|
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori |
|
 |
Ribath Almurtadla
Al-islami |
|
|
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ) |
|
|
|
|
|
Book Collection
(Klik: Karya Tulis Pejuang) |
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki |
|
• |
Musuh Besar Umat Islam |
• |
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat |
• |
Dialog Tokoh-tokoh Islam |
• |
Carut Marut Wajah Kota Santri |
• |
Tanggapan Ilmiah Liberalisme |
• |
Islam vs Syiah |
• |
Paham-paham Yang Harus Diluruskan |
• |
Doa Bersama, Bahayakah? |
|
|
|
WEB STATISTIK |
|
Hari ini: Senin, 22 September 2025 |
Pukul: |
Online Sekarang: 8 users |
Total Hari Ini: 311 users |
Total Pengunjung: 6224432 users |
|
|
|
|
|
|
|
Untitled Document
PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI |
|
|
MARI BERTAWASSUL … !! |
Penulis: Pejuang Islam [ 15/9/2016 ] |
|
|
MARI BERTAWASSUL !!
Luthfi Bashori
Banyak orang awam yang menyangka, maksud bertawassul itu adalah meminta bantuan kepada selain Allah sekaligus menyekutukan-Nya. Karena keawamannya terhadap syariat itulah, maka mereka menvonis syirik terhadap amalan tawassul ini. Padahal bagi yang sedikit saja memahami syariat Islam dengan baik, maka akan dengan mudah membedakan antara bertawassul yang disunnahkan oleh Nabi SAW dengan perbuatan syirik yaitu perbuatan meminta bantuan dan menuhankan kepada selain Allah. Kesalahan pertama yang sering terjadi di kalangan awam, adalah dalam memahami maksud meminta pertolongan kepada selain Allah. Umumnya mereka menggeneral permaslahan, dengan asumsi bahwa setiap amalan meminta pertolongan kepada selain Allah dihukumi syirik. Padahal jika saja setiap amalan meminta pertolongan kepada selain Allah dihukumi syirik dan divonis akan menempati kerak neraka, maka betapa penuhnya isi neraka, dan betapa sepinya penduduk sorga nantinya. Karena bagaimana pun manusia hidup di dunia ini justru mengharuskan saling tolong menolong, baik sengaja maupun tidak. Seorang yang akan makan nasi saja, jika diteliti pasti membutuhkan banyak pertolongan dari berbagai pihak, antara lain minta tolong kepada para petani agar menanam padi, petani juga minta tolong kepada pemilik pabrik agar membuatkan pupuk, pemilik pabrik juga minta tolong kepada tukang besi untuk membuatkan mesin seleb, demikian dan seterusnya. Jelas-jelas mereka ini minta tolong kepada selain Allah, karena tidak mungkin orang yang akan makan nasi itu mengatakan : Ya Allah, kirimkan nasi kepada hamba, karena aku takut syirik jika minta tolong kepada petani! Atau tidak mungkin si petani mengatakan : Ya Allah, kirimkanlah kepadaku pupuk, karena aku takut syirik jika minta tolong kepada pabrik dst. Coba pikirkan, jika ada seorang yang sedang tenggelam lantas dia berteriak minta tolong: Pak tolooong.tolooongtolooong! Apa lantas orang muslim yang kebetulan mendengarkan teriakan itu harus menjawab: Syiriksyiriksyirik ! dan membiarkannya tenggelam, apalagi dalam keadaan dihukumi Syirik sebagaimana dalam pengertian awam? Jika ada seorang anak yang akan melaksanakan Ujian Akhir Nasional, maka si anak mendatangi kedua orang tuanya dan mengatakan : Wahai ayah dan ibu, aku minta tolong kepada kalian berdua untuk mendoakanku biar aku lulus UAN dengan nilai yang baik! Bagaimana sebaiknya sikap ayah dan ibu ini dalam menghadapi anaknya yang minta tolong didoakan karena akan melaksanakan UAN ini? Apakah sebaiknya langsung saja ayah dan ibunya menvonis : Nak, engkau ini musyrik (berbuat syirik) karena engkau telah meminta pertolongan kepada selain Allah..! Tentunya pengertian semacam ini salah, dan hanya terjadi pada kalangan sangat awam yang sama sekali tidak pernah mengenyam pendidikan agama sedikitpun. Karena yang benar menurut syariat, bahwa meminta pertolongan kepada selain Allah itu ternyata tidak selalu dihukumi sebagai perbuatan syirik. Sedangkan perbuatan syirik yang disebabkan meminta pertolongan kepada selain Allah itu sendiri, ilustrasinya yang lebih mudah adalah semacam kehidupan dunia perdukunan. Yaitu seseorang yang meminta bantuan kepada makhluk halus (jin) untuk suatu kejahatan atau kepentingan yang lain, dengan benar-benar meyakini bahwa jin itulah yang dapat memberi bantuan dan pertolongan kepadanya demi terwujud harapan dan kepentingannya. Semestinya cara memahami semacam inilah hakikat perbutan syirik itu, karena pelakunya telah menyekutukan Allah dengan menuhankan makhluk halus yang diyakini dapat membantu dan menolong dirinya. MARI BERTAWASSUL!! Bertawassul yang umumnya dilakukan oleh umat Islam adalah meminta bantuan atau pertolongan kepada orang-orang shalih yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah, entah itu dari kalangan para nabi, atau para shahabat, para aulia, para ulama, para syuhada dan sebagainya, dengan tujuan agar orang-orang shalih itu memintakan dan mendoakan kepada Allah bagi orang yang bertawassul, agar Allah berkenan segera menunaikan hajat-hajatnya. Jadi orang yang bertawassul itu bukan meminta pengkabulan hajatnya kepada orang-orang shalih itu, namun orang yang bertawassul tetap meminta pengkabulan hajatnya kepada Allah, hanya saja dia menjadikan orang-orang shalih itu sebagai perantara antara dirinya dengan Allah, lantaran dia meyakini jika orang-orang shalih itu yang berdoa bermohon kepada Allah untuk mengkabulkan hajatnya, maka Allah akan lebih berkenan mengkabulkan apa yang menjadi harapan orang yang bertawassul. Demikian ini karena umumnya masyarakat awam menyadari jika dirinya adalah orang yang minus dan sangat kurang dalam urusan ibadah kepada Allah, bahkan merasa dirinya adalah hamba yang masih dipenuhi dengan kemaksiatan dan tumpukan dosa, yang mana jika mereka sendiri yang berdoa secara langsung kepada Allah, maka merasa lantunan doanya kurang memenuhi syarat sebagai doa yang mudah terkabulkan. Ini jauh berbeda dengan figur orang-orang shalih yang memang kehidupan mereka sudah sangat dekat kepada Allah, bahkan mereka diangkat menjadi para kekasih Allah, yang mana jika mereka berdoa maka Allah akan lebih mudah untuk mengabulkan doanya. Allah berfirman yang artinya: > Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan carilah wasilah (perantara) yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya (QS. Almaidah, 35). Nah, siapa lagi yang paling tepat untuk dijadikan wasilah (perantara) bagi masyarakat umum selain figur orang-orang shalih sebagai mana tersebut di atas, yang mana kehidupan mereka memang sudah sangat dekat dengan Allah ? Apalagi Allah sendiri yang mengajarkan amalan tawassul ini dalam firman-Nya yang artinya: > Dan sesungguhnya jikalau mereka (umat Islam) menganiaya diri mereka sendiri (dengan berbuat dosa), kemudian mereka datang kepadamu (Nabi Muhammad SAW, untuk bertawassul di saat Nabi SAW masih hidup maupun sesudah wafat), lalu mereka memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah SAW pun (sebagai wasilah) memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi mereka, pasti mereka akan mendapati Allah adalah Dzat Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (QS. Annisa, 64). Sy. Anas Bin Malik meriwayatkan, bahwa tatkala Nabi SAW menguburkan jenazah St. Fathimah binti Asad (ibunda Sy. Ali bin Abi Thalib yang konon ikut merawat, mengasuh dan membesarkan Nabi SAW) maka Nabi SAW berdoa: > Allah adalah Dzat Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Hidup yang tidak akan mati, ampunilah Bunda Fathimah binti Asad dan tuntunlah hujjah (bukti keimanan) baginya, serta lapangkanlah kuburannya, dengan wasilah (perantara) Nabi-Mu ini dan wasilah (perantara) para Nabi sebelumku, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Penyayang. (HR. Atthabarani). Dari Sy. Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda: Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat penjaga (Alhafadhah) di bumi, mereka mencatat daun-daun yang berjatuhan dari pepohonan, maka bila ada seorang dari kalian tersesat di padang yang luas hendaklah ia memanggil: Tolonglah wahai para hamba Allah ! (HR. Atthabarani dengan komentar dari Alhafidz Alhaitsami: Para perawinya tepercaya). Diriwayatkan bahwa Sy. Umar bin Khatthab berkhutbah di hadapan orang banyak seraya berkata: Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi SAW itu memperlakukan Al-abbas (pamanda beliau SAW) layaknya perlakuan seorang anak terhadap orang tuanya, maka ikutilah perilaku Nabi SAW kepada pamandanya Al-abbas ini dan jadikanlah beliau Al-abbas sebagai wasilah kepada Allah. (HR. Alhakim dalam kitabnya Almustadrak). Riwayat ini menerangkan lebih jelas alasan tawassulnya Sy. Umar sendiri yang berwasilah (perantara) dengan Al-abbas. Figur Al-abbas sebagai orang shalih yang dijadikan wasilah (perantara) oleh nabi SAW ini, secara otomatis mewakili bolehnya bertawassul kepada Allah dengan perantara orang-orang shalih dari kalangan para wali kekasih Allah, seperti umat Islam Indonesia bertawassul dengan perantara para Walisongo yaitu figur-figur orang yang pertama kali telah memperkenalkan ajaran Islam kepada nenek moyang bangsa Indonesia, baik nenek moyang dari kalangan warga Aswaja yang tetap setia dan istiqamah berpegang teguh terhadap aqidah peninggalan para Walisongo itu, maupun nenek moyang dari orang-orang yang telah menyeberang kepada aqidah lainnya dan sekaligus mengingkari, mengkhianati bahkan memusuhi para Walisongo. Perlu diingat, sekalipun para Walisongo itu sekarang dhahirnya sudah wafat, namun mereka sebagai pejuang-pejuang penyebar agama Islam di muka bumi Indonesia hakikatnya seperti yang difirmankan oleh Allah yang artinya: > Dan jangan sekali-kali engkau menyangka orang-orang yang terbunuh (yang gugur syahid) pada jalan Allah itu mati, (mereka tidak mati) bahkan mereka adalah hidup (secara istimewa) di sisi Tuhan mereka dengan mendapat rezeki, > (dan juga) mereka bersukacita dengan karunia Allah (sebagai balasan mati Syahid) yang telah dilimpahkan kepada mereka, dan mereka bergembira dengan berita baik mengenai (saudara-saudaranya) orang-orang Islam (yang sedang berjuang), yang masih tinggal di belakang, yang belum (mati dan belum) sampai kepada mereka, (yaitu) bahwa tidak ada kebimbangan (dan keraguan terhadap mereka) dan mereka juga tidak akan bersedih. > Mereka bergembira dengan balasan nikmat dari Allah dan limpah karunia-Nya, dan (ingatlah), bahwa Allah tidak menghilangkan pahala orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran, 169-171). Mari bertawassul dan melestarikanya, mumpung ketemu dalilnya!
|
1. |
Pengirim: rahman - Kota: bandung
Tanggal: 20/12/2012 |
|
makin mantap aja Ustadz artikelnya! mudah-mudahan artikel tentang WAHABI (juga aliran sesat lainnya seperti SYIAH RAFID'AH, JIL) diperbanyak agar membentengi aqidah umat Islam khususnya di Indonesia agar tetap berada di jalur AHLUL SUNNAH WAL JAMAAH dan mengikuti adat yang di ajarkan oleh Walisosngo Ra |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mohon doa agar dapat istiqamah |
|
|
|
|
|
|
|
2. |
Pengirim: abul bashar - Kota: palangka raya
Tanggal: 22/12/2012 |
|
Kelompok separatis primitif pengikut faham wahabisme tidak lebih dari gerombolan manusia-manusia Om-Do, alias Omong Doank, alias tong kosong berisik bunyinya.
Mereka mengklaim sok sunnah namun jauh dari perilaku Nabi.
Mereka berteriak pembaharu adalah sebuah jalan sesat, namun mereka dengan dungunya melahirkan hal-hal baru yang dibenci Allah dan Rasulullah s.a.w.
Merekalah sejatinya pemelihara ashobiyah..!
Tak hanya sekedar ashobiyah, namun lebih kepada perilaku jahiliyah.
Hadanallah wa iyyakum,
Semoga kita dan kerabat kita dihindarkan dari virus wabahbabi, syi-tan-ah, Jaringan Iblis Liberal (JIL) laknatullah alaihin dan aliran-aliran pembaharu sesat lainya.
Kami berada dalam gerbong Antum, duhai Kyai NU sejati..!
Bravo Pejuang Islam..!
Bravo Ahlussunnah wal Jamaah..! |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Mohon doa restu agar kami dapat istiqamah. Mohon maaf, akan lebih manfaat jika penyampaian uneg-uneg hati-nya dikemas lebih ilmiah, pasti akan lebih baik. |
|
|
|
|
|
|
|
3. |
Pengirim: MusLich El-Alawi - Kota: Surabaya
Tanggal: 30/12/2012 |
|
Semoga bermanfaat bagi kami Ustadz artikelnya.....
kami butuh Bimbingan dari Para Kyai NU demi mempertahankan AQIDAH ISLAM ALA ASWAJA |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Memang terkadang perlu kita katakan TIDAK terhadap tuduhan non Aswaja, jika memang tuduhan itu harus ditolak. |
|
|
|
|
|
|
|
4. |
Pengirim: Nuril - Kota: pontianak
Tanggal: 2/1/2013 |
|
Pada terjemahan diatas surat annisa ayat 64
Dan sesungguhnya jikalau mereka (umat Islam) menganiaya diri mereka sendiri (dengan berbuat dosa), kemudian mereka datang kepadamu (Nabi Muhammad SAW, untuk bertawassul di saat Nabi SAW masih hidup maupun sesudah wafat), lalu mereka memohon ampun kepada Allah, dan Rasulullah SAW pun (sebagai wasilah) memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi mereka, pasti mereka akan mendapati Allah adalah Dzat Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.
Terjemahan yg kurang tepat.
Terjemahan yg benar insyaAllah sbb:
Dan kami tidak mengutus seorang rosul melainkan utk ditaati dg izin Allah.Dan sungguh ,sekiranya mereka setelah menzalimi
dirinya(*) datang padamu (muhammad),lalu memohon ampunan kpd Allah,dan Rasul pun memohonkan ampunan utk mereka,niscaya mereka mendapati Allah Maha penerima tobat,Maha penyayang.
cttn kaki (*) berhakim kpd selain Nabi Muhammad صلى ا لله عليه وسلم
1)Pada ayat diatas tdk ada ket.bhwa Rosulullah صلى ا لله عليه وسلم sudah wafat dan juga al-qur'an diturunkan karna ada sebab dan al-qur'an diturunkan selama Rosulullah mash hidup.
2) ayat itu turun mengenai kaum yg tdk berhakim kpd Rosulullah صلى ا لله عليه وسلم .insyaAllah
Mengenai hadist ini:
Sy. Anas Bin Malik meriwayatkan, bahwa tatkala Nabi SAW menguburkan jenazah St. Fathimah binti Asad (ibunda Sy. Ali bin Abi Thalib yang konon ikut merawat, mengasuh dan membesarkan Nabi SAW) maka Nabi SAW berdoa:
Allah adalah Dzat Yang Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Hidup yang tidak akan mati, ampunilah Bunda Fathimah binti Asad dan tuntunlah hujjah (bukti keimanan) baginya, serta lapangkanlah kuburannya, dengan wasilah (perantara) Nabi-Mu ini dan wasilah (perantara) para Nabi sebelumku, sesungguhnya Engkau adalah Dzat Yang Maha Penyayang. (HR. Atthabarani).
