URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 61 users
Total Pengunjung: 6224162 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
Presiden wanita dalam wacana hukum Islam 
Penulis: Pejuang Islam [ 12/8/2016 ]
 

                    Presiden wanita dalam wacana hukum Islam

                                   (Makalah seminar dalam menghadapi pemilu 2004)


                                                                 Luthfi Bashori
 

Bismaillahir rahmanir rahim

 Allah berfirman dalam surat An-Nisa yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(-Nya) dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlain pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya),  jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian lebih utama ( bagimu) dan lebih baik akibatnya.

 Rasulullah SAW bersabda: Aku tinggalkan pada kalian sesuatu yang apabila kalian berpegang teguh kepadanya maka kalian tidak akan tersesat sesudah aku (tiada) Kitabullah (Al-Qur`an) dan Sunnah (Hadits)-ku. (HR. Malik)

 Perbedaan pendapat beberapa tokoh masyarakat akhir-akhir ini,, tentang boleh tidaknya seorang wanita menjadi presiden, menarik untuk dicermati. Kongres umat Islam II tahun 2004  yang diadakan di Jakarta, mendapat sorotan dari berbagai kalangan, khususnya oleh para pengamat yang tidak lepas dari kepentingan  politik golongan yang diperjuangkan.

 Sebagian besar para peserta kongres menginginkan diberlakukannya penentuan pemilihan presiden, minimal tidak bertentangan dengan syariat Islam. Mereka menyampaikan pemikirannya sesuai dengan pendapat para fuqaha (ahli fikih) bahwa seorang wanita tidak boleh menjadi presiden, atau yang lazim disebut dalam bahasa agamanya adalah : raisul jumhuriyah atau sulthan atau  imam atau waliyul-amri

 Keinginan beberapa bagian dari komponen bangsa tersebut, juga untuk memperjuangkan formalisasi syariat dalam tataran hukum positif di Indonesia. Mereka  beralasan, karena mengingat mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam, juga sebagai tanggung jawab kelak di hadapan Allah SWT. Tentunyadalam setiap langkah, bahwa petimbangan ukhrawi tidak bisa diabaikan dalam pengambilan sikap yang akan  menentukan urusan duniawi.

 Allah SWT berfirman dalam surat Al-Isra` ayat 36 yang artinya Dan janganlah kamu mengatakan apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.

 Rasulullah SAW bersabda  Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mencegahnya dengan tangan ( dan kekuasaannya),  apabila tidak mampu hendaklah hendaklah dengan lisan (berupa fatwa atau nasehat)-nya, apabila tidak mampu bendaklah (ingkar) dengan hatinya, dan ini paling rendahnya iman.  (HR. Muslim)

 Dari sinilah pentingnya menentukan urusan duniawi harus disesuaikan dengan syariat Islam. Apabila seluruh umat Islam bersepakat dalam pemilihan presiden, dan ternyata pilihannya itu keluar dari kaedah syariat, maka seluruh umat Islam pun berdosa dan kelak dipertanyakan oleh Allah SWT.

 Dalam pembahasan boleh tidaknya seorang wanita menjadi presiden, tentunya harus ditinjau dari segi hukum Islam baik secara global maupun terperinci. Di dalam tinjauan ilmiyah ini, penulis hanya merujuk pendapat para ulama Ahlusunnah wal Jamaah, disesuaikan dengan kondisi mayoritas penduduk Indonesia yang juga menganut Ahlusunnah wal Jamaah.

 Syarat-syarat sah tidaknya seorang presiden sebagai kepala negara dalam pandangan hukum Islam adalah 7 perkara:

1. Dzu wilaayah taammah

Mempunyai syarat kepemimpinan secara sempurna yaitu:

a. Islam (muslim)
b. Merdeka (bukan budak)
c. Lelaki
d. Baligh
e. Berakal sehat


2. Al`adaalah

Mengerjakan agama secara baik, benar, adil, berakhlak mulia, memegang amanat, bersih dan menghindari perbuatan yang diharamkan agama dan lain-lain

3. Lahul kifaayatul ilmiyyah

Memiliki cukup ilmu yang bisa mengantarkannya kepada suatu ijtihad, jika terjadi permasalahan yang mendesak sesuai dengan hukum syariat terutama di dalam urusan politik negara.

4. Hisaafatur ra`yi fil qadlaayas siyaasiyyah wal harbiyah wal idaariyyah

Sempurna dan kuatnya pemeliharaan di dalam permasalahan politik, strategi peperangan dan administrasi demi kepentingan rakyat

5. Shalaabatus shifaatis syakhshiyyah

Berkepribadian tegar dan bersifat tegas) pemberani dalam mengambil keputusan, demi menjaga keselamatan bangsa, dan menolak penjajahan dalam segala bidang.

6. Alkifaayatul jasadiyyah

Kesempurnaan jiwa raga, sehat jasmani dan panca indera, sehingga tidak memerlukan perantara dalam memahami situasi.

7. Annasab

Dari keturunan dan keluarga yang baik


Di dalam pembahasan tulisan ini, yang diprioritaskan dua hal, yaitu pembahasan tentang poin pertama. Di samping merujuk kepada hukum syariat Islam, sangat penting pula merujuk Undang-undang Negara. Yaitu mengenai syarat sah tidaknya seorang menjadi presiden sekaligus sebagai kepala negara, dengan merujuk kepada ketentuan UUD `45, BAB III (Kekuasaan Pemerintahan Negara) Pasal 4, ayat (1): Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasr pasal 5, ayat (2). Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang yang semestinya, berdasarkan pada pasal 10, 11, 12, 13, 14, dan 15: Kekuasaan presiden ialah konsekwensi dari kedududkan presiden sebagai kepala negara. Jadi jabatan presiden adalah merangkap disamping  kepala pemerintahan (tanfidziyah) juga kepala negara (raisul jumhuriyah / sulthan / Imam / waliyul amri). Sedangkan dua hal yang sangat dianggap penting oleh penulis adalah:


ISLAM DAN LAKI-LAKI


 Poin pertama syarat seorang presiden yaitu mempunyai syarat  kepemimpinan secara sempurna, ada lima bagian:

1. Islam (bukan non muslim)
2. Merdeka
3. Lelaki (bukan wanita)
4. Baligh
5. Berakal sehat

Dalam tulisan ini, dibatasi pula pada syarat ke-1 dan ke-3 yaitu: Islam (bukan non muslim) dan laki-laki (bukan wanita).

