasul.
Sesungguhnya hal ini telah diperjelas oleh Hadits lainnya, yaitu “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.”. Hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai terbaginya Bid’ah pada Bid’ah yang baik dan Bid’ah yang sesat”.[ Tafsir al-Imam al-Qurthubi, II : 87.] 3. Al-Imam Ibn Abdilbarr. Al-Imam Abu Umar Yusuf bin Abdilbarr Al-Namiri Al-Andalusi, hafizh dan faqih bermadzhab Maliki. Beliau membagi bid’ah menjadi dua. Hal ini dapat kita lihat dengan memperhatikan pernyataan beliau: َّﺎﻣَﺃَﻭ ُﻝْﻮَﻗ َﺮَﻤُﻋ ِﺖَﻤْﻌِﻧ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ْﻲِﻓ ِﻥﺎَﺴِﻟ ِﺏَﺮَﻌْﻟﺍ ُﻉﺍَﺮِﺘْﺧِﺍ ﺎَﻣ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻩُﺅﺍَﺪِﺘْﺑﺍَﻭ ﺎَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ َﻚِﻟَﺫ ﻲِﻓ ِﻦْﻳِّﺪﻟﺍ ًﺎﻓَﻼِﺧ ِﺔَّﻨُّﺴﻠِﻟ ْﻲِﺘَّﻟﺍ ﻰَﻀَﻣ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍ َﻚْﻠِﺘَﻓ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َﻻ َﺮْﻴَﺧ ﺎَﻬْﻴِﻓ ٌﺐِﺟﺍَﻭَﻭ ﺎَﻬُّﻣَﺫ ُﻲْﻬَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻬْﻨَﻋ ُﺮْﻣَﻷْﺍَﻭ ﺎَﻬِﺑﺎَﻨِﺘْﺟﺎِﺑ ُﻥﺍَﺮْﺠِﻫَﻭ ﺎَﻬِﻋِﺪَﺘْﺒُﻣ ﺍَﺫِﺇ َﻦَّﻴَﺒَﺗ ُﻪَﻟ ُﺀْﻮُﺳ ِﻪِﺒَﻫْﺬَﻣ ﺎَﻣَﻭ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ
ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﺖَﻤْﻌِﻧ َﻚْﻠِﺘَﻓ ِﺔَّﻨُّﺴﻟﺍَﻭ ِﺔَﻌْﻳِﺮَّﺸﻟﺍ َﻞْﺻَﺃ ُﻒِﻟﺎَﺨُﺗ َﻻ. “Adapun perkataan Umar, sebaik-baik bid’ah, maka bid’ah dalam bahasa Arab adalah menciptakan dan memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka apabila bid’ah tersebut dalam agama menyalahi sunnah yang telah berlaku, maka itu bid’ah yang tidak baik, wajib mencela dan melarangnya, menyuruh menjauhinya dan meninggalkan pelakunya apabila telah jelas keburukan alirannya. Sedangkan bid’ah yang tidak menyalahi dasar syariat dan sunnah, maka itu sebaik-baik bid’ah.” (Al-Istidzkar, 5/152). 4. Al-Imam Al-Nawawi. Al-Imam Al-Nawawi juga membagi bid’ah pada dua bagian. Ketika membicarakan masalah bid’ah, dalam kitabnya Tahdzib Al- Asma’ wa al-Lughat (3/22), beliau mengatakan:
ٍﺔَﺤْﻴِﺒَﻗَﻭ ٍﺔَﻨَﺴَﺣ ﻰَﻟِﺇ ٌﺔَﻤِﺴَﻘْﻨُﻣ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﻱَﺃ َﻲِﻫ. “Bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah qabihah (buruk)”. 5. Al-Hafizh Ibn Al-Atsir Al-Jazari. Al-Imam Al-Hafizh Ibn Al-Atsir Al-Jazari, pakar hadits dan bahasa, juga membagi bid’ah menjadi dua bagian; bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (buruk). Dalam kitabnya, Al-Nihayah fi Gharib Al-Hadits wa Al-Atsar, beliau mengatakan: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ُﺔَﻋْﺪِﺑ ﻯًﺪُﻫ ُﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ٍﻝَﻼَﺿ ﺎَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻲِﻓ ِﻑَﻼِﺧ ﺎَﻣ َﺮَﻣَﺃ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪِﺑ ِﻪِﻟْﻮُﺳَﺭَﻭ َﻮُﻬَﻓ ْﻦِﻣ ِﺰْﻴَﺣ ِّﻡَّﺬﻟﺍ ِﺭﺎَﻜْﻧِﻹْﺍَﻭ ﺎَﻣَﻭ َﻥﺎَﻛ ﺎًﻌِﻗﺍَﻭ َﺖْﺤَﺗ ٍﻡْﻮُﻤُﻋ ﺎَّﻤِﻣ َﺏَﺪَﻧ ُﻪﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻟِﺇ َّﺾَﺣَﻭ ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﻪﻠﻟﺍ ُﻪُﻟْﻮُﺳَﺭَﻭ َﻮُﻬَﻓ ْﻲِﻓ ِﺰْﻴَﺣ ِﺡْﺪَﻤْﻟﺍ ﺎَﻣَﻭ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻪَﻟ ٌﻝﺎَﺜِﻣ ٌﺩْﻮُﺟْﻮَﻣ ٍﻉْﻮَﻨَﻛ َﻦِﻣ ِﺩْﻮُﺠْﻟﺍ ِﺀﺎَﺨَّﺴﻟﺍَﻭ ِﻞْﻌِﻓَﻭ ِﻑْﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ﻲِﻓ ِﻝﺎَﻌْﻓَﻷْﺍ ِﻪِﺑ ُﻉْﺮَّﺸﻟﺍ َﺩَﺭَﻭ ﺎَﻣ ِﻑَﻼِﺧ ْﻲِﻓ َﻚِﻟَﺫ َﻥْﻮُﻜَﻳ ْﻥَﺃ ُﺯْﻮُﺠَﻳ َﻻَﻭ ِﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻤْﻟﺍ “Bid’ah ada dua macam; bid’ah huda (sesuai petunjuk agama) dan bid’ah dhalal (sesat). Maka bid’ah yang menyalahi perintah Allah dan Rasulullah, tergolong bid’ah tercela dan ditolak. Dan bid’ah yang berada di bawah naungan keumuman perintah Allah dan dorongan Allah dan Rasul-Nya, maka tergolong bid’ah terpuji. Sedangkan bid’ah yang belum pernah memiliki kesamaan seperti semacam kedermawanan dan berbuat kebajikan, maka tergolong perbuatan yang terpuji dan tidak mungkin hal tersebut menyalahi syara’.” 6. Al-Hafizh Ibn Al-‘Arabi Al-Maliki. Al-Imam Al-Qadhi Abu Bakar Ibn Al-‘Arabi Al-Maliki, seorang hafizh, mufassir dan faqih madzhab Maliki, juga membagi bid’ah menjadi dua bagian. Dalam kitabnya ‘Aridhat Al-Ahwadzi Syarh Jami’ Al-Tirmidzi, X : 146-147., beliau berkata:
“Ketahuilah bahawa Bid‘ah (al-muhdatsah) itu ada dua macam: Pertama, setiap perkara baru yang diadakan yang tidak memiliki landasan agama, melainkan mengikut hawa nafsu sesuka hati, ini adalah Bid’ah yang sesat. Kedua, perkara baru yang diadakan namun sejalan dengan apa yang sudah disepakati, seperti yang dilakukan oleh para Khulafa’urrasyidin dan para Imam besar, maka hal tersebut bukanlah bid‘ah yang keji dan tercela. Ketahuilah, sesuatu itu tidak dihukumi bid’ah hanya karena ia baru. Allah SWT berfirman: َﻥْﻮُﺒَﻌْﻠَﻳ ْﻢُﻫَﻭ ُﻩْﻮُﻌَﻤَﺘْﺳﺍ َّﻻِﺇ ٍﺙَﺪْﺤُﻣ ْﻢِﻬِّﺑَﺭ ْﻦِﻣ ٍﺮْﻛِﺫ ْﻦِﻣ ْﻢِﻬْﻴِﺗْﺄَﻳ ﺎَﻣ “Tidak datang kepada mereka suatu ayat al-Qur`an pun yang baru (muhdats) dari Tuhan mereka, melainkan mereka men-dengarnya, sedang mereka bermain-main” (QS. al-Anbiya`: 2). Dan perkataan Sayyidina `Umar RA: “Alangkah bagusnya bid‘ah ini!” Kesimpulannya, Bid‘ah tercela hanyalah perkara baru yang bertentangan dengan Sunnah, atau perkara baru yang diadakan dan membawa kita pada kesesatan.” 7. Hujjatul-Islam al-Imam al-Ghazali. Ketika mengulas masalah penambahan ‘titik’ pada huruf ayat-ayat al-Qur’an, al-Imam al-Ghazali berkata: “Hakikat bahwa ia adalah perkara baru yang diadakan tidaklah menghalanginya untuk dilakukan. Banyak sekali perkara baru yang terpuji, seperti sembahyang Terawih secara berjama’ah, ia adalah “Bid‘ah” yang dilakukan oleh Sayyidina`Umar RA, tetapi dipandang sebagai Bid’ah yang baik (Bid‘ah Hasanah). Adapun Bid’ah yang dilarang dan tercela, ialah segala hal baru yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah SAW atau yang bisa merubah Sunnah itu. [Al-Ghazzali, “Ihya’ `Ulumiddin, I : 276.] 8. Al-Imam Al-‘Aini. Al-Imam Badruddin Mahmud bin Ahmad Al-‘Aini, hafizh dan faqih bermadzhab Hanafi membagi bid’ah menjadi dua bagian. Beliau mengatakan: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍَﻭ ﻲِﻓ ِﻞْﺻَﻷْﺍ ُﺙﺍَﺪْﺣِﺇ ٍﺮْﻣَﺃ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ْﻲِﻓ ِﻦَﻣَﺯ ِﻝْﻮُﺳَﺭ ِﻪﻠﻟﺍ َّﻢُﺛ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ﻰَﻠَﻋ ِﻦْﻴَﻋْﻮَﻧ ْﻥِﺇ ْﺖَﻧﺎَﻛ ﺎَّﻤِﻣ ُﺝِﺭَﺪْﻨَﻳ َﺖْﺤَﺗ ٍﻦَﺴْﺤَﺘْﺴُﻣ ﻲِﻓ ِﻉْﺮَّﺸﻟﺍ َﻲِﻬَﻓ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻨَﺴَﺣ ْﻥِﺇَﻭ ٌﺔَﺤَﺒْﻘَﺘْﺴُﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َﻲِﻬَﻓ ِﻉْﺮَّﺸﻟﺍ ﻲِﻓ ٍﺢَﺒْﻘَﺘْﺴُﻣ َﺖْﺤَﺗ ُﺝِﺭَﺪْﻨَﻳ ﺎَّﻤِﻣ ْﺖَﻧﺎَﻛ “Bid’ah pada mulanya adalah mengerjakan sesuatu yang belum pernah ada pada masa Rasulullah. Kemudian bid’ah itu ada dua macam. Apabila masuk dalam naungan sesuatu yang dianggap baik oleh syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Dan apabila masuk di bawah naungan sesuatu yang dianggap buruk oleh syara’, maka disebut bid’ah tercela.” (‘Umdat Al-Qari, 11/126). 9. ar-Rabi` ar-Rabi`juga meriwayatkan dari al-Imam asy-Shafi`i bahwa beliau berkata: “Perkara baharu yang diada-adakan itu ada dua macam: Pertama, perkara baru yang bertentangan dengan al-Qur’an, Sunnah, atsar Sahabat atau ijma’ ulama’, maka bid‘ah itu adalah sesat (fa hadhihil-bid‘atu dalalatun). Kedua, perkara baru yang diadakan dari segala kebaikan (ma uhditsa min al-khair) yang tidak bertentangan dengan hal yang disebutkan, yang ini bukan bid‘ah dicela (wa hadhihi muhdatsatun ghairu madzmumah).[ Diriwayatkan
dari al-Rabi` oleh al-Bayhaqi didalam “al-Madkhal” dan “Manaqib asy-Syafi`i, I : 469 dengan sanad shahih dan dishahihkan juga oleh Ibnu Taimiyyah dalam “Dar’u Ta`arud al-`Aqli wan-Naqli, hal. 171 dan melalui al-Baihaqi oleh Ibn `Asakir dalam “Tabyin Kadzib al- Muftari, hal. 97. Dinukilkan oleh adz-Dzahabi dalam “Siyar”, VIII : 408, Ibnu Rajab dalam “Jami` al-`Ulum wal-Hikam, II : 52-53, Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari, XIII : 253.] 10. Ibnu Hazm az-Zahiri Ibn Hazm al-Zahiri berkata: “Bid‘ah dalam agama adalah segala hal yang datang pada kita dan tidak disebutkan didalam al-Qur’an atau Hadits Rasulullah SAW. Ia adalah perkara yang sebagiannya memiliki nilai pahala, sebagaimana yang diriwayatkan dari Sayyidina`Umar RA: “Alangkah baiknya bid‘ah ini!.” Ia merujuk pada semua amalan baik yang dinyatakan oleh nash (al-Qur’an dan Hadits) secara umum, walaupun amalan tersebut tidak ddijelaskan dalam nas secara khusus. Namun, Di antara hal yang baru, ada yang dicela dan tidak dibolehkan apabila ada dalil-dalil yang melarangnya. [Ibnu Hazm, “al-Ihkam fi Usul al-Ahkam”, I : 47.] |
|
|
|
|
|
|
|
189. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 14/11/2013 |
|
1.SOAL
Perbanyak dulu bacaan anda, agar tahu pendapat para ulama salaf, minimal sebagai berikut:
PEMBAGIAN BID’AH MENURUT ULAMA SALAF BID’AH TERBAGI DUA BAGIAN
1. Al-Imam Al-Syafi’i Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Al-Syafi’i - mujtahid besar dan pendiri madzhab Syafi’i yang diikuti oleh mayoritas Ahlussunnah Wal-Jama’ah di dunia Islam -, berkata: ُﺕﺎَﺛَﺪْﺤُﻤْﻟﺍ ًﺔَّﻨُﺳ ْﻭَﺃ ﺎًﺑﺎَﺘِﻛ ُﻒِـﻟﺎَﺨُﻳ ﺎَّﻤﻣِ َﺙِﺪْﺣُﺃ ﺎَﻣ : ﺎَﻤُﻫُﺪَﺣَﺃ : ِﻥﺎَﺑْﺮَﺿ ِﺭْﻮُﻣُﻷْﺍ َﻦِﻣ ْﻭَﺃ ﺍًﺮﺛَﺃ ْﻭَﺃ ﺎًﻋﺎَﻤْﺟِﺇ ، ِﻩِﺬَﻬﻓ ُﺔَﻋْﺪِﺒﻟْﺍ ،ُﺔَـﻟَﻼَّﻀﻟﺍ ُﺔَﻴِﻧﺎَّﺜﻟﺍَﻭ : ﺎَﻣ َﺙِﺪْﺣُﺃ َﻦِﻣ ِﺮْﻴَﺨْﻟﺍ ٍﺪِﺣﺍَﻮِﻟ ِﻪْﻴِﻓ َﻑَﻼِﺧ َﻻ ِﻩِﺬَﻫَﻭ ، ﺍﺬﻫ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ُﺮْﻴَﻏ ٌﺔَﺛَﺪْﺤُﻣ ) ﻆﻓﺎﺤﻟﺍ ﻩﺍﻭﺭ ّﻲﻌﻓﺎﺸﻟﺍ ﺐﻗﺎﻨﻣ " ﺏﺎﺘﻛ ﻲﻓ ّﻲﻘﻬﻴﺒﻟﺍ) “Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata: ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟَﺍ :ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ،ٌﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ﺎَﻤَﻓ َﻖَﻓﺍَﻭ َﺔَّﻨـُّﺴﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ٌﻡْﻮُﻣْﺬَﻣ َﻮُﻬَﻓ ﺎَﻬَﻔَﻟﺎَﺧ ﺎَﻣَﻭ ٌﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ. “Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari) Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu. Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.
1.JAWAB
Memang betul, pembagian bid’ah menjadi dua ini diriwayatkan dari Imam Asy-Syafi’i rahimahullah. Hanya saja seperti yang kami katakan bahwa itu merupakan kesalahahpahaman.
Mereka berdalilkan dengan perkataan Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah-:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ : بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ, فَمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَذْمُوْمٌ
“Bid’ah itu ada dua: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Semua yang sesuai dengan sunnah, maka itu adalah terpuji, dan semua yang menyelisihi sunnah, maka itu adalah tercela.” (Riwayat Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (9/113))
Semakna dengannya, apa yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manaqib Asy-Syafi’i (1/469) bahwa beliau berkata:
اَلْمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ : مَا أُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثَرًا أَوْ إِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ الضَّلاَلِ, وَمَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا مِنْ ذَلِكَ فَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ
“Perkara yang baru ada dua bentuk: (Pertama) Apa yang diada-adakan dan menyelisihi kitab atau sunnah atau atsar atau ijma’, inilah bid’ah yang sesat. Dan (yang kedua) apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut, maka inilah perkara baru yang tidak tercela”.
Ini dijawab dari tiga sisi:
1. Syaikh Ali bin Hasan Al-Halabi -hafizhahullah- dalam ‘Ilmu Ushulil Bida’ hal. 121 mengomentari kedua perkataan Asy-Syafi’i di atas, “Di dalam sanad-sanadnya terdapat rawi-rawi yang majhul (tidak diketahui)”.
Hal ini karena di dalam sanad Abu Nu’aim terdapat rawi yang bernama Abdullah bin Muhammad Al-Athasi. Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad dan As-Sam’ani dalam Al-Ansab menyebutkan biografi orang ini dan keduanya tidak menyebutkan adanya pujian ataupun kritikan terhadapnya sehingga dia dihukumi sebagai rawi yang majhul. Adapun dalam sanad Al-Baihaqi, ada Muhammad bin Musa bin Al-Fadhl yang tidak didapati biografinya. Ini disebutkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali dalam Al-Bida’ wa Atsaruhas Sayyi` alal Ummah hal. 63.
2. Andaikan ucapan di atas shahih (benar) datangnya dari Imam Asy-Syafi’i, maka maksud dari perkataan beliau -rahimahullah- [“bid’ah yang terpuji”] adalah bid’ah secara bahasa bukan menurut syar’i. Karena beliau memberikan definisi bid’ah yang terpuji dengan perkataan beliau [“semua yang sesuai dengan sunnah”] dan [“apa yang diada-adakan berupa kebaikan yang tidak menyelisihi sesuatupun dari hal tersebut”] sedangkan semua bid’ah dalam syari’at adalah menyelisihi sunnah. Ini disebutkan oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ul Ulum wal Hikam (hal. 233).
Ini lebih diperkuat dengan contoh yang dibawakan oleh Imam Asy-Syafi’i -rahimahullah- untuk bid’ah yang terpuji -yang beliau maksudkan-, yakni seperti penulisan hadits dan shalat Tarwih. Sedang kedua hal ini boleh digunakan padanya kata ‘bid’ah’, tapi bid’ah menurut bahasa karena belum pernah terjadi sebelumnya. Akan tetapi kalau dikatakan “bid’ah” menurut syari’at, maka ini tidak benar karena kedua amalan ini memiliki asal dalam syari’at.
3. Tidak mungkin beliau menginginkan dengan perkataan beliau ini akan bolehnya atau adanya bid’ah hasanah, karena beliau sendiri yang telah berkata, [“Barangsiapa yang menganggap baik (suatu bid’ah) maka berarti dia telah membuat syari’at”].
4. Sekali lagi anggaplah ketiga jawaban sebelumnya tidak bisa diterima, maka perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah ini tidak boleh diterima karena menyelisihi hadits-hadits yang telah berlalu penyebutannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menjelaskan bahwa semua bid’ah -tanpa sedikitpun perkecualian- adalah sesat.
Apalagi Imam Asy-Syafi’i sendiri pernah berkata: “Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang menyalahi hadits Rasulullah-Shollallahu alaihi wasallam-, maka berpendapatlah (sesuai) dengan hadits itu dan tinggalkan sesuatu yang aku katakan”. Diriwayatkan oleh Al-Harawi dalam Dzammul Kalam (3/47/1) sebagaimana dalam Shifatu Shalati Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- karya Al-Albani dan beliau menshahihkannya.
2.SOAL
Al-Imam al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi Ketika mengomentara pendapat al-Imam asy-Syafi’i, al-Qurthubi berkata: “Menanggapi ucapan ini (ucapan asy-Syafi’i tentang pembagian bid’ah), saya katakan bahwa makna Hadits Nabi SAW yang berbunyi ‘Seburuk-buruk perkara adalah hal yg baru, semua hal yang baru adalah Bid’ah, dan semua Bid’ah adalah sesat’ bermaksud hal-hal yang tidak sejalan dengan al-Qur’an, Sunnah Rasul SAW dan perbuatan Sahabat Rasul.
2.JAWAB
sebutkan dikitab(buku) mana halaman berapa..? Al-Imam al-Hafizh Muhammad bin Ahmad al-Qurthubi mengomentari pendapat al-Imam asy-Syafi’i tersebut
3.SOAL
Sesungguhnya hal ini telah diperjelas oleh Hadits lainnya, yaitu “Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yg mengikutinya dan tak berkurang sedikitpun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosanya dan dosa orang yang mengikutinya.”. Hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai terbaginya Bid’ah pada Bid’ah yang baik dan Bid’ah yang sesat”.[ Tafsir al-Imam al-Qurthubi, II : 87.]
3.JAWAB
"Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam" disini ada kejanggalan penulisan entah sengaja atau tidak bahwa kata من سن في الإسلام“Man Sanna” bisa diartikan pula dengan : “Barang siapa yang menghidupkan suatu sunnah” yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata “sanna” bukan berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri atau membuat hal baru, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan.
Ada juga jawaban lain yang diambil dari sebab turunnya hadits di atas, yaitu kisah orang orang yang datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seseorang dari Anshor dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkan di hadapan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, seketika itu berseri serilah wajah beliau seraya bersabda:
" من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة ".
“Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang orang yang mengikuti (meniru ) perbuatannya itu.”
Dari sini, dapat dipahami bahwa arti “Sanna” ialah : melaksanakan (mengerjakan ), bukan berarti membuat ( mengadakan ) suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau : “Man Sanna Fil Islam Sunnah Hasanah”, yaitu : “Barang siapa yang melaksanakan sunnah yang baik”, bukan membuat atau mengadakannya. Karena yang demikian ini dilarang, berdasarkan sabda beliau : “Kullu bid’ah dlolalah.”
sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam:
" من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها ".
“Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang orang yang mengikuti (meniru ) perbuatannya itu.”
Kata “Sanna” di sini bararti : membuat atau mengadakan.?
Jawabnya:
Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan bahwa “setiap bid’ah adalah kesesatan”, yaitu Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan antara satu sama yang lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali, karena anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi menyatakan : “Man Sanna fil Islam”, yang artinya : “Barang siapa yang berbuat dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam. Kemudian menyatakan : “Sunnah hasanah” yang berarti : “Sunnah yang baik”, sedangkan bid’ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara melakukan sunnah dan mengerjakan bid’ah.
jawaban ini serkaitan dengan untuk poit no.1
4.SOAL YANG BELUM ANDA JAWAB
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, "HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI " : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
4.JAWAB
HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI "SEBAGIAN"SEPERTI ITU SIAPA..?, ANDA? ATAU MINIMAL TAFSIR ULAMA YG MANA MENAFSIRKAN SEPERTI ITU?
soal buat anda tapi belum dijawab mohon dijawab secara terperinci ya..
5. SOAL YANG BELUM ANDA JAWAB
dalam hadist tersebut PERKARA YANG DIADA-ADAKAN ITU BID'AH" apakah bid'ah dalam perkara urusan agama(diniya) atau dunia(duniawiyah)? anda tinggal menjawab maksud hadist tersebut apakah BID'AH urusan AGAMA atau DUNIA... itu saja tolong dijawab sekali lagi AGAMA atau DUNIA ?
6.SOAL
3. Al-Imam Ibn Abdilbarr. Al-Imam Abu Umar Yusuf bin Abdilbarr Al-Namiri Al-Andalusi, hafizh dan faqih bermadzhab Maliki. Beliau membagi bid’ah menjadi dua. Hal ini dapat kita lihat dengan memperhatikan pernyataan beliau: َّﺎﻣَﺃَﻭ ُﻝْﻮَﻗ َﺮَﻤُﻋ ِﺖَﻤْﻌِﻧ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ْﻲِﻓ ِﻥﺎَﺴِﻟ ِﺏَﺮَﻌْﻟﺍ ُﻉﺍَﺮِﺘْﺧِﺍ ﺎَﻣ ْﻢَﻟ ْﻦُﻜَﻳ ُﻩُﺅﺍَﺪِﺘْﺑﺍَﻭ ﺎَﻤَﻓ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ َﻚِﻟَﺫ ﻲِﻓ ِﻦْﻳِّﺪﻟﺍ ًﺎﻓَﻼِﺧ ِﺔَّﻨُّﺴﻠِﻟ ْﻲِﺘَّﻟﺍ ﻰَﻀَﻣ ﺎَﻬْﻴَﻠَﻋ ُﻞَﻤَﻌْﻟﺍ َﻚْﻠِﺘَﻓ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ َﻻ َﺮْﻴَﺧ ﺎَﻬْﻴِﻓ ٌﺐِﺟﺍَﻭَﻭ ﺎَﻬُّﻣَﺫ ُﻲْﻬَّﻨﻟﺍَﻭ ﺎَﻬْﻨَﻋ ُﺮْﻣَﻷْﺍَﻭ ﺎَﻬِﺑﺎَﻨِﺘْﺟﺎِﺑ ُﻥﺍَﺮْﺠِﻫَﻭ ﺎَﻬِﻋِﺪَﺘْﺒُﻣ ﺍَﺫِﺇ َﻦَّﻴَﺒَﺗ ُﻪَﻟ ُﺀْﻮُﺳ ِﻪِﺒَﻫْﺬَﻣ ﺎَﻣَﻭ َﻥﺎَﻛ ْﻦِﻣ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ
ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ ِﺖَﻤْﻌِﻧ َﻚْﻠِﺘَﻓ ِﺔَّﻨُّﺴﻟﺍَﻭ ِﺔَﻌْﻳِﺮَّﺸﻟﺍ َﻞْﺻَﺃ ُﻒِﻟﺎَﺨُﺗ َﻻ. “Adapun perkataan Umar, sebaik-baik bid’ah, maka bid’ah dalam bahasa Arab adalah menciptakan dan memulai sesuatu yang belum pernah ada. Maka apabila bid’ah tersebut dalam agama menyalahi sunnah yang telah berlaku, maka itu bid’ah yang tidak baik, wajib mencela dan melarangnya, menyuruh menjauhinya dan meninggalkan pelakunya apabila telah jelas keburukan alirannya. Sedangkan bid’ah yang tidak menyalahi dasar syariat dan sunnah, maka itu sebaik-baik bid’ah.” (Al-Istidzkar, 5/152).
6.JAWAB
Dalil mereka selanjutnya adalah perkataan ‘Umar bin Khoththob radhiallahu ‘anhu yang masyhur tentang sholat Tarwih secara berjama’ah di malam bulan Ramadhan :
نِعْمَتِ الْبِدْعَةُ هَذِهِ
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”. (HR. Al-Bukhari)
Mereka berkata : “Kalau begitu ada bid’ah yang baik dalam Islam”.
Bantahan:
1. Perbuatan ‘Umar radhiallahu ‘anhu dengan cara mengumpulkan manusia untuk melaksanakan Tarwih dengan dipimpin oleh imam bukanlah bid’ah, akan tetapi sebagai bentuk menampakkan dan menghidupkan sunnah. Karena Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam telah melaksanakan Tarwih ini dengan mengimami manusia pada malam 23, 25 dan 27 Ramadhan, tapi tatkala banyak manusia yang ikut sholat di belakang beliau, beliaupun meninggalkan pelaksanaannya karena takut turun wahyu yang mewajibkan sholat Tarwih sehingga akan menyusahkan umatnya sebagaimana yang disebutkan kisahnya oleh Imam Al-Buhkari dalam Shohihnya (no. 1129). Maka tatkala Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam wafat dan hilang kemungkinan sholat Tarwih menjadi wajib dengan terputusnya wahyu sehingga sholat Tarwih ini tetap pada hukum asalnya yaitu sunnah, maka ‘Umar radhiallahu ‘anhu lalu mengumpulkan manusia untuk melaksanakan sholat Tarwih secara berjama’ah.
2. Sesungguhnya ‘Umar radhiallahu ‘anhu tidak memaksudkan dengan perkataan beliau ini akan adanya bid’ah yang baik, karena yang beliau inginkan dengan “bid’ah” di sini adalah makna secara bahasa bukan makna secara syari’at, dan ini beliau katakan karena melihat keadaan zhohir dari sholat tarwih tersebut yaitu Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam meninggalkan pelaksanaan sholat tarwih setelah sebelumnya beliau melaksanakannya karena takut akan diwajibkannya sholat Tarwih ini atas umatnya.
Kalau ada yang bertanya : “Kalau memang beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam tinggalkan karena takut diwajibkan, lantas kenapa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu tidak melakukan apa yang dilakukan ‘Umar radhiallahu ‘anhu, padahal kemungkinan jadi wajibnya sholat Tarwih juga telah terputus di zaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dengan wafatnya Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam?”.
Maka kami jawab : “Tidak adanya pelaksanaan Tarwih berjama’ah di zaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu tidak keluar dari dua alasan berikut :
a. Karena beliau radhiallahu ‘anhu berpendapat bahwa sholatnya manusia di akhir malam dengan keadaan mereka ketika itu lebih afdhol daripada mengumpulkan mereka di belakang satu imam (berjama’ah) di awal malam, ini disebutkan oleh Imam Ath-Thurthusy rahimahullah.
b. Karena sempitnya masa pemerintahan beliau (hanya 2 tahun) untuk melihat kepada perkara furu’ (cabang) seperti ini, bersamaan sibuknya beliau mengurus masalah banyaknya orang yang murtad dan ingin menyerang Medinah ketika Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam wafat dan masalah-masalah yang lain yang lebih penting dan lebih darurat dilaksanakan dibandingkan sholat tarwih, ini disebutkan oleh Asy-Syathiby rahimahullah.
Maka tatkala sholat Tarwih berjama’ah satu bulan penuh tidak pernah dilakukan di zaman Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, tidak pula di zaman Abu Bakar radhiallahu ‘anhu dan tidak pula di awal pemerintahan ‘Umar radhiallahu ‘anhu, maka sholat Tarwih dengan model seperti ini (berjama’ah satu bulan penuh) dianggap bid’ah tapi dari sisi bahasa, yakni tidak ada contoh yang mendahuluinya. Adapun kalau dikatakan bid’ah secara syari’at maka tidak, karena sholat Tarwih dengan model seperti ini mempunyai asal landasan dalam syari’at yaitu beliau Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam pernah sholat Tarwih secara berjama’ah pada malam 23, 25 dan 27 Ramadhan, dan beliau meninggalkannya hanya karena takut akan diwajibkan atas umatnya, bukan karena alasan yang lain, Wallahu a’lam.
KITA FOKUSKAN PEMBAHASAN DIATAS DULU..TOLONG JAWAB PERPOINT BIAR JELAS.... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda ini siapa berani-beraninya menolak pendapat ulama salaf, apa anda lebih pandai dari Imam Syafi'i dan Imam Nawawi, kok berani-beraninya anda menolak pejelasan mereka? Apa anda mau mendaftarkan diri jadi imamnya kaum Wahhabi?
Sudah jelas-jelas Imam Syafi'i memahami hadits Kullu bid'atin dhalalah, seperti pemahaman Sy. Umar bin Khatthab, ternyata ada Bid'ah yang mahmudah, karena Kullu-nya dalam hadits itu termasuk Kullu Juz'i, bukan Kullu Kulli, alias Kullu bi lafdhlin 'aamin yang bisa ditakhshiis.
Syarah Hadits “Kullu bid’atin dlalalah”
Diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitab sahihnya,
Dari Jabir bin Abdullah Ra, dari Nabi Saw.. Beliau berkata dalam khutbahnya: ”Sesungguhnya sebaik-baiknya perkataan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Saw, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang baru, dan setiap bid`ah adalah sesat.
Imam Nawawi menjelaskan/mensyarah bahwa kalimat ”kull”yang ada pada redaksi hadits tidaklah menjadikan seluruh bid`ah sesat, akan tetapi maknanya kebanyakan bid`ah adalah sesat. Imam Nawawi juga memaparkan perkataan ulama yang membagi bid`ah sama dengan hukum taklify yang 5; wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram.
Imam Nawawi mengomentari hadits ini:
“Sabda Nabi Saw “dan setiap bid`ah adalah sesat” ini, merupakan bentuk umum yang dikhususkan. Dan yang dimaksudkan di dalam hadits adalah mayoritas (kebanyakan) dari bid`ah. Menurut para ahli bahasa: bid`ah dimaksudkan untuk setiap amalan yang dilakukan tanpa ada contoh sebelumnya. Para ulama mengatakan: bid`ah itu terbagi kepada 5 macam;
1. Wajib,
2. Sunnah,
3. Haram,
4. Makruh dan
5. Mubah.
Diantara contoh bid`ah yang wajib: Upaya pengonsepan dalil logika, yang dilakukan oleh para ulama ahli kalam, untuk membantah para atheis, ahli bid`ah, dan orang-orang yang setipe dengan mereka.
Diantara contoh bid`ah yang sunnah: Menulis kitab-kitab ilmiah, membangun madrasah-madrasah, membuat majlis zikir, dan hal-hal seperti itu.
Diantara contoh bid`ah yang mubah: Berkreasi dalam mengolah warna makanan dan yang sejenis itu.
Sementara bid`ah yang haram dan yang makruh sudah jelas.
Apabila dipahami apa yang aku disebutkan, maka akan diketahui bahwa hadits ini adalah hadits umum yang dikhususkan. Beghitu juga dengan hadits-hadits yang semisal dengan yang diriwayatkan ini. Hadits-hadits seperti ini dikuatkan oleh perkataan Sayyidina Umar: “ni`mat al bid`ah”, sebaik-baiknya bid`ah adalah ini. Dan tidak ada halangan bentuk hadits umum yang bisa dikhususkan karena Sabda Rasul saw: كل بدعة ضلالة” setiap bid`ah adalah sesat” yang dikuatkan dengan kalimat كل “kull” (seluruh). Akan tetapi (kull ini) dimasuki oleh takhshish. Seperti firman Allah:”Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya, maka jadilah mereka tidak ada yang kelihatan lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.(QS: Al Ahqaaf: 25)””… selesai ucapan imam Nawawi.
Pada hadits `Irbadh bin Saariyah, sabda Rasul saw:
“Dan hendaklah kalian menjauhi perkara-perkara yang baru, karena setiap bid`ah adalah sesat.” Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Tumudzi dan Ibnu majah, disahihkan oleh Turmudzi, Ibnu Hibban dan Hakim.
Al Hafiz Ibnu Rajab di dalam syarah (penjelasan)nya, mengomentari:
“Dan yang dimaksud dengan bid`ah adalah: semua hal baru yang dilakukan tanpa ada dasar dari syariat yang menunjukkan boleh melakukannya. Dan apapun yang ada asal dari syariat yang menunjukkannya, maka bukanlah bid`ah secara syariat, meskipun bid`ah secara bahasa.” … selesai ucapan Al hafiz Ibnu Rajab.
Pada hadits sahih Bukhari yang diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud, beliau berkata:
Sesungguhnya sebaik-baiknya ucapaan adalah kitab Allah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad saw. dan seburuk-buruk perkara dalah semua yang baru.
Al Hafidz Ibnu Hajar (Asqalani) mengomentari:
” المحدثات (almuhdasaat) bentuk plural dari kalimat المحدثة (almuhdatsah), dan yang dimaksudkan dengannya adalah: apa-apa yang baru dan tidak memiliki dasar di dalam syariat. Di dalam terma syariat kemudian dikenal dengan nama bid`ah. Dan ada pun semua yang memiliki dasar dari syariat yang menunjukkanya, maka bukanlah bid`ah. Maka bid`ah dalam terma agama adalah mazmumah (tercela), beda halnya dengan bid`ah menurut konsep bahasa. Maka, semua yang terjadi tanpa ada misal sebelumnya dinamakan bid`ah, baik itu mahmudah (terpuji) atapun mazmumah (tercela)… selesai ucapan Al hafiz Ibnu Hajar.
Al Hafiz `Abdullah Shiddiq Ghumary mengomentari:
Apa-apa yang baru dan ada dasarnya dari syariat yang menunjukkanya, maka itu dinamakan dengan bid`ah hasanah (terpuji), beghitu juga yang dinamakan oleh Nabi Saw. Dan kebalikannya dinamakan dengan bid`ah, sebagaimana juga dinamakan dengan bid`ah sayyi-ah (tercela).
Diriwayatkan oleh Abu Na`im dari Ibrahiim Bin Junaid, dia berkata:
saya mendengar Syafi`i berkata: Bid`ah itu ada dua, bid`ah mahmudah (terpuji) dan bid`ah mazmumah (tercela). Apapun yang berkesesuaian dengan sunnah, maka ia itu adalah terpuji, dan apa-apa yang bertentangan dengan sunnah, maka ia adalah tercela.
Diriwayatkan oleh imam Baihaqi di dalam Manaqib Imam Syafi`i, diriwayatkan darinya.
Ia ( Imam Syafi`i) berkata: hal-hal yang baru itu ada dua kategori: Apapun hal-hal baru yang bertentangan dengan kitab, sunnah, atsar atau ijma`, maka ini adalah bid`ah yang sesat (dholal). Dan hal-hal baru yang masuk dalam kategori kebaikan, maka tidak ada khilaf pada masalah tersebut seorangpun dalam masalah ini. Maka ini perkara baru yang tidak tercela dan Sayyidina Umar benar-benar telah berkata ketika mengomentari masalah Qiyaam Ramadhan ” sebaik-baiknya bid`ah adalah ini” maksudnya adalah, ini perkara baru yang belum pernah terjadi. Seandaipun terjadi, maka ia tidak bertentangan terhadap apa yang telah pernah terjadi.”
Berkata al Hafidz Ibnu Hajar (Asqalani) di dalam kitab Fath Al Bari,
Adapun Sabda Rasul di dalam hadits Irbadh “maka sesungguhnya setiap bid`ah adalah sesat”, setelah sabdanya: dan hendaklah kalian untuk menjauhi hal-hal yang baru”, maka ini menunjukkan bahwa segala yang baru dinamakan bid`ah. dan sabdanya, “setiap bid`ah adalah sesat”, merupakan kaidah syar`iyah yang bersifat kulliyah (menyeluruh) secara tersurat (manthuq) dan secara eksplisit (mafhumnya). Adapun secara tersurat, seperti pernyataan:
Hukum masalah ini adalah bid`ah (premis minor)
Setiap bid`ah adalah sesat (premis mayor)
Maka masalah tersebut bukanlah dari syar`i, karena syariat seluruhnya adalah petunjuk (huda).
Apabila ditetapkan bahwa hukum yang disebutkan adalah bid`ah, maka sah kedua muqaddimah (premis). Dan kedua premis menghasilkan Natijah (result) yang diinginkan. Sedangkan yang dimaksud dengan sabda beliau: “Setiap bid`ah”, adalah apa-apa yang baru dan tidak ada dalil baginya dari syariat, baik secara khusus maupun secara umum”… selesai ucapan Al Hafidz Ibnu Hajar.
Berkata Imam Nawawi di dalam kitab Tahzib Al Asmaa` Wa Al Lughat:
Bid`ah di dalam syariat adalah mengadakan sesuatu yang tidak ada di masa Rasul saw. dan bid`ah terbagi kepada dua; hasanah (baik) dan qabihah (tercela).
Dari komentar para Huffaz diatas dipahami rambu-rambu dalam menilai sebuah perbuatan adalah bid`ah atau tidak. Bid`ah ternyata tidak dipahami dengan sempit, akan tetapi beghitu lapang!
Pembagian bid`ah kepada hukum taklify yang lima.
Di awal sudah kita paparkan tentang pemahaman ulama terhadap hadits yang menjelaskan bid`ah dan ulama memahaminya begitu lapang. Jikalau kita telusuri lebih jauh, ternyata pembagian bid`ah tidak hanya kepada dua, seperti yang dipaparkan oleh Tuan Syaikh, seorang imam yang disepakati keimaman, keagungan, kepakaran dan kedalaman ilmunya di pelbagai disiplin ilmu,
Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdul Salam ra pada akhir kitab Al Qawaa-Id:
Bid`ah itu terbagi kepada; wajib, haram, sunnah dan mubah. Beliau kemudian menjelaskan: dan cara untuk mengetahui bid`ah itu ditinjau dari kaidah-kaidah syariah, apabila masuk ke dalam kaidah-kaidah wajib, maka ia menjadi bid`ah yang wajib. Apabila masuk kedalam kaidah-kaidah sunnah, maka ia menjadi bid`ah yang sunnah. Apabila masuk kedalam kaidah-kaidah makruh, maka ia menjadi bid`ah yang makruh. Dan apabila masuk kedalam kaidah mubah, maka ia menjadi bid`ah yang mubah.
Bid`ah yang wajib, diantara contohnya;
Pertama: Sibuk dengan ilmu nahwu yang dengannya dipahami kalamullah (Al Quran) dan hadits Rasul saw., maka itu adalah bid`ah yang wajib. Karena menjaga syariat adalah wajib dan tidak akan tercapai penjagaannya, kecuali dengan menyibukkan diri mengkaji ilmu nahwu. Dan apa saja yang tidak akan terlaksana hal-hal wajib, kecuali dengannya, maka ia akan menjadi wajib juga.
Kedua: menghafal gharib (makna yang sulit dipahami) dari al Qur`an dan sunnah.
Ketiga: membukukan secara sitematis ilmu ushuluddin dan ushul fiqh.
Keempat: membicarakan masalah jarh dan ta`dil dan membedakan antara hadits yang sahih dan yang cacat.
Sesungguh sudah ditunjukkan oleh Kaidah syariah bahwa menjaga syariah adalah fardhu kifayah pada hal-hal yang di luar dari kapasitas fardhu `ain (yang diwajibkan kepada setiap individu). Maka, tidak akan tercapai (penjagaan syariah itu), kecuali dengan melakukan hal-hal yang telah kami sebutkan.
Bid`ah yang diharamkan, diantara contohnya:
Pelbagai bid`ah yang dilakukan oleh mazhab Al Qadariyah, Jabariyah, Murjiah dan Mujassimah. Sedangkan membantah mereka adalah bid`ah yang wajib.
Bid`ah yang sunnah, diantara contohnya:
Mendirikan ribath (majlis zikir), madrasah-madrasah, dan setiap kebaikan yang tidak ada di masa awal islam, seperti; pelaksanaan tarawih, pembahasan masalah-masalah secara detail ilmu tasawwuf dan ilmu jadal. Diantaranya juga adalah mengumpulkan orang banyak untuk menunjukkan dalil-dalil dari syariat -apabila dimaksudkan hal tersebut murni karena Allah Swt-.
Bid`ah yang makruh, diantara contohnya:
menghiasi masjid dan mendekorasi mushaf, dll.
Bid`ah yang mubah, diantara contohnya:
Bersalaman setiap selesai shalat subuh dan ashar, berkreasi dalam membuat citarasa makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan memakai thayalishah (peci) serta melebarkan lengan baju.
Memang terjadi perbedaan pendapat pada sebagian itu, sehingganya oleh ulama dimasukkan kedalam kategori bid`ah yang makruh. Sementara sebagian lain menjadikannya sebagai sunnah yang telah dikerjakan di masa rasul Saw dan setelah beliau, seperti; berta`awudz di dalam shalat dan basmalah….selesai ucapan Imam Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdul Salam.
Penamaan bid`ah hasanah dengan maslahah.
Diketahui dari pemaparan sebelumnya, bahwa ulama telah sepakat atas pembagain bid`ah kepada bid`ah mahmudah (terpuji) dan bid`ah mazmumah (tercela). Sedangkan Sayyidina Umar Ra. merupakan orang pertama yang mengucapkannya. Mereka juga sepakat bahwa sabda Nabi Saw. ”setiap bid`ah adalah sesat”, bersifat umum yang dikhususkan.
Tidak ada yang berbeda dari kesepakatan ulama ini, kecuali Imam Syathibiy, pengarang kitab al I`tisham. Beliau mengingkari pembagian seperti ini dan menganggap bahwa ”setiap bid`ah adalah mazmumah”. Akan tetapi ia mengakui bahwasanya diantara bid`ah ada yang dituntut untuk melaksanakannya dalam bentuk wajib atau sunnah. Beliau kemudian menjadikannya ke dalam kategori maslahah mursalah. Maka perbedaan yang terjadi hanya secara lafzhiy (bahasa) yang dilihat dari sisi pembagian, yaitu bid`ah yang dituntut melaksanakannya tidak dinamakan dengan bid`ah hasanah, akan tetapi dinamakan dengan maslahah.
Bid`ah tidak dilihat dari bahasanya akan tetapi dari unsur pelanggarannya terhadap syariat.
Imam Syafi`i mengatakan:
Seluruh yang ada sandarannya secara syar`i, maka bukanlah bid`ah, meskipun tidak dilakukan oleh ulama salaf, karena mereka meninggalkan beramal boleh jadi karena `uzur yang ada pada mereka pada saat itu. Atau juga karena ada hal-hal yang dirasa lebih afdhal daripada melakukannya. Atau boleh jadi belum sampai ilmu kepada mereka… selesai ucapan Imam Syafi`i
Kata Imam Ibn Al Lubb ketika membantah orang-orang yang menyatakan bahwa makruh berdo`a setelah shalat Ashar:
Paling banter yang diajukan oleh orang-orang yang menyatakan makruh berdo`a setelah shalat adalah “komitmen mereka dengan do`a seperti ini bukanlah merupakan perbuatan ulama salaf”. Dengan asumsi bahwa sahnya qaul ini, maka meninggalkan sesuatu, tidaklah menyebabkan hukum pada masalah yang ditinggalkan, kecuali menunjukkan bolehnya meninggalkan dan tidak ada halangan dalam melaksanakannya. Adapun pengharaman, atau terjadinya makruh pada apa yang ditinggalkan, maka tidaklah demikian. Terlebih lagi terhadap masalah-masalah yang ada dasarnya secara global dari syar`i, seperti: berdo`a.
Berkata Ibnu Al `Araby:
Bukanlah bid`ah dan sesuatu yang baru menjadi tercela, karena adalanya kalimat “muhdatsah (baru)”, kalimat “bid`ah” dan makna dari dua kalimat tersebut. Adapun yang dicela dari bid`ah, adalah apa saja yang bertentangan dengan sunnah. Sedangkan yang dicela dari muhdatsah (perkara-perkara yang baru) adalah semua yang menyebabkan kepada dhalalah (kesesatan).
Alhamdulillah amaliyah-amaliyah warga NU Sunni Syafi'i yang disepkati selama ini selalu berdasarkan dan berlandaskan hadits.
Jika anda menolak Bid'ah itu dibagi dua, dan anda tetap mengatakan bahwa SETIAP/SEMUA BID'AH (sesuatu yang baru) itu SESAT, maka pastilah TV RODJA adalah BID'AH, dan SETIAP yang BID'AH itu SESAT, karena Nabi SAW dan para Salaf tidak pernah melihat TV, apalagi mendirikan TV Dakwah menurut persepsi kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
190. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 15/11/2013 |
|
Saya akan menanggapai beberapa pertanyaan ruband – gorontalo yg kami anggap berbobot dan memiliki nilai ilmiyyah :
RUBAND : Sekali lagi anggaplah ketiga jawaban sebelumnya tidak bisa diterima, maka perkataan Imam Asy-Syafi’i rahimahullah ini tidak boleh diterima karena menyelisihi hadits-hadits yang telah berlalu penyebutannya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang menjelaskan bahwa semua bid’ah -tanpa sedikitpun perkecualian- adalah sesat. Apalagi Imam Asy-Syafi’i sendiri pernah berkata: “Jika kalian mendapati dalam kitabku sesuatu yang menyalahi hadits Rasulullah-Shollallahu alaihi wasallam-, maka berpendapatlah (sesuai) dengan hadits itu dan tinggalkan sesuatu yang aku katakan”. Diriwayatkan oleh Al-Harawi dalam Dzammul Kalam (3/47/1) sebagaimana dalam Shifatu Shalati Nabi -Shollallahu alaihi wasallam- karya Al-Albani dan beliau menshahihkannya.
SUNNI : Saya kira anda perlu belajar banyak. Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap
hadits tersebut, maka dapat diasumsikan, bahwa kita harus mengikuti hadits
tersebut, dan meninggalkan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i. Akan tetapi apabila
hadits tersebut telah diketahui oleh al-Imam al-Syafi’i, sementara hasil ijtihad
beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut
memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al-
Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64.
Al-Imam al-Hafizh Ibn Khuzaimah al-Naisaburi, seorang ulama salaf yang menyandang gelar Imam al-Aimmah
(penghulu para imam) dan penyusun kitab Shahih Ibn Khuzaimah, ketika
ditanya, apakah ada hadits yang belum diketahui oleh al-Syafi’i dalam ijtihad
beliau? Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”. Hal tersebut seperti diriwayatkan
oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitabnya yang sangat populer al-Bidayah wa al-
Nihayah (juz 10, hal. 253)
RUBAND : Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan bahwa “setiap bid’ah adalah kesesatan”, yaitu Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan antara satu sama yang lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali, karena anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi menyatakan : “Man Sanna fil Islam”, yang artinya : “Barang siapa yang berbuat dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam. Kemudian menyatakan : “Sunnah hasanah” yang berarti : “Sunnah yang baik”, sedangkan bid’ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara melakukan sunnah dan mengerjakan bid’ah. jawaban ini serkaitan dengan untuk poit no.1
SUNNI : “Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam
Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang
melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya
tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim [1017])
Coba kita amati, dalam teks
hadits tersebut ada dua kalimat yang belawanan, pertama kalimat man sanna
sunnatan hasanatan. Dan kedua, kalimat berikutnya yang berbunyi man sanna
sunnatan sayyi’atan. Nah, kalau kosa kata Sunnah dalam teks hadits tersebut
kita maksudkan pada Sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, maka akan melahirkan sebuah pengertian bahwa
Sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam itu ada yang hasanah (baik) dan ada
yang sayyi’ah (jelek). Tentu saja ini pengertian sangat keliru
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Ruband, Gorontalo. |
|
|
|
|
|
|
|
191. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo
Tanggal: 15/11/2013 |
|
SAHABAT RADHIYALLAHU ‘ANHUM DALAM KACAMATA WAHABI INDONESIA
Dalam sebuah diskusi jarak jauh antara saya dengan seorang Salafi-Wahabi dari Balikpapan, seputar bid’ah hasanah, terjadi dialog berikut ini:
WAHABI: “Kelompok Anda salah dalam membagi bid’ah menjadi dua, ada bid’ah hasanah dan ada bid’ah dhalalah. Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama. Semua bid’ah pasti dhalalah.”
SUNNI: “Bid’ah hasanah tidak pernah ada dalam agama, itu menurut Anda. Kenyataannya bid’ah hasanah memang ada, dasar-dasarnya sangat kuat, baik al-Qur’an, hadits maupun pemahaman Salaful-Ummah”.
WAHABI: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan adanya bid’ah hasanah itu tidak tepat.”
SUNNI: “Dasar yang mana yang tidak tepat. Bukankah dalam dialog beberapa waktu yang lalu saya mengajukan sekian banyak dalil, dan semuanya hadits shahih. Tolong sebutkan satu saja, dalil bid’ah hasanah kami yang keliru.”
WAHABI: “Dasar yang Anda gunakan dalam menetapkan bid’ah hasanah, itu tentang penghimpunan al-Qur’an yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar . Penghimpunan al-Qur’an itu sudah dilakukan pada masa Nabi saw. Jadi apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar itu bukan hal baru.”
SUNNI: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:
جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ رضي الله عنه يَقُوْلُ لَهُ: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ أَرَى الْقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِي الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِي مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ : إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري.
“Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan berkata: “Wahai Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab: “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Umar berkata: “Demi Allah, ini baik”. Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab: “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Keduanya menjawab: “Demi Allah, ini baik”. Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam rencana ini”. (HR. al-Bukhari).
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”
WAHABI: “Itu kan pendapat pribadi Abu Bakar, Umar, Zaid dan sahabat . Bukan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kami hanya mengikuti hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.”.
SUNNI: “Wahai Wahabi, Anda siapa? Berani berbicara lancing terhadap sahabat? Sepertinya Anda belajar agama melalui daurah-daurah tiga bulan sekali, lalu Anda langsung merasa seorang ulama hebat. Ketahuilah wahai Wahabi, bahwa Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma itu termasuk Khulafaur Rasyidin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan umat Islam mengikuti sunnah mereka:
عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين.
“Berpegangteguhlah kamu kepada sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku.”
Dan seandainya pendapat di atas adalah pendapat pribadi sahabat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, umat Islam masih harus mengikutinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan umat Islam mengikuti pribadi beliau berdua sebagaimana diterangkan dalam kitab-kitab hadits. Pendapat hebat ulama Wahabi, tidak ada apa-apanya dibandingkan pendapat pribadi sahabat Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ternyata kalian wahai Wahabi, mengikuti pemahaman kaum salaf, hanya propaganda belaka. Terbukti, kalau salaf berbeda dengan kalin, meskipun mereka Khulafaur Rasyidin, kalian masih menolak pendapat mereka dengan alasan pendapat pribadi.”
WAHABI: “Terima kasih Ustadz.”
Begitulah dialog saya dengan Salafi-Wahabi dari Balikpapan yang berakhir dengan terbongkarnya jati diri kaum Wahabi yang selalu mengklaim mengikuti kaum salaf. Justru mereka tidak menaruh hormat terhadap para sahabat. Salafi-Wahabi merasa lebih mengerti dan lebih konsisten terhadap ajaran agama dari pada para sahabat, termasuk Khulafaur Rasyidin, Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhum
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Ruband, Gorontalo. |
|
|
|
|
|
|
|
192. |
Pengirim: rahmatsyah - Kota: pekanbaru
Tanggal: 15/11/2013 |
|
Sebenarnya masalahnya sepele cuman di besar-besarkan,yang satu takut kehilangan pengikutnya jadi di salahkan kelompok lain begitu juga sebaliknya,ada yang jamin nggak kalau kelempok kalian pasti masuk surga kalau berani jamin 100 % kalian masuk surga baru bisa menyalahkan orang lain,bukankah sesama muslim bersaudara kenapa harus saling mencaci maki apa seperti ini cara berdakwah yang di sampaikan Nabi Muhammad SAW seharusnya kalian sebagai ulama memberikan contoh yang baik cara berdakwah bukan seperti ini.kenapa kalian hidup berdampingan dengan non muslim bisa toleran tetapi dengan saudara kalian sendiri se agama saling tuding menuding mari kita bersatu jangan mau di adu domba percuma kalian lulusan timur tengah kalau hanya untuk saling menyalahkan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sayangnya anda belum menyadari bahwa, yang sering mencaci-maki dan yang rajin menuduh sesat terhadap umat Islam Indonesia itu adalah kaum Wahhabi sebagai pendatang baru lewat TV Rodja, bid'ahnya kaum Wahhabi ini.
Konon nenek moyang bangsa Indonesia itu adalah orang-orang non muslim, termasuk nenek moyangnya kaum Wahhabi Indonesia, lantas diislamkan oleh para Walisongo, hingga jadilah mayoritas bangsa Indonesia itu menjadi muslim berkat dakwah Walisongo.
Nah setelah para pengikut ajaran Walisongo menjadi penghuni mayoritas negeri ini, eeh tiba-tiba oleh kaum Wahhabi yang baru datang itu, bahwa umat Indonesia dituduh sebagai pelaku Bid'ah Dhalalah bahkan diancam oleh kaum Wahhabi, kalau umat Islam Indonesia akan dimasukkan neraka.
(Artinya, orang Indonesia yang sudah masuk Islam itu sekarang dikafir-kafirkan lagi oleh kaum Wahhabi).
Coba perhatikan, dalam panduan buku sejarah yang dipelajari di sekolah-sekolah negeri diterangkan, bahwa masuknya Islam ke Indonesia itu dibawa oleh para pedagang dari Gaujarat India. Sebenarnya, mereka adalah para ulama yang datang ke Indonesia untuk berdakwah secara murni.
Namun karena melihat sektor perdagangan lebih memungkinkan untuk dijadikan batu loncatan dalam mengenal kultur masyarakat, maka dari sektor inilah para ulama asal Gaujarat tersebut memulai langkah dakwahnya. Jika ditarik garis ke atas dari segi nasab, ternyata para ulama asal Gaujarat yang dimaksudkan adalah keturunan dari bangsa Arab yang hidup di negeri Yaman, tepatnya dari daerah Hadramaut. Umat Islam di daerah Hadramaut ini mayoritas bermadzhab Sunni Syafi`i (beraqidah Ahlussunnah wal Jama`ah dan beribadah menggunakan tatacara madzhab Syafi`i Asy'ari).
Bermula dari para ulama asal Hadramaut, mereka menyebarkan agama Islam ke wilayah Asia lewat sektor perdagangan. Pada akhirnya mereka masuk ke negeri India. Umumnya para ulama asal Hadramaut ini datang tanpa disertai keluarga, hingga akhirnya mereka melaksanakan pernikahan asimilasi dengan para wanita setempat, dan melahirkan para ulama dari pernikahan campur berdarah Arab-Gaujarat. Islam pun berkembang di Gaujarat dengan nuansa madzhab Sunni-Syafi`i.
Pada era berikutnya para ulama dari keturunan asimilasi Arab-Gaujarat inilah yang membawa Islam ke Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena masuknya Islam ke Indonesia juga dibawa para ulama asal Arab- Gaujarat, dan diperkenalkan kepada masyarakat melewati sektor perdagangan, serta pernikahan asimilasi dengan wanita Indonesia, maka Islam asli Indonesia pun bermadzhab Sunni Syafi`i.
Demikian ini selaras dengan Islam yang ada di Hadramaut Yaman sebagai induk utama. Bukti riil yang tidak bisa dipungkiri, adalah masih banyak penduduk Indonesia hingga saat ini yang beretnis Arab, namun lebih dominan menggunakan bahasa Indonesia. Mereka pun masih memiliki datuk-datuk yang berada di Hadramaut. Etnis Arab yang berada di Indonesia sering disebut dengan istilah kalangan Habaib dan Masyayekh. Atau dalam konteks ini lebih tepat disebut sebagai warga Arab-Indonesia.
Demikian ini, karena mereka memiliki silsilah nasab atau garis keturunan dari pihak ayah yang bersambung kepada kakek moyangnya di Hadramaut, tetapi perilaku, adat, serta bahasa mereka lebih dominan Indonesia. Bahkan tidak jarang di kalangan warga Arab- Indonesia yang hanya bisa berbahasa Indonesia, dan meninggalkan bahasa kakek moyangnya. Menurut sejarah, bahwa Wali Songo termasuk warga Arab-Indonesia keturunan Hadramaut, karena itu dakwah yang disampaikan oleh Wali Songo berafiliasi kepada madzhab Sunni Syafi`i.
Di awal-awal agama Islam dianut oleh bangsa Indonesia, maka seluruh umat Islam yang pada akhirnya menjadi penduduk mayoritas negara ini berwarna satu yaitu bermadzhab Sunni Syafi`i. Karena menganut satu madzhab, maka tidak banyak terjadi permasalahan di dalam tubuh umat Islam di negeri tercinta Indonesia. Mereka menyatu dalam persatuan yang kompak, saling bahu membahu membentuk karakter bangsa Indonesia.
Demikianlah, hingga datang Belanda yang berusaha menjajah bangsa Indonesia dari segala sektor termasuk pada bidang keagamaan. Karena pengaruh penjajah Belanda yang sengaja berusaha memecah belah umat Islam, mulailah bermunculan beberapa perbedaan pendapat di antara tokoh- tokoh Islam. Bahkan perbedaan tersebut berpengaruh pula di kalangan awam umat Islam.
Lebih parah lagi, di saat penjajah Belanda telah pulang ke negara
asalnya, mereka menyisakan warisan perpecaha di kalangan umat Islam, dengan bermunculannya aliran demi aliran yang menyebar di kalangan umat Islam di luar kontek Sunni Syafi`i. Bahkan tidak jarang aliran yang baru bermunculan, tiba-tiba berusaha menafikan eksistensi madzhab Sunni Syafi`i, dalam menjalankan amaliyah sehari-hari bagi individu setiap muslim, amaliyah keluarga muslim, keyakinan masyarakat muslim, bahkan tatacara mengatur kehidupan bernegara sebaris dengan ajaran syariat Islam dalam koridor Sunni Syafi’i.
Namun berkat rahmat dan pertolongan Allah, mayoritas umat Islam Indonesia hingga kini tetap bermadzhab Sunny Syafi`i, bahkan tetap mendominasi kependudukan di negeri ini.
Maka sudah sewajarnya jika para pelaku roda pemerintahan dewasa ini, menjadikan madzhab Sunni Syafi`i sebagai madzhab resmi bangsa Indonesia. Dengan tujuan agar kesatuan dan kebersatuan umat dapat terwujud kembali seperti di saat awal bangsa Indonesia memeluk agama Islam. |
|
|
|
|
|
|
|
193. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 15/11/2013 |
|
SOAL
Saya kira anda perlu belajar banyak. Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap hadits tersebut, maka dapat diasumsikan, bahwa kita harus mengikuti hadits tersebut, dan meninggalkan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i.
JAWAB
saya tambahkan lagi..
Imam Asy-Syafi’i (Imam Mazhab Syafi’i)
Beliau adalah Muhammad bin idris Asy-Syafi’i, dilahirkan di Ghazzah pada tahun 150 H. Beliau rahimahullah berkata,
1. “Tidak ada seorang pun, kecuali akan luput darinya satu Sunnah Rasulullah. Seringkali aku ucapkan satu ucapan dan merumuskan sebuah kaidah namun mungkin bertentangan dengan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itulah pendapatku” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
2. “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”
(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
3. ”Jika kalian mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
4. ”Apabila telah shahih sebuah hadist, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)
5. “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu daripadaku tentang hadist dan para periwayatnya. Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” (Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)
6. “Setiap masalah yang jika di dalamnya terdapat hadits shahih dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam menurut para pakar hadits, namun bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku rujuk di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-Hilyah 9/107, Al-Harawi, 47/1)
7. ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya adalah hadits yang shahih, maka ketahuilah, bahwa pendapatku tidaklah berguna.” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)
8. “Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu taklid mengikutiku.” (Ibnu Asakir, 15/9/2)
9. “Setiap hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka hal itu adalah pendapatku walaupun kalian belum mendengarnya dariku” (Ibnu Abi Hatim, 93-94)
SOAL
Akan tetapi apabila hadits tersebut telah diketahui oleh al-Imam al-Syafi’i, sementara hasil ijtihad beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64.
JAWAB
sementara hasil ijtihad beliau berbeda dengan hadits tersebut, maka sudah barang tentu hadits tersebut memang bukan madzhab beliau. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Imam al-Nawawi dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab 1/64.
ini memang benar hasil ijtihad beliau al-Imam al-Syafi’i bisa jadi karena derajat hadist tersebut kalau bukan derajatnya doi'f, maudhu atau mungkar atau derajatnya dibawah dari itu maka sudah pasti berbeda dengan hasil ijtihad beliau al-Imam al-Syafi’i dan saya rasa tidak ada permasalahan disini karena sudah pasti al-Imam al-Syafi’i mengamalkan hadist sohih, hasan dan sederajat dengan itu
Hadits yang lemah dan palsu bukanlah madzhab Imam Syafi’i, karena beliau mensyaratkan shohih.
Imam Syafi’i berkata:
إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ
“Apabila ada hadits shohih maka itulah madzhabku”.[16]
Ucapan emas dan berharga ini memberikan beberapa faedah kepada kita:
Madzhab Imam Syafi’i dan pendapat beliau adalah berputar bersama hadits Nabi.
Oleh karena itu, seringkali beliau menggantungkan pendapatnya dengan shahihnya suatu hadits seperti ucapannya “Apabila hadits Dhuba’ah shahih maka aku bependapat dengannya”, “Apabila hadits tentang anjuran mandi setelah memandikan mayit shohih maka aku berpendapat dengannya” dan banyak lagi lainnya sehingga dikumpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab berjudul “Al-Minhah Fiima ‘Allaqo Syafi’i Al-Qoula Fiihi Ala Sihhah”
Hadits yang lemah dan palsu bukanlah madzhab Imam Syafi’i, karena beliau mensyaratkan shohih.
Imam Nawawi berkata menjelaskan keadaan Imam Syafi’i: “Beliau sangat berpegang teguh dengan hadits shahih dan berpaling dari hadits-hadits palsu dan lemah. Kami tidak mendapati seorangpun dari fuqoha’ yang perhatian dalam berhujjah dalam memilah antara hadits shohih dan dho’if seperti perhatian beliau. Hal ini sangatlah nampak sekali dalam kitab-kitabnya, sekalipun kebanyakan sahabat kami tidak menempuh metode beliau”
Al-Hafizh al-Baihaqi juga berkata setelah menyebutkan beberapa contoh kehati-hatian beliau dalam menerima riwayat hadits: “Madzhab beliau ini sesuai dengan madzhab para ulama ahli hadits dahulu”
Imam Syafi’i tidak mensyaratkan suatu hadits itu harus mutawatir, tetapi cukup dengan shohih saja, bahkan beliau membantah secara keras orang-orang yang menolak hadits shohih dengan alasan bahwa derajatnya hanya ahad bukan mutawatir!!
Dan Imam Syafi’i termasuk ulama yang dikenal sangat semangat dalam mengagungkan Sunnah Nabi sebagaimana pujian para ulama kepada beliau.
Imam Ahmad berkata: “Saya tidak melihat seorangpun yang lebih semangat dalam mengikuti sunnah daripada Imam Syafi’i”.
Imam adz-Dzahabi berkata memuji beliau: “Imam Syafi’i adalah seorang ulama yang sangat kuat dalam berpegang teguh terhadap Sunnah Rasulullah, baik dalam masalah aqidah maupun cabang agama”
Banyak sekali bukti dari Imam Syafi’i tentang pengagungan beliau terhadap sunnah Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam. Cukuplah sebagai contoh petuah beliau:
لاَ يَجْمُلُ الْعِلْمُ وَلاَ يَحْسُنُ إِلاَّ بِثَلاَثِ خِلاَلٍ : تَقْوَى اللهِ وَإِصَابَةِ السُّنَّةِ وَالْخَشْيَةُ
“Ilmu itu tidaklah indah kecuali dengan tiga perkara: Taqwa kepada Allah, sesuai dengan sunnah dan rasa takut”
--
Imam Syafi’i mengatakan:
وَأُوْصِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَلُزُوْمِ السُّنَّةِ وَالآثَارِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ –عَلَيْهِ السَّلاَمُ- وَأَصْحَابِهِ، وَتَرْكِ الْبِدَعِ وَالأَهْوَاءِ وَاجْتِنَابِهَا
“Saya wasiatkan dengan taqwa kepada Allah dan berpegang taguh dengan sunnah dan hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, serta meninggalkan dan menjauhi hawa kebid’ahan dan hafa nafsu”
إِنَّمَا الاسْتِحْسَانُ تَلَذُّذٌ
“Sesungguhnya istihsan itu hanyalah mencicipi saja/mencari kelezatan”
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa yang istihsan maka ia telah membuat syari’at”
Ar-Ruyani berkata: “Maksudnya adalah ia menetapkan suatu syariat yang tidak syar’i dari pribadinya sendiri”
Imam Al-Baihaqi membuat satu bab pembahasan dengan judul “Keterangan yang membuktikan baiknya madzhab Syafi’i dalam mengikuti Sunnah dan menjauhi bid’ah”
Imam Syafi’i juga menulis sebuah kitab berjudul “Ibthol Istihsan” (Menghancurkan Istihsan) Yang dimaksud dengan istihsan di sini adalah menganggap baik suatu perkata tanpa dalil Al-Qur’an, hadits, ijma’ atau qiyas, karena orang yang melakukan hal itu berarti dia telah membuat suatu syari’at tentang hukum tersebut dan tidak mengambilnya dari dalil-dalil syari’at
Imam Syafi’i telah berwasiat emas kepada kita semua apabila ada hadits yang bertentangan dengan pendapat kita, maka hendaknya kita mendahulukan hadits dan berani meralat pendapat kita.
Imam Ibnu Rojab berkata: “Adalah Imam Syafi’i sangat keras dalam hal ini, beliau selalu mewasiatkan kepada para pengikutnya untuk mengikuti kebenaran apabila telah nampak kepada mereka dan memerintahkan untuk menerima sunnah apabila datang kepada mereka sekalipun menyelisihi pendapat beliau”
Demikian pula para ulama madzhab Syafi’iyyah, mereka sangat keras melarang dan mengingkari kebid’ahan bahkan mereka menulis karya-karya khusus yang membantah kebid’ahan
Imam adz-Dzahabi berkata: “Telah mutawatir dari Imam Syafi’i bahwa beliau mencela ilmu kalam dan ahli kalam. Beliau adalah seorang yang semangat dalam mengikuti atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih”.[7]
Ucapan Imam Syafi’i begitu banyak, di antaranya:
الْعِلْمُ بِالْكَلاَمِ جَهْلٌ
“Mempelajari ilmu kalam adalah kejahilan (kebodohan)”.[8]
Beliau juga berkata:
حُكْمِيْ فِيْ أَهْلِ الْكَلاَمِ أَنْ يُضْرَبُوْا بِالْجَرِيْدِ، وَيُحْمَلُوْا عَلَى الإِبِلْ، وَيُطَافُ بِهِمْ فِي الْعَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِمْ : هَذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَأَقْبَلَ عَلَى الْكَلاَمِ
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia kelilingkan ke kampung seraya dikatakan pada khayalak: Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.”[9]
Imam as-Sam’ani berkata setelah membawakan ucapan-ucapan seperti ini: “Inilah ucapan Imam Syafi’i tentang celaan ilmu kalam dan anjuran untuk mengikuti sunnah. Dialah imam yang tidak diperdebatkan dan terkalahkan”.[10].
Kesimpulan:
Dengan penjelasan beberapa point di atas, dapat kita ketahui bahwa Imam Syafi’i meniti metode salaf dalam beragama, beliau bersandar pada Al-Qur’an, hadits shahih dan ijma’ ulama sesuai dengan pemahaman para sahabat dan ahli hadits, para salaf shalih, dan beliau dalam beragama tidak berpedoman kepada akal dan ilmu kalam/filsafat. Wallahu A’lam
[2] Al-Mantsur Minal Hikayat was Sualat hlm. 51 oleh Al-Hafizh Muhammad bin Thohir al-Maqdisi.
[3] Ihya’ Ulumuddin 1/97.
[4] Lihat Dar`u Ta’arudh al-’Aql wan Naql 1/159-160 oleh Ibnu Taimiyah, Thabaqat asy-Syafi’iyah 2/82 oleh Ibnu Qadhi Syuhbah.
[5] Al-Hafizh as-Suyuthi menyebutkan tiga alasan di balik larangan ulama salaf untuk mempelajari ilmu kalam: Pertama: Ilmu kalam merupakan faktor penyebab kebid’ahan. Kedua: Ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh Al-Qur’an dan hadits serta ulama salaf. Ketiga: Merupakan sebab meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah. (Lihat Shonul Manthiq hlm. 15-33).
[6] Lihat tentang peringatan para ulama tentang ilmu kalam dan ahli kalam secara panjang dalam kitab Dzammul Kalam wa Ahlihi oleh Imam al-Harowi dan Shounul Mantiq oleh al-Hafizh as-Suyuthi.
[7] Mukhtashor Al-Uluw hlm. 177.
[8] Hilyatul Auliya’ 9/111.
[9] Manaqib Syafi’i al-Baihaqi 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu Hajar hal. 111, Syaraf Ashabil Hadits al-Khathib al-Baghdadi hal. 143. Imam adz-Dzahabi berkata dalam Siyar A’lam Nubala’ 3/3283: “Ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’i”.
[10] Al-Intishor li Ashabil Hadits hlm. 8.
[11] Siyar A’lam Nubala’ 3/3283 oleh adz-Dzahabi.
---------------------------
SOAL
Al-Imam al-Hafizh Ibn Khuzaimah al-Naisaburi, seorang ulama salaf yang menyandang gelar Imam al-Aimmah
(penghulu para imam) dan penyusun kitab Shahih Ibn Khuzaimah, ketika
ditanya, apakah ada hadits yang belum diketahui oleh al-Syafi’i dalam ijtihad
beliau? Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”. Hal tersebut seperti diriwayatkan
oleh al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitabnya yang sangat populer al-Bidayah wa al-
Nihayah (juz 10, hal. 253)
JAWAB
saya rasa tidak ada yang perlu di jawab dalam soal ini karena bagaimana ada seorang ulama sehebat Imam Syafi’i yg sampai kedudukannya untuk berijtihad dan tidak mengetahui kedudukan suatu hadist..? maka benar apa yg dikatakan Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”.
-----------------
SOAL
Coba kita amati, dalam teks
hadits tersebut ada dua kalimat yang belawanan, pertama kalimat man sanna
sunnatan hasanatan. Dan kedua, kalimat berikutnya yang berbunyi man sanna
sunnatan sayyi’atan. Nah, kalau kosa kata Sunnah dalam teks hadits tersebut
kita maksudkan pada Sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, maka akan melahirkan sebuah pengertian bahwa
Sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam itu ada yang hasanah (baik) dan ada
yang sayyi’ah (jelek). Tentu saja ini pengertian sangat keliru
JAWAB
terima kasih atas koreksi tulisan SUNNAH dari Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo dan saya berlapang dada atasnya dan saya telah mengoreksinya kembali dan ini adalah hal yang saya sukai dalam berdiskusi point perpoint tidak seperti PEJUANGISLAM.COM yg tdk menjelaskan apa yang saya tanyakan point perpoint apa ini yg namanya ilmiah belum selesai pembahasan yg satu sudah masuk pembahasan yg lain bahkan CARA PENULISANNYA YG SAYA KOREKSI tidak ada tanggapan dan bahkan terlalu banyak menuduh..
PENULISAN YG TELAH SAYA KOREKSI UNTUK SOAL KE PEJUANGISLAM.COM
"Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam" disini ada kejanggalan penulisan entah sengaja atau tidak bahwa kata من سن في الإسلام“Man Sanna” disini diartikan dengan : “Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam” yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata “sanna” bukan berarti membuat suatu amalan atau contoh dari sendirinya yg tidak ada dasarnya dalam syariat atau membuat hal-hal baru, melainkan menghidupkan kembali suatu kebaikan dalam Islam yang telah ditinggalkan.
Ada juga jawaban lain yang diambil dari sebab turunnya hadits di atas, yaitu kisah orang orang yang datang kepada Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seseorang dari Anshor dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkan di hadapan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, seketika itu berseri serilah wajah beliau seraya bersabda:
" من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها إلى يوم القيامة ".
“Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang orang yang mengikuti (meniru ) perbuatannya itu.”
Dari sini, dapat dipahami bahwa arti “Sanna” ialah : yang memulai memberi contoh yang pernah ada sebelumnya, bukan berarti membuat ( mengadakan ) suatu amalan. Jadi arti dari sabda beliau : “Man Sanna Fil Islam Sunnah Hasanah”, yaitu : “Barang siapa yang melaksanakan contoh yang baik dalam islam”, bukan membuat atau mengadakan membuat buat hal baru . Karena yang demikian ini dilarang, berdasarkan sabda beliau : “Kullu bid’ah dlolalah.”
sabda Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam:
" من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها ".
“Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam, maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang orang yang mengikuti (meniru ) perbuatannya itu.”
Kata “Sanna” di sini bararti : membuat ataukah mengadakan.?
Jawabnya:
Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan bahwa “setiap bid’ah adalah kesesatan”, yaitu Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan antara satu sama yang lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali, karena anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi menyatakan : “Man Sanna fil Islam”, yang artinya : “Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam. Kemudian menyatakan : “Sunnah hasanah” yang berarti : “ contoh kebaikan maksudnya contoh kebaikan yang pernah ada”, sedangkan bid’ah bukan hal yang baik. Tentu berbeda antara memberi contoh kebaikan yang pernah ada dalam islam dan mengerjakan bid’ah.
didalam hadist ini secara tekstual Nabi Shallalloohu 'Alaihi wa Sallam TIDAK PERNAH menyifati bid'ah sebagai HASANAH, lalu dari mana ada yang memahami LAFADZ "sunnah hasanah" (memberi contoh kebaikan yang pernah ada) dalam hadits di atas sebagai BID'AH hasanah ??? atau karena penulisan sengaja dibuat "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam" dipaksakan menjadi BID'AH hasanah ???
SOAL untuk Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo
apakah Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo bisa mengomentari cara penulisan "Barangsiapa membuat buat hal baru baik dalam islam" yg ditulis oleh pejuangislam.com ini..?
apakah Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo bisa mengomentari tentang penulisan "MEMBUAT HAL BARU " dalamhadist yang ditulis oleh pejuangislam.com sehingga dipaksakan adanya BID'AH hasanah...????
SOAL
Dalam sebuah diskusi jarak jauh antara saya dengan seorang Salafi-Wahabi dari Balikpapan, seputar bid’ah hasanah
JAWAB
saya lupa apakah pernah membaca atau mendengar nanti saya cari dan teliti lagi dan mungkin kita akan diskusikan. seingat ana bahwa dijaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ada satu atau beberapa sahabat menulis apa yang selalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ucapkan baik itu ayat alquran maupun hadist maka Rasulullah melarangnya karena nanti akan bercampur antara alquran dan hadist karena wahyu pada waktu itu masih turun.
saya husnudzon mungkin seorang Salafi-Wahabi yg anda katakan itu belum menelitinya atau ilmu belum sampai padanya..dan kalau cerita memang benar perlu penelitian ilmiah siapa si wahhabi yg anda katakan itu namanya,alamatnya minimal klo ada wabsitenya atau emailnya karena kita juga harus menanyakan kepadannya langsung (org yg dituduh salafi-wahabi ini) diskusinya dimana bukan hanya disampaikan oleh sepihak, da atau mereka membuat suatu website atau blog dan hanya org2 mereka saja yg berdiskusi karna tujuan mereka untuk menjahtuhkan seseorang dan masih banyak yg harus di pertanyakan cerita ini..?
mereka yang membuat cerita itu seakan akan diperdebatkan lalu membuat cerita menyudutkan setelah itu mereka mengambil kesimpulan untuk melegalkan bid'ah tersebut coba baca diakhir-akhir diskusi:
SUNNI: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:
جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ رضي الله عنه يَقُوْلُ لَهُ: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ أَرَى الْقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِي الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِي مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ : إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري.
“Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan berkata: “Wahai Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab: “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Umar berkata: “Demi Allah, ini baik”. Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab: “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Keduanya menjawab: “Demi Allah, ini baik”. Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam rencana ini”. (HR. al-Bukhari).
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”
banyaklah didunia maya trik-trik cerita seperti ini maka saya katakan mana ilmiahnya..
DAN UNTUK PEJUANGISLAM.COM
4.SOAL YANG BELUM ANDA JAWAB
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, "HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI " : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
4.JAWAB
HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI "SEBAGIAN"SEPERTI ITU SIAPA..?, ANDA? ATAU MINIMAL TAFSIR ULAMA YG MANA MENAFSIRKAN SEPERTI ITU?
soal buat anda tapi belum dijawab mohon dijawab secara terperinci ya..
5. SOAL YANG BELUM ANDA JAWAB
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalahyang diada-adakan, setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
dalam hadist tersebut PERKARA YANG DIADA-ADAKAN ITU BID'AH" apakah bid'ah dalam perkara urusan agama(diniya) atau dunia(duniawiyah)? anda tinggal menjawab maksud hadist tersebut apakah BID'AH urusan AGAMA atau DUNIA... itu saja tolong dijawab sekali lagi AGAMA atau DUNIA ? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda ini lucu sekali rupanya, semua argumentasi anda dalam menolak amalan warga Sunni Syafi'i Nadliyyin hanya sebatas normatif saja, itupun anda perpanjang-panjang dengan copy paste dari mana-mana dan pemelintiran makna. Coba anda sebut satu-saja amalan yang disepakati kesunnahannya oleh warga Sunni Syafi'i Nahdliyyin yang anda hukumi bid'aah dengan tuduhan tidak berdasarkan dalil syar'i, maka kami akan memberitahu anda dalil syar'inya biar anda bisa buka mata.
Itupun jika anda mencari hakikat kebenaran agama. Kaan percuma berbicara panjang lebar kalau hanya normatif dan tidak menyangkut subtansi parmasalahan yang anda risaukan bersama teman-teman Wahhabi anda lainnya.
Untuk pertanyaan anda yang terakhir, justru kami tantang anda dengan pertanyaan balik: Apa ada dalil qath'i yang shahih, jika Nabi SAW secara tekstual (harfiyah) yang bukan secara kontekstual (ma'nawiyah) telah membagi Bid'ah menjadi dua: Bid'ah Diniyah (keagamaan) dan Bid'ah Duniawiyah (keduniaan), seperti yang dilakukan oleh tokoh-tokoh Wahhabi, kalau ada tolong sebutkan Hadits shahihnya, riwayat siapa dan disebutkan dalam kitab apa ? Kalau anda bisa menghadirkan hadits shahihnya dengan sharih sesuai permintaan kami ini, maka akan kami transfer kepada anda uang Rp 500.000,-
Wong pembagian menjadi Bid'ah Diniyah dan Bid'ah Duniawiyah hanya karangan orang-orang Wahhabi saja, bukan ketentuan dari Nabi SAW, karena beliau SAW hanya menyampaikan secara datar: KULLU BID'ATIN DHALALAH, dan sayangnya anda dan kawan-kawan anda kok yaa percaya saja dibohongi oleh tokoh-tokoh Wahhabi itu. |
|
|
|
|
|
|
|
194. |
Pengirim: Bulang - Kota: Bengkulu
Tanggal: 16/11/2013 |
|
Memang benar yang dikatakan sdr. rahmatsyah, saya sering menonton tv dakwah seperti Rodja, Insan tv, wesal tv, dan tv lainnya, memang ada atau sering dakwahnya menyinggung dan menyindir dari golongan lain. Seharusnya mereka hati-hati bila menyampaikan sesuatu yang dilakukan oleh kelompok lain, jangan sampai ada kelompok atau golongan lain yang tersinggung. Saya pernah beberapa melihat hal tersebut di tv rodja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Begitulah sifat kaum Wahhabi, mereka senang menyalahkan pihak lain, begitu aib dirinya terungkap, Wahhabinya akan marah dan kebakaran jenggot. |
|
|
|
|
|
|
|
195. |
Pengirim: Bulang - Kota: Bengkulu
Tanggal: 16/11/2013 |
|
Saya sangat senang dengan web ini dimana saya ini masih sangat awam tentang hal-hal agama, sehingga apa yang didakwakan saya anggap benar semua, tetapi dengan adanya web ini semoga lebih menammbah wawasan saya tentang agama. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Waspada terhadap ajaran wahhabisme, dan ayo kembali ke ajaran Sunny Syafi'i Asy'ari. |
|
|
|
|
|
|
|
196. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 17/11/2013 |
|
SOAL
KULLU BID`ATIN DHALALAH
Oleh : H. Luthfi Bashori
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, "HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI " : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
4.JAWAB
HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI "SEBAGIAN"SEPERTI ITU SIAPA..?, ANDAKAH? ATAU MINIMAL TAFSIR ULAMA YG MANA MENAFSIRKAN SEPERTI ITU?
mari kita buka alquran lihat Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 30
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ٣٠
30. Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan SEGALA SESUATU yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman
disini كُلَّ " "SEGALA SESUATU" dari mana anda terjemahkan itu SEBAGIAN..?
ataukah ini hanya PENGELABUAN KATA anda semata..????
dan andaikan ucapan anda mengatakan "Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup" ITU BERARTI ADA JUGA MAKHLUQ HIDUP LAIN YG DICIPTAKAN DARI AIR SPERMA sehingga maknanya menjadi SATU AIR SPERMA diciptakan beberapa MAKHLUQ HIDUP,
setelah itu anda memaksakan ayat Surat Ar-Rahman ayat 15 : menciptakan makhluk hidup dari api yaitu bangsa jin, bukankah pada ayat sebelumnya juga di Surat yang sama Ar-Rahman ayat 14 Allah juga menciptakan manusia dari tanah
dan perlu dipertanyakan lagi dari mana anda TERJEMAHKAN BAHWA AIR dalam Surat Al Anbiya Ayat 30 ITU ADALAH AIR SPERMA..?
coba lihat Terjemah Surat Ar Rahman Ayat 15 yang anda paksakan untuk dikaitkan
وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ (١٥
15. dan Dia menciptakan jin dari nyala api
ternyata diayat sebelumnya Surat Ar Rahman Ayat 14 yang dimana ada juga penciptaan manusia
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ (١٤
14. Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,
ternyata diayat tersebut ada keterkaitan yg dimna Allah Subhaanahu wa Ta'aala ciptakan manusia dari tanah dan jin dari nyala api dan tidak ada hubungannya dengan Surat Ar Rahman Ayat 15 , sekali lagi saya tanyakan kok bisa bisanya anda mengaikan antara surat surat Ar-Rahman dan Surat Al Anbiya yg disitu sudah dijelaskan masing-masing penciptaan..?
coba kita buka alquran lihat Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 30
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلا يُؤْمِنُونَ٣٠
30. Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak beriman.
ayat sesudahnya Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 31
وَجَعَلْنَا فِي الأرْضِ رَوَاسِيَ أَنْ تَمِيدَ بِهِمْ وَجَعَلْنَا فِيهَا فِجَاجًا سُبُلا لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُونَ (٣١
31. Dan Kami telah menjadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh agar ia (tidak) guncang bersama merekadan Kami jadikan (pula) di sana jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk
ternyata ayat ini berhubungkan antara aturan di alam semesta dalam hal pembentukan dan penciptaannya lihat seluruh terjemah Surat Al Anbiya Ayat 30-35
sedangkan Terjemah Surat Ar Rahman Ayat 14-15 adalah Penciptaan jin dan manusia dan asal penciptaannya,
خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ صَلْصَالٍ كَالْفَخَّارِ (١٤) وَخَلَقَ الْجَانَّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ (١٥)
Terjemah Surat Ar Rahman Ayat 14-15
14. Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar,
15. dan Dia menciptakan jin dari nyala api
sehingga disini kita lihat ada pemaksaan menghubungkan antara ayat dalam surat Ar-Rahman dan Surat Al Anbiya yang pada dasarnya disitu sudah dijelaskan secara gamlang menjelaskan tentang masing- masing penciptaan.
SOAL
anda juga mengatakan:
Dengan demikian, ternyata lafadl KULLU, tidak dapat diterjemahkan secara mutlaq dengan arti : SETIAP/SEMUA, sebagaimana umumnya jika merujuk ke dalam kamus bahasa Arab umum, karena hal itu tidak sesuai dengan kenyataan
JAWAB
mari kita lihat lagi di ayat terakhir yg sama Terjemah Surat Al Anbiya Ayat 35
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
kata (kullu) disini SETIAP yang bernyawa akan merasakan mati,
dan saya rasa anda pasti anda setuju akan mengartikan "kullu" disini "SEBAGIAN" maka diterjemahkan menjadi "SEBAGIAN" yang bernyawa akan merasakan mati, saya tanya kepada anda apakah ada SEBAGIAN yg bernyawa tidak merasakan mati?
silahkan lagi anda si pejuangislam.com untuk menjawab..!!
saya tambahkan lagi,kita tahu bahwa berbicara disiplin ilmu para ulama membuat suatu qaedah dikalau ada suatu ayat Alquran yang menerangkan sesuatu atau kejadian kita harus lihat sebab kenapa ayat Alquran itu turun? atau kalau dikaitkan dengan ayat -ayat Alquran yang lain kita harus teliti terlebih dahulu pada ayat tersebut baik ayat sebelumnya atau sesudahnya atau melihat hadist2 yg berkaitan dengan ayat tersebut dan tentu dengan banyak bertanya kepada orang minimal ustadz yg amanah tentunya, karena banyak diantara orang2 yang tidak tahu akan qaedah -qaedah dalam disiplin ilmu ini yg hanya mencopot-copot ayat Alquran untuk dicocok-cocokkan dengan kebutuhan kelompoknya....!!! bahkan sampai berani beraninya mereka itu menggati dan mengelabui kata dan makna kata dalam Alquran maupun hadist.
dipersilahkan pejuangislam.com untuk menjawabnya.....!!!!! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Hai Wahhabi Ruband, anda ini manusia NORMATIF rupanya, dan tidak mengerti permasalahan yang subtansif. Kami katakan sekali lagi, kami sengaja memberi judul: TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI, karena Nabi SAW benar-benar tidak pernah melihat TV, apalagi mendirikan stasiun TV Rodja, untuk anda tanggapi secara ilmiah,
Tapi anda justru mempertahankan KEBID'AHAN TV RODJA agar tampak seperti TIDAK BID'AH, anda membual dengan MEMBUAT SYARIAT BARU yaitu membagi Bid'ah menjadi dua: BID'AH DINIYAH dan DUNIAWIYAH.
Setelah kami tantang anda: Ayoo hadirkan di sini dalil qath'i sharih dan shahih, jika Nabi SAW secara tekstual (harfiyah) yang bukan secara kontekstual (ma'nawiyah) telah membagi Bid'ah menjadi dua: Bid'ah Diniyah (keagamaan) dan Bid'ah Duniawiyah (keduniaan)...! Eeeh anda justru 'ngeles' (menghindar).
Ketahuilah bahwa kami warga Sunni Syafi'i Asy'ari sangat paham jika pembagian anda itu hanyalah bualan anda dan tokoh-tokoh Wahhabi semata. Kalau memang ada gentel dan benar, hayoo sebutkan Hadits shahihnya seperti yang kami minta, riwayat siapa dan disebutkan dalam kitab apa ?
Sewkali lagi, kalau anda bisa menghadirkan hadits shahihnya dengan sharih sesuai permintaan kami ini, maka akan kami bersumpah demi Allah akan mentransfer kepada anda uang Rp 500.000,-
Jika jawaban anda masih melebar ke mana-mana, maka untul komentar-komentar anda berikutnya tidak akan kami muat, karena anda benar-benar adalah AHLI BID'AH yang suka membual dengan membuat-buat SYARIAT BARU tanpa dalil sharih dan shahih...!
Wahai para pembaca, untuk mengetahui jati diri kaum Wahhabi seperti Ruband ini, kami nukilkan artikel kami berjudul:
ANZUN WALAU THAARAT
Judul di atas artinya : `Kambing sekalipun ia terbang`.
Hikayat ini mempunyai makna, betapa jeleknya sifat tidak mau mengalah sekalipun demi kebenaran, atau alangkah buruknya sifat merasa paling benar sendiri dan menganggap semua orang yang tidak sepaham dengan dirinya pasti salah.
Konon ada dua orang bersahabat, sebut saja Armin dan Halim yang sedang berselisih pendapat. Armin terkenal sebagai sosok yang tidak pernah mau mengakui kesalahan dirinya saat dia berulah. Sekalipun disodorkan kepadanya bukti-bukti kongkrit atas kesalahannya, Armin selalu saja bersikeras jika dirinya tidak pernah berbuat salah.
Suatu saat Armin dan Halim berjalan di pinggir padang pasir. Tiba-tiba mereka mendapati seekor binatang yang tampak ada depan mereka, dengan jarak yang cukup jauh, namun masih dapat terjangkau oleh penglihatan mata, sehingga binatang itu tidak mudah untuk diketahui secara pasti tentang jenisnya.
Armin : Wahai kawanku, aku melihat ada seekor kambing di depan kita yang sedang mencari makan dicelah bebatuan.
Halim : Wah, menurut perkiraanku, itu bukan kambing, melainkan seekor burung besar yang sedang mengais makanan di sekitar gundukan batu, karena ia memiliki leher yang cukup panjang.
Armin : Loh, kamu ini gimana sih...? Itu kan jelas-jelas kambing, kok kamu bilang burung, mana ada burung se besar itu ?
Halim : Kalau jenis burung padang pasir itu, bahkan ada yang lebih besar dari yang engkau lihat, coba engkau perhatikan ia sedang mengepakkan sayapnya.
Armin : Itu sih bukan mengepakkan sayapnya, tetapi mengibaskan ekornya, karena ia adalah seekor kambing, dan kalau kamu tidak percaya, ayo kita dekati.
Maka atas kesepakatan berdua, mereka pun bergegas mendatangi binatang itu sambil terus berdebat yang tidak ada ujung pangkalnya.
Demikianlah, tatkala sampai batas sekitar lima puluh meter dari tempat tujuan, tiba-tiba saja binatang tersebut terbang tinggi meninggalkan mereka karena takut didekati manusia. Sejurus kemudian terdengar suara Halim agak sedikit lantang.
Halim : Aku kan sudah bilang, binatang itu adalah burung raksasa padang pasir, karena itu ia terbang, dan takut terhadap kedatangan kita.
Armin : Hai kawan, aku bilang sekali lagi, binatang itu adalah KAMBING, sekalipun ia terbang...!!
Halim hanya bisa tersenyum kecut mrndengar jawaban Armin yang sifatnya tidak pernah mau mengakui kesalahannya.
Demikianlah kisah fiktif ini sebagai pelajaran bagi para pembaca, betapa jeleknya sifat merasa dirinya paling benar dan menganggap orang lain selalu salah.
Dewasa ini benyak bermunculan manusia-manusia yang memiliki sifat `anzun walau thaarat`. Seperti adanya kelompok yang selalu menuduh masyarakat dengan tuduhan sesat atau bid`ah, karena diangggap mengamalkan suatu amalan yang tidak sepaham dengan keyakinannya, sekalipun amalan masyarakat itu memiliki dasar yang kuat baik dari Alquran maupun Hadits shahih, namun tetap divonis sesat, bid`ah dhalalah, dan yang semisalnya.
Karena para penuduh itu memiiliki sifat `anzun walau thaarat`, maka tidak mudah untuk menyadarkan dan memberi pengertian kepada kelompok ini, bahwa amalan masyarakat yang sudah menjadi tradisi turun temurun di kalangan umat Islam, pada dasarnya memiliki dasar syar`i yang kuat dan shaih, sebut saja amalan tahlilan, talqin mayyit, istighatsah, pembacaan maulid Nabi SAW, dan seterusnya.
Jadi, yang menghalangi kelompok penuduh ini untuk dapat menerima argumentasi syar`i dari masyarakat pada umumnya, dengan lapang dada dan penuh bijaksana adalah penyakit sifat `anzun walau thaarat`.
ANEH TAPI NYATA.
|
|
|
|
|
|
|
|
197. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 18/11/2013 |
|
WAHABI RUBAND :
Ini memang benar hasil ijtihad beliau al-Imam al-Syafi’i bisa jadi karena derajat hadist tersebut kalau bukan derajatnya doi'f, maudhu atau mungkar atau derajatnya dibawah dari itu maka sudah pasti berbeda dengan hasil ijtihad beliau al-Imam al-Syafi’i dan saya rasa tidak ada permasalahan disini karena sudah pasti al-Imam al-Syafi’i mengamalkan hadist sohih, hasan dan sederajat dengan itu
Hadits yang lemah dan palsu bukanlah madzhab Imam Syafi’i, karena beliau mensyaratkan shohih.
Imam Syafi’i berkata:
إِذَا صَحَّ الْحَدِيْثُ فَهُوَ مَذْهَبِيْ
“Apabila ada hadits shohih maka itulah madzhabku”.[16]
Ucapan emas dan berharga ini memberikan beberapa faedah kepada kita:
Madzhab Imam Syafi’i dan pendapat beliau adalah berputar bersama hadits Nabi.
Oleh karena itu, seringkali beliau menggantungkan pendapatnya dengan shahihnya suatu hadits seperti ucapannya “Apabila hadits Dhuba’ah shahih maka aku bependapat dengannya”, “Apabila hadits tentang anjuran mandi setelah memandikan mayit shohih maka aku berpendapat dengannya” dan banyak lagi lainnya sehingga dikumpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitab berjudul “Al-Minhah Fiima ‘Allaqo Syafi’i Al-Qoula Fiihi Ala Sihhah”
Hadits yang lemah dan palsu bukanlah madzhab Imam Syafi’i, karena beliau mensyaratkan shohih.
Imam Nawawi berkata menjelaskan keadaan Imam Syafi’i: “Beliau sangat berpegang teguh dengan hadits shahih dan berpaling dari hadits-hadits palsu dan lemah. Kami tidak mendapati seorangpun dari fuqoha’ yang perhatian dalam berhujjah dalam memilah antara hadits shohih dan dho’if seperti perhatian beliau. Hal ini sangatlah nampak sekali dalam kitab-kitabnya, sekalipun kebanyakan sahabat kami tidak menempuh metode beliau”
Al-Hafizh al-Baihaqi juga berkata setelah menyebutkan beberapa contoh kehati-hatian beliau dalam menerima riwayat hadits: “Madzhab beliau ini sesuai dengan madzhab para ulama ahli hadits dahulu”
Imam Syafi’i tidak mensyaratkan suatu hadits itu harus mutawatir, tetapi cukup dengan shohih saja, bahkan beliau membantah secara keras orang-orang yang menolak hadits shohih dengan alasan bahwa derajatnya hanya ahad bukan mutawatir!!
Dan Imam Syafi’i termasuk ulama yang dikenal sangat semangat dalam mengagungkan Sunnah Nabi sebagaimana pujian para ulama kepada beliau.
Imam Ahmad berkata: “Saya tidak melihat seorangpun yang lebih semangat dalam mengikuti sunnah daripada Imam Syafi’i”.
Imam adz-Dzahabi berkata memuji beliau: “Imam Syafi’i adalah seorang ulama yang sangat kuat dalam berpegang teguh terhadap Sunnah Rasulullah, baik dalam masalah aqidah maupun cabang agama”
Banyak sekali bukti dari Imam Syafi’i tentang pengagungan beliau terhadap sunnah Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam. Cukuplah sebagai contoh petuah beliau:
لاَ يَجْمُلُ الْعِلْمُ وَلاَ يَحْسُنُ إِلاَّ بِثَلاَثِ خِلاَلٍ : تَقْوَى اللهِ وَإِصَابَةِ السُّنَّةِ وَالْخَشْيَةُ
“Ilmu itu tidaklah indah kecuali dengan tiga perkara: Taqwa kepada Allah, sesuai dengan sunnah dan rasa takut”
--
Imam Syafi’i mengatakan:
وَأُوْصِيْ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَلُزُوْمِ السُّنَّةِ وَالآثَارِ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ –عَلَيْهِ السَّلاَمُ- وَأَصْحَابِهِ، وَتَرْكِ الْبِدَعِ وَالأَهْوَاءِ وَاجْتِنَابِهَا
“Saya wasiatkan dengan taqwa kepada Allah dan berpegang taguh dengan sunnah dan hadits Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam dan para sahabatnya, serta meninggalkan dan menjauhi hawa kebid’ahan dan hafa nafsu”
إِنَّمَا الاسْتِحْسَانُ تَلَذُّذٌ
“Sesungguhnya istihsan itu hanyalah mencicipi saja/mencari kelezatan”
مَنِ اسْتَحْسَنَ فَقَدْ شَرَعَ
“Barangsiapa yang istihsan maka ia telah membuat syari’at”
Ar-Ruyani berkata: “Maksudnya adalah ia menetapkan suatu syariat yang tidak syar’i dari pribadinya sendiri”
Imam Al-Baihaqi membuat satu bab pembahasan dengan judul “Keterangan yang membuktikan baiknya madzhab Syafi’i dalam mengikuti Sunnah dan menjauhi bid’ah”
Imam Syafi’i juga menulis sebuah kitab berjudul “Ibthol Istihsan” (Menghancurkan Istihsan) Yang dimaksud dengan istihsan di sini adalah menganggap baik suatu perkata tanpa dalil Al-Qur’an, hadits, ijma’ atau qiyas, karena orang yang melakukan hal itu berarti dia telah membuat suatu syari’at tentang hukum tersebut dan tidak mengambilnya dari dalil-dalil syari’at
Imam Syafi’i telah berwasiat emas kepada kita semua apabila ada hadits yang bertentangan dengan pendapat kita, maka hendaknya kita mendahulukan hadits dan berani meralat pendapat kita.
Imam Ibnu Rojab berkata: “Adalah Imam Syafi’i sangat keras dalam hal ini, beliau selalu mewasiatkan kepada para pengikutnya untuk mengikuti kebenaran apabila telah nampak kepada mereka dan memerintahkan untuk menerima sunnah apabila datang kepada mereka sekalipun menyelisihi pendapat beliau”
Demikian pula para ulama madzhab Syafi’iyyah, mereka sangat keras melarang dan mengingkari kebid’ahan bahkan mereka menulis karya-karya khusus yang membantah kebid’ahan
Imam adz-Dzahabi berkata: “Telah mutawatir dari Imam Syafi’i bahwa beliau mencela ilmu kalam dan ahli kalam. Beliau adalah seorang yang semangat dalam mengikuti atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih”.[7]
Ucapan Imam Syafi’i begitu banyak, di antaranya:
الْعِلْمُ بِالْكَلاَمِ جَهْلٌ
“Mempelajari ilmu kalam adalah kejahilan (kebodohan)”.[8]
Beliau juga berkata:
حُكْمِيْ فِيْ أَهْلِ الْكَلاَمِ أَنْ يُضْرَبُوْا بِالْجَرِيْدِ، وَيُحْمَلُوْا عَلَى الإِبِلْ، وَيُطَافُ بِهِمْ فِي الْعَشَائِرِ، يُنَادَى عَلَيْهِمْ : هَذَا جَزَاءُ مَنْ تَرَكَ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ وَأَقْبَلَ عَلَى الْكَلاَمِ
“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia kelilingkan ke kampung seraya dikatakan pada khayalak: Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari Al-Qur’an dan sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.”[9]
Imam as-Sam’ani berkata setelah membawakan ucapan-ucapan seperti ini: “Inilah ucapan Imam Syafi’i tentang celaan ilmu kalam dan anjuran untuk mengikuti sunnah. Dialah imam yang tidak diperdebatkan dan terkalahkan”.[10].
Kesimpulan:
Dengan penjelasan beberapa point di atas, dapat kita ketahui bahwa Imam Syafi’i meniti metode salaf dalam beragama, beliau bersandar pada Al-Qur’an, hadits shahih dan ijma’ ulama sesuai dengan pemahaman para sahabat dan ahli hadits, para salaf shalih, dan beliau dalam beragama tidak berpedoman kepada akal dan ilmu kalam/filsafat. Wallahu A’lam
[2] Al-Mantsur Minal Hikayat was Sualat hlm. 51 oleh Al-Hafizh Muhammad bin Thohir al-Maqdisi.
[3] Ihya’ Ulumuddin 1/97.
[4] Lihat Dar`u Ta’arudh al-’Aql wan Naql 1/159-160 oleh Ibnu Taimiyah, Thabaqat asy-Syafi’iyah 2/82 oleh Ibnu Qadhi Syuhbah.
[5] Al-Hafizh as-Suyuthi menyebutkan tiga alasan di balik larangan ulama salaf untuk mempelajari ilmu kalam: Pertama: Ilmu kalam merupakan faktor penyebab kebid’ahan. Kedua: Ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh Al-Qur’an dan hadits serta ulama salaf. Ketiga: Merupakan sebab meninggalkan Al-Qur’an dan Sunnah. (Lihat Shonul Manthiq hlm. 15-33).
[6] Lihat tentang peringatan para ulama tentang ilmu kalam dan ahli kalam secara panjang dalam kitab Dzammul Kalam wa Ahlihi oleh Imam al-Harowi dan Shounul Mantiq oleh al-Hafizh as-Suyuthi.
[7] Mukhtashor Al-Uluw hlm. 177.
[8] Hilyatul Auliya’ 9/111.
[9] Manaqib Syafi’i al-Baihaqi 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu Hajar hal. 111, Syaraf Ashabil Hadits al-Khathib al-Baghdadi hal. 143. Imam adz-Dzahabi berkata dalam Siyar A’lam Nubala’ 3/3283: “Ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’i”.
[10] Al-Intishor li Ashabil Hadits hlm. 8.
[11] Siyar A’lam Nubala’ 3/3283 oleh adz-Dzahabi.
---------------------------
SUNNI :
Saya heran dengan anda ruband. Mengapa anda terus melakukan copy paste sehingga jawaban anda terhadap hujjah kami tidak relevan. Diatas sudah saya katakan bahwa Para ulama menjelaskan, bahwa maksud perkataan al-Imam al-Syafi’i, “Idza
shahha al-hadits fahuwa madzhabi (apabila suatu hadits itu shahih, maka hadits
itulah madzhabku)”, adalah bahwa apabila ada suatu hadits bertentangan
dengan hasil ijtihad al-Imam al-Syafi’i, sedangkan al-Syafi’i tidak tahu terhadap
hadits tersebut.
WAHABI RUBAND :
saya rasa tidak ada yang perlu di jawab dalam soal ini karena bagaimana ada seorang ulama sehebat Imam Syafi’i yg sampai kedudukannya untuk berijtihad dan tidak mengetahui kedudukan suatu hadist..? maka benar apa yg dikatakan Ibn Khuzaimah menjawab, “Tidak ada”.
SUNNI :
Silahkan mau anda jawba atau tidak. Itu argument kami untuk memperkuat kejahilan anda. Bahwa anda seakan-akan lebih pintar dari imam syafii. Kata Ibn Khuzaimah, tidak ada satu hadist pun yang tidak imam syafii ketahui dalam ijtihadnya. Jadi, segala ijtihadnya termasuk pernyataan beliau bahwa bid’ah dibagi menjadi dua adalah berdasarkan hujjah yg shahih.
Syaikh Ibn Taimiyah, menulis sebuah kitab berjudul Raf’u al-Malam ‘an al-
Aimmah al-A’lam. Dalam kitab tersebut Ibn Taimiyah mengemukakan sepuluh
alasan, mengapa seorang mujtahid terkadang menolak mengamalkan suatu
hadits dan memilih berijtihad sendiri. Menarik untuk dikemukakan di sini, setelah
memaparkan sepuluh alasan tersebut, Syaikh Ibn Taimiyah berkata begini:
“Dalam sekian banyak hadits yang ditinggalkan, boleh jadi seorang ulama
meninggalkan suatu hadits karena ia memiliki hujjah (alasan) yang kita tidak mengetahui hujjah itu, karena wawasan keilmuan agama itu luas sekali, dan kita
tidak mengetahui semua ilmu yang ada dalam hati para ulama. Seorang ulama
terkadang menyampaikan alasannya, dan terkadang pula tidak
menyampaikannya. Ketika ia menyampaikan alasannya, terkadang sampai
kepada kita, dan terkadang tidak sampai. Dan ketika alasan itu sampai kepada
kita, terkadang kita tidak dapat menangkap alasan yang sesungguhnya (maudhi’
ihtijajihi), dan terkadang dapat menangkapnya.” (Syaikh Ibn Taimiyah, Raf’u al-
Malam ‘an al-Aimmah al-A’lam, hal. 35)
WAHABI RUBAND :
Terima kasih atas koreksi tulisan SUNNAH dari Achmad alQuthfby - Kota: probolinggo dan saya berlapang dada atasnya dan saya telah mengoreksinya kembali dan ini adalah hal yang saya sukai dalam berdiskusi point perpoint tidak seperti PEJUANGISLAM.COM yg tdk menjelaskan apa yang saya tanyakan point perpoint apa ini yg namanya ilmiah belum selesai pembahasan yg satu sudah masuk pembahasan yg lain bahkan CARA PENULISANNYA YG SAYA KOREKSI tidak ada tanggapan dan bahkan terlalu banyak menuduh..
SUNNI :
Terima kasih kembali. Mohon maaf, KH. Luthfi Bashori sangat sibuk berdakwah, sehingga untuk menjawab artikel panjang hasil copy paste anda tentunya beliau harus mencari waktu yg tepat. Saya kira anda disini berdiskusi, dan jawaban dari mana saja itu asal benar, maka ambillah. Tidak harus dari admin pejuangislam.com.
WAHABI RUBAND :
Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan bahwa “setiap bid’ah adalah kesesatan”, yaitu Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam, dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan antara satu sama yang lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali, karena anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam.
Dengan demikian, tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi menyatakan : “Man Sanna fil Islam”, yang artinya : “Barang siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam”, sedangkan bid’ah tidak termasuk dalam Islam. Kemudian menyatakan : “Sunnah hasanah” yang berarti : “ contoh kebaikan maksudnya contoh kebaikan yang pernah ada”, sedangkan bid’ah bukan hal yang baik. Tentu berbeda antara memberi contoh kebaikan yang pernah ada dalam islam dan mengerjakan bid’ah.
didalam hadist ini secara tekstual Nabi Shallalloohu 'Alaihi wa Sallam TIDAK PERNAH menyifati bid'ah sebagai HASANAH, lalu dari mana ada yang memahami LAFADZ "sunnah hasanah" (memberi contoh kebaikan yang pernah ada) dalam hadits di atas sebagai BID'AH hasanah ??? atau karena penulisan sengaja dibuat "Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam" dipaksakan menjadi BID'AH hasanah ???
SUNNI :
Sepertinya anda tersesat dalam kesesatan cara berfikir ulama wahabi. Bgini saya jelaskan.. perlu anda ketahui bahwa meskipun Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik ucapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk
Muhammad. Sejelek-jelek perkara, adalah perkara yang baru. Dan setiap bid’ah
itu kesesatan.” (HR. Muslim [867])
Termyata Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jarir bin Abdullah al-Bajali radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam
Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang
melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan
barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan
memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya
tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim [1017]).
Dalam hadits pertama, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menegaskan,
bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Tetapi dalam hadits kedua, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam menegaskan pula, bahwa barangsiapa yang
memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya
dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya. Dengan demikian,
hadits kedua jelas membatasi jangkauan makna hadits pertama “kullu bid’atin
dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)” sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-
Nawawi dan lain-lain. Karena dalam hadits kedua, Nabi shallallahu alaihi wa
sallam menjelaskan dengan redaksi, “Barangsiapa yang memulai perbuatan
yang baik”, maksudnya baik perbuatan yang dimulai tersebut pernah
dicontohkan dan pernah ada pada masa Nabi shallallahu alaihi wa sallam, atau
belum pernah dicontohkan dan belum pernah ada pada masa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam. Di sisi lain, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seringkali
melegitimasi beragam bentuk inovasi amaliah para sahabat yang belum pernah
diajarkan oleh beliau. Misalnya berkaitan dengan tatacara ma’mum masbuq
dalam shalat berjamaah dalam hadits shahih berikut ini:
“Abdurrahman bin Abi Laila berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam, bila seseorang datang terlambat beberapa rakaat mengikuti shalat
berjamaah, maka orang-orang yang lebih dulu datang akan memberi isyarat
kepadanya tentang rakaat yang telah dijalani, sehingga orang itu akan
mengerjakan rakaat yang tertinggal itu terlebih dahulu, kemudian masuk ke
dalam shalat berjamaah bersama mereka. Pada suatu hari Mu’adz bin Jabal
datang terlambat, lalu orang-orang mengisyaratkan kepadanya tentang jumlah
rakaat shalat yang telah dilaksanakan, akan tetapi Mu’adz langsung masuk
dalam shalat berjamaah dan tidak menghiraukan isyarat mereka, namun setelah
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam selesai shalat, maka Mu’adz segera
mengganti rakaat yang tertinggal itu. Ternyata setelah Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam selesai shalat, mereka melaporkan perbuatan Mu’adz bin Jabal
yang berbeda dengan kebiasaan mereka. Lalu beliau shallallahu alaihi wa sallam
menjawab: “Mu’adz telah memulai cara yang baik buat shalat kalian.” Dalam riwayat Mu’adz bin Jabal, beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda; “Mu’adz
telah memulai cara yang baik buat shalat kalian. Begitulah cara shalat yang
harus kalian kerjakan”. (HR. al-Imam Ahmad (5/233), Abu Dawud, Ibn Abi
Syaibah dan lain-lain. Hadits ini dinilai shahih oleh al-Hafizh Ibn Daqiq al-’Id dan
al-Hafizh Ibn Hazm al-Andalusi).
Hadits ini menunjukkan bolehnya membuat perkara baru dalam ibadah, seperti
shalat atau lainnya, apabila sesuai dengan tuntunan syara’. Dalam hadits ini,
Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak menegur Mu’adz dan tidak pula berkata,
“Mengapa kamu membuat cara baru dalam shalat sebelum bertanya
kepadaku?”, bahkan beliau membenarkannya, karena perbuatan Mu’adz sesuai
dengan aturan shalat berjamaah, yaitu makmum harus mengikuti imam. Dalam
hadits lain diriwayatkan:
“Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu anhu berkata: “Suatu ketika kami shalat bersama
Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Ketika beliau bangun dari ruku’, beliau berkata:
“sami’allahu liman hamidah”. Lalu seorang laki-laki di belakangnya berkata:
“rabbana walakalhamdu hamdan katsiran thayyiban mubarakan fih”. Setelah
selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang membaca kalimat tadi?” Laki-laki itu
menjawab: “Saya”. Beliau bersabda: “Aku telah melihat lebih 30 malaikat
berebutan menulis pahalanya”. (HR. al-Bukhari [799]).
Kedua sahabat di atas mengerjakan perkara baru yang belum pernah
diterimanya dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yaitu menambah bacaan dzikir
dalam i’tidal. Ternyata Nabi shallallahu alaihi wa sallam membenarkan perbuatan
mereka, bahkan memberi kabar gembira tentang pahala yang mereka lakukan,
karena perbuatan mereka sesuai dengan syara’, di mana dalam i’tidal itu tempat
memuji kepada Allah. Oleh karena itu al-Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-’Asqalani
menyatakan dalam Fath al-Bari (2/267), bahwa hadits ini menjadi dalil bolehnya
membuat dzikir baru dalam shalat, selama dzikir tersebut tidak menyalahi dzikir
yang ma’tsur (datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam), dan bolehnya
mengeraskan suara dalam bacaan dzikir selama tidak mengganggu orang lain.
Seandainya hadits “kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)”, bersifat
umum tanpa pembatasan, tentu saja Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akan
melarang setiap bentuk inovasi dalam agama ketika beliau masih hidup.
WAHABI RUBAND :
Saya lupa apakah pernah membaca atau mendengar nanti saya cari dan teliti lagi dan mungkin kita akan diskusikan. seingat ana bahwa dijaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ada satu atau beberapa sahabat menulis apa yang selalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ucapkan baik itu ayat alquran maupun hadist maka Rasulullah melarangnya karena nanti akan bercampur antara alquran dan hadist karena wahyu pada waktu itu masih turun.
saya husnudzon mungkin seorang Salafi-Wahabi yg anda katakan itu belum menelitinya atau ilmu belum sampai padanya..dan kalau cerita memang benar perlu penelitian ilmiah siapa si wahhabi yg anda katakan itu namanya,alamatnya minimal klo ada wabsitenya atau emailnya karena kita juga harus menanyakan kepadannya langsung (org yg dituduh salafi-wahabi ini) diskusinya dimana bukan hanya disampaikan oleh sepihak, da atau mereka membuat suatu website atau blog dan hanya org2 mereka saja yg berdiskusi karna tujuan mereka untuk menjahtuhkan seseorang dan masih banyak yg harus di pertanyakan cerita ini..?
mereka yang membuat cerita itu seakan akan diperdebatkan lalu membuat cerita menyudutkan setelah itu mereka mengambil kesimpulan untuk melegalkan bid'ah tersebut coba baca diakhir-akhir diskusi:
SUNNI: “Itu berarti Anda kurang teliti membaca hadits al-Bukhari tentang penghimpunan al-Qur’an. Di dalamnya jelas sekali, bahwa beliau berdua menetapkan bid’ah hasanah. Sekarang tolong Anda periksa teks hadits tersebut berikut ini:
جَاءَ سَيِّدُنَا عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رضي الله عنه إِلَى سَيِّدِنَا أَبِيْ بَكْرٍ رضي الله عنه يَقُوْلُ لَهُ: يَا خَلِيْفَةَ رَسُوْلِ اللهِ أَرَى الْقَتْلَ قَدِ اسْتَحَرَّ فِي الْقُرَّاءِ فَلَوْ جَمَعْتَ الْقُرْآنَ فِي مُصْحَفٍ فَيَقُوْلُ الْخَلِيْفَةُ: كَيْفَ نَفْعَلُ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلُ عُمَرُ: إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ وَلَمْ يَزَلْ بِهِ حَتَّى قَبِلَ فَيَبْعَثَانِ إِلَى زَيْدٍ بْنِ ثَابِتٍ رضي الله عنه فَيَقُوْلاَنِ لَهُ ذَلِكَ فَيَقُوْلُ: كَيْفَ تَفْعَلاَنِ شَيْئًا لَمْ يَفْعَلْهُ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم؟ فَيَقُوْلاَنِ لَهُ : إِنَّهُ وَاللهِ خَيْرٌ فَلاَ يَزَالاَنِ بِهِ حَتَّى شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ كَمَا شَرَحَ صَدْرَ أَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا. رواه البخاري.
“Sayidina Umar radhiyallahu ‘anhu mendatangi Khalifah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan berkata: “Wahai Khalifah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, saya melihat pembunuhan dalam peperangan Yamamah telah mengorbankan para penghafal al-Qur’an, bagaimana kalau Anda menghimpun al-Qur’an dalam satu Mushhaf?” Khalifah menjawab: “Bagaimana kita akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Umar berkata: “Demi Allah, ini baik”. Umar terus meyakinkan Abu Bakar, sehingga akhirnya Abu Bakar menerima usulan Umar. Kemudian keduanya menemui Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dan menyampaikan tentang rencana mereka kepada Zaid. Ia menjawab: “Bagaimana kalian akan melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?” Keduanya menjawab: “Demi Allah, ini baik”. Keduanya terus meyakinkan Zaid, hingga akhirnya Allah melapangkan dada Zaid sebagaimana telah melapangkan dada Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dalam rencana ini”. (HR. al-Bukhari).
Dalam hadits di atas jelas sekali, bahwa penghimpunan al-Qur’an belum pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berarti bid’ah. Kemudian, Abu Bakar, Umar dan Zaid sepakat menganggapnya baik, berarti hasanah. Lalu apa yang mereka lakukan, disepakati oleh seluruh para sahabat , berarti ijma’. Dengan demikian, bid’ah hasanah sebenarnya telah disepakati keberadaannya oleh para sahabat .”
banyaklah didunia maya trik-trik cerita seperti ini maka saya katakan mana ilmiahnya..
SUNNI :
Anda tidak bisa menjawab hujjah kami. Anda tidak perlu terlalu banyak bicara subyeknya, akan tetapi anda harus fokus kepada obyek materi yg qta bahas. Kami dari NU memang melestarikan Bid’ah Hasanah. Dulu alQuran itu gundul alias tdk ada harokatnya. Sekarang hampir setiap quran telah berharokat. Kita bisa ilmu tajwid, balaghah, nahwu, sharraf, dll. itu bid’ah semua. Tidak ada pada zaman rasul. Termasuk anda mungkin mengambil manfaat dari bid’hasanah tsb.
WAHABI RUBAND :
Pada firman Allah yang berbunyi : Waja`alna minal maa-i KULLA syai-in hayyin. Lafadz KULLA disini, "HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI " : SEBAGIAN. Sehingga ayat itu berarti: Kami ciptakan dari air sperma, SEBAGIAN makhluq hidup.
4.JAWAB
HARUSLAH DITERJEMAHKAN DENGAN ARTI "SEBAGIAN"SEPERTI ITU SIAPA..?, ANDA? ATAU MINIMAL TAFSIR ULAMA YG MANA MENAFSIRKAN SEPERTI ITU?
soal buat anda tapi belum dijawab mohon dijawab secara terperinci ya..
SUNNI :
Kami heran dengan anda. sepertinya anda ini sangat awam. Oleh karena itu selalu menerapkan standar ganda. Jika anda menyatakan bahwa kullu bid’ah itu bermakna seluruh maka anda harus konsisten. Karena definisi bid’ah itu adalah suatu hal yang belum dicontohkan oleh rasul. Jangan anda bagi kepada bid’ah diniyyah dan dunyawiyyah. Apakah ada hadist rasul yang menyatakan bahwa bid’ah itu ada dua ; diniyyah dan dunyawiyyah??? Jika ada tunjukkan!
WAHABI RUBAND :
Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan itu adalah bid’ah, setiap bid’ah adalah kesesatan” (HR. Muslim no. 867)
dalam hadist tersebut PERKARA YANG DIADA-ADAKAN ITU BID'AH" apakah bid'ah dalam perkara urusan agama(diniya) atau dunia(duniawiyah)? anda tinggal menjawab maksud hadist tersebut apakah BID'AH urusan AGAMA atau DUNIA... itu saja tolong dijawab sekali lagi AGAMA atau DUNIA ?
SUNNI :
AGAMA atau DUNIA? Hehe.. lucu..
Didalam hadist tsb jika diartikan secara leterleg maka tidak ada pembagian, semua yg baru sesat, tidak pandang dunia atau agama. Oleh karena itu, para ulama berkesimpulan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Al-Imam al-Syafi’i, seorang mujtahid pendiri madzhab al-Syafi’i berkata:
“Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang
menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dhalalah
(tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-
Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”. (Al-Baihaqi,
Manaqib al-Syafi’i, 1/469)
“Abdurrahman bin Abd al-Qari berkata: “Suatu malam di bulan Ramadhan aku
pergi ke masjid bersama Umar bin al-Khaththab. Ternyata orang-orang di masjid
berpencar-pencar dalam sekian kelompok. Ada yang shalat sendirian. Ada juga
yang shalat menjadi imam beberapa orang. Lalu Umar radhiyallahu anhu
berkata: “Aku berpendapat, andaikan mereka aku kumpulkan dalam satu imam,
tentu akan lebih baik”. Lalu beliau mengumpulkan mereka pada Ubay bin Ka’ab.
Malam berikutnya, aku ke masjid lagi bersama Umar bin al-Khaththab, dan
mereka melaksanakan shalat bermakmum pada seorang imam. Menyaksikan hal
itu, Umar berkata: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini. Tetapi menunaikan shalat di
akhir malam, lebih baik daripada di awal malam”. Pada waktu itu, orang-orang
menunaikan tarawih di awal malam.” (HR. al-Bukhari [2010]).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tidak pernah menganjurkan shalat tarawih
secara berjamaah. Beliau hanya melakukannya beberapa malam, kemudian
meninggalkannya. Beliau tidak pernah pula melakukannya secara rutin setiap
malam. Tidak pula mengumpulkan mereka untuk melakukannya. Demikian pula
pada masa Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu. Kemudian Umar radhiyallahu
anhu mengumpulkan mereka untuk melakukan shalat tarawih pada seorang
imam dan menganjurkan mereka untuk melakukannya. Apa yang beliau lakukan
ini tergolong bid’ah. Tetapi bid’ah hasanah, karena itu beliau mengatakan:
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
Apakah Sy. Umar pelaku bid’ah yg sesat???
Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya:
“Al-Sa’ib bin Yazid radhiyallahu anhu berkata: “Pada masa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan Jum’at pertama dilakukan setelah
imam duduk di atas mimbar. Kemudian pada masa Utsman, dan masyarakat
semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga di atas Zaura’, yaitu
nama tempat di Pasar Madinah.” (HR. al-Bukhari [916]).
Pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakar dan Umar adzan
Jum’at dikumandangkan apabila imam telah duduk di atas mimbar. Pada masa
Utsman, kota Madinah semakin luas, populasi penduduk semakin meningkat,
sehingga mereka perlu mengetahui dekatnya waktu Jum’at sebelum imam hadir
ke mimbar. Lalu Utsman menambah adzan pertama, yang dilakukan di Zaura’,
tempat di Pasar Madinah, agar mereka segera berkumpul untuk menunaikan
shalat Jum’at, sebelum imam hadir ke atas mimbar. Semua sahabat yang ada pada waktu itu menyetujuinya. Apa yang beliau lakukan ini termasuk bid’ah,
tetapi bid’ah hasanah dan dilakukan hingga sekarang oleh kaum Muslimin. Benar
pula menamainya dengan sunnah, karena Utsman termasuk Khulafaur Rasyidin yang sunnahnya harus diikuti berdasarkan hadits sebelumnya.
Apakah Sy. Utsman pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul?
“Kalau konsep bid’ah seperti yang Anda paparkan barusan, bahwa
semua bid’ah itu sesat, tidak ada bid’ah hasanah, dan bahwa apa saja yang tidak
ada pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam harus kami tinggalkan,
karena termasuk bid’ah. Sekarang bagaimana Anda menanggapi doa-doa yang
disusun oleh para sahabat yang belum pernah diajarkan oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam? Bagaimana dengan doa al-Imam Ahmad bin Hanbal
dalam sujud ketika shalat selama 40 tahun yang berbunyi:
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam
shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku,
kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi,
Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Doa seperti itu sudah pasti tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi’in. Tetapi al-Imam Ahmad bin Hanbal
melakukannya selama empat puluh tahun
apakah Imam Mujtahid Ahmad bin Hanbal pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Keterangan BID'AH HASANAH DINIYAH yang diamalkan oleh para salaf ini, sangat bermanfaat untuk diamalkan oleh umat Islam non Wahhabi, sekaligus pukulan telak bagi para penolak eksistensi BID'AH HASANAH dalam Islam.
Bid'ah Hasanah adalah sinonim dengan Sunnah Hasanah sebagaimana yang diistilahkan oleh Nabi SAW. Sedangkan Bid'ah Sayyiah/Dhalalah adalah sinonim dengan Sunnah Sayyiah sebagaimana yang diistilahkan oleh Nabi SAW. |
|
|
|
|
|
|
|
198. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 18/11/2013 |
|
SOAL
SUNNI :
AGAMA atau DUNIA? Hehe.. lucu..
Didalam hadist tsb jika diartikan secara leterleg maka tidak ada pembagian, semua yg baru sesat, tidak pandang dunia atau agama. Oleh karena itu, para ulama berkesimpulan bahwa bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah. Al-Imam al-Syafi’i, seorang mujtahid pendiri madzhab al-Syafi’i berkata:
“Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru yang
menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut bid’ah dhalalah
(tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-
Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”. (Al-Baihaqi,
Manaqib al-Syafi’i, 1/46
JAWAB
Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”
berikan saya contoh yg menyagkut ibadah2 dari perkataan Al-Imam al-Syafi’i tahu kan maksud saya ..? sekali lagi perkataan dari Al-Imam al-Syafi’i langsung berikut bersama contoh ibadah2 yg tidak tercela itu, yang dari Al-Imam al-Syafi’i ya..!!
soal
Apakah Sy. Umar pelaku bid’ah yg sesat???
TIDAK , khan ada contohnya dari nabi kita disuruh adzan ketika masuk sholat
apakah ibadah tahlilan dengan goyang kepala, bahkan sampai kerasukan dan lebih aneh katannya bisa melihat mayat yg ada didalam kubur apakah ada contohnya dari Nabi..?
Apakah Sy. Utsman pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul?
TIDAK..
apakah Imam Mujtahid Ahmad bin Hanbal pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul?
TIDAK, khan ada contohya dari nabi kita disuruh mendoakan orang lain
apakah benar setiap ibadah maulid Nabi yg katanya Roh Nabi akan datang disetiap acara ibadah tersebut..? dan apakah ada hadist yg sohih Nabi menyuruh untuk merayakan hari kelahirannya setiap tahun.?, dan apakah Al-Imam al-Syafi’i juga melakukan seperti itu..? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sepertim janji kami, bahwa kiriman Ruband yang tidak ilmiah, tidak akan kami muat, termasuk komentar Ruband yang tidak fokus menjawab tantangan kami, alias terus menghindar/ngeles untuk menghadirkan Hadits Shahih yang Sharih jika Nabi SAW pernah membagi Bid'ah menjadi dua seperti karangan kaum Wahhabi (Bid'ah Diniyah dan Bid'ah Duniawiyah).
Perlu diingat: Warga NU melakukan Tahlilan untuk mayit itu pasti bukan Bid'ah Dhalalah, karena mengikuti perintah sunnah Nabi SAW: Iqra-uu yaasiin 'alaa mautaakum (Bacakan surat yasin untuk mayit kalian). HR. Abu Dawud.
Tahlilan warga NU adalah membaca surat Yasin (Yasinan) dan doa-doa untuk mayit, adakalanya dilakukan di makam pekuburan, rumah duka, masjid, mushalla di kampung-kampung, dsb.
Warga NU mengadakan ziarah makam Walisongo juga buka Bid'ah Dhalalah, tapi karena mengikuti perintah sunnah Nabi SAW, beliau bersabda: Dulu aku pernah melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah kalian. Karena ziarah kubur akan mengingatkan kalian kepada akhirat. Hendaklah berziarah itu menambah kebaikan buat kalian. Maka barangsiapa yang ingin berziarah kubur silahkan berziarah dan janganlah kalian mengatakan perkataan yang bathil (hujran).” (HR. Muslim, Abu Dawud, Al Baihaqi, An Nasa’i, dan Ahmad)
Semua amalan yang disepakati oleh para ulama NU atas kesunnahannya, maka bukanlah Bid'ah Dhalalah, karena selalu berdasarkan dalil syar'i. Hanya saja kebutaan mata hati kaum Wahhabi yang menyebabkan tidak dapat menerimanya, bahkan selalu menuduh Bid'ah Dhalalah tanpa bukti yang benar.
Kami persilahkan Sdr. Ahmad Alquthfby untuk merespon komentar Wahhabi Ruband di atas. |
|
|
|
|
|
|
|
199. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 19/11/2013 |
|
WAHABI RUBAND :
Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang tidak tercela”
berikan saya contoh yg menyagkut ibadah2 dari perkataan Al-Imam al-Syafi’i tahu kan maksud saya ..? sekali lagi perkataan dari Al-Imam al-Syafi’i langsung berikut bersama contoh ibadah2 yg tidak tercela itu, yang dari Al-Imam al-Syafi’i ya..!!
soal
SUNNI :
Pernyataan seseorang itu adalah terlepas dari contoh-contohnya. Sekalipun tidak ada contohnya maka dia tidak berpengaruh kepada pernyataannya. Sekarang saya tanya : Apakah Imam Syafii pernah melarang bid’ah dalam ibadah?.
WAHABI RUBAND :
Apakah Sy. Umar pelaku bid’ah yg sesat???
TIDAK , khan ada contohnya dari nabi kita disuruh adzan ketika masuk sholat
apakah ibadah tahlilan dengan goyang kepala, bahkan sampai kerasukan dan lebih aneh katannya bisa melihat mayat yg ada didalam kubur apakah ada contohnya dari Nabi..?
apakah Imam Mujtahid Ahmad bin Hanbal pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul?
SUNNI :
Astaghfirulloh.. anda sepertinya memang wahabi awwam.. sangat awwam.. tp tidak mengapa, akan saya uraikan sedikit.
Ada banyak kekeliruan anda dalam menyanggah hujjah kami, yakni mengenai masalah adzan jum’at maka itu bukan contoh bid’ah dari sayyidina umar tp dari sayyidina utsman. Maka dari itu, saya kira anda perlu jeli dan hati2 dalam melakukan pembacaan terhadap hujjah kami, sehinnga kecerobohan anda terlalu banyak terungkap.
Mengenai tarawih yang digagas oleh sy. umar, pertanyaan kami :
!) Apakah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah menganjurkan shalat tarawih secara berjamaah???. Jika pernah tolong tunjukkan dalilnya???.
2) Apakah Rasul pernah melakukan tarawih secara rutin setiap malam???. Jika pernah tolong tunjukkan dalilnya???.
3) Apakah Rasul pernah mengumpulkan mereka untuk melakukan tarawih berjama’ah???. Jika pernah tolong tunjukkan dalilnya???.
4) Apakah di zaman Khalifah Abu Bakar radhiyallahu anhu ada tarawih dengan model sayyidina umar???.
5) Rasul telah bersabda bahwa Semua Bid’ah itu sesat, namun kenapa sayyidina umar beliau mengatakan: “Sebaik-baik bid’ah adalah ini”.
Dijawab semua ya..!
WAHABI RUBAND :
Apa yg dilakukan oleh sayyidina ustman itu tidak bid’ah karena khan ada contohnya dari nabi kita disuruh adzan ketika masuk sholat apakah ibadah tahlilan dengan goyang kepala, bahkan sampai kerasukan dan lebih aneh katannya bisa melihat mayat yg ada didalam kubur apakah ada contohnya dari Nabi..?
SUNNI:
Ini berarti anda tidak mengerti persoalan yang kami urai dan tanyakan. Kami menanyakan apakah perbuatan sy. Ustman yang membuat kreasi adzan jum’at yg awalnya hanya sekali, maka sejak pada zaman sy. Ustman ditambah, sehingga menjadi dua kali. Padahal hal ini tidak pernah dicontohkan oleh rasul, jika pernah maka silahkan anda tunjukkan dalilnya???. Jika memang tidak ada dalilnya, apakah sayyidina ustman tidak mengerti akan sabda nabi “Setiap bid’ah itu sesat”.
Mengenai tahlil dengan goyang kepala, ada apa???
Mengapa anda keberatan tanpa mengemukakan dalil pengharaman terhadap goyang kepala tsb???
Didalam Quran, surah Ali Imran 191 diterangkan bahwa:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ayat di atas juga dapat digunakan sebagai petunjuk bahwasannya berdzikir kepada Allah swt sangat dianjurkan dalam berbagai kesempatan dan kondisi. Tidak hanya ketika khusyu’ berdiam diri (tuma’ninah) tetapi juga ketika beraktifitas, qiyaman wa qu’udan baik berdiri maupun duduk, bahkan juga ketika berbaring wa a’la junubihim. Apalagi hanya sekedar menggeleng-gelengkan kepala, selagi hal itu memiliki pengaruh yang positif maka hukumnya boleh-boleh saja.
WAHABI RUBAND:
apakah Imam Mujtahid Ahmad bin Hanbal pelaku bid’ah karena melakukan ibadah baru yang tidak pernah dicontohkan oleh rasul? TIDAK, khan ada contohya dari nabi kita disuruh mendoakan orang lain apakah benar setiap ibadah maulid Nabi yg katanya Roh Nabi akan datang disetiap acara ibadah tersebut..? dan apakah ada hadist yg sohih Nabi menyuruh untuk merayakan hari kelahirannya setiap tahun.?, dan apakah Al-Imam al Syafi’i juga melakukan seperti itu..?
SUNNI :
Ya Alloh anda ini ternyata sangat tidak memahami perkataan org lain. Yg kami kemukakan adalah :
1) Apakah rasul pernah mencontohkan bahwaa rasul mendoakan seseorang dalam setiap sholatnya selama 40 Tahun? Jika ada, maka hadirkan dalilnya!
2) Apakah yang dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal pernah dicontohkan oleh para sahabat Rasul??? Jika pernah, maka pertontonkan dalilnya.
Dijawab ya..!
Anda ini ambigu dan paradoks, anda tidak konsisten memegang hadist kullu bid’atin dholalah!!!
Ketika dihadapkan kepada dalil-dalil mengenai bid’ah yg dilakukan oleh para sahabat, mujtahid, maka anda menyatakan itu tidak bid’ah. Padahal tidak ada contoh secuilpun rasul melakukan seperti apa yg mereka lakukan!. Sepertinya pemahaman anda tdk runtut.
Roh nabi? Siapa yg berkata?
Ketika beliau saw ditanya mengenai puasa di hari senin, beliau saw menjawab : “Itu adalah hari kelahiranku, dan hari aku dibangkitkan” (Shahih Muslim hadits No.1162).
Dari hadits ini sebagian saudara - saudara kita mengatakan boleh merayakan maulid Nabi saw asal dengan puasa. Rasul saw jelas - jelas memberi pemahaman bahwa hari senin itu berbeda di hadapan beliau saw daripada hari lainnya, dan hari senin itu adalah hari kelahiran beliau saw. Karena beliau saw tak menjawab misalnya : “oh puasa hari senin itu mulia dan boleh - boleh saja..”, amun beliau bersabda : “itu adalah hari kelahiranku”, menunjukkan bagi beliau saw hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah dari hari hari lainnya, contoh mudah misalnya zeyd bertanya pada amir : “bagaimana kalau kita berangkat umroh pada 1 Januari?”, maka amir menjawab : “oh itu hari kelahiran saya”. Nah.. bukankah jelas - jelas bahwa zeyd memahami bahwa 1 Januari adalah hari yang berbeda dari hari - hari lainnya bagi amir? dan amir menyatakan dengan jelas bahwa 1 Januari itu adalah hari kelahirannya, dan berarti amir ini termasuk orang yang perhatian pada hari kelahirannya, kalau amir tak acuh dengan hari kelahirannya maka pastilah ia tak perlu menyebut - nyebut bahwa 1 Januari adalah hari kelahirannya, dan Nabi saw tak memerintahkan puasa hari senin untuk merayakan kelahirannya, pertanyaan sahabat ini berbeda maksud dengan jawaban beliau saw yang lebih luas dari sekedar pertanyaannya. Sebagaimana contoh diatas, Amir tak mmerintahkan umroh pada 1 Januari karena itu adalah hari kelahirannya, maka mereka yang berpendapat bahwa boleh merayakan maulid hanya dengan puasa saja maka tentunya dari dangkalnya pemahaman terhadap ilmu bahasa.
Orang itu bertanya tentang puasa senin, maksudnya boleh atau tidak?, Rasul saw menjawab : hari itu hari kelahiranku, menunjukkan hari kelahiran beliau saw ada nilai tambah pada pribadi beliau saw, sekaligus diperbolehkannya puasa di hari itu.
Maka jelaslah sudah bahwa Nabi saw termasuk yg perhatian pada hari kelahiran beliau saw, karena memang merupakan bermulanya sejarah bangkitnya Islam
Perlu kami jelaskan bahwa Sahabat memuliakan hari kelahiran Nabi saw. Berkata Abbas bin Abdulmuttalib ra : "Izinkan aku memujimu wahai Rasulullah.." maka Rasul saw menjawab: "silahkan..,maka Allah akan membuat bibirmu terjaga", maka Abbas ra memuji dg syair yg panjang, diantaranya : "… dan engkau (wahai nabi saw) saat hari kelahiranmu maka terbitlah cahaya dibumi hingga terang benderang, dan langit bercahaya dengan cahayamu, dan kami kini dalam naungan cahaya itu dan dalam tuntunan kemuliaan (Al Qur'an) kami terus mendalaminya" (Mustadrak 'ala shahihain hadits no.5417)
Bahwa terdapat kasih sayang Allah atas kafir yg gembira atas kelahiran Nabi saw. Diriwayatkan bahwa Abbas bin Abdulmuttalib melihat Abu Lahab dalam mimpinya, dan Abbas bertanya padanya : "bagaimana keadaanmu?", abu lahab menjawab : "di neraka, Cuma diringankan siksaku setiap senin karena aku membebaskan budakku Tsuwaibah karena gembiraku atas kelahiran Rasul saw" (Shahih Bukhari hadits no.4813, Sunan Imam Baihaqi Alkubra hadits no.13701, syi'bul iman no.281, fathul baari Almasyhur juz 11 hal 431). Walaupun kafir terjahat ini dibantai di alam barzakh, namun tentunya Allah berhak menambah siksanya atau menguranginya menurut kehendak Allah swt, maka Allah menguranginya setiap hari senin karena telah gembira dg kelahiran Rasul saw dengan membebaskan budaknya.
Walaupun mimpi tak dapat dijadikan hujjah untuk memecahkan hukum syariah, namun mimpi dapat dijadikan hujjah sebagai manakib, sejarah dan lainnya, misalnya mimpi orang kafir atas kebangkitan Nabi saw, maka tentunya hal itu dijadikan hujjah atas kebangkitan Nabi saw maka Imam imam diatas yg meriwayatkan hal itu tentunya menjadi hujjah bagi kita bahwa hal itu benar adanya, karena diakui oleh imam imam dan mereka tak mengingkarinya.
Apakah Rasul dan Imam Syafii pernah melarang ummat Islam melakukan maulid dan memperingati kewafatan beliau??? Jika memang tdk ada larangan, mengapa anda melarangnya??? Bacalah dalil berikut dengan kerendahan hati dan pemahaman yang baik : “… Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS. al-Hasyr: 7)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Bagi yang ingin menambah wawasan kebenaran amaliyah warga Aswaja, keterangan di atas ini sangat bermanfaat, dan setelah mebacanya, maka abaikan saja komentar-komentar kaum Wahhabi yang gemar menuduh Bid'ah bagi amalan warga Aswaja, hanya berdasarkan pemahaman Wahhabi yang sempit dan tidak valid.
Apalagi ucapan kaum Wahhabi selalu kontradiksi dengan perilakunya sendiri, buktinya ada TV RODJA, BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
200. |
Pengirim: Aris - Kota: Probolinggo
Tanggal: 19/11/2013 |
|
Diskusi antara ruband dg Sdr. Achmad alQuthfby sangat tidak berimbang. Saya bersyukur dan sangat berapresiasi terhadap website ini. Setidaknya saya jadi tahu argumentasi mengenai bid’ah. Bahwa para sahabat dan mujtahid adalah pelestari bid’ah. Pemahaman hadist bid’ah tentu saja tidak seperti apa yg para kaum wahabi fahami. Saya ambil contoh hadist berikut ini :
“Bahwa Sungguh Zeyd bin Tsabit ra berkata : Abubakar ra mengutusku ketika terjadi
pembunuhan besar - besaran atas para sahabat (Ahlul Yamaamah), dan bersamanya
Umar bin Khattab ra, berkata Abubakar : “Sungguh Umar (ra) telah datang kepadaku
dan melaporkan pembunuhan atas ahlulyamaamah dan ditakutkan pembunuhan akan
terus terjadi pada para Ahlulqur’an, lalu ia menyarankan agar Aku (Abubakar Asshiddiq
ra) mengumpulkan dan menulis Alqur’an, aku berkata : “Bagaimana aku berbuat suatu
hal yang tidak diperbuat oleh Rasulullah..??, maka Umar berkata padaku bahwa “Demi
Allah ini adalah demi kebaikan dan merupakan kebaikan, dan ia terus meyakinkanku
sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan
Umar, dan engkau (zeyd) adalah pemuda, cerdas, dan kami tak menuduhmu (kau
tak pernah berbuat jahat), kau telah mencatat wahyu, dan sekarang ikutilah dan
kumpulkanlah Alqur’an dan tulislah Alqur’an..!” berkata Zeyd : “Demi Allah sungguh
bagiku diperintah memindahkan sebuah gunung daripada gunung - gunung tidak seberat
perintahmu padaku untuk mengumpulkan Alqur’an, bagaimana kalian berdua berbuat
sesuatu yang tak diperbuat oleh Rasulullah saw??”, maka Abubakar ra mengatakannya
bahwa hal itu adalah kebaikan, hingga ia pun meyakinkanku sampai Allah menjernihkan
dadaku dan aku setuju dan kini aku sependapat dengan mereka berdua dan aku mulai
mengumpulkan Alqur’an”. (Shahih Bukhari hadits No.4402 dan 6768).
Nah, bila kita perhatikan konteks diatas Abubakar Asshiddiq ra mengakui dengan ucapannya : “sampai Allah menjernihkan dadaku dan aku setuju dan kini aku
sependapat dengan Umar”. Hatinya jernih menerima hal yang baru (bid’ah hasanah) yaitu
mengumpulkan Alqur’an, karena sebelumnya Alqur’an belum dikumpulkan menjadi satu buku, tapi terpisah - pisah di hafalan sahabat, ada yang tertulis di kulit onta, di tembok,
dihafal dll. Ini adalah Bid’ah hasanah, justru mereka berdualah yang memulainya.
Kita perhatikan hadits yang dijadikan dalil menafikan (menghilangkan) Bid’ah Hasanah
mengenai semua bid’ah adalah kesesatan. Diriwayatkan bahwa Rasul saw selepas melakukan shalat subuh beliau saw menghadap kami dan menyampaikan ceramah yang membuat hati berguncang, dan membuat airmata mengalir.., maka kami berkata : “Wahai Rasulullah.. seakan akan ini adalah wasiat untuk perpisahan.., maka beri wasiatlah kami..” maka Rasul saw bersabda : “Kuwasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengarkan dan taatlah walaupun kalian dipimpin oleh seorang Budak Afrika, sungguh diantara kalian yang berumur panjang akan melihat sangat banyak ikhtilaf (perbedaan pendapat), maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa’urrasyidin yang mereka itu pembawa petunjuk, gigitlah kuat – kuat dengan geraham kalian (suatu kiasan untuk kesungguhan), dan hati - hatilah dengan hal - hal yang baru, sungguh semua yang Bid’ah itu adalah kesesatan”. (Mustadrak Alasshahihain hadits No.329).
Jelaslah bahwa Rasul saw menjelaskan pada kita untuk mengikuti sunnah beliau dan sunnah Khulafa’urrasyidin, dan sunnah beliau saw telah memperbolehkan hal yang baru
selama itu baik dan tak melanggar syariah. Dan sunnah khulafa’urrasyidin adalah anda lihat sendiri bagaimana Abubakar Asshiddiq ra dan Umar bin Khattab ra menyetujui bahkan menganjurkan, bahkan memerintahkan hal yang baru, yang tidak dilakukan oleh Rasul saw yaitu pembukuan Alqur’an, lalu pula selesai penulisannya dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra, dengan persetujuan dan kehadiran Ali bin Abi Thalib kw dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum.
Nah.. sempurnalah sudah keempat makhluk termulia di ummat ini, khulafa’urrasyidin melakukan bid’ah hasanah, Abubakar Asshiddiq ra di masa kekhalifahannya memerintahkan pengumpulan Alqur’an, lalu kemudian Umar bin Khattab ra pula dimasa kekhalifahannya memerintahkan tarawih berjamaah dan seraya berkata : “Inilah sebaik - baik Bid’ah!” (Shahih Bukhari hadits No.1906) lalu pula selesai penulisan Alqur’an dimasa Khalifah Utsman bin Affan ra hingga Alqur’an kini dikenal dengan nama “Mushaf Utsmaniy”, dan Ali bin Abi Thalib kw menghadiri dan menyetujui hal itu dan seluruh sahabat Radhiyallahu’anhum
Demikian pula hal yang dibuat - buat tanpa perintah Rasul saw adalah adzan dua kali di Shalat Jumat, tidak pernah dilakukan di masa Rasul saw, tidak dimasa Khalifah Abubakar
Asshiddiq ra, tidak pula di masa Umar bin khattab ra dan baru dilakukan di masa Utsman
bn Affan ra, dan diteruskan hingga kini (Shahih Bukhari hadits No.873). Seluruh madzhab mengikutinya.
Lalu siapakah yang salah dan tertuduh? Siapakah yang lebih mengerti larangan Bid’ah?
Adakah pendapat mengatakan bahwa keempat Khulafa’urrasyidin ini tak faham makna
Bid’ah?
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih atas kunjungan Mas Aris, dan tambahan ilmunya sangat ditunggu oleh para pengunjung setia. Semoga dapat menambah wawasan bagi umat Islam, agar tidak mudah terkecoh oleh tuduhan miring kaum Wahhabi terhadap amalan sunnah warga Aswaja, padahal tuduhannya itu hanya berdasarkan asumsi belaka, bukan berdasar dalil syar'i yang kuat. |
|
|
|
|
|
|
|
201. |
Pengirim: Murid dari alUstadz Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 19/11/2013 |
|
Didalam kitab tafsir Imam Qurtubi juz. 2 halaman 86-87 mengatakan: “ Imam Syafi’i berkata, bahwa bid’ah terbagi dua, yaitu bid’ah mahmudah (terpuji) dan bid’ah madzmumah (tercela), maka yang sejalan dengan sunnah maka ia terpuji, dan yang tidak selaras dengan sunnah adalah tercela, beliau ber- dalil dengan ucapan Umar bin Khattab ra mengenai shalat tarawih: ‘inilah sebaik-baik bid’ah’ “. Selanjutnya Al-Hafidh Muhammad bin Ahmad Al-Qurtubiy rahimahullah berkata: “Menanggapi ucapan ini (ucapan Imam Syafi’i), maka kukatakan (Imam Qurtubi berkata) bahwa makna hadits Nabi saw yg berbunyi: ‘seburuk buruk permasalahan adalah hal yg baru, dan semua Bid’ah adalah dhalalah’ (wa syarrul umuuri muhdatsaatuha wa kullu bid’atin dhalaalah), yang dimaksud adalah hal-hal yang tidak sejalan dengan Alqur’an dan Sunnah Rasul saw., atau perbuatan Sahabat radhiyallahu ‘anhum, sungguh telah di perjelas mengenai hal ini oleh hadits lainnya: ‘Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahala dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barang siapa membuat buat hal baru yang buruk dalam islam, maka baginya dosa dan dosa orang yg mengikutinya’ (Shahih Muslim hadits no.1017--red) dan hadits ini merupakan inti penjelasan mengenai bid’ah yang baik dan bid’ah yang sesat”. (Tafsir Imam Qurtubiy juz 2 hal. 87)
Menurut kenyataan memang demikian, ada bid’ah yang baik dan terpuji dan ada pula bid’ah yang buruk dan tercela. Banyak sekali para Imam dan ulama pakar yang sependapat dengan Imam Syafi’i itu. Bahkan banyak lagi yang menetapkan perincian lebih jelas lagi seperti Imam Nawawi, Imam Ibnu ‘Abdussalam, Imam Al-Qurafiy, Imam Ibnul-‘Arabiy, Imam Al-Hafidh Ibnu Hajar dan lain-lain.
Al-Muhaddits Al-Imam Abu Zakariya Yahya bin Syaraf Annawawiy rahimahullah (Imam Nawawi) “Penjelasan mengenai hadits: ‘Barangsiapa membuat buat hal baru yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang mengikutinya dan tak berkurang sedikit pun dari pahalanya, dan barangsiapa membuat-buat hal baru yang dosanya….’, hadits ini merupakan anjuran untuk membuat kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan ancaman untuk membuat kebiasaan yang buruk, dan pada hadits ini terdapat pengecualian dari sabda beliau saw: ‘semua yang baru adalah Bid’ah, dan semua yang Bid’ah adalah sesat’, sungguh yang di maksudkan adalah hal baru yang buruk dan Bid’ah yang tercela ” . (Syarh An-nawawi ‘ala Shahih Muslim juz 7 hal 104-105)
Dan berkata pula Imam Nawawi “ bahwa Ulama membagi bid’ah menjadi lima bagian, yaitu bid’ah wajib, bid’ah mandub, bid’ah mubah, bid’ah makruh dan bid’ah haram. Bid’ah wajib contohnya adalah mencantumkan dalil-dalil pada ucapan-ucapan yang menentang kemungkaran, contoh bid’ah mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila di tinggalkan) adalah membuat buku-buku ilmu syariah, membangun majelis ta’lim dan pesantren. Contoh bid’ah mubah adalah bermacam-macam dari jenis makanan dan bid’ah makruh dan haram sudah jelas di ketahui, demikianlah makna pengecualian dan kekhususan dari makna yang umum, sebagaimana ucapan Umar ra atas jama’ah tarawih bahwa ‘inilah sebaik-baik bid’ah’ ”. (Syarh Imam Nawawi ala shahih Muslim Juz 6 hal 154-155)
Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari 4/318 sebagai berikut: “Pada asalnya bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Menurut syara’ bid’ah itu dipergunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan sunnah, maka jadilah dia tercela. Yang tepat bahwa bid’ah itu apabila dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka dia menjadi baik dan jika dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap jelek oleh syara’, maka dia menjadi jelek. Jika tidak begitu, maka dia termasuk bagian yang mubah. Dan terkadang bid’ah itu terbagi kepada hukum-hukum yang lima”
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syukran ya akhi, semoga antum dan Ustadz Achmad Alquthfby senantiasa mendapat perlindungi dan pertolongan dari Allah, agar selalu dapat memberi manfaat bagi umat lewat komentar-komentar ilmiahnya di Situs kami ini, khususnya dalam menghadapi kemunkaran aqidah kaum Mujassimah alias Wahhabi Salafi, yaitu kelompok yang menisbatkan adanya jasmani/tubuh/raga terhadap Dzat Allah.
Jazakumullah khairan 'anil muslimin. |
|
|
|
|
|
|
|
202. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 20/11/2013 |
|
Kepada
Yth. Para Ulama Wahabi/Salafi
Di – INDONESIA
Dengan hormat,
Saya dengan identitas sebagai berikut :
Nama : ACHMAD ALQUTHFBY, S.H.
Alamat : Probolinggo
Bermaksud mengundang para ulama wahabi/salafi di Indonesia yang bersedia & berkenan hadir di dalam forum DIALOG TERBUKA untuk berdiskusi dan berdialog dengan kami (para santri Pesantren). Dialog terbuka dilaksanakan di Pondok Pesantren Ribath al Mustadla – Singosari, Malang.
Forum dialog terbuka tersebut dilaksanakan dengan pembahasan seputar masalah bid’ah, atau apapun sesuai kesepakatan. Jika ada ulama wahabi/salafi yang berkenan silahkan menghubungi contact person kami : 085608746544, disertai copy pengiriman copy KTP. Sesaat setelah kami menerima identitas dan konfirmasi kehadiran dari narasumber wahabi/salafi, maka kami akan melakukan verifikasi dan validasi, dengan datang langsung ke kediaman narasumber wahabi/salafi untuk memberikan surat pernyataan kesiapan untuk hadir dalam dialog.
Demikian surat undangan terbuka ini kami sampaikan. Terima kasih.
Ttd,
ACHMAD ALQUTHFBY, S.H.
Nb :
1) Kami tidak menyediakan honor bagi narasumber. Terima kasih.
2) Bagi peserta yang ingin hadir tidak di pungut biaya (gratis/free)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih. |
|
|
|
|
|
|
|
203. |
Pengirim: kenedy - Kota: sintang
Tanggal: 20/11/2013 |
|
Ustazd menurut aswaja apakah artinya orang berdo'a menadahkan tangan ke atas? seperti yang banyak dilakukan oleh orang. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jawabannya adalah firman Allah, QS. Al-Hadid, 4: Wahuwa ma'akum ainama kuntum (dan Dia (Allah) bersamamu di manapun kamu berada).
QS. Al-Baqarah, 115: Fainama tuwallu fastamma wajhullah (Kemana saja engkau menghadap, maka disanalah wajhullah/Dzat Allah).
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى وَهُوَ مُقْبِلٌ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ كَانَ وَجْهُهُ - قَالَ - وَفِيهِ نَزَلَتْ فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
Artinya : Dari Ibnu Umar, beliau berkata: Rasulullah SAW melaksanakan shalat di atas kenderaan, beliau shalat menghadap kemana saja sesuai arah perjalanannya, yakni dari Makkah menuju Madinah. Pada saat demikian itulah, turun ayat : Fainama tuwallu fatsmma wajhullah (Kemana saja kamu menghadap (ke Barat, Timur, Utara, Selatan), maka di sana wajhullah/Dzat Allah). HR. Muslim.
Maksudnya bahwa adanya Allah itu tidak bertempat, karena Allah itu bukan SUATU materi yang berbentuk tubuh/raga, karena segala macam bentuk materi (termasuk tubuh/raga) itu adalah makhluk ciptaan Allah yang membutuhkan tempat. Padahal Allah berfirman: Laisa Kamitslihi Syaiun (Tidak ada SESUATU pun yang serupa dengan Dia) QS. Assyura ayat 11.
Apa kaum Wahhabi sengaja menempatkan Allah SWT pada tempat yang tinggi/di atas langit sana/di Arsy yang jauh dari bumi, dsb, alias “berhenti” pada makna dzahir nash-nash tersebut?
Kami katakan: Maha suci Allah dari “berada dimana” dan “bagaimana keadaannya”. Maha suci Allah dari “bertempat”, “berarah” dan “berjarak”
Allah SWT sendiri yang menyampaikan tentang diri-Nya, bahwa “Allah adalah dekat” dalam firman-Nya yang artinya:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang “Aku” maka (katakanlah) bahwasanya Aku adalah dekat“.(Al Baqarah,186).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. Tetapi kamu tidak melihat” (QS Al-Waqi’ah, 85).
“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaaf,16).
“Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)“. (QS Al-’Alaq,19)
Jadi, Allah SWT adalah dekat tanpa bersentuh, dan jauh tanpa berarah/berjarak. Kedekatan Allah SWT itu hanya dapat dikenal melalui hati atau hakikat keimanan, bukan dengan memaknai sekedar dhahirnya ayat/hadits.
Allah berfirman dalam hadist Qudsi yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra: "Sesungguhnya langit dan bumi tidak akan/mampu menampung Aku. Hanya hati orang beriman yang sanggup menerimanya". (HR. Imam Ahmad) |
|
|
|
|
|
|
|
204. |
Pengirim: ruband - Kota: gorontalo
Tanggal: 20/11/2013 |
|
kalo begitu coba anda jelaskan dulu ke saya apa itu BID'AH..?" masa anda yg begitu dalam ilmunya tidak bisa menjelaskan apa itu BID'AH...??? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Komentar anda ini sebagai bukti, bahwa anda tidak mampu menjawab tantangan kami, untuk menghadirkan Hadits shahih yang sharih bahwa Nabi SAW pernah membagi bid'ah menjadi dua: Diniyah dan duniawiyah. Berarti amalan kaum Wahhabi juga tidak selalu berlandaskan Alquran maupun Hadits shahih, dan tidak selalu ada contoh sebelumnya secara langsung dari Nabi SAW. Untung saja warga Aswaja masih dapat mentolelirnya, tidak seperti kaum Wahhabi yang dengan sempitnya ilmu, tapi asal menuduh bid'ah sesat terhadap amalan warga Aswaja, seperti Tahlilan untuk mayit, padahal sudah berkali-kali diterangkan bahwa Tahlilan Aswaja itu sesuai perintah Nabi SAW: Iqra-u yaasiin 'alaa mautaakum (bacakan surat Yasin untuk mayit kalian). HR. Abu Dawud.
Sayang sekali anda tidak jadi mendapat kiriman hadiah uang Rp 500.000,- Tapi tantangan kami masih berlaku untuk anda dan untuk semua kaum Wahhabi dimanapun berada.
2. Sebenarnya, kalau anda tidak malas membaca seluruh komentar dan respon di atas, yang telah kami posting sebelumnya dalam judul ini, maupun dalam judul-judul lain yang berkaitan dengan kesesatan pemahaman kaum Wahhabi, maka anda akan menemukan definisi Bid'ah yang anda tanyakan.
Namun tak apalah kami bantu untuk memudahkan anda dan kaum Wahhabi lainnya yang memang malas membaca, sbb:
Bid’ah dalam pengertian bahasa adalah:
مَا أُحْدِثَ عَلَى غَيْرِ مِثَالٍ سَابِقٍ
“Sesuatu yang diadakan tanpa ada contoh sebelumnya”.
Seorang ahli bahasa terkemuka, Ar-Raghib al-Ashfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, menuliskan sebagai berikut:
اَلإِبْدَاعُ إِنْشَاءُ صَنْعَةٍ بِلاَ احْتِذَاءٍ وَاقْتِدَاءٍ. وَإِذَا اسْتُعْمِلَ فِيْ اللهِ تَعَالَى فَهُوَ إِيْجَادُ الشَّىْءِ بِغَيْرِ ءَالَةٍ وَلاَ مآدَّةٍ وَلاَ زَمَانٍ وَلاَ مَكَانٍ، وَلَيْسَ ذلِكَ إِلاَّ للهِ. وَالْبَدِيْعُ يُقَالُ لِلْمُبْدِعِ نَحْوُ قَوْلِهِ: (بَدِيْعُ السّمَاوَاتِ وَالأرْض) البقرة:117، وَيُقَالُ لِلْمُبْدَعِ –بِفَتْحِ الدَّالِ- نَحْوُ رَكْوَةٍ بَدِيْعٍ. وَكَذلِكَ الْبِدْعُ يُقَالُ لَهُمَا جَمِيْعًا، بِمَعْنَى الْفَاعِلِ وَالْمَفْعُوْلِ. وَقَوْلُهُ تَعَالَى: (قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُل) الأحقاف: 9، قِيْلَ مَعْنَاهُ: مُبْدَعًا لَمْ يَتَقَدَّمْنِيْ رَسُوْلٌ، وَقِيْلَ: مُبْدِعًا فِيْمَا أَقُوْلُهُ.اهـ
“Kata Ibda’ artinya merintis sebuah kreasi baru tanpa mengikuti dan mencontoh sesuatu sebelumnya.
Kata Ibda’ jika digunakan pada hak Allah, maka maknanya adalah penciptaan terhadap sesuatu tanpa alat, tanpa bahan, tanpa masa dan tanpa tempat.
Kata Ibda’ dalam makna ini hanya berlaku bagi Allah saja.
Kata al-Badi’ digunakan untuk al-Mubdi’ (artinya yang merintis sesuatu yang baru).
Seperti dalam firman (Badi’ as-Samawat Wa al-Ardl), artinya: “Allah Pencipta langit dan bumi…”.
Kata al-Badi’ juga digunakan untuk al-Mubda’ (artinya sesuatu yang dirintis).
Seperti kata Rakwah Badi’, artinya: “Bejana air yang unik (dengan model baru)”.
Demikian juga kata al-Bid'u digunakan untuk pengertian al-Mubdi’ dan al-Mubda’, artinya berlaku untuk makna Fa’il (pelaku) dan berlaku untuk makna Maf’ul (obyek).
Firman Allah dalam QS. al-Ahqaf: 9 (Qul Ma Kuntu Bid’an Min ar-Rusul), menurut satu pendapat maknanya adalah: “Katakan Wahai Muhammad, Aku bukan Rasul pertama yang belum pernah didahului oleh rasul sebelumku” (artinya penggunaan dalam makna Maf’ul)”,
menurut pendapat lain makna ayat tersebut adalah: “Katakan wahai Muhammad, Aku bukanlah orang yang pertama kali menyampaikan apa yang aku katakan” (artinya penggunaan dalam makna Fa’il)” (Mu’jam Mufradat Alfazh al-Qur’an, h. 36).
Dalam pengertian syari’at, bid’ah adalah:
اَلْمُحْدَثُ الَّذِيْ لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ وَلاَ جَاءَ فِيْ السُّـنَّةِ.
“Sesuatu yang baru yang tidak terdapat penyebutannya secara tertulis, baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits”. (Sharih al-Bayan, j. 1, h. 278)
Seorang ulama bahasa terkemuka, Abu Bakar Ibn al-‘Arabi menuliskan sebagai berikut:
لَيْسَتْ البِدْعَةُ وَالْمُحْدَثُ مَذْمُوْمَيْنِ لِلَفْظِ بِدْعَةٍ وَمُحْدَثٍ وَلاَ مَعْنَيَيْهِمَا، وَإِنَّمَا يُذَمُّ مِنَ البِدْعَةِ مَا يُخَالِفُ السُّـنَّةَ، وَيُذَمُّ مِنَ الْمُحْدَثَاتِ مَا دَعَا إِلَى الضَّلاَلَةِ.
“Perkara yang baru (Bid’ah atau Muhdats) tidak pasti tercela hanya karena secara bahasa disebut Bid’ah atau Muhdats, atau dalam pengertian keduanya. Melainkan Bid’ah yang tercela itu adalah perkara baru yang menyalahi sunnah, dan Muhdats yang tercela itu adalah perkara baru yang mengajak kepada kesesatan”.
Macam-Macam Bid’ah
Bid’ah terbagi menjadi dua bagian:
Pertama:
Bid’ah Dlalalah. Disebut pula dengan Bid’ah Sayyi-ah atau Sunnah Sayyi-ah.
Yaitu perkara baru yang menyalahi al-Qur’an dan Sunnah.
Kedua: Bid’ah Huda. Disebut juga dengan Bid’ah Hasanah atau Sunnah Hasanah.
Yaitu perkara baru yang sesuai dan sejalan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Imam asy-Syafi’i berkata :
الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ (رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ)
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّـنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.
“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari)
Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu.
Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.
Dengan demikian bid’ah dalam istilah syara’ terbagi menjadi dua:
1.Bid’ah Mahmudah (bid’ah terpuji)
2.Bid’ah Madzmumah (bid’ah tercela).
Pembagian bid’ah menjadi dua bagian ini dapat dipahami dari hadits ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baru dalam syari’at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dapat dipahami dari sabda Rasulullah: “Ma Laisa Minhu”, artinya “Yang tidak sesuai dengannya”, bahwa perkara baru yang tertolak adalah yang bertentangan dan menyalahi syari’at. Adapun perkara baru yang tidak bertentangan dan tidak menyalahi syari’at maka ia tidak tertolak.
Bid’ah dilihat dari segi wilayahnya terbagi menjadi dua bagian; Bid’ah dalam pokok-pokok agama (Ushuluddin) dan bid’ah dalam cabang-cabang agama, yaitu bid’ah dalam Furu’, atau dapat kita sebut Bid’ah ‘Amaliyyah. Bid’ah dalam pokok-pokok agama (Ushuluddin) adalah perkara-perkara baru dalam masalah akidah yang menyalahi akidah Rasulullah dan para sahabatnya.
Menurut al-Imam Abu Muhammad Izzudin bin Abdissalam, bid’ah adalah: Mengerjakan sesuatu yang tidak pernah di kenal(terjadi) pada masa Rasulullah SAW”. (qawa’id al- Ahkam fi mashalih al-Anam, juz 11, hal 172)
Sebagian besar ulama membagi Bid’ah menjadi lima macam:
1) Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara’. Seperti mempelajari ilmu Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain-lain.Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara sempurna.
2) Bid’ahn Muharramah, yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’. Seperti madzhab Jabariyyaah dan Murji’ah.
3) Bid’ah Mandubah, yakni segala sesuatu yang baik, tapi tak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara berjamaah, mendirikan madrasah dan pesantren.
4) Bid’ah Makruhah, seperti menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.
5) Bid’ah Mubahah, seperti berjabatan tangan setelah shalat dan makan makanan yang lezat.
(Qawa’id al-Ahkam Fi Mashalih al-Anam, Juz, 1 hal, 173)
Maka tidak heran jika sejak dahulu para ulama telah membagi bid’ah menjadi dua bagian besar.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi’I RA yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari: “Sesuatu yang diada–adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, Atsar sahabat atau Ijma’ulama. Ini disebut dengan bid’ah dhalal (sesat). Dan (kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma’). Maka perbuatan tersebut tergolong perbuatan baru yang tidak dicela”. (Fath al-Bari, juz XVII, hal 10)
Syaikh Nabil Husaini menjelaskan sebagai berikut:
“Para ahli ilmu telah membahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Yang dimaksud dengan bid’ah hasanah adalah perbuatan yang sesuai kepada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid’ah hasanah ini masuk dalam bingkai sabda nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (Sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang merintis sunnah jelek (sunnah sayyiah), maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa yang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka”.
Dan juga berdasarkan Hadist Shahih yang mauquf, yakni ucapan Abdullah bin Mas’ud RA ,”Setiap sesuatu yang dianggap baik oleh semua muslim, maka perbuatan tersebut baik menurut Allah SWT, dan semua perkara yang dianggap buruk orang-orang Islam, maka menurut Allah SWT perbuatan itu juga buruk”. Hadist ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Amah” (al-Bid’ah al-Hasanah, wa Ashluha min al-Kitab wa al-Sunnah, 28)
Dari uraian diatas maka secara umum bid’ah terbagi menjadi dua.
Pertama, bid’ah hasanah, yakni bid’ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Masuk dalam kategori ini adalah bid’ah wajibah, mandubah, dan mubahah. Dalam konteks inilah perkataan sayyidina Umar bin Khattab RA tentang jama’ah shalat tarawih yang beliau laksanakan:
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (Al-Muaththa’ [231] )
Contoh, bid’ah hasanah adalah khutbah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dengan membaca basmalah di bawah seorang komando, memberi nama pengajian dengan istilah kuah(dhliah shubuh, pengajian ahad atau titian senja, menambah bacaan subhanahu wa ta’ala (yang diringkas menjadi SWT) setiap ada kalimat Allah, dan subhanahu alaihi wasallam (yang diringkas SAW) setiap ada kata Muhammad. Serta perbuatan lainnya yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan inti ajaran agam,a Islam.
Kedua, bid’ah sayy’ah (dhalalah), yakni bid’ah yang mengandung unsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid’ah muharramah dan makruhah dapat digolongkan pada bagian yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad SAW:
“Dari ‘A’isyah RA, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melakukan suatu yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak”. (Shahid Muslim, [243])
Dengan adanya pembagian ini, dapat disimpulakan bahwa tidak semua bid’ah itu dilarang dalam agama. Sebab yang tidak diperkenankan adalah perbuatan yang dikawatirkan akan menghancurkan sendi – sendi agama Islam. Sedangkan amaliyah yang akan menambah syi’ar dan daya tarik agama Islam tidak dilarang. Bahkan untuk saat ini, sudah waktunya umat Islam lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman yang makin kompleks, sehingga agama Islam akan selalu relevan di setiap waktu dan tempat (Shalih li kuli zaman wa makan).
Dalil-Dalil Bid’ah Hasanah
Al-Muhaddits al-‘Allamah as-Sayyid ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani dalam kitab Itqan ash-Shun’ah Fi Tahqiq Ma’na al-Bid’ah, menuliskan bahwa di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya bid’ah hasanah adalah sebagai berikut (Lihat Itqan ash-Shun’ah, h. 17-28):
1. Firman Allah dalam QS. al-Hadid: 27:
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ (الحديد: 27)
“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)
Ayat ini adalah dalil tentang adanya bid’ah hasanah. Dalam ayat ini Allah memuji ummat Nabi Isa terdahulu, mereka adalah orang-orang muslim dan orang-orang mukmin berkeyakinan akan kerasulan Nabi Isa dan bahwa berkeyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Allah memuji mereka karena mereka kaum yang santun dan penuh kasih sayang, juga karena mereka merintis rahbaniyyah. Praktek Rahbaniyyah adalah perbuatan menjauhi syahwat duniawi, hingga mereka meninggalkan nikah, karena ingin berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah.
Dalam ayat di atas Allah mengatakan “Ma Katabnaha ‘Alaihim”, artinya: “Kami (Allah) tidak mewajibkan Rahbaniyyah tersebut atas mereka, melainkan mereka sendiri yang membuat dan merintis Rahbaniyyah itu untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah”. dalam ayat ini Allah memuji mereka, karena mereka merintis perkara baru yang tidak ada nash-nya dalam Injil, juga tidak diwajibkan bahkan tidak sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Nabi ‘Isa al-Masih kepada mereka. Melainkan mereka yang ingin berupaya semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah, dan berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak menyibukkan diri dengan menikah, menafkahi isteri dan keluarga. Mereka membangun rumah-rumah kecil dan sederhana dari tanah atau semacamnya di tempat-tempat sepi dan jauh dari orang untuk beribadah sepenuhnya kepada Allah.
2. Hadits sahabat Jarir ibn Abdillah al-Bajali, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم)
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini dengan sangat jelas Rasulullah mengatakan: “Barangsiapa merintis sunnah hasanah…”. Pernyataan Rasulullah ini harus dibedakan dengan pengertian anjuran beliau untuk berpegangteguh dengan sunnah (at-Tamassuk Bis-Sunnah) atau pengertian menghidupkan sunnah yang ditinggalkan orang (Ihya’ as-Sunnah). Karena tentang perintah untuk berpegangteguh dengan sunnah atau menghidupkan sunnah ada hadits-hadits tersendiri yang menjelaskan tentang itu. Sedangkan hadits riwayat Imam Muslim ini berbicara tentang merintis sesuatu yang baru yang baik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena secara bahasa makna “sanna” tidak lain adalah merintis perkara baru, bukan menghidupkan perkara yang sudah ada atau berpegang teguh dengannya.
3. Hadits ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baharu dalam syari'at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan tentang adanya bid’ah hasanah. Karena seandainya semua bid’ah pasti sesat tanpa terkecuali, niscaya Rasulullah akan mengatakan “Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini apapun itu, maka pasti tertolak”. Namun Rasulullah mengatakan, sebagaimana hadits di atas:“Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini yang tidak sesuai dengannya, artinya yang bertentangan dengannya, maka perkara tersebut pasti tertolak”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkara yang baru itu ada dua bagian:
Pertama, yang tidak termasuk dalam ajaran agama, karena menyalahi kaedah-kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai bid’ah yang sesat.
Kedua, perkara baru yang sesuai dengan kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai perkara baru yang dibenarkan dan diterima, ialah yang disebut dengan bid’ah hasanah.
4. Dalam sebuah hadits shahih riwayat al-Imam al-Bukhari dalam kitab Shahih-nya
disebutkan bahwa sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab secara tegas mengatakan tentang adanya bid’ah hasanah. Ialah bahwa beliau menamakan shalat berjama’ah dalam shalat tarawih di bulan Ramadlan sebagai bid’ah hasanah. Beliau memuji praktek shalat tarawih berjama’ah ini, dan mengatakan: “Ni’mal Bid’atu Hadzihi”. Artinya, sebaik-baiknya bid’ah adalah shalat tarawih dengan berjama’ah.
Kemudian dalam hadits Shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebutkan bahwa sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab ini menambah kalimat-kalimat dalam bacaan talbiyah terhadap apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Bacaan talbiyah beliau adalah:
لَبَّيْكَ اللّهُمَّ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ، وَالْخَيْرُ فِيْ يَدَيْكَ، وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ
5. Dalam hadits riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Umar ibn al-Khaththab menambahkan kalimat Tasyahhud terhadap kalimat-kalimat Tasyahhud yang telah diajarkan oleh Rasulullah. Dalam Tasayahhud-nya ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ.
Tentang kaliamat tambahan dalam Tasyahhud-nya ini, ‘Abdullah ibn ‘Umar berkata:“Wa Ana Zidtuha...”, artinya: “Saya sendiri yang menambahkan kalimat “Wahdahu La Syarika Lah”.
6. ‘Abdullah ibn ‘Umar
menganggap bahwa shalat Dluha sebagai bid’ah, karena Rasulullah tidak pernah melakukannya. Tentang shalat Dluha ini beliau berkata:
إِنَّهَا مُحْدَثَةٌ وَإِنَّهَا لَمِنْ أَحْسَنِ مَا أَحْدَثُوْا (رواه سعيد بن منصور بإسناد صحيح)
“Sesungguhnya shalat Dluha itu perkara baru, dan hal itu merupakan salah satu perkara terbaik dari apa yang mereka rintis”. (HR. Sa’id ibn Manshur dengan sanad yang Shahih)
Dalam riwayat lain, tentang shalat Dhuha ini sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar mengatakan:
بِدْعَةٌ وَنِعْمَتْ البِدْعَةُ (رواه ابن أبي شيبة)
“Shalat Dluha adalah bid’ah, dan ia adalah sebaik-baiknya bid’ah”. (HR. Ibn Abi Syaibah)
Riwayat-riwayat ini dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari dengan sanad yang shahih.
7. Dalam sebuah hadits shahih, al-Imam al-Bukhari meriwayatkan dari sahabat Rifa'ah ibn Rafi’,
bahwa ia (Rifa’ah ibn Rafi’) berkata: “Suatu hari kami shalat berjama’ah di belakang Rasulullah. Ketika beliau mengangkat kepala setelah ruku’, beliau membaca: “Sami’allahu Lima Hamidah”. Tiba-tiba salah seorang makmum berkata:
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
Setelah selesai shalat, Rasulullah bertanya: “Siapakah tadi yang mengatakan kalimat-kalimat itu?”. Orang yang yang dimaksud menjawab: “Saya Wahai Rasulullah...”. Lalu Rasulullah berkata:
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِيْنَ مَلَكًا يَبْتَدِرُوْنَهَا أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلَ
“Aku melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berlomba untuk menjadi yang pertama mencatatnya”.
Al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari, mengatakan: “Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan akan kebolehan menyusun bacaan dzikir di dalam shalat yang tidak ma’tsur, selama dzikir tersebut tidak menyalahi yang ma’tsur” (Fath al-Bari, j. 2, h. 287).
7. al-Imam an-Nawawi, dalam kitab Raudlah ath-Thalibin,
tentang doa Qunut, beliau menuliskan sebagai berikut:
هذَا هُوَ الْمَرْوِيُّ عَنِ النَّبِيِّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ وَزَادَ الْعُلَمَاءُ فِيْهِ: "وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ" قَبْلَ "تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ" وَبَعْدَهُ: "فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ". قُلْتُ: قَالَ أَصْحَابُنَا: لاَ بَأْسَ بِهذِهِ الزِّيَادَةِ. وَقَالَ أَبُوْ حَامِدٍ وَالْبَنْدَنِيْجِيُّ وَءَاخَرُوْنَ: مُسْتَحَبَّةٌ.
“Inilah lafazh Qunut yang diriwayatkan dari Rasulullah. Lalu para ulama menambahkan kalimat: “Wa La Ya’izzu Man ‘Adaita” sebelum “Tabarakta Wa Ta’alaita”. Mereka juga menambahkan setelahnya, kalimat “Fa Laka al-Hamdu ‘Ala Ma Qadlaita, Astaghfiruka Wa Atubu Ilaika”. Saya (an-Nawawi) katakan: Ashab asy-Syafi’i mengatakan: “Tidak masalah (boleh) dengan adanya tambahan ini”. Bahkan Abu Hamid, dan al-Bandanijiyy serta beberapa Ashhab yang lain mengatakan bahwa bacaan tersebut adalah sunnah” (Raudlah ath-Thalibin, j. 1, h. 253-254).
Beberapa Contoh Bid’ah Hasanah Dan Bid’ah Sayyi-ah
Berikut ini beberapa contoh Bid’ah Hasanah. Di antaranya:
1. Shalat Sunnah dua raka’at sebelum dibunuh (bisa juga sebelum diqishas).
Orang yang pertama kali melakukannya adalah Khubaib ibn ‘Adiyy al-Anshari; salah seorang sahabat Rasulullah. Tentang ini Abu Hurairah berkata:
فَكَانَ خُبَيْبٌ أَوَّلَ مَنْ سَنَّ الصَّلاَةَ عِنْدَ الْقَتْلِ (رواه البخاريّ)
“Khubaib adalah orang yang pertama kali merintis shalat ketika akan dibunuh”. (HR. al-Bukhari dalam kitab al-Maghazi, Ibn Abi Syaibah dalam kitab al-Mushannaf)
Lihatlah, bagaimana sahabat Abu Hurairah menggunakan kata “Sanna” untuk menunjukkan makna “merintis”, membuat sesuatu yang baru yang belaum ada sebelumnya. Jelas, makna “sanna” di sini bukan dalam pengertian berpegang teguh dengan sunnah, juga bukan dalam pengertian menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan orang.
Salah seorang dari kalangan tabi'in ternama, yaitu al-Imam Ibn Sirin, pernah ditanya tentang shalat dua raka’at ketika seorang akan dibunuh, beliau menjawab:
صَلاَّهُمَا خُبَيْبٌ وَحُجْرٌ وَهُمَا فَاضِلاَنِ.
“Dua raka’at shalat sunnah tersebut tersebut pernah dilakukan oleh Khubaib dan Hujr bin Adiyy, dan kedua orang ini adalah orang-orang (sahabat Nabi) yang mulia”. (Diriwayatkan oleh Ibn Abd al-Barr dalam kitab al-Isti’ab) (al-Isti’ab Fi Ma’rifah al-Ash-hab, j. 1, h. 358)
2. Penambahan Adzan Pertama sebelum shalat Jum’at oleh sahabat Utsman bin ‘Affan. (HR. al-Bukhari dalam Kitab Shahih al-Bukhari pada bagian Kitab al-Jum'ah).
3. Pembuatan titik-titik dalam beberapa huruf al-Qur’an oleh Yahya ibn Ya’mur.
Beliau adalah salah seorang tabi'in yang mulia dan agung. Beliau seorang yang alim dan bertaqwa. Perbuatan beliau ini disepakati oleh para ulama dari kalangan ahli hadits dan lainnya. Mereka semua menganggap baik pembuatan titik-titik dalam beberapa huruf al-Qur’an tersebut. Padahal ketika Rasulullah mendiktekan bacaan-bacaan al-Qur’an tersebut kepada para penulis wahyu, mereka semua menuliskannya dengan tanpa titik-titik sedikitpun pada huruf-hurufnya.
Demikian pula di masa Khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan, beliau menyalin dan menggandakan mush-haf menjadi lima atau enam naskah, pada setiap salinan mush-haf-mush-haf tersebut tidak ada satu-pun yang dibuatkan titik-titik pada sebagian huruf-hurufnya. Namun demikian, sejak setelah pemberian titik-titik oleh Yahya bin Ya'mur tersebut kemudian semua umat Islam hingga kini selalu memakai titik dalam penulisan huruf-huruf al-Qur’an. Apakah mungkin hal ini dikatakan sebagai bid’ah sesat dengan alasan Rasulullah tidak pernah melakukannya?! Jika demikian halnya maka hendaklah mereka meninggalkan mush-haf-mush-haf tersebut dan menghilangkan titik-titiknya seperti pada masa ‘Utsman. Abu Bakar ibn Abu Dawud, putra dari Imam Abu Dawud penulis kitab Sunan, dalam kitabnya al-Mashahif berkata: “Orang yang pertama kali membuat titik-titik dalam Mush-haf adalah Yahya bin Ya’mur”. Yahya bin Ya’mur adalah salah seorang ulama tabi'in yang meriwayatkan (hadits) dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar dan lainnya.
Demikian pula penulisan nama-nama surat di permulaan setiap surat al-Qur’an, pemberian lingkaran di akhir setiap ayat, penulisan juz di setiap permulaan juz, juga penulisan hizb, Nishf (pertengahan Juz), Rubu' (setiap seperempat juz) dalam setiap juz dan semacamnya, semua itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Apakah dengan alasan semacam ini kemudian semua itu adalah bid’ah yang diharamkan?!
4. Pembuatan Mihrab dalam majid sebagai tempat shalat Imam, orang yang pertama kali membuat Mihrab semacam ini adalah al-Khalifah ar-Rasyid ‘Umar ibn Abd al-'Aziz di Masjid Nabawi. Perbuatan al-Khalifah ar-Rasyid ini kemudian diikuti oleh kebanyakan ummat Islam di seluruh dunia ketika mereka membangun masjid. Siapa berani mengatakan bahwa itu adalah bid’ah sesat, sementara hampir seluruh masjid di zaman sekarang memiliki mihrab?!
Siapa yang tidak mengenal Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz sebagai al-Khalifah ar-Rasyid?!
5. Peringatan Maulid Nabi adalah bid’ah hasanah sebagaimana ditegaskan oleh al-Hafizh Ibn Dihyah (abad 7 H), al-Hafizh al-'Iraqi (W 806 H), al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani (W 852 H), al-Hafizh as-Suyuthi (W 911 H), al-Hafizh as-Sakhawi (W 902 H), Syekh Ibn Hajar al-Haitami (W 974 H), al-Imam Nawawi (W 676 H), al-Imam al-‘Izz ibn 'Abd as-Salam (W 660 H), Mantan Mufti Mesir; Syekh Muhammad Bakhit al-Muthi'i (W 1354 H), mantan Mufti Bairut Lebanon Syekh Mushthafa Naja (W 1351 H) dan masih banyak lagi para ulama terkemuka lainnya.
6. Membaca shalawat atas Rasulullah setelah adzan adalah bid’ah hasanah sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh as-Suyuthi dalam kitab Musamarah al-Awa-il, al-Hafizh as-Sakhawi dalam kitab al-Qaul al-Badi’, al-Haththab al-Maliki dalam kitab Mawahib al-Jalil, dan para ulama besar lainnya.
7. Menulis kalimat “Shallallahu 'Alayhi Wa Sallam” setelah menulis nama Rasulullah termasuk bid’ah hasanah. Karena Rasulullah dalam surat-surat yang beliau kirimkan kepada para raja dan para penguasa di masa beliau hidup tidak pernah menulis kalimat shalawat semacam itu. Dalam surat-suratnya, Rasulullah hanya menuliskan:“Min Muhammad Rasulillah Ila Fulan…”, artinya: “Dari Muhammad Rasulullah kepada Si Fulan…”.
Berikut ini beberapa contoh Bid’ah Sayyi-ah.
Di antaranya sebagai berikut:
1. Bid’ah-bid’ah dalam masalah pokok-pokok agama (Ushuluddin), di antaranya seperti:
A. Bid’ah Pengingkaran terhadap ketentuan (Qadar) Allah. Yaitu keyakinan sesat yang mengatakan bahwa Allah tidak mentaqdirkan dan tidak menciptakan suatu apapun dari segala perbuatan ikhtiar hamba. Seluruh perbuatan manusia, -menurut keyakinan ini-, terjadi dengan penciptaan manusia itu sendiri. Sebagian dari mereka meyakini bahwa Allah tidak menciptakan keburukan. Menurut mereka, Allah hanya menciptakan kebaikan saja, sedangkan keburukan yang menciptakannya adalah hamba sendiri. Mereka juga berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar bukan seorang mukmin, dan juga bukan seorang kafir, melainkan berada pada posisi di antara dua posisi tersebut, tidak mukmin dan tidak kafir. Mereka juga mengingkari syafa'at Nabi. Golongan yang berkeyakinan seperti ini dinamakan dengan kaum Qadariyyah. Orang yang pertama kali mengingkari Qadar Allah adalah Ma'bad al-Juhani di Bashrah, sebagaimana hal ini telah diriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Yahya ibn Ya'mur.
B. Bid’ah Jahmiyyah.
Kaum Jahmiyyah juga dikenal dengan sebutan Jabriyyah, mereka adalah pengikut Jahm ibn Shafwan. Mereka berkeyakinan bahwa seorang hamba itu majbur (dipaksa); artinya setiap hamba tidak memiliki kehendak sama sekali ketika melakukan segala perbuatannya. Menurut mereka, manusia bagaikan sehelai bulu atau kapas yang terbang di udara sesuai arah angin, ke arah kanan dan ke arah kiri, ke arah manapun, ia sama sekali tidak memiliki ikhtiar dan kehendak.
C. Bid’ah kaum Khawarij.
Mereka mengkafirkan orang-orang mukmin yang melakukan dosa besar.
D. Bid’ah sesat kaum Wahhabi yang mengharamkan dan mengkafirkan orang yang bertawassul dengan para nabi atau dengan orang-orang saleh setelah para nabi atau orang-orang saleh tersebut meninggal. Atau pengkafiran terhadap orang yang tawassul dengan para nabi atau orang-orang saleh di masa hidup mereka namun orang yang bertawassul ini tidak berada di hadapan mereka. Orang yang pertama kali memunculkan bid’ah sesat ini adalah Ahmad ibn ‘Abd al-Halim ibn Taimiyah al-Harrani (W 728 H), yang kemudian diambil oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab dan para pengikutnya yang dikenal dengan kelompok Wahhabiyyah.
2. Bid’ah-bid’ah 'Amaliyyah yang buruk.
Contohnya menulis huruf (ص) atau (صلعم) sebagai singkatan dari “Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam” setelah menuliskan nama Rasulullah. Termasuk dalam bahasa Indonesia menjadi “SAW”. Para ahli hadits telah menegaskan dalam kitab-kitab Mushthalah al-Hadits bahwa menuliskan huruf “shad” saja setelah penulisan nama Rasulullah adalah makruh. Artinya meskipun ini bid’ah sayyi-ah, namun demikian mereka tidak sampai mengharamkannya.
Kemudian termasuk juga bid’ah sayyi-ah adalah merubah-rubah nama Allah dengan membuang alif madd (bacaan panjang) dari kata Allah atau membuang Ha' dari kata Allah.
Dewasa ada kegiatan yang bersifat Lintas Agama dari kaum Liberalisme, seperti acara Do'a Bersama Muslim non Muslim, maka jelaslah perilaku ini adalah termasuk Bid'ah Sayyiah/dhalalah.
Kerancuan Wahhabi Yang Mengingkari Bid’ah Hasanah
1. Kalangan Wahhabi yang mengingkari adanya bid’ah hasanah biasa berkata:
“Bukankah Rasulullah dalam hadits riwayat Abu Dawud dari sahabat al-‘Irbadl ibn Sariyah telah bersabda:
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُوْرِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (رواه أبو داود)
Ini artinya bahwa setiap perkara yang secara nyata tidak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits atau tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah dan atau al-Khulafa' ar-Rasyidun maka perkara tersebut dianggap sebagai bid’ah sesat .
Jawab:
Hadits ini lafazhnya umum tetapi maknanya khusus. Artinya yang dimaksud oleh Rasulullah dengan bid’ah tersebut adalah bid’ah sayyi-ah, yaitu setiap perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, sunnah, ijma' atau atsar. Al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim menuliskan: “Sabda Rasulullah “Kullu Bid’ah dlalalah” ini adalah 'Amm Makhshush; artinya, lafazh umum yang telah dikhususkan kepada sebagian maknanya. Jadi yang dimaksud adalah bahwa sebagian besar bid’ah itu sesat (bukan mutlak semua bid’ah itu sesat)” (al-Minhaj Bi Syarah Shahih Muslim ibn al-Hajjaj, j. 6, hlm. 154). Kemudian al-Imam an-Nawawi membagi bid’ah menjadi lima macam. Beliau berkata: “Jika telah dipahami apa yang telah aku tuturkan, maka dapat diketahui bahwa hadits ini termasuk hadits umum yang telah dikhususkan. Demikian juga pemahamannya dengan beberapa hadits serupa dengan ini. Apa yang saya katakan ini didukung oleh perkataan ‘Umar ibn al-Khaththab tentang shalat Tarawih, beliau berkata: “Ia (Shalat Tarawih dengan berjama’ah) adalah sebaik-baiknya bid’ah”.
Dalam penegasan al-Imam an-Nawawi, meski hadits riwayat Abu Dawud tersebut di atas memakai kata “Kullu” sebagai ta’kid, namun bukan berarti sudah tidak mungkin lagi di-takhshish. Melainkan ia tetap dapat di-takhshish. Contoh semacam ini, dalam QS. al-Ahqaf: 25, Allah berfirman:
تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ (الأحقاف: 25)
Makna ayat ini ialah bahwa angin yang merupakan adzab atas kaum 'Ad telah menghancurkan kaum tersebut dan segala harta benda yang mereka miliki. Bukan artinya bahwa angin tersebut menghancurkan segala sesuatu secara keseluruhan, karena terbukti hingga sekarang langit dan bumi masih utuh. Padahal dalam ayat ini menggunakan kata “Kull”.
Adapun dalil-dalil yang men-takhshish hadits “Wa Kullu Bid’ah Dlalalah” riwayat Abu Dawud ini adalah hadits-hadits dan atsar-atsar yang telah disebutkan dalam dalil-dalil adanya bid’ah hasanah.
2. Kalangan Wahhabi yang mengingkari bid’ah hasanah biasanya berkata:
“Hadits “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…” yang telah diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah khusus berlaku ketika Rasulullah masih hidup. Adapun setelah Rasulullah meninggal maka hal tersebut menjadi tidak berlaku lagi”.
Jawab:
Di dalam kaedah Ushuliyyah disebutkan:
لاَ تَثْبُتُ الْخُصُوْصِيَّةُ إِلاَّ بِدَلِيْلٍ
“Pengkhususan -terhadap suatu nash- itu tidak boleh ditetapkan kecuali harus berdasarkan adanya dalil”.
Kita katakan kepada mereka: “Mana dalil yang menunjukan kekhususan tersebut?! Justru sebaliknya, lafazh hadits riwayat Imam Muslim di atas menunjukkan keumuman, karena Rasulullah tidak mengatakan “Man Sanna Fi Hayati Sunnatan Hasanatan…” (Barangsiapa merintis perkara baru yang baik di masa hidupku…), atau juga tidak mengatakan: “Man ‘Amila ‘Amalan Ana ‘Amiltuh Fa Ahyahu…” (Barangsiapa mengamalkan amal yang telah aku lakukan, lalu ia menghidupkannya…). Sebaliknya Rasulullah mengatakan secara umum: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…”, dan tentunya kita tahu bahwa Islam itu tidak hanya yang ada pada masa Rasulullah saja”.
Kita katakan pula kepada mereka: Berani sekali kalian mengatakan hadits ini tidak berlaku lagi setelah Rasulullah meninggal?! Berani sekali kalian menghapus salah satu hadits Rasulullah?! Apakah setiap ada hadits yang bertentangan dengan faham kalian maka berarti hadits tersebut harus di-takhshish, atau harus d-nasakh (dihapus) dan tidak berlaku lagi?! Ini adalah bukti bahwa kalian memahami ajaran agama hanya dengan didasarkan kepada “hawa nafsu” belaka.
3. Kalangan yang mengingkari bid’ah hasanah terkadang berkata:
“Hadits riwayat Imam Muslim: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…” sebab munculnya adalah bahwa beberapa orang yang sangat fakir memakai pakaian dari kulit hewan yang dilubangi tengahnya lalu dipakaikan dengan cara memasukkan kepala melalui lubang tersebut. Melihat keadaan tersebut wajah Rasulullah berubah dan bersedih. Lalu para sahabat bersedekah dengan harta masing-masing dan mengumpulkannya hingga menjadi cukup banyak, kemudian harta-harta itu diberikan kepada orang-orang fakir tersebut. Ketika Rasulullah melihat kejadian ini, beliau sangat senang dan lalu mengucapkan hadits di atas. Artinya, Rasulullah memuji sedekah para sahabatnya tersebut, dan urusan sedekah ini sudah maklum keutamaannya dalam agama”.
Jawab:
Dalam kaedah Ushuliyyah disebutkan:
اَلْعِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَّفْظِ لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ
“Yang dijdikan sandaran itu -dalam penetapan dalil itu- adalah keumuman lafazh suatu nash, bukan dari kekhususan sebabnya”.
Dengan demikian meskipun hadits tersebut sebabnya khusus, namun lafazhnya berlaku umum. Artinya yang harus dilihat di sini adalah keumuman kandungan makna hadits tersebut, bukan kekhususan sebabnya. Karena seandainya Rasulullah bermaksud khusus dengan haditsnya tersebut, maka beliau tidak akan menyampaikannya dengan lafazh yang umum. Pendapat orang-orang anti bid’ah hasanah yang mengambil alasan semacam ini terlihat sangat dibuat-buat dan sungguh sangat aneh. Apakah mereka lebih mengetahui agama ini dari pada Rasulullah sendiri?!
4. Sebagian kalangan yang mengingkari bid’ah hasanah mengatakan:
“Bukan hadits “Wa Kullu Bid’ah Dlalalah” yang di-takhshish oleh hadits “Man Sanna Fi al-Isalam Sunnatan Hasanah…”. Tetapi sebaliknya, hadits yang kedua ini yang di-takhshish oleh hadits hadits yang pertama”.
Jawab: Ini adalah penafsiran “ngawur” dan “seenak perut” belaka. Pendapat semacam itu jelas tidak sesuai dengan cara para ulama dalam memahami hadits-hadits Rasulullah. Orang semacam ini sama sekali tidak faham kalimat “’Am” dan kalimat “Khas”. Al-Imam an-Nawawi ketika menjelaskan hadits “Man Sanna Fi al-Islam…”, menuliskan sebagai berikut:
فِيْهِ الْحَثُّ عَلَى الابْتِدَاءِ بِالْخَيْرَاتِ وَسَنِّ السُّنَنِ الْحَسَنَاتِ وَالتَّحْذِيْرِ مِنَ الأَبَاطِيْلِ وَالْمُسْتَقْبَحَاتِ. وَفِيْ هذَا الْحَدِيْثِ تَخْصِيْصُ قَوْلِهِ صَلّى اللهُ عَليْه وَسَلّمَ "فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ" وَأَنَّ الْمُرَادَ بِهِ الْمُحْدَثَاتُ الْبَاطِلَةُ وَالْبِدَعُ الْمَذْمُوْمَةُ.
“Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk memulai kebaikan, dan merintis perkara-perkara baru yang baik, serta memperingatkan masyarakat dari perkara-perkara yang batil dan buruk. Dalam hadits ini juga terdapat pengkhususan terhadap hadits Nabi yang lain, yaitu terhadap hadits: “Wa Kullu Bid’ah Dlalalah”. Dan bahwa sesungguhnya bid’ah yang sesat itu adalah perkara-perkara baru yang batil dan perkara-perkara baru yang dicela”.
As-Sindi mengatakan dalam kitab Hasyiyah Ibn Majah:
قَوْلُهُ "سُنَّةً حَسَنَةً" أَيْ طَرِيْقَةً مَرْضِيَّةً يُقْتَدَى بِهَا، وَالتَّمْيِيْزُ بَيْنَ الْحَسَنَةِ وَالسَّـيِّئَةِ بِمُوَافَقَةِ أُصُوْلِ الشَّرْعِ وَعَدَمِهَا.
“Sabda Rasulullah: “Sunnatan Hasanatan…” maksudnya adalah jalan yang diridlai dan diikuti. Cara membedakan antara bid’ah hasanah dan sayyi-ah adalah dengan melihat apakah sesuai dengan dalil-dalil syara’ atau tidak”.
Al-Hafizh Ibn Hajar al-'Asqalani dalam kitab Fath al-Bari menuliskan sebagai berikut:
وَالتَّحْقِيْقُ أَنَّهَا إِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَحْسَنٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ حَسَنَةٌ، وَإِنْ كَانَتْ مِمَّا تَنْدَرِجُ تَحْتَ مُسْتَقْبَحٍ فِيْ الشَّرْعِ فَهِيَ مُسْتَقْبَحَةٌ.
“Cara mengetahui bid’ah yang hasanah dan sayyi-ah menurut tahqiq para ulama adalah bahwa jika perkara baru tersebut masuk dan tergolong kepada hal yang baik dalam syara’ berarti termasuk bid’ah hasanah, dan jika tergolong hal yang buruk dalam syara' berarti termasuk bid’ah yang buruk” (Fath al-Bari, j. 4, hlm. 253).
Dengan demikian para ulama sendiri yang telah mengatakan mana hadits yang umum dan mana hadits yang khusus. Jika sebuah hadits bermakna khusus, maka mereka memahami betul hadits-hadits mana yang mengkhususkannya. Benar, para ulama juga yang mengetahui mana hadits yang mengkhususkan dan mana yang dikhususkan. Bukan semacam mereka yang membuat pemahaman sendiri yang sama sekali tidak di dasarkan kepada ilmu.
Dari penjelasan ini juga dapat diketahui bahwa penilaian terhadap sebuah perkara yang baru, apakah ia termasuk bid’ah hasanah atau termasuk sayyi-ah, adalah urusan para ulama. Mereka yang memiliki keahlian untuk menilai sebuah perkara, apakah masuk kategori bid’ah hasanah atau sayyi-ah. Bukan orang-orang awam atau orang yang menganggap dirinya alim padahal kenyataannya ia tidak paham sama sekali.
5. Kalangan yang mengingkari bid’ah hasanah mengatakan:
“Bid’ah yang diperbolehkan adalah bid’ah dalam urusan dunia. Dan definisi bid’ah dalam urusan dunia ini sebenarnya bid’ah dalam tinjauan bahasa saja. Sedangkan dalam urusan ibadah, bid’ah dalam bentuk apapun adalah sesuatu yang haram, sesat bahkan mendekati syirik”.
Jawab:
Subhanallah al-'Azhim. Apakah berjama'ah di belakang satu imam dalam shalat Tarawih, membaca kalimat talbiyah dengan menambahkan atas apa yang telah diajarkan Rasulullah seperti yang dilakukan oleh sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab, membaca tahmid ketika i'tidal dengan kalimat “Rabbana Wa Laka al-Hamd Handan Katsiran Thayyiban Mubarakan Fih”, membaca doa Qunut, melakukan shalat Dluha yang dianggap oleh sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar sebagai bid’ah hasanah, apakah ini semua bukan dalam masalah ibadah?! Apakah ketika seseorang menuliskan shalawat: “Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam” atas Rasulullah tidak sedang beribadah?! Apakah orang yang membaca al-Qur’an yang ada titik dan harakat i'rab-nya tidak sedang beribadah kepada Allah?! Apakah orang yang membaca al-Qur’an tersebut hanya “bercanda” dan “iseng” saja, bahwa ia tidak akan memperoleh pahala karena membaca al-Qur’an yang ada titik dan harakat i'rab-nya?! Sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar yang nyata-nyata dalam shalat, di dalam tasyahhud-nya menambahkan “Wahdahu La Syarika Lahu”, apakah ia tidak sedang melakukan ibadah?! Hasbunallah.
Kemudian dari mana ada pemilahan bid’ah secara bahasa (Bid’ah Lughawiyyah) dan bid’ah secara syara'?! Bukankah ketika sebuah lafazh diucapkan oleh para ulama, yang notebene sebagai pembawa ajaran syari’at, maka harus dipahami dengan makna syar'i dan dianggap sebagai haqiqah syar'iyyah?!
Bukankah ‘Umar ibn al-Khatththab dan ‘Abdullah ibn Umar mengetahui makna bid’ah dalam syara', lalu kenapa kemudian mereka memuji sebagian bid’ah dan mengatakannya sebagai bid’ah hasanah, bukankah itu berarti bahwa kedua orang sahabat Rasulullah yang mulia dan alim ini memahami adanya bid’ah hasanah dalam agama?! Siapa berani mengatakan bahwa kedua sahabat agung ini tidak pernah mendengar hadits Nabi “Kullu Bid’ah Dlalalah”?! Ataukah siapa yang berani mengatakan bahwa dua sahabat agung tidak memahami makna “Kullu” dalam hadits “Kullu Bid’ah Dlalalh” ini?!
Kita katakan kepada mereka yang anti terhadap bid’ah hasanah: “Sesungguhnya sahabat ‘Umar ibn al-Khaththab dan sahabat ‘Abdullah ibn ‘Umar, juga para ulama, telah benar-benar mengetahui adanya kata “Kull” di dalam hadits tersebut. Hanya saja orang-orang yang mulia ini memahami hadits tersebut tidak seperti pemahaman orang-orang Wahhabiyyah yang sempit pemahamannya ini.
Para ulama tahu bahwa ada beberapa hadits shahih yang jika tidak dikompromikan maka satu dengan lainnya akan saling bertentangan. Oleh karenanya, mereka mengkompromikan hadits “Wa Kullu Bid’ah Dlalalah” dengan hadits “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan…”, bahwa hadits yang pertama ini di-takhshish dengan hadits yang kedua. Sehingga maknanya menjadi: “Setiap bid’ah Sayyi-ah adalah sesat”, bukan “Setiap bid’ah itu sesat”. |
|
|
|
|
|
|
|
205. |
Pengirim: Admin Pejuang Islam - Kota: Markaz pejuang Islam
Tanggal: 21/11/2013 |
|
Kelanjutan jawaban untuk Ruband dari Pejuang Islam sbb: |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
6. Kalangan yang mengingkari adanya bid’ah hasanah mengatakan:
“Perkara-perkara baru tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah, dan para sahabat tidak pernah melakukannya pula. Seandainya perkara-perkara baru tersebut sebagai sesuatu yang baik niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya”.
Jawab:
Baik, Rasulullah tidak melakukannya, apakah beliau melarangnya? Jika mereka berkata: Rasulullah melarang secara umum dengan sabdanya: “Kullu Bid’ah Dlalalah”. Kita jawab: Rasulullah juga telah bersabda: “Man Sanna Fi al-Islam Sunnatan Hasanatan Fa Lahu Ajruha Wa Ajru Man ‘Amila Biha…”. Bila mereka berkata: Adakah kaedah syara' yang mengatakan bahwa apa yang tidak dilakukan oleh Rasulullah adalah bid’ah yang diharamkan? Kita jawab: Sama sekail tidak ada.
Seperti juga perbuatan membagi-bagi bid'ah menjadi dua versi Wahhabi, toh tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, tapi mengapa justru kamu Wahhabi melakukannya? Andaikata membuat peraturan baru yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW itu haram, maka pasti membagi Bid'ah menjadi dua: Diniyah dan Duniawiyah itu hukumnya adalah haram. Termasuk mendirikan stasiun TV Rodja, Bid'ahnya kaum Wahhabi juga haram.
Kita katakan kepada mereka: Apakah suatu perkara itu hanya baru dianggap mubah (boleh) atau sunnah setelah Rasulullah sendiri yang langsung melakukannya?! Apakah kalian mengira bahwa Rasulullah telah melakukan semua perkara mubah?! Jika demikian halnya, kenapa kalian memakai Mushaf (al-Qur’an) yang ada titik dan harakat i'rab-nya?! Padahal jelas hal itu tidak pernah dibuat oleh Rasulullah, atau para sahabatnya! Apakah kalian tidak tahu kaedah Ushuliyyah mengatakan:
التَّرْكُ لاَ يَقْتَضِي التَّحْرِيْم
“Meninggalkan suatu perkara tidak tidak menunjukkan bahwa perkara tersebut sesuatu yang haram”.
Artinya, ketika Rasulullah atau para sahabatnya tidak melakukan suatu perkara tidak berarti kemudian perkara tersebut sebagai sesuatu yang haram. Sudah maklum, bahwa Rasulullah berasal dari bangsa manusia, tidak mungkin beliau harus melakukan semua hal yang Mubah. Jangankan melakukannya semua perkara mubah, menghitung semua hal-hal yang mubah saja tidak bisa dilakukan oleh seorangpun. Hal ini karena Rasulullah disibukan dalam menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berdakwah, mendebat orang-orang musyrik dan ahli kitab, memerangi orang-orang kafir, melakukan perjanjian damai dan kesepakatan gencatan senjata, menerapkan hudud, mempersiapkan dan mengirim pasukan-pasukan perang, mengirim para penarik zakat, menjelaskan hukum-hukum dan lainnya.
Bahkan dengan sengaja Rasulullah kadang meninggalkan beberapa perkara sunnah karena takut dianggap wajib oleh ummatnya. Atau sengaja beliau kadang meninggalkan beberapa perkara sunnah hanya karena khawatir akan memberatkan ummatnya jika beliau terus melakukan perkara sunnah tersebut. Dengan demikian orang yang mengharamkan satu perkara hanya dengan alasan karena perkara tersebut tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah pendapat orang yang tidak mengerti ahwal Rasulullah dan tidak memahami kaedah-kaedah agama.
HADITS TENTANG SEMUA BID’AH ADALAH SESAT
Kalau memang Bid’ah terbagi menjadi dua, lalun bagaimana dengan hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa semua bid’ah itu sesat?
Untuk memahami al-qu’ran ataupun hadits, tidak bisa hanya dilihat secara parsial atau hanya melihat arti lahiriah sebuah tek’s. Ada banyak hal yang harus diperhatikan ketika membaca serta menafsirkan al-Qur’an atau al-Hadits. Misalnya kondisi masyarakat ketika ayat tersebut diturunkan. Termasuk pula meneliti teks tersebut dari aspek kebahasaannya, yakni dengan perangkat Ilmu Nahwa, sharaf, Balaghah, Mantiq, dan sebagainya.
Ada beberapa pendekatan yang dilakukan oleh para ulama dalam mendefinisikan bid’ah. Perbedaan cara pendekatan para ulama disebabkan, apakah kata bid’ah selalu dikonotasikan dengan kesesatan, atau tergantung dari tercakup dan tidaknya dalam ajaran Islam. Hal ini disebabkan arti bid’ah secara bahasa adalah : sesuatu yang asing, tidak dikenal pada zaman Rasulullah SAW. Sehingga inti pengertian bid’ah yang sesat secara sederhana adalah: segala bentuk perbuatan atau keyakinan yang bukan bagian dari ajaran Islam, dikesankan seolah-olah bagian dari ajaran Islam, seperti membaca ayat-ayat al-Qur’an atau shalawat disertai alat-alat musik yang diharamkan, keyakinan/faham kaum Mu’tazilah, Qodariyah, Syi’ah, termasuk pula paham-paham Liberal yang marak akhir-akhir ini, dan lain-lain. Imam ‘Izzuddin bin ‘Abdus Salam sebagaimana disebutkan dalam kitab tuhfatul akhwadzi juz 7 hal 34 menyatakan: “Apabila pengertian bid’ah ditinjau dari segi bahasa, maka terbagi menjadi lima hukum :
Haram, seperti keyakinan kaum Qodariyah dan Mu’tazilah.
Makruh, seperti membuat hiasan-hiasan dalam masjid.
Wajib, seperti belajar ilmu gramatikal bahasa arab (nahwu).
Sunnah, seperti membangun pesantren atau madrasah.
Mubah, seperti jabat tangan setelah shalat.
Alhasil, menurut Imam ‘Izzuddin, “Segala kegiatan keagamaan yang tidak ditemukan pada zaman Rasulullah SAW, hukumnya bergantung pada tercakupnya dalam salah satu kaidah hukum Islam, haram, makruh, wajib, sunnah, atau mubah. Sebagai contoh, belajar ilmu bahwu untuk menunjang dalam belajar ilmu syariat yang wajib, maka hukum belajar ilmu nahwu menjadi wajib.”.Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal. 6-8.
Penjelasan tentang bid’ah bisa kita ketahui dari dalil-dalil berikut :
1.Hadits riwayat sayyidatina A’isyah :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. رواه مسلم
“Dari ‘Aisyah RA. Ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa yang melakukan suatu perbuatan yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak” HR.Muslim.
Hadits ini sering dijadikan dalil untuk melarang semua bentuk perbuatan yang tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi SAW. Padahal maksud yang sebenarnya bukanlah seperti itu. Para ulama menyatakan bahwa hadits ini sebagai larangan dalam membuat-buat hukum baru yang tidak pernah dijelaskan dalam al-Qur’an ataupun Hadits, baik secara eksplisit (jelas) atau implisit (isyarat), kemudian diyakini sebagai suatu ibadah murni kepada Allah SWT sebagai bagian dari ajaran agama. Oleh karena itu, ulama membuat beberapa kriteria dalam permasalahan bid’ah ini, yaitu :
Pertama, jika perbuatan itu memiliki dasar dalil-dalil syar’i yang kuat, baik yang parsial (juz’i) atau umum, maka bukan tergolong bid’ah. Namun jika tidak ada dalil yang dapat dibuat sandaran, maka itulah bid’ah yang dilarang.
Kedua, memperhatikan pada ajaran ulama salaf (ulama pada abad l, ll dan lll H.). Apabila sudah diajarkan oleh mereka, atau memiliki landasan yang kuat dari ajaran kaidah yang mereka buat, maka perbuatan itu bukan tergolong bid’ah.
Ketiga, dengan jalan qiyas. Yakni, mengukur perbuatan tersebut dengan beberapa amaliyah yang telah ada hukumnya dari nash al-Qur’an dan Hadits. Apabila identik dengan perbuatan haram, maka perbuatan baru itu tergolong bid’ah muharromah. Apabila memiliki kemiripan dengan yang wajib, maka perbuatan baru itu tergolong wajib. Dan begitu seterusnya. Risalatu Ahli as-Sunnah wa al-Jama’ah hal.6-7.
2. Hadits riwayat Ibn Mas’ud :
عَنْ عَبْدِ اللهِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ, أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَلاَ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ شَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ. رواه ابن ماجه
“Dari ‘Abdullah bin Mas’ud. Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “ Ingatlah, berhati-hatilah kalian, jangan sampai membuat hal-hal baru. Karena perkara yang paling jelek adalah membuat hal baru . dan setiap perbuatan yang baru itu adalah bid’ah. Dan semua bid’ah itu sesat.” HR. Ibnu Majah.
Hadits inipun sering dijadikan dasar dalam memvonis bid’ah segala perkara baru yang tidak ada pada zaman Rasulullah SAW, para sahabat atau tabi’in dengan pertimbangan bahwa hadits ini menggunakan kalimat kullu (semua), yang secara tekstual seolah-olah diartikan semuanya atau seluruhnya.
Namun, dalam menanggapi makna hadits ini, khususnya pada kalimat وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ, terdapat perbedaan pandangan pandangan di kalangan ulama’.
Pertama, ulama’ memandang hadits ini adalah kalimat umum namun dikhususkan hanya pada sebagian saja (عام مخصوص البعض ),
sehingga makna dari hadits ini adalah “bid’ah yang buruk itu sesat” .
Hal ini didasarkan pada kalimat kullu, karena pada hakikatnya tidak semua kullu berarti seluruh atau semua, adakalanya berarti kebanyakan (sebagian besar).
Sebagaimana contoh-contoh berikut,
Hadits riwayat Imam Ahmad :
عَنِ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ عَيْنٍ زَانِيَةٌ
Dari al-Asyari berkata: “ Rasulullah SAW bersabda: “ setiap mata berzina” (musnad Imam Ahmad)
Sekalipun hadits di atas menggunakan kata kullu, namun bukan bermakna keseluruhan/semua, akan tetapi bermakna sebagian, yaitu mata yang melihat kepada ajnabiyah.
Kedua, ulama’ menetapkan sifat umum dalam kalimat kullu, namun mengarahkan pengertian bid’ah secara syar’iyah yaitu perkara baru yang tidak didapatkan di masa Rasulullah SAW, dan tidak ada sandarannya sama sekali dalam usul hukum syariat. Telah kita ketahui bahwa perkara yang bertentangan dengan syariat baik secara umum atau isi yang terkandung di dalamnya, maka haram dan sesat. Dengan demikian, makna hadits di atas adalah setiap perkara baru yang bertentangan dengan syariat adalah sesat, bukan berarti semua perkara baru adalah sesat walaupun tidak bertentangan dengan syai’at.
Oleh karena itu, jelas sekali bahwa bukan semua yang tidak dilakukan di zaman Nabi adalah sesat. Terbukti, para sahabat juga melaksanakan atau mengadakan perbuatan yang tidak ada pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, usaha menghimpun dan membukukan al-Qur’an, menyatukan jama’ah tarawih di masjid, adzan Jum’ah dua kali dan lain-lain. Sehingga, apabila kalimat kullu di atas diartikan keseluruhan, yang berarti semua hal-hal yang baru tersebut sesat dan dosa. Berarti para sahabat telah melakukan kesesatan dan perbuatan dosa secara kolektif (bersama). Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa mereka adalah orang-orang pilihan yang tidak diragukan lagi keimanan dan ketaqwaannya. Bahkan diantara mereka sudah dijamin sebagai penghuni surga. Oleh karena itu, sungguh tidak dapat diterima akal, kalau para sahabat Nabi SAW yang begitu agung dan begitu luas pengetahuannya tentang al-Qur’an dan Hadits tidak mengetahuinya, apalagi tidak mengindahkan larangan Rasulullah SAW.Mawsu’ah Yusufiyyah juz ll hal 488.
kata Kullu tidak selamanya berarti keseluruhan atau semua, namun adakalanya berarti sebagian,
Contoh lain adalah firman Allah SWT:
“Karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap – tiap perahu”. (QS.al-Kahfi, 79)
Ayat ini menjelaskan bahwa di hadapan Nabi Musa AS dan Nabi Kidhir AS ada seorang raja lalim yang suka merampas perahu yang bagus. Sedangkan perahu yang jelek tidak diambil. Buktinya perahu yang ditumpangi kedua hamba pilihan itu dirusak oleh Nabi Khiddir AS agar tidak diambil oleh raja lalim tersebut. Kalau semua perahu dirampas, tentu Nabi Khiddir AS tidak akan merusak bagian tertentu dari perahu yang mereka tumpangi. Hal ini juga menunjukkan bahwa tidak semua perahu dirampas oleh raja tersebut. Juga menjadi petunjuk bahwa kullu pada ayat itu tidak dapat diartikan keseluruhan, tapi berarti sebagian saja, yakni perahu – perahu yang bagus saja yang dirampas.
Maka demikian pula dengan hadits tentang bid’ah itu. Walaupun menggunakan kata kullu, bukan berarti seluruh bid’ah dilarang. Karena yang terlarang adalah sebagian bid’ah saja, tidak semuanya. Ini bisa dibuktikan, karena ternyata para sahabat juga banyak melaksanakan perbuatan serta membuat kebijakan yang tidak pernah ada pada waktu Rasulullah SAW masih hidup. Misalnya, usaha untuk membukukan al-Qur'an, menambah jumlah adzan menjadi dua kali pada hari jum’at, shalat tarawih secara berjamaah dan masih banyak lagi hasil ijtihad para sahabat yang ternyata tidak pernah ada pada masa Rasulullah SAW.
Nah, kalau kullu pada hadits itu diartikan keseluruhan, yang berarti semua bid’ah dilarang, berarti para sahabat telah melakukan dosa secara kolektif (bersama). Padahal, sejarah telah membuktikan bahwa mereka adalah orang – orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, mengerjakan yang diperintahkan dan menjauhi segala larangan Allah SWT dan Rasul – ny Na. Bahkan di antara mereka sudah dijamin sebagai penghuni surga. Maka tidak mungkin kalau para sahabat Nabi SAW tidak mengetahui, apalagi tidak mengindahkan larangan dalam hadits itu.
Kembali ke Hadist yang berbunyi Rasulullah saw bersabda, 'Sebaik-baiknya perkataan/berita adalah Kitabullah dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk dari Muhammad. Sementara itu, sejelek-jelek urusan adalah membuat-buat hal yang baru (muhdastatuha) dan setiap bid'ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka." [Lihat misalnya Shahih Muslim, Hadis Nomor [HN] 1.435; Sunan al-Nasa'i, HN 1560; Sunan Ibn Majah
Syarh Sunan al-Nasa'i li al-Suyuti memberikan keterangan apa yang dimakud dengan "muhdastatuha" dalam hadis yang di atas. Disebut muhdastatuha kalau kita membuat-buat urusan dalam masalah Syari'at atau dasar-dasar agama (ushul). Dalam Syarh Shaih Muslim, Imam Nawawi menjelaskan lebih lanjut bahwa para ulama mengatakan bid'ah itu ada lima macam: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah."
"Yang wajib adalah mengatur argumentasi berhadapan dengan para pelaku bid'ah. Yang mandub (sunnah) adalah menulis buku-buku agama mengenai hal ini dan membangun sekolah-sekolah. Ini tidak ada dasarnya dalam agama namun diwajibkan atau disunnahkan melakukannya. Yang dianggap mubah adalah beraneka ragam makanan sedangkan makruh dan haram sudah nyata dan jelas contohnya.
Jadi kata bid'ah dalam hadis di atas dipahami oleh Suyuti dan Nawawi sebagai kata umum yang maksudnya khusus. Kekhususannya terletak pada persoalan pokok-pokok syari'at (ushul) bukan masalah cabang (furu').
"Jika kita menganggap hadis itu tidak berlaku khusus maka semua yang baru (termasuk tekhnis pelaksanaan ibadah) juga akan jatuh pada bid'ah. Kedua kitab Syarh tersebut juga mengutip ucapan Umar bin Khattab soal shalat tarawih di masanya sebagai 'bid'ah yang baik' (ttg ucapan Umar ini lihat Shahih Bukhari, HN 1871).
Dengan demikian Umar tidak menganggap perbuatan dia melanggar hadis tersebut, karena sesungguhnya yang di-"modifikasi" oleh Umar bukan ketentuan atau pokok utama shalatnya, melainkan tekhnisnya. Mohon dicatat, penjelasan mengenai hadis ini bukan dari saya tetapi dari dua kitab syarh hadis dan keduanya saling menguatkan satu sama lain"
"Kita juga harus berhati-hati dalam menerima sejumlah hadis masalah bid'ah ini. Sebagai contoh, hadis mengenai bid'ah yang tercantum dalam Sunan al-Tirmizi, HN 2701 salah satu rawinya bernama Kasirin bin Abdullah. Imam Syafi'i menganggap dia sebagai pendusta, Imam Ahmad menganggap ia munkar, dan Yahya menganggapnya lemah. Hadis masalah bid'ah dalam Sunan Ibn Majah, HN 48 diriwayatkan oleh Muhammad bin Mihshanin. Tentang dia, Yahya bin Ma'yan mengatakan dia pendusta, Bukhari mengatakan dia munkar, dan Abu Hatim al-Razi mengatakan dia majhul. Ibn Majah meriwayatkan hadis dalam masalah ini [HN 49], diriwayatkan oleh dua perawi bermasalah. Abu Zar'ah al-Razi mengatakan bahwa Bisyru bin Mansur tidak dikenal, Zahabi mengatakan Abi Zaid itu majhul. Kedua hadis Ibn Majah ini tidak dapat tertolong karena hanya diriwayatkan oleh Ibn Majah sendiri, yaitu "Allah menolak amalan pelaku bid'ah, baik shalatnya, puasanya...dst.
Namun kami tidak bilang semua hadis ttg bid'ah itu lemah
Ketahuialah "Yang disebut asal/pokok/dasar Agama adalah ibadah mahdhah yang didasarkan oleh nash al-Qur'an dan Hadis yang qat'i. Dia berkategori Syari'ah, bukan fiqh.
Kalau sebuah amalan didasarkan pada dalil yang ternyata dilalahnya (petunjuknya) bersifat zanni maka boleh jadi amalan tersebut akan berbeda satu dengan lainnya. Ini disebabkan zanni al-dalalah memang membuka peluang terjadinya perbedaan pendapat. Sementara kalau dilalah atau dalalahnya bersifat qat'i maka dia masuk kategori Syari'ah dan setiap hal yang menyimpang dari ketentuan ini dianggap bid'ah. Jadi, sebelum menuduh bid'ah terhadap amalan saudara kita, mari kita periksa dulu apakah ada larangan dari Nabi yang bersifat qat'i (tidak mengandung penafsiran atau takwil lain) terhadap amalan tersebut?"
"Jikalau tidak ada larangan, namun dia melanggar ma'lum minad din bid dharurah (ketentuan agama yang telah menjadi aksioma), maka dia jatuh pada bid'ah. Kalau tidak ada larangan, dan tidak ada ketentuan syari'at yang dilanggar, amalan tersebut statusnya mubah, bukannya bid'ah!"
contoh praktisnya:
Apakah ada larangan memakai alat untuk berzikir (kita kenal dg tasbih atau rosario utk agama lain) ? Meskipun Nabi tidak pernah mencontohkannya, bukan berarti tidak boleh! Adalah benar dalam masalah ibadah berlaku kaidah, 'asal sesuatu dalam ibadah itu haram kecuali ada dalil yg membolehkan atau mewajibkan'. Nah, apakah memakai tasbih itu termasuk ibadah mahdhah atau tidak? Indikasinya adalah apakah zikir kita tetap sah kalau tidak pakai tasbih? tentu saja tetap sah, karena yang disebut ibadah adalah zikirnya, bukan cara menghitung 33 atau 99nya. Tasbih memang dipakai dalam zikir tetapi dia hanya masalah tekhnis. Seseorang bisa jatuh pada bid'ah kalau menganggap wajib hukumnya memakai tasbih untuk berzikir. Tetapi kalau memandang tasbih hanya sebagai alat tekhnis saja, tentu tidak masalah.
"Ini yang kami maksud dengan membedakan mana ibadah inti dan mana tekhnis ibadah; mana ibadah mahdah dan mana ibadah ghaira mahdhah."
|
|
|
|
|
|
|
|
206. |
Pengirim: khalki Rahman - Kota: situbondo
Tanggal: 21/11/2013 |
|
terima kasih atas artikelnya,saya setuju banget,bahwa Channe2 wahby itu merupakan ابدع البدع {sesuatu yg terbid'ah dari sekian yg bid'ah}sy telah mengintruksikan kpd Nahdhiyyin agar tidak sesat gara2 menonton tv yg tidak berkualitas dan menyesatkan.MWC Asembagus |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat untuk umat, terima kasih atas kunjungannya. |
|
|
|
|
|
|
|
207. |
Pengirim: Wong Waras - Kota: Jogja
Tanggal: 22/11/2013 |
|
Hendaklah dalam berpikir dan berkesimpulan didasari dengan hati dan pikiran yang jernih dan adil. Bahwa yang dimaksud Bid'ah adalah melakukan perbuatan "Ibadah" atau mengada-ada amalan sehingga disejajarkan bahwa itu "ibadah" sedangkan hal itu tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah . Mohon kepada para ulama yang mengaku-ngaku sebagi ahlus sunnah agak cerdas sedikit memaknai maksud bid'ah ini , jadi bukan masalah/hal yang bersifat mu'amalah . Untuk urusan mu'amalah silakan aja mau bagimana selama tidak keluar dari ketentuan syar'i syah-sayh saja .... Mohon berpikir yang jernih , berperasangka yang baik dan jangan merasa ahli syurga sendiri . Ahklussunnah itu tidak bisa disejajarkan dengan ormas atau kelompok tertentu , melainkan hanya Allah. SWT lah yang mengetahui bahwa orang itu adalah mengikuti Qur'an dan Sunnah. Dan seorang yang ahlussunnah pasti tak akan pernah berbuat Bid'ah , ia hanya akan menjalankan apa yang dicontohkan Rasulullah , sekali lagi dalam koridor peribadatan . untuk itu marilah kita jangan suka nambah-nambahi amaln dalam ibadah yang tak dicontohkan Rasulullah ataupun membikin-bikin event/kegiatan yang seolah-olah itu ibadah ..... ayo kita tinggalkan bid'ah karena menyesatkan dan bisa mengarahkan kepada kita kepada khurafat bahkan bisa syirik juga lho pak kiai ... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau asumsi anda benar-benar seperti itu, wahai Wong Waras, berarti anda harus memprotes amalan-amalan Wong Wahhabi yang Edan Gak Waras, karena Wong Wahhabi sering melakukan "ibadah" yang tak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, coba baca artikel kami berikut:
Orang Wahhabi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam telah melakukan Bid’ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang giat mengadakan pembacaan shalawat keliling. Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam akan dimasukkan neraka. (alias ikut-ikutan jadi tuhan yang dapat menentukan nasib manusia di akhirat).
Tentunya yang dimaksiud Bid’ah oleh orang Wahhabi adalah Bid’ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid’ah berdasarkan definisi para ulama salaf.
Adapun definisi Bid’ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan langsung oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling, jadi orang Wahhabi pasti menghukumi pembaca shalawat keliling itu adalah Bid'ah Sesat.
Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja.
Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid’ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW)
Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma’nawi) dari Alquran maupun Hadits, untuk menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!
Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid’ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Atau umat Islam berkreasi dalam metode permbacaan shalawat itu secara berjamaah dan keliling, maka dengan serta merta orang Wahhabi akan mengatakan, para pembaca shalawat berjamaah dengan keliling itu adalah Bid'ah Sesta karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid’ah yang tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW. Alias tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri.
Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut:
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini berhaji naik pesawat dan mobil padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik pesawat dan mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Duniawiyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Diniyah seperti Bid’ahnya shalawat berjamaah dengan keliling.
Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW sama sekali. Artinya baik Alquran maupun Hadits Shahih tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti contoh langsung dari Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun, karena tidak pernah dicontohkan langsung oleh Nabi SAW.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih dan Alquran. Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW alias tidak pernah dicontohkan langsung oleh Nabi SAW. Karena pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan contoh langsung dari Nabi SAW.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi, sebut saja Bin Baz, Bin Shaleh, Sudais, Utsaimin, dll. Tradisi amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga merasa telah berdakwah dengan metode penggunaan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak. Metode ini jelas-jelas termasuk Bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, atau bergabung di di dalamnya, sistem klasikal ini termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh nabi SAW.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percetakan dengan menggunakan huruf cetak modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.
> Kalau anda tidak percaya, hayoo hadirkan di sini dimana bukti-bukti shahih jika Nabi SAW pernah mencontohkan amalan-amalan kaum Wahhabi yang kami sebutkan di atas.
> Kalau anda TIDAK MAMPU, berarti anda TIDAK WARAS. |
|
|
|
|
|
|
|
208. |
Pengirim: eko saputra - Kota: kerinci
Tanggal: 10/12/2013 |
|
kalau menonton itu bid'ah tapi NU juga membuat tv aswaja juga ,,,,,, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah, TV-nya NU itu adalah Bid'ah Hasanah menurut definisinya NU, sedangkan TV Rodja adalah Bid'ah dhalalah menurut definisinya Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
209. |
Pengirim: Semut - Kota: Jakarta
Tanggal: 10/12/2013 |
|
Assalamualaikum wr wb.
Hmmm.. ustadz-ustadz disini berdebat dengan seseorang yang baru saja dengar radio rodja/wahhabi sejenisnya.
Saya pernah ikut pengajian "salaf" (menurut mereka) dan memang mereka sangat memperhatikan kajian ilmiah. Segala sesuatu pasti ada logikanya ketika Allah menurunkan sebuah hukum atas makhluk hidup.
Bagi yang ilmu agamanya masih "biasa", mudah sekali "terenyuh" (maaf, tapi kata ini saja yang menurut saya bisa menggambarkannya).
Alhamdulillah akidah saya ahlussunnah wal jama'ah asy'ariyah al-maturidiyah dan saya bertasawwuf kepada al-faqih al-muqaddam syaikh muhammad bin ali ba'alawy.
Kaum Wahhabi membuat Islam menjadi sebuah agama berpandangan sempit. Saya masih berusaha mencari "nur" dalam wajah para pengajar mereka, tapi saya belum bisa mendapatkannya tidak seperti ketika saya melihat sekilas raut wajah Sayyid Muhammad bin Alwi al-Maliki pada rekaman video.
Ilmu kan cahaya menurut Rasulullah saw, tapi kenapa asatidz-asatidz Wahhabi yang katanya menguasai Qur'an dan hadits mukanya terlihat seperti memendam sesuatu.
Wallahu 'alam bishawab... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Maksud memendam sesuatu itu, misalnya apa? Atau mungkin kegelapan atau kebingungan atau apa ?
Terima kasih atas kunjungannya. |
|
|
|
|
|
|
|
210. |
Pengirim: Sansub - Kota: Palembang
Tanggal: 11/12/2013 |
|
Assalamualaikum. Wr.Wb.
Terlepas dari masalah keilmuan memang pada akhir-akhir ini banyak hal-hal yg membingungkan. Kalau sesuatu yg sekarang dibid'ahkan kenapa koq gak sejak jaman dulu. Sekarang : Do'a bersama gak mau mengaminkan. Klo Imam Qunut gak mau ikut do'a. Baca sholawat pada sholat terawih gak mau. Sholat gak pake usholli. Semua peringatan hari besar Islam gak mau. Kuburanpun ada yg gak mau campur dgn kuburan muslim yg ada. Dari 73 golongan ummat Muhammad yg terpecah, 72 masuk neraka dan hanya golongan dialah yg masuk surga. Dan masih banyak hal-hal lain yg bersifat memecah belah kerukunan umat islam, membingungkan, meragukan dan bahkan saling memusuhi. Saya merindukan keindahan kerukunan umat islam tahun 1960an. Kenapa sejak sekitar tahun 2000an banyak muncul perbedaan yg masing-masing merasa paling benar. Untung usiaku sudah uzur, biarlah aku hidup tenang dgn banyak-banyak beribadah dalam bentuk apapun, kecuali hal-hal yg terlarang, yg di haramkan dan yg merusak iman. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sejak era Reformasi bergulir, maka aliran sesat semakin subur berkembang di Indonesia, yang bapak sifati di atas adalah aliran Wahhabi bersumber dari Najed Saudi Arabia, ada lagi aliran sesat Syiah yang bersuber dari Iran, dan aliran sesat Liberalisme yang bersumber dari Barat/Eropa, serta Ahmadiyah yang bersumber dari India dan Inggris. keempat ALIRAN SESAT ini adalah produk luar negeri yang sengaja menjajah aqidah umat Islam Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
211. |
Pengirim: Budi Y - Kota: Singkawang
Tanggal: 11/12/2013 |
|
Cuma bisa mencap bahwa orang yang melarang peringatan Maulid adalah Wahabi karena tidak punya alasan lainnya.
Ada yang berkomentar: Iya, saat ini Makkah dan Madinah dikuasai faham wahabi yg memang tidak mau mengadakan Maulid Nabi yg baik ini, kaum wahabi di sana lebih suka mengadakan Maulid muhammad bin abdul wahhab an-najdi selama seminggu penuh, juga adanya haul Utsaimin tokoh yg mereka agung-agung kan.
Yang tahu keadaan Saudi adalah yang tinggal di Saudi. Orang di negeri kita yang asal menuduh, tanpa ajukan bukti, maka pernyataan di atas hanya HOAX (alias: bualan). Karena yang ada adalah bukan Maulid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab namun pengadaan seminar dan pameran buku. Juga, yang ada hanyalah tugu yang menunjukkan bahwa di situ adalah markaz Dakwah Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan bukan tugu peringatan, apalagi sampai mengatakan Wahabi merayakan haul Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Ini justru fitnah yang menunjukkan kebencian mereka terhadap dakwah tauhid di tanah Arab. Dan yang jelas mereka memang sudah benci terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab karena sejak dari pesantren, mereka sudah didoktrin Wahabi itu sesat. Padahal yang didakwahkan Syaikh Ibnu Wahab adalah dakwah untuk kembali kepada akidah Islam dan kembali kepada ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Prinsip beliau adalah berpegang teguh pada dalil. Silakan lihat ulasan beliau dalam berbagai karyanya di antaranya dalam Kitab Tauhid, Qowa’idul Arba’ dan lainnya, tidak pernah beliau berkata kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan hadits. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB: PENDIRI AJARAN WAHHABI
Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah
Baghdad, Iran, India dan Syam
Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha?i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawaiqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah.
Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafii, menulis surat berisi nasehat: Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah,
maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul Adham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti Jalan muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jamaah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan. Lelaki itu bertanya lagi kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu persen pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.? Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa.
Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dariyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M), pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya.
Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari
daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama besar sebelumnya telah mati kafir.
Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas.
Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah.
Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hisan - hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Kabah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma'la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas.
Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkahbisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Saud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I.
Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafii yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma'la (Mekkah), di Baqi dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan.
Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya.
Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan. Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir.
Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal. Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru.
Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah. Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir, katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir.
Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.
Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan- peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan
juta dollar untuk menggali peninggalan- peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata.
Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bidah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT.
Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).
Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Quran dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi).
Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bidah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bidah Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi
yaitu As-Saud.
Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana, sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)
Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur'an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul). (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748).
Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban : Nabi SAW pernah berdoa: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdoa: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan., Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya.
Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bidah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jalaudz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin. (AI-Hadits)
BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab.
Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M, seorang ulama mencatat tahunnya dengan hitungan Abjad: Ba daa halaakul khobiits (Telah nyata kebinasaan Orang yang Keji)
|
|
|
|
|
|
|
|
212. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 12/12/2013 |
|
Wahabi Budi Y - Kota: Singkawang
Cuma bisa mencap bahwa orang yang melarang peringatan Maulid adalah Wahabi karena tidak punya alasan lainnya.
Ada yang berkomentar: Iya, saat ini Makkah dan Madinah dikuasai faham wahabi yg memang tidak mau mengadakan Maulid Nabi yg baik ini, kaum wahabi di sana lebih suka mengadakan Maulid muhammad bin abdul wahhab an-najdi selama seminggu penuh, juga adanya haul Utsaimin tokoh yg mereka agung-agung kan.
Yang tahu keadaan Saudi adalah yang tinggal di Saudi. Orang di negeri kita yang asal menuduh, tanpa ajukan bukti, maka pernyataan di atas hanya HOAX (alias: bualan). Karena yang ada adalah bukan Maulid Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab namun pengadaan seminar dan pameran buku. Juga, yang ada hanyalah tugu yang menunjukkan bahwa di situ adalah markaz Dakwah Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dan bukan tugu peringatan, apalagi sampai mengatakan Wahabi merayakan haul Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Ini justru fitnah yang menunjukkan kebencian mereka terhadap dakwah tauhid di tanah Arab.
= Anda jangan mempunyai pemahaman yang sempit, yang tahu keadaan Saudi belum tentu hanya diketahui oleh orang Saudi saja. Jangan memastikan bahwa yang tau ttg Saudi hanya dilokalisir orang Saudi saja dan selain org Saudi penilaiannya terkesna tak ternilai. Meskipun Syaikh Utsaimin Dkk berfatwa melarang perayaan maulid Nabi SAW, beliau bersama ulama Wahabi lainnya juga berfatwa bolehnya merayakan hari nasional berdirinya kerajaan Saudi Arabia. Padahal dengan logika yang digunakan oleh Syaikh Utsaimin, harusnya hari nasional kerajaan Saudi Arabi, juga bid’ah madzmumah, tercela dan tidak ada dasarnya dalam al-Qur’an dan Sunnah!!!. para mufti Wahabi, dalam fatwa-fatwanya memang terkadang memihak penguasa mereka. Bahkan para pengagum Syaikh Utsaimin juga mendirikan museum yang sangat megah, yang isinya berupa peninggalan-peninggalan Syaikh Utsaimin; sedangkan banyak peninggalan rasul dan sahabat-sahabatnya diratakan dengan tanah. Seandainya, ada kaum Sunni melakukan hal yang sama terhadap para ulama shufi panutan mereka, tentu kaum Wahabi akan mengeluarkan protes dengan alasan bid’ah dan lain sebagainya. Jika anda kurang puas berdialog disini, markas pejuangislam.com siap mengadakan forum dialog terbuka!.
----------------------
Wahabi Budi Y - Kota: Singkawang
Dan yang jelas mereka memang sudah benci terhadap dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab karena sejak dari pesantren, mereka sudah didoktrin Wahabi itu sesat. Padahal yang didakwahkan Syaikh Ibnu Wahab adalah dakwah untuk kembali kepada akidah Islam dan kembali kepada ajaran Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Prinsip beliau adalah berpegang teguh pada dalil. Silakan lihat ulasan beliau dalam berbagai karyanya di antaranya dalam Kitab Tauhid, Qowa’idul Arba’ dan lainnya, tidak pernah beliau berkata kecuali dengan dalil dari Al Qur’an dan hadits.
= Kami di Pesantren dididik untuk melakukan bacaan yang komprehensif dan tidak diajarkan untuk membenci. Jika kami melakukan kajian kritis bukan berarti kami membenci secara pribadi, karena secara pribadi kami tidak ada kebencian, ini murni dialog ilmiyyah agar ummat islam tak tersesat.
Menurut kami pemikiran Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab al Najdi tidak ada bedanya dengan pemikiran khawarij. Alasan utama mengapa aliran Wahhabi kami katakan tidak ada bedanya dengan Khawarij (bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah) adalah karena paradigma pemikirannya yang mengusung konsep takfir dan istihlal dima’ wa amwal al-mukhalifin (pengkafiran dan penghalalan darah dan harta benda kaum Muslimin di luar alirannya).
Misalnya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Aku pada waktu itu tidak mengerti makna la ilaha illallah dan tidak mengerti
agama Islam, sebelum kebaikan yang dianugerahkan oleh Allah. Demikian pula
guru-guruku, tidak seorang pun di antara mereka yang mengetahui hal tersebut.
Barangsiapa yang berasumsi di antara ulama Aridh (Riyadh) bahwa ia
mengetahui makna la ilaha illallah atau mengetahui makna Islam sebelum waktu
ini, atau berasumsi bahwa di antara guru-gurunya ada yang mengetahui hal
tersebut, berarti ia telah berdusta, mereka-reka (kebohongan), menipu manusia
dan memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak dimilikinya.” (Ibn Ghannam,
Tarikh Najd hal. 310)
Dalam pernyataan di atas, jelas sekali Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
menyatakan bahwa sebelum ia menyebarkan faham Wahhabi, ia sendiri tidak
mengerti makna kalimat la ilaha illallah dan tidak mengerti agama Islam. Bahkan
tidak seorang pun dari guru-gurunya dan ulama manapun yang mengerti makna
kalimat la ilaaha illallah dan makna agama Islam. Pernyataan ini menunjukkan
bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengkafirkan guru-gurunya,
semua ulama dan mengkafirkan dirinya sebelum menyebarkan faham Wahhabi.
Pernyataan tersebut ditulis oleh muridnya sendiri, Syaikh Ibn Ghannam dalam
Tarikh Najd hal. 310
Selain itu, semua ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang otoritatif
(mu’tabar) di kalangan pesantren mengatakan demikian. Dari kalangan ulama
madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama
terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam
Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut:
“Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi
penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan
darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini
pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan
aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-
Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Dari kalangan ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang
populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd
al-Muhtar sebagai berikut:
“Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij
pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil
Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci.
Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa
mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan
mereka adalah orang-orang musyrik. Dan oleh sebab itu mereka menghalalkan
membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah
kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum
Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr
al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Dari kalangan ulama madzhab Hanbali, al-Imam Muhammad bin Abdullah bin
Humaid al-Najdi berkata dalam kitabnya al-Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-
Hanabilah ketika menulis biografi Syaikh Abdul Wahhab, ayah pendiri Wahhabi,
sebagai berikut:
“Abdul Wahhab bin Sulaiman al-Tamimi al-Najdi, adalah ayah pembawa dakwah
Wahhabiyah, yang percikan apinya telah tersebar di berbagai penjuru. Akan
tetapi antara keduanya terdapat perbedaan. Padahal Muhammad (pendiri
Wahhabi) tidak terang-terangan berdakwah kecuali setelah meninggalnya sang
ayah. Sebagian ulama yang aku jumpai menginformasikan kepadaku, dari orang
yang semasa dengan Syaikh Abdul Wahhab ini, bahwa beliau sangat murka
kepada anaknya, karena ia tidak suka belajar ilmu fiqih seperti para pendahulu dan orang-orang di daerahnya. Sang ayah selalu berfirasat tidak baik tentang
anaknya pada masa yang akan datang. Beliau selalu berkata kepada
masyarakat, “Hati-hati, kalian akan menemukan keburukan dari Muhammad.”
Sampai akhirnya takdir Allah benar-benar terjadi. Demikian pula putra beliau,
Syaikh Sulaiman (kakak Muhammad bin Abdul Wahhab), juga menentang
terhadap dakwahnya dan membantahnya dengan bantahan yang baik
berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu alaihi wa
sallam. Syaikh Sulaiman menamakan bantahannya dengan judul Fashl al-
Khithab fi al-Radd ‘ala Muhammad bin Abdul Wahhab. Allah telah
menyelamatkan Syaikh Sulaiman dari keburukan dan tipu daya adiknya
meskipun ia sering melakukan serangan besar yang mengerikan terhadap
orang-orang yang jauh darinya. Karena setiap ada orang yang menentangnya,
dan membantahnya, lalu ia tidak mampu membunuhnya secara terang-terangan,
maka ia akan mengirim orang yang akan menculik dari tempat tidurnya atau di
pasar pada malam hari karena pendapatnya yang mengkafirkan dan
menghalalkan membunuh orang yang menyelisihinya.” (Ibn Humaid al-Najdi, al-
Suhub al-Wabilah ‘ala Dharaih al-Hanabilah, hal. 275).
Dari kalangan ulama madzhab Syafi’i, al-Imam al-Sayyid Ahmad bin Zaini
Dahlan al-Makki, guru pengarang I’anah al-Thalibin, kitab yang sangat otoritatif
(mu’tabar) di kalangan ulama di Indonesia, berkata:
“Sayyid Abdurrahman al-Ahdal, mufti Zabid berkata: “Tidak perlu menulis
bantahan terhadap Ibn Abdil Wahhab. Karena sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam cukup sebagai bantahan terhadapnya, yaitu “Tanda-tanda mereka
(Khawarij) adalah mencukur rambut (maksudnya orang yang masuk dalam
ajaran Wahhabi, harus mencukur rambutnya)”. Karena hal itu belum pernah
dilakukan oleh seorang pun dari kalangan ahli bid’ah.” (Sayyid Ahmad bin Zaini
Dahlan, Fitnah al-Wahhabiyah, hal. 54).
Demikian pernyataan ulama terkemuka dari empat madzhab, Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hanbali, yang menegaskan bahwa golongan Wahhabi termasuk
Khawarij bukan Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Tentu saja masih terdapat ratusan
ulama lain dari madzhab Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang menyatakan bahwa
Wahhabi itu Khawarij dan tidak mungkin kami kutip semuanya.
Anda sepertinya awamul muslimin yg tertipu dengan ajaran wahhabi. Ribath alMurtadla siap menerima anda sbg santri untuk memperdalam mengenai kesesatan wahabi.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ilmu yang sangat bermanfaat untuk tambahan wawasan Sdr. Budi. |
|
|
|
|
|
|
|
213. |
Pengirim: novendri efendi - Kota: padang
Tanggal: 15/12/2013 |
|
ini perkataan dusta dan fitnah atas dakwah. siapa itu addarimi al-wahhabiy, ketika ana mempelajari tauhid asma' wa shifat dalam bab istiwa, tidak ada yang ana pahami apa yang antum paparkan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Pembagian Tauhid menjadi Asma wa sifat, uluhiyah dan rububiyah itu adalah Bid'ah yang tidak pernah diajarkan langsung oleh Nabi SAW. Kami persilahkan anda serbutkan satu saja hadits shahih yang Nabi SAW bersabda secara langsung, bahwa Tauhid itu dibagi tiga: Uluhiyyah, Rububiyyah dan Asma wa sifat. Haditsnya riwayat siapa, disebutkan dalam kitab apa, serta halaman berapa? |
|
|
|
|
|
|
|
214. |
Pengirim: Manusia - Kota: Indonesia
Tanggal: 17/12/2013 |
|
berdakwah di TV itu bid'ah ya? berarti adzan pake pengeras suara bid'ah? berarti khutbah jumat di masjid pake pengeras suara bid'ah juga? berarti ibadah dizaman modern ini bid'ah? anda memakai internet ini juga bid'ah kan? jaman Rasulullah gak ada pengeras suara atau internet juga lho? mohon dijawab,. :) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Justru ajaran Wahhabi yg mengatakan seperti itu, mereka mengatakan: Baca dzikir dg memegang Alat Tasbih adalah bid'ah sesat, karena Nabi tidak pernah memegang tasbih. Makanya kami katakan TV Rodja juga bid'ah karena Nabi tidak pernah lihat TV. |
|
|
|
|
|
|
|
215. |
Pengirim: Agung Swasana - Kota: Muara Bulian
Tanggal: 17/12/2013 |
|
Ass. ust, saya jadi bingung, maklum mantan orang kafir. Bukankah Islam berasal dari Arab, kok kita jadi alergi dengan agama asal. Mohon penjelesan. Terima kasih. Wss |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Di Saudi Arabiah ada dua kelompok: Sunni dan Wahhabi, seperti di Kristen ada dua kelompok: Katolik dan Protestan.
Kami pribadi pernah hidup di Saudi Arabiah mulai tahun 1983 sampai 1991. Kami adalah pengikut Sunni, karena lebih dekat dengan ajaran Nabi, Shahabat dan para ulama dan dianut mayoritas umat Islam di dunia, sedangkan kaum Wahhabi keberadaannya minoritas di dunia ini. |
|
|
|
|
|
|
|
216. |
Pengirim: Hamba Allah - Kota: tangerang
Tanggal: 19/12/2013 |
|
Oleh
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Orang-orang biasa menuduh "wahabi " kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo'a (memohon) hanya kepada Allah semata.
Suatu kali, di depan seorang syaikh penulis membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba'in An-Nawa-wiyah. Hadits itu berbunyi.
"Artinya : Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepa-da Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih]
Penulis sungguh kagum terhadap keterangan Imam An-Nawawi ketika beliau mengatakan, "Kemudian jika kebutuhan yang dimintanya -menurut tradisi- di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela."
Lalu kepada syaikh tersebut penulis katakan, "Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah." Ia lalu menyergah, "Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan!"
Penulis lalu bertanya, "Apa dalil anda?" Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi, "Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa'd![1]" dan Aku bertanya padanya, "Wahai bibiku, apakah Syaikh Sa'd dapat memberi manfaat kepadamu?" Ia menjawab, "Aku berdo'a (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku."
Lalu penulis berkata, "Sesungguhnya engkau adalah seorang alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil akidah dari bibimu yang bodoh itu."
Ia lalu berkata, "Pola pikirmu adalah pola pikir wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi."
Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi kecuali sekedar penulis dengar dari para syaikh. Mereka berkata tentang wahabi, "Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada para wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya."
Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh."
Kemudian penulis tanyakan jama'ahnya, sehingga penulis mendapat informasi bahwa pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits dan fiqih.
Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka. Kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, beliau lalu duduk di kursi dan tak seorang pun berdiri untuknya. Penulis berkata dalam hati, "Ini adalah seorang syaikh yang tawadhu' (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)."
Lalu syaikh membuka pelajaran dengan ucapan,
"Artinya : Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan.", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam biasa membuka khutbah dan pelajarannya.
Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahihnya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Qur'anul Karim dan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf.[2]. Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqaab (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firmanNya,
"Artinya : Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk." [Al-Hujurat: 11]
Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'i dengan rafidhah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidhah."
Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi."
Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, "Inilah syaikh yang sesungguhnya!"
PENGERTIAN WAHABI
Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa'ul Husnaa).
Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama'ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberikan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar.
Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini."
Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata.
Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Al-Qur'an menegaskan:
"Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yunus : 106]
Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas:
"Artinya : Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih)
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah.
1. Penentangan Orang-Orang Batil Terhadapnya
Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman:
"Artinya : Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." [Shaad : 5]
Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhannahu wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya.
Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima[3], padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat.
Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah- telah menulis kitab "Mukhtashar Siiratur Rasuul Shalallaahu alaihi wasalam ". Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat.
Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur'an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya.
Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab.
2. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan:
" Artinya : Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma dibunuh.
Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan seba-liknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul.
3. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan
Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-tokoh Sejarah", di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan.
Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka.
Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah[4] agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo'a hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga.
[Disalin dari kitab Minhajul Firqah An-Najiyah Wat Thaifah Al-Manshurah, edisi Indonesia Jalan Golongan Yang Selamat, Penulis Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Penerbit Darul Haq]
_______
Footnote
[1]. Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa'ad yang dikuburkan di dalam masjidnya.
[2]. Orang-orang Salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para Salafus Shalih. Yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi'in
[3].Sebab yang terkenal dalam dunia Fiqih hanya ada empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali.
[4]. Kaum Murtaziqoh yaitu orang-orang bayaran. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mohon maaf, kebetulan seminggu kami sedang Safari Dakwah dalam rangka menyambut bulan Maulid Nabi SAW di pedalaman Sesayap Tarakan Kaltim, sinyal kurang bagus. Untuk merespon komentar ini kami silahkan kepada pengunjung Aswaja yang berkesempatan. |
|
|
|
|
|
|
|
217. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 21/12/2013 |
|
berdakwah di TV itu bid'ah ya? berarti adzan pake pengeras suara bid'ah? berarti khutbah jumat di masjid pake pengeras suara bid'ah juga? berarti ibadah dizaman modern ini bid'ah? anda memakai internet ini juga bid'ah kan? jaman Rasulullah gak ada pengeras suara atau internet juga lho? mohon dijawab,. :)
= iya itu semua bid’ah, akan tetapi termasuk kepada bid’ah hasanah. Para ulama mengatakan bahwa bid’ah itu adalah segala praktek baik termasuk dalam ibadah ritual maupun dalam masalah muamalah, yang tidak pernah terjadi di masa Rasulullah saw. Meski namanya bid’ah, namun dari segi ketentuan hukum syari’at,, hukumnya tetap terbagi menjadi lima perkara sebagaimana hukum dalam fiqih. Ada bid’ah yang hukumnya haram, wajib, sunnah, makruh dan mubah.
Menurut Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Baari 4/318 sebagai berikut: “Pada asalnya bid’ah itu berarti sesuatu yang diadakan dengan tanpa ada contoh yang mendahului. Menurut syara’ bid’ah itu dipergunakan untuk sesuatu yang bertentangan dengan sunnah, maka jadilah dia tercela. Yang tepat bahwa bid’ah itu apabila dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap baik menurut syara’, maka dia menjadi baik dan jika dia termasuk diantara sesuatu yang dianggap jelek oleh syara’, maka dia menjadi jelek. Jika tidak begitu, maka dia termasuk bagian yang mubah. Dan terkadang bid’ah itu terbagi kepada hukum-hukum yang lima”.
Pendapat beliau ini senada juga yang diungkapkan oleh ulama-ulama pakar berikut ini :
Jalaluddin as-Suyuthi dalam risalahnya Husnul Maqooshid fii ‘Amalil Maulid dan juga dalam risalahnya Al-Mashoobih fii Sholaatit Taroowih; Az-Zarqooni dalam Syarah al Muwattho’ ; Izzuddin bin Abdus Salam dalam Al-Qowaa’id ; As-Syaukani dalam Nailul Author ; Ali al Qoori’ dalam Syarhul Misykaat; Al-Qastholaani dalam Irsyaadus Saari Syarah Shahih Bukhori, dan masih banyak lagi ulama lainnya yang senada dengan Ibnu Hajr ini yang tidak saya kutip disini
Bahkan menanggapi hadist kullu bid’ah tsb Ibn Taimiyyah berkata:
“Hadits “semua bid’ah adalah sesat”, bersifat general, umum, menyeluruh (tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata “kull (seluruh)”. Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau menjadi lima bagian? Selamanya, ini tidak akan pernah benar.” (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal. 13, dan Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyyah, juz 2 hal. 315, cet. 5 Dar Ibn al-Jauzi, Riyadh 1419 H)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih atas bantuan jawabannya, ini untuk Wahhabi Tangerang yang mengatasnamakan hamba Allah.
Kepada para pengunjung, kami mohon maaf karena kurang lancar dalam memberikan respon, karena kami pribadi sedang berada di dusun Sesayap Tarakan, pedalaman Kalimantan Timur.
|
|
|
|
|
|
|
|
218. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 21/12/2013 |
|
Oleh Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu Orang-orang biasa menuduh "wahabi " kepada setiap orang yang melanggar tradisi, kepercayaan dan bid'ah mereka, sekalipun kepercayaan-kepercayaan mereka itu rusak, bertentangan dengan Al-Qur'anul Karim dan hadits-hadits shahih. Mereka menentang dakwah kepada tauhid dan enggan berdo'a (memohon) hanya kepada Allah semata. Suatu kali, di depan seorang syaikh penulis membacakan hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam kitab Al-Arba'in An-Nawa-wiyah. Hadits itu berbunyi. "Artinya : Jika engkau memohon maka mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepa-da Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih] Penulis sungguh kagum terhadap keterangan Imam An-Nawawi ketika beliau mengatakan, "Kemudian jika kebutuhan yang dimintanya -menurut tradisi- di luar batas kemampuan manusia, seperti meminta hidayah (petunjuk), ilmu, kesembuhan dari sakit dan kesehatan maka hal-hal itu (mesti) memintanya hanya kepada Allah semata. Dan jika hal-hal di atas dimintanya kepada makhluk maka itu amat tercela." Lalu kepada syaikh tersebut penulis katakan, "Hadits ini berikut keterangannya menegaskan tidak dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah." Ia lalu menyergah, "Malah sebaliknya, hal itu dibolehkan!" Penulis lalu bertanya, "Apa dalil anda?" Syaikh itu ternyata marah sambil berkata dengan suara tinggi, "Sesungguhnya bibiku berkata, wahai Syaikh Sa'd![1]" dan Aku bertanya padanya, "Wahai bibiku, apakah Syaikh Sa'd dapat memberi manfaat kepadamu?" Ia menjawab, "Aku berdo'a (meminta) kepadanya, sehingga ia menyampaikannya kepada Allah, lalu Allah menyembuhkanku." Lalu penulis berkata, "Sesungguhnya engkau adalah seorang alim. Engkau banyak habiskan umurmu untuk membaca kitab-kitab. Tetapi sungguh mengherankan, engkau justru mengambil akidah dari bibimu yang bodoh itu." Ia lalu berkata, "Pola pikirmu adalah pola pikir wahabi. Engkau pergi berumrah lalu datang dengan membawa kitab-kitab wahabi." Padahal penulis tidak mengenal sedikitpun tentang wahabi kecuali sekedar penulis dengar dari para syaikh. Mereka berkata tentang wahabi, "Orang-orang wahabi adalah mereka yang melanggar tradisi orang kebanyakan. Mereka tidak percaya kepada para wali dan karamah-karamahnya, tidak mencintai Rasul dan berbagai tuduhan dusta lainnya." Jika orang-orang wahabi adalah mereka yang percaya hanya kepada pertolongan Allah semata, dan percaya yang menyembuhkan hanyalah Allah, maka aku wajib mengenal wahabi lebih jauh." Kemudian penulis tanyakan jama'ahnya, sehingga penulis mendapat informasi bahwa pada setiap Kamis sore mereka menyelenggarakan pertemuan untuk mengkaji pelajaran tafsir, hadits dan fiqih. Bersama anak-anak penulis dan sebagian pemuda intelektual, penulis mendatangi majelis mereka. Kami masuk ke sebuah ruangan yang besar. Sejenak kami menanti, sampai tiada berapa lama seorang syaikh yang sudah berusia masuk ruangan. Beliau memberi salam kepada kami dan menjabat tangan semua hadirin dimulai dari sebelah kanan, beliau lalu duduk di kursi dan tak seorang pun berdiri untuknya. Penulis berkata dalam hati, "Ini adalah seorang syaikh yang tawadhu' (rendah hati), tidak suka orang berdiri untuknya (dihormati)." Lalu syaikh membuka pelajaran dengan ucapan, "Artinya : Sesungguhnya segala puji adalah untuk Allah. Kepada Allah kami memuji, memohon pertolongan dan ampunan.", dan selanjutnya hingga selesai, sebagaimana Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam biasa membuka khutbah dan pelajarannya. Kemudian Syaikh itu memulai bicara dengan menggunakan bahasa Arab. Beliau menyampaikan hadits-hadits seraya menjelaskan derajat shahihnya dan para perawinya. Setiap kali menyebut nama Nabi, beliau mengucapkan shalawat atasnya. Di akhir pelajaran, beberapa soal tertulis diajukan kepadanya. Beliau menjawab soal-soal itu dengan dalil dari Al-Qur'anul Karim dan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Beliau berdiskusi dengan hadirin dan tidak menolak setiap penanya. Di akhir pelajaran, beliau berkata, "Segala puji bagi Allah bahwa kita termasuk orang-orang Islam dan salaf.[2]. Sebagian orang menuduh kita orang-orang wahabi. Ini termasuk tanaabuzun bil alqaab (memanggil dengan panggilan-panggilan yang buruk). Allah melarang kita dari hal itu dengan firmanNya, "Artinya : Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk." [Al-Hujurat: 11] Dahulu, mereka menuduh Imam Syafi'i dengan rafidhah. Beliau lalu membantah mereka dengan mengatakan, "Jika rafidah (berarti) mencintai keluarga Muhammad. Maka hendaknya jin dan manusia menyaksikan bahwa sesungguhnya aku adalah rafidhah." Maka, kita juga membantah orang-orang yang menuduh kita wahabi, dengan ucapan salah seorang penyair, "Jika pengikut Ahmad adalah wahabi. Maka aku berikrar bahwa sesungguhnya aku wahabi." Ketika pelajaran usai, kami keluar bersama-sama sebagian para pemuda. Kami benar-benar dibuat kagum oleh ilmu dan kerendahan hatinya. Bahkan aku mendengar salah seorang mereka berkata, "Inilah syaikh yang sesungguhnya!" PENGERTIAN WAHABI Musuh-musuh tauhid memberi gelar wahabi kepada setiap muwahhid (yang mengesakan Allah), nisbat kepada Muhammad bin Abdul Wahab, Jika mereka jujur, mestinya mereka mengatakan Muhammadi nisbat kepada namanya yaitu Muhammad. Betapapun begitu, ternyata Allah menghendaki nama wahabi sebagai nisbat kepada Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari nama-nama Allah yang paling baik (Asmaa'ul Husnaa). Jika shufi menisbatkan namanya kepada jama'ah yang memakai shuf (kain wol) maka sesungguhnya wahabi menisbatkan diri mereka dengan Al-Wahhab (Yang Maha Pemberi), yaitu Allah yang memberikan tauhid dan meneguhkannya untuk berdakwah kepada tauhid. MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB Beliau dilahirkan di kota 'Uyainah, Nejed pada tahun 1115 H. Hafal Al-Qur'an sebelum berusia sepuluh tahun. Belajar kepada ayahandanya tentang fiqih Hambali, belajar hadits dan tafsir kepada para syaikh dari berbagai negeri, terutama di kota Madinah. Beliau memahami tauhid dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Perasaan beliau tersentak setelah menyaksikan apa yang terjadi di negerinya Nejed dengan negeri-negeri lainnya yang beliau kunjungi berupa kesyirikan, khurafat dan bid'ah. Demikian juga soal menyucikan dan mengkultuskan kubur, suatu hal yang bertentangan dengan ajaran Islam yang benar. Ia mendengar banyak wanita di negerinya bertawassul dengan pohon kurma yang besar. Mereka berkata, "Wahai pohon kurma yang paling agung dan besar, aku menginginkan suami sebelum setahun ini." Di Hejaz, ia melihat pengkultusan kuburan para sahabat, keluarga Nabi (ahlul bait), serta kuburan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, hal yang sesungguhnya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah semata. Di Madinah, ia mendengar permohonan tolong (istighaatsah) kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, serta berdo'a (memohon) kepada selain Allah, hal yang sungguh bertentangan dengan Al-Qur'an dan sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Al-Qur'an menegaskan: "Artinya : Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi madharat kepadamu selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zhalim." [Yunus : 106] Zhalim dalam ayat ini berarti syirik. Suatu kali, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam berkata kepada anak pamannya, Abdullah bin Abbas: "Artinya : Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan mintalah pertolongan kepada Allah." [Hadits Riwayat At-Tirmidzi, ia berkata hasan shahih) Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab menyeru kaumnya kepada tauhid dan berdo'a (memohon) kepada Allah semata, sebab Dialah Yang Mahakuasa dan Yang Maha Menciptakan sedangkan selainNya adalah lemah dan tak kuasa menolak bahaya dari dirinya dan dari orang lain. Adapun mahabbah (cinta kepada orang-orang shalih), adalah dengan mengikuti amal shalihnya, tidak dengan menjadikannya sebagai perantara antara manusia dengan Allah, dan juga tidak menjadikannya sebagai tempat bermohon selain daripada Allah. 1. Penentangan Orang-Orang Batil Terhadapnya Para ahli bid'ah menentang keras dakwah tauhid yang dibangun oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Ini tidak mengherankan, sebab musuh-musuh tauhid telah ada sejak zaman Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam . Bahkan mereka merasa heran terhadap dakwah kepada tauhid. Allah berfirman: "Artinya : Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan." [Shaad : 5] Musuh-musuh syaikh memulai perbuatan kejinya dengan memerangi dan menyebarluaskan berita-berita bohong tentangnya. Bahkan mereka bersekongkol untuk membunuhnya dengan maksud agar dakwahnya terputus dan tak berkelanjutan. Tetapi Allah Subhannahu wa Ta'ala menjaganya dan memberinya penolong, sehingga dakwah tauhid terbesar luas di Hejaz, dan di negara-negara Islam lainnya. Meskipun demikian, hingga saat ini, masih ada pula sebagian manusia yang menyebarluaskan berita-berita bohong. Misalnya mereka mengatakan, dia (Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab) adalah pembuat madzhab yang kelima[3], padahal dia adalah seorang penganut madzhab Hambali. Sebagian mereka mengatakan, orang-orang wahabi tidak mencintai Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam serta tidak bershalawat atasnya. Mereka anti bacaan shalawat. Padahal kenyataannya, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah- telah menulis kitab "Mukhtashar Siiratur Rasuul Shalallaahu alaihi wasalam ". Kitab ini bukti sejarah atas kecintaan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Mereka mengada-adakan berbagai cerita dusta tentang Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, suatu hal yang karenanya mereka bakal dihisab pada hari Kiamat. Seandainya mereka mau mempelajari kitab-kitab beliau dengan penuh kesadaran, niscaya mereka akan menemukan Al-Qur'an, hadits dan ucapan sahabat sebagai rujukannya. Seseorang yang dapat dipercaya memberitahukan kepada penulis, bahwa ada salah seorang ulama yang memperingatkan dalam pengajian-pengajiannya dari ajaran wahabi. Suatu hari, salah seorang dari hadirin memberinya sebuah kitab karangan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebelum diberikan, ia hilangkan terlebih dahulu nama pengarangnya. Ulama itu membaca kitab tersebut dan amat kagum dengan kandungannya. Setelah mengetahui siapa penulis buku yang dibaca, mulailah ia memuji Muhammad bin Abdul Wahab. 2. Dalam Sebuah Hadits Disebutkan: " Artinya : Ya Allah, berilah keberkahan kepada kami di negeri Syam, dan di negeri Yaman. Mereka berkata, 'Dan di negeri Nejed.' Rasulullah berkata, 'Di sana banyak terjadi berbagai kegoncangan dan fitnah, dan di sana (tempat) munculnya para pengikut setan." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim] Ibnu Hajar Al-'Asqalani dan ulama lainnya menyebutkan, yang dimaksud Nejed dalam hadits di atas adalah Nejed Iraq. Hal itu terbukti dengan banyaknya fitnah yang terjadi di sana. Kota yang juga di situ Al-Husain bin Ali Radhiyallahu anhuma dibunuh. Hal ini berbeda dengan anggapan sebagian orang, bahwa yang dimaksud dengan Nejed adalah Hejaz, kota yang tidak pernah tampak di dalamnya fitnah sebagaimana yang terjadi di Iraq. Bahkan seba-liknya, yang tampak di Nejed Hejaz adalah tauhid, yang karenanya Allah menciptakan alam, dan karenanya pula Allah mengutus para rasul. 3. Sebagian Ulama Yang Adil Sesungguhnya Menyebutkan Bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah salah seorang mujaddid (pembaharu) abad dua belas Hijriyah. Mereka menulis buku-buku tentang beliau. Di antara para pengarang yang menulis buku tentang Syaikh adalah Syaikh Ali Thanthawi. Beliau menulis buku tentang "Silsilah Tokoh-tokoh Sejarah", di antara mereka terdapat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab dan Ahmad bin 'Irfan. Dalam buku tersebut beliau menyebutkan, akidah tauhid sampai ke India dan negeri-negeri lainnya melalui jama'ah haji dari kaum muslimin yang terpengaruh dakwah tauhid di kota Makkah. Karena itu, kompeni Inggris yang menjajah India ketika itu, bersama-sama dengan musuh-musuh Islam memerangi akidah tauhid tersebut. Hal itu dilakukan karena mereka mengetahui bahwa akidah tauhid akan menyatukan umat Islam dalam melawan mereka. Selanjutnya mereka mengomando kepada kaum Murtaziqah[4] agar mencemarkan nama baik dakwah kepada tauhid. Maka mereka pun menuduh setiap muwahhid yang menyeru kepada tauhid dengan kata wahabi. Kata itu mereka maksudkan sebagai padanan dari tukang bid'ah, sehingga memalingkan umat Islam dari akidah tauhid yang menyeru agar umat manusia berdo'a hanya semata-mata kepada Allah. Orang-orang bodoh itu tidak mengetahui bahwa kata wahabi adalah nisbat kepada Al-Wahhaab (yang Maha Pemberi), yaitu salah satu dari Nama-nama Allah yang paling baik (Asma'ul Husna) yang memberikan kepadanya tauhid dan menjanjikannya masuk Surga. [Disalin dari kitab Minhajul Firqah An-Najiyah Wat Thaifah Al-Manshurah, edisi Indonesia Jalan Golongan Yang Selamat, Penulis Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Penerjemah Ainul Haris Umar Arifin Thayib, Penerbit Darul Haq] _______ Footnote [1]. Dia memohon pertolongan kepada Syaikh Sa'ad yang dikuburkan di dalam masjidnya. [2]. Orang-orang Salaf adalah mereka yang mengikuti jalan para Salafus Shalih. Yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, para sahabat dan tabi'in [3].Sebab yang terkenal dalam dunia Fiqih hanya ada empat madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali. [4]. Kaum Murtaziqoh yaitu orang-orang bayaran
= Tulisan ini adalah tulisan copy paste, tp tidak masalah akan saya tanggapi seperlunya.
Kenapa anda gusar dg istilah wahabi?
Tidak semua orang yang berdakwah dengan tauhid dan sunnah lalu dipojokkan dengan nama Wahabi. Nama Wahabi itu khusus pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, aliran yang sangat populer. Pernyataan ini terkesan memposisikan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab sejajar dengan para rasul. Sepertinya hanya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang diposisikan seperti para Rasul, bukan para ulama lain yang juga berdakwah. Padahal antara para Rasul dan sangat jauh berbeda. Para Rasul berdakwah membawa wahyu menghadapi orang-orang kafir. Sedangkan pendiri Wahabi berdakwah bukan menghadapi orang kafir, akan tetapi umat Islam di Jazirah Arab yang dikafirkannya, bahkan dianggap lebih kafir dari pada Abu Jahal dan Abu Lahab, sebagaimana dapat dibaca dalam bukunya, Kasyf al-Syubuhat.
Sepertinya anda juga tidak tahu, bahwa para ulama Wahabi sendiri juga menerima laqab mereka sebagai Wahabi, misalnya Syaikh Sulaiman bin Salman, guru Syaikh Ibnu Baz dan lain-lain yang menulis buku berjudul al-Hadiyyah al-Saniyyah wa al-Tuhfah al-Wahhabiyyah al-Najdiyyah. Syaikh Ibnu Baz, juga menerima nama Wahabi sebagai nama aliran mereka. Dengan demikian, apakah ulama Wahabi sendiri yang memberi label aliran mereka dengan nama Wahabi juga berdosa karena telah masuk dalam tanabuz bil-alqab atau musuh-musuh tauhid dakwah Syaikh Muhammad bin Abdl Wahhab???
Selain itu dilain sisi, sering kita saksikan bahwa para Wahhâbiyun dengan seenaknya sendiri menyebut kelompok-kelompok tertentu dengan sebutan dan gelar dengan kesan kental mengejek, seperti al Jâmiyyîn, Al Bâziyyîn, al Quthbiyyîn, al Bannaiyyîn, al Albâniyyîn, al-Sururiyyin dan lain-lain.
Bahkan yang mengherankan ialah ternyata Shaleh ibn Fazân –yang keberatan digunakannya istilah Wahhabi- ternyata dengan serampangan menggunakan istilah Surûriyah untuk pengikut Muhammad ibn Surûr ibn Nâyif ibn Zainal Âbidîn. Mengapa ia tidak menamainya dengan nama Muhammadiyah/Muhammadi mengingat pendirinya/pimpinan kelompok itu bernama Muhammad dan bukan Surûr?!!
Namun, apa hendak dikata, kaum Wahhâbiyah tidak pernah ingin dibatasi dengan aturan main dan etika dalam berkomunikasi! Apa yang mau mereka lakukan, ya mereka lakukan, jangan ada yang menanyakan mengapa? “Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS.21[Al Anbiyâ’];23)
Atau jangan-jangan keberatan mereka atas penamaan/penisbatan itu sebenarnya bersifat politis dan demi kepentingan “Da’wah Pemurnian Tauhidi ala mereka”, agar kaum awam tidak lagi mengingat potret kelam pendiri sekte Mazhab ini yang akrab dengan doktrin pengafiran dan pencucuran darah-darah suci kaum Muslimin lain selain pengikut mazhabnya, sebab kalau mereka menyadari hal itu pasti mereka akan merasa jijik terhadapnya! Bisa jadi itulah alasan hakiki dibalik keberatan itu, namum kami tidak ingin bersepekulasi atau sû’dzdzan, mungkin ada alasan lain yang luhur.
Pertama kali pribadi yang menyebut ajaran sekte sempalan yang diajarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dengan sebutan Wahhaby adalah saudara tua sekandungnya, Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab yang selalu mencoba meluruskan pemahaman adiknya yang salah-kaprah tentang Islam dan ajaran Salaf Saleh. Sebuah surat (risalah) panjang beliau tulis untuk adiknya yang kemudian dibukukan (baca: dicetak) dengan judul:
“الصواعق الإلهية في مذهب الوهابية”
(Petir-petir Ilahi pada Mazhab al-Wahabiyah)
Kitab tersebut beberapa kali di cetak di Turkia, Pakistan dan beberapa negara lain, terakhir dicetak beberapa percetakan di Beirut-Lebanon. Tentu, kitab semacam ini tidak akan pernah kita temukan di toko-toko buku di Arab Saudi yang mazhab resminya adalah Wahhabiyah, karena akan merusak status quonya.
Jadi nisbat al wahhab itu bukan kepada sifat Alloh tapi kepada nisbat kepada nama ayahandanya..
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih atas bantuan jawabannya, ini untuk Wahhabi Tangerang yang mengatasnamakan hamba Allah.
Kepada para pengunjung, kami mohon maaf karena kurang lancar dalam memberikan respon, karena kami pribadi sedang berada di pedalaman Kalimantan Timur tepatnya di dusun Sesayap Tarakan.
|
|
|
|
|
|
|
|
219. |
Pengirim: Ahmadi - Kota: Aceh
Tanggal: 25/12/2013 |
|
Assalamualaikum saudaraku seiman
ketika saya membaca perdebatan dalam komentar tulisan ini, saya bingung menilai mana yang benar dan mana yang salah.. saya sering menonton rodja tv dan wesal tv.. saya melihat setiap pernyataan yang mereka sampaikan tentang sesuatu amalan yang bid'ah mereka menyampaikan dalilnya yang sahih, sehingga rasanya tidak mungkin bersalahan dalam islam karna dalil merupakan alasan sesuatu ibadah bisa diterima atau tidak. kemudian ketika saya membaca tulisan karya pejuang di atas, saya menilai tidak selayaknya menuduh seseorang wahhabi sebelum ada bukti yang kuat.
saya berpedoman bahwa amalan itu akan sah apabila sesuai dengan dalil yang ada, jika melenceng maka amalan itu tergolong kepada bid'ah. saya tidak suka memperdalam bid'ah ini karena setiap orang berbeda cara memahaminya. menurut yg saya fahami, bid'ah yang dimaksudkan oleh rasulullah adalah perbuatan kita yang tidak ada contoh dari rasulullah saw, dan perbuatan itu hanya urusan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, masalah mayit, tahlilan, jiarah kubur, dan sebagainya. namun jika urusan muamalah itu terserah kepada kita asalkan jangan melalukan perbuatan yang dilarang. misalnya rasul tdk pernah naik pesawat pergi haji, lalu kita naik pesawat, itu bukan disebut bid'ah, memang tidak sesuai dengan contoh dari nabi tapi naik pesawat itu urusan muamalah.
dalam komentar saya ini saya tidak berpihak kepada siapapun, prinsip saya mazhab ini membuat hancur umat islam, kembalilah kepada alquran dan sunnah dan orang-orang salaf. jika kita tdk bermazhab kepada imam kita kita tdk berdosa, bermazhablah kepada alquran dan assunnah, jika suatu permasalahan tidak difahami, tanyakan kepada orang yg faham tentang permasalahan itu, bisa saja merujuk kepada pendapat empat mazhab lalu kita diberikan akal oleh Allah untuk memutuskan mana yang seharusnya kita ikuti. intinya, selagi ada dalil yg sahih, berdosa jika kita membangkangnya, namun jika ada suatu perkara yg tdk jelas dalilnya, maka lebih aman jika kita meninggalkannya.
walluallam bissawab. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda mengatakan : Menurut yg saya fahami, bid'ah yang dimaksudkan oleh rasulullah adalah perbuatan kita yang tidak ada contoh dari rasulullah saw, dan perbuatan itu hanya urusan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, masalah mayit, tahlilan, jiarah kubur, dan sebagainya....!
Tampak sekali, jika anda masih perlu banyak belajar agama Islam, karena anda juga menolak pendapat empat madzhab, yang anda katakan tidak penting, tapi harus langsung merujuk kepada Alquran dan Hadits, coba tunjukkan ayat dan hadits shahih mana yang membagi-bagi ada Ibadah Mahdhah dan Ghairu Mahdhah segala, kalau bukan dari istilah para ulama madzhab !
Khususnya anda wajib belajar mengenai pendapat para ulama salaf tentang definisis Bid'ah, agar anda tidak mudah dibodoh-bodohi oleh TV RODJA maupun oleh tokoh-tokoh Wahhabi lainnya.
Apalagi anda menempatkan diri sebagai kelompok anti bermadzhab, padahal kaum Wahhabi Indonesia mengaku-ngaku sebagai Kelompok Salafi, alias pengikut ulama Salaf, sedangkan pemahaman Wahhabi ini sangat bertentangtan dengan para ulama Salaf itu sendiri.
Berikut kami cuplikkan sebagian kecil dari pendapat para Ulama Salaf Aswaja tentang definisi Bid'ah dalam ibadah mahdhah, menurut istilah anda:
Dalam pengertian syari’at, bid’ah adalah:
اَلْمُحْدَثُ الَّذِيْ لَمْ يَنُصَّ عَلَيْهِ الْقُرْءَانُ وَلاَ جَاءَ فِيْ السُّـنَّةِ.
“Sesuatu yang baru yang tidak terdapat penyebutannya secara tertulis, baik di dalam al-Qur’an maupun dalam hadits”. (Sharih al-Bayan, j. 1, h. 278)
Seorang ulama bahasa terkemuka, Abu Bakar Ibn al-‘Arabi menuliskan sebagai berikut:
لَيْسَتْ البِدْعَةُ وَالْمُحْدَثُ مَذْمُوْمَيْنِ لِلَفْظِ بِدْعَةٍ وَمُحْدَثٍ وَلاَ مَعْنَيَيْهِمَا، وَإِنَّمَا يُذَمُّ مِنَ البِدْعَةِ مَا يُخَالِفُ السُّـنَّةَ، وَيُذَمُّ مِنَ الْمُحْدَثَاتِ مَا دَعَا إِلَى الضَّلاَلَةِ.
“Perkara yang baru (Bid’ah atau Muhdats) tidak pasti tercela hanya karena secara bahasa disebut Bid’ah atau Muhdats, atau dalam pengertian keduanya. Melainkan Bid’ah yang tercela itu adalah perkara baru yang menyalahi sunnah, dan Muhdats yang tercela itu adalah perkara baru yang mengajak kepada kesesatan”.
Macam-Macam Bid’ah
Bid’ah terbagi menjadi dua bagian:
Pertama:
Bid’ah Dlalalah.
Disebut pula dengan Bid’ah Sayyi-ah atau Sunnah Sayyi-ah.
Yaitu perkara baru yang menyalahi al-Qur’an dan Sunnah.
Kedua: Bid’ah Huda
disebut juga dengan Bid’ah Hasanah atau Sunnah Hasanah.
Yaitu perkara baru yang sesuai dan sejalan dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Al-Imam asy-Syafi’i berkata :
الْمُحْدَثَاتُ مِنَ اْلأُمُوْرِ ضَرْبَانِ : أَحَدُهُمَا : مَا أُحْدِثَ ِممَّا يُخَالـِفُ كِتَابًا أَوْ سُنَّةً أَوْ أَثرًا أَوْ إِجْمَاعًا ، فهَذِهِ اْلبِدْعَةُ الضَّلاَلـَةُ، وَالثَّانِيَةُ : مَا أُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ خِلاَفَ فِيْهِ لِوَاحِدٍ مِنْ هذا ، وَهَذِهِ مُحْدَثَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَةٍ (رواه الحافظ البيهقيّ في كتاب " مناقب الشافعيّ)
“Perkara-perkara baru itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Perkara baru yang menyalahi al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ atau menyalahi Atsar (sesuatu yang dilakukan atau dikatakan sahabat tanpa ada di antara mereka yang mengingkarinya), perkara baru semacam ini adalah bid’ah yang sesat. Kedua: Perkara baru yang baru yang baik dan tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah, maupun Ijma’, maka sesuatu yang baru seperti ini tidak tercela”. (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dengan sanad yang Shahih dalam kitab Manaqib asy-Syafi’i) (Manaqib asy-Syafi’i, j. 1, h. 469).
Dalam riwayat lain al-Imam asy-Syafi’i berkata:
اَلْبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ: بِدْعَةٌ مَحْمُوْدَةٌ وَبِدْعَةٌ مَذْمُوْمَةٌ، فَمَا وَافَقَ السُّـنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدٌ وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُوْمٌ.
“Bid’ah ada dua macam: Bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan Sunnah adalah bid’ah terpuji, dan bid’ah yang menyalahi Sunnah adalah bid’ah tercela”. (Dituturkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam Fath al-Bari)
Pembagian bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi'i ini disepakati oleh para ulama setelahnya dari seluruh kalangan ahli fikih empat madzhab, para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu.
Di antara mereka adalah para ulama terkemuka, seperti
al-‘Izz ibn Abd as-Salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah, al-Haththab al-Maliki, Ibn ‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan ahli hadits di antaranya Ibn al-'Arabi al-Maliki, Ibn al-Atsir, al-Hafizh Ibn Hajar, al-Hafzih as-Sakhawi, al-Hafzih as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahasa sendiri, seperti al-Fayyumi, al-Fairuzabadi, az-Zabidi dan lainnya.
Dengan demikian bid’ah dalam istilah syara’ terbagi menjadi dua:
1.Bid’ah Mahmudah (bid’ah terpuji)
2.Bid’ah Madzmumah (bid’ah tercela).
Pembagian bid’ah menjadi dua bagian ini dapat dipahami dari hadits ‘Aisyah, bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baru dalam syari’at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Dapat dipahami dari sabda Rasulullah: “Ma Laisa Minhu”, artinya “Yang tidak sesuai dengannya”, bahwa perkara baru yang tertolak adalah yang bertentangan dan menyalahi syari’at. Adapun perkara baru yang tidak bertentangan dan tidak menyalahi syari’at maka ia tidak tertolak.
Bid’ah dilihat dari segi wilayahnya terbagi menjadi dua bagian; Bid’ah dalam pokok-pokok agama (Ushuluddin) dan bid’ah dalam cabang-cabang agama, yaitu bid’ah dalam Furu’, atau dapat kita sebut Bid’ah ‘Amaliyyah. Bid’ah dalam pokok-pokok agama (Ushuluddin) adalah perkara-perkara baru dalam masalah akidah yang menyalahi akidah Rasulullah dan para sahabatnya.
Menurut al-Imam Abu Muhammad Izzudin bin Abdissalam,
bid’ah adalah:
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah di kenal(terjadi) pada masa Rasulullah SAW”.
(qawa’id al- Ahkam fi mashalih al-Anam, juz 11, hal 172)
Sebagian besar ulama membagi Bid’ah menjadi lima macam:
1) Bid’ah Wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara’. Seperti mempelajari ilmu Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain-lain.Sebab, hanya dengan ilmu-ilmu inilah seseorang dapat memahami al-Qur’an dan hadist Nabi Muhammad SAW secara sempurna.
2) Bid’ahn Muharramah,
Yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’. Seperti madzhab Jabariyyaah dan Murji’ah.
3) Bid’ah Mandubah,
yakni segala sesuatu yang baik, tapi tak pernah dilakukan pada masa Rasulullah SAW. Misalnya, shalat tarawih secara berjamaah, mendirikan madrasah dan pesantren.
4) Bid’ah Makruhah,
seperti menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan.
5) Bid’ah Mubahah,
seperti berjabatan tangan setelah shalat dan makan makanan yang lezat.
(Qawa’id al-Ahkam Fi Mashalih al-Anam, Juz, 1 hal, 173)
Maka tidak heran jika sejak dahulu para ulama telah membagi bid’ah menjadi dua bagian besar.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Syafi’I RA yang dikutip dalam kitab Fath al-Bari:
“Sesuatu yang diada – adakan itu ada dua macam. (Pertama), sesuatu yang baru itu menyalahi al-Qur’an, Sunnah Nabi SAW, Atsar sahabat atau Ijma’ulama. Ini disebut dengan bid’ah dhalal (sesat). Dan (kedua, jika) sesuatu yang baru tersebut termasuk kebajikan yang tidak menyalahi sedikitpun dari hal itu (al-Qur’an, al-Sunnah dan Ijma’). Maka perbuatan tersebut tergolong perbuatan baru yang tidak dicela”. (Fath al-Bari, juz XVII, hal 10)
Syaikh Nabil Husaini menjelaskan sebagai berikut:
“Para ahli ilmu telah membahas persoalan ini kemudian membaginya menjadi dua bagian. Yakni bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Yang dimaksud dengan bid’ah hasanah adalah perbuatan yang sesuai kepada kitab Allah SWT dan sunnah Rasulullah SAW. Keberadaan bid’ah hasanah ini masuk dalam bingkai sabda nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Siapa saja yang membuat sunnah yang baik (Sunnah hasanah) dalam agama Islam, maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan tersebut serta pahala dari orang-orang mengamalkannya setelah itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala mereka. Dan barang siapa yang merintis sunnah jelek (sunnah sayyiah), maka ia akan mendapatkan dosa dari perbuatan itu dan dosa-dosa yang setelahnya yang meniru perbuatan tersebut, tanpa sedikitpun mengurangi dosa-dosa mereka”.
Dan juga berdasarkan Hadist Shahih yang mauquf, yakni ucapan Abdullah bin Mas’ud RA ,”Setiap sesuatu yang dianggap baik oleh semua muslim, maka perbuatan tersebut baik menurut Allah SWT, dan semua perkara yang dianggap buruk orang-orang Islam, maka menurut Allah SWT perbuatan itu juga buruk”. Hadist ini dishahihkan oleh al-Hafizh Ibn Hajar dalam al-Amah” (al-Bid’ah al-Hasanah, wa Ashluha min al-Kitab wa al-Sunnah, 28)
Dari uraian diatas maka secara umum bid’ah terbagi menjadi dua.
Pertama, bid’ah hasanah,
yakni bid’ah yang tidak dilarang dalam agama karena mengandung unsur yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Masuk dalam kategori ini adalah bid’ah wajibah, mandubah, dan mubahah. Dalam konteks inilah perkataan sayyidina Umar bin Khattab RA tentang jama’ah shalat tarawih yang beliau laksanakan:
“Sebaik-baik bid’ah adalah ini (yakni shalat tarawih dengan berjama’ah)”. (Al-Muaththa’ [231] )
Contoh, bid’ah hasanah
adalah khutbah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, membuka suatu acara dengan membaca basmalah di bawah seorang komando, memberi nama pengajian dengan istilah kuah(dhliah shubuh, pengajian ahad atau titian senja, menambah bacaan subhanahu wa ta’ala (yang diringkas menjadi SWT) setiap ada kalimat Allah, dan subhanahu alaihi wasallam (yang diringkas SAW) setiap ada kata Muhammad. Serta perbuatan lainnya yang belum pernah ada pada masa Rasulullah SAW, namun tidak bertentangan dengan inti ajaran agam,a Islam.
Kedua, bid’ah sayy’ah(dhalalah),
yakni bid’ah yang mengandung unsur negatif dan dapat merusak ajaran dan norma agama Islam. Bid’ah muharramah dan makruhah dapat digolongkan pada bagian yang kedua ini. Inilah yang dimaksud oleh sabda Nabi Muhammad SAW:
“Dari ‘A’isyah RA, ia berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang melakukan suatu yang tiada perintah kami atasnya, maka amal itu ditolak”. (Shahid Muslim, [243])
Dengan adanya pembagian ini, dapat disimpulakan bahwa tidak semua bid’ah itu dilarang dalam agama. Sebab yang tidak diperkenankan adalah perbuatan yang dikawatirkan akan menghancurkan sendi – sendi agama Islam. Sedangkan amaliyah yang akan menambah syi’ar dan daya tarik agama Islam tidak dilarang. Bahkan untuk saat ini, sudah waktunya umat Islam lebih kreatif untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan zaman yang makin kompleks, sehingga agama Islam akan selalu relevan di setiap waktu dan tempat (Shalih li kuli zaman wa makan).
Dalil-Dalil Bid’ah Hasanah
Al-Muhaddits al-‘Allamah as-Sayyid ‘Abdullah ibn ash-Shiddiq al-Ghumari al-Hasani dalam kitab Itqan ash-Shun’ah Fi Tahqiq Ma’na al-Bid’ah, menuliskan bahwa di antara dalil-dalil yang menunjukkan adanya bid’ah hasanah adalah sebagai berikut (Lihat Itqan ash-Shun’ah, h. 17-28):
1. Firman Allah dalam QS. al-Hadid: 27:
وَجَعَلْنَا فِي قُلُوبِ الَّذِينَ اتَّبَعُوهُ رَأْفَةً وَرَحْمَةً وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا مَا كَتَبْنَاهَا عَلَيْهِمْ إِلَّا ابْتِغَاءَ رِضْوَانِ اللَّهِ (الحديد: 27)
“Dan Kami (Allah) jadikan dalam hati orang-orang yang mengikutinya (Nabi ‘Isa) rasa santun dan kasih sayang, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah, padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka, tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah” (Q.S. al-Hadid: 27)
Ayat ini adalah dalil tentang adanya bid’ah hasanah. Dalam ayat ini Allah memuji ummat Nabi Isa terdahulu, mereka adalah orang-orang muslim dan orang-orang mukmin berkeyakinan akan kerasulan Nabi Isa dan bahwa berkeyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Allah memuji mereka karena mereka kaum yang santun dan penuh kasih sayang, juga karena mereka merintis rahbaniyyah. Praktek Rahbaniyyah adalah perbuatan menjauhi syahwat duniawi, hingga mereka meninggalkan nikah, karena ingin berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah.
Dalam ayat di atas Allah mengatakan “Ma Katabnaha ‘Alaihim”, artinya: “Kami (Allah) tidak mewajibkan Rahbaniyyah tersebut atas mereka, melainkan mereka sendiri yang membuat dan merintis Rahbaniyyah itu untuk tujuan mendekatkan diri kepada Allah”. dalam ayat ini Allah memuji mereka, karena mereka merintis perkara baru yang tidak ada nash-nya dalam Injil, juga tidak diwajibkan bahkan tidak sama sekali tidak pernah dinyatakan oleh Nabi ‘Isa al-Masih kepada mereka. Melainkan mereka yang ingin berupaya semaksimal mungkin untuk taat kepada Allah, dan berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada-Nya dengan tidak menyibukkan diri dengan menikah, menafkahi isteri dan keluarga. Mereka membangun rumah-rumah kecil dan sederhana dari tanah atau semacamnya di tempat-tempat sepi dan jauh dari orang untuk beribadah sepenuhnya kepada Allah.
2. Hadits sahabat Jarir ibn Abdillah al-Bajali,
bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَىْءٌ، وَمَنْ سَنَّ فِيْ الإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَىْءٌ (رواه مسلم)
“Barang siapa merintis (memulai) dalam agama Islam sunnah (perbuatan) yang baik maka baginya pahala dari perbuatannya tersebut, dan pahala dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya, tanpa berkurang sedikitpun dari pahala mereka. Dan barang siapa merintis dalam Islam sunnah yang buruk maka baginya dosa dari perbuatannya tersebut, dan dosa dari orang yang melakukannya (mengikutinya) setelahnya tanpa berkurang dari dosa-dosa mereka sedikitpun”. (HR. Muslim)
Dalam hadits ini dengan sangat jelas Rasulullah mengatakan: “Barangsiapa merintis sunnah hasanah…”. Pernyataan Rasulullah ini harus dibedakan dengan pengertian anjuran beliau untuk berpegangteguh dengan sunnah (at-Tamassuk Bis-Sunnah) atau pengertian menghidupkan sunnah yang ditinggalkan orang (Ihya’ as-Sunnah). Karena tentang perintah untuk berpegangteguh dengan sunnah atau menghidupkan sunnah ada hadits-hadits tersendiri yang menjelaskan tentang itu. Sedangkan hadits riwayat Imam Muslim ini berbicara tentang merintis sesuatu yang baru yang baik yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Karena secara bahasa makna “sanna” tidak lain adalah merintis perkara baru, bukan menghidupkan perkara yang sudah ada atau berpegang teguh dengannya.
3. Hadits ‘Aisyah,
bahwa ia berkata: Rasulullah bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Barang siapa yang berbuat sesuatu yang baharu dalam syari'at ini yang tidak sesuai dengannya, maka ia tertolak”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini dengan sangat jelas menunjukkan tentang adanya bid’ah hasanah. Karena seandainya semua bid’ah pasti sesat tanpa terkecuali, niscaya Rasulullah akan mengatakan “Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini apapun itu, maka pasti tertolak”. Namun Rasulullah mengatakan, sebagaimana hadits di atas:“Barangsiapa merintis hal baru dalam agama kita ini yang tidak sesuai dengannya, artinya yang bertentangan dengannya, maka perkara tersebut pasti tertolak”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa perkara yang baru itu ada dua bagian:
Pertama, yang tidak termasuk dalam ajaran agama, karena menyalahi kaedah-kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai bid’ah yang sesat.
Kedua, perkara baru yang sesuai dengan kaedah dan dalil-dalil syara’, perkara baru semacam ini digolongkan sebagai perkara baru yang dibenarkan dan diterima, ialah yang disebut dengan bid’ah hasanah.
|
|
|
|
|
|
|
|
220. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 27/12/2013 |
|
WAHABI AHMADI ACEH :
Saya sering menonton rodja tv dan wesal tv.. saya melihat setiap pernyataan yang mereka sampaikan tentang sesuatu amalan yang bid'ah mereka menyampaikan dalilnya yang sahih, sehingga rasanya tidak mungkin bersalahan dalam islam karna dalil merupakan alasan sesuatu ibadah bisa diterima atau tidak.
==================
Karena anda yang menonton anda dan kemampuan anda menelaah dalil-dalil yg mereka uraikan itu sangat minim, maka sangatlah wajar jika penilaian anda atas dalil-dalil yg ksaum wahabi sampaikan di berbgaia madia eletronik tsb kelihatannya benar, dan tak terkalahkan. Saya siap mengadakan dialog terbuka, di mana kami dari Tim NU akan hadir untuk membedah amalan kita sesuai perspektif Quran dan Sunnah; dan sangat bagus jika di siarkan secara live di media eletronik milik mereka. Beberapa waktu yg lalu tim kami telah mengundang narasumber dari RodjaTv utk berdialog terbuka dg kami, namun mereka menolak. Padahal semula telah setuju, namun di tengah perjalanan menyatakan tdk siap. Demikian. Jika anda merasa benar kenapa mesti takut masuk ke blog ini? Bukankah anda percaya denga ungkapan BERANI KARENA BENAR DAN TAKUT KARENA SALAH….kalau anda takut berarti…(jawab sendiri). Silahkan baca dalil-dalil yg uraikan di atas dengan baik dan benar.
==================
WAHABI AHMADI ACEH :
kemudian ketika saya membaca tulisan karya pejuang di atas, saya menilai tidak selayaknya menuduh seseorang wahhabi sebelum ada bukti yang kuat.
==================
Bukti kami kuat. Silahkan tanya kepada mereka, kami menganggap bahwa anti tahlilan, maulid, dll itu sebagai sekte wahhabi. Dan mereka pasti anti tahlilan, maulid, dll. kami tidak asal bunyi tanpa ada rujukan ilmiah yg jelas.
==================
WAHABI AHMADI ACEH :
saya berpedoman bahwa amalan itu akan sah apabila sesuai dengan dalil yang ada, jika melenceng maka amalan itu tergolong kepada bid'ah. menurut yg saya fahami, bid'ah yang dimaksudkan oleh rasulullah adalah perbuatan kita yang tidak ada contoh dari rasulullah saw, dan perbuatan itu hanya urusan ibadah mahdah seperti shalat, puasa, zakat, masalah mayit, tahlilan, jiarah kubur, dan sebagainya. namun jika urusan muamalah itu terserah kepada kita asalkan jangan melalukan perbuatan yang dilarang. misalnya rasul tdk pernah naik pesawat pergi haji, lalu kita naik pesawat, itu bukan disebut bid'ah, memang tidak sesuai dengan contoh dari nabi tapi naik pesawat itu urusan muamalah.
==================
Jika amalan tidak ada dalilnya, maka tidak sah? Bagaimana anda bisa berkesimpulan seperti ini? Dalilnya apa?
Perlu anda ketahui, bahwa setiap amaliah yg di lakukan warga Nahdliyyin itu ada dalilnya.
Mari kita merujuk kepada Quran:
‘Apa saja yang didatangkan oleh Rasul kepadamu, maka ambillah dia dan apa saja yang kamu dilarang daripadanya, maka berhentilah (mengerjakannya). (QS. Al-Hasyr : 7).
Dalam ayat diatas jelas bahwa perintah untuk tidak mengerjakan sesuatu itu adalah apabila telah tegas dan jelas larangannya dari Rasulallah saw. !
Dalam ayat diatas ini tidak dikatakan :
‘Dan apa saja yang tidak pernah dikerjakannya (oleh Rasulallah), maka berhentilah (mengerjakannya)’.
Juga dalam hadits Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhori:
‘Jika aku menyuruhmu melakukan sesuatu, maka lakukanlah semampumu dan jika aku melarangmu melakukan sesuatu, maka jauhilah dia !‘
Dalam hadits diatas Rasulallah saw. tidak mengatakan:
‘Dan apabila sesuatu itu tidak pernah aku kerjakan, maka jauhilah dia!’
Baiklah, jika kami mengikuti alur pemikiran dangkal anda, akan kami jelaskan sebagai berikut :
Membagi bid’ah menjadi dua, bid’ah hasanah dan bid’ah sayyi’ah, merupakan keniscayaan dari pembacaan terhadap sekian banyak teks al-Qur’an dan hadits-hadits shahih. Kami, Ahlussunnah Wal-Jama’ah membagi bid’ah menjadi dua, dan bahkan membagi bid’ah sebanyak hukum-hukum syar’i yang lima (wajib, sunnah, mubah, haram dan makruh), karena berangkat dari sekian banyak dalil.
Para ulama mendefinisikan bid’ah sebagai berikut. Al-Imam ‘Izzuddin ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdissalam (577-660 H/1181-1262 M), ulama terkemuka dalam madzhab Syafi’i, mendefinisikan bid’ah dalam kitabnya Qawa’id al-Ahkam sebagai berikut:
اَلْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم. (الإمام عزالدين بن عبد السلام، قواعد الأحكام، ۲/١٧۲).
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah SAW”. (Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/172).
Definisi serupa juga dikemukakan oleh al-Imam Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi (631-676 H/1234-1277 M), hafizh dan faqih dalam madzhab Syafi’i. Beliau berkata:
هِيَ إِحْدَاثُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيْ عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم. (الإمام النووي، تهذيب الأسماء واللغات، ٣/۲۲).
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang baru yang belum ada pada masa Rasulullah SAW”. (Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughat,3/22 ).
Pembagian bid’ah menjadi dua, berangkat dari hadits-hadits berikut ini:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: إِنَّ خَيْرَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ اْلأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةُ. (رواه مسلم).
“Jabir bin Abdullah berkata, “Rasulullah SAW bersabda: “Sebaik-baik upcapan adalah kitab Allah. Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Sejelek-jelek perkara, adalah perkara yang baru. Dan setiap bid’ah itu kesesatan.” (HR. Muslim).
Hadits di atas menegaskan bahwa setiap bid’ah itu kesesatan. Kemudian jangkauan hukum hadits tersebut dibatasi oleh sekian banyak dalil, antara lain hadits berikut:
عَنْ جَرِيْرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الْبَجَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْءٌ وَمَنْ سَنَّ فِي اْلإِسْلاَمِ سُنَّةً سَيِّئَةً كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مَنْ بَعْدَهُ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ. رواه مسلم
“Jarir bin Abdullah al-Bajali berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan memperoleh pahalanya serta pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. Dan barangsiapa yang memulai perbuatan jelek dalam Islam, maka ia akan memperoleh dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa mereka.” (HR. Muslim).
Dalam hadits pertama, Rasulullah SAW menegaskan, bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Tetapi dalam hadits kedua, Rasulullah SAW menegaskan pula, bahwa barangsiapa yang memulai perbuatan baik dalam Islam, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya. Dengan demikian, hadits kedua jelas membatasi jangkauan makna hadits pertama “kullu bid’atin dhalalah (setiap bid’ah adalah sesat)” sebagaimana dikatakan oleh al-Imam al-Nawawi dan lain-lain. Karena dalam hadits kedua, Nabi SAW menjelaskan dengan redaksi, “Barangsiapa yang memulai perbuatan yang baik”, maksudnya baik perbuatan yang dimulai tersebut pernah dicontohkan dan pernah ada pada masa Nabi SAW, atau belum pernah dicontohkan dan belum pernah ada pada masa Nabi SAW.
Mengklasifikasikan bahwa bid’ah menurut Rasul adalah hanya terpatri kepada ibadah bukan mu’amalah, maka itu anda yang berkata BUKAN NABI !!!
==================
WAHABI AHMADI ACEH :
dalam komentar saya ini saya tidak berpihak kepada siapapun, prinsip saya mazhab ini membuat hancur umat islam, kembalilah kepada alquran dan sunnah dan orang-orang salaf.
==================
Jelas saja komentar anda berpihak kepada wahabi. Sejak pertama kami selalu merujuk kepada quran dan sunnah serta pendapat para ulama yg otoritatif, bukan ulama wahhabi yg banyak kontroversial.
==================
WAHABI AHMADI ACEH :
jika kita tdk bermazhab kepada imam kita kita tdk berdosa, bermazhablah kepada alquran dan assunnah, jika suatu permasalahan tidak difahami, tanyakan kepada orang yg faham tentang permasalahan itu, bisa saja merujuk kepada pendapat empat mazhab lalu kita diberikan akal oleh Allah untuk memutuskan mana yang seharusnya kita ikuti. intinya, selagi ada dalil yg sahih, berdosa jika kita membangkangnya, namun jika ada suatu perkara yg tdk jelas dalilnya, maka lebih aman jika kita meninggalkannya.
==================
Perlu anda ketahui bahwa Guru-guru kaum wahabi di Saudi itu mengaku bermadzhab Hanbali.
Komentar anda diatas tdk konsisten, disatu sisi kita dianjurkan untuk bermadzhab hanya kepada quran dan sunnah, namun setelah itu jika ada suatu persoalan yg tdk difahami maka tdk masalah merujuk kepada Imam Madzhab. Itu artinya anda menganjurkan untuk bermadzhab.
Dalil yg kamu keluarkan itu menurut hemat kami tidak akan keluar kecuali dari seorang yg jahil murakkab. Baik, akan saya jelaskan sbb :
Di antara ciri khas Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah mengikuti pola bermadzhab dalam amaliah sehari-hari terhadap salah satu madzhab fiqih yang empat, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Bahkan menurut al-Imam Syah Waliyullah al-Dahlawi (1110-1176 H/1699-1762 M), pola bermadzhab terhadap suatu madzhab tertentu secara penuh telah dilakukan oleh mayoritas kaum Muslimin sejak generasi salaf yang saleh, yaitu sejak abad ketiga Hijriah. Karenanya, sulit kita temukan nama seorang ulama besar yang hidup sejak abad ketiga hingga saat ini yang tidak mengikuti salah satu madzhab fiqih yang ada.
Ajakan menanggalkan pola bermadzhab dan kembali kepada al-Qur’an dan Hadits adalah AJAKAN BERACUN, karena secara tidak langsung ajakan tersebut beranggapan bahwa para imam madzhab dan para ulama yang bermadzhab telah keluar dari al-Qur’an dan hadits. Anggapan semacam ini jelas tidak benar, karena semua madzhab fiqih yang ada berangkatnya dari ijtihad para imam mujtahid, sang pendiri madzhab. Sedangkan ijtihad mereka jelas dibangun di atas pondasi al-Qur’an dan Sunnah. Seorang ulama baru dibolehkan berijtihad, apabila telah memenuhi persyaratan sebagai mujtahid, yang antara lain menguasai kandungan al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan ijtihadnya.
Kita juga sering mendengar pernyataan kalangan anti madzhab yang mengatakan, “mengapa Anda mengikuti Imam al-Syafi’i, kok tidak mengikuti Rasulullah saw saja”, atau “siapa yang lebih alim, Rasulullah saw atau Imam al-Syafi’i”? Tentu saja pertanyaan tersebut sangat tidak ilmiah, dan menjadi bukti bahwa kalangan anti madzhab memang tidak mengetahui al-Qur’an dan ilmu ushul fiqih.
Ketika seseorang itu mengikuti Imam al-Syafi’i, hal itu BUKAN BERARTI DIA MENINGGALKAN RASULULLAH SAW. Karena bagaimanapun Imam al-Syafi’i itu bukan saingan Rasulullah saw atau menggantikan posisi beliau. Para ulama yang mengikuti madzhab al-Syafi’i seperti Imam al-Bukhari, al-Hakim, al-Daraquthni, al-Baihaqi, al-Nawawi, Ibn Hajar dan lain-lain, berkeyakinan bahwa Imam al-Syafi’i lebih mengerti dari pada mereka terhadap makna-makna al-Qur’an dan hadits Rasulullah saw secara menyeluruh. Ketika mereka mengikuti al-Syafi’i, bukan berarti meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah. Akan tetapi mengikuti al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan pemahaman orang yang lebih memahami, yaitu Imam al-Syafi’i.
Hal tersebut dapat dianalogikan dengan ketika para ulama mengikuti perintah al-Qur’an tentang hukum potong tangan bagi para pencuri. Dalam al-Qur’an tidak dijelaskan, sampai di mana batasan tangan pencuri yang harus dipotong? Apakah sampai lengan, sikut atau bahu? Ternyata Rasulullah saw menjelaskan sampai pergelangan tangan. Hal ini ketika kita menerapkan hukum potong tangan dari bagian pergelangan tangan, bukan berarti kita mengikuti Rasulullah saw dengan meninggalkan al-Qur’an. Akan tetapi kita mengikuti al-Qur’an sesuai dengan penjelasan Rasulullah saw yang memang diberi tugas oleh Allah SWT sebagai mubayyin, penjelas isi-isi al-Qur’an. (QS. al-Nahl : 44 dan 64).
Al-Qur’an al-Karim sendiri mengajarkan kita untuk taqlid dan bermadzhab kepada ulama. “Bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Nahl: 43 dan al-Anbiya’: 7)
Dalam ayat di atas, Allah SWT memerintahkan orang yang tidak tahu agar bertanya kepada para ulama. Allah SWT tidak memerintahnya agar membolak-balik terjemahan al-Qur’an atau kitab-kitab hadits, sebagiamana yang dilakukan oleh para anti madzhab.
================== |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alquran mengibaratkan adanya sebagian orang yg sesuai dg ungkapan: Kamatsali himaarin yahmilu ashfaara (seperti keledai yg memanggul kitab). Maksudnya adalah, adanya golongan yg hanya dapat dimanfaatkan oleh orang2 tertentu yg punya kepentingan tertentu, namun dirinya tidak menyadari jika dibodoh-bodohi oleh orang lain. Sebaiknya Sdr. Ahmadi jangan menjadi KAMATSALI HIMAARIN YAHMILU ASHFAARA, hanya bisa menonton dan menerima apa adanya dari tontongan TV Rodja. |
|
|
|
|
|
|
|
221. |
Pengirim: Aris - Kota: Probolinggo
Tanggal: 27/12/2013 |
|
Sedikit untuk Ahmadi - Aceh dan Kaum Anti Madzhab :
Mengenai keberadaan negara kita di indonesia ini adalah bermadzhabkan syafii, demikian guru guru kita dan guru guru mereka, sanad guru mereka jelas hingga Imam syafii, dan sanad mereka muttashil hingga Imam Bukhari, bahkan hingga rasul saw, bukan orang orang masa kini yg mengambil ilmu dari buku terjemahan lalu berfatwa untuk memilih madzhab semaunya,
Anda benar, bahwa kita mesti menyesuaikan dengan keadaan, bila kita di makkah misalnya, maka madzhab disana kebanyakan hanafi, dan di Madinah madzhab kebanyakannya adalah Maliki, selayaknya kita mengikuti madzhab setempat, agar tak menjadi fitnah dan dianggap lain sendiri, beda dengan sebagian muslimin masa kini yg gemar mencari yg aneh dan beda, tak mau ikut jamaah dan cenderung memisahkan diri agar dianggap lebih alim dari yg lain,
hal ini adalah dari ketidak fahaman melihat situasi suatu tempat dan kondisi masyarakat.
Memang tak ada perintah wajib bermadzhab secara shariih, namun bermadzhab wajib hukumnya, karena kaidah syariah adalah Maa Yatimmul waajib illaa bihi fahuwa wajib.
yaitu apa apa yg mesti ada sebagai perantara untuk mencapai hal yg wajib, menjadi wajib hukumnya.
Misalnya kita membeli air, apa hukumnya?, tentunya mubah saja, namun bila kita akan shalat fardhu tapi air tidak ada, dan yg ada hanyalah air yg harus beli, dan kita punya uang, maka apa hukumnya membeli air?, dari mubah berubah menjadi wajib tentunya. karena perlu untuk shalat yg wajib.
Demikian pula dalam syariah ini, tak wajib mengikuti madzhab, namun karena kita tak mengetahui samudra syariah seluruh madzhab, dan kita hidup 14 abad setelah wafatnya Rasul saw, maka kita tak mengenal hukum ibadah kecuali menelusuri fatwa yg ada di imam imam muhaddits terdahulu, maka bermadzhab menjadi wajib,
Karena kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.
Dan berpindah pindah madzhab tentunya boleh boleh saja bila sesuai situasinya, ia pindah ke wilayah malikiyyun maka tak sepantasnya ia berkeras kepala dg madzhab syafii nya,
Demikian pula bila ia berada di indonesia, wilayah madzhab syafiiyyun, tak sepantasnya ia berkeras kepala mencari madzhab lain.
Kita tak bisa beribadah hal hal yg fardhu / wajib kecuali dengan mengikuti salah satu madzhab itu, maka bermadzhab menjadi wajib hukumnya.
Sebagaimana suatu contoh kejadian ketika zeyd dan amir sedang berwudhu, lalu keduanya kepasar, dan masing masing membeli sesuatu di pasar seraya keduanya menyentuh wanita, lalu keduanya akan shalat, maka zeyd berwudhu dan amir tak berwudhu,
Ketika zeyd bertanya pada amir, mengapa kau tak berwudhu?, bukankah kau bersentuhan dengan wanita?,
Maka amir berkata : “aku bermadzhabkan Maliki dan madzhab Maliki tak batal wudhu bila bersentuhan dengan wanita”,
Maka zeyd berkata : “wudhu mu itu tak sah dalam madzhab malik dan tak sah pula dalam madzhab syafii!, karena madzhab maliki mengajarkan wudhu harus menggosok anggota wudhu, tak cukup hanya mengusap, namun kau tadi berwudhu dengan madzhab syafii, yaitu mengusap,
Dan lalu dalam masalah bersentuhan kau ingin mengambil madzhab maliki, maka bersuci mu kini tak sah secara maliki dan telah batal pula dalam madzhab syafii..”.
Demikian contoh kecil dari kesalahan orang yg mengatakan bermadzhab tidak wajib.
Mengenai ucapan para Imam Imam itu adalah untuk kalangan para mujtahid, mereka yg sudah melewati derajat Al Hafidh, yaitu pakar hadits, yaitu yg telah hafal 100.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya, maka selayaknya jangan sembarang mengekor saja, tapi lihat dulu sumber sumbernya yg benar, karena ia ahli dalam hadits, maksudnya adalah barangkali ada hal yg perlu dibenahi dari imam imam itu maka benahilah..
Sebagaimana Imam Bukhari, ia hafal 600.000 hadits berikut sanad dan hukum matannya saat usianya belum mencapai 20 tahun, orang seperti ini mesti terjun untuk meneliti hadits, jangan ikut ikutan fatwa para Imam Imam lainnya karena ia mengerti tentang hukum hadits.
Beda dengan salafy konyol masa kini, mereka tak hafal satupun hadits disertai sanad dan hukum matannya, karena satu hadits pendek saja kalau disertai sanad dan hukum matannya bisa jadi dua halaman panjangnya, dan mereka wahabi itu tak hafal satupun hadits berikut sanad dan hukum matannya, mereka cuma nukil dari buku buku yg ada.
Imam Ahmad bin Hanbal hafal 1.000.000 (satu juta) hadits berikut sanad dan hukum matannya, dan ia adalah murid Imam Syafii.
Anda bisa bayangkan Jika Imam Ahmad hafal 1 juta hadits namun ia hanya sempat menulis sekityar 20 ribu hadits saja, maka sekitar 980.000 hadits yg ada padanya sirna ditelan zaman,
Imam Bukhari hanya mampu menulis sekitar 7.000 hadits saja, lalu sekitar 593.000 hadits lainnya sirna ditelan zaman,
Maka yg tersisa adalah fatwa fatwa mereka pada murid murid mereka,
Lalu kita akan ikut siapa?
Akankah kita berpegang pada buku hadits yg ada di masa kini yg tidak mencapai 1% dari hadits yg ada dimasa lalu?, atau berpegang pada fatwa fatwa murid murid para imam itu yg telah lengkap menjawab seluruh cabang masalah..?
Kita harus mengikuti siapa?
Tentunya kita mengikuti para Imam itu karena tahu betul merekalah ahli hadits, kita tak tahu ratusan atau jutaan hadits itu karena sudah tidak ada.
Kalau kita bandingkan maka pendapat para wahabi itu mereka ingin membuat madzhab baru dengan patokan 1% hadits yg ada, dan menjatuhkan fatwa para imam imam tsb?
Albani tidak sampai ke derajat Alhafidh (hafal 100.000 hadits dengan sanad dan hukum matannya), ia hanya menukil nukil, dan ia sendiri tak punya sanad hadits, ia hanya baca dari sisa sisa hadits yg ada lalu berfatwa menentang para Imam Ahlussunnah waljamaah.
Di bawah Imam Syafii ada ribuan AL Hafidh yg menelusuri fatwa Imam Syafii dan setuju, dibawah Imam Ahmad bin Hanbal dan para imam imam lainnya pun demikian..
inilah hebatnya Imam Imam Ahlussunnah waljamaah, semua berasal dari satu rumpun, Imam Ahmad bin Hanbal adalah murid Imam Syafii, dan Imam Syafii adalah murid Imam Maliki, dan Imam Maliki adalah sezaman dengan Imam Hanafi, keduanya belajar dari Tabiin dan sahabat Rasul saw, dan para sahabat berguru pada Rasulullah saw.
demikian ribuan para Hafidhul Hadits dari generasi ke generasi hingga kini dalam satu rumpun besar ahlussunnah waljamaah.
Muncullah sempalan pada akhir zaman ini yg menentang mereka, dan memisahkan diri dari Rumpun besar Ahlussunnah waljamaah dari 4 madzhab besar ini, dan Rasul saw bersabda : "Barangsiapa yg memisahkan diri dari Jamaah Muslimin sejengkal saja, lalu ia wafat maka ia mati dalam kematian jahiliyyah” (Shahih Bukhari)
Nabi Saw. bersabda: "Ikutilah mayoritas (umat Islam)”.
Dan ketika madzhab-madzhab yg benar telah tiada, dgn wafatnya para imamnya, kecuali empat madzhab yg pengikutnya tersebar luas, maka mengikuti madzhab empat tersebut berarti mengikuti mayoritas, dan keluar dari madzhab empat tersebut berarti keluar dari mayoritas.
Muhammad Bahith Al-Muthi’i, Sullam Al-Wushul Syarah Nuhayah Al-Sul, (Mesir, Bahrul Ulum, t.th.), Jilid III, h. 921 dan jilid IV h. 580 dan 581.
Sabda Rasul SAW : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas (as-sawad al a’zham)” (HR. Ibnu Majah, Abdullah bin Hamid, at Tabrani, al Lalika’i, Abu Nu’aim. Menurut Al Hafidz As Suyuthi dalam Jamius Shoghir, ini adalah hadits Shohih.
Para Imam Madzhab yang empat merupakan pemimpin ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak) yang bertalaqqi (mengaji) langsung dengan Salaf yang Sholeh tidak pernah menyampaikan adanya manhaj salaf atau madzhab salaf.
Istilah manhaj salaf atau madzhab salaf adalah perkara baru (bid'ah) yang dapat menyesatkan kaum muslim.
Istilah manhaj salaf atau madzhab salaf adalah bagian dari hasutan atau ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi dalam rangka gerakan anti mazhab
Salah satu contoh penghasutnya adalah perwira Yahudi Inggris bernama Edward Terrence Lawrence yang dikenal oleh ulama jazirah Arab sebagai Laurens Of Arabian. Laurens menyelidiki dimana letak kekuatan umat Islam dan berkesimpulan bahwa kekuatan umat Islam terletak kepada ketaatan dengan mazhab (bermazhab) dan istiqomah mengikuti thorikat-thorikat tasawwuf.
Laurens mengupah ulama-ulama yang anti thorikat dan anti madzhab untuk menulis buku buku yang menyerang thorikat dan madzhab.
Buku tersebut diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan dibiayai oleh pihak orientalis.
Cara ulama-ulama yang anti tasawwuf dan anti madzhab menghasut adalah memotong-motong firman Allah, hadits Rasulullah, perkataan Salafush Sholeh maupun perkataan ulama-ulama terdahulu seperti perkataan Imam Madzhab yang empat.
Imam an-Nawawi di dalam kitab al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab pada bab Adab Berfatwa, Mufti dan Orang Yang Bertanya Fatwa.
Berpendapat :
Tidak boleh bagi si awam untuk bermadzhab kepada salah seorang dari para sahabat r.a atau bermazhab kepada generasi awal, walaupun mereka lebih alim dan lebih tinggi derajatnya dibanding dengan ulama’ sesudah mereka. Kerena mereka tidak meluangkan waktu sepenuhnya untuk merumuskan prinsip-prinsip asas dan furu’nya. Maka tidak ada seorang pun dari generasi sahabat yang memiliki madzhab yang telah dianalisis, Tapi para ulama’ yang datang sesudah merekalah yang melakukan usaha merumuskan hukum-hukum serta menerangkan prinsip-prinsip asas dan furu’, seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah dan lain-lain.”
Bahkan Imam Syafi’i adalah imam berikutnya yang telah menganalisis madzhab-madzhab pendahulunya seperti mereka melihat madzhab-madzhab para ulama’ sebelumnya. Beliau menguji, mengkritik dan memilih mana yang paling rajih (kuat), dan beliau mendapat hasil dari usaha ulama’ sebelumnya dan telah meluangkan waktu untuk memilih dan mentarjih serta menyempurnakannya. Dan dengan alasan inilah beliau mendapat kedudukan yang lebih kuat dan rajih, bahkan tidak ada sesudah beliau, ulama yang mencapai kedudukan ini. Maka dengan alasan ini pula, madzhab beliau adalah madzhab yang paling utama untuk diikuti dan bertaqlid dengannya.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dulu di Mesir, kaum Allamadzhabiyah itu digolongkan termasuk aliran sesat. Lucunya, mereka selalu menggunakan dalil hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para ulama seperti Imam Bukhari, Muslim, dll, padahal para imam Ahli Hadits itu sendiri masih bermadzhab dg salah satu empat madzhab. Sesat amat golongan Allamadzhabiyah (anti bermadzhab). |
|
|
|
|
|
|
|
222. |
Pengirim: Hidayat - Kota: Banyuwangi
Tanggal: 29/12/2013 |
|
Info yang bagus. Kupas terus tentang sesatnya ajaran wahabi. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, TV RODJA ITU BID'AHNYA KAUM WAHHABI. |
|
|
|
|
|
|
|
223. |
Pengirim: andi rahman - Kota: Bandung, Jawa Barat
Tanggal: 30/12/2013 |
|
Assalamu'alaikumwrwb
Semoga Allah memberikan keteguhan hati kepada antum dalam berpegang teguh pada tali Islam, ya ustadz Luthfi Al-Mukarram. Tapi mohon dimaafkan, ana yang faqir, melihat/membaca apa yang antum tulis, dan komentar yang antum sampaikan, terlalu terbawa emosi. Semoga kita semua bisa bersikap inshoof, bersikap adil, dalam memandang sesuatu. Sehingga tidak menilai sesuatu berdasarkan kebencian semata, tetapi berdasarkan ilmu. Afwan ya ustadz, semoga Allah mempersaudarakan kita semua dalam ikatan ukhuwah islamiyah, bukan ukhuwah kelompok/golongan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Apa anda sanggup menghentikan omongan jorok yang keluar dari mulut tokoh-tokoh Wahhabi, saat mereka menyerang para ulama Aswaja, sebut saja Al-albani, sebagaimana yang dikumpulkan dalam buku KAMUS CACI MAKI AL-ALBANI
Judul : Qamus Syata-im al-Albani
Pengarang : Sayyid Hasan bin Ali As-Segaf
Albani telah menghina dan mencaci maki para ulama dengan ungkapan-ungkapan yang tidak pantas dan tidak layak, beberapa diantaranya adalah:
- himar khassaf (keledai dungu)
- waqah (tidak punya rasa malu)
- syiddatu humqih (sangat tolol!)
- dhahalatu aqlih (sesat otaknya)
- istifhalu jahlil (ketololannya amat sangat!)
- jahul (orang tolol!)
- mubtadi’ (ahli bid’ah)
- dhal (sesat)
- kadzdzab (pendusta)
- mumawwih (pemalsu)
- mulabbis (penipu)
- ghairu mu’tamin ‘ala din (tidak amanah dalam agama)
- kanud (kufur nikmat)
- jahil (orang bodoh)
- halik (binasa)
- muta’ashshib (fanatik)
- azhim ul-ghaflah (sangat sembrono)
- thabl la yadri ma yakhruj min ra’sih (gendang yang tidak tahu apa yang keluar dari kepalanya)
- ka dhartati ‘air fi al-’ara (seperti ringkikan keledai liar di tanah lapang)
- fanzhuru ila iffatihi bal ufunatih (lihatlah kebersihannya bahkan kebusukan-kebusukannya)
- huwa akdzab min himari hadza (dia lebih dusta dari keledaiku ini)
Dan masih terlalu banyak lagi ungkapan-ungkapan kotornya yang lain, yang itu menunjukan kerendahan akhlaknya dan ketidaklayakannya untuk diikuti dan diambil ilmu darinya.!
Jika dia adalah pakar ulama hadits (seperti klaim para pengikutnya), maka apakah layak dirinya dipercaya dalam menshahihkan dan mendha’ifkan hadits-hadits Nabi SAW? Seorang perawi hadits yang makan sambil berdiri atau duduk-duduk di pinggir jalan saja tidak boleh diterima hadits-haditsnya, apalagi ini, al-Albani yang gemar mencaci-maki (Apalagi dia sudah terbukti kecerobohannya dan kebohongannya).
Contoh lagi dari seorang tokoh Wahhabi, Abubakar Aljazairi yang menyatakan, sembelihan yang disediakan untuk suguhan Maulid Nabi lebih haram dari babi.
Apa seperti inikah ajaran Islam yang baik menurut anda? Semoga anda mapu menghentikan arogansi kaum Wahhabi.
|
|
|
|
|
|
|
|
224. |
Pengirim: Indera Mahyuddin - Kota: Banjarmasin
Tanggal: 31/12/2013 |
|
ternyata anda sangat dangkal ilmu keagamaanya kalau anda mempelajari sejarah tentang islam dan khususnya berkembangan islam anda akan melihat bagaimana rusaknya akidah setelah ditinggalkan oleh rasul, para sahabat, tabi'it tabi'in Muhammad ibnu Wahab berusaha mengembalikan akidah sesuai dengan ajaran Alqur'an dan sunnah tapi penantang tidak rela karena menyangkut kepentingan politik dan kepentingan pribadi para pemuka agama pada waktu bid'ah meraja lela dimana. kegiatan bid'ah padda waktu itu diddukung oleh rientalis inggris yang sengaja ingin merusak aqidah islam dari dalam. Pengetahuan anda juga dangkal karena wahabi tidak mengajar seperti yang anda katakan andaikata itu benar itu hanyalah fitnah yang ingin menjatuhkan aqidah yang di bawa oleh Muhammad ibnu wahab bila anda mecela faham yang di bawa oleh muhammad Ibnu wahab sungguh anda telah menuduh rasulullah, sahaabat, dan tabi'it tabi'in cobalah anda baca lagi sejarah tentang berkembangan islam setelah rasulullah meninggal anda terlalu apriori, saudaraku saya bukan orang wahabi atau sekte manapun tapi saya mau mempelajari bagaaimana islam yang murni itu sebenarnya ingat!! mempelajari apa pengertian bid'ah sebeanarnya pelajari juga apa artinya ahlussunah wal jama'ah lalu anda katanya pengikut imam Syafi'i tapi malah anda tidak mengerti dan tidak tahu jaran iman syafi'i imam syafi'i sendiri mengecaam dengan bid'ah. Menurut Imam Bukhari dan Muslim Bid'ah adalah mengada-ada dalam ibadah anda baca lagi Kitab yang di karang oleh Imam Syafi'i pelajari juga tentang Wahabi jangan Apriori Ingat jangan menuduh orang bukan Pengikut ahli sunnah wal jama'ah, apakah anda ahli sunnah wal jama'ah anda sendiri mengingkari sunnah nabi tapi biasa sajalah kalo ada orang yang mengajak pada kebaikan dan kebenara selalu ada rintangannya carilah kebenaran bukannya mencari Pembenaran saran saya pelajri lagi agama dengan benar jangan apriori dan saya sendiri tidak tahu anda sebenar sudah mendalami atau terimakasi dan mohon maaf ingat saya bukan orang wahabi tapi saya ingin mencari kebenaran, saya rasa itu sikap yang bijaksana. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Baiklah, mari kita buka lembar sejarah Islam, khususnya yang berkaitan dengan keberadaan Wahhabi seperti anda wahai Sdr. Indera Mahyuddin, sekalipun anda pura-pura bukan sebagai pengikut Wahhabi. Ketahuilah sifat kepura-puraan anda inilah hakikat dari ajaran Wahhabi itu sendiri. Ayo kita baca sejarah:
Terbongkarnya kejahatan Muhammad bin Abdul Wahhab melalui tangan-tangan pengikut setianya
Para pengekor wahabi ketika banyak tulisan membongkar kejahatan pendiri paham mereka yaitu Muhammad bin Abdul Wahhab di antaranya tindakan kriminalitas yang dilakukan Muhammad bin Abdul wahhab seperti mengkafirkan, menfitnah dan sampai membunuh, maka dengan spontan mereka mengatakan itu kedustaan dan bohong belaka. Mereka berusaha menutupi sejarah kelam pendiri ajaran mereka sendiri, tapi walau bagaimanapun sejarah kelam mereka tidak bisa ditutup-tutupi datau direkayasa.
Dan maha besar Allah yang telah membongkar kejahatan orang-orang yang dhalim dan sesat melalui tangan-tangan mereka sendiri. Kali ini saya akan menampilkan pada pembaca bukti kejahatan Muhamamad bin Abdul wahhab dan para pengikutnya melalui tulisan seorang murid Muhammad bin Abdul wahhab sendiri yaitu Syaikh Husain bin Ghannam yang telah menulis sejarah Najd dan terangkumkan dalam kitab karyanya Tarikh an-Najd yang sudah masyhur.
Syaikh Husain bin Ghannam berkata “ Syaikhku Muhamamd bin Abdul Wahhab berkata:
إن عثمان بن معمَّر - حاكم بلد عيينة - مشركٌ كافر ، فلما تحقق المسلمون من ذلك تعاهدوا على قتله بعد انتهائه من صلاة الجمعة، وقتلناه وهو في مصلاه بالمسجد في رجب 1163
“ Sesungguhnya Utsman bin Mu’ammir seorang hakim negeri Uyainah adalah orang yang musyrik dan kafir. Ketika kaum msulimin mengetahui kekafiran Utsman, maka mereka berencana untuk membunuhnya setelah selesai sholat jum’atnya. DAN KAMI MEMBUNUHNYA SEDANGKAN UTSMAN MASIH BERADA DI TEMPAT SHOLATNYA DI DALAM MASJID di bulan Rajab tahun 1163 “. (Tarikh an-Najd halaman 97)
Perhatikanlah wahai pembaca, syaikh Husain menceritakan kisah yang diceritakan sendiri oleh Muhamamad bin Abdul Wahhab. Di mana Muhamamd bin Abdul wahhab memvonis musyrik dan kafir terhadap Utsman bin Mu’ammir seorang hakim di Uyainah.
Yang dimaksud kaum muslimin tersebut adalah para pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab sendiri.
Dan perhatikanlah wahai pembaca, dengan bangga Husain dan Muhammad bin Abdul Wahhab menceritakan kronologinya ketika membunuh Utsman bin Mu’ammir tersebut.
Ironisnya mereka membunuh di dalam masjid dan Utsman masih di dalam mushollahnya bertepatan hari jum’at dan setelah menunaikan ibadah sholat jum’atnya…Laa haula wa laa quwwata illaa billah…
Suatu dosa besar yang berlipat-lipat yang dilakukan Muhamamd bin Abdul wahhab sekaligus, tapi ia merasa tindakan kejam dan busuknya itu suatu perbuatan mulia dan ia merasa bangga akan hal itu. Naudzu billahi min dzaalik..
Dan semoga Utsman bin Mu’ammir ditinggikan derajatnya oleh Allah Swt, kita sudah paham orang muslim yang wafat di hari jum’at, maka ia mendapatk keistimewaan dari Allah terlebih wafatnya di dalam keaniayaan dari orang yang dhalim.
Wahabi Membunuh Para Ulama’, Fakta Sejarah Kelam Wahabi Salafy
-Pada waktu kebangkitan wahhabi di kota thoif mereka bertindak ganas terhadap ulama islam di kota thoif dan ulama islam yang berada disekitarnya termasuk ulama islam di mekah dan madinah mati dibunuh oleh wahhabi berdasarkan fakta sejarah valid.
Ketika itu wahhabi telah membunuh dan menyembelih banyak ulama islam, diantara ulama islam yang dibunuh oleh wahhabi adalah:
1- mufti mekah al-mukarramah (mufti mekah dalam mazhab asy-syafi’iyyah) bernama syeikh abdullah az-zawawi telah wafat dibunuh oleh wahhabi dengan kejam didepan rumahnya dengan cara menyembelih mufti tersebut.
2- seorang qodhi bernama abdullah abu al-khoir.
3- syeikh ja’far asy-syaiby dan beberapa ulama islam bersamanya dibunuh oleh wahhabi dengan cara penyembelihan keji oleh ketua dan bala tentera wahhabi secara kejam ketika itu.
Semua peristiwa kejam tadi terjadi pada tahun 1217 h atau 1802 masehi.
* (Silahkan rujuk fakta sejarah kekejaman Wahhabi tersebut dalam kitab sejarah yang mu’tadil berjudul Al-Awroq Al-Baghdadiyyah Fi Al-Hawadith An-Najdiyyah karangan ulama sejarah bernama As-Said Ibrahim Ar-Rawi Ar-Rifa’iy pada halaman 2-4 cetakan An-Najah, Baghdad Iraq Tahun cetakan 1345Hijriyyah ).
Fakta sejarah membuktikan kezaliman wahhabi di mekah al-mukarramah membunuh umat Islam berdasarkan buku sejarah wahhabi sendiri
Setelah wahhabi menyerang kota thoif dan membunuh umat islam dan ulamanya disana. Wahhabi menyerang tanah yang mulia mekah al-mukarramah pula tahun 1803m : 1218h seperti yang dinyatakan oleh pengkaji sejarah abdullah bin asy-syarif husain dalam kitabnya berjudul sidqul akhbar fi khawarij al-qorni thaniy ‘asyar.
Manakala pengkaji sejarah wahhabi bernama uthman ibnu basyir al-hambaly an-najdy menyatakan kejadian tersebut terjadi pada tahun 1220h dalam kitabnya tarikh najad. Dalam kedua kitab sejarah tadi menceritakan kezaliman wahhabi di tanah suci mekah antaranya:
Kedzaliman dilakukan oleh wahhabi di kota Makkah:-
- pada bulan muharram 1220h bersamaan 1805m wahhabi di mekah membunuh umat islam yang menunaikan ibadah haji.
- ibu-ibu penduduk kota mekah dipaksa menjual harta hak milik masing-masing untuk menebus kembali anak-anak mereka yang masih kecil ditangkap oleh wahhabi.
- penduduk mekah kelaparan kerana keadaan begitu zalim dilakukan oleh wahhabi sehingga anak-anak mati kelaparan dan bergelimpangan mayat-mayat mereka.
- pengkaji sejarah & merupakan golongan wahhabi juga (uthman an-najdy) menyatakan bahwa wahhabi menjual daging-daging keledai dan bangkai kepada penduduk islam mekah dengan harga yang tinggi dalam keadaan mereka kelaparan. Sungguh terhina umat islam mekah ketika itu.
*)( Silahkan merujuk fakta sejarah di atas yang dinyatakan tadi dalam kitab pengkaji wahhabi sendiri bernama uthman ibnu basyir al-hambaly an-najdy dalam kitabnya berjudul ‘inwan al-majdy fi tarikh najad juz 1 halaman 135 ).
Sejarah berdarah sekte salafy wahabi dan kerajaan saudi
Dalam sejarah perjuangan Wahabi, tidak satu pun mereka melakukan perjuangan menentang orang-orang Yahudi dan Kristen yang kala itu datang menjajah Negara-negara muslim dan berupaya menghancurkan khilafah Islamiyah Turki Utsmani. Perjuangan mereka hanya dipenuhi dengan air mata dan darah umat Islam melalui berbagai penyerangan dan pembunuhan yang mereka lakukan kepada penduduk Makah, Thaif, Madinah, Riyad, Qatar, Bashrah, Omman, Kuwait, negeri-negeri Syam, dan negeri-negeri Islam lainnya. Namun ironisnya, mereka merasa bangga dengan perjuangan membunuh umat Islam itu, sebagaimana terangkum dalam buku-buku sejarah resmi milik mereka. Perbuatan seperti ini adalah akidah teroris. Islam tidak pernah mengajarkan demikian. Inilah bid’ah sesungguhnya.
Ada beberapa efek samping yang dikhawatirkan dari keberadaan faham keras Salafi Wahabi ini terkait sikap umat Islam. Secara garis besarnya ada tiga kemungkinan, yaitu: Pertama, akan dapat mengakibatkan seseorang kafir atau keluar dari Islam, karena menolak akidah yang dianggapnya sesat ini, jika dia meyakini bahwa ajaran itu benar-benar mempresentasikan Islam itu sendiri. Kedua, jika dia tidak meyakini bahwa ajaran itu dari Islam, maka dia akan menolak faham Salafi Wahabi ini. Efek selanjutnya yang mungkin berkembang adalah, bisa jadi orang tersebut akan membenci dan antipasti terhadap Salafi Wahabi, sehingga perpecahan umat kian meruncing. Ketiga, bisa jadi seseorang justru menjadi pendukung dan pengikut setia Salafi Wahabi, untuk kemudian mengamalkan ajarannya. Yang ketiga ini pun akan menjadi bumerang dalam tubuh umat Islam, karena ada ‘perebutan’ pengikut. Selain itu, menjadi lengkaplah ketika tidak ada titik temu antara ajaran Salafi Wahabi dengan ajaran umat Islam mayoritas. Oleh karena itu, para ulama harus segera menyikapi fenomena Salafi Wahabi ini.
Bukan hanya tega membunuh umat Islam, para pengikut Salafi Wahabi pun merampas harta orang-orang muslim yang mereka bunuh. Bahkan mereka pun berani menyerbu tanah suci Makah dan Madinah. Mereka membunuh para syaikh dan orang awam yang tidak bersedia masuk Islam. Perhiasan dan perabotan mahal nan indah –yang telah disumbangkan oleh para raja dan pangeran dari seluruh dunia Islam untuk memperindah Masjidil Haram, makam Nabi saw., makam-makam para wali dan orang-orang shaleh di seputar Makah dan Madinah– dicuri dan dibagi-bagikan di antara mereka, para tokoh Wahabi. Maka, pada tahun 1804 M, Makah pun jatuh ke tangan Wahabi.
Setelah menguasai Makah, pada akhir bulan Dzulqa’dah 1220 H, mereka juga berhasil menguasai kota Madinah. Setibanya di Madinah, mereka melabrak dan menggeledah rumah Nabi saw., lalu mengambil semua harta benda yang ada di dalamnya, termasuk lampu dan tempat air yang terbuat dari emas dan perak yang dihiasi permata dan zamrud yang tidak ternilai harganya. Di sana mereka melakukan beberapa perbuatan keji dan sadis, sehingga menyebabkan banyak dari kalangan ulama melarikan diri. Kemudian, mereka menghancurkan semua kubah di Pekuburan Baqi, seperti kubah Ahlul Bait (istri-istri Nabi, anak dan keturunannya) serta pekuburan kaum muslimin. Mereka mencoba untuk memusnahkan kubah makam baginda Rasulullah saw., namun ketika mereka melihat di kubah tersebut terdapat lambang bulan sabit yang mereka sangka terbuat dari emas murni, mereka mengurungkan niatnya. Sungguh Mahasuci Allah yang telah memalingkan mereka dari perbuatan keji dan melampaui batas itu.
Selama Wahabi berkuasa di Jazirah Arab, sudah terlalu banyak perpustakaan Islam yang mereka bumi-hanguskan dan mereka bakar buku-bukunya, seperti pembakaran kitab-kitab para ulama klasik ketika mereka memasuki kota Makah. Di antara buku-buku yang dibakar itu adalah kitab Dalail al-Khairat, Raudh ar-Rayyahin, buku-buku- mantiq, tasawuf, akidah, dan lainnya yang tidak sejalan dengan ajaran mereka. Inilah musibah besar ilmiah yang terjadi untuk kesekian kalinya menimpa umat Islam.
Di antara pembakaran buku-buku yang paling fenomenal adalah pembakaran buku-buku yang ada di perpustakaan Maktabah Arabiyah di Makah al-Mukarramah. Perpustakaan ini termasuk perpustakaan yang paling berharga dan paling bernilai historis. Bagaimana tidak, sedikitnya ada 60.000 buku-buku langka dan sekitar 40.000 masih berupa manuskrip yang sebagiannya adalah hasil diktean baginda Nabi saw. kepada para sahabatnya, sebagian lagi dari Khulafaur Rasyidin yang empat, dan para sahabat Nabi yang lainnya.
Sebagaimana berfungsi sebagai penampungan ribuan buku-buku klasik, perpustakaan Maktabah Arabiyah itu juga menampung peninggalan Islam dan peninggalan sebelum Islam. Namun kini, semua itu hilang dan habis dibakar oleh para Wahabi. Karena menurut mereka, segala peninggalan itu akan menyebabkan kemusyrikan, dan ribuan buku warisan Islam tersebut akan menjadikan umat Islam berfaham sesat (baca: tidak sesuai dengan faham mereka). Oleh karenanya, buku-buku itu harus dimusnahkan dan dihilangkan jejaknya.
Pada 1224 H, kembali musibah besar dalam hal warisan ilmu para ulama as-salaf ash-shalih. Tentara Salafi Wahabi yang dipimpin oleh Ibnu Qamala melenyapkan perpustakaan Hadhramaut tanpa bekas, dengan membakar dan memberangus gedung beserta ribuan kitab-kitab yang ada di dalamnya.
Menyerang dan Membunuh Umat Islam atas Nama Jihad
Dalam merampas harta umat Islam, menyandera wanita dan anak-anaknya, memerangi dan membantai nyawa mereka, Salafi Wahabi menamakan perjuangan itu sebagai jihad fi sabilillah. Pernyataan di atas bukan tuduhan, tetapi memang demikianlah pernyataan pendiri Salafi Wahabi. Dalam penyerangan-penyerangan yang mereka namakan futûhât ini, para serdadunya disiapkan sendiri oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab.
Demikianlah. Padahal, agama Islam mengajarkan, selagi seseorang percaya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai utusan-Nya, maka nyawanya, kehormatannya, dan semua yang dia miliki menjadi haram bagi muslim yang lain (tidak boleh dirampas). Jangankan kepada orang yang beriman, kepada orang kafir saja –seperti kafir dzimmy (non muslim yang berdamai dan membayar jizyah/pajak), kafir mu’ahid (non muslim yang mengadakan kesepakatan) dan musta’man (non muslim yang minta perlindungan)– kita tidak dibolehkan untuk merampas dan menyakiti mereka, melainkan wajib melindungi mereka sama seperti halnya terhadap seorang muslim. Lalu, dengan alasan apa mereka menghalalkan harta, nyawa, dan kehormatan sesama muslim tersebut ?
Mengkafirkan Semua Umat Islam Yang Tidak Sejalan
Dalam keyakian mereka, umat Islam yang tidak mengikuti fahamnya dianggap sebagai umat yang sesat dan kafir, yang dengan kata lain, darah, harta, dan kehormatannya menjadi halal untuk dinodai. Demikianlah faktanya.
Sebagian kecil dari bukti pengkafiran mereka terhadap umat Islam adalah pengkafiran penduduk Makah, Ahsaa, Anzah, Dhufair, Uyainah, Dir’iyah, Wasym, dan Sudair.
Bersekongkol dengan Klan Saudi
Setelah Muhammad Ibnu Abdul Wahab diusir dari Najd (tanah kelahirannya) pada 1158 H karena dakwahnya yang dianggap sesat dan onar, dia meminta bantuan emir Dir’iyah, Muhammad Ibnu Saud, untuk melindungi dirinya.
Atas permintaannya itu, Muhammad Ibnu Saud menerima Muhammad Ibnu Abdul Wahab dan memberinya perlindungan dari musuh-musuhnya.
Mereka berdua menemui banyak kecocokan, untuk kemudian bersekongkol memperjuangkan kepentingannya masing-masing di balik tameng agama. Mereka bersumpah setia dan bersepakat untuk berbagio tugas: Ibnu Saud mengurusi bidang kekuasaan, sementara Abdul Wahab mengurusi bidang agama. Ada tiga syarat yang mereka sepakati bersama, yaitu:
Pertama, Muhammad Ibnu Abdul Wahab tidak menghalangi Ibnu Saud dalam hal pengambilan harta (seperti cukai, pajak, dan retribusi lain) dari penduduk yang tunduk kepada kekuasaan Ibnu Saud. Adapun yang tidak taat, maka harus diperangi atas nama agama alias jihad, dan harta rampasannya dinamakan ghanimah.
Kedua, imarah –yakni kerajaan dan kekuasaan– hanya dipegang oleh keluarga Muhammad Ibnu Saud dan keturunannya. Sedangkan keluarga Muhammad Ibnu Abdul Wahab dan keturunannya, cukup menangani urusan keagamaan.
Ketiga, pihak Muhammad Ibnu Abdul Wahab memiliki kewajiban untuk selalu berada di pihak keluarga Ibnu Saud, konsisten dan selalu mendukung kebijakannya, tidak boleh meninggalkannya atau berpaling kepada yang lain.
Pada tahun 1744, kemitraan Ibnu Abdul Wahab dengan Ibnu Saud dimulai lewat upacara sumpah yang menetapkan Ibnu Saud sebagai emir (pemimpin sekular) dan Ibnu Abdul Wahab sebagai imam (dan kemudian berubah menjadi Syaikh al-Imam). Dinasti Saud-Wahabi pun terbentuk, dinasti yang pada kemudian hari menjadi penguasa Saudi Arabia.
Gerakan Wahabiyah dan Dinasti Saud sejak kemunculannya berusaha menundukkan suku-suku di Jazirah Arab di bawah bendera Wahabi/Saudi. Menyamun, menyerang, dan menjarah suku tetangga adalah praktik yang luas dilakukan suku-suku Badui di Jazirah Arab sepanjang sejarahnya. Pada 1746, Syaikh Ibnu Abdul Wahab mengeluarkan proklamasi jihad terhadap siapa saja yang menentang ad-Da’wa li at-Tauhid (seruan tauhid). Penyerangan mulai dilangsungkan ke daerah suku-suku yang dinyatakan olehnya sebagai suku kafir (biasanya dengan menyerang yang lebih lemah terlebih dahulu dan mengadakan kesepakatan non-agresi dengan suku yang kuat).
Setiap suku yang belum masuk Wahabi diberi dua tawaran jelas: masuk Wahabi atau diperangi sebagai orang musyrik dan kafir. Yang setuju harus mengucapkan bai’at (sumpah setia) ketundukan dan menunjukkan loyalitas dengan bersedia ikut berjihad dan membayar zakat. Yang menentang akan diperangi dan dijarah.
Bekerjasama dengan Inggris Merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani
Tidak benar jika Salafi Wahabi mengklaim bahwa mereka tidak pernah merongrong apalagi memberontak terhadap Kekhalifahan Islam yang sah saat itu, Turki Utsmani. Kala itu, secara de jure maupun de facto, Turki Utsmani memang menguasai semenanjung Jazirah Arab dan Timur Tengah secara umum.
Mari kita buktikan dengan arsip sejarah Kerajaan Inggris tentang kenyataan itu, yang mana Inggris adalah sekutu Salafi Wahabi dalam upaya merongrong Kekhalifahan Turki Utsmani.
Di bawah ini adalah dokumen resmi pemerintah Inggris yang telah diterjemahkan oleh pakar diplomat dan mantan Duta Besar Irak, Najda Fathi Shafwa, yang dibundel dalam 6 jilid buku tebal berjudul al-Jazirah al-‘Arabiyah fi al-Watsa`iq al-Barithaniyah; Najd wa Hijaz (Jazirah Arab dalam dokumen-dokumen Britania; Najd dan Hijaz).
Publikasi dan penerjemahan dokumen-dokumen resmi ini atas ijin resmi Kerajaan Inggris melalui Kantor Kerajaan Inggris di bidang dokumen dan arsip Ratu Inggris (Her Majesty’s Stationary Office). Inilah di antara bunyi dokumen tersebut:
“Jazirah Arab secara umum berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani,… Klan keluarga Syarif Hussein (keturunan Rasulullah saw.) yang menguasai kota suci Makah sejak 700 tahun lalu itu didirikan oleh Qatadah Ibnu Idris (1133-1220 M) yang dilahirkan di Yanbu’, Jazirah Arab. Dia memanfaatkan fitnah pertikaian yang terjadi di tengah masyarakat Makkah sebagai peluang untuk menguasainya. Dia berhasil menjadi penguasa Makah pada tahun 1201. Kekuasannya semakin meluas ke Madinah sebelah utara, dan Yaman sebelah selatan. Kemudian Sultan Turki Utsmani Salim I menguasai Mesir dan semenanjung Hijaz tahun 1517. Para syarif dari anak-anak cucu Qatadah it uterus memegang kekuasaan (di Jazirah Arab ) di bawah pemerintahan Turki Utsmani dari masa ke masa, baik secara de jure maupun de facto. Syarif Hussein ibnu Ali Ibnu Muhammad ibnu Abd al-Mu’in ibn Awan merupakan penguasa terakhir dari kalangan syarif tersebut. Dialah yang mengumumkan revolusi Arab tahun 1916 dan menjadi raja Hijaz. Sampai akhirnya, dia lengser dari kekuasaannya akibat keluarga Saud menguasai Hijaz tahun 1924. Lalu diwarisi putranya, Raja Ali, namun hanya berkuasa setahun.”
Ketika Makah berhasil direbut oleh kelompok Salafi Wahabi dari tangan Khalifah Turki Utsmani, maka dominasi Wahabi di tanah suci menjadi tantangan langsung terhadap otoritas Khalifah di Turki kala itu. Beberapa kali serangan dilancarkan dari Baghdad oleh Khalifah, tetapi gagal. Setelah gagal di tahun 1811, pada 1812 pasukan Kekhalifahan Utsmani dari Mesir berhasil menduduki Madinah. Pada tahun 1815, kembali pasukan dari Mesir menyerbu Riyad, Makah, dan Jeddah. Kali ini, pasukan Wahabi kocar-kacir. Pada saat itu, Ibrahim Pasya, putra sang penguasa Mesir sebagai wakil pemerintahan Turki Utsmani, datang dengan kekuatan sekitar 8000 pasukan kavelari dan infantry dari Mesir, Albania, dan Turki.
Muhammad Ibnu Saud sendiri beserta beberapa anggota keluarganya ditawan dan dibawa ke Kairo dan kemudian ke Konstantinopel. Di ibukota Khilafah Utsmani itu dia dipermalukan, diarak keliling kota di tengah cemoohan penonton selama tiga hari. Kemudian, kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertotonkan kepada kerumunan yang marah. Sisa-sisa keluarga Saudi-Wahabi menjadi tawanan di Kairo. Kehancuran Wahabi pun disambut gembira di banyak negeri muslim.
Pada tahun 1902, ‘Abdul Aziz, putra ‘Abd ar-Rahman ibnu saud yang mengungsi ke Kuwait, memulai usaha meraih kembali kajayaan Dinasti Saudi yang hilang. Dengan bantuan Syaikh Kuwait yang selama ini melindunginya, Ibnu Saud –demikian nama populer ‘Abdul Aziz –berhasil meraih Riyad dan mengumumkan kembali kekuasaan Dinasti Saud di sana.
Lahirnya Kerajaan Saudi Arabia
Pada 26 Desember 1915, ketika Perang Dunia I berkecamuk, Ibnu Saud menyepakati traktat dengan Inggris. Pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibnu Saud atas Najd, Hasa, Qatif, Jubail, dan wilayah-wilayah yang tergabung di dalam empat wilayah utama ini. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibnu Saud. Ia mendapatkan 1000 senapan dan uang £20.000 begitu traktat ditandatangani. Selain itu, Ibnu Saus menerima subsidi bulanan £5.000 dan bantuan senjata yang akan dikirim sampai tahun 1924, bersamaan dengan runtuhnya Khilafah Islamiyah Turki Utsmani. Sebagai imbalannya, Ibnu Saud tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan Negara asing lainnya. Ibnu Saud juga tidak akan menyerang ke, atau campur tangan di, Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman (yang berada di bawah proteksi Inggris).
Setelah berbulan-bulan dikepung, akhirnya pada 4 November 1921, Ha’il (ibukota Klan Rasyidi) jatuh ke tangan Ibnu Saud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Sesudah menaklukkan Ha’il, Ibnu Saud beralih ke Hijaz. Satu demi satu kota di Hijaz jatuh ke tangan Ibnu Saud. ‘Asir, wilayah di Hijaz selatan, jatuh pada 1922, disusul Taif, Makah, dan Madinah (di tahun 1924), dan Jeddah (di awal tahun 1925). Pada tahun 1925 juga, di bulan Desember, Ibnu Saud menyatakan diri sebagai Raja Hijaz, dan pada awal Januari 1926 ia menjadi Raja Hijaz sekaligus Sultan Najd dan daerah-daerah bawahannya. Untuk pertama kalinya sejak berdirinya Negara Saudi II, empat wilayah penting di Jazirah Arabia, yaitu Najd, Hijaz, ‘Asir, dan Hasa, kembali berada di tangan kekuasaan Klan Saudi. Dan pada tahun 1932, Ibnu Saud telah berhasil menyatukan apa yang dikenal sebagai Kerajaan Saudi Arabia.
Peran Salafi Wahabi dalam Menjadikan Palestina Terjajah
Bukan suatu yang aneh jika Salafi Wahabi selama ini bungkam seribu bahasa dengan keberadaan Yahudi di Palestina dan segala kejahatan yang mereka lakukan terhadap umat Islam di negeri yang terampas dan terjajah itu. Sejak awal, Salafi Wahabi sudah mengamini “penggadaian” negeri Palestina kepada Inggris untuk diberikan kepada orang-orang Yahudi.
Dalam Muktamar al-Aqir tahun 1341 H di distrik Ahsaa telah ditandatangani sebuah perjanjian resmi antara pihak Wahabi dengan pemerintah Inggris. Tertulis dalam kesepakatan itu kalimat-kalimat yang ditorehkan oleh pimpinan Wahabi berbunyi:
“Aku beikrar dan mengakui seribu kali kepada Sir Percy Cox wakil Britania Raya, tidak ada halangan bagiku (sama sekali) untuk memberikan Palestina kepada Yahudi atau yang lainnya sesuai keinginan Inggris, yang mana aku tidak akan keluar dari keinginan Inggris sampai hari kiamat.”
Surat perjanjian itu ditandatangani oleh Raja Abdul Aziz. Selain itu, utusan Wahabi juga telah datang menghadiri “Muktamar tentang Tempat Hijrah Bangsa Yahudi ke Palestina”. Dalam muktamar itu, penasihat Wahabi, Syaikh Abdullah Philippi (Kolonel Jhon Philippi) –seorang orientalis penasihat kerajaan Saudi– mengusulkan untuk memberikan Palestina kepada bangsa Yahudi dengan imbalan kemerdekaan bagi seluruh negara-negara Arab. Dalam muktamar itu, Wahabi menyetujui kesepakatan rencana itu.
Hujan Protes dari Negara-Negara Muslim
Pada tahun 1926 protes massal kaum muslim mengalir dari seluruh dunia. Resolusi pun diluncurkan dan daftar kejahatan Salafi Wahabi di’senarai’kan.
Protes yang sama bermunculan di Irak, Mesir, Indonesia, Turki, dan negara-negara muslim lainnya. Beberapa ulama menulis traktat dan buku untuk mengabarkan kepada dunia bahwa fakta-fakta yang terjadi di Hijaz pada dasarnya adalah konspirasi karya Yahudi guna melawan Islam dengan berkedok “pemurnian tauhid”. Tujuan utamanya adalah menghapus secara sistematis akar sejarah umat Islam, sehingga nantinya kaum muslimin kehilangan jejak sejarah dan asal-usul keagamaannya.
|
|
|
|
|
|
|
|
225. |
Pengirim: Ali - Kota: Mataram
Tanggal: 1/1/2014 |
|
Imam Ahmad ketika ditanya tentang taghbir, beliau menjawab: “Sesuatu yang bid’ah.” Beliau ditanya lagi: “Bolehkah kami duduk-duduk bersama mereka?” Beliau menjawab: “Tidak boleh duduk bersama mereka.” (Majmu’ Al-Fatawa) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Keterangan anda tidak lengkap. Pelajari lagi sejarah Nabi SAW, bagaimana Shahabat Hassan bin Tsabit membacakan syair-syair pujian yang dibacakan di hadapan Rasulullah SAW, dan beliau SAW senang mendengarkannya. Bahkan ada pula hadits Nabi SAW yg menyerupai syair, sebagaimana sabda belias SAW: anan nabiyyu laa kadzib ¤ anabnu Abdil Mutthalib. Silahkan anda belajar lagi. |
|
|
|
|
|
|
|
226. |
Pengirim: Asli Salafi - Kota: Mojokerto
Tanggal: 2/1/2014 |
|
Untuk TRANS 7 - sampai saat ini sudah aman dari virus Sekte Wahabi - Sekte Salafi - Sekte Albani. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdilillah, namun perlu terus dikawal. |
|
|
|
|
|
|
|
227. |
Pengirim: agus aji - Kota: pontianak
Tanggal: 4/1/2014 |
|
Benar ust. Apa yg antum sampaikan. Namun tuk kawan kawan yg ingin mengingatkan orang wahabi ayo kita ingatkan dimedia spt group yg adadi FB ( 1000 orang menolak wahabi ) dll banyak sekali orang wahabi yg perlu penjelasan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, kami hadir untuk memberi penerangan kepada masyarakat tentang hakikat Wahhabi. Semoga bermanfaat. |
|
|
|
|
|
|
|
228. |
Pengirim: Achmad alQuthfby - Kota: Probolinggo
Tanggal: 6/1/2014 |
|
Imam Ahmad ketika ditanya tentang taghbir, beliau menjawab: “Sesuatu yang bid’ah.” Beliau ditanya lagi: “Bolehkah kami duduk-duduk bersama mereka?” Beliau menjawab: “Tidak boleh duduk bersama mereka.” (Majmu’ Al-Fatawa)
= Kebiasaan wahabi adalah memutilasi kitab-kitab para ulama. Silahkan kamu uraikan disini pertanyaan kepada Imam Ahmad tsb dan apa yang dimaksud taghbir tsb, dan taghbir yang bagaimana yg dianggap bid’ah yg sesat oleh Imam Ahmad.
Jika yng dimaksud taghbir itu adalah nasyid, qasidah, dan lainnyayang mempunyai makna pujian-pujian kepada Allah, nasihat nasihat agar dan hal hal yg mendorong kepada ketaatan, tak ada ikhtilaf dalam hukumnya, bahwa itu diperbolehkan, dan bahkan sunnah Rasul saw, karena Rasul saw pun membuat syair, namun kemudian turun ayat agar beliau saw tak membuat syair karena ditakutkan orang orang akan sulit membedakan antara wahyu dan syair beliau saw.
para sahabat bersyair dan ,melantunkan nasyid, demikian pula Rasul saw bersama para sahabat, silahkan anda rujuk Sirah Ibn Hisyam Bab Khandaq.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Untuk Kak 'Ali, Mataram, semoga tambah rajin belajar. |
|
|
|
|
|
|
|
229. |
Pengirim: Zenni - Kota: Cirebon
Tanggal: 13/1/2014 |
|
Ass..jika di prbolehkan sy ingn brtnya pak. Ktika saya sholat ktika melakukan rukun dlm sholat baik ktika takbir,bangun dari rukuk dan sujud dlm hati sy slalu berucap memuji Allah..apa itu trmasuk bid'ah atau bkn?trus gimana hukum mnurut aswaja..mohon pnjeselasanya.trmksh,.wsallam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Boleh, dan tidak ada yang menuduh bid'ah, menurut Aswaja. |
|
|
|
|
|
|
|
230. |
Pengirim: shahid al ghafarshahid alghafar - Kota: seremban
Tanggal: 14/1/2014 |
|
Menurut ahlisunnah w,j.allah itu brada di hati orang mukmin,hati2x dgn jwbn ini jgn smpi slh fikir tmn2x. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Allah 'BERADA' di hati setiap mukmin, ini bukan kalimat hakikat, tetapi majaz, maksudnya hati setiap mukmin akan selalu ingat kepada Allah. Bukan 'TEMPAT KEBERADAAN' Allah terletak di hati setiap mukmin.
Karena jumlah orang mukmin di dunia ini sangat banyak, maka apa lantas jumlah Allah juga sebanyak jumlah hati para mukmin tersebut? Tidak demikian tentunya.
Sama juga jika seorang suami mengatakan: Wahai istriku, engakau selalu ada di hatiku...!
Jika diartikan secara hakiki, maka apa mungkin istrinya itu masuk di dalam rongga dada suaminya dan duduk menempati anggota tubuh yang bernama hati, tempatnya di dekat jantung, di atas perut? Pasti tidak seperti itu artinya.
Coba baca artikel kami berjudul:
BERAPA BANYAK TUHAN MEREKA? Klik saja di google dg tambahan kata: pejuangislam, untuk memudahkan. |
|
|
|
|
|
|
|
231. |
Pengirim: DAVID - Kota: JAMBI
Tanggal: 17/1/2014 |
|
AYO BERANTAS BIDAH AYO KITA DAN MEMURNIKAN AJARAN ISLAM |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar, ayo berantas Radio dan TV Rodja, bida'ahnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
232. |
Pengirim: ari - Kota: malang
Tanggal: 18/1/2014 |
|
assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh
sebelumnya saya mohon maaf, ada baiknya jika kita tidak mengolok2 umat islam yg lain, mreka bukan wahabi, karena mreka punya dasar yg benar2 kuat, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda saja yang mengatakan mereka bukan Wahhabi, padahal hakikatnya mereka itulah Wahhabi, pengikut ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi.
Bahkan aktifis Radio dan TV RODJA gemar menuduh bid'ah amaliah warga NU, kalau anda mampu menghentikan olok-olok dan tuduhan buruk kaum Wahhabi terhadap amaliah wara NU, maka artikel ini bisa saja kami ganti lannya.
Silahkan anda lakukan, kami tunggu hasilnya. |
|
|
|
|
|
|
|
233. |
Pengirim: Fariz - Kota: -
Tanggal: 30/1/2014 |
|
Astaghfirullah, saya sgt tidak suka dgn artikel ini, anda bilang TV Rodja itu wahhabi ?,semua yang anda sebutkan itu anda bilang sesat ?,setelah saya baca komentar² anda, sepertinya anda ini mengada-ngada, saya harap anda harus memperdalam ilmu terlebih dahulu, ilmu anda ibaratkan kalau kita menginjak becek yang dalamnya hanya semata kaki saja. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Alhamdulillah kalau anda sebagai pengikut Wahhabi tidak suka dengan artikel kami ini, dan siapa yang suruh anda masuk ke situs kami ini.
Silahkan anda buat situs sendiri, dan menulislah artikel sesuai keyakinan Wahhabi anda yang mujassimah itu.
|
|
|
|
|
|
|
|
234. |
Pengirim: armendo faiz - Kota: jakarta
Tanggal: 30/1/2014 |
|
Assamualaikum w.w
Paham wahabi memang suka membi'ahkan amalan padahal mereka suka membuat amalan bi'ah itu sendiri diantaranya:
1.mereka suka membi'ahkan maulud rasul saw tetapi mereka membuat maulud ibnu wahab,maulud ustmaini
2 mereka membuat bi'ah terbesar yaitu membagi tauhid menjadi 3
-tauhid uluhiyah
-tauhid usbuhiyah
-tauhid asma wasifat
Padahal rasul saw tidak mengajarkan seperti itu
3 mereka membi'ahkan mengagungkan rasul saw tetapi mengagungkan ibnu taimiyah,ibnu wahab,al bani dan ulama mereka lainnya .padahal derajat rasul di sisi allah swt sangat tinggi dan agung
Semoga kita semua dijauhkan dari paham yang aneh itu .
Wasallam.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Benar sekali apa yang akhi sampaikan.
Uniknya, mereka sering marah-marah kalau umat Islam mengungkapkan kebobrokan aqidah Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi.
Lebih unnik lagi, banyak kaum Wahhabi Indonesia yang nimbrung di Situs kami ini, namun kerjanya cuma mencaci maki, seperti yang dilakukan oleh saudara Fariz, yang komentarnya sama sekali tidak ilmiah.
Komentar-komentar semacam itu sudah banyak yang kami CUT, karena memang tidak punya standar ilmiah.
Atau ada juga Wahhabi yang komentar panjang lebar, dan sekali lagi terpaksa kami CUT, karena nggak Nyambung dengan isi dan maksud artikel kami. |
|
|
|
|
|
|
|
235. |
Pengirim: Insan Sari - Kota: Sumbawa
Tanggal: 13/2/2014 |
|
Bid'ah itu hanya untuk urusan agama, jangan mempersempit pemahamannya. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Malahan anda yg mempersempit agama. |
|
|
|
|
|
|
|
236. |
Pengirim: pandi - Kota: sidrap sulawesi selatan
Tanggal: 13/2/2014 |
|
wahabi itu cucunya iblis...!!!! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini suara hati umat |
|
|
|
|
|
|
|
237. |
Pengirim: ape - Kota: bandung
Tanggal: 18/2/2014 |
|
assalammualaikum. ya ustad saya jadi ingin tahu apa kelemahan dari kaum wahabbi yang paling umum dan bisa menjadi penjelasan paling kuat untuk menjelaskan kepada kaum muslimin lainnya. terima kasih. wassalam |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
AMALAN BID’AH ORANG WAHHABI
Luthfi Bashori
Orang Wahhabi memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid’ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya’ban ini sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya’ban.
Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid’ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksiud Bid’ah oleh orang Wahhabi adalah Bid’ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid’ah berdasarkan definisi para ulama salaf.
Adapun definisi Bid’ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak maka dinamakan Bid’ah, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling.
Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja.
Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid’ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW)
Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma’nawi) dari Alquran maupun Hadits, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!
Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid’ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid’ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW).
Jadi, pada hakikatnya orang Wahhabi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan Bid’ah sesuai dengan definisi mereka itu.
Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut:
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Duniawiyah seperti Bid’ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri.
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.
|
|
|
|
|
|
|
|
238. |
Pengirim: Yunita - Kota: Kaltim
Tanggal: 19/2/2014 |
|
Afwan ya ustadz dan semua ikhwah fillah... " memahami ikhtilaf dan menjauhi iftiraq itu akan lebih bermanfaat dan lebih 'adil. Insya Allah tidak akan ada saling cela, ulangi dan fahami (Qs. Al-hujurat), kemudian jika sudah mengalami stagnasi susah cari solusi dari pada saling hina (tdk ilmiah) lebih baik kembalikan kepada Allah ( QS. An-Nisa :59), krn manusia tdk berhak memfonis ini itu, semua hak Allah "Alaisa llahu bi ahkamil haakimiin" |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Tutup dulu TV/Radio Rodja dan siaran-siaran milik Wahhabi lainnhya, maka kami akan berhenti mengungkap kesesatan aliran Wahhabi. Kapan akan anda laksanakan ? |
|
|
|
|
|
|
|
239. |
Pengirim: kamto - Kota: pekanbaru
Tanggal: 28/2/2014 |
|
saya ingin bukti yg lebih detil dr diskripsi tentang kaum salafi yg sebenarnya..../? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ada situs yang dapat membantu akhi, klik di google : salafytobatwordpress.com |
|
|
|
|
|
|
|
240. |
Pengirim: Faidah - Kota: Sorong
Tanggal: 24/3/2014 |
|
Benarkah jika qt brtanya tntang keberadaan Allah itu merupakan bid'ah? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Begitulah menurut pendapat para ulama Ahlus sunnah wal jamaah... dan Nabi SAW tidak pernah menanyakan dan mengajarkan seperti itu...
Hanya Kaum Wahhabi saja yang sering melontarkan pertanyaan semacam itu. |
|
|
|
|
|
|
|
241. |
Pengirim: ibrahim - Kota: balikpapan
Tanggal: 25/3/2014 |
|
mantap infonya ustadz.
tanya ustadz, bila kita ikut mazhab ,kita di vonis taklid.
katanya ga boleh taqlid,trus mereka hanya memakai rujukan dari ulama mereka saja, seperti om albani, syekh abdul wahab, hal ini apakah bukan taqlid juga.
ustadz apakah benar katanya syekh albani ulama besar. saya pernah baca dia ini hanya seorang tukang service jam dan suka membaca kitab di perpustakaan kemudian menyatakan diri ulama, benarkah ustadz?
di mana cari refrensi tentang biografi om albani( Kata teman saya bukan ulama, jadi saya sebut om aja, maaf ya ustadz) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Seperti itulah kenyataannya.
Semoga Allah melindungi kita semua. |
|
|
|
|
|
|
|
242. |
Pengirim: surdai - Kota: indonesia
Tanggal: 3/4/2014 |
|
Menurut saya sih silahkan saja tonton dan simak tv2 wahabi atau tv apapun untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai wahbisme, ummat islam sudah cerdas kok , bisa membedakan mana yg ilmiah dan mana yg kerjanya nyesat2in muslim lain |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
HAKIKAT SEBENAR FAHAMAN AL-WAHHABIYAH (AL-TABDI’)
www.al-ghari.blogspot.com
1.0 PENDAHULUAN
Sejak akhir-akhir ini lahir pelbagai aliran pemikiran dalam memahami Islam sebagai satu cara hidup .
Lantaran itu, kita begitu ghairah mencari identiti hidup yang beteraskan al-Qur’an dan al-Sunnah .
Adakalanya selari dengan Islam dan adakalanya aliran pemikiran tersebut ‘lari dan bercanggah’ dari penghayatan Islam yang sebenar .
Sehinggakan ada dikalangan saudara kita mendakwa bahawa pegangan , fahaman dan sikap mereka sahaja yang benar.
Manakala pegangan, fahaman dan sikap orang lain dianggap menyeleweng. Bahkan dituduh sebagai sesat, mengamalkan khurafat, melakukan syirik dan golongan ini telah mengkafirkan umat islam salaf dan khalaf hatta ulamak-ulamak ahlussunnah wal jamaah dan sebagainya.
Hasilnya, berlakulah aktiviti tuduh menuduh, fitnah-memfitnah dan kafir mengkafir dalam masyarakat. Senario ini bukan sahaja melibatkan ahli adademik dan professional tetapi turut mendatangkan keracunan kepada masyarakat awam kita. Masyarakat kita bingung, keliru dan buntu.
Akhirnya, umat Islam kita berpecah-belah menurut ideology dan fahaman masing-masing. Walaupun kita satu agama, sayangnya fahaman dan kita berbeza.Justeru, kertas am ini ditulis secara ringkas bagi mengunkapkan sedikit tentang latarbelakang permasalahan, membentuk pemahaman sekaligus mencerna pendirian dalam menghadapi isu ini. Khususnya dalam memahami fahaman al-Wahabiyyah atau dengan kata lain fahaman al-Tabdi’.
Memandangkan isu ini telah dibincang secara terbuka di televisyen, radio, akhbar dan majalah maka kita juga harus berlapang dada dan bersifat terbuka dalam membicarakannya.
2.0 DEFINISI
Al-Wahabiyyah ialah satu fahaman atau aliran pemikiran yang dinisbahkan kepada pengasasnya Muhammad bin Abdul al-Wahab (1115H-1206H). Pemahaman ini muncul hasil tanggungjawab beliau terhadap isu-isu agama yang berlaku pada waktu itu.
Asasnya ialah beliau begitu fanatik terhadap pendapat-pendapat keras al-Hanabilah, pendapat Ibnu Taimiyyah dan ditambah dengan pendapat sendiri. Walaupun sikapnya itu ditentang oleh ayahnya sendiri, namun beliau tetap berkeras dengan pemahaman dan pendekatan yang dirasakan releven itu. Penisbahan ini muncul dari kalangan masyarakat tempatan yang bertentangan pendapatnya dengannya dengan memanggilnya dengan gelaran Ibnu Abdul Wahab , dan akhirnya menjadial-Wahhabi .
Namun apabila beliau memperagakan akidah al-Salaf menurut kacamatanya , maka kita katakan “al-Salafiyyah al-Wahabiyyah.”Kesimpulanya, samada penisbahan ini tepat atau tidak bukan soalmya. Ini kerana penisbahan tersebut tersurat dalam lipatan sejarah. Namun apa yang penting adalah pemahaman dan aliran pemikiran yang dibawanya, Apabila diteliti dan dikaji, jelas pemahaman al-Wahabiyyah menjadikan pendekatan al-Tabdi’ ,iaitu satu fahaman yang menghukum bid’ah golongan yang tidak selari dengan pandangan mereka dan mengkafirkan umat islam secara terang-terangan hatta berani membunuh beribu-ribu umat islam pada zamannya yang kemudiannya jenayah bunuh ini disambung oleh pengikut Muhamad abd wahhab yang fanatik/taksub dengan ajaran sesat Wahhabi.
Sejarah Wahhabi yang hitam ini banyak dirakam di dalam kitab2 ulamak muktabar seperti da dalam kitab Fitnah wahhabiyah karangan Sayyid Zaini Dahlan Mufti Mekah .
3.0 FIRASAT ULAMAK TENTANG MUHAMMAD ABDUL WAHABI
Imam al-Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Shohibur Ratib Habib ‘ Abdullah al-Haddad dalam kitabnya “Mishabul Anam” m/s 15 menceritakan seperti berikut:-
“Aku telah diberitahu oleh seorang tua yang bersinar wajahnya kerana kesolehannya dan sudah melebihi 80 tahun umurnya, Beliau salah seorang pemuka kita keluarga Abu ‘Alawi yang lahir dan membesar di Makkah dan kerap berulang alik ke Madinah.
Nama beliau Musa bin Hasan bin Ahmad al-‘Alawi berketurunan Sayyidina ‘Uqait bin Salim, saudara Sayyidina Quthubus-Syahir asy Syaikhul Kabir Abu Bakar bin Salim.
Beliau berkata :
“Aku dahulu berada di Madinah belajar kepada asy-Syaikh Muhammad Hayat (as-Sindi al-Madani). Muhammad bin Abdul Wahab juga berulang-alik ke majlis Syeikh Muhammad Hayat seperti murid-murid lainnya, Aku mendengar daripada orang-orang soleh dan ulama, sebagai kasyaf daripada mereka, firasat mereka mengenai Muhammad bin Abdul Wahab di mana mereka menyatakan bahawa dia akan sesat dan menyesatkan Allah dengannya orang yang dijauhkan dari rahmatNya dan dibinasakanNya.
Dan demikian yang telah berlaku (yakni firasat mereka telah menjadi kenyataan) sehingga Syeikh Abdul Wahab, bapa kepada Muhammad bin Abdul Wahab, juga berfirasat sedemikian terhadap anaknya, dia telah menasihati dan mengkritik anaknya serta memperingati orang lain berhubung sikap anaknya itu.Di antara ulama yang mempunyai firasat sedemikian juga ialah Syeikh Muhammad Hayat as-Sindi dan Syeikh Muhammad Sulaiman al-Kurdi al-Madani asy-Syafi’i.
Syeikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menceritakan berhubung firasat Syeikh Muhammad Sulaiman al-Kurdi dalam kitab-kitabnya.Dan perlu diketahui bahawa Syeikh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan mempunyai sanad riwayat daripada Syeikh Muhammad Sulaiman al-Kurdi seperti berikut:-
Sayyidi Ahmad Zaini Dahlan daripada Muhaddis Syam Syaikh Abdur Rahman al-Kuzbarly daripada al-Hafiz al-Hujjah Abdullah al-Kurdi al-Madani daripada al-Muhaddis al-Musnid Syaikh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi al-Madani.
Dalam isu Muhammad bin Abdul Wahab tidak ada langsung Syeikh Abdur Rahman al-Kuzbari menolak kata-kata Syeikh Muhammad Sulaiman al-Kurdi dan beliau adalah tokoh utama dalam bidang periwayatan hadis yang terkenal dalam dunia Islam.
Kesimpulannya, perawi-perawi tersebut adalah orang yang dipercayai dan tidak berbohong. Syeikh Sulaiman al-Kurdi bukan sahaja berfirasat mengenai Muhammad bin Abdul Wahab, tetapi setelah zahir fitnah Muhammad bin Abdul Wahhab beliau telah ditanyai mengenainya dan membuat jawapan untuk menolak ajaran Muhammad bin Abdul Wahab.
Kitab yang ditulis oleh Syeikh Sulaiman bin Abdul Wahab al-Hanbali, saudara kandung Muhammad bin Abdul Wahab, yang berjudul “Syawa’ iqul Ilahiyyah”, sudah cukup membuktikan penyelewengan Muhammad bin Abdul Wahab dan sekaligus membuktikan kebenaran firasat para ulama dan solihin di atas.
Bukan sahaja Syeikh Sulaiman sahaja yang menceritakan kesesatan Muhammad bin Abdul Wahab bahkan ramai lagi ulama sehingga Habib Alwi al-Haddad pada mukasurat 3 kitab “Misbahul Anam” membuat kesimpulan bahawa kesesatan Muhammad bin Abdul Wahab telah disampaikan oleh ramai ulama secara tawatur dalam tulisan-tulisan mereka daripada orang-orang yang tsiqah dari kalangan ulama-ul-akhyar (terpilih) dan selain mereka yang telah melihat dengan matanya sendiri dan mendengar dengan telinganya sendiri akan kesesatan Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikut-pengikutnya dan juga tulisan-tulisan, perkataan, perbuatan dan perintah Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikut-pengkutnya.
Sememangnya firasat bukan hujjah, tetapi tidak boleh diketepikan mentah-mentah.
Apatah lagi, jika ada qarinah lain membuktikan kebenaran firasat tersebut. Ingat Junjungan Nabi Shallallahu alayhi wasalam bersabda dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi dan Imam al-Tobrani :
“Takutilah firasat orang mukmin, kerana bahawasanya dia memandang dengan cahaya Allah.”
4.0 PERIOD FAHAMAN AL-WAHABIYYAH
Gerakan dakwah ini secara umumnya mengalami tiga peringkat :
A-Kerajaan Saud yang pertama :1) Period Muhammad bin Abdul Wahab & Muhammad Su’ud (1153H-1206H)
2) Period Abdul Aziz al-Saud & Saud Abdul Aziz (1762M-1814M)3) Period Abdullah Al-Saud – Ditangkap – Dipancung (1814M-1818M)B-Kerajaan Saud yang kedua :
1) Muncul Faysal al-Turki al-Saud (1835M-1838M)- dibawa ke Mesir dan dipenjara-( 1843M)-melarikan diri2) Faysal memulakan pemerintahan al-Saud ke-2 di Najad3) Kolonel Lewis Pelly (Peg Kanan Tentera British ke teluk bertemu pemimpin Wahabi)
4) Faysal meninggal dunia akibat kecederaan serius dalam pertempuran dan diganti oleh saudara Abdullah (1874M)
5) Abdul Rahman bin Faysal al-Saud berjaya menakluki Riyadh (1889M)
6) Riyadh berjaya ditawan kembali oleh Jeneral Muhammad bin Rasyid (1890)
7) Abdul Rahman bin Faysal berjaya lari ke Kuwait.
C-Kerajaan Saud yang ketiga :
1)Munculnya Abdul Aziz al-Saud menawan semula Riyadh (1902)
2) Captain WHI Shakespeare (agen British) di Kuwait menemui Amir Abdul al-Aziz (1910) dan mengatur pertemuan dengan Sir Perry Cox dan melantik Philby sebagai penasihat amir (1915)
3) Berlakunya Uqary Conference antara Brtish dan Saudi. Abdul al-Aziz dianugerahkan 60,000 pound setahun kerana khidmatnya pada British dan kemudiannya dianugerahkan Knight Of Grand Commander of The Most Eminent Order of The Indian Empire.
4) Amir Abdul al-Aziz menghapuskan Ikhwan al-Najdi. British membekalkan 4 pesawat, 200 kenderaan tentera dalam operasi ini. Faisal al-Duuwaish telah ditangkap oleh British di Kuwait dan menyerahkan kepada Abdul Aziz (1930M).
5) Tahun 1931M, Philby membawa masuk jutawan US Charles R. Crane & Kari Twithcell untuk meneroka minyak di teluk.
6) Pada tahun 1933, Syarikat Standard Oil of California mendapat konsesi minyak selama 60 tahun dan dikenali dengan AramCo. Ini merupakan sebahagian dari strategi Philby untuk membawa campurtangan Amerika terhadap Saudi.
7) Kerajaan Saudi Arabia terbentuk secara rasminya pada tahun 1932M dengan identiti Pedang bersilang sampai ke hari ini.
5.0 INTISARI PENTING FAHAMAN AL-WAHABIYYAH
Berikut merupakan sebahagian methodology fahaman al-Wahabiyyah. Antaranya :
1)Meneruskan fahaman pemecahan Tauhid kepada 3 bahagian.
2)Bergerak aktif dengan isu syirik-mensyirik , kafir-mengkafir.
3)Mempromosi ayat mustasyabihat secara meluas.
4)Mendasari salah faham terhadap bid’ah
5)Menyerang golongan tasawuf /tarekat.
6)Menyubuhkan fahaman Tasbyih dan Tajsim
7)Menentang fatwa Kebangsaan dan negeri-negeri
8)Mempunyai kaitan rapat dengan gerakan militant
9)Bersikap fanatik
10)Menolak pendekatan Mazhab dalam Islam
6.0 TOKOH –TOKOH
Toloh-tokoh Wahhabiyyah terdahulu tidaklah ramai jika dibandingkan dengan ulamak-ulamak Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Di sini perlu didedahkan tokoh-tokoh yang menyebarkan fahaman wahabiyyah di Timur Tengah.Antaranya ialah:
6.1 Ibn al-Alusi (1202-1317)
6.2 Abdul al-Rahman al-Mua’llimiy (1313-1386)
6.3 Al-Qanuji : Sidq Hassan al-Khan
6.4 Hamad bin Nasr bin Uthman al-Najdi
6.5 Ahmad Ibrahim al-Najdi6.6 Jamaluddin al-Qasimi al-Dimasyqi
6.7 Muhammad Khalil Harras al-Masri
6.8 Abdul Razzaq Afifi Ahmad Syakir al-Masri
6.9 Nasr al-Din al-Banni
6.10 Zuhair Syawisy
6.11 Muhammad Nasib al-Rida’i
6.12 Mahmud Mahdi Istanbuli
6.13 Hamud al-Tuwaijri
6.14 Ibnu Baz(Abdullah bin Baz)
6.15 Hamad al-Ansari
6.16 Abu Bakar al-Jaza’iri
6.17 Soleh Uthaimin
6.18 Soleh Fauzan
6.19 Abdullah bin Sa’di al-Ghamidiy
6.20 Muhammad Jamil Zainu
6.21 Umar Sulaiman Asyqar
6.22 Furaih bin Soleh al-Bahlul
6.23 Salim al-Hilali
6.24 Marwan al-Qaisi
6.25 Abdul Qader al-Arnawuth.
7.0 IMPLIKASI
Penyebaran fahaman ini sedikit sebanyak memberi ancaman kepada umat Islam di Malaysia. Hampir-hampir kita bakal menjadi Indonesia.
Antara implikasinya ialah:
7.1 Memberi fokus perdebatan kepada masalah usuliyyah-akidah dengan sifat-sifat Allah.
7.2 Memberi fokus tentang permasalahan khilafiyyah-bid’ah dan mencambahkan bibit perpecahan dan kekeliruan fahaman dalam masyarakat.
7.3 Munculnya pelbagai aliran, puak dan fanatic kepada ustaz-ustaz atau pensyarah tertentu. Akhir menggunakan fatwa tersendiri dalam menyampaikan hukum kepada masyarakat awam.
7.4 Membelakangi JAKIM, Jabatan-jabatan Agama Islam Negeri, PUM, IKIM, YADIM dan
Majlis Fatwa Kebangsaan dalam penentuan dan penyebaran hukum.
8.0 SENARAI HUJJAH AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH KE ATAS FAHAMAN AL-WAHABIYYAH
Rujuk: http://darulfatwa.org.au/languages/Malaysian/Ahlussunah.pdf
9.0 STATUS
Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Kebangsaan kali ke-27 yang bersidang 31 Mac 1994 dan 14 pada 22-23 Oktober 1985 telah memutuskan bahawa fahaman Ittiba’ al-Sunnah atau Fahaman al-Salafiyyin, Kaum Muda atau Al-Wahabiyyah dan yang sealiran dengannya boleh membawa kekeliruan dan perpecahan kepada masyarakat dan perlu disekat.
Adalah menjadi hak untuk Kerajaan Negeri untuk menfatwakannya samada sesat atau menyeleweng.
10.0 KESIMPULAN
Antara usaha yang boleh diambil dalam menangani isu fahaman ini ialah:
10.1 Kita perlu memahami isu ini dengan sebaik-baiknya dan menyedari implikasi yang berlaku hasil penyebaran fahaman ini.
10.2 Menggesa JAKIM, JAIN, PUM, IKIM, YADIM dan NGO Islam yang lain bersatu untuk mengeluarkan satu kenyataan bersama tentang fahaman ini.
10.3 Menapis atau menyekat buku-buku, majalah, laman web, pendakwah ekstrem yang didapati menyebarkan fahaman ini.
10.4 Memantau sebarang aktiviti yang dianjurkan mereka termasuk seminar, forum, ceramah dan sebagainya.
10.5 Usaha pendidikan dan penerangan perlu dilakukan secara menyeluruh dan bersepadu.
10.6 Kita perlu menggunakan pendekatan yang bijak dalam menangani kes ini. Ibarat menarik rambut di dalam tepung.
Subhanallah..marilah sama-sama kita meyelamatkan diri kita dan berpesan kepada saudara islam kita yang lain daripada mereka ini, yang pada zahirnya menunjukkan persenaliti islam,berkopiah,berjubah,tapi akidah mereke bertereskan Muhammad abdul wahhab, ibn Taimiyyah yang membawa kepada tajsim dan tasybih.
Akidah mereka ini pada hakikatnya di ambil terus dari akidah yahudi dan agama-agama sesat lain bukannya akidah nabi Muhammad dan para sahabat.Nauzubillah……
Ya Allah selamatkan bumi Malaysia daripada Wahhabi..
AL-GHARI
http://www.al-ghari.blogspot.com/ |
|
|
|
|
|
|
|
243. |
Pengirim: reza - Kota: lahat
Tanggal: 9/4/2014 |
|
ats dsr apa anda mengtakan tv tersebut ahli bid'ah jls2 acra sesuai dngn syari'at yang d smpaikan. tdk la anda menggangap seorang ahli bid'ah tanpa hujjah yang jelas . utk sdarla whai pra orang yang d dlm htinya msih ada sdikit keimnanan , smoga klian smua d brikan jlan yng lrs oleh allah azza wa jalla. amin |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
AMALAN BID’AH ORANG WAHHABI
Luthfi Bashori
Orang Wahhabi pengelola TV Rodja ,memang tampak aneh bin ajaib, mereka gemar sekali menuduh umat Islam melakukan amal perbuatan yang mereka tuduhkan sebagai Bid’ah dhalalah/sesat, seperti umat Islam yang pada bulan Sya’ban ini sedang giat-giatnya mengadakan pembacaan shalawat keliling, karena ayat perintah bershalawat itu turunnya adalah di bulan Sya’ban.
Bahkan orang Wahhabi berani mengancam umat Islam yang mereka tuduh sebagai pelaku bid’ah sesat itu akan dimasukkan neraka. Tentunya yang dimaksiud Bid’ah oleh orang Wahhabi adalah Bid’ah yang sesuai dengan definisi mereka sendiri, bukan Bid’ah berdasarkan definisi para ulama salaf.
Adapun definisi Bid’ah sesat yang diyakini oleh orang Wahhabi adalah: Segala amal perbuatan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW maupun oleh para shahabat secara mutlak maka dinamakan Bid’ah, contohnya Nabi SAW dan para shahabat tidak pernah melakukan pembacaan shalawat keliling.
Intinya orang Wahhabi selalu mengatakan, bahwa hukum semua amal perbuatan itu pada dasarnya adalah dilarang (haram) sehingga ditemukan dalil Alquran maupun Hadits shahih yang memperbolehkannya. Bahkan secara kaku, orang Wahhabi memandang jika ada amalan yang hanya didasari oleh dalil hadits (bukan ayat Alquran), maka hadits yang dapat diterima itu terbatas pada Hadits SHAHIH saja.
Dengan demikian, hampir semua umat Islam di dunia ini tidak ada yang luput dari tuduhan sebagai pelaku bid’ah oleh kaum Wahhabi. Karena orang Wahhabi menganggap bahwa kebanyakan amal perbuatan umat Islam itu tidak didasari dalil secara tekstual (harfi) baik dari Alquran maupun Hadits shahih (tidak dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW)
Orang Wahhabi sering kali menolak dalil kontekstual (ma’nawi) dari Alquran maupun Hadits, jika menghukumi suatu amalan yang dilakukan oleh umat Islam. Misalnya Allah perintah: Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bershalawat dan bersalam kepada Nabi dengan sebenar-benar salam..!
Kemudian umat Islam mengarang redaksi shalawat dengan berbagai macam bentuk kalimatnya dan metode pembacaan, sebut saja shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih, dan sebagainya. Maka dengan mudahnya orang Wahhabi mengatakan bahwa macam-macam bentuk redaksi shalawat ini adalah Bid’ah, karena Nabi SAW tidak pernah mengajarkan secara langsung redaksi shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya, sekalipun shalawat-shalawat ini telah diamalkan oleh umat Islam di seluruh dunia.
Namun runyamnya, di sisi lain orang Wahhabi sendiri ternyata banyak mengamalkan perbuatan Bid’ah yang tidak didasari dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadtsi shahih itu sendiri (tidak pernah dicontohkan secara langsung oleh Nabi SAW).
Jadi, pada hakikatnya orang Wahhabi itu kerap melanggar keyakinan yang mereka buat sendiri, sehingga jika diteliti, banyak sekali amalan-amalan mereka yang tidak luput dari perbuatan Bid’ah sesuai dengan definisi mereka itu.
Coba diteliti amalan-amalan yang menjadi keyakinan orang Wahhabi sebagai berikut:
1. Tatkala umat Islam mempertanyakan mengapa orang Wahhabi dewasa ini menggunakan mobil saat bepergian, padahal Nabi SAW dan para Shahabat tidak pernah naik mobil? Maka untuk nge-les (menghindar) dari pertanyaan semacam ini, orang Wahhabi tiba-tiba secara serampangan membagi Bid’ah itu menjadi dua, yaitu Bid’ah Diniyah, seperti Bid’ahnya naik mobil dan Bid’ah Duniawiyah seperti Bid’ahnya shalawat Burdah, shalawat Nariyah, shalawat Alfatih dan sebagainya. Padahal pembagian yang dilakukan oleh orang Wahhabi ini jelas-jelas tidak berdasar satupun dari dalil secara tekstual baik dari Alquran mapun Hadits Shahih. Artinya baik Alquran maupun Hadits tidak pernah membagi Bid’ah menjadi Diniyah dan Duniawiyah.
2. Nabi SAW perintah: Khudzuu ‘anni manaasikakum (Ambillah/contohlah dariku manasik (tata cara haji)-mu (HR. Muslim). Saat itu Nabi SAW pergi haji dari Madinah menuju Makkah adalah dengan naik onta. Jika saja kaum Wahhabi jujur dalam dakwah sesuai yang diyakininya, maka sudah seharusnya mereka juga jika pergi haji adalah dengan naik onta, karena mengikuti sunnah Nabi SAW ini, bukan naik pesawat maupun mobil. Tapi kenyataannya tidak demikian.
3. Orang Wahhabi menyakini bahwa Tauhid itu dibagi menjadi tiga, yaitu Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah, dan Tauhid Asma wa shifat. Pembagian ini juga tidak bedasar dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih manapun.
4. Kaum Wahhabi selalu mensyaratkan bahwa amalan yang sah menurut syariat itu dalam pandangan mereka, harus didasari oleh Hadits shahih (selain Alquran). Padahal aturan penggunaan Haditsh Shahih ini bukan berasal dari tekstual ayat Alquran maupun Hadits Nabi SAW sendiri. Namun ketentuan itu hanyalah berdasarkan pemahaman orang Wahhabi sendiri.
5. Belum lagi pembagian derajat hadits menjadi Shahih, Hasan dan Dhaif, itu juga hakikatnya tidak berdasarkan tekstual Alquran maupun Hadits Nabi SAW, namun hanyalah hasil ijtihad para ulama ahli Hadits. Anehnya orang Wahhabi terpaksa menerima ijtihad para ulama ini sekalipun bukan berdasarkan dari tekstual dalil.
6. Jika datang bulan Ramadhan, orang Wahhabi Suadi Arabiah mengadakan Shalat Tahajjud berjamaah sebulan suntuk, dengan memilih waktu khusus di bulan Ramadhan (dari awwal hingga akhir bulan Ramadhan) seperti yang dilakukan di Masjidil Haram Makkah dan Masjid Nabawi Madinah dan diimami oleh tokoh-tokoh Wahhabi. Tradisi tata cara amalan berjamaah Tahajjud sebulan suntuk yang dikhususkan pada bulan Ramadhan ini jelas-jelas tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW.
7. Bilal Shalat Tahajjudnya juga orang Wahhabi dan mengucapkan: Shalaatul Qiyaami atsaabakumullah, sebelum shalat tahajjud di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, bacaan ini termasuk bid`ah karena tidak pernah dilakukan oleh Nabi maupun para Shahabat.
8. Orang Wahhabi dewasa ini juga berdakwah menggunakan media radio, kaset, CD, TV Rodja, internet dan media cetak, ini termasuk amalan bid`ah yang tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
9. Orang Wahhabi Indonesia juga mendirikan perkumpulan yang sering diberi nama Salafi Indonesia. Ini juga tidak ada tuntunannya baik dari Alquran maupun Hadits shahih.
10. Orang Wahhabi juga mendirikan sekolah formal dengan sistem klasikal, ini termasuk bid`ah yang tanpa ada dasar tekstual dalil Alquran mupun Hadits.
11. Orang Waahabi tidak menolak penulisan Alquran menjadi buku dan diperbanyak lewat percatakan dan huruf tulisan modern, padahal amalan pencetakan Alquran ini tidak ada di jaman Nabi SAW maupun para shahabat.
12. Orang Wahhabi juga menerima upaya pengelompokan Hadits shahih dalam satu buku karangan seperti kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, padahal termasuk bid`ah yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW maupun para Shahabat.
13. Penerjemahan Alquran ke dalam berbagai bahasa, seperti yang diterbitkan oleh Depag, adalah termasuk bid`ah menurut definisi orang Wahhabi sendiri, bahkan di Indonesia, terjemahan Depag ini sering dijadikan kitab rujukan bagi orang Wahhabi Indonesia sendiri.
14. Orang Wahhabi mengaku-ngaku sebagai penerus ulama Salaf, pengakuan ini juga tidak ada dasarnya secara tekstual baik dari Alquran maupun hadits shahih.
15. Masih banyak amal perbuatan orang Wahhabi yang tergolong Bid’ah, menurut definisi orang Wahhabi sendiri, karena amal perbuatan mereka itu tidak didasari oleh dalil secara tekstual baik dari Alquran maupun Hadits shahih. Padahal, dalam pemahaman kaum Wahhabi, bahwa semua Bid’ah itu adalah sesat, tanpa kecuali. Jadi amalan kaum Wahhabi sebagaimana tersebut di atas, tentunya juga harus dihukumi SESAT.
- See more at: http://www.pejuangislam.com/main.php?prm=karya&var=detail&id=662#sthash.Yjta225H.dpuf |
|
|
|
|
|
|
|
244. |
Pengirim: rani - Kota: jakarta
Tanggal: 16/4/2014 |
|
ustadz , sebenarnya pakai cadar itu sunah atau bidah? , orang rodja kan pada pakai cadar. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Cadar tidak ada kaitannya dengan urusan Bid'ahnya Kaum Wahhabi dalam bentuk tayangan TV Rodja.
Kaum Wahhabi selalu menvonis, bahwa amalan ibadag yang tidak ada tuntunannya dari Nabi SAW itu adalah bid'ah sesat, Nah .. Nabi SAW tidak pernah berdakwah dengan metode lewat TV maka dakwah lewat TV itulah bid'ahnya kaum Wahhabi.
Umat Islam yg baca shalawat Nabi SAW dengan metode lewat Majelis bersama dengan metofe mengeraskan suara itu juga divonis bid'ah sesat, alasan kaum Wahhabi, karena Nabi SAW tidak pernah baca shalawat dengan metode bersama dengan mengeraskan suara.
Sekali lagi Nabi SAW itu tidak pernah berdakwah dengan metode lewat TV, makanya TV Rodja itu adalah Bid'ahnya kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
245. |
Pengirim: ujang dien - Kota: Bandung
Tanggal: 16/4/2014 |
|
bagaimana hukum tahlillan??? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Hukumnya adalah boleh dan sunnah, karena sesuai dengan perintah Nabi SAW: Iqra-u yaasii 'alaa mautaakum (bacakan Surat Yasin untuk mayit kalian) HR. Abu Dawud. |
|
|
|
|
|
|
|
246. |
Pengirim: riyan - Kota: semarang
Tanggal: 21/4/2014 |
|
Ngisin2i. Wong islam karo islam kok malah berantem sndiri. Lihat musuh2 kita pada tertawa melihat perpecahan kita. Ayo satukan dan rapatkan barisan umat muslim. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Dakwah Wahhabi selama ini adalah gemar menuduh Bid'ah sesat terhadap warga mayoritas umat Islan yang memeringati Maulid Nabi SAW, mengadakan Haul para ulama, mentahlili mayit, dan sebagainya di media umum termasuk TV Rodja.
Nah, giliran aqidah sesat kaum Wahhabi diungkap di sini, eeh malah minta persatuan dengan berbagai alasan seperti yg anda lakukan ini.
Apa TV Rodja TV Bid'ahnya Kaum Wahhabi itu nggak malu menuduh amalan sunnah yg dikerjakan oleh penduduk muslim terbesar Indonesia bahka dunia yaitu warga Aswaja, dg divonis Sesat (Bid'ah).
Padahal di istana negarapun hampir tiap tahun memperingati maulud Nabi SAW. Bahkan hampir di setiap ujung kampung juga secara rutin mengamalkan peringatan Maulid Nabi SAW yg dituduh Amalan Sesat (Bid'ah) oleh TV Rodja dan antek-anteknya. Padahal para kyia Indonesia sangat tahu dalil-dali boleh dan sunnahnya mengamalkan perayaan Maulid Nabi SAW.
Menggelikan yaaa...perilaku kaum Wahhabi ini...? |
|
|
|
|
|
|
|
247. |
Pengirim: Achmad Fauzy - Kota: jakarta
Tanggal: 28/4/2014 |
|
Ustad, apakah trans 7 termasuk ajaran wahabi ?
dan apa buktinya ?
Syukron :) |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebelum disomasi oleh warga Aswaja, Trans TV kerap menayangkan dalam Khazanan Pagi, keterangan bahwa berziarah Kubur itu hukumnya Syirik mengikuti pendapat kaum Wahhabi.
Padahal Nabu Muhammad SAW sendiri sering berziarah makam pekuburan Baqi"
Apa Nabi SAW juga dituduh Syirik oleh kaum Wahhabi? |
|
|
|
|
|
|
|
248. |
Pengirim: Bambang - Kota: Ponorogo
Tanggal: 6/5/2014 |
|
Bagus Sekali artikelnya......
Bapak Ustadz yang saya Hormati, saya ingin bertanya bagaimana cara yang ampuh untuk membentengi Keluarga kita, saudara kita, tetangga kita dari aliran-aliran ini, karena dimana-mana aliran-aliran yang seperti ini banyak sekali bermunculan walaupun cuma satu dua |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Itu problem umum yg dihadapi oleh umat Islam dewasa ini.
Coba saja keluarga sering diajak baca Situs kami ini atau bisa juga di copykan artikel-artikel terkait.
Perlu juga akhi membuka Situs : Salafytobay lewat google. Jangan keliru Abu Salafy (karena yg terakhir itu tidak anti Syiah). |
|
|
|
|
|
|
|
249. |
Pengirim: wahyu - Kota: surabaya
Tanggal: 7/5/2014 |
|
yang dimaksud bid'ah itu hal2 yang terkandung dalam ibadah ya Akhii..
bgmna dgn tv/radio?. ini hanyalah mengenai technology information. tdk ada org yg beribadah di dalam radio tau tv... skali lagi skg bnyak org suka mencari-cari kesalahan aswaja/ org yg mengikuti rasul dan salafusaalih lantaran banyak umat yang sudah mengerti bid'ah yang sebenarnya dan dan mulai menghindarinya. dan ini sangat mengancam existensi para pelontar bid'ah tsb! Allahualam Bishowab.... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Justru membagi bid'ah menjadi dua: Diniayah (ibadah) dan Duniawiyah ( teknologi) itu adalah hukum produk Wahhabi yg tidak ada dalil/nash qath'i dari Nabi SAW.
Sedangkan Aswaja berijtihad membagi bid'ah menjadi dua: Dhalalah/sesat (bertentangan dg syariat) dan Hasanah/ baik (tidak ada larangan dari agama secara rinci).
Bid'ah hasanah versi Aswaja itu adalah sinonim dari Sunnah Hasanah, hanya saja untuk menyesuaikan nama sebagai perimbangan bahasa, maka dipopulerkan dg istilah: BID'AH HASANAH vs BID'AH DHALALAH.
Menurut bahasanya Sy. Utsman bin Affan beliau mengistilahkan dg BID'AH YG NIKMAT (Bagus) sebagai sinonim dari BID"AH HASANAH.
Sayangnya kaum Wahhabi kurang luas dalam memahami bahasa Arab, sehingga apriori terhadap istilah pilihan Aswaja ini.
Karena tidak ada satupun amalan warga Aswaja yg disepakati oleh para ulama Salaf untuk diamalkan itu sebagai Bid'ah Dhalalah.
Bahkan semua amalan warga Aswaja tersebut justru termasuk SUNNAH HASANAH, sebut saja: Tahlilan untuk mayit, perayaan Maulid Nabi SAW, Talqin mayit, Dzikir brrjamaah, dll. Karena semuanya itu berdasarkan Alquran, Hadits, Ijma' dan Qiyas. |
|
|
|
|
|
|
|
250. |
Pengirim: Suherman - Kota: Jakarta
Tanggal: 7/5/2014 |
|
Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatu..
Ustadz, ane termasuk suka menonton rodja tv, tapi setau ane yg dibahas di rodja ada benernya juga, kaya yasinan atau 7 harian, 100 hari, 1000 hari setelah meninggal dunia, itu kan tdk ada tuntunannya, itu hanya mengikuti ajaran hindu dulu zamannya sunan kalijaga itu termasuk di kitab weda ajaran hindu yg memperingati 7 hari, 100 hari dan 1000 hari.. bukannya ini namanya bid'ah, ustad ? karena tdk ada tuntunan dan hadits yg mengajarkan ini ? mohon pendapat ustad untuk menanggapi hal2 yang tdk ada tuntunan dalam Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah Salallahu'alaihi Wasalam. karena ane takut kejeblos ke neraka tentang perkara2 yang tdk ada tuntunannya.
wasalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatu. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
TAHLILI SAJA MAYITMU SAMPAI 7 HARI, NO PROBLEM !
Luthfi Bashori
Jika ada di antara umat Islam, yang benar-benar penganut Ahlus sunnah wal jamaah, tengah mendapatkan musibah ditinggal wafat oleh anggota keluarganya, maka hendaklah handai taulan mayit itu mengamalkan ajaran para Shahabat Nabi SAW dan para Tabi’in, yaitu mentahlili mayitnya itu selama 7 hari.
Adapun salah satu ajaran para Shahabat dan para Tabi’in itu telah diriwayatkan oleh Imam Suyuthi Rahimahullah dalam kitab Al-Hawi li al-Fatawi-nya, beliau mengatakan bahwa Imam Thawus Attabi’i berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia itu difitnah (diuji) dalam kuburannya selama 7 hari, karena itu mereka (para shahabat Nabi SAW) menganjurkan (bersedekah) memberi makanan atas nama para mayit itu pada hari-hari tersebut “.
Dalam riwayat lain disebutkan: Dari Ubaid bin Umair beliau berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah (diuji) selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari“. Menurut Imam Suyuthi, para perawinya adalah shahih. (al-Hawi) li al-Fatawi, juz III hlm. 266-273, Imam As-Suyuthi).
Adapun, sebagaimana dimaklumi oleh umat Islam, bahwa sedekah itu sendiri dalam pandangan syariat adalah bervariatif, sebagaimana disebut dalam sabda Nabi SAW:
“Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian sesuatu yang kalian bisa sedekahkan? Sesungguhnya setiap ucapan tasbih adalah sedekah, setiap takbir adalah sedekah, setiap tahmid adalah sedekah, setiap ucapan tahlil adalah sedekah, amar ma’ruf adalah sedekah, nahi munkar adalah sedekah, dan pada kemaluan kalian juga terdapat sedekah.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah orang yang mendatangi syahwatnya di antara kami juga akan mendapatkan pahala?” Beliau menjawab, “Bagaimana menurut kalian jika dia menyalurkan syahwatnya pada sesuatu yang haram, apakah dia akan mendapat dosa? Maka demikian pula jika dia menyalurkannya pada sesuatu yang halal, dia pun akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Dari Abu Hurairah RA beliau berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Setiap anggota tubuh manusia wajib disedekahi, setiap hari dimana matahari terbit lalu engkau berlaku adil terhadap dua orang (yang bertikai) adalah sedekah, engkau menolong seseorang yang berkendaraan lalu engkau bantu dia untuk naik kendaraanya atau mengangkatkan barangnya adalah sedekah, ucapan yang baik adalah sedekah, setiap langkah ketika engkau berjalan menuju shalat adalah sedekah dan menghilangkan gangguan dari jalan adalah sedekah”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Adapun dalam kegiatan tahlilan itu sendiri mencakup pembacaan surat Yasin seperti yang diperintahkan oleh Nabi SAW: Bacakanlah surat Yasin untuk mayit kalian. (HR. Abu Dawud).
Kemudian membaca kalimat thayyibah seperti: Tahlil, Takbir, Tahmid, Hasbana, Hauqala, Istighfar, Shalawat Nabi, serta doa-doa untuk kebaikan mayit, Semua amalan ini termasuk dalam kategori sedekah yang dianjurkan oleh Nabi SAW sebagai ibadah sunnah.
Belum lagi, keluarga yang ketempatan dalam kegiatan tahlilan rutin di kampung-kampung, atau para tetangga dari keluarga yang terkena musibah, umumnya ikut mengeluarkan sedekah berupa suguhan bagi para pelayat, yang mana amalan ini juga termasuk sunnah bagi umat Islam.
Jadi menentukan tahlilan untuk mayit dalam keadaan apapun, serta dalam waktu kapanpun, khususnya memilih waktu pada hari ke 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 itu bukanlah tradisi Hindu seperti yang dituduhkan oleh kaum Wahhabi, namun telah dicontohkan dan diamalkan oleh para Shahabat dan para Tabi’in sebagaimana tersebut di atas.
< # # # # # # # # # # # # # # # # # # >
MENGENAL IMAM THAWUS
(sumber: www.kajiansalaf.com)
Beliau adalah Abu Abdirrahman Thawus bin Kaisan al-Yamani al-Himyari maula Bakhir bin Kuraisan al-Himyari, termasuk keturunan bangsa Persia. Ibu beliau dari keturunan Persia, sedang ayah beliau dari Qasith.
Beliau termasuk kibaar at-taabi’iin, sangat dikenal dalam memberi wasiat dan nasihat, dan tidak gentar dalam meluruskan setiap kesalahan. Sebab itu, beliau banyak disegani oleh setiap kaum muslimin sampaipun oleh para raja dan khalifah kaum muslimin.
Ada yang berkata bahwa nama asli beliau adalah Dzakwan, sedangkan Thawus adalah nama julukan. Diriwayatkan dari Yahya bin Ma’in ia berkata, “Beliau dijuluki Thawus (burung merak) karena beliau banyak menimba ilmu (berkeliling) kepada para qurraa’ (ahli qiraah).” [Tahdzibul Kamal 13/357]
Beliau lahir di zaman para sahabat, sehingga beliau banyak berjumpa dan menimba ilmu dari para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, di antaranya adalah Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Abbas, Mu’adz bin Jabal, Abdullah bin Umar, Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhum, dan para kibaar ash-shahaabah lainnya. Bahkan beliau juga menimba ilmu kepada Ummul Mukminin Aisyah radhiyallaahu ‘anhaa.
Demikian ilmu dan pemahaman yang beliau dapatkan dari para pendahulunya itu pun beliau ajarkan kepada orang-orang yang setelahnya, karena merekalah para penerus dakwah. Sebut saja di antara murid-murid beliau yang ternama seperti Wahb bin Munabbih, Atha’ bin Abi Rabah, Amr bin Dinar, Mujahid, Laits bin Abi Salim –rahimahumullaah-, dan yang lainnya.
Berkata adz-Dzahabi rahimahullaah, “Aku berpendapat bahwa beliau dilahirkan pada masa khilafah Utsman radhiyallaahu ‘anhu atau sebelum itu.” [Siyar A’lam an-Nubala’ 5/38]
Diriwayatkan dari Abdul Malik bin Maisarah dari Thawus rahimahullaah ia mengatakan, “Sungguh aku bertemu dengan 50 orang sahabat-sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.” [Tahdzibut Tahdzib 5/9].
PUJIAN ULAMA KEPADA IMAM THAWUS
Beliau memiliki bagian yang banyak dalam hal mengambil ilmu dan mengajarkan kepada umat, yang dengan itulah nama beliau tidak asing bagi para penuntut ilmu.
Berkata Ibnu Hibban rahimahullah, “Thawus adalah ahli ibadah penduduk Yaman, ahli fiqih mereka, dan termasuk salah satu pembesar tabi’in.” [Ats-Tsiqat 4/391]
Berkata Hubaib bin asy-Syahid rahimahullaah, “Aku berada di sisi Amr bin Dinat lalu disebutlah perihal Thawus, lalu ia (Amr bin Dinar) mengatakan, ‘Aku tidak melihat seorang pun yang semisal Thawus.’” [Al-Jarh wat Ta’dil 4/2203]
Dari Utsman bin Sa’id rahimahullaah ia berkata, “Aku berkata kepada Yahya bin Ma’in, ‘Apakah Thawus lebih engkau cintai atau Sa’id bin Zubair?’ Beliau menjawab, ‘Ia seorang yang tsiqah yang tidak diperbandingkan.’”
Atha’ bin Abi Rabah [lihat biografi beliau pada majalah AL-FURQON edisi 107].
------------------------------------------------------------
APA TAHLILAN HARI KE 7 & 40 MELAWAN SYARIAT ?
Luthfi Bashori
Dewasa ini, banyak tuduhan negatif dari kaum Wahhabi terhadap umat Islam yang mengadakan tahlilan dan kirim doa kepada ahli kubur, yang dilaksanakan pada hari ke 1, 2, 3 atau hingga hari ke 7, dan pada hari ke 40, 100, 1000, atau pelaksanaan haul tahunan. Kaum Wahhabi mengatakan bahwa waktu-waktu yang dipilih itu adalah hasil konversi dari adat istiadat Hindu yang diadopsi oleh para pengamalnya. Karena itulah kaum Wahhabi melarang kelompoknya mengikuti tradisi Hindu tersebut.
Untuk menyanggah tuduhan Wahhabi ini sangatlah mudah. Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan ajaran syariat Islam, maka boleh saja diadopsi oleh umat Islam. Contoh, kebiasaan bercelana panjang (pantalon) dengan memakai baju hem dan berdasi adalah adat istiadat si penjajah Belanda sang penyebar agama Kristren di Indonesia. Mereka jika mengadakan ritual agama Kristen di dalam gereja juga menggunakan celana panjang.
Konon, sebagian ulama di masa penjajahan, sempat mengharamkan penggunaan celana panjang bagi umat Islam, dengan dalil man tasyabbaha biqaumin fahuwa minhum (barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk dari golongan mereka). Karena bercelana pantalon saat itu menyerupai kaum Kristen Belanda, maka dihukumi haram.
Namun pada akhir perkembangan, budaya bercelana panjang pantalon sudah menjadi budaya masyarakat muslim Indonesia, bahkan banyak sekali yang melaksanakan shalat pun dengan menggunakan celana panjang (pantalon).
Dasi pun kini sudah menjadi seragam para pegawai perkantoran, maupun anak-anak pelajar sekolah formal setingkat SD, SLTP dan SLTA. Dasi juga menjadi hal yang tidak pernah dipermasalkan oleh kaum Wahhabi.
Jika diteliti secara jujur, tidak sedikit kaum Wahhabi Indonesia yang menggunakan celana panjang pantalon dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat berfatwa di kalangan kelompoknya, bahkan anak-anak mereka juga dimasukkan sekolah formal dengan menggunakan seragam wajib berdasi.
Nabi SAW sendiri mengadopsi adat istiadat kaum Yahudi dalam melaksanakan puasa sunnah `Asyura, tapi ditambahi 1 hari (tanggal 9-10 atau 10-11 Muharram) agar tidak sama dengan puasanya Yahudi.
Sebagaimana dalam sejarah disebutkan, tatkala Nabi SAW masuk kota Madinah, beliau SAW mendapati kaum Yahudi berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Lantas beliau SAW bertanya mengapa mereka berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Kaum Yahudi menjawab : Kami berpuasa karena syukur kepada Allah atas diselamatkannya Nabi Musa dari kejaran Firaun pada tanggal 10 Muharram.. ! Maka Nabi SAW mengatakan : Sesungguhnya kami lebih berhak bersyukur kepada Allah atas hal itu dari pada kalian .. !
Kemudian Nabi SAW perintah kepada umat Islam : Shuumuu yauma `Aasyuura wakhaaliful yahuud, shuumu yauman qablahu au yauman bakdahu (Berpuasa `Asyuura-lah kalian, tapi berbedalah dengan kaum Yahudi, berpuasa jugalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya). HR. Bukhari & Muslim.
Baju koko juga dari budaya China yang mayoritas masyarakatnya beragama Khong hu cu dan Atheis, tapi kini menjadi trend sebagai baju muslim dunia. Kubah masjid dulunya berasal dari kubah gereja kemudian dirubah bentuknya menjadi kubah yang stupa, padahal bentuk stupa juga menjadi salah satu adat rumah ibadah Budha. Sedangkan menara masjid diadopsi dari menara kaum Majusi penyembah api, demikian dan sebagainya.
Karena semua adat istiadat tersebut di atas, tidak bertentangan dengan subtansi syariat, maka hukumnya boleh-boleh saja. Apalagi umat Islam mengisi hari-hari kematian keluarganya pada hari ke 1, 2, 3, 7, 40, 100, 1000, dan haul tahunan, yang sangat berbeda dengan adat kaum Hindu. Umat Islam mengisinya dengan menbaca Yasin, Shalawat kepada Nabi SAW, dzikir-dzikir yang diajarkan Nabi SAW, berdoa mohon ampunan kepada Allah untuk ahli kubur, dan bersedekah. Jadi sudah sesuai dengan perintah Nabi SAW. Bahkan semua isi amalan Tahlilan itu subtansinya adalah pengamalan ajaran Alquran dan Hadits Nabi SAW. |
|
|
|
|
|
|
|
251. |
Pengirim: Wahabi - Kota: Pontianak
Tanggal: 8/5/2014 |
|
Yang paling besar yang saya tanggapi dari pembicaraan anda adalah, bahwa Islam itu harus beramal sesuai NU!, apabila tidak maka akan dianggap sesat dan menyimpang.
Ini lucu banget, apabila Al-Qur'an & As-Sunnah hanya harus dipahami dengan pemahaman NU, maka yang sangat mengherankan saya adalah, mengapa sebagian besar amalan orang NU tidak pernah dicontohkan dari Ulama-ulama salaf dan Ulama-ulama Saudi Mutakhirin?
Bahkan tidak pernah saya temukan satu riwayatpun dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Para Sahabatnya mengamalkan sebagian besar yang diamalkan warga NU.
Yang saya cermati dari warga NU dan orang-orang yang mengikutinya dengan Taklid yang buta, hanya sekedar Ijtihat dan pemahaman dalil ataupun atsar tanpa ilmu, yang ditanggapi dengan fanatisme golongan.
Ini jelas kelalaian yang ditanami setan didalam hati warga NU agar menjadi ladang pahala buat orang-orang yang bersabar menghadapi tindak-tanduknya dengan nasihat yang lemah lembut.
Semoga Allah senantiasa menanamkan aqidah yang lurus diantara hamba-hamba-Nya, agar tetap tegar mengikuti jejak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para pengikutnya, sebab hanya beliaulah dan orang-orang yang mengikutinya dengan benarlah yang berhak dijadikan penuntun didalam menjalankan Islam yang lurus, bukannya malah menjadikan NU sebagai tuntunan. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar anda masih sebatas kulitnya saja, bukan substansi pembahasan ilmiah.
IKUT TAHLILAN YOOK ... !
Asli kata Tahlilan adalah bacaan tahlil atau membaca Laa ilaaha illallah. Barangsiapa yang mengharamkan orang membaca tahlil dalam konteks ini, bisa-bisa menjadi murtad, keluar dari agama Islam.
Sedangkan tahlilan dalam pengertian umum adalah, sekelompok orang yang membaca kumpulan doa, berupa bacaan surat Alfatihah, surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, Alfalaq, Annaas, lafadz tasbih (subhanallah), lafadz hamdalah (alhamdulillah), lafadz hauqalah (laa haula walaa quwwata illaa billah), bacaan istighfar, shalawat kepada Nabi SAW, dan doa maupun dzikir lainnya, kemudian tak jarang pula dirangkai dengan kegiatan majlis ta`lim, serta mengamalkan hadits ith`aamut tha`aam (bershadaqah makanan) kepada orang yang dikenal maupun yang belum dikenal.
Kalau demikian, siapa gerangan yang berani melarang orang-orang yang mengadakan tahlilan ? Kiranya hanya golongan kaum fasiq sajalah yang berani mengharamkan umat Islam untuk melaksanakan tahlilan.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan surat Alfatihah.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan
bacaan surat Yaasiin, surat Al-ikhlas, surat Alfalaq dan surat Annaas.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan bacaan tasbih (subhanallah).
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan
bacaan hauqalah (la haula wala quwwata illa billah)
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan
bacaan shalawat kepada Nabi SAW.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan
shadaqah memberi makan tamu baik yang dikenal maupun yang belum dikenal.
* Tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan
pelaksanaan majlis ta`lim.
Jadi, tidak beriman kepada Allah orang yang berani mengharamkan TAHLILAN, karena tahlilan adalah membaca kalimat-kalimat thayyibah yang seluruh komponen isinya adalah kumpulan doa, dzikir, shalawat, shadaqah dan belajar ilmu agama, yang semuanya itu adalah perintah Allah dan Rasul-Nya.
Di sisi lain, Allah berfirman dalam surat Alhasyr/10, yang artinya : Dan orang-orang yang datang (hidup) sesudah mereka (kaum Muhajirin da Anshar), mereka (para tabi`in dan para generasi sesudahnya) berdoa, Wahai Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami (kalangan para shahabat baik yang masih hidup maupun yang telah wafat) yang telah beriman terlebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.
Ayat ini menerangkan bahwa orang yang telah wafat, semisal kalangan para shahabat, dapat mengambil manfaat bacaan doa dan istighfar dari doa orang-orang yang masih hidup baik dari kalangan para tabi`in maupun dari umat Islam dewasa ini.
Bahkan ayat ini adalah bukti kongkrit dan dalil yang nyata, tentang bolehnya membaca istighfar yang diperuntukkan bagi para mayyit yang telah mendahului.
Mendoakan orang lain baik yang masih terikat hubungan kerabat, seperti doa orangtua untuk anaknya, atau doa anak untuk orangtuanya, maupun yang tidak terikat hubungan kerabat, sangatlah dianjurkan oleh Allah, bahkan para Nabi pun selalu mendoakan umatnya, dan tidak membatasi khusus yang masih hidup saja, tetapi untuk seluruh umatnya baik yang masih hidup maupun yang sudah wafat, baik yang terikat hubungan kerabat maupun orang lain dalam hubungan nasab.
Doa Nabi Nuh AS : Ya Tuhanku, ampunilah aku, ibu bapakku, dan orang-orang yang masuk ke rumahku dengan beriman, serta orang-orang lelaki dan perempuan yang beriman. Janganlah engkau tambahkan bagi orang-orang yang dzalim itu kecuali kebinasaan. (QS. Annuh 28)
Doa Nabi Ibrahim AS : Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku, orang-orang yang tetap mendirikan shalat. Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua orangtuaku, serta seluruh orang-orang mukmin pada hari perhitungan nanti.
Wah, berarti Nabi Nuh AS dan Nabi Ibrahim AS melegalitas tahlilan, karena subtansinya sama, yaitu sama-sama mendoakan orang lain, baik untuk yang masih hidup maupun yang sudah wafat, bahkan yang belum lahir sekalipun, selagi beriman kepada Allah maka akan mendapatkan manfaat dari doanya beliau berdua, `alaihimas salaam.
Demilian juga tujuan umat Islam mengadakan tahlilan, adalah untuk memohonkan ampunan dan mendoakan kebaikan bagi kerabatnya yang telah wafat mendahului mereka, serta membaca doa untuk para hadirin yang masih hidup, dan diamini bersama-sama secara kompak.
Dari Abu Hurairah RA, beliau mendengarkan Nabi SAW bersabda : Jika kalian menyalati mayyit, maka doakanlah mayyit itu dengan penuh ikhlas. (HR. Attirmidzi).
Imam Muslim dalam kitab hadits shahihnya (1618), meriwayatkan dari Sayyidah `Aisyah RA, beliau menceritakan :
Sesungguhnya Rasulullah SAW keluar ke makam Baqi` pada akhir malam di saat giliran menginap di rumahnya. Kemudian Rasulullah SAW mengucapkan : Assalamu `alaikum, semoga keselamatan tetap atas kalian semua, Wahai penghuni tanah makam kaum muslimin, pasti akan datang janji (Allah) untuk kalian sekalipun diakhirkan, dan insyaallah kami akan menyusul kalian semua. Ya Allah, berilah ampunan bagi Ahli Baqi` Algharqad.
Lihatlah Nabi SAW juga mendoakan para mayyit penghuni makam Baqi`, sama dengan umat Islam yang mengadakan tahlilan untuk mendoakan para mayyit yang telah mendahului wafat.
Imam Bukhari pun tak mau kalah meriwayatkan hadits bernomer 2563, tentang pentingnya bershadaqah yang pahalanya dapat dikirimkan untuk mayyit :
Dari Ibnu Abbas RA, ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi SAW :
Wahai Rasulullah SAW, ibu saya telah meninggal dunia, apakah beliau akan mendapatkan kemanfaatan jika saya bershadaqah untuknya ? Nabi SAW menjawab : Ya ...! Orang itu mengatakan : Saya mempunyai kebun, maka saya mohon kepadamu Wahai Rasulullah, untuk menjadi saksi, bahwa sekarang saya menyadaqahkan kebun ini atas nama ibu saya ...!
Dalam kegiatan Tahlilan juga diajarkan shadaqah makanan kepada para tamu, dan pahalanya diperuntukkan untuk mayyit yang ditahlili.
Sebuah ilustrasi : Ada seorang muslim yang menyembeleh ayam dengan mengucapkan bismillahir rahmanir rahim dan disaksikan oleh seorang ustadz. Setelah ayam dimasak lantas disuguhkan kepada sang ustadz, dan beliaupun ditanya : Apa hukumnya daging ayam yang disuguhkan kepadanya itu?
Sang Ustadz yang terkenal cermat itupun menjawab : Hukumnya sih, bisa halal bisa haram.
Tentu saja si penyembeleh menjadi penasaran atas jawabannya : Kok bisa Ustadz ?
Sang Ustadz menimpali : Jika ayam ini asli hak milikmu, dan tadi saat kamu menyembelehnya sudah sesuai dengan tuntunan syariat, maka hukumnya halal, bahkan halalan thayyiban. Tapi, jika ayam ini adalah hasil curian, maka bagaimanapun caramu menyembeleh, yaa tetap saja haram.
Si penyembelehpun manggut-manggut tanda setuju, dan semakin tahu bagaimana tata cara memberlakukan suatu hukum halal dan haram dalam kehidupan sehari-hari, berkat pelajaran singkat dari sang Ustadz. Alangkah bahagianya si penyembeleh itu mempunyai seorang Ustadz yang begitu arif dan bijak, serta penuh kehati-hatian.
Demikian juga tentunya dalam pelaksanaan Tahlilan, maka hukum Tahlilan bisa menjadi haram, jika dalam pelaksanaannya itu bertentangan dengan syariat Islam, misalnya acara Tahlilannya didahului dengan undian togel, sedangkan suguhan minumannya terdiri dari bir arak yang memabukkan, kemudian doa dan dzikirnya diganti lagu dangdut dan tari jaipong, dan biaya konsumsi suguhannya diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagikan kepada ahli warisnya. Tentu saja Tahlilan semacam ini hukumnya adalah Bid`ah Dhalalah, yang sangat sesat, haram, haram dan haram yang tidak dapat ditolelir.
Tapi, melaksanakan Tahlilan, kirim pahala untuk si mayyit yang jauh dari kemaksiatan, bahkan penuh dengan nilai ibadah kepada Allah, semisal semua yang dibaca dalam acara Tahlilan mencakup surat Alquran, Shalawat kepada Nabi SAW, bacaan tahlil, tasbih, tahmid, hauqalah, hamdalah, istighfar, shadaqah makanan dengan harta yang halal, karena hak milik sendiri si tuan rumah, lebih-lebih berasal dari shadaqah para sanak famili dan tetangga secara ikhlas, bukan diambil dari harta warisan si mayyit yang belum dibagi kepada ahli warisnya, serta ditutup dengan mengadakan kajian ilmiah majlis ta`lim, maka acara Tahlilan yang sudah ditradisikan oleh warga Ahlus sunnah wal jamaah ini, hukumnya adalah : HALALAN THAYYIBAN, BOLEH, BAIK, BAHKAN SUNNAH, karena bertujuan mengamalkan ayat-ayat suci Alquran dan Hadits-hadits shahih.
Maka, jika ada kaum Wahhabi yang mengharamkan Tahlilan dan menghukuminya sebagai amalan yang Bid`ah Dhalalah dan sesat, itu hanyalah karena `kekuperan` mereka dalam memahami apa subtansi Tahlilan yang sebenarnya, dan yang jelas karena kesempitan dan kedangkalan mereka semata dalam memahami ayat-ayat Alquran dan Hadits-hadits shahih.
Padahal masih banyak dalil-dalil Alquran dan hadits-hadits selain yang tertera di atas. Jika diulas, semuanya menunjukkan dalil kebolehan bahkan kesunnahan umat Islam mengadakan acara Tahlilan untuk mengenang kebaikan para mayyit serta mengirim pahala doa bagi mereka.
Namun karena keterbatasan media, maka cuplikan di atas sudah dianggap cukup mewakili yang lainnya.
Jadi, hakikatnya bukan karena hukum Tahlilan itu termasuk dalam rana khilafiyah antar para ulama salaf. Apalagi menurut Imam Thawus, bahwa kegiatan Tahlilan dan kirim doa kepada mayyit ini sudah diamalkan oleh para shahabat dan diabadikan oleh para tabi`in serta para ulama salaf Ahlus sunnah wal jamaah, bahkan hingga kini lestari di kalangan umat Islam mayoritas. |
|
|
|
|
|
|
|
252. |
Pengirim: Allil - Kota: Bone
Tanggal: 6/6/2014 |
|
Assalamualykum
Tv Rodja bukan dari golongan Wahhabi, bahkan Tv rodja membawakan kajian tentang kesesatan Wahabi, bahaya fitnah wahhabi, dan mengusir golongan wahabi dari tanah kalimantan, sebagai mana dalam pikiranmu dia adalah golongan wahhabi yg mengharamkan nonton tv, sehingga kamu mengatakan Rodja adla penganut Bid'ahnya Wahhabi.
rodja adalah pengikut Ahlu sunnah waljamaah serta Manhaj salaf bukan wahhabi(pengikut muhammad bin abdul wahhab ) sebagai mana kamu menganggap arab saudi itu penganut wahhabi, ini kesalapahaman yg fatal, di arab saudi itu berpegang teguh pada Al Quran dan sunnah nabi saw, serta sunnah para sahabat nabi (ahlussunnah wal jamaah, manhaj salaf) bukan wahhabi selama ini kamu mengatakanya sebagai wahhabi.
Saatnya kamu sadar siapa itu wahhabi dan siapa itu salafi..??
siaran tv itu mubah untuk berdakwah Menurut ulama Salaf, bukan menurut ulama wahhabi.
demikian wassalamualaykum.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wahhabi yg sesat adalah pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi Saudi Arabiah yg mengaku-ngaku sebagai Salafi
Sama sekali kami tidak membicarakan Abdul Wahhab bin Rustum. Namun kami sengaja membongkar Aqidah Sesatnya Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi yg diikuti oleh Bin Baz, Utsaimin, Sudais, dan tokoh-tokoh Wahhabi Saudi Arabiah lainnya.
Kami sangat tahu hakikat tokoh-tokoh Wahhabi Saudi itu, karena kami adalah mukimin di Makkah dan Madinah sejak 1983 sampai 1991. |
|
|
|
|
|
|
|
253. |
Pengirim: Allil - Kota: Bone
Tanggal: 7/6/2014 |
|
assalamualykum
maaf sebelumnya pak, saya salah ketik dulu, Muhammad bin abdul wahhab bukanlah pendiri golongan wahhabi, tapi dia adalah Ulama yg Berdakwah dalam menegakkan tauhid, membrantas kesyirikan, dan ke bid'ahan dan tidak pernah menhukumi orang Muslim kafir, sebagai mana anggapanmu.
Sebenarnya Firqoh sempalan ibadahnya khawarij yg timbul pada Abad ke 2 Hijriyah yaitu sebitan WAHABI yg diambil dari nama tokoh sentralnya ABDUL WAHAB BIN ABDURRAHMAN BIN RUSTUM yg meninggal pada thn 211 H (sekitar 800.m)
wahabi merupakan kelompok yg sangat ekstrim kepada Ahlusunnah dan manhaj salaf serta sangat membenci syiah.
Saya ingatkan Lagi, pendiri WAHABI itu iyalah ABDUL WAHAB BIN ABDURRRAHMAN BIN RUSTUM yg meninggal pada 211 H (sekitar 800.m)
BUKAN MUHAMMAD BIN ABDUL WAHHAB ANNAJDI yg wafat pada Abad 12 Hijriyah (1792.m)
Bedakan antara Abdul wahab bin abdurrahman bin rustum(tidak ada kata MUHAMMAD di depanya)
sedangkan Muhammad bin abdul wahhab annajbi(tidak ada kata ABDURRAHMAN di tengahnya)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
TV RODJA Bermanhaj salaf, Sedangkan SALAF TIDAK PERNAH MENISHBATKAN DIRINYA SEBAGAI WAHABI. Tapi justru ORANG SALAF MEWASPADAI FITNAHNYA WAHABI.
bahkan TV Rodja Membawa kajian yg judulnya "MEMBONGKAR KESESATAN WAHABI"
SAYA INGATKAN LAGI, SALAFI BUKAN GERAKAN DARI WAHABI sebagai mana anda menyebutnya SALAFI WAHABI atau WAHABI SALAFI dan ini sangat Fatal sekali.
i
Semoga anda sadar siapa itu salafi dan siapa itu wahabi
Saya ingatkan pula, mekah dan madinah itu Bukan wahabi (pengikut abdul wahab bin abdurrahman bin rustum)
tapi justru pusat Alussunnah wal jama'ah Manhaj Salaf.
wassalamualaykum |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kelihatan sekali, jika anda adalah pengikut Muhammad bin Anbul Wahhab Annajdi yang kami sebut sebagai KAUM WAHHABI, sekalipun anda mengemis dan minta dipanggil Salafi. Tapi anda dan TV RODJA adalah KAUM WAHHABI yg sesat dalam pandangan Islam.
TIPUAN ULAMA WAHABI.' WAHABI NISBAH KE RUSTUM"
Penisbatan kepada abdul wahhab ibn abdurahman rustum (tipuan wahabi)
Menurut kaum salafy-wahabi, penggunaan istilah Wahhabi dengan menisbatkan kepada Muhammad ibn Abdul Wahhab adalah tidak tepat. Mereka justru berdalih bahwasanya yang dimaksud dengan kaum wahhabi adalah kaum yang mengikuti Abdul Wahhab ibn Abdurrahman Rustum. Ya..tentu saja mereka demikian karna sumber mereka tidak sebagaimana aslinya.kasarnya dedengkot wahabi mengubahnya demikian agar generasi selanjutnya menyakini itulah yang benar.yang salah adalah.. pembeo atau Cuma mengaku ngaku wahabi tapi tidak memahami secara mendalam ajaran pendahulunya mereka mereka ini tidak mau meneliti sumbernya walaupun dari sesama wahabi.jika boleh aku katakan..mereka ini telah dibodohi org org tak bertanggung jawab.
Perhatikan kalimat-kalimat ini yang biasanya adalah pernyataan kaum wahabi yang tak mau dikatakan wahabi itu jelek,cacat dan akidahnya sesat:
"SEBENARNYA, WAHABI MERUPAKAN FIRQAH SEMPALAN IBADHIYAH KHAWARIJ YANG TIMBUL PADA ABAD KEDUA HIJRIYAH (JAUH SEBELUM MASA SYAIKH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB -ED), YAITU SEBUTAN WAHABI NISBAT KEPADA TOKOH SENTRALNYA ABDUL WAHAB BIN ABDURRAHMAN BIN RUSTUM. WAHABI MERUPAKAN KELOMPOK YANG SANGAT EKSTRIM KEPADA AHLI SUNNAH, SANGAT MEMBENCI SYIAH DAN SANGAT JAUH DARI ISLAM."
Contoh ungkapan diatas dapat kita lihat pula dalam kitab Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil,kebangsaan Francis.
dalam tulisannya menyebutkan begini :
“ Wahabi atau Wahabiyyah adalah sebuah sekte khowarij abadhiyyah yang dicetuskan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al- Abadhi, Orang ini telah banyak menghapus Syari’at Islam, dia menghapus kewajiban menunaikan ibadah haji dan telah terjadi peperangan antara dia dengan beberapa orang yang menentangnya. Dia wafat pada tahun 197 H di kota Thorat di Afrika Utara. Penulis mengatakan bahwa firqoh ini dinamai dengan nama pendirinya, dikarenakan memunculkan banyak perubahan dan dan keyakinan dalam madzhabnya. Mereka sangat membenci Ahlussunnah”.
Baiklah, jika menurut mereka istilah "wahabi" itu diperuntukkan pengikut Abdul Wahhab ibn Abdurrahman ibn Rustum, maka hal ini akan sangat bertentangan dengan fakta di lapangan.
Lihat fakta ini !
Pertama : Masih ingat kasus Pemalsuan atas Kitab Klasik Ahlussunnah Wal Jama'ah, khususnya kitab Hasyiyah ash-Shawi 'alaa Tafsir Jalalain yang dilakukan oleh kaum Salafy-Wahhabi tahun 1420 H?
PERHATIKAN Kitab Hasyiyah ash-Shawi ‘alaa Tafsir al-Jalalain (cetakan Dar Ihya’ at-Turats al-Arabi, Beirut, Libanon, dicetak Tahun 1419 H) halaman 78, Tafsir ayat 7 dan 8 Surat Al-Fathir, karya al-Imaam Ahmad ibn Muhammad ash-Shawi al-Maliki, seorang ulama’ Ahlussunnah wal jama’ah mu’tabaar menyebutkan:
وقيل هذه الاية فى الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب و السنة ويستحلون بذالك دماء المسلمين وأموالهم, لما هو مشاهد الان فى نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون انهم على شيء ألا إنهم هم الكاذبون, استحوذ عليهم الشيطان, فأنساهم ذكر الله, اولئك حزب الشيطان, ألا إن حزب الشيطان هم الخاسرون, نسأل الله الكريم أن يقطع دابرهم.
“DIKATAKAN, AYAT INI TURUN TERKAIT KAUM KHAWARIJ YANG TELAH MENGUBAH TA’WILAN AL QURAN DAN SUNNAH, DAN DENGAN ITU MEREKA MENGHALALKAN DARAH DAN HARTA KAUM MUSLIMIN. SEBAGAIMANA HAL SERUPA JUGA KITA SAKSIKAN SAAT INI, KHUSUSNYA PADA SUATU KELOMPOK YANG ADA DI TANAH HIJJAZ, YANG MANA MEREKA DIKENAL DENGAN SEBUTAN WAHHABI. MEREKA MENGIRA BAHWA MEREKA BERPIJAK DI ATAS DALIL YANG KOKOH. KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA MEREKA ADALAH PARA PENDUSTA. SYAITHAN TELAH MENGALAHKAN MEREKA, SEHINGGA MEMBUAT MEREKA LUPA DARI MENGINGAT ALLAH. MEREKA ITULAH KELOMPOK SYAITHAN. KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA KELOMPOK SYAITHAN ADALAH ORANG-ORANG YANG BENAR-BENAR MERUGI. KITA MEMOHON KEPADA ALLAH YANG MAHA MULIA UNTUK MEMBINASAKAN MEREKA.”
Lihat fakta ini !
Kemudian, setelah setahun Kitab ini terbit, pada tahun 1420 H melalui penerbit Dar al-Kutub al-ilmiyyah, Beirut, Libanon, kaum salafy-wahabi melakukan tahrif atas kitab ini dengan tujuan untuk menyembunyikan jati diri wahabi sebenarnya.
Berikut ini adalah nukilan dari teks yang dipalsukan:
LIHAT Hasyiyyah ash-Shawi ‘alaa Tafsir al-Jalalain (cetakan Dar al-Kutub al-ilmiyyah, Beirut, Libanon. Tahqiiq: Muhammad Abdul Salam Syahin)
هذه الأية نزلت فى الخوارج الذين يحرفون تأويل الكتاب والسنة, ويستحلون بذلك دماء المسلمين وأموالهم, استحوذ عليهم الشيطان, فأنساهم ذكر الله, اولئك حزب الشيطان, ألا إن حزب الشيطان هم الخاسرون, نسأل الله الكريم أن يقطع دابرهم.
“AYAT INI TURUN TERKAIT KAUM KHAWARIJ YANG TELAH MENGUBAH TA’WILAN AL-QURAN DAN SUNNAH, DENGAN ITU MEREKA MENGHALALKAN DARAH DAN HARTA KAUM MUSLIMIN (.....DIHILANGKAN. PEN............). SYAITHAN TELAH MENGALAHKAN MEREKA, SEHINGGA MEMBUAT MEREKA LUPA DARI MENGINGAT ALLAH. MEREKA ITULAH KELOMPOK SYAITHAN. KETAHUILAH, SESUNGGUHNYA KELOMPOK SYAITHAN ADALAH ORANG-ORANG YANGMERUGI. KITAMEMOHON KEPADA ALLAH YANG MAHA MULIA UNTUK MEMBINASAKAN MEREKA.”
Perhatikanlah, bahwasanya kaum Salafy-Wahabi memotong/menghilangkan kalimat ini:
لما هو مشاهد الان فى نظائرهم وهم فرقة بأرض الحجاز يقال لهم الوهابية يحسبون انهم على شيء ألا إنهم هم الكاذبون
Yang artinya: "Sebagaimana hal serupa juga kita saksikan saat ini, khususnya pada suatu kelompok yang ada di tanah Hijjaz, yang mana mereka dikenal dengan sebutan Wahhabi. Mereka mengira bahwa mereka berpijak di atas dalil yang kokoh. Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah para pendusta."
Jika Istilah "Wahabi" itu diperuntukkan bagi para pengikut Abdul Wahhab ibn Abdurrahman ibn Rustum, kenapa kaum Salafy-Wahabi melakukan pemalsuan perkataan Ulama' Ahlussunnah wal Jama'ah yang menjelaskan dengan gamblang tentang jati diri kaum Wahabi sebenarnya?
Bukankah upaya pemalsuan atas perkataan al-Imaam Ahmad ibn Muhammad ash-Shawi al-Maliki ini justru menguatkan bahwa memang sebenarnya istilah Wahabi ini diperuntukkan bagi pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab??
BUKANKAH INI MEMFITNAH??
Bukankah ini Fitnah Tanduk Syetan ?? Bukankah syetan suka menfitnah ??
Kedua. Sampai adanya tulisanku ini.yang namanya wahabi tetap saja menyerang Ahlusunnah wal jama`ah dll. Mengkafirkannya, mengatakan Ahlul Bid`ah, pelaku Syirik tidak peduli dia mengaku sempalan Abdul Wahhab ibn Abdurrahman Rustum.
Atau sempalan Muhammad bin Abdul wahab.semuanya punya fakta yang sama menganggap golongannya lebih baik dari golongan manapun !!.jangankan Abdul Wahhab ibn Abdurrahman Rustum yang suka mengkafirkan org lain,bahkan Muhammad bin Abdul wahab-pun tidak jauh berbeda. dalam kitab al-Durar al-Saniyyah Fi al-Radd ‘Ala al-Wahhabiyyah ( ةيباهولا ىلع درلا يف ةينسلا رردلا ), hlm 42: muhammad bin abdul wahab berkata jelas : Aku membawa kepada kamu semua agama yang baru dan manusia selain pengikutku adalah kafir musyrik. !!” jadi apa beda keduanya jika demikian ?? bagiku penisbatan wahabi dgn Abdulrrahman Rustum adalah cerita fitnah,lempar batu sembunyi tangan dan tetap sebuah kebodohan karna jutru terkuaknya fakta ini makin menjelaskan ketidak beresan akidah wahabi.!!
Ketiga : Fakta lain kebanyakan orang Wahabi mengingkari nama “Wahhabiyyah”, mereka berkata: “Tidak ada yang namanya kelompok Wahhabi”. Mereka bersikap demikian karena mereka tahu sejarah hitam gerakan wahabi; yang penuh dengan darah, teror, dan pembunuhan, lalu untuk mengelabui orang banyak gerakan mereka itu dibungkus dengan nama “Salafi”.
Lihat fakta ini !
bukti nyata bahwa sebagian mereka mengakui, -bahkan bangga-, menyebut gerakan yang dibawa Muhammad bin Abdul Wahhab ini dengan nama “Wahhabiyyah”. Ini tertulis nyata dalam buku yang mereka terbitkan sendiri; ditulis oleh salah seorang pemuka mereka di wilayah Qatar, bernama: “Ahmad bin Hajar Al Buthami Al bin Ali”, judul bukunya: “as Syekh Muhammad ibn Abdil Wahhab ‘Aqidatuh as Salafiyyah Wa Da’watuh al Islamiyyah”. Bahkan buku ini diedit dan sebarluaskan oleh pemuka Wahabi lainnya, yaitu “Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz”. Dicetak tahun 1393 H, penerbit Syarikat Mathabi’ al Jazirah.
Perhatikan di halaman 105, ia menuliskan berikut ini:
“Ketika bertemu dengan orang-orang Wahabi di Mekah…”
Juga menuliskan:“… orang-orang Wahabi mampu mendirikan Dawlah Islamiyyah di atas dasar ajaran-ajaran Wahabiyah” Kemudian juga menuliskan: “Akan tetapi dakwah Wahabi…” Juga menuliskan: “Meraka (orang-orang Wahabi) beragama Islam di atas madzhab Wahabi”.
Penamaan diri mereka sebagai kaum Wahhabiyyah juga dikuatkan oleh pemuka Wahabi lainnya, bernama Muhammad bin Jamil Zainu, salah seorang guru terkemuka Wahabi di Mekah, dalam buku karyanya berjudul “Quthuf Min asy Syama’il al Muhammadiyyah”, cet. Dar ash Shahabah.
Buku di ini disebarkan secara cuma-cuma (alias buku gratis) di wilayah Lebanon dibawah gerakan Wahabi yang bernama “Jam’iyyah an Nur Wa al Iman al Khairiyyah al Islamiyyah”. Muhammad bin Jamil Zainu dengan bangga menuliskan:
“Nama Wahabi adalah disandarkan kepada nama al Wahhab, dan dia itu (al Wahhab) adalah salah satu dari nama-nama Allah”.
Muhammad Khalil Harras juga dengan bangga menuliskan judul karyanya dengan “al Harakah al Wahhabiyyah” (“Gerakan Faham Wahabiyyah”).
Buku ini dicetak penerbit Dar al Kutub al Arabi. Isi buku ini adalah pembelaan “mati-matian” terhadap ajaran Wahabi, penulisannya dengan bangga menamakan gerakan ajaran Wahabi dengan “ad Da’wah al Wahhabiyyah”, lihat di halaman 37.
Lihat fakta ini !
Ada lagi cerita akal akalan wahabi bahwa ajaran Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum bernama Wahhabiyah nisbah kepada nama Abdul Wahhab,padahal ajaran yang disebarkan oleh Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum itu bukan Wahhabiyyah ( الوهابيه ) tapi Wahbiyyah (الوهبية),. Ajaran Wahbiyyah ini di nisbah kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi [عبد الله بن وهب الراسبي]
[Lihat Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya- halaman 145], lalu pecah kepada beberapa firqah, nah firqah nya Abdul wahhab bin Abdirrahman bin Rustum di sebut Wahbiyyah Rustumiyyah bahkan dalam kitab yang tersebut di atas (rujukan dalam dongeng) sangat jelas bahwa Al-Lakhmi ditanyakan tentang kaum Wahbiyyah, bukan tentang Wahhabiyyah, tetapi dalam dongeng disebutkan bahwa Al-Lakhmi ditanyakan tentang Wahhabiyyah, ini jelas-jelas tipuan dan pembodohan, simak penjelasan berikut ini :
Dalam kitab Tarikh Ibnu Khaldun juzuk II halaman 98, beliau berkata :
وكان يزيد قد أذل الخوارج ومهد البلاد فكانت ساكنة أيام روح ورغب في موادعة عبد الوهاب بن رستم وكان من الوهبية فوادعه
Perhatikan dari teks di atas : (ﻭﻛﺎﻥ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﺔ). dan adalah Abdul Wahhab bin Rustum sebagian dari “Wahbiyyah”
Maksudnya, Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum adalah pengikut Wahbiyyah bukan Wahhabiyyah, dan juga bukan pendiri.Bahkan dalam Al-Mi’yaar al-Mu’rib wa al-Jaami’ al-Mughrib ‘an Fataawaa Ifriiqiyyah wa al-Andalus wa al-Maghrib juzuk 11 halaman 168 di tulis oleh Ahmad bin Yahya Al-Wansyarisi menjelaskan sebagai berikut
وسئل اللخمي عن قوم من الوهبية سكنوا بين أظهر أهل السنة زمانا وأظهروا الآن مذهبهم وبنوا مسجدا ويجتمعون فيه ويظهرون مذهبهم في بلد فيه مسجد مبني لأهل السنة زمانا ، وأظهروا أنه مذهبهم وبنوا مسجدا يجتمعون فيه ويأتي الغرباء من كل جهة كالخمسين والستين ، ويقيمون عندهم ، ويعملون لهم بالضيافات ، وينفردون بالأعياد بوضع قريب من أهل السنة . فهل لمن بسط الله يده في الأرض الإنكار عليهم ، وضربهم وسجنهم حتى يتوبوا من ذلك ؟
Perhatikan dari teks di atas : (ﻭﺳﺌﻞ ﺍﻟﻠﺨﻤﻲ ﻋﻦ ﻗﻮﻡ ﻣﻦ ﺍﻟﻮﻫﺒﻴﺔ)
“Dan Al-Lakhmi ditanyakan tentang satu kaum dari Wahbiyyah”
Maksudnya, Imam Al-Lakhmi ditanyakan tentang satu firqah dari Wahbiyyah, sementara dalam dongeng mereka disebutkan Al-Lakhmi ditanyakan tentang firqah Wahhabiyyah
LIHAT FAKTA INI !
Wahhabiyyah tidak sama dengan Wahbiyyah !!
Wahhabiyyah dalam penulisan bahasa Arab ber-tasydid pada (Ha) dan ada (Alif) di depan (Ha), sementara Wahbiyyah tulisan nya tidak ber-tasydid pada (Ha) dan tidak ada (Alif) di depan (Ha), maka fatwa Al-Lakhmi bukan tentang faham Wahhabiyyah, tapi tentang firqah Wahbiyyah, dan tidak ada hubungan antara Wahhabiyyah dan Wahbiyyah Rustumiyyah ibadhiyyah.
Dalam buku seorang sejarawan asal Prancis, , yaitu Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya, yang ditulis oleh Al-Faradbil [1364 H/1945 M], perhatikan penyimpangan cerita itu dengan apa yang tersebut dalam buku rujukan nya, ini tulisan Al-Faradbil dalam buku nya :
وقد سموا أيضا الوهبيين نسبة إلى عبد الله بن وهب الراسبي ، زعيم الخوارج
“Dan sungguh mereka dinamakan Wahbiyyin (الوهبيين) karena dinisbahkan kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi, yang di tuduh sebagai Khawarij” [Al-Firaq Fii Syimal Afriqiya- halaman 145].
Ternyata dalam buku Al-Faradbil juga tertulis Wahbiyyin, bukan Wahhabiyyin, dan dengan sharih disebutkan nisbah nya, Wahbiyyah atau Wahbiyyin bukan nisbah kepada Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum akan tetapi Wahbiyyah itu nisbah kepada Abdullah bin Wahbi Ar-Rasibi.
Para Ulama Wahabi hendak memutar balikkan fakta,dgn tipuan yang hampir sempurna.
Perhatikan lagi nama-nama kitab Wahbiyyah berikut ini :
كتـاب ( تلخيص عقائد الوَهْبِيَّة في نكتة توحيد خالق البرية ) * للشيخ إبراهيم بن بيحمان اليسجني من علماء وادي مِيزَاب بالجزائر ( ت : 1232هـ / 1817م )
كتاب ( العقيدة الوَهْبِيَّة ) * للشيخ أبي مسلم ناصر بن سالم البَهْلانِي من علماء عُمَان ( ت : 1339هـ / 1920م )
كتاب ( دفع شبه الباطل عن الإباضية الوَهْبِيَّة المحقة ) * للشيخ أبي اليقظان إبراهيم من علماء وادي مِيزَاب بالجزائر ( ت : 1393هـ / 1973م )
Perhatikan, ini pengakuan dan pernyataan dari mereka sendiri bahwa faham mereka bernama “Wahbiyyah- الوَهْبِيَّة” bukan Wahhabiyyah.
Perbedaan antara Wahbiyyah dan Wahhabiyyah bagaikan langit dan bumi, baik dari penulisan atau bacaan nya, atau pun pada nisbah dan ajaran nya, tapi kemiripan penulisan tulisan dan bacaan nya membantu para Ulama Wahabi untuk menipu para simpatisan mereka, maka tertipulah orang-orang yang hanya bisa melihat tapi tak mau berpikir dan Semakin jelaslah upaya pendukung wahabi untuk menutupi sosok dan perilaku sebenarnya dari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri sekte Wahhabi !!
Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Amin bin Ahmad Asy-Syinqithi dalam bukunya Majalis Ma’a Fadhilah asy-Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna Asy-Syinqithi’ menuliskan bahwa Syaikh Muhammad al-Amin al-Jakna asy-Syinqithi pernah mengatakan dihadapan mufti kerajaan dinasti Saudi, “Siapa yang mengabarkanmu bahwa Nabi yang diutus kepadaku dan yang wajib aku imani bernama Muhammad bin Abdul Wahhab?!! Sesungguhnya Nabi yang diutus kepadaku dan yang wajib aku imani namanya Muhammad bin Abdullah, yang dilahirkan di Makkah bukan dilahirkan di Huraimla, dikubur di Madinah bukan dikubur di Dir’iyyah, dia datang dengan membawa kitab namanya al-Qur’an, dan al-Qur’an itu aku bawa diantara dua lempengku. Dialah yang wajib diimani“.
Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi adalah sosok lain. Sepak terjangnya tidak lah menjadi perhatian besar para ulama. Terjadinya jauh sebelum abad 12 H. Terlebih lagi dia tidak berasal dari Najd. ini satu hal yang tidak masuk akal bagiku !!
Yang dibicarakan orang banyak adalah ulama asal Najd yakni Muhammad bin Abdul Wahhab. Bahkan sebagian ulama berpendapat yang dimaksud dua tanduk setan dari Najd, salah satunya adalah Muhammad bin Abdul Wahhab
Bahkan ulama mereka sendiri Abdul Aziz bin Abdillah bin Bazz mentashhihkan kitab biografi Ulama Muhammad ibnu Abdil Wahhab karya Syaikh Ahmad ibn Hajar al- Butami yang menyampaikan bahwa Wahhabi adalah pengikut ulama Muhammad bin Abdul Wahhab
- Di halaman 59 disebutkan : ﻓﻘﺎﻣﺖ ﺍﻟﺜﻮﺭﺍﺕ ﻋﻠﻰ ﻳﺪ ﺩﻋﺎﺓ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﻴﻦ “maka tegaklah revolusi di atas tangan para da’i Wahhabi”
- Di halaman 60 disebutkan : ﻋﻠﻰ ﺃﺳﺎﺱ ﻣﻦ ﺍﻟﺪﻋﻮﺓ ﺍﻟﺪﻳﻨﻴﺔ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻴﺔ ﻓﻲ ﻣﻜﺔ “ atas dasar dari dakwah agama wahhabi di Mekkah” , ﻳﺪﻳﻨﻮﻥ ﺑﺎﻹﺳﻼﻡ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﻮﻫﺎﺑﻲ , “mereka beragama dengan Islam atas Mazhab Wahhabi”
Begitu pula dengan apa yang disampaikan oleh ulama abad 12 H yang hidup semasa dengan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab.
Ulama madzhab Hanafi, al-Imam Muhammad Amin Afandi yang populer dengan sebutan Ibn Abidin, juga berkata dalam kitabnya, Hasyiyah Radd al-Muhtar sebagai berikut: “Keterangan tentang pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab, kaum Khawarij pada masa kita. Sebagaimana terjadi pada masa kita, pada pengikut Ibn Abdil Wahhab yang keluar dari Najd dan berupaya keras menguasai dua tanah suci. Mereka mengikuti madzhab Hanabilah. Akan tetapi mereka meyakini bahwa mereka saja kaum Muslimin, sedangkan orang yang berbeda dengan keyakinan mereka adalah orang-orang musyrik.
Oeh sebab itu mereka menghalalkan membunuh Ahlussunnah dan para ulamanya sampai akhirnya Allah memecah kekuatan mereka, merusak negeri mereka dan dikuasai oleh tentara kaum Muslimin pada tahun 1233 H.” (Ibn Abidin, Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘ala al-Durr al-Mukhtar, juz 4, hal. 262).
Ulama madzhab al-Maliki, al-Imam Ahmad bin Muhammad al-Shawi al-Maliki, ulama terkemuka abad 12 Hijriah dan semasa dengan pendiri Wahhabi, berkata dalam Hasyiyah ‘ala Tafsir al-Jalalain sebagai berikut: “Ayat ini turun mengenai orang-orang Khawarij, yaitu mereka yang mendistorsi penafsiran al-Qur’an dan Sunnah, dan oleh sebab itu mereka menghalalkan darah dan harta benda kaum Muslimin sebagaimana yang terjadi dewasa ini pada golongan mereka, yaitu kelompok di negeri Hijaz yang disebut dengan aliran Wahhabiyah, mereka menyangka bahwa mereka akan memperoleh sesuatu (manfaat), padahal merekalah orang-orang pendusta.” (Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain, juz 3, hal. 307).
Pengikut Wahabi mengada ada !!
Abdul Aziz bin Baz menyatakan pembelaan Dalam kitabnya sebagai berikut :
“Orang yg memusuhi syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab ada 2 golongan:
1. Golongan yangg berada dalam kubang kesyirikan mereka memusuhi syaikh karena ingin kembali kedalam kesyirikan mreka, sebab syaikh menyerukan tauhid,sedang mereka menggandrungi kesyirikan.
2. Orang orang jahil yg tertipu oleh juru dakwah kebatilan.Orang-orang jahil tersebut hanya taklid buta kepada sesama orang jahil atau orang yang dengki. (Majmu’ Fatawa wa maqalat 9\234)
Pertanyaan kami dan mungkin juga kebanyakan Aswaja sederhana saja menyikapi hal ini.
Andaikan orang yang berada dalam lubang kesyirikan memusuhi atau membenci Muhammad bin Abdul Wahhab dan para pengikutnya, mengapa penguasa Amerika yang dibelakangnya kaum Zionis Yahudi tidak membenci penguasa kerajaan dinasti Saudi dan bahkan mereka bersahabat ?
Ataukah penguasa kerajaan dinasti Saudi juga berada dalam lubang kesyirikan ?
Kenapa mereka menjadikan dinasti Saudi sebagai pemimpin mereka ?
Kami tak peduli dengan Abdul Wahhab bin Abdirrahman bin Rustum Al-Khoriji Al-Abadhi yang bagiku sama saja dengan wahabi.akan tetapi Bukankah wahabi Jahil dan bahkan saling memfitnah ?? bukankah wahabi dari dulu sampai sekarang memang suka memfitnah dan mengkambing hitamkan Ulama Aswaja bahkan Ulama wahabi sendiri ?? bukankah ini Artinya Wahabi makin menguatkan Masyarakat Islam akan Fitnah Dari Najd ??
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa memilih seseorang menjadi pemimpin untuk suatu kelompok, yang di kelompok itu ada orang yang lebih diridhai Allah dari pada orang tersebut, maka ia telah berkhianat kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman.” (HR. Hakim)
Telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Abu Uwais berkata, telah menceritakan kepadaku Malik dari Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya dari Abdullah bin ‘Amru bin Al ‘Ash berkata; aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu sekaligus mencabutnya dari hamba, akan tetapi Allah mencabut ilmu dengan cara mewafatkan para ulama hingga bila sudah tidak tersisa ulama maka manusia akan mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang awam, ketika mereka ditanya mereka berfatwa tanpa ilmu, mereka sesat dan menyesatkan” (HR Bukhari 98) Mereka yang berfatwa tanpa ilmu sehingga mengada-ada dalam perkara larangan atau pengharaman terhadap suatu perbuatan (amalan) yang tidak pernah ditetapkan oleh Allah Azza wa Jalla dan tidak pula pernah disampaikan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah mereka yang menyekutukan Allah, mereka yang sesat dan menyesatkan.
|
|
|
|
|
|
|
|
254. |
Pengirim: Allil - Kota: Bone
Tanggal: 8/6/2014 |
|
assalamualaykum
maaf pak yg komentar saya dulu,
saya mau luruskan sedikit.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB bukanlah pendiri WAHABI, sebenarnya wahabiyyah merupakan sempalan ibadahnya khawarij yg timbul pada abad ke 2 hijriyah yaitu sebutan WAHABI nisbat kepada tokoh sentralya ABDUL WAHAB BIN ABDURRAHMAN BIN RUSTUM yg meninggal tahun 211 Hijriyah.
MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB bukanlah golongan dan pengikut WAHABI melainkan pengikut AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH MANHAJ SALAF yg berusaha menegakkan tauhid membrantas kesyirikan dan kebid'ahan dan tidak pernah mengkafirkan seorang Muslim tampa dalil.
ulama mekah dan madinah di Saudi arabiyah itu bermanhaj salaf dan salafi bukanlah gerakan dari wahabi dan tidak pernah menisbatkan dirinya sebagai WAHABI sebagaimana anggapan anda. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
SEJARAH WAHABI
Menanggapi banyaknya permintaan pembaca tentang sejarah berdirinya Wahabi maka kami berusaha memenuhi permintaan itu sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I’tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.
Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam.
Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya.
Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.
Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya.
Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat:
“Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A’dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin.
Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : “Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)
Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama’ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.
Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, “Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan” Lelaki itu bertanya lagi “Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja
yang muslim. Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa.
Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu. Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya.
Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.
Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama2 besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh.
Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata :
“Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya.
Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.
Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut.
Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali.
Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global.
Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma’la (Mekkah), di Baqi’ dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur.
Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta. |
|
|
|
|
|
|
|
255. |
Pengirim: hans - Kota: jakrta
Tanggal: 11/7/2014 |
|
Hati2 dengan syiah laknatulloh, rodja adalah saluraan sunnah yang hag, beda antum syiah (pejuang islam ). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Menurut kami, Syiah Imamiyah yg diusung oleh Khomeini ke berbagai penjuru dunia itu adalah murtad kafir dan termasuk agama di luar Islam.
Sedangkan pemahaman kaum Wahhabi, termasuk pengelola TV Rodja adalah sesat dan menyesatkan pemirsanya. |
|
|
|
|
|
|
|
256. |
Pengirim: Fuad Al Fatah - Kota: Palembang
Tanggal: 5/8/2014 |
|
Bgaimana cara membungkam mulut wahabi dgn pertanyaan yang ringkas dan singkat ? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika pemerintah dapat bertinadak tegas, maka pememintah dapat saja melarang Aliran Wahhabi/Salafi, Syiah, JIL dan aliran sesat lainnya berkembang di Indonesia seperti yang dilakukan oleh pemerintah Malaysia. |
|
|
|
|
|
|
|
257. |
Pengirim: baru belajar - Kota: jakarta
Tanggal: 11/8/2014 |
|
assalamualikum
bismillah,,
web ini emang kudu di baca,, buat ngeyakinin kita bahwa yaaah aswaja itu baik..
ane demen tulisannye ustadz,,
temen2 ngaji mah sekarang yg dasar ajje,, bab buang aer,, cebok,,mandi wajib,,air yg bagus buat wudhlu buat mandi wajib,, baru dah kalo dah bener itu semua kita ke tingkat atas,, kalo itu blom bener maah,, ngapa pake quran ama hadis di bedah,,
maaf ustadz agak melenceng,, takut ntar temen2 salah pengajian,, ntar pada ke pengajian yg di radio ama di tv teeeeet sensor,, roh djahat |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga bermanfaat untuk umat |
|
|
|
|
|
|
|
258. |
Pengirim: Ahyar - Kota: Jakarta
Tanggal: 12/8/2014 |
|
Assalamu alaikum ustadz,
Saya ingin menanyakan, secara garis besar yang di dakwahkan Rodja sama atau mirip dengan yang didakwahkan Ormas Muhammadiyah.( Saya pernah sekolah di muhammadiyah dan beberapa kali pernah mendengar Rodja di Internet).
Lalu apakah Ormas Muhammadiyah juga wahabi sesat?
Saya bimbang mengenai hal ini ustadz. Terima kasih. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Muhammadiyah itu bukan Wahhabi, namun tidak jarang warga Muhammadiyah yang menjadi Wahhabi.
|
|
|
|
|
|
|
|
259. |
Pengirim: adi - Kota: indramayu
Tanggal: 13/8/2014 |
|
wah kalo begini mah kayanya kita harus bikin pesantren di saudi arabia nih biar ga ada aliran wahabi sesat lagi, buat apa ada universitas kalo lulusannya bikin sesat, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Begitulah realita yang ada |
|
|
|
|
|
|
|
260. |
Pengirim: Rahmat Olii - Kota: Gorontalo
Tanggal: 21/8/2014 |
|
Assalamualaikum,warahmatullahi wabarakatu, Hamdan katsiran mubarakkan fhi, Alhamdulillah infonya sngat mulia, |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Amiin |
|
|
|
|
|
|
|
261. |
Pengirim: arif - Kota: surabaya
Tanggal: 22/8/2014 |
|
luthfi,anda berusaha memburamkn langit dg kotoran debu kedengkianmu, ingatlh debu Sebentar sj akan d hembuskn angin, langit akan tetap cerah krn sinarnya, tuduhan fitnahmu thd manhaj salaf hanya akn mnjadi olokan bagimu sndiri, bahkn bg orng yg br mngenal dakwah salaf tdk mengenal apa yg km tuduhkn ttng aqidah asma wa sifat Allah di atas, sadar mas dr sifat hasad, smua ucapan n tindakn kn di hisab |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda pasti orang Wahhabi, anda menulis tidak ilmiah sana sekali, ya seperti anda inilah kapasitasnya orang Wahhabi yg anda bela-bela. |
|
|
|
|
|
|
|
262. |
Pengirim: heri - Kota: serang
Tanggal: 28/8/2014 |
|
Semoga Allah Subhanahuwata'ala memberikan hidayah kpd saudaraku pejuang islam. Sedih melihat tulisannya yg menghina saudara seislam sendiri. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Lebih sedih lagi adalah karena kebodohan kaum Wahhabi, hinnga:
Pada 1125 Hijrah/ 1713 Masihi, Ibnu Abdul Wahab atau pengagas Wahabi ini telah bertemu Mr. Hampher, agen British yang bertugas di Timur Tengah. Maka bermulalah program jahat dan merusakkan Islam oleh yahudi melalui wahabi ini.
Pada 1802 Masihi, pasukan wahabi ini (gabungan Ibnu Abd. Wahab dan Ibnu Saud, pengasas kerajaan Bani Saud) telah menyerang Iraq, di Karbala, bumi bersemadinya Ahlul Bait, antaranya cucu Nabi S.A.W., S. Hussein R.A.
Makam-makam Ahlul Bait dianggap tempat pemujaan dan khurafat serta melibatkan kemungkaran.
Th 1804 Masihi, iaitu dua tahun kemudian, mereka menyerang Kota Madinah Munawwarah.
Mereka menghancurkan Makam-makam di Jannatul Baqi'. Semuanya diratakan hingga tiada apa yang tinggal, seperti yang kita lihat sekarang.
Merusakkan, memusnahkan, dan membuang hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Rasulullah S.A.W., iaitu bilik baginda.
Memusnahkan makam-makam di medan Uhud.
Dua tahun kemudian, mereka menyerang Kota Mekah pula.
Merusakkan Kiswah (kelambu Kaabah).
Menghancurkan Makam-Makam di Jannatul Ma'la.
Menghancurkan makam tempat kelahiran Nabi S.A.W.
Menghancurkan makam tempat lahirnya S. Abu Bakar As-Siddiq R.A.
Memusnahkan makam kelahiran S. Ali K.W.
Merobohkan makam Siti Khadijah R.A.
Merusakkan Masjid S. Abdullah bin Abbas R.A., kemudian menghancurkannya.
Dalam merusakkan, menghancurkan makam-makam dan tempat sejarah, sambil berpesta, bernyanyi, dan bersorak.
Mencaci maki Ahlul Bait-nya Nabi, para sahabat, salafussoleh, dan orang-orang saleh.
Merusakkan makam-makam di Jeddah
Menghalau Ahlul Bait-nya Nabi dari Haramain.
Menghina Ahlul Bait-nya Nabi dengan perbuatan dan ucapan, bahkan Nabi pun dihina mereka juga.
Makam-makam dimusnahkan dengan dinamit sebelum diratakan menjadi padang jarak padang tekukur.
Menggantikan tempat-tempat bersejarah dengan tampat longgokan sampah, tempat unta dikumpulkan, dibangunkan hotel-hotel milik yahudi.
Merusakkan Kubah Hijau. Namun Allah menjaganya. Rujuk kisah mayat di atas Kubah Hijau.
Mengubah suai manasik haji mengikut kepala mereka tanpa peduli syariat yang sudah ditetapkan.
Ingin meratakan Makam Ibrahim, namun dibatalkan kerana kepentingan mereka.
Menutup tempat-tempat sejarah serta meletakkan tanda larangan berdoa.
Memalsukan tempat-tempat sejarah.
Lebih 300 tempat sejarah dimusnahkan dalam tak sampai 50 tahun!
Termaktub dalam perlembagaan kerajaan wahabi sekarang, bangunan-bangunan sejarah diibaratkan sebagai tempat penyembahan berhala.
Memusnahkan makam-makam, kesan-kesan sejarah, namun pada masa yang sama mendatangkan ahli-ahli sejarah barat (arkeologi) dari seluruh dunia untuk menggali kesan tinggalan sejarah zaman jahiliah.
Menghabiskan jutaan wang menggali kesan sejarah jahiliah, hakikatnya mencari sejarah yahudi di bumi Hijaz ini!
Membesarkan sejarah-sejarah sebelum Islam, konon sudah bertamadun. Sebenarnya ingin melenyapan sejarah Islam di sini!
Menimbulkan keraguan umat Islam dalam hal sejarah di Haramain, bahkan seluruh dunia.
Memberi imej buruk kepada Islam. Imej militan adalah imej ahli agama wahabi.
Islam dihina kerana perangai jahat wahabi, yang agresif, jumud, radikal, dan ekstrim.
Menyalurkan wang yang benyak ke seluruh dunia dalam membangunkan pusat pendidikan wahabi.
Allah digambarkan sesuka hati mereka oleh ulama-ulama wahabi ini.
Menuduh Ahli Sunnah sebagai Ahli Bidaah.
Menuduh Ahli Sunnah dengan tuduhan syirik.
Mengkafirkan umat Islam terang-terangan.
Selain yang berfahaman wahabi, adalah syirik, kafir bagi mereka.
Menghina ulama Ahli Sunnah.
Menuduh para ulama mereka-reka dan merosakkan dalam urusan beragama. Sedangkan merekalah yang mereka-reka dan merosakkan ajaran Islam.
Pengasas wahabi, Ibnu Wahab menghina Nabi dan biarkan pengikutnya menghina Nabi S.A.W. di hadapannya.
Menghina Nabi S.A.W. dengan berkata: "Tongkatku ini lebih baik dari Muhammad, sebab ianya masih boleh digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak meninggalkan manfaat." - Semoga Allah membalasi kejahatan mereka terhadap Nabi S.A.W.!
Mengkafirkan mereka yang menziarahi makam dan kubur.
Menyesatkan golongan yang bertawasul.
Mensyirikkan sesiapa yang bertahlil.
Siapa yang meraikan Maulid Nabi, adalah Ahli Bidaah dan sesat bagi wahabi.
Itu baru sedikit daripada kejahatan-kejahatan wahabi ini. Namun yang lebih merusakkan apabila mereka megaku sebagai Ahli Sunnah Wal Jamaah, namun fahaman dan ajaran yang disampaikan adalah fahaman dan ajaran wahabi itu sendiri.
|
|
|
|
|
|
|
|
263. |
Pengirim: SYAMSUDDIN - Kota: dompu
Tanggal: 11/9/2014 |
|
Tmk infonya, tapi nonton TV adalah merupakan tempat kita belajar kita tdk usah mengambil hal2 yg tdk sesuai dg akidah kita. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Acara Televisi yang tidak Wahhabi dan yang masih positif juga banyak pilihan. |
|
|
|
|
|
|
|
264. |
Pengirim: Abu Azka - Kota: Bekasi
Tanggal: 19/9/2014 |
|
anda katakan :"Apalagi anda mau jadi pengikut Eyang Subur dengan delapan istrinya, pasti ajarannya itu tidak akan dapat anda temukan dalam Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah Syafi'iyah Asy'ariayah (Sunni Syafi'i Asy'ari) sebagai aqidah asli bangsa Indonesia. Karena bagaimana mungkin ada kelompok-kelompok sempalan yang sama ajarannya dengan aqidah aslinya? Pastinya tidak sama."
Saya katakan: "Oh, Ada nabi yang berasal dari Indonesia ya Tad? kalau Nabi saya sih dari Bangsa Arab dan Islamnya ya Asli Islam Arab." Saya baru tau ada nabi baru dan asalnya dari Indonesia.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Komentar tanpa dasar ilmiah semacam ini, yang banyak datang dari kalangan Wahhabi pembela TV Rodja, tidak akan kami tanggapi secara ilmiah, dan mayoritasnya telah kami delete dari kolom komentar. |
|
|
|
|
|
|
|
265. |
Pengirim: andi - Kota: aceh
Tanggal: 14/10/2014 |
|
tlong bagi pihak brwenang utk menghentikan siaran tv rodja tsb |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga suara kita didengar oleh aparat terkait. |
|
|
|
|
|
|
|
266. |
Pengirim: Mualaf_01 - Kota: jakarta
Tanggal: 16/10/2014 |
|
Saya heran dengan umat muslim di indonesia. Masing-masing mengklaim dirinya/golongannya yg benar. Dan menuduh org lain sesat. Sungguh disayangkan kalian umat islam hanya membahas perbedaan yang ada. Padahal persamaan yg terdapat diantara kalian lebih banyak. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Akar masalahnya adalah, sejak Islam diperkenalkan awwal kali di Indonesia itu sekitar 500 tahun yang lalu, mengikuti ajaran Imam Asy-ari dan Maturidi, Imam Syafi-i dan Imam Junaid Albaghdai, atau yang lebih simpel dikenal sebagai penganut Sunni Syafi-i, sesuai yang diajarkan oleh para Walisongo dalam mengislamkan penganut Hindu, Budha, Anemisme dan Dinamisme sebagai agama masyarakat Indonesia sebelum datangnya Islam.
Di antara amalan yang menjadi ciri khas dan sudah mengakar serta mendarah daging bagi warga Sunni Syafi-i adalah melaksanakan Tahlilan kirim doa untuk para mayit di alam kubur, melaksanakan perayaan Maulid Nabi SAW, melaksakana Tawassul dengan perantara Nabi Muhammad SAW dan para Wali, dan sebagainya yang semua amalan itu berdasarkan Ayat-ayat Alquran dan Hadits-hadits shahih serta penunjang lainnya.
Nah, sekitar tiga puluh tahu terakhir ini, barulah berdatangan tokoh-tokoh sekte Wahhabi pengikut Muhammad bin Abdul Wahhab Annajdi, baik yang asli dari Saudi Arabiah atau orang Indonesia yang jadi alumni Saudi Arabiah yang pindah haluan jadi pengikut SEKTE WAHHABI ini, tiba-tiba MENGHUKUMI warga Asli Muslim Indonesia sebagai pelaku amalan BID-AH SESAT dan pelaku SYIRIK, serta tuduhan bengis lainnya.
Sekarang warga Sunni Syafi-i melawan secara ilmiah dan sanggup membongkar, siapa hakikatnya SEKTE WAHHABI itu, yang ternyata perilaku dan aqidahnya nyaris sama dengan KAUM YAHUDI, anehnya anda justru mempertanyakan MENGAPA TIDAK DICARI PERSAMAANNYA SAJA, setelah segelintir kaum Wahhabi ramai-ramai menuduh WARGA ASLI MUSLIM INDONESIA yg notabene sebagai penduduk mayoritas Indonesia adalah SESAT dan SYIRIK.
Apa sudah bijaksana keinginan anda ini ?
Ayo dipikir lagi 70 kali agar hati dan pikiran anda bisa terbuka dengan kesadaran sepenuhnya.
Coba pahami berikut ini:
Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal, bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu kepada hadits berikut :
ﻋﻦ ﻋﻜﺮﻣﺔ ﺍﻥ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﺭﺍﻳﺖ ﺭﺑﻲ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
ﺷﺎﺑﺎ ﺍﻣﺮﺩ ﺟﻌﺪ ﻗﻄﻂ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﻠﺔ ﺣﻤﺮﺍﺀ
“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian
merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39).
Sungguh keji pengaruh riwayat palsu di atas.
Riwayat- riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu.
Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.
Salafi Wahhabi memperjelas Akidah tajsim dan tasybih telah menggelincirkan
Salafi Wahabi hingga pada suatu keyakinan bahwa Allah seperti sosok seorang pemuda , berambut ikal, bergelombang dan mengenakan baju berwarna merah. Klaim ini dikatakan oleh Ibnu Abu Ya’la dalam
kitab Thabaqat al-Hanabilah. Abu Ya’la mendasarkan pernyataan itu hadits berikut:
ﻋﻦ ﻋﻜﺮﻣﺔ ﺍﻥ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ: ﺭﺍﻳﺖ ﺭﺑﻲ ﻋﺰ ﻭﺟﻞ
ﺷﺎﺑﺎ ﺍﻣﺮﺩ ﺟﻌﺪ ﻗﻄﻂ ﻋﻠﻴﻪ ﺣﻠﺔ ﺣﻤﺮﺍﺀ
“Dari Ikrimah: bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Aku telah melihat Tuhanku SWT berupa seorang pemuda berambut ikal bergelombang mengenakan pakaian merah.” (Ibnu Abu Ya’la: Thabaqat al-Hanabilah, jilid 2, halaman 39).
Sungguh keji pengaruh riwayat palsu di atas. Riwayat-riwayat palsu produk pikiran Yahudi itu kini berhasil membodohi akal pikiran para pengikut Salafi Wahabi, sehingga mereka menerima keyakinan seperti itu.
Tidak diragukan lagi, hadits semacam ini adalah kisah-kisah Israiliyat yang bersumber dari orang-orang Bani Israil.
Salafi Wahabi memperjelas hadits di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau. Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelaki, singa, banteng dan burung elang.
Keyakinan aneh semacam ini dipaparkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Kitab at-Tauhid wa Itsbat Shifat ar-Rab di atas dengan hadits lain yang bercerita tentang Allah duduk di atas kursi emas, beralaskan permadani yang juga terbuat dari emas, dalam sebuah taman hijau.
Singgasana (Arsy) Allah dipikul oleh empat malaikat dalam rupa yang berbeda-beda, yaitu seorang lelaki, singa, banteng dan burung elang. |
|
|
|
|
|
|
|
267. |
Pengirim: adi - Kota: jakarta
Tanggal: 17/10/2014 |
|
bukannya para tokoh JIL sendiri adalah tokoh NU ? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
JIMM = Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah adalah tempat mangkalnya Kaum Liberal.
Para aktifis Yayasan Paramadina rintisan Nur Kholis Majid, sebagai tokoh Muhammadiyah adalah termasuk para pelopor Liberalime di Indonesia. |
|
|
|
|
|
|
|
268. |
Pengirim: ghina - Kota: jakarta
Tanggal: 20/10/2014 |
|
mohon penegasan, berarti wahabi itu kafir n masuk neraka kan ya? krn mereka mujassimah, sekte sesat, bikinan yahudi, tidak beriman. apakah begitu? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Wahhabi itu sekte sesat dan menyesatkan, dalam bahasa Hadits : Dhaallun mudhillun (sesat dan menyesatkan). |
|
|
|
|
|
|
|
269. |
Pengirim: ruslizar - Kota: kudus
Tanggal: 2/11/2014 |
|
Sebaiknya duduk bersama berdebat secara sehat, sy tdk melihat apa yg dituduhkan kepada yg anda sebut wahabi, justru dari hasil debat yg saya baca dengan yg anda sebut wahabi, terlihat betapa kerdilnya cara pemahaman anda dalam menangkis argumentasi, agama islam adalah agama yg telah sempurna tidak perlu ditambah tambahi, kalau anda tdk sependapat jangan menuduh nuduh bahkan mengatakan sesat, marilah kita kembangkan dakwah berdasarkan keyakinan kita, bukankah itu yang anda sering gembar gemborkan tentang pluralisme, lalu kenapa anda tidak terusik dengan ahmadiyah dan syiah ? justru anda terusik apabila ada yang mencoba meluruskan pembengkokan aqidah ?
Alhamdulillah semakin banyak media yang membantu kita dalam meluruskan aqidah islam secara benar dan murni insya allah |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Syiah sudah sering kami bahas di sini. Silahkan baca artikel bagus berikut ini:
AKIDAH SESAT WAHABI SALAFI
Oleh Von Edison Alouisci
lihatlah dan baca sendiri dalam kitab wahhabi: fathul majid syarh kitab at-tauhid karangan abdur rahman bin hasan aal as-syeikh disohihkan oleh abdul aziz bin abdullah bin baz cetakan pertama tahun 1992 bersamaan 1413 maktabah darul faiha dan maktabah darul salam.
cetakan ini pada hal 356 yg tertera kenyatan kufur yg dianut oleh Wahhabi sebagai hadis ( pd hakikatnya bukan hadis Nabi ) adalah tertera dalam bahasa arabnya berbunyi:
” Iza jalasa ar-robbu ‘alal kursi “.
Artinya : ” Apabila Telah Duduk Tuhan Di Atas Kursi “.
Apa pendapat anda dgn hal ini?? Masa iya wahabi tidak tahu..ataukah pura pura tidak tahu atau sengaja menyembunyikan Fakta?? Jika kita tilik sejarah.kristen dan yahudi justru lebih dulu muncul..dan itu artinya..Wahabi..menjiplak doktrin mereka.
Mereka adalah korban hasutan atau korban ghazwul fikri (perang pemahaman) yang dilancarkan oleh kaum Zionis Yahudi.Mereka serupa dengan kaum Nasrani yang telah menjadi korban ghazwul fikri (perang pemahaman) dari kaum Zionis Yahudi.
Kaum Nasrani merasa telah mengikuti pengikut Rasul (pengikut Nabi Isa a.s) namun kenyataannya mereka tidak lebih dari mengikuti prasangka atau akal pikiran manusia seperti Paulus (Yahudi dari Tarsus). Surat-suratnya menjadi bagian penting Perjanjian Baru.
Mari kita lanjutkan bahwa Ibnu Taymiah ikut Membantu Yahudi Menyebarkan Akidah Yahudi ” Allah Duduk ” : Dalam kitab Ibnu Taimiah Majmu Fatawa Jilid 4 / 374 :
إن محمدًا رسول الله يجلسه ربه على العرش معه
“Sesungguhnya Muhammad Rasulullah, Tuhannya mendudukkannya diatas arasy bersamaNya”.
Tidak cukup dengan itu Ibnu Taimiah turut mengunakan lafaz kufur Yahudi demi men-yahudikan umat islam : Dalam Kitab Ibnu Taimiyah berjudul Syarh Hadith Nuzul cetakan Darul Asimah :
إذا جلس تبارك و تعالى على الكرسي سُمِع له أطيط كأطيط الرَّحل الجديد
artinya: ” Apabila Tuhan duduk di atas kursi maka akan terdengarlah bunyi seperti kursi baru diduduki”.
Lihat Kitab mereka: Fathul Majid,Karangan Abdul Rahman bin Hasan bin Mohd bin Abdul wahab,m/s:356,Cetakan Darul Salam,Riyadh. (Arab saudi) yang juga mengatakan” Allah Duduk Dikursi”.
Perhatikan lagi dalam Injil Ajaran Kristiani :
عاشرا: ذكر عنه ما ورد عن الله في العهد القديم
Kristiani berkata pada nomor 7 :
“الله جالس على الكرسي العالي” (اش 6 :1-10) .
artinya: “Allah Duduk Di atas Kursi Yang Tinggi”.
Agar lebih jelas sebaiknya silahkan buka kitab-kitab itu. |
|
|
|
|
|
|
|
270. |
Pengirim: sopian alwi - Kota: pekanbaru
Tanggal: 7/11/2014 |
|
assalamu`alaikum, kita harus mengerti makna bid`ah yang sebernarnya dan jangan asal komentar. bid`ah intinya menutup kemungkinan perpecahan umat dengan berbagai sekte. sebab jalan yang lurus itu satu tidak ada pembagiannya taupun pecahan-pecahan dalam kelompok itu sediri. bagaimana kita mengatakan suatu ajaran itu benar sementara ajaran tersebut terbagi bermacam macamaliran contohnya saja berapa sih jenis sih tharekat itu ? makasih semoga kita bisa shering dengan baik |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
BENARKAH SALAFY GOLONGAN YG SELAMAT DARI 73 GOLONGAN DAN PEMERSATU UMMAT ???
(Sumber: Blog Dudung Sholahuddin).
Bisa-bisa salafy sendiri yg hancur mjd 72 golongan !!!
Ketika saya datang ke as sofwa di lenteng agung ( markas salafy turotsi), ustadz2 as sofwa bilang haram hukumnya bermajelis dan bertalim dengan salafy yamani.
Ketika saya hadir di Jalan Haji Asmawi Jakarta selatan ( MARKAS salafy wahdah islamiyyah), pendeta2 salafy wahdah bilang salafiyyin aliran turotsi itu hizbi antek PKS dan ikhwanul muslimin yang termasuk 72 golongan yang masuk neraka jahanam.
Ketika saya hadir ditaklim salafy yang ada di masjid hidyatusalihin poltangan pasarminggu (markas geng salafy sururi), ustad2nya bilang kalau salafy wahdah islamiyyah adalah khawarij anjing2 neraka yang menggunakan sistem marhala.
Ketika saya hadir di masjid fatahillah ( salah satu sinagog salafy yamani), rabi-rabi salafy yamaninya bilang kalau salafy sururi, salafy haroki, salafy turotsi, salafy ghuroba, salafy wahdah islamiyyah, salafy MTA, salafy persis, salafy ikhwani, salafy hadadi, salafy turoby bukanlah salafy tapi salaf-i (salafi imitasi) yang khawarij, bidah dan hizbi.
Jafar Umar Thalib (salafy ghuroba) bilang kalau Abdul Hakim Abdat ( salafy turotsi)itu ustad otodidak yang pakar hadas ( najis) bukan pakar hadis
Muhamad Umar As Seweed ( salafy yamani) bilang kalau Jafar Umar Thalib itu ahli bidah dan khawarij. bahkan komplotan as seweed bikin buku dengan judul " pedang tertuju di leher Jafar Umar Thalib" yang artinya Jafar Umar Thalib halal dibunuh
Abdul Hakim Abdat (salafy turotsi) bilang kalau salafy Wahdah Islamiyyah itu sesat menyesatkan dan melakukan dosa besar (hanya) dengan mendirikan yayasan/organisasi.oragnisasi adalah hizbi.
Salafy Wahdah Islamiyyah bilang kalau kalau salafy Yamani dan Abdul Hakim Abdat itu salafy2 primitif dan terbelakang yang hanya cocok hidup di jaman puba atau pra sejarah.
Pokoknya tak terhitung lagi perseteruan antar salafy. dan....ini baru kisah perseteruan antar sesama salafy, belum lagi perseteruan salafy dengan NU, Persis, Muhamadiyyah, Majelis Rasulullah, PKS, DDII, tarbiyyah, Nurul Musthofa, HTI dan banyak lagi.
Ironis sekali, salafy yang mengaku2 anti perpecahan, anti hizbi kok malah berperan sebagai aktor utama perpecahan umat islam.juga sebagai biang kerok kekisruhan dikalangan ahlu sunnah. salafy sendirilah penyebab dakwah salafusalihin menjadi hancur berantakan.
Ironis sekali, antek2 salafy yang konon belajar jauh2 dan lama2 ke timur tengah, tapi ditataran basic yaitu akhlak, sangat bejat dan arogan.
Mereka tak ubahnya seperti orang dungu narsis yang tenggelam di lautan tumpukan buku2 tebal.
Yah...keledai di tengah tumpukan buku2 tebal tetap saja keledai.
Jangan hancurkan salafy, karena cukup salafy sendiri dengan kesadaran penuh dan suka cita menghancurkan dirinya sendiri.
Sudah terlalu lama firqoh salafy dari apapun alirannnya dan sektenya melukai umat islam, melukai ahlu sunnah, melukai ahlu atsar dengan gaya2nya yang egomaniak. mungkin sekarang tiba saatnya pembalasan dari Allah azawajalla.
Gara2 cara dan tabiat orang salafylah yang menyebabkan masyarakat awam menjadi benci terhadap sunnah hingga berpecah belah...!!! |
|
|
|
|
|
|
|
271. |
Pengirim: Dodi Setyo Utomo - Kota: SAMARINDA KAL-TIM
Tanggal: 3/12/2014 |
|
Assalamualaikum ustad Luthfi Bashori . . . Ana membaca artikel ustad dengan tema : "TV RODJA, BID`AH-NYA KAUM WAHHABI"
Penulis: Pejuang Islam
[ 16/4/2013 ]. (tertulis disana) Melihat TV adalah tergolong amalan bid`ah, dalam pengertian karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para salaf. Lalu apa bedanya dengan yang kita lakukan saat ini (menggunakan media internet) yang tentunya tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW dan para salaf, Mohon dijelaskan lagi ustad karena ana masih tidak melihat perbedaanya. Afwan ustad . . . ana tidak bermaksud buruk akan hal ini. hanya perlu kejelasan. Syukron katsiro . . . |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kaum Wahhabi yang selalu mencaci maki amalan-amalan rutin warga Aswaja dengan tuduhan BID`AH, padahal menurut Wahhabi itu bahawa semua yang BID`AH itu pasti sesat.
Sedangkan para ulama Salaf dari masa ke masa, tidaklah sekaku kaum Wahhabi, maka jika suatu amalan itu disebut sebagai Amalan BID`AH, artinya ada BID`AH yang baik (hasanah) dan ada BID`AH yang sesat (dhalalah).
Adapun kaum Wahhabi itu mendefinisikan BID`AH itu adalah SEGALA SESUATU YANG TIDAK PERNAH DICONTOHKAN OLEH NABI.
Jadi, dunia pertelevisian itu, jika mengikuti pemahaman Wahhabi ini, adalah termasuk BID`AH karena tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW, dan masih menurut pemahaman Wahhabi pula, mengharuskan dunia pertelivisian itu adalah SESAT, karena termasuk BID`AH itu sendiri. Namun di sisi lain, kaum Wahhabi malahan mendirikan stasiun TV seperti RODJA, WESAL, belum lagi kalau membahas dunia internet, dsb,
Nah, jadinya pemahaman Wahhabi yang seperti di atas ini jadinya sangat rancu serta kacau, dan tentunya pemahaman model begini, bukanlah dari ajaran Islam.
Berbeda dengan pemahaman para ulama Aswaja dari masa ke masa, yang berpendapat bahwa TIDAK SETIAP YANG BID`AH itu SESAT, tapi banyak pula BID`AH yang BAIK, contohnya acara pertelivisian yang bernuansa dakwah, bacaan Alquran, atau juga pelaksanaan kirim doa kepada arwah para leluhur yang sudah wafat (Tahlilan), baca shalawat keliling, dan mayoritas amalan warga Aswaja.
Nah, sekalipun amalan-amalan ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi SAW secara langsung (termasuk pengadaan TV Dakwah) maka menurut ulawa Aswaja hukumnya adalah boleh dan sangat dianjurkan dalam mengemban kewajiban dakwah islamiyah. |
|
|
|
|
|
|
|
272. |
Pengirim: m nur aziz - Kota: purwokerto
Tanggal: 14/12/2014 |
|
bapak mertatua saya khotib, ustadz ( kampung ) suka nonton tv wesel sunnah, rojda dll, dengan serius, beliau pernah saya tegur agar jgn nonton tv tsb. tp katanya orang pengajian baik2 KOK ! bagai mana cara melarangbbeliau agar mau berhenti melihat tv tsb ? dan tolong sampaikan ke NU banyumas/ purwoketo u membuat edaran pelarangan menonton tv tsb. trims |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga ada kawan purwokerto yang ikut membacanya. |
|
|
|
|
|
|
|
273. |
Pengirim: Achmad fauzi - Kota: DKI jakarta
Tanggal: 26/12/2014 |
|
Assalamialaikum Pak ustadz...
Sya mau nnya TV rodja itu sesat apa tidak!!!sya punya kenalan seorang bapak"...dy seorang penggemar TV rodja,dy prnh berkata sma sya klo tahlil 7hari itu sesat...apalgi pas selesai tahlil pda dksih berkat.
Sya mnta pendapat menurut Pak ustadz gmna...
Trimakasih...
Wassalamualaikum wr.wb... |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sekte Wahhabi itu adalah aliran sesat, sedangkan TV Rodja adalah milik kaum Wahhabi. |
|
|
|
|
|
|
|
274. |
Pengirim: abd rohim - Kota: jember jatim
Tanggal: 2/1/2015 |
|
terima kasih infonya umpama ingin mendalami aswaja dengan masuk grup facebook bagaimana caranya? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ada situs bagus untuk tambah wawasan:
SALAFYTOBAT.COM.
(bukan situs ABU SALAFI, karena agak condong ke Syiah) |
|
|
|
|
|
|
|
275. |
Pengirim: syafruddin - Kota: pasman barat, sumbar.
Tanggal: 18/2/2015 |
|
Kami berharap agar para ulama aswaja bersedia menyalurkan buku tuntunan shalat nabi yang shahih menurut aswaja, yang lengkap dengan dalil dalil nya, selama ini tuntunan yang beredar di masyarakat kebanyakan tidak lengkap dalilnya, akan sangat terkejut kami orang awam ini bila disuguhkan pihak wahabi buku buku yang lengkap dengan dalilnya yang katanya shahih, saya rasa inilah salah satu contoh kelemahan para ulama aswaja selama ini, kurang memproduksi buku2 yang berkuwalitas yang lengkap dengan dalil2nya,..kalau membantah faham wahabi memang banyak,. Tapi kalau membantah dengan buku 2 ibadah sangat kurang apalagi mendistribusikan kepelosok daerah daerah,ssya mohon ustad mendiskusikannya di forum forum di mana ustad berkip
Rah dan bertugas mohon maaf dan terimakasih, wasallamualaikum wr wb . |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Semoga ada ikhwan Aswaja Garis Lurus, yang merespon harapan ini. |
|
|
|
|
|
|
|
276. |
Pengirim: budi - Kota: lumajang
Tanggal: 20/3/2015 |
|
Tolong saudara2 kami dari aswaja untuk lebih giat dan semangat dlm berdakwah memantabkan pemahaman aswaja kepda umat,jangan sampai kalah dg wahabi ,semangat!!! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sepkat sekali. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|