URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 5 users
Total Hari Ini: 207 users
Total Pengunjung: 6224319 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - MEDIA GLOBAL
 
 
Antara Ibu dan Seorang Istri 
Penulis: Abdul Adzim Irsad [15/10/2013]
 
Antara Ibu dan Seorang Istri

Abdul Adzim Irsad

Ada pepatah, seorang wanita jika sudah menikah, maka yang menentukan kebahagiaannya adalah suaminya. Orang jawa bilang ”suwargo nunut, neroko katut’’. Artinya surga dan neraka itu tergantung suaminya. Jika suaminya beneh (bisa di ikuti) dan bisa membimbing agamanya, maka wanita itu kelak akan mendapatkan bahagia di ahirat. Jika suaminya gak bisa apa-apa, maka petaka dunia akhirat akan di dapatkan kemudian hari. Hanya saja, wanita itu akan makan cinta selama hidupnya. Dan, masa berlakunya cinta itu sangat terbatas.

Bagi laki-laki ketika sudah menentukan pasangan hidupnya, ia harus menentukan arah hidup selanjutnya. Jika wanita yang dipilihnya adalah kriteria wanita sholihah, maka ia akan bisa berbuat baik kepada keluarganya. Tetapi, jika wanita pilihan hidupnya bukan kriteria wanita sholihah. Maka separuh hidupnya akan menjadi tahurannya. Tidak aneh, jika seorang lelaki seteah menikah ternyata lebih mementingkan istrinya. Sebab, istrinya tidak mengerti apa yang mesti dilakukan sebagai seorang istri dan anak menantu.

Wanita yang mengerti dan memahami agamanya dengan baik, berarti juga mengerti  apa yang harus dilakukan sebagai seorang menantu. Islam tidak pernah membedakan antara anak dan menanatu. Ketika akad nikah dilangsungkan dan dinyatakan sah, sejak itu pula tidak ada kata mertua dan menentu. Semua dalam poisi yang sama, yaitu anak dan orangtua. Dengan begitu kewajiban seorang anak terhadap orangtua kandunganya, sama persis dengan orangtua suami/istrinya.

Kebanyakan anak laki-laki, kadang lebih mencintai istrinya dari pada ibu kandungnya. Sampai-sampai Nabi SAW mengisahkan seorang sahabat yang bernama Alkomah lebih mementingkan istrinya dari pada Ibu kandungnya sendiri. Padahal, sahabat itu tidak  ada niat menyinggung atau melukai hati ibundanya. Karena sudah terlanjur tersinggung, maka sang Ibu tidak berkenan menemuinya.

Berawal dari sebuah kisah seorang Sahabat Nabi yang bernama Alkomah. Dia seorang sahabat yang amat setia kepada Nabi SAW. Hingga suatu saat Ia menjemput terluka para karena ikut serta dalam sebuah peperangan bersama Rosulullah SAW. Kendati luka parah dalam sekujur tubuhnya, Alkomah sulit dalam sakaratul mautnya. Melihat kondisi seperti ini, Rosulullah SAW menaruh curiga. Sebab, tidak mungkin seorang sahabat Nabi SAW menagalami kesulitan dalam sakaratul maut.

Kesedihan itu semakin mendalam, ketika menyaksikan mulut Alkomah yang tertutup rapat tidak mampu mengucapkan kalimat tauhid . Lidahnya terasa kelu untuk kalimat suci itu.  Padahal para sahabat termasuk Nabi SAW juga telah mengajarkan.  Telinganya telah mendengar, tatapan matanya yang berputar-putar seolah mengerti apa yang harus diucapkannya. Tetapi mulutnya terkunci, tidak dapat melafadlan Kalimah Tauhid.