  Jadi seorang presiden bagi umat Islam wajib beragama Islam, karena harus menjaga kelestarian ajaran agamanya, serta urusan duniawi yang saling keterkaitan dengan masakah ukhrawi bagi setiap individu muslim. Sebagaimana juga keislaman menjadi syarat sah-tidaknya persaksian (syahaadah)-nya seseorang, semisal dalam urusan saksi pernikahan, lebih-lebih di dalam urusan  kepemimpinan umum (presiden). Hal ini sesuai dengan firman Allah surat Annisa  ayat 141 yang artinya: Dan sekali-kali Allah tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir (lewat kepemimpinannya) untuk memusnahkan orang-orang beriman

 Banyak ayat al-Quran yang melarang  umat Islam mengangkat pemimpin  dari orang-orang kafir diantaranya:

 Surat Ali-Imran ayat 28 yang artinya: Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali (pemimpin / pelindung / teman akrab) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah SWT, kecuali karena (siasat) untuk memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka, (misalnya karena kondisi umat Islam minoritas) dan Allah SWT memperingatkan kamu terhadap  (siksa)-Nya, dan hanya kepada Allah kembali(mu).

 Surat Annisa 139, yang artinya : Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman akrab / penolong / pemimpin dengan meninggalakan orang-orang mukmin, apakah ia mencari kekuatan di sisi orang-orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan hanyalah kepunyaan Allah

 Surat Annisa 144 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadikan orang-orang kafir sebagai wali (pemimpin / pelindung / teman akrab) dan meninggalkan orang-orang mukmin, inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?.

 Adapun syarat presiden harus lelaki, disebabkan beban kepemimpinan negara  memerlukan energi yang sangat besar, yang mana kebanyakan wanita tidak memilikinya, atau tidak sanggup menanggung beban tanggung jawab di dalam urusan semisal perdamaian, peperangan, dan menangani kejadian-kejadian yang penting. Tujuan semacam ini tidak lepas dari sabda Rasul SAW yang artinya selama-lamanya tidak berhasil / beruntung / bahagia, suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya kepada wanita. Hadits shahih riwayat al Bukhari, Ahmad, an-Nasai, at-Tirmidzi, dari sahabat Abu Bakrah.

 Berdasarkan hadits ini, para ulama ahli fiqih berijmak, bahwa syarat kepemimpinan umum (kepala negara / presiden) harus lelaki, sebagaimana termaktub dalam kitab Al-fiqhul-islamy wa adillatuhu, karangan Dr. Wahbah al-Zuahaily, juz 6, halaman 693, cetakan Darul-Fikr, tentang syarat-syarat imam dengan lafadz: lidzaa ajma`al fuqahaa `alaa kaunil imaami dzakaran.

KONTROVERSI HADITS ABI BAKRAH

 Memang, jika ditinjau melewati ilmu ushul fiqih, ada beberapa point yang tersirat dalam hadits tersebut, antara lain: penggunakan lafadz lan  adalah linafiyil abad (peniadaan untuk selamanya, menurut pendapat Az-zamakhsyari, tersebut dalam kitab syarah Qathr an-Nada, karangan Ibnu Hisyam al-Anshari, bab nawasibil mudlarik, maka kata lan yufliha  artinya, selamanya tidak akan berhasil /  beruntung / bahagia, secara jelas memberi makna ketidak beruntungan atau kegagalan dan jatuhnya suatu kaum yang memilih presiden dari kalangan  wanita. Menurut as-Syeikh Musthafa Ghalayini dalam kitab Jami-ud durusil arabiyah, jus II hal. 169, bahwa kata lan  memberi faedah littakkiidi (untuk kesungguhan), jadi kata lan yufliha artinya: sungguh tidak akan berhasil / beruntung / bahagia.

 Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, maka kadar ketinggian derajat keshahihannya tidak perlu diragukan. Dan para ulama ahlu sunnah wal jamaah bersepakat,  bahwa seluruh hadits yang termaktub dalam kitab shahih Bukhari adalah mutlaq diterima dan dijadikan dalil dalam penentuan  hukum syariat , tanpa harus ditinjau  ulang keadaan sanadnya, mutawatirkah atau Ahaad. Sebagaimana yang dikatakan para ulama ahli hadits dan ushul fiqih, sebab orang yang mempermasalahkannya, sama halnya membuka aib ketidak mengertian pelakunya terhadap kaedah ushul hadits  maupun ushul fiqih.

 Hadits ini juga membatalkan tuduhan orang yang mengatakan Hadits Abi Bakrah tersebut lemah derajatnya. Karena hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga dikuatkan oleh Imam Ahmad, Annasai, Tirmidzi, Alhakim, dan Ibnu Hibban.

 Dalam penerapan hadits ini, harus sesuai dengan kaedah ushul fiqih yaitu penggunakan dalil berdasarkan keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab (munculnya ayat atau hadits), jadi orang yang membatasi hadits ini dengan sebab satu kejadian yaitu hanya untuk kepemimpinan Buran putri Kisra, menjadi tertolak dengan kaedah yang telah disepakati oleh para ulama ushul fiqih. Maka berdasarkan hadits ini, setiap kaum / rakyat suatu negara yang mengangkat presiden dari kalangan wanita maka sudah bisa dipastikan akan terjadi kehancurannya.