Terjemahan yg ganjil .yg saya tau bukan wasilah kata kata nya,tpi "Demi Nabi2Mu yg terdahulu.
Jelas ini boleh bertawasul seperti karna masuk dlm kategori tawasul dg KEIMANAN atas Nabi2 yg Allah turunkan sebelumnya.وَاللّهُ أعلَم بِالصَّوَاب .
Tawasul yg diperbolehkan.
1).bertawasul kpd org2 shaleh atau kpd kedua org tua yg masih HIDUP
2)tawasul dg amalan perbuatannya
3)twasul dg nama2 Allah.(asma'ul husna)
4)tawasul dg keimanan thd Nabi2,serta malaikat Allah. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
1. Yang di dalam kurung itu adalah terjemahan tafsirnya, bukan terjemahan tekstual ayatnya, jadi sebaiknya anda belajar dulu seni terjemahan Alquran dan tafsirnya, karena yang tidak pernah mempelajari seninya menerjemahkan, seringkali salah dalam memahami Alquran. Seperti kesalahpahaman yang sering terjadi pada kaum Wahhabi.
2. Kaum Wahhabi juga sering merasa lebih pandai dan lebih paham agama dibanding Syeikh Ibnu Taimiyah, kaum Wahhabi mengingkari bolehnya bertawassul dg perantara Nabi sesudah wafatnya SAW. Sedangkan Syeikh Ibnu Taimiyah telah merekomendasi bolehnya bertawassul dengan Nabi sesudah wafat beliau SAW.
Coba buka saja kitab Qaidah Jalilah, yang ringkasnya diriwayatkan bahwa Syeikh Ibnu Abid dunia dalam kitab Mujabid du-a, mengatakan bahwa Syeikh Katsir bin Muhammad bin Katsir bin Rifa'ah mengatakan : Ada seorang lelaki yang datang kepada Abdul Malik bin Said bin Abjar, kemudian terjadi dialog, hingga secara ringkas, lelaki itu pun bertawassul dengan Nabi SAW (yang sudah wafat) untuk kesembuhan bisul besarnya dengan doa : Ya Allah, aku bertawajjuh (memohon) kepada-Mu dengan perantara Nabi-Mu Muhammad, Nabi pembawa rahmat SAW, wahai Muhammad aku bertawassul kepada Tuhanmu dan Tuhanku, agar Dia menurunkan rahmat untuk kesembuhanku...!
Setelah bertawassul itu, maka sakitnya jadi sembuh. Kemudian Syeikh Ibnu Taimiyah mengatakan : Doa ini atau yang semisalnya, memang telah dilakukan oleh para ulama salaf. (Kitab Qaidah Jalilah, hal 91). |
|
|
|
|
|
|
|
5. |
Pengirim: Adi Pratama - Kota: Makassar
Tanggal: 9/1/2013 |
|
maaf ustd, dlam artikel diatas ustd tidak membawakan dalil bolehnya bertawassul keapda org yg sudah MENINGGAL. Yang ada justru kebalikannya....
Berdasarkan apa yg dilakukan oleh Umar Radiallohu 'anhu, justru kita bsa memahami bahwa yg disyariatkn adalah bertawassaul kpd orng yg msih hidup bukan kpd ORG MATI krena kalo seandainya bertawassul kpd Rasulullah yg telah meninggal itu disyariatkan maka Umar Radiyallohu anhu tdak perlu mndtngi pamannya Rasulullah, cukup dia dtangi saja kuburannya Rasulullah...
Justru bertawassul kpd orng mninggal inilah yg dibantah habis2an oleh Rasulullah...sbgmn yg dilakukan oleh orng musyrik mekah yg mnjdikan Latta dan Uzza sbg perantara kpd Rasulullah...lihat QS. az-Zumar:3
Tolong komentar sy dipublish dan dikomentari...sbg pertanggungjawaban ilmiah sekaligus menjawab pertanyaan sy sebgai pencari kebenaran. |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Anda kalau baca yang jeli, coba anda baca 10 x riwayat Sy. Anas bin Malik dalam artikel kami di atas bagaimana praktek Rasulullah SAW bertawassul dg orang yang sudah wafat. |
|
|
|
|
|
|
|
6. |
Pengirim: ahmad - Kota: probolinggo
Tanggal: 11/1/2013 |
|
maaf ustd, dlam artikel diatas ustd tidak membawakan dalil bolehnya bertawassul keapda org yg sudah MENINGGAL. Yang ada justru kebalikannya.... Berdasarkan apa yg dilakukan oleh Umar Radiallohu 'anhu, justru kita bsa memahami bahwa yg disyariatkn adalah bertawassaul kpd orng yg msih hidup bukan kpd ORG MATI krena kalo seandainya bertawassul kpd Rasulullah yg telah meninggal itu disyariatkan maka Umar Radiyallohu anhu tdak perlu mndtngi pamannya Rasulullah, cukup dia dtangi saja kuburannya Rasulullah... Justru bertawassul kpd orng mninggal inilah yg dibantah habis2an oleh Rasulullah...sbgmn yg dilakukan oleh orng musyrik mekah yg mnjdikan Latta dan Uzza sbg perantara kpd Rasulullah...lihat QS. az-Zumar:3 Tolong komentar sy dipublish dan dikomentari...sbg pertanggungjawaban ilmiah sekaligus menjawab pertanyaan sy sebgai pencari kebenaran.
----------------------------------
Apa perbedaan bertawassul antara yang hidup dan yang mati?
Orang yang sudah mati tak akan dapat memberi manfaat lagi??? pendapat yang jelas-jelas datang dari pemahaman yang sangat dangkal, dan pemikiran yang sangat buta terhadap kesucian tauhid..
Jelas bahwa tak ada satu makhlukpun dapat memberi manfaat dan mudharrat terkecuali dengan izin Allah, lalu mereka mengatakan bahwa makhluk hidup bisa memberi manfaat, dan yang mati mustahil?, lalu dimana kesucian tauhid dalam keimanan anda? Tak ada perbedaan dari yang hidup dan yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah.., yang hidup tak akan mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah, dan yang mati pun bukan mustahil memberi manfaat bila dikehendaki Allah. karena penafian kekuasaan Allah atas orang yang mati adalah kekufuran yang jelas.
Ketahuilah bahwa tawassul bukanlah meminta kekuatan orang mati atau yang hidup, tetapi berperantara kepada keshalihan seseorang, atau kedekatan derajatnya kepada Allah swt, sesekali bukanlah manfaat dari manusia, tetapi dari Allah, yang telah memilih orang tersebut hingga ia menjadi shalih, hidup atau mati tak membedakan Kudrat ilahi atau membatasi kemampuan Allah, karena ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada Allah tetap abadi walau mereka telah wafat.
Contoh lebih mudah, anda ingin melamar pekerjaan, atau mengemis, lalu anda mendatangi seorang saudagar kaya, dan kebetulan mendiang tetangga anda yang telah wafat adalah abdi setianya yang selalu dipuji oleh si saudagar, lalu anda saat melamar pekerjaan atau mungkin mengemis pada saudagar itu, anda berkata : "Berilah saya tuan.. (atau) terimalah lamaran saya tuan, saya mohon.. saya adalah tetangga dekat fulan, nah.. bukankah ini mengambil manfaat dari orang yang telah mati?, bagaimana dengan pandangan bodoh yang mengatakan orang mati tak bisa memberi manfaat??, jelas-jelas saudagar akan sangat menghormati atau menerima lamaran pekerjaan anda, atau memberi anda uang lebih, karena anda menyebut nama orang yang ia cintai, walau sudah wafat, tapi kecintaan si saudagar akan terus selama saudagar itu masih hidup?, pun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar, lalu bagaimana dengan Arrahmaan Arrhiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Menyantuni?? dan tetangga anda yang telah wafat tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang lamaran anda pada si saudagar, NAMUN ANDA MENDAPAT MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT.
Quran menjelaskan bahwa tidak ada dikotomi antara org yg wafat dan yg hidup disisNya, dalilnya surah Alli Imron, 169; al baqarah, 154.
entah apa yang membuat pemikiran mereka sempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah seperti ini. Firman Allah : "MEREKA ITU TULI, BISU DAN BUTA DAN TAK MAU KEMBALI PADA KEBENARAN" (QS Albaqarah-18).
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ini juga bagus untuk dipahami oleh Adi Pratama. |
|
|
|
|
|
|
|
7. |
Pengirim: Aziz - Kota: Malang
Tanggal: 11/1/2013 |
|
Setahu saya begini:
1. ada tawasul yang diperbolehkan
2. ada tawasul yang di larang
3. ada tawasul yang di perselisihkan di antara para ulama.
mengenai hal ini saya yakin Ustadz lebih paham, Bagaimana tanggapan Ustadz? |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Ya, tawassul bisa dibagi tiga menurut para ulama Aswaja, sekalipun pembagian seperti ini termasuk bid'ah, tapi yang hasanah :
1. Boleh seseorant itu bertawassul dengan amalan baiknya.
2. Boleh seseorang itu bertawaasul dengan Nabi SAW dan orang-orang shaleh di saat mereka masih hidup.
3. Boleh seseorang itu bertawassul dengan Nabi SAW dan orang-orang shaleh itu sekalipun mereka sudah wafat. |
|
|
|
|
|
|
|
8. |
Pengirim: Adi Pratama - Kota: Makassar
Tanggal: 14/1/2013 |
|
Dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu 'anhu wafat,
maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak
hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk
dan berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:
اG ع عليه G ال الذي يحيى و يميت, و هو حي ل يموت, اغفر لمي فاطمة بنت أسد, و لقنها حجتها, و وس
مدخلها بحق نبيك و النبياء الذي من قيلي, فإنك أرحم الراحمين
"Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah
bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang
baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat
Yang Maha Penyayang."
(Hadist Lemah)
Al 'Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, "Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk
melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan
yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan
permasalahan seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya
menetapkan suatu hukum syar'i. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya
sebagai salah satu dalil bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah
menerima kedha'ifan hadits ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa
membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini
ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran,
mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat."
(Lihat At Tawassul Anwa'uhu wa Ahkamuhu hal. 110 dan Silsilah Ahadits Addha'ifah wal Maudlu'at
(1/32) hadits nomor 23. Beliau telah menjelaskan kelemahan hadits ini dan menjelaskan
alasannya dengan rici, maka merujuklah ke buku tersebut). |
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Masalahnya cuma satu : Albani justru adalah figur yg ditolak oleh para ulama Aswaja karena dinilai fatwa-fatwanya sangat lemah, dan fatwa Albani hanya laku di kalangan warga minoritas Wahhabi saja.
Jadi, anda berdalil dengan pendapat Albani untuk membatalkan fatwa para ulama Aswaja ?
Makan cah kangkung, minum es degan... Gak nyambung Gan ... ! |
|
|
|
|
|
|
|
9. |
Pengirim: ahmad - Kota: probolinggo
Tanggal: 14/1/2013 |
|
Tawassul umar dg abbas bukanlah dalil mengenai larangan tawassul dengan orang yg telah wafat. Tawassul umar dg abbas tidak dg nabi itu utk menjelaskan kpd orang2 bahwa tawassul dg selain nabi itu boleh bahkan tdk berdosa. Salah satu dalil tawassul itu melalui orang yg tidak hidup adalah tawassul Nabi adam dg nabi Muhammad sesuai dengan hadist yg diriwayatkan dari Umar Ibn Khaththab (HR. al Hakim, Thabrani, Baihaqi)
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Seperti inilah pendapat para ulama Aswaja yang keberadaannya mayoritas di seluruh dunia. |
|
|
|
|
|
|
|
10. |
Pengirim: ahmad - Kota: probolinggo
Tanggal: 16/1/2013 |
|
Dari Anas bin Malik, Ketika Fatimah bintu Asad bin Hasyim ibunda Ali radhiallahu 'anhu wafat, maka dia mengajak Usamah bin Zaid, Abu Musa Al Anshari, Umar bin Khattab dan seorang budak hitam untuk menggali liang kubur. Setelah selesai, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk dan berbaring di dalamnya, kemudian beliau berkata:
اG ع عليه G ال الذي يحيى و يميت, و هو حي ل يموت, اغفر لمي فاطمة بنت أسد, و لقنها حجتها, و وس
مدخلها بحق نبيك و النبياء الذي من قيلي, فإنك أرحم الراحمين
"Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Penyayang."
(Hadist Lemah)
Al 'Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata, "Hadits ini tidak mengandung targhib (anjuran untuk melakukan suatu amalan yang ditetapkan syariat) dan tidak pula menjelaskan keutamaan amalan yang telah ditetapkan dalam syariat. Sesungguhnya hadits ini hanya memberitahukan permasalahan seputar boleh atau tidak boleh, dan seandainya hadits ini shahih, maka isinya menetapkan suatu hukum syar'i. Sedangkan kalian (para penyanggah -pent) menjadikannya sebagai salah satu dalil bolehnya tawassul yang diperselisihkan ini. Maka apabila kalian telah menerima kedha'ifan hadits ini, maka kalian tidak boleh berdalil dengannya. Aku tidak bisa membayangkan ada seorang berakal yang akan mendukung kalian untuk memasukkan hadits ini ke dalam bab targhib dan tarhib, karena hal ini adalah sikap tidak mau tunduk kepada kebenaran, mengatakan sesuatu yang tidak pernah dikemukakan oleh seluruh orang yang berakal sehat."
(Lihat At Tawassul Anwa'uhu wa Ahkamuhu hal. 110 dan Silsilah Ahadits Addha'ifah wal Maudlu'at (1/32) hadits nomor 23. Beliau telah menjelaskan kelemahan hadits ini dan menjelaskan alasannya dengan rici, maka merujuklah ke buku tersebut)
=====================
Al albani itu siapa? Siapa yang menyatakan dia muhaddist?
Kalo al albani muhaddist, dia tdk mengkafirkan imam bukhari.
"Allah adalah Zat yang menghidupkan dan mematikan. Dia Maha Hidup dan tidak mati, ampunilah bibiku Fatimah binti Asad. Ajarkanlah padanya hujjahnya dan luaskanlah tempat tinggalnya yang baru dengan hak nabi-Mu dan hak para nabi sebelumku, karena sesungguhnya Engkau adalah Zat Yang Maha Penyayang."
Hadist diatas dirirwayatkan oleh al thabarani dalam al mu’jam al kabir (24/352) dan al mu’jam al ausath (1/152) dan al hafizh abu nu’aim dalm hilyat al auliya’ (3/121). Menurut al hafizh al haitsami, dalam sanadnya ruh bin shalah, perawi yg dinilai tsiqah oleh ibn hibban dan al hakim, namun ia memiliki kelemahan. Sedangkan perawi-perawi yg lain termasuk perawi hadist shahih. Karena itu, hadist ini bernilai hasan.
Hadist tsb menunjukkan kebolehan bertawassul dengan org yg masih hidup dan yg telah wafat.
Masih ada hadist lainnya:
“Diriwayatkan dari Abdullah bin umar, bahwa suatu ketika kaki beliau terkena mati rasa, maka salah seorang yg hadir mengatakan kepada beliau: “Sebutkanlah orang yg paling anda cintai!”. Lalu ibn umar berkata: “Ya Muhammad”. Maka seketika itu kaki beliau sembuh. [Hadist shahih ini diriwayatkan oleh al bukhari dalam al adab al mufrad (324), al hafizh ibrahim al harbi dalam gharib al hadits (2/673-674), al hafizh ibn al sunni dalam ‘alam al yaum wal al lailah (72-73), dan dianjurkan untuk diamalkan oleh ibn taimiyyah dalam kitabnya al kalim al thayyib (88)].
Hadist tsb menunjukkan bahwa sahabat Abdullah bin umar melakukan tawassul dan istighatsah. Hal ini dilakukan setelah rasulullah wafat.
|
[Pejuang Islam Menanggapi]
BISMILLAHIR RAHMANIR RAHIM
Adi Pratama perlu belajar agama lebih dalam, serta belajar akhlaq yang mulia agar tidak mudah su-uddhan dan salah persepsi terhadap para ulama. |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|