Lalu Nabi memerintahkan Ali dan Bilal untuk mencari ibu Alkomah, sebab Nabi curiga Alkomah pernah durhaka kepada Ibunya. Ali dan Bilal agak kesulitan menemukan rumah ibu yang terpencil itu. Mereka baru mendapatkan setelah diyakinkan seseorang yang menegaskan bahwa rumah mungil yang tampak kumuh dari luar itu benar-benar rumah ibu Alkomah. Mereka semakin terkejut lagi ketika mengetahui bahwa ibu pemilik gubuk itu sudah sangat tua dan bungkuk.

Dengan hati-hati dan pelan-pelan mereka menanyakan apakah ibu itu adalah benar ibu Alkomah. Dan apakah jawaban ibu itu ???  Sungguh mengejutkan. Nenek tua itu menjawab bahwa Ia bukanlah ibu Alkomah. Ali bersikeras bahwa Ibu itu adalah ibunya Alkomah karena telah diberitahu oleh tetangganya.

Ternyata Nenek itu mengatakan bahwa dulu Alkomah adalah benar anaknya. Ketika masih dalam kandungan, dulu sewaktu dilahirkannya dengan susah payah, dulu sewaktu masih di gendong dirawat dan di susui, dulu sewaktu masih kedinginan, kelaparan, dan telah disuapinya dari sisa-sisa kelelahan seorang ibu. Dulu sewaktu Alkomah belum mempunyai seorang istri yang amat sangat dicintai sehingga telah melupakan Sang Ibu.

 Kesibukan urusan dan terlalu mencintai istrinya telah menyita waktu untuk sekedar menengok samg Ibu yang sudah renta. Bahkan salam pun tidak pernah disampaikan, apalagi mengirimkan nafkah atau sekedar kado. Persaan itu begitu menyakitkan bagi seorang Ibu.

Suatu ketika pernah Alkomah berjalan lewat rumah ibunya dengan membawa dua bungkusan yang terbungkus dengan rapi. Lalu satu bungkusan diserahkan kepada Ibunya. Dengan sukacita dierimanya bungkusan itu dan serta merta dibukanya, dengan harapan sang anak berbahagia. Ternyata bungkusan itu berisi kain sutera yang amat indah. Dipeluknya dan diciumi kain itu.

 Namun, kebahagiaan itu ternyata harus segera sirna. Karena ternyata kain sutera itu bukan untuknya, tetapo untuk istrinya. Kemuduan Alkomah menguarkan kain yang lebih jelek untuk diberikan kepaa ibu kandungannya. Betapa kecawa wanita renta itu. Apalagi,  Alkomah mengatakan dengan jujur bahwa ia telah keliru memberikan hadiah. Seharusnya bungkusan itu adalah untuk istrinya tercinta, dan bungkusan satunya yang untuk ibunya.

Kekecewaan itu membuat Ibu Alkomah sakit hati dan tidak ingin melihatnya lagi. Kekecewaan itu sampai menembus langit, sehingga Allah SWT memberikan pelajaran berharga kepada Alkomah, sekaligus kepada umat Rosulullah SAW. Alkomah bisa setia kepada Nabi SAW, mengikuti jihad di jalan Allah SWT. Tetapi, ternyata kurang memperhatikan Ibundanya. Karena Alkomah merasa lebih mementingkan istrinya dari pada Ibunya sendiri. Karena kejadian itu, Alkomah tidak sulit menghadapi sakaratul maut. Apalagi, jika telah menyakiti ibunya berkali-kali.

Dalam kontek keluarga modern, sering kali seorang suami cinta mati terhadap istrinya, sehingga kurang memperhatikan Ibundanya. Ia bisa haji berkali-kali, tetapi ibunya tetap hidup menderita di kampung halamanya. Jika salah memilih pasangan, maka separuh kehidpuan menjadi taruhan. Semoga pasangan hidup kita tidak pernah membedakan antara mertua dan ibu kandunganya. Semua sama mendapatkan pengormatan dan kemulyaan yang sama, sebagaimana islam ajarkan.

   
 Isikan Komentar Anda
   
Nama 
Email 
Kota 
Pesan/Komentar 
 
 
 
 
Kembali Ke Index Berita
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam