URL: www.pejuangislam.com
Email: editor@pejuangislam.com
 
Halaman Depan >>
 
 
Pengasuh Ribath Almurtadla Al-islami
Ustadz H. Luthfi Bashori
 Lihat Biografi
 Profil Pejuang Kaya Ide
 Imam Abad 21
 Info Asshofwah
Karya Tulis Pejuang


 
Ribath Almurtadla
Al-islami
 Pengasuh Ribath
 Amunisi Dari Tumapel
 Aktifitas Pengasuh
 Perjuangan Pengasuh
 Kalender Ribath
Pesantren Ilmu al-Quran (PIQ)
 Sekilas Profil
 Program Pendidikan
 Pelayanan Masyarakat
 Struktur Organisasi
 Pengasuh PIQ
 
Navigasi Web
Karya Tulis Santri
MP3 Ceramah
Bingkai Aktifitas
Galeri Sastra
Curhat Pengunjung
Media Global
Link Website
TV ONLINE
Kontak Kami
 
 
 Arsip Teriakan Pejuang
 
SETAN BISU & SETAN BICARA 
  Penulis: Pejuang Islam  [7/8/2025]
   
AYOO SHALAT MALAM ! 
  Penulis: Pejuang Islam  [4/8/2025]
   
KOMUNIKASI DI MEJA MAKAN 
  Penulis: Pejuang Islam  [28/7/2025]
   
SUJUD SYUKUR 
  Penulis: Pejuang Islam  [27/7/2025]
   
MENGALAHKAN HAWA NAFSU 
  Penulis: Pejuang Islam  [20/7/2025]
   
 
 Book Collection
 (Klik: Karya Tulis Pejuang)
Pengarang: H. Luthfi B dan Sy. Almaliki
Musuh Besar Umat Islam
Konsep NU dan Krisis Penegakan Syariat
Dialog Tokoh-tokoh Islam
Carut Marut Wajah Kota Santri
Tanggapan Ilmiah Liberalisme
Islam vs Syiah
Paham-paham Yang Harus Diluruskan
Doa Bersama, Bahayakah?
 
 WEB STATISTIK
 
Hari ini: Senin, 22 September 2025
Pukul:  
Online Sekarang: 8 users
Total Hari Ini: 64 users
Total Pengunjung: 6224166 users
 
 
Untitled Document
 PEJUANG ISLAM - KARYA ILMIAH USTADZ LUTHFI BASHORI
 
 
DOA BERSAMA, BAHAYAKAH ?  
Penulis: Pejuang Islam [ 5/10/2016 ]
 

DOA BERSAMA, BAHAYAKAH ?

 (WAWANCARA ILMIAH - TAHUN 1998 M)


 PERANG SALIB MODERN

FORUM GENERASI AHLUSSUNNAH (For Gen Sunnah), adalah perkumpulan pemuda Islam yang dimotori oleh H.Luthfi Bashori pada era 1998, telah mewawancarai beberapa tokoh masyarakat dan generasi muda, yang dianggap mempunyai wawasan dan dedikasi tinggi terhadap agama Islam, yang mana ghirah Islamiyah (kepedulian terhadap Islam) mereka adalah sebagai cermin kehidupan di tengah masyarakat, yang berorientasi pada batas-batas norma Islam. Ghirah Islamiyah mereka inilah sudah selayaknya dilestarikan.

Dalam penyajian hasil wawancara tahun 1998 M ini sengaja diberi judul PERANG SALIB MODERN, meminjam istilah Dr. Muhammad bin Thohir Sp KJ. Berikut inilah hasil wawancara For Gen Sunnah tentang kepedulian mereka terhadap “kemurnian” ajaran agama Islam, sesuai dengan tunmtunan Alquran dan Hadits Nabawi.

For Gen Sunnah :
Pada akhir-akhir ini, ada di antara umat Islam yang tidak bisa membedakan definisi orang muslim dan orang kafir, bagaimanakah perbedaan orang muslim dan orang kafir dalam pandangan Islam?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
(Ketua Yayasan Rumah Sakit Islam Surabaya)

Orang muslim adalah orang yang mempunyai aqidah rukun Iman 6 dan rukun Islam 5, serta mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW. Orang kafir adalah orang yang di luar Islam (non muslim). Allah berfirman yang artinya, Sesungguhnya agama yang di sisi Allah, hanyalah Islam.

KH. Mas Nur Chamid:
(Pengasuh Ponpes Al-Badar Sidoresmo-Surabaya)

Orang muslim adalah orang yang meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah serta beribadah kepada-Nya, dan meyakini bahwa Muhammad adalah utusan-Nya, dan membenarkan semua ajaran yang telah disampaikannya. Sebagaimana yang termaktub dalam kitab ( Mirqatu su`ud at-tashdiq fi syarhi Sullam at-taufiq, karangan al-Alim al-Fadhil wa al-Warik al-Kamil as-Syaikh Muhammad Nawawi). Yaitu bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan membenarkan/meyakini segala apa yang datangnya dari Allah – lewat Nabi Muhammad SAW.

Dr. Muhammad bin Thohir, Sp KJ:
(Pembina Yayasan RSI, dan Staf RSJ Menur-Surabaya)

Orang muslim adalah yang memegang teguh rukun Iman dan rukun Islam, utamanya mengucapakan Syahadatain (dua kalimat Syahadat, asyhadu an-laa ilaaha illallaahu, wa anna muhammadan rasulullah, saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan saya bersaksi bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah).

Orang kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah, dan tidak percaya kepada para Nabi, atau percaya kepada Allah tetapi juga percaya kepada tuhan selain Allah, seperti memberhalakan makhluk, termasuk manusia kafir contohnya adalah yang menuhankan Nabi Isa.

HM. Yahya Chozin:
(Ra`is Syurya MWC NU Wonokromo - Surabaya)

 Orang muslim adalah orang yang berserah diri kepada ketentun Allah SWT dalam menciptakan dia, yaitu hanya untuk beibadah kepada Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya yang artinya: Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali hanyalah untuk menyembah/brribadah kepada-Ku. Serta meyakini bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.

Orang kafir adalah orang yang beranggapan bahwa selain Alah ada ilah (Tuhan) lagi, meskipun ia mengatakan bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam, atau mengingkari kerasulan Muhammad SAW.

H.Abdul Wahid Razzaq:
(Pengasuh TPQ Masyithoh, Ngoro-Mojokerto, dan pengurus Cabang NU kab. Mojokerto).

Orang muslim adalah orang yang berserah diri kepada Allah dan melaksanakan perintah-perintah-Nya, khususnya mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Orang kafir adalah yang mengkufuri Allah dan Rasul Muhammad SAW, artinya tidak mau melaksanakan ajaran agama Islam.

Ny. Su`udiyah:
(Guru agama SDN Wedi - Sidoarjo).

Orang muslim adalah orang yang meyakini adanya Allah SWT dan NAbi Muhammad SAW adalah utusan Allah, serta mengerjakan shalat, puasa, zakat dan berhaji bagi yang mampu.
Orang kafir adalah orang yang tidak percaya adanya Allah dan mengingkari ajaran-ajaran Rasul-Nya, Muhammad SAW.

H. Achmad Zahid:
(Pengasuh Majelis Ta`lim (rutinan), Purworejo-Pasuruan).

Orang muslim adalah orang yang mengucapkan dua kalimat Syahadat, melakukan shalat lima waktu, puasa bulan ramadhan, mengeluarkan zakat serta berhaji jika mampu.
 Orang kafir adalah orang yang tidak beriman kepada Allah sebagai Tuhan YME dan mengingkari Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya.

H. Ahmad Sulthon:
(Staf Pengajar Ponpes Nurul Ulum Malang).

Orang muslim adalah orang yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah, dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW utusan Allah, serta tunduk dan patuh pada hukum-hukum Allah dan syariat Nabi Muhammad SAW.

Orang kafir adalah orang yang tidak percaya kepada Allah, dan tidak meng-Esakan-Nya, atau percaya kepada Allah tetapi tidak tunduk kepada hukum-hukum-Nya, atau percaya kepada Allah tetapi tidak membenarkan Nabi Muhammad dan syariat yang dibawanya.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
( tokoh pemuda):

(Wakil ketua lembaga pendidikan ma’arif, biro TPQ Tambak Oso - Sidoarjo, dan Staf Pengajar SD dan SMU Khadijah Surabaya).
Siapa saja yang saat ini masih berada pada dua kalimat Syahadat ‘Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah’ adalah tergolong muslim , sedangkan orang kafir adalah orang-orang yang tidak berjalan di atas doktrin Nabi Muhammad SAW. Meskipun orang tersebut berkelakuan baik, tetapi tidak membaca dua kalimat Syahadat, tergolong kafir.

Muhammad Atho`illah Yusqi:
(Mahasisiwa semester III Fakultas Teknologi Industri, jurusan teknik elekyro, ITS Surabaya)

Yang jelas-jelas membedakan muslim dan kafir adalah ucapan dua kalimat syahadat, karena hal itu merupakan rukun Islam, artinya pintu gerbang masuk Islam adalah membaca dua kalimat syahadat, setelah itu barulah dituntut untuk mengamalkan ajaran Islam. Adapun orang kafir itu adalah orang yang tidak mengakui keberadaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Muhammad Mushonnif :
(Santri Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras-Jombang)

Orang Islam adalah orang yang mengucapkan Syahadatain (dua kalimat Syahadat ), dan meyakini rukun iman yang enam, serta rukun Islam yang lima. Orang kafir adalah orang yang mengingkari rukun iman dan rukun Islam. Apabila ada orang yang menjalankan hampir seluruh kegiatan Islam, namun tidak mengucapkan dua kalimats, maka orang itu tidak dikatakan muslim.

Nur Qomari:
( tokoh pemuda ):

( Anggota takmir masjid Al-Azhar Petemon-Surabaya)
Menurut pandangan Islam, orang muslim adalah orang yang bersaksi, bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah. Orang kafir yaitu orang yang mengingkari keduanya.

For Gen Sunnah:
Banyak orang yang masih kabur tentang kedudukan agama Yahudi dan Nasrani yang ada di dunia sekarang ini, apakah mereka tergolong muslim atau kafir?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Saya prihatin terhadap penafsiran salah tentang QS. Al-Baqarah, ayat 69, yang artinya “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja mereka (di antara) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.

Ayat ini ditafsirkan: Orang di luar Islam selagi masih beragama, maka mereka itu bukan orang kafir. Padahal, kalau dilihat di dalam kitab tafsir para ulama, yang dimaksudkan itu terbatas kaum Yahudi yang hidup pada zaman Nabi Musa yang setia mengamalkan ajaran Nabi Musa. Demikian juag pada zaman Nabi Isa, adalah para pengikut Nabi Isa yang setia mengamalkan ajaran Nabi Isa dan meninggalkan ajaran Musa. Pada saat zaman Nabi Muhammad SAW, adalah pengikut Nabi Muhammad SAW yang setia mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW, dan meninggalkan ajaran nabi Isa . Jadi ajaran yang dulu-dulu sudah tidak payu (laku).

Dalam keputusan muktamar NU ke III, dinyatakan bahwa Ahli kitab itu sudah tidak ada sekarang, karena Yahudi dan Nasrani yang sekarang itu menentang Islam. Hadits yang berartikan, Demi dzat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidak mendengar seorang dari umat ini (tentang ajaran)-Ku, seorang Yahudi atau Nasrani kemudian meninggal dunia, dan tidak beriman dengan apa yang aku diutus, kecuali ia adalah termasuk dari penduduk neraka. (HR. Muslim). Artinya mereka adalah kafir.

KH. Mas Nur Chamid:
Baik Yahudi maupun Nasrani bukan termasuk muslim. Di dalam kitab Kunuzus Sunnah, karangan as-Syaikh Muhammad Ali as-Ashabuni diterangkan, bahwa syariat Nabi Isa telah dihapus secara otomatis dengan datangnya syariat Nabi Muhammad SAW, sebagaimana syariat NAbi Musa dihapus dengan datangnya syariat Nabi Isa. (artinya umat yang ada sejak Nabi Muhammad diutus, harus masuk Islam, yang tidak memenuhi aturan ini adalah kafir/non muslim)

Dr. Muhammad bin Thohir:
Minimal musyrik, mereka tidak mempercayai Muhammad sebagai Rasulullah SAW, itu juga termasuk kekafiran. Kalau zaman Nabi Musa, orang Yahudi itu muslim, dan di zaman Nabi Isa, orang Nasrani itu muslim. Sebenarnya, kan tidak ada agama Yahudi maupun Nasrani, sebab pada hakekatnya agama yang diturunkan oleh Allah sejak Nabi Adam hingga Rasulallah SAW itu adalah Islam.

Kalau estafetnya, setelah Nabi Musa tidak ada, maka harus beriman kepada Nabi Isa bagi yang se zaman dengan Nabi Isa , yang tidak beriman kepada Nabi Isa saat itu adalah kafir (artinya, kaumnya Nabi Musa yang tidak beriman kepada Nabi Isa adalah kafir). Setelah itu, estafetnya adalah beriman kepada Nabi Muhammad SAW, maka barang siapa yang tidak mengimani kerasulan Muhammad SAW dari kaum Nabi Isa apalagi kaum Nabi Musa maka orang tersebut adalah kafir, walaupun ia beriman kepada Allah dan para Nabi terdahulu.

HM. Yahya Chozin:
Mereka tergolong kafir, karena kitab mereka sudah tidak samawi lagi (banyak tabdil/perubahan) dan tidak asli lagi, sehingga banyak pertentangan-pertentangan dan penyelewengan agama yang terdapat di dalam kitab mereka.

H.Abdul Wahid Razzaq:
Orang Yahudi dan Nasrani yang ada sekarang ini harus tegas dikatakan kafir, kalau ada orang yang idak berani mengatakan Yahudi dan Nasrani itu kafir, sangat membahayakan aqidah kita.

Ny. Su`udiyah:
Yang penting apabila tidak mengerjakan sebagaimana layaknya orang muslim, ya kafir.

H. Achmad Zahid:
Orang Yahudi termasuk kafir sesuai yang tersebut dalam Al-Qur`an, karena meyakini Uzairadalah anak Allah. Orang Nasarani termasuk kafir, karena meyakini bahwa Allah, Isa dan MAryam, yang menurut mereka ketiganya adalah tuhan (trinitas).

H. Ahmad Sulthon
Mereka tergolong orang-orang kafir karena tidak meng-Esakan Allah dan tidak mempercayai Nabi Muhammad SAW, padahal semua Nabi dan termasuk Nabi-nabi mereka sendiri, menyuruh mereka untuk meng-Esakan Allah dan beriman kepada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana diterangkan di dalam Al-Qur`an surat As-Shaff ayat 6, surat Ali Imran ayat 81, surat An-Nisa` ayat 171-172, surat al-Maidah ayat 72, 116-117, suratal Anbiya` ayat 25, dan lain-lain.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Kalau saya mengacu pada ayat “ wa laa tardlaa `ankal yahuuda wa lan nashaara hatta tattabi`a millatahum” yang artinya (orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka), bukan saja karena mereka itu kafir, bahkan musuh umat Islam. Sebab mereka akan selalu menyeret umat Islam , baik dengan cara pelan-pelan maupun secara paksaan, agar meninggalkan ajaran agama Islam.

Muhammad Atho`illah Yusqi:
Menurut saya ,agama Yahudi dan Nasrani yang sekarang ini jelas kafir, karena sudah “direformasi” oleh agama IIslam. Kalau memang dahulu mereka menyembah Allah, tentunya harus taat jika diperintah mereformasi untuk mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.

Muhammad Mushonnif :
Menurut analisa saya, agama Yahudi dan Nasrani itu benar-benar kafir, karena cara beribadahnya saja berbeda dengan orang muslim, di antara yang menyebabkan kekafiran mereka, orang Yahudi berkeyakinan bahwa Uzair itu anak Allah, sedang orang Nasrani mengatakan Isa itu anak Allah.

Nur Qomari
Yahudi dan Nasrani yang sekarang ada itu adalah kafir, karena umat sekarang ini adalah umat Nabi Muhammad SAW, yang tidak mengikuti ajaran beliau adalah kafir.

For Gen Sunnah:
Dalam surat Al-Maidah ayat 73 Allah berfirman yan artinya “ sesungguhnya telah kafir orang yang mengatakan bahwa Allah itu adalah salah satu dari yang tiga/trinitas” bagaimana penjabarannya?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Kalau Allah, Isa dan Maryam, ketiganya itu diyakini sebagai Tuhan, jelas kafir, mereka kan masih bersikukuh 1+1+1=1, ini bertentangan dengan logika, dan termasuk hal yang tidak bisa diterima oleh akal sehat.

KH. Mas Nur Chamid:
Orang Nasrani berkeyakinan bahwa adanya tuhan itu tiga: Bapak, Ibu, Anak atau Allah, Isa, Maryam (Jadi kafir menurut Al-Qur`an, pen)
Dr. Muhammad bin Thohir:
Trinitas itulah keyakinan orang Kristen. Mereka mempertuhankan selain Allah, termasuk Nabi Isa dan St. Maryam. Jadi orang Kristen itu kafir.

HM. Yahya Chozin:
Orang itu kafir, apabila meyakini adanya tuhan selain Allah.


H.Abdul Wahid Razzaq:
Penjabarannya adalah keyakinan Trinitas orang Kristen itu, dikafirkan oleh Allah. Inilah kefahaman orang Kristen yang tersebar di Indonesia, mereka mengatakan bahwa tuhan itu tiga adalah satu, satu adalah tiga ( tuhan bapak, ibu dan anak) ini namanya pengkaburan.

Ny. Su`udiyah:
Penjabarannya terdapat di dalam surat Al-Ikhlas yang artinya:
Katakanlah (Muhammad) Dialah Allah Yang Maha Esa.
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.
Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan.
Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan dengan Dia.
(artinya yang bertentangan dengan surat ini adalah kafir, pen).

H. Achmad Zahid:
Maksudnya, menurut orang Kristen, Tuhan itu ada tiga. 1). Allah 2). Isa 3). Maryam.

H. Ahmad Sulthon
Penjabarannya : bahwa siapa saja yang berkeyakinan bahwa selain Allah ada tuhan yang patut disembah, atau tuhan yang terbilang, atau terdiri dari Allah, Isa dan Maryam, maka dia orang kafir, yang akan mendapat adzab pedih di akherat selama-lamanya.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Orang Nasrani meyakini adanya tuhan bapak, ibu, dan anak, maka keyakinan ini bertentangan dengan kandungan surat Al-Ikhlas yang intinya adalah bahwa tuhan itu adalah satu, pemahaman inilah diantara perseteruan abadi secara teologi antara Islam dan kristen.
Muhammad Atho`illah Yusqi:
Mengkutuskan /menuhankan Isa dan Maryam hukumnya adalah kafir.

Muhammad Mushonnif :
Dalam surat Al-Ikhas sudah jelas, bahwa Allah itu satu bukan tiga, seperti yang didakwahkan orang Nasrani.

Nur Qomari
Trinitas dalam keyakinan orang-orang Nasran, bertentangan dengan ayat yang bermakna “ katakanlah Allah itu satu) dan juga ayat (Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.)

For Gen Sunnah:
Bagaimana hukumnya seorang muslim yang mencampuradukkan urursan ibadah dengan agama lain, misalnya di dalam bersuci/beristinjak ia memulai dengan doanya orang Nasrani (barangkali ada), kemudian istinjak secara Islam, lantas diakhiri dengan doanyaorang Hindu (barangkali ada)?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Rusak imannya, itu sih… sebenarnya ragu terhadap kebenaran Islam, orang yang menggunakan kombinasi dalam ibadah, Islamnya tidak mantap, jadi rusaklah imannya. Sungguh sangat disayangkan, karena sama halnya ia merusak imannya sendiri.

KH. Mas Nur Chamid
Hukumnya tidak boleh bahkan murtad, sebagaimana termaktub dalam kitab Sullam at Taufiq, karangan Al-Allamah As-Syaikh Abdullah bin Al-Husain bin Thahir bin Muhammad bin Hasyim ba `Alawi hal. 6 : “murtad itu ada tiga macam, murtad disebabkan keyakinan, perbuatan dan perkataan. “

Dr. Muhammad bin Thohir
Itu sih… orangnya yang perlu “direformasi”. Untuk setiap ibadah sudah ada tuntunannya, misalnya shalat,, haji, dan lainnya sudah ada aturannya tersendiri. Sebagai orang muslim yang baik, minimal ia harus “mendekati” kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya SAW semaksimal mungkin. Tetapi jika jelas-jelas tidak menggunakan cara-cara selain Islam, namanya “tersesat”, itupun kalau tidak tahu.. tetapi kalau karena “keyakinan” dengan niat melanggar, atau “lintas agama” itu sudah melanggar aqidah, dan termasuk dalam “waman yabtaghu ghairal Isalaami diinan falan yuqbalu minhu” yang artinya (barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya… )

HM. Yahya Chozin:
Murtad, kalau ia menganggap bahwa aturan agama Islam belum sempurna, dan masih perlu disempurnakan oleh agama lain. Di samping itu juga ia menganggap bahwa aturan agama lain itu benar.

H.Abdul Wahid Razzaq:
Termasuk murtad yang disebabkan perkataan dan perbuatan. Kalau boleh saya misalkan, itu sama halnya kalau ada perbuatan munkar dilakukan dihadapan kita lantas kita mengatakan: “itu sih sudah lumrah”, yang demikian ini bisa menyebabkan kemurtadan sebab menyepelekan hukum Allah. Na`udzubillah. Perlu diingat oleh umat Islam bahwa usaha-usaha msemacam demikian inimadalah “proyeknya” non muslim, agar orang Islam menjadi lemah dalammmenegakkan agamanya, minimal pasiflah terhadap urusan agama.

Ny. Su`udiyah:
Hukumnya haram atau berdosa, jadi tidak boleh.

H. Achmad Zahid:
Hukumnya haram. Allah berfirman: “walaaa talbisul lhaqqa bi baathili” (janganlah nkalian mencampuradukkan yang hak dan yang bathil)

H. Ahmad Sulthon
Orang tersebut sangat tidak dibenarkan oleh Islam, karena dia mencampur antara yang hak dan yang bathil, dan kalau dia ikut berdoa dengan doanya orang kafir barang kali bisa murtad, atau keluar dari agama Islam na`udzubillahimindzalik lihat Al-Qur`an surat Al-Baqarah ayat 42, kita disuruh masuk Islam secara keseluruhan termasuk dalamnya adalah tata cara berdoa.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Jelas tidak boleh dong… itu namanya ngawur (sembarangan, pen) ambil saja contoh kalau kita minum susu dicampur air kencing, bagaimana rasanya kira-kira? Yang jelas tidak enak.
Muhammad Atho`illah Yusqi:
Orang yang mencampuradukkan agama Islam dengan agama lainnya, menandakan kedangkalan imannya, sama halnya tidak meyakini kebenaran agama Islam secara mutlak. Jadi itu adalah perbuatan bid`ah dhalalah (sesat).

Muhammad Mushonnif :
Orang semacam ini berarti belum pernah mempelajari hukum Islam yang sebenarnya, sesuai yang telah ditulis oleh para ulama, sudah semestinya orang tersebut belajar kembali dasar agama Islam, agar tidak semakin tersesat. Kalaupun ia tidak memahami kitab-kitab yang bebahasa arab, sekarang sudah banyak terjemahan dari kitab-kitab para ulama, sebagai tuntunan untuk beragama Islam yang baik. Ringkasnya menurut saya, kalau disengaja mencampuradukkan Islam dengan agama lainnya, sama halnya melecehkan agama Islam secara besar-besaran.

Nur Qomari
Kalau menurut saya, mumpung-mumpung (selegi, pen) saat ini era reformasi orang tersebut otaknya perlu direformasi, agar tidak sembarangan mempermainkan agama. Jadi perbuatannya itu tidak benar menurut agama Islam.

For Gen Sunnah:
Berdoa, dalam pandangan Islam apakah termasuk urusan ibadah atau bukan?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Termasuk Mukhkhul Ibadah (sentral ibadah) , bahkan Allah berfirman: “wa qaala rabbukum ud`uunii astajibu lakum, innalladzina yastakbiruuna `an ibaadatii sayadkhuluuna jahannama daakhiriin” yang artinya (dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kukabulkan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina dina”)

Jadi, doa ini adalah inti dari semua usaha-usaha kita, tidak ada suatu yang tidak diakhiri dengan doa, dan ini sebagai berikut pengabdian diri kepada Allah. Tanpa berdoa berarti ia mengandalkan kekuatan diri sendiri. Karena doa adalah ibadah, maka harus murni sesuai aturan agama (tidak bercampur kemaksiatan apalagi kesyirikan, pen)

KH. Mas Nur Chamid
Doa termasuk ibadah, ini termaktub dalam kitab fathul Qariib al-Mujib, karangan Al`allamah as-Syaikh Muhammad bin Qasim al-Ghaz mengatakan: Shalat itu secara bahasa adalah doa.

Dr. Muhammad bin Thohir
Doa itu intinya ibadah, shalat itupun berdoa, bahkan termasuk ibadah yang spesifik. Dengan berdoa kita menyambung hablum minaallah (hubungan vertical dengan Allah) secara intensif, sebab kalau berdoa itu tidak hablum minaaalh lantas memohon kepada siapa, apa harus berdoa kepada taghut-taghut?
Kita sudah diberi tuntunan dalam Al-Qur`an Al-Karim: waqaala rabbukum ud`uunii astajiibu lakum, yang artinya (dan Tuhanmu berfirman: “ berdoalah kepadaku niscaya akan kukabulkan bagimu”). Ini juga yang membedakan antara orang Islam dengan non muslim. Jadi kita harus tahu cara doa yang benar itu hanya memohon kepada Allah SWT. Inilah keyakinan kita, bukan minta kepada berhala-berhala baik yang ‘kuno’ maupun ‘modern’ termasuk manusia.

HM. Yahya Chozin
Addu`aau huwal `ibaadatu bal mukhkhul ibaadati (doa itu ibadah bahkan inti Ibadah).

H.Abdul Wahid Razzaq:
Termasuk ibadah, karena ada hubungannya dengan perintah Allah dalam Al-Qur`an sbb:
Wa qaala rabbukum ud`uunii astajiibu lakum yang artinya (dan tuhanmu berfirman: Berdoalah kepadaKu niscaya akan Aku kabulkan bagimu”).

Saya tidak hanya mencermati makna ayat ini, justru yang terpenting ud`uunii adalah kalimat perintah, jadi memenuhi perintah Allah itu adalah ibadah bahkan wajib dilakukan.

Ny. Su`udiyah:
Dalam pandangan Islam, berdoa termasuk urusan ibadah, karena di dalamnya mengandung bermacam-macam dzikir kepada Allah SWT, serta munajat kepada-Nya.

H. Achmad Zahid:
Doa termasuk ibadah, sesuai dengan sabda Rasulullah SAW “addu`aau mukhkhul `ibaadah” (doa adalah inti ibadah)

H. Ahmad Sulthon
Berdoa termasuk ibadah dalam pandangan Islam, bahkan orang yang tidak berdoa dianggap sombong kepada Allah, lihat Al-Qur`an surat Al-A`raf ayat 55-56, bahwa orang yang tidak mau berdoa dianggap orang yang melampaui batas. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya (doa itu ibadah) dan (doa itu inti ibadah) masih banyak hadits-hadits yang menerangkan bahwa doa termasuk ibadah bahkan inti ibadah.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Ya jelas ibadah, dasarnya adalah sabda Nabi SAW yang artinya “Doa itu adalah inti ibadah”, karena itu hampir seluruh kegiatan ibadah diawali dan diakhiri dengan doa, minimal dalam niatnya harus lillahita`ala, ini sudah mengandung unsur ibadah.

Muhammad Atho`illah Yusqi:
Menurut saya adalah ibadah, karena termasuk menjalankan perintah Allah yang artinya (dan Tuhanmu telah berfirman: berdoalah kepada-Ku, niscaya akan kukabulkan bagimu)

Muhammad Mushonnif :
Ya jelas termasuk ibadah, disamping kita harus berusaha dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tentunya kita tidak boleh meninggalakan berdoa memohon kepada Allah sebagai bukti ketaatan kita kepada –Nya.

Nur Qomari
Doa itu jelas ibadah, kita mengingat nama Allah pun ibadah, apalagi kita berdoa atau minta kepada Allah, lebih dari ibadah, logikanya berdoa itu lebih dari sekedar ingat.

For Gen Sunnah:
Sekelompok orang berkumpul jadi satu dari berbagai macam agama, untuk mengadakan doa bersama, dan pembacaan doa dipimpin bergantian antar pemuka agama yang berlainan pula. Apakah kegiatan semacam ini ada tuntutannya dalam Islam?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Tidak ada tuntutannya dalam Islam, pokoknya harus jelas permasalahannya, kan tiap agama punya aturan sendiri-sendiri. Doa bersama yang dipimpin bergantian dan diamini bersama-sama, minimal saya katakana bid`ah yang dekat dengan dlalalah (sesat).

Kalau saya tidak menilai perisatiwa ‘doa bersama’ itu, justru pengaruhnya kepada orang yang tidak mengerti sangat membahayakan, misalnya ada orang Nasrani datang ke rumah seorang muslim, dan mengajak ke gereja, dengan dalih, toh ‘bapakmu’ kemarin ikut ‘doa bersama’ , masak kamu lebih pintar dari bapakmu? Kalau dia (orang muslim) itu ikut, ini kan membahayakan aqidanya. Kemudian si muslim itu mengamini doa-doa pastur di gereja……..wah, rusak semua jadinya.

KH. Mas Nur Chamid
Tidak ada tuntunannya dalam Islam, (bagimu agamamu dan bagiku agamaku). Kalau secara imani Islam (orang Islam berkumpul dengan sesamanya untuk berdoa bersama, pen) boleh hukumnya.

Dr. Muhammad bin Thohir
Menurut pemahaman saya, acara ini tidak ada tuntunannya dalam Islam. Kalau ada orang-orang berkumpul, kemudian ada aba-aba berdoa menurut keyakinan masing-masing, yaa sudah selayaknya kita berdoa sendiri sesuai dengan keyakinan kita. Acara semacam ini sudah umum di negara kita. Yang tidak boleh itu, kalau ada non muslim berdoa kemudian kita ikut ‘nimbrung’ di situ. Sebab berdoa itu kegiatan sakral, dan disinilah letak lakum diinukum waliyadiin (bagimu agamamu dan bagiku agamaku), kalau dicampur aduk namanya haddan baathilan (definisi/batasan yang bathil). Kalau saya pribadi secara mutlaq, tidak mau jika harus dengan doanya non muslim. Kalau berkumpul dengan non muslim lantas berdoa sendiri-sendiri atau individu-individu, ya nggak apa-apa seperti yang yang umum dilakukan di acara-acara resmi.

Yang saya ketahui, dalam acara kenegaraan selama ini yang memimpin doa adalah orang Islam, minimal menteri agama (Islam). Saya belum pernah mengalami acara kenegaraan atau “resmi” yang berdoa dari non muslim, dan andaikata saya mengalami, pasti saya protes, sebab warga Indonesia itu mayoritas umat Islam masak yang memimpin doa orang non muslim. Kalau saya diam saja berarti iman saya termssuk “adl`aful iimaan” (paling lemahnya iman).

HM. Yahya Chozin
Dalam pandangan Islam justru dilarang, karena Allah berfirman “wa man yabtaghi ghairal Islaami diinan falan yuqbala minhu wa huwa fil aakhirati minal khaasiriin” yang artinya (barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu dari padanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi). Jadi tidak ada tuntunan dalam agama, bahkan ada larangan yaitu surat al-Kafirun yang berbunyi lakum diinukun waliyadiin yang artinya (bagimu agamamu dan bagiku agamaku)

H.Abdul Wahid Razzaq:
Yang jelas tidak ada tuntutannya dalam Islam. Jadi sebaiknya kalau ada undangan semacam itu kita tidak usah hadir.

Ny. Su`udiyah:
Kegiatan semacam ini dalam pandangan Islam belum menemukan tuntutannya, atau tidak ada anjuran untuk berkumpul dan mengadakan doa bersama dengan orang yang lain agama, tetapi yang saya ketahui dalam al-Qur`an surat al-Kafirun. Mulai ayat satu sampai ayat enam, acara itu dilarang oleh Allah.

H. Achmad Zahid:
Tidak boleh, karena dalam Islam tidak ada tuntutannya. Di dalam Al-Quran terdapat ayat yang berbunyi “walaa tukminuu illa liman tabi`a diinakum” (dan janganlah kamu percaya melainkan kepada orang yang mengikuti agamamu).

H. Ahmad Sulthon
Apabila yang memimpin doa itu orang Islam maka tidak dilarang oleh agama Islam, tetapi datangnya orang-orang dzalim, atau orang-orang kafir di tengah-tengah orang islam, barangkali itu yang menghalangi terkabulnya doa, karena di tengah-tengah mereka ada orang-orang yang dimurkai Allah, maka menurut Islam, berdoa yang paling baik dan mudah dikabulkan oleh Allah, adalah apabila orang-orang yang berkumpul itu orang-orang mukmin saja.Hal ini pernah dialami oleh Nabi Musa AS berdoa bersama kaumnya dan tidak dikabulkan, kemudian ada wahyu dari Allah turun, bahwa tidak dikabulkan doanya karena ada orang dzalim bersamanya.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Barangkali secara ringkas saya bisa mengatakan, bahwa doa orang muslim yang dicampuraduk dengan doa orang kafir di satu tempat dan satu waktu ,ya jelas doanya ditolak dan tidak diterima (marduudatun laa tuqbal).

Nur Qomari
Sebelum saya menjawab pertanyaan tadi, saya jadi ingat tentang masalah imam shalat, artinya pada saat kita shalat dan menjadi makmum tentunya kita harus yakin bahwa yang menjadi imam itu beragama Islam, sebab jika yang mengimami itu orang kafir, shalat kita pasti batal. Demikian juga dengan doa, padahal doa itu sentralnya ibadah, dan jika bercampur dengan kemusyrikan tentunya akan sia-sia.

For Gen Sunnah
Seorang muslim hadir dalam undangan ‘doa bersama muslim-non muslim’, pada saat pelaksanaannya, ternyata doa dipimpin bergantian oleh tokoh-tokoh agama yang berlainan agama pula, dan para hadirinpun bersam-sama mengamini doa yang dipanjatkan oleh setiap tokoh agama. Bagaimana hukum seorang muslim yang mengamini doa orang kafir (sebut saja doa pimpinan Budha) tersebut ?

KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Kalau tidak mengerti bahwa perbuatan itu termasuk perusakan aqidah, yaa… mudah-mudahan diampuni oleh Allah SWT. Tetapi kalau mengerti atau pura-pura tidak mengerti, berarti menyetujui kesyirikan, sebab mintanya bukan kepada Allah SWT .KH. Mas Nur ChamidHukumnya tidak boleh, bahkan tergolong murtad, sebagaimana termaktub dalam kitab Mirqatu Su`ud at-Tashdiq, hal. 11 : Termasuk pembagian tiga hal yang menyebabkan kemurtadan adalah –perbuatan- seperti sujud kepada berhala (pengaminan seorang muslim terhadap doa orang kafir diibaratkan seperti meridlai penyembahan berhala, pen).Dr. Muhammad bin ThohirKalau ia tahu persis, bukan karena kebodohan, misalnya orang Nasrani berdoa ‘Wahai Bapak yang di sorga’ lantas ia mengamini, ia sudah masuk daerah kesyirikan. Untuk lebih berhati-hati, barangkali suatu saat kita diundang acara ‘doa bersama’ semacam itu maka dengan tegas kita harus menolak.Lain halnya andaikata kita terjebak pada satu acara resmi, semua diatur secara protokoler. Begitu waktu penutupan, ternyata pimpinan doa ditunjuk dari salah seorang pejabat tinggi yang kebetulan non muslim, jadi sifatnya insidentil dan kita tidak kuasa menolaknya, kalau sudah demikian minimal kita harus ingkar dalam hati.

HM. Yahya Chozin
Kalau orang muslim tersebut ridla apalagi mengamini doa orang Budha tadi, sama halnya meridlai kesyirikan/kekafiran. Padahal ridla terhadap kemaksiatan hukumnya maksiat dan ridla terhadap kesyirikan/kekafiran hukumnya syirik/kafir.

H.Abdul Wahid Razzaq:
Menurut saya itu sudah masuk perilaku munafiq, walaupun dalilnya itu untuk kerukunan, yang jelas tidak dibenarkan oleh agama. Kalau kegiatan itu terus dibiarkan bisa-bisa membuat kita bersifat bunglon.

Ny. Su`udiyah:
Orang Islam mengamini doa orang non muslim hukumnya tidak boleh
H. Achmad Zahid:
Hukumnya haram, karena berdoa termasuk urusan ibadah menurut Islam.

H. Ahmad Sulthon
Orang Islam yang mengamini doanya orang kafir bisa menjadi kafir, karena dengan mengamini doa orang kafir tersebut, berarti membenarkan tuhan mereka, jadi berarti dia ridla terhadap kekafiran/kemusyrikan termasuk kafir/musyrik. Andaikata dia tidak ridla pasti tidak akan mengamini, dan pasti mengingkarinya, bahkan akan meninggalakan atau menjauhinya.

For Gen Sunnah
Andaikata ‘doa bersama muslim-non muslim’ ini terpaksa harus diadakan secara resmi kenegaraan misalnya, bagaimana solusi yang tepat, agar tidak bertentangan dengan hukum Islam yang berlaku?
KH. Ahmad Zakki Ghufron:
Kita harus berani mengatakan bahwa acara itu tidak perlu. Barangkali dan mudah-mudahan dimulai dengan usaha
For Gen Sunnah
ini, dan disampaikan ke muktamar-muktamar hingga bisa mengambil satu pengertian kegiatan ini tidak boleh. Karena ini menyangkut umat Islam, maka yang berkewajiban membahasnya adalah NU dan Muhammadiyah, yang selayaknya dibahas dalam muktamar. Memang harus ada yang membangun opini ini, mudah-mudahan forum inilah yang memulai, sebab kerusakan akidah itu sangat berbahaya. Di muktamar, seyogynya bisa diputuskan dengan tegas sesuai dengan hukum Islam yang berlaku.

 Jadi saya katakan secara kenegaraan itu tidak perlu, sudah selayaknya lembaga-lembaga Islam menolak dan berani mengatakan tidak, andaikata pemerintah mengadakan acara ‘doa bersama muslim non muslim’ ini. Dan ini juga termasuk kewajiban para Ulama untuk mengingatkannya, sebab mereka juga kelak bertanggung jawab kepada Allah. Jadi harus berani bicara sekalipun pahit dirasakan. Penolakan terhadap pengadaan acara semacam ini yang jelas bukan berarti meninggalkan nilai kebangsaan, dan nilai kebangsaan tidak harus mencampuradukkan urusan agama.

KH. Mas Nur Chamid
Harus dipisah dan mengikuti pimpinannya masing-masing. Kalau tidak demikian maka termasuk dalam surat An-Nisa` ayat 140 yang artinya: “dan sungguh Allah telah menurunlan kepadamu di dalam Al-Qur`an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang kafir), maka janganlah kamu duduk berserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa (dalam pengingkaran dan perolokan) dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan memasukkan orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahannam”.

Dr. Muhammad bin Thohir
Kalau saya pasti protes, dan mengatakan bahwa kegiatan ini tidak benar. Biarlah kita berdoa sendiri-snediri, demikian juga non muslim berdoa di tempat masing-masing seperti biasanya. Analisa saya, kalau ‘doa bersama’ seperti yang dimaksud tadi telah terjadi di Indonesia, itu adalah hasil dari pada persekongkolan Kristen-Yahudi untuk menggusur umat Islam, artinya menggusur norma-norma dan syariat Islam dari bumi Indonesia.

 Itulah di antara upaya mereka selama ini untuk menggusur atau “mengecilkan” keberadaan Islam. Kalau kita diam saja (bisa menerima, pen) ya ….salah kita. Allah berfirman di dalam surat Al-Baqarah ayat 120: “Walan tardlaa `ankal yahuudu walan nashaaraa hatta tattabi`u millatahum” yang artinya ( orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang atau rela kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka…)
Saya melihat semua itu tidak lepas dari bagian Perang Salib Modern, sampai sekarang perang salib modern ini tetap berkelanjutan, bagaimanapun persekongkolan “Walan tardlaa `ankal yahuudu walan nashaaraa (orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang atau rela kepada kamu) akan terus dikakukan.

 Adakalanya dengan cara halus, seperi upaya ‘doa bersama’ ini, dan ada kalanya dengan cara kasar yang sering lepas dari kacamata kita. Padahal perang salib modern secara kasar banyak terjadi dimana-mana. Jadi kalau umat Islam, apalagi pimpinannya, mentolelir acara semacam ‘doa bersama muslim-non muslim’, itu namanya teler (tidak benar, pen)

HM. Yahya Chozin
Diupayakan orang muslim berdoa bersama-sama dengan orang muslim lainnya, tanpa melibatkan satupun dari orang non muslim. Adapun non muslim biar berdoa sendiri-sendiri, tetapi kita harus ingkar dan yakin seyakin-yakinnya, bahwa doa mereka tidak akan berguna dan mereka pasti sesat.

H.Abdul Wahid Razzaq: Harapan saya lebih baik umat Islam berdoa di masjid-masjid, seddang non muslim berdoa di tempat ibadah mereka, jadi pemerintah tidak usah neko-neko (membuat ulah, pen) agar yang berdoa tulus ikhlas.

Ny. Su`udiyah:
Kalau Negara yang membuat acara ‘doa bersama’ maka yang memimpin haruslah dari umat Islam yang mayoritas ini, dan pemimpin doa mengawali dengan bacaan al-Fatihah. Adapun orang dicluar Islam, biarkanlah mereka berdoa menurut keyakinannya masing-masing. Sebenarnya acara yang demikian sudah biasa dilakukan di Indonesia, termasuk di Istana Negara, dan yang memimpin doa selalu orang Islam, sebaiknya inilah yang dilestarikan.

H. Ahmad Sulthon
Menurut saya, tidak ada jalan yang lebih baik dalam pandangan Islam, kecuali tidak usah mengadakan ‘doa bersama muslim-non muslim’ dan masing-masing agama biarlah berdoa sendiri-sendiri di tempat perkumpulan masing-masing.

For Gen Sunnah
Perlu atau tidakkah ormas Islam mengundang sekelompok orang dari berbagai agama, untuk mengadakan acara doa bersama muslim-non muslim, dengan alasan demi kerukunan, dan apa alasannya?
KH. Ahmad Zakki Ghufron: Tidak perlu, , tidak harus kerukunan itu kumpul, khususnya dalam urusan ibadah (hubungan dengan Allah). Kalau mau berkumpul untuk kerja bakti, bersih-bersih kampung, bolehlah.. tapi untuk urusan ibadah tidak boleh.

Umpamanya lagi yang diperbolehkan , apabila negara kita diserang Amerika, yang memang tampaknya ada indikasi kesana, mula-mula melalui perrekonomian, tidak menutup kemungkinan sebentar lagi dengan penjajahan (seperti di negara Irak, pen), maka bolehlah seluruh warga Indonesia yang berlainan agama rukun mengusir penjajah secara bersama-sama.

KH. Mas Nur Chamid
Tidak perlu, karena doa itu ibadah, sedangkan ibadah itu tidak boleh dicampur dengan ibadah agama lain.

Dr. Muhammad bin Thohir
Kalau ormas Islam mengundang orang-orang non muslimn untuk hadir dalam acara yang Islami, maka haruslah umat Islam yang berdoa, dan mereka cukup hadir saja, ikut amin atau tidak… itu urusan mereka.

 Bukan lantas setelah orang Islam memimpin doa, kemudian digilir pendeta atau bhiksu dan lainnya untuk memimpin doa di hadapan umat Islam. Kalau yang dimaksud ormas Islam itu mengundang acara ‘doa bersama’ seperti yang tadi disebut., tidak perlu. Sebab, kalau kegiatan ini mengandung perilaku kesyirikan, justru akan mengundang bencana.

 Yang asalnya orang Kristen, Budha dan non muslim lainnya itulah yang musrik, akhirnya orang-orang Islam yang hadir itu malah ikut belajar musrik, apa tidak menambah bencana…? Bahkan kemungkinan bencana akan tambah besar.

HM. Yahya Chozin
Tidak perlu, sebab berdoa itu hanya kepada Allah, bukan kepada berhala atau yang lainnya.
H.Abdul Wahid Razzaq:
Tidak perlu, dan kita harus berani menolak. Jadi barangkali terjadi, itu sebenarnya karena terikat dengan UU keormasan, yang membuat kita terpaksa harus begitu, karena berkiblat ke masa orde baru. Kita waktu itu terkungkung dengan aturan birokratis yang sifatnya sangat dipaksakan dengan dalih P4. Jadi acara semacam itu semestinya tidak perlu, apalagi sekarang Orde Reformasi.`

Ny. Su`udiyah:
Tidak perlu. Masalah doa atau ibadah saya kira tidak perlu rukun, justru yang perlu rukun adalah orangnya, bukan agamanya, karena mereka itu sudah punya tempat-tempat ibadah, atau tempat doa sendiri-sendiri.

H. Achmad Zahid:
Tidak perlu, karena dalam Al-Quran terdapat ayat yang artinya, Bagimu agamamu dan bagiku agamaku dan ayat yang artinya Bagi kami adalah amalan kami, dan bagi kalian adalah amalan kalian.

H. Ahmad Sulthon Sama sekali tidak perlu, bahkan dilarang oleh Islam, karena doa termasuk urusan ibadah, harus sendiri-sendiri dan tidak boleh dibersamakan dengan orang kafir, lihat saja arti surat Alkafirun. Yang dimaksud kerukunan antar umat beragama itu, bukan harus beribadah jadi satu, tetapi masinng-masing individu saling menghormati hak-hak berbangsa dan bernegara, dan tidak saling menggannggu serta melanggar hukum keagamaan yang berlaku sesuai UU negara.

For Gen Sunnah
Apakah doa bersama muslim non muslim ini tidak termasuk dalam surat An-Nisa ayat 140 yang artinya “dan sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadamu di dalam Al-Qur`an, bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya jikalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa (dalam pengingkaran dan perolokan) dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang munafik dan orang kafir di dalam neraka Jahannam)?

KH.Ahmad Zakki Ghufron:
Perilaku ini menurut pribadi saya al-akhwath (lebih berhati-hati) memang harus dikategorikan ayat ini. Kita harus mengambil hukum al-akhwath bila menghadapi permasalahan semacam ini, sebab hidup ini hanya sekali, kalau meleset terus bagaimana? Saya ingat nasehat KH. Adnan Ali, Cukir - Jombangkepada saya: Zakki, sing ati-ati, urip iki sepisan, ngapek-o sing larang hukum iku, dadi pahit thithik tapi slamet,. Sebab lek salah gak iso balik (Zakki, berhati-hatilah, hidup ini hanya sekali, ambillah hukumnya yang berat, walaupun terasa pahit tetapi selamat. Sebab apabila salah (dalam menentukan pilihan hukum, kelak sesudah menghadap Allah, pen) tidak bisa kembali). Jadi saya pribadi mengambil yang al-akhwath, dan tidak akan mengikuti kegiatan itu.

Saya menganggap kegiatan itu sangat membahayakan aqidah. Minimal kalau sayav ikut mengamini, sama halnya saya meragukan kebenaran Islam secara mutlak, artinya bagaimana Islamnya, sempurna atau tidak? Saya mempunyai cerita, dan saya kira ini baik untuk dijadikan cermin generasi muda. Sekali waktu, pak Idham Khalid pernah ditanya tentang barang yang syubhat. Waktu itu beliau menjabat sebagai Wapedam (wakil perdana menteri, di zaman pak Karno menjadi presiden merangkap perdana menteri).

 Pada saat Pak Idham ditanya soal barang syubhat, beliau mengambil suguhan air es beberapa gelas, beliau juga membawa serbuk racun berwarna putih, kemudian diaduk dalam satu gelas, dan pada akhirnya tidak bisa dipisahkan mana gelas yang beracun dan yang mana tidak. Kemudina gelas tadi diputar-putar sekian kali, dan penanya tadi disuruh minum dari salah satu gelas yang ada, semua yang hadir akhirnya tidak mau meminumnya. Seharusnya demikianlah dalam menerapkan hukum agama, jadi tidak sembarangan, agar selamat, ujar Pak Idham Khalid.

KH. Mas Nur Chamid
Termasuk ayat tersebut, sebaiknya diadakan sendiri-sendiri dengan pimpinannya masing-masing.

Dr. Muhammad bin Thohir “Doa bersama menurut saya memang peris mengarah pada ayat ini. Perlu diingat, banyak hal yang dilakukan orang-orang sekarang tidak mengacu kepada tuntunan Al-Qur`an, bahkan acuannya adalah selera, emosional, kebutuhan sesaat, popularitas dan sensional.

 Sehingga kebenaran firman Allah yang artinya “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang/rela kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka) akhirnya tidak diindahkan. Atau digunakan dengan tafsiran menurut seleranya. Jadi saya kembalikan tentang ayat yang ditanyakan tadi, ya.. memang itulah sifa-sifat yang tepat untuk mereka, yang katakanlah mencari sensional tadi. Tidak jarang demi popularitas, orang lantas mengorbankan aqidahnya. Na`udzubillah.

Ada juga di antara mereka yang berani mempermainkan ayat-ayat Allah, jadi (apakah mereka mencari kemulyaan di sisi orang-orang kafir) itu memang sudah terjadi di kalangan kita.

Di dalam ayat tadi, kan difirmankan “janganlah kalian duduk bersama mereka) apabila ayat ini dilanggar, ya...”innakum idzaan mitsaluhum” (kalau demikian kalian sama dengan mereka) artinya minimal sama dengan mereka di dalam dosa. Saya melihat dari fenomena yang terjadi semacam di atas, ada kekaburan faham /pencernaan nilai-nilai aqidah, bagi kepentingan sesaat, kepentingan politik, atau demi popularitas, yang tidak saya pahami dari saudara-saudara kita yang ikut memarakkan acara semacam tadi.

Apakah mereka itu lupa atau tidak tahu hukum Islam, atau barangkali pura-pura tidak tahu juga, bisa terjadi, yang penting kita tidak ikut-ikutlah.

Saya ingin menggaris bawahi analisa saya di depan tadi bahwa acara doa bersama ini tidak lepas dari rangkaian program persekongkolan Yahudi-Nasrani, konspirasi dengan segala cara, baik kasar maupun halus, dan ‘doa bersam’ ini tergolong secara ‘halus’.

Adapun cara yang kasar sudah banyak terjadi dalam bentuk yang lain, coba tengoklah dunia luar negeri, bagaimana umat Islam dibantai secara massal, (contohnya di Irak, Bosnia, palestina, dan lain sebagainya, pen). Ini saya sampaikan kepada umat islam , bagi mereka yang tidak percaya itu terserah mereka, tetapi kalau saya lebih baik mewaspadainya.

Harapan saya kepada umat Islam mayoritas, agar tidak ikut dalam pencemaran aqidah, dengan segala macam kegiatan westernisasi atau pembaratan, dan melunturkan nilai-nilai Islam dengan berbagai cara. Kita wajib berusaha untuk memurnikan aqidah Islamiyah. Saya mendukung sepenuhnya gerakan forum (For Gen Sunnah) ini, dan dalam kaca mata saya kegiatan forum ini semacam ‘gerakan puritan artinya kembali kepada nilai-nilai yang bersih dan murni, mkempertahankan aqidah yang tidak tercemari kemusyrikan, sekularisme, westernisasi, demikian juga konspirasii walan tardlaa `ankal yahuuda walan nashaaraa hattaa tatba`a millatahum (orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang/rela kepada kamu, hingga kamu mengikuti agama mereka). Sebaiknya umat Islam lebih waspada dalam menghadapi perang salib modern ini.

HM. Yahya Chozin
Ya, termasuk ayat ini. Sebaiknya kaum muslimin diajak doa bersama-sama dan diberi pengertian, bahwasanya di dalam kita berdoa dilarang melibatkan non muslim. Dalam ibadah non muslim tentunya juga ada aturannya tersendiri. Jadi dalam acara ritual mereka kita dilarang melibatkan diri di dalamnya.

H.Abdul Wahid Razzaq:
Walaupun saya tidak berani mengatakan termasuk ayat ini, yang terpenting kita harus hati-hati dalam setiap menentukan perilaku hidup, jadi tidak sembrono (teledor) sebab kita harus iikhthiyathan (berhati-hati), umat Islam sangat dianjurkan untuk tidak hadir kalau diundang. sebab jika tidak, berarti kita sangat sembrono tidak menjaga iman. Bisa dikatakan kejadian-kejadian semacam ini tiada lain adalah termasuk ‘pendangkalan iman’ saya kira demikian.

Ny. Su`udiyah:
Menurut pendapat saya doa bersama muslim-non muslim ini adalah termasuk ayat tersebut di atas.

H. Achmad Zahid:
Ya..termasuk di dalam ayat ini. Sebaiknya masing-masing agama membaca doa sendiri-sendiri dan diadakan di tempat yang berlainan.

H. Ahmad Sulthon
Jelas termasuk ayat tersebut. Sebaiknya jangan sampai ada orang Islam yang melakukannya, sebelum Allah menurunkan adzab dan bencana yang lebih besar dari yang sekarang menimpa bangsa ini.

Muhammad Khudloiri Ikhfa:
Kalau saya mendengar agama Islam diolok-olok apapun bentuknya (termasuk jika orang kafir memanggil nama Tuhannya, di depan sekelompok umat Islam, misalnya orang Kristen memanggil “Wahai Yesus, anak Allah, pen) pasti marah. Saya akan mengorbankan jiwa raga sampai titik darah penghabisan, demi membela kemurnian Islam. Memang ayat yang disebut tadi perlu dicermati oleh segenap umat Islam, agar selalu waspada terhadap usaha perusakan aqidah Islamiyah yang shahihah (murni dan benar).

Nur Qomari
Mengingat ayat yang ditanyakan dan hubungannya dengan acara ‘doa bersama’ menurut saya memang sangat kuat berkaitan, jadi acara semacam itu tidak boleh, ringkasnya demikian. Hendaknya umat Islam, setiap kali akan mengadakan hal-hal yang baru, yang belum pernah dilakukan sebelumnya, menyempatkan diri merujuk Al-Qur`an dan Hadits Nabawi, atau minimal diskusikan terlebih dahulu dengan mayoritas umat Islam, setidaknya dengan para Kiai sepuh.

