Luthfi Bashori
Nawa adalah nama untuk biji korma dalam bahasa Arab.
Suatu saat guru besar kami, Abuya Assayyid Muhammad bin Alwi Almaliki pernah bercerita dalam satu majelis ta`lim yang beliau asuh, tentang seseorang yang diangkat oleh Allah menjadi wali kekasih-Nya karena sebuah amalan yang tampak sepele namun senatiasa beristiqamah dalam mengamalkannya.
Adapun kejadiannya kurang lebih sebagai berikut:
Konon ada seorang lelaki paruh baya, sebut saja namanya Abdurrahman, yang mempunyai sebuah kamar kosong di dalam rumahnya. Abdurrahman adalah figur seseorang yang taat beribadah, hampir setiap datang waktu shalat, ia selalu aktif berjamaah di masjid kampungnya bersama-sama dengan jamaah yang lain.
Suatu saat tatkala ia duduk-duduk di beranda masjid, tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah nawa (biji korma) yang tergeletak di dekatnya. Lantas diambillah nawa itu, dan tanpa sengaja ia perhatikan secara seksama, tiba-tiba ia temukan sebuah tulisan dari atas ke bawah di sela lipatan (lempitan) kulit tipis pada nawa itu.
Abdurrahman terus berpikir positif, hingga terlintas pada pikirannya bahwa yang ada pada nawa itu layaknya seperti huruf Alif. Maka ia pun berusaha mencari nawa lainnya di sekitar tempat duduknya, karena ada kemungkinan ada orang lain sebelumnya yang makan korma di tempat itu dan membuang bijinya sembarangan.
Benar saja, Abdurrahman menemukan beberapa nawa yang tercecer, lantas ia kumpulkan dan ia perhatikan, ternyata pada setiap nawa itu terdapat yang menyerupai huruf Alif, iapun terus berpikir dengan temuannya ini.
Tiba-tiba Allah menggerakkan dan membuka hati Abdurahman hingga ia meyakini bahwa yang ada pada setiap nawa itu adalah huruf Alif-nya lafadzul Jalalah (Allah) dalam bahasa Arab.
Seperti diketahui, bahwa penulisan lafadz Allah itu terdiri huruf : Alif Laam Laam Haa, maka Abdurrahman berasumsi bahwa setiap yang ada pada nawa itu adalah huruf Alif-nya lafadz Allah tersebut.
Kemudian dibungkuslah nawa-nawa yang ia temukan tadi dan ia pun segera pulang ke rumah dengan membawa nawa-nawa dalam genggamannya. Sesampai di rumah ia sengaja masuk ke kamar kosong miliknya dan ia letakkan nawa tersebut di kamar itu dan ia kunci, dengan niatan kuat agar tidak ada satupun dari anggota keluarganya yang memasuki kamar tadi lantas menginjak atau melangkahi nawa-nawa yang ia yakini terdapat huruf Alif-nya lafadz Allah itu.
Abdurrahman juga berusaha memberi pengertian kepada seluruh penghuni rumahnya, agar mereka tidak salah faham dalam menyikapi keyakinannya itu, hingga keluarganya dapat menerima bahkan mendukung sepenuhnya apa yang dilakukan oleh Abdurrahman.
Pada akhirnya, setiap Abdurrahman pergi ke suatu tempat, maka matanya selalu menyelidik, jangan-jangan ada nawa yang tercecer di sekitar jalanan yang ia lalui, dan benar saja setiap ia temukan nawa tercecer, maka secara otomatis ia memungutnya dan ia bawanya pulang serta ia letakkan di kamar khusus nawa miliknya.
Hingga kamar itu pun menjadi penuh nawa dengan keyakinan Abdurrahman bahwa ia berusaha menyelamatkan huruf Alif-nya lafadz Allah dari jangkauan orang lain yang terkadang mereka tanpa sengaja menginjak atau melangkahi nawa yang tercecer di sembarang tempat itu.
Di sisi yang lain, konon terdapat seorang wali kekasih Allah, sebut saja namanya Ibrahim, yang diberi keistimewaan oleh Allah dapat mengetahui derajat kewalian orang lain.
Tatkala Ibrahim melintas di depan rumah Abdurrahman, ia dapat merasakan bahwa ada salah satu penghuni di dalam rumah itu yang telah diangkat menjadi wali kekasih Allah. Ibrahim pun memutuskan untuk mampir dan mencari tahu apa yang sesungguhnya terjadi dalam rumah tangga ini.
Setelah mendapat informasi tentang perilaku Abdurrahman yang hampir dapat dipastikan jika ia keluar rumah maka akan pulang membawa nawa yang tercecer di jalan dan menyimpannya di dalam kamar khusus nawa, maka Ibrahim pun menjadi tahu, karena berkat keistiqamahan dengan keyakinan Abdurrahman itulah maka Abdurrahman pun diangkat oleh Allah menjadi salah satu kekasih-Nya.