 Kaedah ushul fiqih di atas: penggunakan dalil berdasarkan keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab, telah ber-abad-abad lamanya diyakini kebenarannya oleh para ulama Ahlussunnah. Karena itu di hampir setiap pesantren diajarkannya. bahkan di dalam kitab ushul fiqih yang paling dasar sekalipun. Ini menandakan bahwa kaedah di atas benar-benar berlaku di kalangan umat Islam. Adapun munculnya tuduhan sebagian orang akhir-akhir ini, bahwa kaedah di atas adalah lemah, atau tidak relevan, atau apa saja yang bernada mendiskriditkan dan memojokkan kaedah ini, tiada lain hanyalah untuk kepentingan politik sesaat, disesuaikan dengan keadaan yang berkembang di Indonesia saat ini.

KOMENTAR KUTUBUS SALAF

 Kitab-kitab dan dalil-dalil yang menguatkan ketidak-bolehan (larangan ) wanita menjadi presiden / kepala negara / penguasa tertinggi negara / sulthan / imam atau yang semisalnya sangat banyak dan cukup beragam, diantaranya adalah:

 Kasyf al-khafa wa muzil al-ilbas, karangan as-Syeikh  Ismail al-ajluni al jarrahi, cetakan III Bairut , jus 2 hal 150-151 yang artinya: Selama-lamanya pasti tidak akan beruntung kaum (rakyat) yang menyerahkan kepemimpinan (negara)-nya kepada wanita. Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari di dalam bab al-fitan dan al-maghazi  dari Abi Bakrah ia berkata: sesungguhnya Allah telah memberiku faedah (keyakinan) dan kefahaman atas perang Jamal (saat sayyidah Aisyah memimpin satu pasukan ), tentang sabda Nabi SAW tatkala beliau mendengar bahwa rakyat persia mengangkat putri kisrah menjadi raja. Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Hakim, Ahmad, Ibnu Hibban dengan riwayat yang panjang, diriwayatkan juga oleh Annasai dan Attirmidzi.


Adapun lafadz al-hakim dari Abi Bakrah  Allah memberiku kepahaman dengan sesuatu (hadits) yang kau dengarkan dari Nabi SAW,  tatkala beliau mendengar bahwa raja Dzizan meningal dunia, dan rakyat menyerahkan pemerintahan kepada seorang wanita. Sanad lain melewati Ahmad dari Abi Bakrah dengan lafadz: Selama-lamanya / pasti tidak akan berhasil / beruntung / bahagia kaum yang menyadarkan / menggantungkan pemerintahannya kepada wanita. Riwayat lain dari Abi Bakrah dengan lafadz: Rusaklah komunitas lelaki jika mentaati (kepemimpinan) para wanita. Dari  Urwah bin Muhammad bin Athiyyah yang mengatakan :Alangkah membosankan (tidak akan berhasil) sedikitpun kaum yang mengutamakan pendapat (keputusan) wanita.

Keyakinan sahabat Abi Bakrah, bahwa kepemimpinan wanita tidak akan berhasil, benar-benar terjadi sebagaimana tercatat dalam sejarah, bahwa di dalam perang Jamal tidak pernah sedikitpun diterangkan tentang keberhasilan kepemimpinana Sayyidah Aisyah, dalam memimpin pasukannya. Isthimbath (penerapan dalil) yang dilakukan oleh sahabat Abi Bakrah,  pada saat perang Jamal menunjukkan kefahaman beliau sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW, bahwa hadits Abi Bakrah tersebut tidak terbatas penggunaannya pada kejadian Putri Kisra di zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, bahkan di zaman khilafah Ali bin Abi Thalib, masih relevan untuk digunakan. Demikianlah dan seterusnya hingga kelak hari kiamat. Justru  inilah salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang wajib diyakini oleh semua orang yang mengaku sebagai pengikut Rasulullah SAW.

Kitab fiqhus-sunnah karangan Sayyid Sabiq, jilid 3, cetakan Darul fikr halaman 315. Bab orang-orang yang memenuhi syarat jadi qadli (di Indonesia se tingkat menteri)

Para ulama fiqih mensayaratkan bagi seorang qadli, harus memiliki derajat ijtihad, mengetahui ayat-ayat hukum beserta hadits-haditsnya. Mengerti kesepakatan pendapat ulama salaf, dan yang dikhilafkan, mengerti bahasa Arab secara sempurna, mengerti qias, mukallaf, lelaki, adil, bisa mendengar, bisa melihat, bisa berbicara.

Tidak sah qadli dari seorang muqallid, kafir, anak kecil, orang gila, fasik, dan wanita, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakrah, tatkala Rasulullah SAW mendengar bahwa masyarakat Persi mengangkat putri Kisra jadi raja (ratu), beliau berkata :Selamanya tidak akan beruntung / berhasil / bahagia kaum yang menyerahkan pemerintahanya kepada wanita.

 At-thabari  berkata: Boleh seorang wanita menjadi qadli di semua bagian, diterangkan dalam kitab Nail-al-Authar. Dalam kitab Fath al-Bari dikatakan : Telah sepakat para ulama terhadap syarat lelaki bagi qadli, kecuali menurut Imam Abu Hanifah. Perlu diingat khilafiyah ini terjadi pada tingkat kementerian bukan tingkat kepala negara.

 Kitab At-tambih karangan Abu Ishaq Ibrahim bin Ali bin Yusuf as-Syairazi al-Fairuzabadi, cetakan Jiddah (AlHaramain). Bab Adabis Sulthan (kepala Negara / presiden) yaitu Hendakalah yang menjadi Imam (pemimpin negara) itu lelaki, baligh, berakal, adil, mengerti hukum-hukum agama...dst.

 Kitab Kifayatul akhyar, karangan Imam Taqyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al-Husaini, cetakan Darul Fikr,  juz 2 halaman 257 yang artinya Tidak boleh menjadi qadli kecuali telah mencukupi syaratnya yaitu islam (muslim), baligh berakal, merdeka, adil, lelaki. Di antara syarat syaratnya adalah lelaki, sesuai dengan firman Allah yaitu (kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita), demikian juga dengan sabda nabi Muhammad  SAW (selama-lamanya pasti  tidak akan beruntung / berhasil/ bahagia kaum yang menyerahkan pemerintahannya kepada wanita)diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Al Hakim yang juga mengatakan para perawinya  sesuai syarat-syarat Bukhari-Muslim. Demikian ini karena qadli membutuhkan pembicaraan  dengan orang lelaki, sedangkan wanita diperintahkan untuk menutup diri dari orang lelaki. Tentunya lebih-lebih dalam urusan kepresidenan


 Kitab Subulus salam  karangan As-syeikh Muhammad  bin Ismail Al-Kahlani As-Shan`ani, cetakan Dahlan Bandung, juz 4 halaman 123: Dari abu Bakrah ra, dari Nabi SAW bersabda: Selamanya pasti tidak akan beruntung / berhasil   / bahagia kaum yang menyerahkan pemerintahannya kepada wanita.  Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Ini sebagai dalil ketidak-bolehan kepemimpinan wanita dalam segala hal,  yang berkaitan dengan urusan atau perkara kaum muslimin. Sekalipun oleh as-Syari (Allah dan Rasul-Nya) bahwa wanita itu juga diperintahkan menjadi penanggungjawab kemaslahatan rumah tangga suaminya.

Imam Abu Hanifah memperbolehkan wanita menjadi pemimpin di dalm penentuan hukum (qadli), selain ketetapan hukuman (semisal qisas). Hanya Ibnu Jarir At-thabari yang memperbolehkan kepemimpinan wanita secara mutlak. Padahal hadits di atas menerangkan ketidak-beruntungan kaum yang menyerahkan  pemerintahannya kepada wanita. Mereka (umat Islam) dilarang memilih ketidakberuntungan, tetapi diperintahkan untuk memilih apa (pemerintahan) yang menyebabkan terwujudnya suatu kebahagiaan.


Pernyataan pengarang kitab Subulus Salam  ini, sebagai sanggahan terhadap Ibnu Jarir At-thabari yang memperbolehkan  kepemimpinan  wanita secara mutlak. Itupun Ibnu Jarir At-thabari  masih mensyaratkan haruslah wanita  yang persaksiannya dianggap sah oleh hukum Islam, sebagaimana diterangkan dalam kitab Fath bari cetakan maktabah Al-kulliyah Al-azhariyyah, juz 27 halaman 64, diantaranya: Islam baligh-berakal-merdeka-adil.


Adapun  yang dikatakan  adil dalam tinjauan hukum Islam sebagaimana  termaktub dalam kitab Kifayatul-akhyar cetakan Darul-fikr juz 2 halaman 276 adalah:

1. Orang yang selalu menjauhi dosa besar. Khususnya tidak  menyekutukan Allah (tidak menyembah yang selain-Nya) dan lain-lain.

2. Tidak terus-menerus melakukan dosa  kecil, misalnya selalu menutup aurat (berjilbab rapat), tidak membiasakan bersalaman  dengan lelaki lain selain mahramnya, lebih-lebih berciuman pipi, dan lain-lain.

Sedangkan orang yang tidak bisa menjaga kedua syarat adil tersebut, dianggap fasiq dan tidak bisa diterima persaksiannya, dan otomatis kepemimpinannya.

 Barangkali di zaman akhir ini, jarang sekali terdapat wanita yang benar-benar dianggap memenuhi syarat sebagaimana yang dikatakan oleh Iibnu Jarir At-thabari.

Sebagai catatan, bahwa Sayyidah Aisyah, sebagai Ummul Mukminin, dan termasuk minal muktsirin  fi riwayati hadits (golongan terbanyak yang meriwayatkan Hadits), artinya penghafal lebih dari seribu Hadits, dan dianggap mujtahiddah, barang kali kriteia semisal beliaulah yang dikatakan patut menjadi presiden menurut Ibnu Jarir at-Thabrani.

Walaupun demikian kepemimpinan Sayyidah `Aisyah di saat terjadi perang Jamal, tidak memenuhi target keberhasilan, sebagaimana diceritakan oleh sahabat Abu Bakrah ra.

Kitab Fathul Bari  bi Syarhi Shahil Bukhari, karangan as-Syeikh Ibnu Hajar Al-Asqallani, cetakan maktabah  Al-kulliyatul azhariyah, Mesir juz 16 halaman  63-64, dalam pembahasan yang panjang dengan kesimpulan sebagai berikut: Kursi singgasana kerajaan Persi diduduki oleh Putri Kisra yang bernama  Buran, sepeninggal ayahnya. Mendengar berita ini Rasulullah saw bersabda: Selamanya / pasti tidak akan beruntung / berhasil / bahagia kaum yang menyerahkan pemerintahannya kepada wanita. Al-khattabi berkata: Hadits ini menerangkan bahwa wanita tidak  boleh (tak akan berhasil)  menjadi pemimpin negara (presiden), maupun menjadi qadli dan juga tidak boleh mengakadkan dirinya sendiri, dan tidak boleh jadi wali akad (bagi putrinya), demikian juga pendapat jumhurul-ulama (mayoritas ulama), adapun menurut at-thabari wanita boleh menjadi qadli (bukan presiden) secara mutlaq.


Bagaimanapun terjadinya khilafiyah bolehnya wanita menjadi qadli. Sebagai umat Nabi Muhammad SAW, wajib mempertimbangkan dzahirnya lafadz hadits Abi Bakrah: Tidak akan beruntung/ berhasil/ bbahagia kaum yang menyerahkan pemerintahnnya kepada wanita, tanpa harus ditakwili sesuai dengan keinginan bahwa nafsu semata, khususnya yang berkaitan dengan politik sesaat.