Nyatanya di negara kita sering terjadi, beberapa oknum yang melakukan suatu kegiatan, atau acara, atau yang lainnya, setelah mendapat reaksi keras, karena dianggap melecehkan Islam, barulah minta maaf, semoga yang demikian tidak terjadi lagi. Kita hanya bisa mengharap ampunan dari Allah, bagi diri kita dan semua umat Islam, khususnya yang pernah terlibat dalam kegiatan ‘doa bersama muslim non muslim’ ini, semoga semua itu hanyalah kekhilafan semata, bukan diyakini kebenarannya.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Rekaman Wawancara dengan KH. Abdullah Awadl Abdun tahun 1989 :
SEPERTI TEH DICAMPUR ARAK
Faris Khorul Anam, Lumajang: “Sejauh ini, tidak pernah ada, dari para ulama shalihin yang melakukan doa bersama dengan orang-orang di luar Islam. Doa bersama harus dilakukan oleh orang-orang yang bersih, (muslim dan mukmin, pen). Sebab jika bersama orang kafir non muslim, pen) tidak akan diterima, karena bagaimanapun juga agama yang diridlai Allah hanyalah Islam”. Komentar ini adalah cerminan keyakinan KH. Abdulllah awadl Abdun, pengasuh pesantren Darut Tauhid Malang (berikut disingkat dengan KH), tentang ‘doa bersama muslim non muslim’. Beliau menuturkan, bahwa tidak mustahil, Allah akan menurunkan Adzab-Nya, sebab dengan doa bersama tersebut, sama halnya ia meridlai kekufuran (kekafiran) di depannya. Padahal ridla dengan kekufuran adalah kufur (kafir), demikian juga ridla akan kesyirikan adalah perbuatan syirik. Berikut penuturan beliau yang disampaikan kepada Arif Rahman Hakim, Tumpang-Malang (berikut disingkat dengan AR) dari For Gen Sunnah:
AR :
Pendapat Ustadz tentang doa bersama muslim-non muslim itu bagaimana?
KH : Belum ada rakyu ulama sepanjang zaman yang berdoa bersama dengan orang-orang di luar Islam. Doa itu perlu dari orang-orang yang bersih (muslim dan mukmin, pen), kalau bersama orang-orang kafir bagimana kira-kira do’anya itu? Bisa diterima nggak? Bukan kita menyepelekan sesama manusia, tapi hamba-hamba Allah semuanya wajib beriman (masuk Islam, pen). Allah juga berfirman yang artinya: “Sesungguhnya agama yang diakui keabsahanya disisi Allah hanyalah Islam”. Atau dalam firman-Nya yang lain yang artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya,dan di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. Jadi yang non-Islam ini khasirin (orang-orang yang rugi) Nah, bagaimana akan diterima doa orang-orang yang khasirin.

AR : Secara tegas bagaimana hukum majelis tersebut?
KH : Paling tidak ya bid`ah, zaman Nabi tidak pernah dilakukan, zaman sahabat sampai tabi`ut tabi`in juga tidak, yang jelas, dari ulama ar-rasikhin bil `ilmi` (yang mendalami ilmu agama) tidak ada yang melakukannya.

AR : Mereka (pelaksana dan doa bersama, pen) beralasan untuk mengatasi krisis, bencana dan sebagainya, kemudian menganggap semua harus dikembalikan kepada Tuhan, itu wawasan mereka, bagaimana jika negara mengadakan acara tersebut secara ‘resmi’, bagaimana solusinya?
KH : Nah kalau memang akan diadakan secara resmi, kaum muslimin berdoa sendiri, umat Nasrani berdoa sendiri, umat Budha berdoa sendiri, dan lain sebagainya, masing-masing berdoa sendiri-sendiri secara terpisah. Selayaknya para ulama tidak mengumpulkan umatnya dengan umat non muslim dalam doa bersama di satu tempat. Jangan sampai mencampurradukkan yang halal dan yang haram, ibarat teh dicampur arak, bagaimana jadinya?
AR :Kerena sudah terjadi, termasuk ormas Islam sendiri ada yang mengadakan apa ada pesan khusus dari ustadz?
KH : Pesan saya, jangan terulang lagi, karena doa itu menurut Rasulullah SAW sebagai mukhkhul ibadah. Menurut saya acara Istighatsah itu baik, tapi ada cara yang lebih bagus dan lebih efektif, yaitu berdoa di rumahnya sendiri-sendiri. Kalau Istighatsah di senayan sekitar 2 juta orang, mungkin kalau berdoa di rumahnya sendiri-sendiri, bisa mencapai 200 juta, atau minimal 20 juta, dia akan berdoa bersama istri dan anak-anaknya, katakana antara maghrib dan Isya, cukup seperempat jam. Alangkah baiknya kalau dilaksanakan secara serentak, misalnya dengan instruksi dari PBNU untuk warga NU.

AR : Secara umum bagaimana criteria mustajab (diterima) –nya doa itu?
KH : yang jelas diantara syarat-syaratnya adalah makanan, minuman dan pakaian harus halal, dan doa yang memenuhi syarat pasti diakbulkan, sebagaimana janji Allah (mintalah kepada-Ku pasti Aku kabulkan permintaanmu) Maksudnya , kalau orang yang berdoa itu menghalang-halangi sendirir terkabulnya doa, misalnya memakai pakaina yang tidak halal, ya tidak akan dikabulkan. Sedang doa bersama non muslim ini, dicampur dengan kesyirikan, bagaimana akan diterima? Artinya kesyirikan inilah yang terjadi penghalang, sama halnya dengan orang yang memakai pakaian haram.

AR : Apakah kondisi demikian tidak menyebabkan adzab Allah yang turun?
KH : Ada kemungkinan dan tidak mustahil, karena lantunan doa non muslim di majelis itu menyebabkan kemurkaan Allah. Menurut ajaran Islam, non muslim yang ahlu dzimmah harus dilindungi, tidak dimusuhi, tetapi bukan lantas diajak doa bersama, atau bermunajat bersama.

AR : kita itu sedikit terwarisi budaya pesantren, di mana apa yang dilakukan pemimpin (Kiai, pen) seakan-akan harus diikuti. Terjadinya doa bersama juga apa kata Kiainya, bagaimana menurut Ustadz?
KH : Mestinya mereka tidak usah ikut-ikutan dalam kemungkaran, untuk itu mereka perlu beri keterangan oleh Kiai lainnya. Kan ulama masih banyak…paling hanya satu dua yang melakukan doa bersama muslim non muslim. Seharusnya Kiai yang lain wajib mengingatkannya, dan memberi penerangan kepada umat atas kemungkaran ajaran itu. Orang-orang awam tidak harus mengikuti seorang pemimpin secara mutlak, tetapi mereka juga harus mendengar fatwa-fatwa dari para ulama yang lain. Intinya, para ulama harus bersikap sebagai panutan yang baik bagi umat, dan selalu memperhatikan keselamatan mereka, bukan malah membiarkan mereka terjerumus dalam kemungkaran. Untuk menerapkan at-tasamuh (bertoleransi) kita tidak boleh melakukan hal-hal di luar batas yang diperbolehkan agama, jangan sampai kebablas.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
DOA BERSAMA DALAM SOROTAN
 Yusuf Hanafi (Mojokerto) Mahasiswa STAIN Malang)
Doa adalah sebagai salah satu bentuk ritus `ubudiyah (aktifitas ibadah), berkolerasi langsung dengan masalah aqidah. Hal itu, karena doa merupakan sebuah sarana komunikasi antara hamba dengan sang Penciptanya. Dengan landasan pemahaman ini, dapat disimpulkan bahwa aktifitas berdoa (bagi semua agama) memiliki nuansa yang sangat sakral dan kudus. Sebagai ilustrasi, Islam menjelaskan (melalui Al-Qur`an dan Sunah) akan posisi penting doa dan etika-etikanya. Menurut Islam, doa merupakan otak (inti) ibadah-sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW .

Doa juga merupakan ekspresi kelemahan dan ketergantungan seorang hamba kepada Khaliknya, sehingga hendaknya bersikap dan bertata karma sopan ketika berdoa misalnya memilih tempat yang patut, waktu yang utama, merendahkan suara dan lain sebagainya. Demikian juga halnya dengan agama lain seperti Kristen, Protestan, Hindhu, Budha, dan aliran Khong hu cu, ada segi-segi yang sangat spesifik dalam pelaksanaan ritual ini, di mana satu dengan yang lainnya pasti berbeda.

Di negara kita, sejak lama telah bertumbuh-kembang aneka ragam agama. Saat ini, tercatat ada enam agama yang diakui pemerintah dengan status sebagai agama resmi. Untuk menjamin keberlangsungan pembangunan yang berorientasi kepada kemakmuran dan kesejahteraan, maka perlu dipupuk kerja sama dan kerukunan antar umat Bergama dalam batas-batas tertentu. Sebagai wujud nyata usaha kearah ini , dimasukkkan sila pertama ‘peri ketuhanan’ tatkala penyusunan rumus pancasila. Sekali lagi perlu digaris bawah,i di sini bahwa ‘kerja sama’ antar umat bergama itu dalam konteks di luar ibadah ritual, seperti bisnis perdagangan jasa dan lain sebagainya.

Akhir-akhir ini muncul fenomena unik sekaligus menggelikan di berbagai daerah, dengan dalih demi memupuk kerukunan antar umat beragama dan wujud keprihatinan bersama atas musibah krisis yang berkepanjangan, marak diadakan acara doa bersama. Adapun teknis peelaksanaannya, pemeluk-pemeluk agama yang sangat beragam berkumpul di sebuah tempat yang telah disepakati bersama dibawah pimpinan tiap-tiap pemuka agama (mulai kiai, pendeta sampai pastur), dan pimpinan berdoa secara bergantian. Penulis yakin setiap muslim yang memiliki dan mampu menggunakan akal sehatnya, terlebih lagi yang memiliki ghirah Islamiyah (fanatisme terhadap Islam) tenrtu akan bergumam di dalam hatinya, inikah yang disebut dengan agama pancasila?.
Sebelum kita mengambil sikap pro atau kontra terhadap fenomena doa bersama, terlebih dahulu kita mengenakan kaca mata yang jernih dan jujur (sportif), terselimuti oleh nuansa obyektifitas yang mendalam, sehingga pada saat menentukan sikap dan keputusan, kita tidak akan pernah hanyut ke dalam emosi, lantas cenderung memihak kepada satu pihak dan menyalahkan yang lain, tanpa landasan hukum yang dapat dipertanggung jawabkan.

Pertama, mari kita merenungkan kembali suatu peristiwa yang dialami oleh Rasulullah SAW, tatkala datang kepada beliau sekelompok orang kafir Quraisy menawarkan kompromi dalam ibadah, agar mereka ikut serta dalam ibadah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, dengan konsekwensi beliau juga bersedia ikut serta dalam ibadah ritual mereka. Penawaran kompromi ibadah ini ditolak secara tegas oleh Allah SWT melalui firman-nya (QS. Al-Kafirun).
Kedua jika kita meruntut kembali secara cermat sejarah kehidupan para shahabat NAbi, tabin dan tabiut tabiin (Assalafus shalih) - yang mana, masa 3 generasi ini disebut oleh Rasulullah SAW sebagai khairul qurun (masa masa terbaik), tidak pernah dijumpai acara semacam doa bersama. Ketiga, di dalam berdoa bisa dipastikan bahwa nama tuhan yang dijadikan tempat memohon-dipanggil. Seorang muslim akan menyeru “Allahuma…” si pastur membisik “Oh Yesus…” (sang juru selamat), demikian juga pemeluk agama lain, maka semisal itulah makna yang terkandung dalam acara doa bersama, artinya para hadirin sama halnya meyakini ketuhanan tuhan pemeluk agama lain tersebut.

Saat mengikuti uraian tiga poin di ringkas di atas, tibalah saatnya untuk menarik benang merah kesimpulan, bahwa inti persoalan yang dipermasalahkan ialah di dalam acara doa bersama terdapat unsur kesyirikan (menyekutukan Allah) atau setidaknya menciptakan bid`ah tercela di dalam agama yang dilarang oleh Rasulullah SAW.Dari Imran bin Husain RA (barang siapa yang menciptakan sesuatu yang baru dalam agama kami ini, yang bukan berasal dari ajarannya , maka (hal yang baru) tersebut ditolak. Sesungguhnya seburuk-buruk perkara adalah hal-hal yang baru, setiap hal yang baru adalah bidah . kebanyakan bid`ah adalah sesat, dan setiap kesesatan berada di dalam neraka). HR. bukhari.

Dengan maraknya fenomena ‘doa bersama muslim-non muslim’ akhir-akhir ini di berbagai tempat, maka merupakan kewajiban kita sebagai muslim yang baik untuk bangkit memberikan penerangan, penjelasan dan beramar ma`ruf nahi mungkar, karena acara doa bersama semacam ini, termasuk kategori usaha merancukan, mengaburkan dan mencampuradukkan urusan agama yang bersaifat ubudiyah. Dikhawatirkan, jika kaum muslimin terlalu over toleran dan over moderat dengan membiarkan dan mendiamkan acara nyeleneh semacam ini, akan muncul persepsi salah di kalangan masyarakat terutama awam, bahwa acara doa bersama muslim-non muslim adalah wajar dan bagus, lebih fatal lagi jika kemudian menjadi budaya dan tradisi umum.

Terakhir, harapan sekaligus permohonan kepada ulil amri (pimpinan), para tokoh, lebih-lebih yang menyandang predikat ulama untuk lebih hati-hati dan selektif dalam menyelenggarakan acara-acara yang melibatkan beberapa agama. Referensi Ahmad bin Hijaz al Fasyni. Al majalis as-Saniyyah. Dar al ihya` al kutub al arabiyah . Indonesia Ghulam Muhammad bin Muhyiddin bin Umar al Aslami, al HAfidz. At Tuhfal al itsna `asyariah. Ikhlas vakfi. 1976 M. istambul Turki.• D. indiarto S. h & Nanik Astikowati, Drs. Tanya Jawab P4, . penerbit Indah. Surabaya• Depag. Al-Qur`an dan terjemahan.

