DI-PHK DARI KOMUNITAS PARA WALI
Luthfi Bashori
Peribahasa menyatakan :
Al-istiqaamah khairun min alfi karaamah (Amalan yang istiqamah atau kontinyu itu lebih baik daripada memiliki seribu keramat). Yang dimaksud keramat di sini adalah kemampuan seseorang yang bersifat istimewa dan positif, jauh lebih unggul dibanding umumnya kemampuan orang lain. Keramat ini khusus diberikan kepada seseorang yang dipilih oleh Allah sebagai kekasih-Nya.
Namun tidak semua kemampuan lebih yang dimiliki oleh seseorang dan dapat mengungguli kemampuan orang lain pada umumnya, lantas kemampuan itu dipastikan keramat, dan pemiliknya dipastikan seorang wali kekasih Allah, tetapi terkadang Allah juga memberi kemampuan lebih ini kepada orang kafir atau kepada orang ahli maksiat, hanya saja namanya bukan keramat, tetapi istidraj.
Adapun gunanya istidraj itu, justru untuk menguji pemiliknya, jika tetap dalam kekafiran atau tetap dalam kemasiatan, setelah mendapatkan istidraj, niscaya kelak Allah akan menyiksanya jauh berlipat dan lebih pedih ketimbang orang kafir maupun orang ahli maksiat pada umumnya.
Secara kongkrit, istidraj ini sering diberikan oleh Allah kepada para dukun santet dan paranormal atau yang sejenis pekerjaan ini, seperti ahli hipnotis, sulap, thelepati, peramal nasib dan lain sebagainya.
Dunia penyandang istidraj semacam ini tentunya sangat jauh berbeda dengan dunia para wali kekasih Allah. Ada beberapa tanda atau ciri khas pada seseorang jika dirinya diangkat menjadi kekasih oleh Allah. Antara lain adakalanya orang itu diberi keramat dalam konotasi positif seperti jika ada seorang wali yang berdoa, maka dalam waktu sekejap niscaya Allah akan mengabulkan doanya.
Misalnya, di saat musim kering nan panas dan terik, jika dihitung-hitung menurut logika, tidak memungkinkan turun hujan, lantas ada seorang wali kekasih Allah yang berdoa minta hujan di tengah kerumunan massa, tiba-tiba Allah berkenan mengirim hujan seketika itu, sekalipun tidak ada tanda-tanda mendung sebelumnya.
Ada lagi tanda-tanda seseorang itu diangkat menjadi kekasih Allah, yaitu karena ia dapat berisitiqamah dalam mengamalkan suatu amalan ibadah. Misalnya, ada seseorang yang sejak usia baligh hingga dewasa ia secara kontinyu melaksanakan shalat Dhuha tanpa pernah terputus, sekalipun ia berada dalam keadaan yang sangat menyulitkan dirinya. Atau kontinyu dalam menjalankan amalan ibadah lainnya dan selalu menjaga keistiqamahannya itu secara meyakinkan.
Karena sulitnya praktek menjaga keistiqamahan yang kontinyu dan tak terputuskan sekalipun dalam keadaan sulit apapun, maka orang yang semacam ini besar kemungkinan akan diangkat menjadi salah satu kekasih Allah. Sungguh mulia orang yang dapat beristiqamah semacam ini, Allah berfirman yang artinya: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali kekasih Allah itu mereka tidak pernah khawatir dan tidak pernah bersedih hati. (QS 10 : 62).
Seseorang yang diangkat menjadi wali kekasih Allah, hendaklah terus dapat menjaga diri, khususnya pada hal-hal yang berkaitan dengan hablun minallah (hubungan vertikal antara dirinya dengan Allah), karena jika tidak pandai menjaganya, anggap saja suatu saat ia terkalahkan oleh hawa nafsunya, maka tidak menutup kemungkinan dirinya akan dikembalikan pada derajat semula yaitu kembali sebagai seorang muslim biasa seperti pada umumnya, dan tidak lagi memiliki nilai plus di sisi Allah.
Konon ada seseorang yang semula diangkat menjadi wali kekasih Allah, namun karena suatu hari dirinya bangun kesiangan dan terlambat shalat Subuh, maka ia pun `di PHK` dari komunitas para wali, dan Allah mencabut derajat kewalian yang telah diberikan kepadanya itu.
Hal semacam ini dapat saja terjadi, gara-gara dirinya tidak pandai menjaga hablun minallah. Jika saja orang yang semaca ini masih memiliki sejumlah kemampuan lebih yang dapat mengungguli kemampuan orang lain pada umumnya, maka namanya bukan lagi keramat, tapi sudah berubah menjadi istidraj.