Dengan demikian, kita berharap semoga rakyat Indonesia dijauhkan oleh Allah dari hal-hal yang bisa menyebabkan keterpurukan negara ini lebih parah, dan agar tidak semakin runyam di masa mendatang. Umat Islam wajib meyakini kebenaran sabda Nabi SAW, dan selalu mendahulukan ajaran beliau SAW dari pada analisa tokoh-tokoh tertentu yang belum tentu kebenarannya. Umat Islam dilarang menjual agamanya dengan perkara duniawi yang sifatnya sementara, semisal mencari kedudukan politik, atau pangkat, dan lain sebagainya.


Kitab Bidayatul-mujtahid, karangan Syeikh Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin ahmad bin Rusyd al-Qurtubi, cetakan Jiddah (Al-haramain), juz 2 halaman 460, dalam kitab Al-aqdliyah (qadli) dikatakan: Para ulama berselisih pendapat di dalam masalah syarat lelaki bagi qadli yang menentukan hukum. Menurut mayoritas ulama: Qadli lelaki adalah syarat yang menyebabkan sahnya keputusan hukum, dengan pertimbangan bahwa qadli disetarakan dengan kepala negara (presiden)  menurut Imam abu Hanifah: kebolehan wanita menjadi qadli hanya dalam urusan keuangan (harta benda) dengan pertimbangan bahwa persaksian wanita diterima dalam urusan keuangan (harta benda),. Menurut At-thabari: kebolehan wanita menjadi hakim (penentu hukum ) dalam segala hal dengan pertimbangan bahwa persaksian wanita menurutnya diterima dalam segala urusan, selain dalam masalah al-imamatul kubra (kepala negara atau kepresidenan), artinya wanita tidak boleh menjadi presiden.


MENGEDEPANKAN  PENDAPAT JUMHURUL ULAMA


Masih banyak kitab-kitab yang dikarang oleh para ulama salaf, yang tidak memperbolehkan wanita menjadi presiden. Adapun beberapa kitab yang mnemperbolehkannya, kebanyakan ditulis oleh pengarang kontemporer seperti Muhammah al-Gazhali dan lainnya. Itupun sudah banyak disanggah oleh para ulama yang selalu memegang  pendapat jumhur,  yaitu para ulama yang rasikhuna fi al-ilmi (mendalami dan mengerjakan ilmu agamanya).


Para ulama Nahdliyyin di masa lampau selalu berpegang teguh kepada pendapat  Jumhur ulama, sebab pendapat-pendapat yang bertentangan dengan  Jumhur, oleh ulama Nahdhiyyin dikategorikan sebagai pendapat syadz (lemah dan tidak diamalkan). Semoga tradisi ulama  Nahdliyin di masa lampau ini, tetap dilestarikan oleh warga Nahdliyyin masa kini, artinya warga NU lebih mementingkan keselamatan akhirat dari pada mendahulukan kepentingan politik dan kepentingan duniawi sesat.


Suatu hal yang harus diperhatikan oleh umat Islam yaitu maraknya gerakan sekularisme yang diperjuangkan  oleh beberapa tokoh muslim akhir-akhir ini. Umat  Islam wajib menolak dan memerangi  gerakan sekularisme, sebab gerakan ini berusaha memisahkan urusan duniawi (termasuk urusan kenegaraan) dari hukum agama sehingga penerapan politik negara tidak terikat oleh aturan agama manapun khususnya aturan Islam.


Gerakan inilah yang akan berusaha menge-gol-kan bolehnya wanita menjadi  presiden. Gerakan ini juga menolak pendapat ulama yang melarang  non-muslim untuk menjadi presiden, dengan dalih anti diskriminasi.


Jadi jelas, bahwa tokoh-tokoh sekuler menolak formalisasi agama dalam hukum negara, gerakan tokoh-tokoh sekuler ini bertentangan dengan hukum-hukum  Allah dan Rasul-Nya. Jadi patut disayangkan jika ada tokoh muslim yang menolak hukum agama Islam untuk diformalkan dalam peraturan negara.


Allah berfirman dalam Al-Quran  surat al-Maidah ayat 45 yang artinya, barang siapa yang tidak memutuskan / menolak (mengembalikan semua perkara ukhrawi maupun duniawi) menurut hukum yang diturunkan oleh Allah (dan Rasul-Nya) maka mereka itu adalah orang-orang dzalim.
Sedangkan ayat sebelumnya lebih keras ancaman  Allah SWT  yang artinya:  Barang siapa yang tidak memutuskan (semua perkaranya) menurut hukum yang diturunkan oleh Allah (dan Rasul-Nya) maka mereka itu tergolong orang-orang kafir. (Almaidah ayat 44)


Semoga umat Islam Indonesia diselamatkan dari ancaman-ancaman Allah SWT, agar selamat dalam menjalani kehidupan dunia, yang akan mengantarkannya kepada kehidupan yang lebih kekal abadi, yaitu kehidupan  akhirat nanti.



 

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
1.
Pengirim: HANAFI  - Kota: SUROBOYO
Tanggal: 29/4/2009
 
DALAM DUNIA SATWA (PERKEWANAN) : "JANTAN PASTI RAJA ATAU PIMPINAN"

Persamaan Gender antara pria dan wanita atau Emansipasi atau kepemimpinan wanita hanyalah akal-akalan, otak atik yang sengaja dihembuskan dunia barat kepada umat islam terlebih negara-negara islam yang kelihatannya sebagai propaganda untuk memecah konsentrasi Islam agar tetap tidak bisa maju. Umat islam dipancing pada pembahasan-pembahasan yang selama ini bersifat khilafiyah dan ternyata tanpa disadari kita disibukkan pada masalah-masalah tersebut. Padahal ini semua persoalan lama.

TERNYATA Negara-negara barat pun dalam hal memberikan kewenangan pemerintahan / kepemimpinan kepada wanita sampai detik ini masih minim sekali.