ACARA ITU TIDAK PROPROSIONAL

Oleh : Yusuf Hanafi, Mojokerto 
Belakangan ini, muncul fenomena yang nyaris lepas dari “frame kecamatan” publik, khususnya komunitas muslim. “Doa bersama muslim-non muslim” yang untuk pertama kali diselenggarakan di Jakarta oleh sebuah LSM, disusul kemudian di daerah-daerah lain, seperti Surabaya dan Kediri, merupakan fenomena yang sedang mencuat kepermukaan, layak untuk dicermati dari pelbagai perspektif, utamanya perspektif syariat Islam.

Gus Abdul Hamid, Pengasuh Ponpes Tahfidul Quran,Ma`unah Sari, Kediri menyatakan bahwa penyelenggaraan acara semacam ini tidak proposional. Lebih lanjut beliau menandaskan, acara “doa bersama” ini dapat dikualifikasikan perancuan dan pengaburan aqidah, bahkan kategori bid’ah dlalalah (sesat). Berikut petikan wawancara , H. Luthfi Bashori (dari For Gen Sunnah dengan Gus Abdul Hamid ( Gus, panggilan akrab beliau, pen).
Luthfi : akhir-akhir ini, sebagaimana pemberintaan pers, baik cetak maupun elektronik, merebak penyelenggaraan “doa bersama muslim - non muslim” bagaimana anda menyoroti fenomena ini?
Gus : Motivasi awal “doa bersama” ini adalah bencana krisis yang sangat kompleks, mulai krisis moneter, ekonomi, kepercayaan, politik sampai berujung pada krisis sembako. Di samping tidak tertutup kemungkinan adanya muatan-muatan politik dan tendensi-tendensi khusus untuk menarik simpati publik dan pemerintah.

 Berbicara mengenai doa berasama, menurut kitab-kitab salaf yang ada di tangan saya, tentunya kita harus ingat bahwa doa sendiri merupakan bentuk ibadah yang berhubungan erat dengan aqidah. Doa ini memiliki nuansa keagamaan serta teknis pelaksanaan yang khusus , di mana suatu agama dan lainnya sangat berbeda. Saya sebagai Syuriah NU kodya Kediri, mendapat undangan dalam acara tersebut . namun saya tidak menghadirinya karena memang tidak punya hasrat untuk berpartisipasi. Menurut rekan rekan, teknis pelaksanaannya adalah para pemuka dari berbagai agama berdoa secara bergantian. Secara pribadi saya tidak setuju, tidak bisa memahami alasan dan pandangan panitia penyelenggara. Landasan sikap saya adalah pendirian Rasulullah S.A.W dengan menolak tawaran kompromi ibadah dari orang-orang kafir Quraisy melalui Q.S Al-Kafirun.

Ditilik dari sisi dakwah, acara ini (juga) kurang manfaat. Saya memohon kepada Ulil Amri (pemerintah) dan para ulama untuk menyodorkan kepada masyarakat, acara-acara yang memberikan sumbangan yang nyata bagi kemajuan dakwah islamiyah, bukan yang menjadi pro dan kontra di kalangan umat, agar tidak tambah memperkeruh keadaan tanah air, yang saat ini masih belum menentu nasibnya.

Luthfi : Antum sebagai penyandang predikat ulama, sekaligus pengasuh pondok pesantren, tentunya memahami kriteria do’a yang baik dalam pandangan Islam, mohon dijelaskan syarat-syarat diterimanya do’a.

Gus : Syarat-syarat diterimanya do’a antara lain, iman kepada Allah S.W.T (sebagai tempat bermohon), yakin do’anya akan dikabulkan, ikhlas (tidak ada pamrih dan tujuan terselubung), bertempat di tempat yang terhormat bukan tempat maksiat, makanan dan minuman yang dikonsumsi halal, dan seterusnya.

 Berangkat dari sini, tampak nyata sekali perbedaan ruh ‘doa bersama muslim-non muslim’ dengan do’a versi Islam murni.Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang berartikan: Maka jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) mengenai Aku, maka sungguh Aku adalah sangat dekat, Aku mengabulkan doa orang yang memohon jika (dia) berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka memenuhi (segala perintahKu dan hendaklah beriman kepadaKu agar mereka selalu berada dalam kebenaran.

Luthfi : Apakah keimanan termasuk syarat diterimanya doa?
Gus : Oh.. jelas, keimanan merupakan elemen pokok dan utama. Sebagai perbandingan (dalam hal furu`, pen) shalat yang dikerjakan orang kafir adalah tidak sah. Demikian juga halnya doa. Kalaupun misalnya, kita menjumpai orang non muslim yang permohonannya dikabulkan oleh Allah , itu adalah istidraj, (pemberian dari Allah untuk non muslim) bukan ijabah (pengabulan) doa. Sedang ‘Doa bersama” kalau dihadapkan kepada sabda RAsul yang artinya “ barang siapa ang menciptakan hal baru dalam agama kami ini, yang bukan berasal darinya, maka (hal baru) tersebut ditolak. Sungguh seburuk-buruk urusan adalah hal-hal yang baru. Setiap hal baru adalah bid`ah kebanyakan bid`ah adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.Luthfi : Apakah digolongkan bid`ah? Lalu jenis kategori bid`ah apa ?Gus : Ditilik dari tinjauan bahasa “doa bersama” dapat digolongkan bid`ah karena ta`rif (definisi ) bid`ah adalah suatu hal yang diciptakan tanpa ada tuntunan sebelumnya. Namun untuk menjatuhkan vonis, terlebih dahulu harus ditafsilkan (perinci). Karena penyelenggarannya sangat sistematis, tidak sedikit yang terkecoh, karena ketidak jelasan agenda dari acara ‘doa bersama’ ini.

Luthfi : Bagaimana jika agenda utama acara utama tersebut adalah jelas jelas “doa bersama muslim non muslim” dengan teknis pelaksanaan seperti tersebut di atas?
Gus : Kalau memang forum tersebut diagendakan untuk ‘doa bersama muslim – non muslim, maka bisa dipastikan masuk dalam bidah dlalalah (sesat), karena mengandung unsur perancuan dan pengaburan aqidah serta membingungkan umat.

Luthfi : Terakhir, mohon diuraikan asbabun nuzul sebab turun surat al-KAfirun?
Gus : Secara ringkas, ketika orang-orang musyrik Quraisy melihat gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW kian hari bertambah , respon positif dari masyrakat semakin besar dengan tanda-tanda semakin membengkaknya jumlah pengikut, maka mereka memutuskan menempuh jalan dengan bujukan atau rayuan setelah gagal total, mereka menempuh jalan frontal.

Yaitu berupa tawaran kompromi ibadah , namun Rasulullah SAW denagn tegas menolak tawaran mereka melalui firman Allah SWT (QS. Alkafirun.) Sudah selayaknya surat alkafirun ini dijadikan acuan umat Islam dalam menghadapi upaya Kristenisasi, atau gerakan Zionisme Internasional, atau hal-hal menyangkut keyakinan agama dengan non muslim, agar kelak tidak menyesal jika sudah menghadap Allah SWT.

Untuk menyikapi doa bersama ini, memang lebih akhwat (berhati-hati). Kita harus berani mengatakan (bagimu agamamu dan bagiku agamaku) . toh, andaikata kita tidak mengadakannya juga tidak membahayakan jiwa kita , dan kita bukan berada di negara yang dikuasai non muslim, bahkan sebaliknya. Kalau kita melarang pengadaan ‘doa bersama’ agar tidak terjadi pengaburan agama, bukan berarti kita kehilangan wawasan kebangsaan , tetapi kita harus lebih proposional dan menempatrkan sesuatu pada tempat yang semestinya, tanpa harus mengundang reaksi pro-kontra dari masyarakat, khususnya umat Islam yang mayoritas. Ini adalah tugas ulama dan umara, sebab sejak diupayakan adanya kerja sama yang baik antara ulama dan umara,, tentunya membutuhkan realisasi yang nyata didalam memberantas kemungkaran. Lantas kapan lagi kalau bukan sekarang?
DOA BERSAMA, KONSEP SIAPA…?
WRITTEN BY:
Ahmad Syamsu Madyan Hamid
*‘Doa bersama muslim non muslim’ merupakan fenomena baru bagi umat, inilah model acara atau chanel-chanel yang disuguhkan oleh sebuah kata ‘kerukunan’. Kerukunan dalam arti yang seluas-luasnya, kerukunan yang tiada batas sampai-sampai masalah inti yang sensitif dalam agama seperti doa harus dirukunkan.Inilah fenomena asing yang menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah umat. Di mana sekelompok umat berlainan agama berbaur dan bercampur dalam suatu momentum, guna berdoa bersama demi kesejahteraan bangsa dan negara.

Di era perkembangan dunia, transformasi budaya, dan perlindungan menyeluruh terhadap hak-hak asasi manusia, seseorang dapat lebih mudah mengemukakan opini dan visi secara bebas, yang terkadang hanya berstandart pada rasio, dan cenderung lebih didominasi oleh hawa nafsu, serta mengenyampingkan norma. Adat, bahkan agama. Sebagaimana “kerukunan” yang hanya merupakan argument sederhana, atau motif umum yang sah sah saja, dilontarkan oleh jiwa nasionalisme yang berorientasi pada persatusn dan kesatuan, bagaimana agama-agama yang sangat bervariasi ini menjadi satu bersatu dan menyatu.

Semua warga Negara, memang harus memiliki jiwa nasionalisme (cinta tanah air), akan tetapi apakah nasionalisme mengharuskan seseorang menggunakan system antem kromo sehingga berprinsip “yang penting kita banyak persamaan mengapa tidak mungkin kita berdoa bersama….?Setiap agama memiliki norma , batasan dan aturan masing-masing, setiap agama juga mencintai kerukunan, perdamaian dan persaudaraan (ukhuwah) namun tentunya bukan pada masalah `ubudiyah (peribadatan). Apakah agama Kristen pernah memerintahkan uimatnya bersatu atau bergabung dengan umat lain non Kristen untuk berdoa bersama…? Apakah agama Budha mengajarkan pada umatnya untuk bersatu dengan umat lain, guna bersama-sama menjalankan upacara ritual mereka…?Tentunya tidak toh…?
Begitu juga agama-agama lain, lebih-lebih agama Islam, yang telah menggariskan batas-batas Masyrah (bergaul) dengan umat non muslim, dalam banyak firman Allah dan sunah-sunah Rasulullah SAW.Agama bukanlah culture (budaya) atau civilization (peradaban) yang bisa berkembang, berubah dan berinovasi sesuai dengan jaman dan pikiran, karena agama bukanlah hasil cipta, rasa dan karsa manusia, tetapi agama merupakan ketetapan mutlak dari Tuhan, agama adalah doktrin ilahi yang tak terbantahkan. Maka kalau agama tidak mensyariatkan “doa bersama” dengan umat lain, mengapa kta yang mengaku beragama harus melakukannya?
Di dalam intern agama Islam, Rasul kita Muhammad SAW merupakan object figure utama. Pada diri beliau terdapat uswah hasanah (suri tauladan yang baik). Perkataan, tindakan dan ketetapan Beliau SAW adalah acuan bagi umat. Lihat figur Rasul dalam sejarah, bagaimana cara Beliau SAW bergaul dengan umat non muslim dan bagaimana cara Beliau SAW menyikapi mereka.

Kalaulah “Doa bersama” ini bis akita kiaskan dan kita anggap sebagai rekonstruksi sejarah RAsul SAW, yang pernah dibujuk orang-orang kafir Quraisy, untuk berdoa bersama, dalam artian beribadah menurut aturan mereka, yakni satu hari mereka bergabung dengan kaum muslimin untuk menyembah (berdoa) kepada Allah, dan di hari yang lain Rasul SAW beserta kaum mukminin harus bergabung dengan mereka, untuk menyembah (berdoa) kepada sesembahan-sesembahan mereka, maka kita akan mendapati sebuah bantahan yang amat tegas. Bantahan yang membuat orang-orang kafir itu diam seribu bahasa. Yaitu jawaban Allah SWT yang turun seketika itu dalam surat al-kafirun yang intinya adalah ‘bagimu agamamu dan bagiku agamaku”.

Lantas perlukah kita mencari jawaban lain setelah mengetahui jawaban Tuhan kita?Doa, merupakan aktifitas ritual yang paling sakral atau suci dalam agama, doa juga bisa didefinikasikan bebas sebagai ajang interaksi, diskusi dan komunikasi makhluk dengan Khaliknya, yang tentunya masing-masing agama memiliki adab, sopan santun dan tata cara yang berbeda dan tidak bisa disamakan, karena bagaimana bisa sama lha wong Tuhannya saja berbeda?Kerukunan antar umat beragama dapat dicapai dengan tata nilai kemasyarakatan atau kegiatan kegiatan sosial, bukan dengan tata nilai keagamaan atau nilai-nilai ritual seperti doa, karena setiap umat beragama memiliki tatanan beribadah masing-masing, yang tatanan-tatanan itu, tidak bisa disatukan seenakanya dengan memandang sisi-sisi yang sama saja, dan mengabaikan prinsip religi masing-masing agama.

*Pelajar kelas III SMU, asal Batu-Malang
KH. Abdullah Murad :
Kan Nggak Ada Manfaatnya Ini…!
Penagsuh pondok pesantren Almasyhur, Klatakan- jurusan Gilimanuk-Denpasar- Bali ini, mengatakan bahwa fenomena doa bersama muslim non muslim itu bisa dikatakan Barang siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk dari mereka, untuk itu beliau mengharapkan agar pelaksanaannya dipisah-pisah. Artinya, orang Islam berkumpul dan dipimpin imamnya sendiri, sedang agama lain dengan pimpinannya masing-masing. Beliau juga membedakan antara forum yang bersifat resmi kenagaraan dan forum yang diadakan secara islami. Beriut hasil wawancara Faris Khoirul Anam (Lumajang), yang untuk berikutnya disingkat FKA dari For Gen Sunnah dengan KH. Abdullah Murad:
FKA : Pak Kiai, akhir-akhir ini merebak di masyarakat, fenomena doa bersama antara muslim dan non muslim dalam waktu dan tempat yang sama, bagaimana pendapat Kiai?
KIAI : Iitu adalah Ikhtilath (pencampuradukkan), maksudnya kalau kita membikin forum semacam ,itu, dan dibarengkan kaum lain yang tidak seriman, apalagi kalau ada kecenderungan tasyabbuh (penyerupaan), pada pengertian bahwa orang yang menyamai adat istiadat atau keadaan non muslim berati ia termasuk golongan mereka.
FKA : jadi kesimpulannya boleh apa tidak?
KIAI : Tidak boleh.
FKA : Hukumnya?KIAI : Kalau dari segi hukum keluar dari adat Imaniyah ( keimanan) FKA : Biasanya mereka itu berkumpul dan berdoa, guna menghadapi bencana alam atau krisis moneter, bagaimana solusi (jalan terbaiknya)?
KIAI : Jalan keluarnya harus dipisah-pisah. Kaum muslimin berkumpul dengan imamnya sendiri. Agama lain juga berkumpul dengan pimpinannya masing-masing
FKA : Saya pernah mendengar bahwa orang yang ridha dengan kekafiran maka hukum orang tersebut adalah kafir, seorang non muslim berdoa kepada Tuhannya, itu kan kafir juga, apa kira-kira Allah bukan malah menurunkan adzabNya?
KIAI : Kalau itu sudah jelas. Sekarang yang akan diadakan itu secara resmi atau bagaimana? Kalau dilaksanakan secara Islami ya nggak usah mengundang non muslim, kan doa ada syarat-syarat,nya, contoh istighfarnya, harus ikhlas, harus halal pakaian, makanan dan minumannya, dan sebagainya. Nah kalau forum itu forum Islami, ngapain orang lain ikut... kalau penyelesaian itu secara resmi kenegaraan, kita sekarang berada di negara mana? Tapi kalau secara Islami dari awal kita sudah katakan ...ngapain kita butuh doa mereka (non muslim,pen)? karena syarat –syarat doa mereka nggak ada...kan nggak ada manfaatnya ini...jadi, kalau politik negara bolehlah secara terpisah, tetapi andaikata yang membikin itu ormas Islam dengan menggabungkan muslim non muslim itu salah besar, dan itu bukan kenegaraan.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
URUSAN IBADAH JANGAN DIREFORMASI...!
(Nanang Fachurrozi*)
Seiring dengan krisis ekonomi yang melanda bangsa ini, maka tuntutan masyarakatpun bermacam-macam. Berbagai macam tuntutan mengalir dari masyarakat mulai tingkat bawah sampai tingkat atas, yang tak lain dan tak bukan tujuannya hanya satu yaitu menciptakan kehidupan yang lebih baik. Tendensi adanya berbagai macam tuntutan tersebut adalah adanya kekejaman politik, ganasnya ekonomi, merosotnya moral dan sebagainya. Ego masyarakat pun tak bisa dibelenggu, yang pada akhirnya muncullah gerakan reformasi
Gerakan reformasi ini telah menyebar kemana-mana di segala aspek kehidupan. Baik itu berbentuk kegiatan sosial kemanusiaan maupun sosial religi.

Kegiatan sosial kemanusiaan meliputi bidang politik, tatanan ekonomi, sosial dan budaya yang menyentuh langsung tatanan kehidupan manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam. Berbagai bentuk kegiatan religi kini juga sering dilakukan seperti istighatsah, tabligh akbar, pengajian-pengajian umum dan lainnya, yang tujuannya adalah agar Allah mengubah keadaan bangsa ini menjadi lebih baik.

Gerakan reformasi ini memberi angin segar dan keberanian bagi semangat tumbuhnya kegiatan sosial kemanusiaan dan sosial religi. Sehingga saking kencangnya angin segar dan teramat beraninya, sampai-sampai power of thirty two years (kekuatan selama tiga puluh dua tahun) ambruk dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Hebat memang.

Akan tetapi di tengah tiupan angin segar dan semangat keberanian , tidak sedikit orang yang memperburuk keadaan yang sudah buruk ini. Misalnya saja, di tengah-tengah unjuk rasa, kok sambil nyambi merusak bangunan dan merusak rumah orang lain. Saat harga sembako masih simpang siur, ada yang menaikkan sampai tiga puluh persen. Saat orang mencari dan memperbaiki kursi rumahnya sendiri-sendiri, namun ada yang juag berebut ‘kursi’ dan masing-masing tidak mau mengalah.

Yang lebih ironis adalah ada sekelompok manusia yang mengatasdasarkan kemanusiaan, nasionalisme dan kerukunan umat beragama, sengaja mengadakan doa bersama antar umat beragama dalam satu ruangan dan satu waktu, yang tujuannya agar Tuhan mengubah keadaan yang sekarang ini menjadi lebih baik.Jika dilihat sekilas, memang tujuann doa bersama ini baik. Selain untuk membina kerukunan hidup antar umat beragama, juga untuk menghidupkan semangat kebangsaan dan nasionalisme, agar seluruh lapisan warga negara dapat merasakan penderitaan yang dirasakan bangsa ini, dan agar ada rasa kebersamaan serta persatuan dan perbedaan.

Namun, jika dilihat perlahan-lahan (bukan sekilas), di sini terdapat anggapan bahwa semua agama itu sama. Sama dalam arti sama-sama mempunyai tuhan, dan yang tidak bertuhan dianggap tidak beragama (kafir). Karena dianggap semua ajaran agama pada intinya adalah sama, yaitu mengajak umat manusia untuk berbuat kebaikan dan meninggalkan perbuatan jelek. Tentunya hal ini tentu tidak bisa dibenarkan.Akal berbicara bahwa dari segi tata cara ibadah masing-masing agama saja tidak sama, sedangkan dalam agama Islam sendiri sudah ada konsep mengenai hal in, yaitu ayat yang berarti bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Ayat di atas menunjukkan bahwa orang yang tidak mengakui Allah sebagai Tuhan dan Muhammad sebagai utusan-Nya adalah kafir.

Sedangkan orang kafir tidak bisa kita ajak untuk menyembah Allah dan mengikuti ajaran Rasulullah SAW. Sementara di lain waktu, tidak mungkin kita menyembah tuhan mereka dan mengikuti ajaran mereka.Dalam urusan ukhrawi seperti ibadah, doa dan lainnya, tidak bisa dicampuradukkan. Jadi cukup dilakukan oleh masing-masing agama karena bagaimanapun juga ajaran agam Islam dan agam lain tidak bisa dipertemukan.Andai kata yang berdoa itu adalah orang non muslim, maka otomatis mereka meminta pada tuhannya sendiri. Tidak mungkin meminta pada tuhannya orang Islam.

Sedangkan jika umat Islam turut mengamininya, bukankah berarti ikut meminta pada tuhan selain Allah, padahal meminta atau berdoa kepada tuhan selain Allah adalah perbuatan syirik, dan syirik merupakan dosa besar yang tidak akan dimaafkan oleh Allah.Selain itu, di antara syarat-syarat terkabulnya doa adalah bersihnya tempat. Jika tempat itu untuk kemaksiatan, maka bagaimana doa bisa diterima oleh Allah? Padahal yang dimaksud bersih adalah dzahiran wa baathinan, termasuk bersih dari kesyirikan.Marilah, sejenak merenungkan segala tindakan yang akan diperbuat.

Agar semua amalan ini tidak sia-sia dan tidak sampai mencelakakan diri sediri baik didunia maupun di akhirat. Na’udzu billahi min dzalik.*Pelajar Sekolah Menengah Umum,Staf Redaksi Majalah InsanDoa Bersama, Bagaimana Hukumnya?A.Sulthoni Akbar(Putra delta, Sidoarjo, santri di salah satu Pesantren di Jawa Timur)Doa adalah hubungan vertikal seorang hamba dengan Sang Penciptanya, dan tidak ada suatu alat pun yang bisa menghubungkan komunikasi seorang hamba kepada Penciptanya, selain doa.Maka haruslah seorang hamba mengerti dan mengetahui cara dan etika berdoa yang telah di syariatkan oleh Allah, sebagaimana tertuang di dalam ayat-ayat-Nya.

Salah satu syarat berdoa adalah tidak mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil, yang halal dengan yang haram. Allah berfirman yang artinya “janganlah kalian mencampuradukkan yang hak dengan yang bathil”.

Juga tertera dalam kaidah fiqhiyah yang artinya jika yang halal itu berkumpul dengan yang haram, maka yang dimenangkan adalah hukum haram. Jadi jelaslah bahwa doa yang dicampur kebathilan dan keharaman tidak akan sampai kepada Allah SWT. Cobalah kita tengok sebentar keadaan negara Indonesia yang kini dilanda berbagai krisis. Dimana semua pakar dan ahli ekonomi tidak bisa menangani masalah ini. Kita yakin bahwa selain kehendak Allah, tak akan ada yang bisa menanggulanginya.

Untuk itu sudah selayaknya kita minta ampun dan berdoa kepada-Nya, agar diberi kehidupan yang layak, damai dan sentosa.Kejadian semacam ini pernah terjadi pada zaman Imam Hasan al Basri, dimana beliau ditanya oleh beberapa orang penduduk desa, tentang krisis pangan karena kemarau yang berkepanjangan, demikian juga pailitnya beberapa konglomerat saat itu, serta sepasang suami istri yang telah lama menikah, tetapi belum dikaruniai anak. Beliau memberi petunjuk kepada mereka dengan janji Allah dalam firman-Nya yang termatub pada surat Nuh ayat 10 sampai 12 yang artinya :
Maka Aku katakan kepada mereka mohon ampunlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia itu maha pengampun (10) niscaya Dia akan menurunkan hujan deras (11) dan membanyakkan harta dan anak-anak, serta mengadakan bagimu kebun-kebun dan sungai-sungai (12).

Semua itu, tidak akan terwujud kecuali dengan berdoa dan minta ampun kepada Sang Pencipta, Allah yang Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Namun, bukan berarti kita berkumpul untuk berdoa bersam-sama dan memohon ampunan-Nya tanpa diseleksi agama dan kepercayaan para hadirin. Artinya kita tidak boleh berkumpul dengan orang Kristen, Budha, Hindu, atau umat lainnya di luar Islam untuk mengadakan berdoa bersam-sama di satu waktu dan tempat dan dipimpin pemuka agama yang berlainan, sebagaimana yang terjadi akhir-akhir ini.

Kalau kita analisa secara jeli, acara semacam itu tidak lepas dari pengaruh paham singkretisme, yaitu paham yang menganggap semua agama itu benar dan hakikatnya adalah satu, semua bermuara kepada tuhan yang satu pula, karena pada dasarnya semua agama mengajak kebaikan dan melarang kejelekan, (baca kitab Musykilat dalam tubuh NU, tentang singkretisme yang ditulis oleh Ustadz. Luthfi Bashari, lulusan Timur Tengah Th. 1983-1991, bab terakhir, dengan judul “Perkuat Keimanan Islam”.Faham singkretisme, atau dalam bahasa arabnya wahdatul adyan (usaha penyatuan agama-agama dunia) dalam tulisan tersebut diterangkan, bahwa faham ini sangat bertentangan dengan tatanan Islam, sebab kesempurnaaan Islam tidak membutuhkan pelengkap dari paham-paham di luar Islam. Allah berfirman yang artinya ‘Hari ini telah kusempurnakan agamamu’.

Secara garis besar, menganut paham singkretisme tidak mengimani ayat ini, sebab mereka membutuhkan pelengkap untuk pemahaman mereka dari agama di luar Islam. Jadi jelaslah, bahwa paham semacam ini dilarang oleh syariat Islam.Tatkala Nabi Muhammad SAW diajak oleh orang-orang kafir untuk berdoa bersama, dalam artian diajak beribadah menyembah berhala-berhala bersama mereka, begitu pula sebaliknya mereka akan menyembah Allah bersama-sama Nabi SAW di lain waktu.

Belum lagi Nabi SAW menjawab ajakan mereka, Allah mengirim malaikat Jibril kepada Nabi SAW dengan surat Alkafirun yang artinya: Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang kafir (1) aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2) dan kamu bukan penyembah tuhan yang aku semabh (3) dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu semabh (4) dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah tuhan yang aku sembah (5) bagimu agamamu dan bagaiku agamaku (6).Misalnya, orang Islam berdoa dan yang mengamini non Islam, ini tidak masalah.

Orang Kristen berdoa dan yang mengamini orang Kristen, juga tidak masalah. Tetapi jika orang Islam ikut mengamini doa orang Kristen, ini adalah masalah besar dalam aqidah, karena sudah jelas ikut menyekutukan Allah. Arti Amin itu sendiri dijelaskan dalam kitab tafsir Ibnu Katsir juz satu cetakan Libanon kelima, th 1996, halaman 30 (menurut mayoritas ulama) berarti : Terimalah permohonan kami.Sudah pasti orang Kristen memohon kepada tuhannya (tuhan bapak, ibu, dan anak) , sedangkan si muslim mengamininya, ini sudah jelas menyekutukan Allahm. Kalau sudah demikian bagaimana hukumnya? Penulis tidak ingin menggurui siapapun dalam hal ini, karena si pembaca tentunya lebih mengetahui dan memahami permasalahannya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
BARANG KALI INI AKAN LEBIH BAIK
Imam Mubarak - Bondowoso
(Pelajar Sekolah Menengah Umum)
Bismillahir rahmanir rahimHari Qiamat tampaknya benar-benar sudah dekat, kalau kita melihat dan memperhatikan kejadian akhir-akhir ini. Kalaulah tidak dikatakan Qiamat Kubra (besar/sesungguhnya), minimal bisa dikatakan sebagai Qiamat Sughra (kecil/menjelang Qiamat Kubra), setidaknya untuk bangsa Indonesia.

Bencana alam banyak melanda di mana-mana, apa itu banjir, gagal panen, harga sembako melambung tinggi, dan lain sebagainya.Kalau kita mencermati pemberitaan media massa yang selalu memuat kejadian demi kejadian, rasanya semakin membingungkan dan meresahkan hati kita. Jika kita perhatikan secara seksama, kita sadar bahwa kejadian akhir-akhir ini yang semakin hari semakin runyam, tiada lain disebabkan oleh ulah kita sendiri. Jadi, Allah pun menurunkan adzab-Nya dengan macam-macam bencana.

Cobalah tengok, bagaimana umat Islam dewasa ini, banyak sekali yang tidak menjalankan perintah agamanya. Lihat saja saat tiba hari Jumat, yang semestinya setiap lelaki muslim wajib menunaikan shalat Jumat, ternyata di pasar masih banyak yang tetap menunggui dagangannya, biarpun mereka mendengar suara adzan, toh..., tetap saja tidak beranjak dari tempatnya.Kadang kala kita berprasangka..., barangkali saja mereka itu penderita THT (Telinga Hidung Tenggorokan) yang kronis, tetapi ternyata juga tidak demikian.

Buktinya pada saat ada pembeli..., mereka mendengar penawaran dengan jeli, jadi tidak etis dikatakan sakit telinga.Umat Islam dewasa ini memang sudah semakin rapuh dengan keyakinan terhadap agamanya. Bukan saja kelompok awam, bahkan kalau boleh dikatakan, sebagian kelompok elite Islam pun mulai banyak yang goyah dalam memegang ajaran agama Islam yang sesungguhnya.

Perlu bukti...? Perhatikan berita akhir-akhir ini, banyak tokoh Islam yang hadir dalam acara “doa bersama muslim non muslim” yang kini lagi marak digelar, padahal yang hadir itu dari segala agama. Yang memimpin doa juga bergantian antar tokoh-tokoh agama (tokoh Isalam dan tokoh kafir), yang jelas kegiatan ini bertentangan dengan ajaran agama Islam.Waktu kita bertanya tentang acara itu kepada para ustadz yang mengajar Ilmu Tauhid, mereka menjawab: Acara itu sih... termasuk bid’ah dlalalah (kegiatan baru yang menyesatkan).

Mereka beragumen: Bahwa, semestinya doa bersama itu adalah acara yang sakral, artinya tergolong kegiatan beribadah. Karena itu, permohonan harus murni ditujukan kepada Allah SWT, bukan kepada yang lain, apalagi kepada tyuhannya orang kafirKalau kita pikir secara mendalam, jika ada umat Islam yang hadir acara doa bersama dengan orang-orang kafir, berarti dia tidak percaya bahwa doanya orang Islam itu adalah yang paling didengarkan oleh Allah, sedang orang kafir, justru menambah kemurkaan Allah semata, sebab dalam doa mereka terkandung makna syirik.Kalau boleh usul, sebaiknya tokoh-tokoh Islam mengajak umatnya, untuk berkumpul mengadakan doa bersama secara murni, tidak bercampur dengan orang-orang kafir, dan sebelumnya diajak membaca Istighfar sebanyak-banyaknya.

 Serta diwajibkan mengembalikan barang milik orang lain apabila terpakai, baik sengaja maupun tidak.

Perintah ini pun harus dipublikasikan terlebih dahulu, minimal tiga bulan sebelum acara dilaksanakan. Publikasi dapat melalui media cetak maupun elektronik. Jadi acara doa bersama khusus umat Islam ini, benar-benar menyeluruh dan khusyu’.Mengingat Presiden Indonesia itu dari dulu selalu beragama Islam, tentunya akan senang apabila diajak doa bersama secara Islami. Kita minta kepada beliau untuk menginstruksikan seluruh jajaran yang merasa beragama Islam, agar mengikuti acara doa bersama ini, dengan memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh para ulama’.

Sebagai umat Islam, kita harus yakin, jika kita bersungguh-sungguh saat memohon, pasti Allah akan mengabulkan doa kita, apalagi jika acara semacam ini sering dilaksanakan bersama seluruh rakyat Indonesia yang beragama Islam. Barangkali ini akan lebih baik...Harapan kita semoga keinginan ini bisa dilaksanakan, hingga akhirnya Allah benar-benar mengembalikan Indonesia kepada keadaan semula, bahkan menjadi lebih baik.Amin Ya Rabbal ‘Alamin.Elite Islam, Jangan Membingungkan Umat !Ahmad Mirzaq Miftahul HudaPelajar kelas II SMU, asal SurabayaIslam, sebagaimana yang dikatakan oleh Gib seorang orientalis Inggris, adalah suatu demokrasi rohani yang mutlak.

Di samping sebagai sarana komunikasi atau kontak yang terjalin antara manusia dengan Sang Pencipta, antara manusia dengan sesamanya, yang keduanya kita kenal dengan sebutan yang artinya (hubungan vertikal manusia dengan Allah, dan hubungan horizontal antar sesama manusia), juga antara manusia dengan alam sekitarnya. Hal ini membuka peluang sebesar-besarnya bagi penganut Islam untuk berpikir dan berijtihad, guna memilih jalan yang paling layak dan baik baginya Kecanggihan teknologi dan pemikiran manusia semakin lama semakin maju.

Berbagai sarana ynag membantu manusia untuk bisa hidup nyaman dan enjoi, telah dirakit sedemikian rupa. Barangkali seabad yang lalu, orang masih sulit membayangkan bagaimana cara mengetahui berita di belahan dunia dalam sekejap, dengan berleha-leha di dalam kamar. Kecanggihan pemikiran manusia ini tentunya akan membawa dampak baik positif, seperti di atas, juga berdampak negatif tentunya. Sebagai contoh, karena orang sangat percaya terhadap kemampuannya sehingga dalam urusan agamapun seakan-akan harus bisa beradaptasi dengan pemikiran mereka.Islam sebagai qanun (undang-undang) yang mutlak harus diterapkan oleh penganutnya, telah memberi batasan-batasan yang tidak menerima tawar menawar di dalam penerapan hukumnya. Islam adalah agama yang telah final dalam kesempurnaannya, sejak turun ayat yang berarti Hari ini telah Aku sempurnakan bagimu (Muhammad) agamamu).

Islam bertindak tegas dalam menentukan sangsi terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan penganutnya, atau bid’ah-bid’ah dlalalah (sesat) yang dihidupkan, yang dapat menyesatkan dan menggoncangkan keimanan kaum muslimin, yaitu dengan ancaman neraka bagi pelakunya, sebab bid’ah dlalalah adalah sesuatu yang tidak pernah dilakukan di zaman Rasulullah SAW, dan bertentangan dengan ajaran Islam.Satu misal yang sedang marak di kalangan para penganut agama di Indonesia pada khususnya. Dengan dalih kemanusiaan, kerukunan, toleransi dan yang semisalnya, diadakanlah acara “doa bersama muslim dan non muslim” di satu tempat dan waktu yang sama.

Apa upaya kita sebagai orang muslim, apakah diam..., ikut serta..., ataukah amar ma’ruf nahi munkar ? Yang terakhir inilah yang harus dapat kita realisasikan, karena Rasulullah SAW selalu menjalankan amar ma’ruf nahi munkar.Suatu saat, Beliau SAW diajak orang-orang kafir untuk menyembah berhala bersama mereka, dengan tawaran dilain waktu mereka akan menyembah Allah bersama umat Islam. Rasulullah SAW menolak ajakan itu bahkan Allah menurunkan surat al-Kafirun yang pada intinya (Bagimu agamamu dan bagiku agamaku). Semestinya demikianlah yang harus kita lakukan sebagai aplikasi dari ketaatan kita kepada Beliau SAW.

Dari sisi lain, doa merupakan inti ibadah, sedangkan ibadah adalah suatu komunikasi langsung antara hamba dan Tuhan secara khusus, bagaimana mungkin hubungan seorang hamba dengan Allah dicampuradukkan dengan kebatilan, yaitu dengan memohon kepada selain-Nya, bukankah itu termasuk syirik?... wal iyadu billahi.Kalau memang dikategorikan demikian, ini bukan masalah remeh, sebab termasuk dosa yang tidak diampuni oleh Allah SWT, sebagaimana dalam firman-Nya yang artinya (Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari (syirik) itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya).

Di samping orang kafir adalah orang-orang yang merugi dan tersesat di mata Allah, juga Allah telah menyetempel bahwa doa mereka tidak bakal diterima oleh Allah dengan firman-Nya yang artinya : (Dan doa (ibadah) orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka).Apakah pencampuradukan doa kita dengan kesia-siaan doa mereka sebagai tujuan kita... tentunya tidak kan ? Sebagai seorang hamba yang baik sudah barang tentu hanya petunjuk-Nyalah satu-satunya kita harapkan.Pemrakarsa dan pelaku ‘doa bersama muslim dan non muslim’ terkesan sebagai sikap arogansi terhadap Allah, mereka melakukannya tanpa ada rasa takut bertentangan dengan hukum-hukum Allah dan Rasul-Nya.

Tentunya sikap arogansi sebagian umat Islam ini, tidak terbatas pada pengadaan acara ‘doa bersama’ bahkan masih banya lagi yang semacamnya, katakanlah penafsiran-penafsiran terhadap ayat-ayat al-Quran yang disesuaikan dengan kebutuhan pribadi maupun golongan, atau karena tendensi duniawi semata, seakan-akan kita tidak merasa yang demikian itu bertentangan dengan ajaran Islam.

Contoh paling ringan, di dalam al-Quran kita diperintahkan untuk selalu menjalin ukhuwah dengan sesama muslim, tentunyan juga perintah saling menghormati, dan tidak saling menggugat kalau hanya berbeda pendapat sebatas masalah furu’iyah, politik, atau strategi berdakwah. Kecuali jika sudah berbeda dalam masalah usuluddin, atau ketauhidan dan kemurnian aqidah.

Perintah ukhuwah ini tentunya berlaku bagi semua umat Islam, baik yang satu wadah dalam organisasi dengan kita, maupun lain organisasi. Namun kenyataan yang ada, kita belum bisa menjalin ukhuwah Islamiyah yang baik dengan sesama muslim yang bernaung di lain organisasi, apalagi bekerja sama demi kepentingan Islam.Sangat riskan kiranya, kalau diungkapkan satu hal lagi, namun adalah baik untuk diutarakan sebagai bahan analisa dan renungan umat Islam.

Akhir-akhir ini kerjasama sebagian umat Islam dengan orang-orang kafir non muslim sangatlah erat terjalin, bahkan di antara tokoh-tokoh Islam, ada juga yang ikut berperan aktif dalam membela kepentingan agama lain, sebut saja kepentingan Kristen atau Khong Hu Chu. yang mana keberadaan mereka di negara kita adalah minoritas.

 Walapun tokoh-tokoh Islam tersebut memperjuangkan kepentingan kelompok minoritas ini berdalih kepentingan kemanusiaan dan dalam urusan kenegaraan, namun pantaskah seorang muslim memperjuangkan kepentingan musuh-musuh Allah dikarenakan kekafiran mereka kepada-Nya?Yang selalu menjadi pertanyaan kita sebagai sorang awam selama ini, apakah para “pejuang” muslim yang selalu membela kepentingan orang-orang kafir, tidak memikirkan efek negatif yang dalam terhadap ketauhidan umat Islam secara makro, lebih-lebih pribadi sendiri?
Sebagai penganut Islam yang baik, tentunya tidak ingin hidup kita menjadi sia-sia, baik di sunia maupun di akherat kelak. Kita meyakini bahwa sesudah kematian, bakal mendapati hidup yang lebih kekal, lantas mengapa kita tidak lebih konsentrasi mempersiapkan kelayakan hidup ‘di sana’ dari pada membuang waktu untuk kepentingan musuh-musuh Allah, (Apakah kalian tidak berpikir)...?
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
FORUM GENERASI PENERUS AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH
(For Gen Sunnah) Untuk Kajian Ilmiah Problematika Umat.
Bismillahir rahmanir rahim.
For Gen Sunnnah diadakan untuk mengkaji ulang dan meyikapi fenomena yang terjadi di tengah masyarakat dan dianggap bertentangan dengan ajaran agama, untuk dikembalikan kepada hukum Islam yang murni berlandaskan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan dicetuskan dalam bentuk karya ilmiah berupa kumpulan naskah dari para pengamat dan pakar hukum yang terdiri dari : Makalah - Wawancara - TranskripTeks pidato - dan lain-lain.

Diharapkan dengan adanya kumpulan naskah ini bisa dijadikan bahan renungan dan kajian bagi umat Islam, khususnya bagi lembaga-lembaga yang dibentuk sebagai wujud kepedulian terhadap perjuangan Islam, agar bersikap jelas dan tegas dalam menghadapi problematika yang berkembang di tengah masyarakat, sesuai hukum Islam yang berlaku dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.

Dengan demikian diharapkan otentisitas ajaran Islam semakin kuat di kalangan umat, dan mampu mengembalikan kepada era kejayaan Islam abad pertama yang sangat disegani baik kawan maupun lawan.Umat Islam harus percaya diri dan yakin, bahwa agama Islam selalu menang dan tidak akan pernah kalah hal ini akan terwujud apabila umat Islam benar-benar berpegang teguh kepada ajaran Islam yang sesungguhnya.

Segala usaha dan upaya yang bertujuan untuk memperjuangkan kemurnian aqidah Islamiyah, Allah pasti akan membuka jalan menuju keberhasilan dan kemenangan.
 
 
Kembali Ke atas | Kembali Ke Index Karya Ilmiah
 
 
 
  Situs © 2009-2025 Oleh Pejuang Islam