Kepemimpinan WANITA dalil-dalilnya baik Qur'an, Hadist dan pendapat ulama' adalah sudah jelas dan gamblang.

Kalau saya boleh perpendapat : DALAM DUNIA SATWA (PERKEWANAN) JANTAN PASTI RAJA ATAU PIMPINAN artinya ini adalah sebuah isyarat dari sang Pencipta yang mempertegas sekaligus memperjelas sejelas-jelasnya apa yang tersirat dalam Qur'an dan Hadist.

BINATANG SAJA MENJADIKAN PEJANTANYA SEBAGAI PEMIMPIN ya tidak ada demo
ya tidak ada protes
ya tidak ada perdebatan
dari si betina yang jelita.

PADAHAL BINATANG ITU TIDAK SECERDAS MANUSIA GITULOH..... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami online kan untuk pengunjung. Jazakallah kher atas komentarnya.

2.
Pengirim: awam  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 2/5/2009
 
Hasil konggres umat Islam yang menyatakan bahwa
pemimpin tidak boleh wanita dibantah oleh Guru Besar Ilmu Hadist, Universitas Al
Azhar, Kairo Prof Dr Mahmoud Shafi'e Al-Hekam. Menurutnya, jika akhlak dan
kredibilitas seorang wanita di suatu negara diakui oleh segala lapisan
masyarakat untuk duduk sebagai presiden maka tak ada alasan untuk mengharam-
kannya.
Pendapat senada juga dikemukakan Prof Dr Ny Nadia Abdel Hamid, seorang
guru besar sejarah Islam di Universitas Kairo. "Selama ini kita memang terjebak
pada masalah beda pendapat soal boleh atau tidaknya wanita menjadi pemimpin
negara,"
Tapi kenyataannya, kebanyakan pemimpin laki-laki juga tidak
becus memimpin negara,
kata Prof Al-Hekam: Ada pun ayat Al Qur'an yang berbunyi: Al-Rijalu Qawwamuna 'Alan Nisa (kaum
lelaki jadi pemimpin bagi kaum wanita), para ulama tersebut sependapat ayat
ini berbicara masalah rumah tangga bukan soal kepemimpinan politik. "Jadi
kurang tepat bila ayat ini dikaitkan dengan masalah kekepemimpinan negara.
Kita kerap terjebak pada pemahaman nash-nash Al Qur'an dan Hadist secara
sepotong-potong,"
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Membahas hukum dari suatu masalah, tidak bisa dicampuradukkan secara mutlak dengan kejadian dan permasalahn yang ada di tengan masyarakat. Karena, bukan-lah hukum harus menyesuaikan dengan kepentingan masyarakat, tetapi masyarakat-lah yang harus menyesuaikan hukum syariat yang berlaku. Dalam hal ini, kaum liberal selalu membalik kaedah ini, mereka mengatakan hukum itu harus menyesuaiakan dengan kepentingan masyarakat, seperti pernyataan seorang tokoh liberal Muhammad Salman Ghanim asal Kuwait (Baca di Book Collection, Tanggapan Terhadap Muhammad Salman Ghanim) yang mengatakan : Khamr itu bisa halal, jika penggunanya (masyarakat) merasa lebih dapat berkonsentrasi setelah minum khamr. Jika umat Islam tetap meyakini kebenaran Alquran dan Hadits-hadits shahih yang diriwayatkan oleh para shahabat dan para ulama salaf, serta menghormati AL-AKHLAQUL KARIIMAH dalam menjalani kehidupan yang sementara di dunia ini, pasti akan mengedepankan pelaksanaan apa yang tertera dalam sebuah ayat atau lafadz hadits dari pada menjalani kehidupannya berdasarkan takwilan-takwilan pribadi. Termasuk juga dalam menyikapi lafadz Hadits yang diriwayatkan oleh shahabat Abi Bakrah. Coba baca dialog kami dengan Pak Hasyim Muzadi pada kolom SMS Corner Dakwah di bagian GADO-GADO. Mudah-mudahan bermanfaat.

3.
Pengirim: kairo  - Kota: Probolinggo
Tanggal: 2/5/2009
 
Jabatan yang dipegang oleh seorang wanita asal tidak sampai kepada tingkat tertinggi yaitu al-wilayah al-uzhma dalam suatu pemerintahan seperti menjadi raja (ratu), presiden, perdana menteri dan sejenisnya adalah boleh. Begitu juga asal bukan jabatan sebagai hakim, karena pekerjaan ini secara umum menuntut mental dan ketahanan seorang laki-laki.

Sedangkan bila jabatan yang bersifat biasa dan umum serta tidak menuntut ketahanana mental yang prima, pada dasarnya tidak ada larangan akan hal itu. Apalagi bila dalam komunitas sesama wanita. Sedangkan pada komunitas yang campuran antara laki-laki dan wanita, maka perlu diperhatikan adab dan aturan main antara laki-laki dan wanita.

Dan umumnya jabatan seperti ini tidak sampai melanggar ke-qawam-an laki-laki atas pria. Seorang wanita menjadi atasan laki-laki dalam sebuah organisasi atau perusahaan bukanlah hal yang terlarang. Begitu juga seorang wanita bila menjadi guru / dosen dari sejumah laki-laki pun tidak terlarang.
mohon ditanggapi? 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Sebagaimana kami tulis dalam artikel di atas, kami nukilkan Hadits Halakatir rijaal maa atha-atin nisaa' (hancurlah kredibilitas kaum lelaki jika mentaati para wanita). Rusaklah kredibilitas para suami yang mentaati para istri (Suami-suami Takut Istri). Rusaklah kredibilitas kaum lelaki yang memilih pemimpin dari kalangan kaum wanita. Para ulama salaf sangat menghormati lafadz sebuah hadits dengan ketaatan penuh, serta mengamalkannya secara ikhlash tanpa mengedepankan kepentingan pribadi atau golongan. Karena ketaatannya secara penuh kepada Nabi SAW, maka demikian juga ketaatan mereka kepada lafadz hadits khususnya dalam masalah keharaman terhadap suatu masalah. Untuk masalah kepemimpinan wanita telah dicontohkan oleh para shahabat Nabi SAW. Perhatikan dalam artikel kami di atas, bagaimana sikap Shahabat Abi Bakrah saat mengetahui situasi perang Jamal ? Nah, sekarang kita mau pilih berkiblat kepada siapa jika ada perbedaan pemahaman antara Shahabat Abi Bakrah dengan Pak Profesor DR. Mamoud Shafi'e Al-Hekam itu ? Jika ada sejuta Profesor, kok pendapatnya berseberangan dengan shahabat Nabi, maka umat islam tidak perlu lagi menengok pendapat sejuta profesor itu...! Ya begitulah semestinya. Tapi, Alhamdulillah masih banyak profesor dan tokoh Islam lainnya yang melarang kepemimpinan wanita, khususnya dalam masalah kenegaraan atau hal-hal yang berkaitan dengan publik. Apalagi Calon Presiden Wanita di Indonesia selalu buka aurat !

4.
Pengirim: kera rungkut  - Kota: surabaya
Tanggal: 5/5/2009
 
DAR'UL MAFASID MUQODDAMUL ALA JALBIL MASHALIH
Idealnya memang pemimpin adalah seorang lakai-laki tersirat dalam Al Qu'an ; Arrijalu Qouwamuuna Alannisa' yat tersebut jelas-jelas mengindaikasikan bahwa laki-laki dalam segala hal banyak mempunyai kelebihan dibanding wanita. Hal ini dapat dilihat baiak dari segi fisik maupun non fisik, salah satu contoh ; wanita dalam mengambil kebijakan cenderung melibatkan perasaan jadi hasil kepurusannya cenderung tidak rasional atau tidak menguntungkan banyak fihak.
Tetapi dalam hal ini kita juga tidak boleh lupa bahwah Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sama yaitu fitrah (mempunyai kecenderungan memilih dan berbuat yang benar) tidak ada tersirat kata gender disitu. Ini juga dapat dilihat firman Allah yang artinya "sesungguhnya yang paling mulya diantara kalian adalah kadar taqwanya" tidak tersirat sedikitpun kata gender disitu.
Ringkas masalah idelnya pemimpin adalah seorang laki-laki jika memenuhi syarat syarat kualifikasi yang ada, tetapi jika suadah tidak ditemukan lagi orang laki-laki yang memnuhi sayart maka hal ini tidak dapat dipaksakan. Dan kita juga tidak boleh menafikan jika ada seorang wanita yang mampu dan memenuhi syarat kualifikasi yang ada (kecuali gender). Kemampuan untuk berbuat tidak hanya dilihat dari jenis gender tetapi lebih jauh ditinjau dari bagaimana dia dapat jujur, menyampaikan yang benar, cerdas, dan amanah. Jika ini yang dimili oleh setiap calon pemimpin insya'allah siapapun yang menjadi pemimpin akan makmur. Wallahu A'lam.
 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kalau kita berbicara soal hukum, tentu tidak ada sangkut pautnya dengan kekuatan dan kemampuan seseorang. Apa mungkin keharaman khamer bisa berubah menjadi halal hanya karena ada seorang yang mengatakan : 'Saya ini sangat kuat, sekalipun minum arak dua liter sekaligus, saya tidak akan mabuk... '

Kan sudah jelas hadits : halakatir rijaalu maa athaa'atin nisaak (rusaklah krefibilitas kaum lelaki yang mematuhi aturan para wanita).

Segala sesuatu kalau diberi bingkai darurat, maka semuanya jadi boeh. Yang haram-pun di saat darurat bisa jadi halal.

Namun dalam pembahasan artikel kami di atas, adalah bukan dalam kondisi darurat. Karena di dunia saat ini, masih bergudang-gudang persediaan calon pemimpin lelaki. Hanya kaum nasionalis sekuler liberal saja yang selalu berusaha memperjuangkan persamaan gender dalam pemahaman orientalis.

Islam sudah jelas mengatur bagaimana cara meletakkan kaum wanita secara terhormat. Kaum wanita sangat tinggi derajatnya tatkala mereka menempatkan dirinya sebagai para ibu yang baik bagi putra-putrinya. Bahkan Nabipun telah menggariskan bahwa siapapun adanya, jika ingin masuk sorga, maka harus mendapat restu terlebih dulu dari kaum ibu, Aljannatu tahta aqdaamil ummahaati (sorga itu di bawah telapak para ibu). Tanpa keridhaan kaum ibu, sulit sekali bagi seseorang siapapun adanya yang ingin masuk sorga. Seorang presiden lelaki pun jika ingin masuk sorga maka wajib untuk mencari keridhaan dari sang ibu. Demikianlah cara Islam meletakkan posisi para ibu rumah tangga. Namun dalam masalah kepemimpinan, Islampun telah mengatur bahwa yang berhak mengatur negara adalah kaum lelaki. Bahkan dalam komunitas yang lebih kecil, yaitu dalam sebuah keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anak maka yang menjadi kepala keluarga adalah sang suami (yaitu kaum lelaki). Jika dalam masalah kepemimpinan, lantas kaum lelakinya menyerahkan kepemimpinan itu kepada seorang wanita, pasti halakatir rijaal maa athaa'atin nisaak (rusaklah kredibillitas kaum lelaki jika menyerahkan kepemimpinannya kepada wanita). Kaedah ini akan berlaku di dunia dan akhirat. Jika dunianya ternyata berjalan mulus dengan kepemimpinan wanita pilihannya, maka di akhirat nanti dia tidak akan selamat dari murka Allah dan murka Rasulullah SAW.

Tuh, ilustrasi umum saja sudah membuat sinetron SUAMI-SUAMI TAKUT ISTRI, terus bagaimana dengan orang-orang yang mengaku dirinya mengerti agama Islam dengan benar, tapi nyatanya justru mendukung calon presiden wanita?

Jelas sudah kredibilitasnya sebagai seorang lelaki yang agamis dan islami perlu diragukan. Begitu loooh ... !!

5.
Pengirim: kera rungkut  - Kota: suroboyo
Tanggal: 6/5/2009
 
TIDAK MENYANGKAL HANYA BERTANYA
Kalau Perempuan dianggap tidaka layak dengan segala kekurangannya,lantas bagaimana dengan pemimpin kita yang sekang ini. Apakah lebih kwualifet dibanding perempuan (banyak koruptor,pencuri uang rakyat,pemimpin yang cenderung dipaksakan yang pada ahirnya tidak ada kebijakan yang islami -seperti yang diharapkan). Terimakasih dan ma'af karena fakta. 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Coba cermati juga, apakah tatkala Megawati menjabat jadi Presiden Wanita di Indonesia, tiba-tiba pejabat negara ini otomatis jadi jujur semuanya, tidak ada yang korupsi ? Terus semua anggota DPR/MPR nya tidak ada yang keluyuran ke luar negeri, dan jaka ada sidang paripurna nggak ada yang tidur ? Apakah saat Megawati jadi presiden, rakyat tiba-tiba menjadi makmur, harga sembako sangat murah sehingga tidak ada lagi yang namanya rakyat miskin ? Apakah saat itu seluruh pendidikan juga langsung gratis, nggak ada yang namanya sekolahan baik negeri maupun swasta yang meminta uang kepada para siswa dan wali murid ?
Nah, ternyata, di Indonesia ini jika presidennya wanita malahan ada dua cela. Pertama, melanggar syariat Islam. Kedua, rakyat tetap saja sengsara dan pejabat masih tetap hobi korupsi.
Jika ingin Indonesia menjadi maju, dan mendapat pertolongan dari Allah, sudah selayaknya setiap orang Indonesia yang mengaku dirinya muslim, berjuang bersama-sama untuk menerapkan syareiat Islam secara resmi di Indonesia.

6.
Pengirim: MUZTAHID, S.Pd.I  - Kota: kapuas
Tanggal: 17/5/2009
 
karya syekh sangat bagus dan saya sangat tertarik, mudah-mudahan Allah meridhai kita selaku umat Muslim.... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Terima kasih kunjungan dan komentarnya, Semolga hati umat Islam di buka oleh Allah, sehingga dapat mengamalkan makna artikel di atas khususnya dalam menghadapi PILPRES mendatang.

7.
Pengirim: cak olies pakong pamekasan  - Kota: pamekasan
Tanggal: 22/12/2009
 
tolong kirimin makalah tentang politik dan pemerintahan menurut al-qur'an surat ali-imron ayat 28.thank's 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Jika artikel kami ada yang dianggap penting, maka kami persilahkan untuk dicopy demi kepentingan dakwah dan ilmiyah, bukan untuk kepentingan bisnis.

8.
Pengirim: ennif  - Kota: pekalongan
Tanggal: 25/1/2010
 
pak lutfi, boleh gak perempuan menjadi hakim yang memberi putusan pidana dan perdata menurut Islam? dan minta beberapa pemikiran ulama kontemporer yang membolehkan perempuan jadi hakim. trimakasih 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mayoritas ulama melarang wanita tampil di depan komunitas lelaki, termasuk menjadi hakim, kecuali menurut madzhab Hanafi, yang mengatakan wanita boleh menjadi hakim untuk memutuskan perkara selain pidana.

9.
Pengirim: Kang Irvan  - Kota: Nganjuk
Tanggal: 19/1/2012
 
BIsmillah...

Numpang komentar
==================

Menurut hemat saya, laki-laki dan wanita sudah diberian porsi dan perannya masing-masing, sudah diberikan penghargaan dan pangkatnya masing-masing.
Dalam hal 'kepemimpinan wanita' ada baiknya kita bersikap moderat dan universal sesuai dengan spirit Islam sebagai agama 'rahmatan lil alamin'.
Dalam banyak kondisi, kaum laki-laki memang menjadi prioritas dan sosok yang tepat untuk jadi pemimpin seperti dalil QS. An-Nisa': 34, namun dalam kondisi tertentu (misal: tidak ada laki-laki yang cakap menjadi pemimpin) maka bolehlah wanita yang kemudian menggantikannya hingga nanti ada laki-laki yang cakap dan pantas.
dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya ...." (QS. Al-Baqarah: 228)
Soal kepemimpinan sebenarnya bukan yang paling urgen, sebab yang lebih urgen adalah "tujuan dari kepemimpinan" seperti sepeda tidak lebih urgen dari tujuan bersepedanya,, sebab proses menaiki sepeda ada karena tujuan bersepeda.

Sekali lagi,, ini bukan masalah kepemimpinan yang mutlak untuk laki-laki, namun lebih kepada prioritas dan kondisi yang ada.

Wallohu A'lam... 
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Kami sepakat dengan pernyataan akhi : Jika tidak ada lagi kaum lelaki yang mampu jadi presiden, maka bolehlah wanita yang menjabatnya. Jadi dalam kondisi darurat saja wanita boleh jadi presiden, seperti juga umat Islam boleh makan daging babi, jika dalam kondisi darurat, tidak ada makanan lain selain daging babi. Tapi, jika bukan dalam kondisi darurat, maka hukum akan kembali menjadi normal, yaitu haram makan daging babi.

Jika di Indonesia sudah tidak ada lagi kaum lelaki yang dianggap mampu menjadi presiden, maka bolehlah mengangkat wanita menjadi presiden, tapi jika masih banyak lelaki yang dinilai mampu jadi presiden, maka mencalonkan seorang wanita untuk menjadi kompetitor bursa Capres saja hukumnya jadi haram dan para pengusungnya juga telah berdosa kepada Allah.

 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam