LUMPUR LAPINDO RP 18 TRILYUN ?
Luthfi Bashori
Kemarin siang, di saat saya sedang duduk santai di suatu tempat, tiba-tiba saja ada orang yang tidak saya kenal sebelumnya, datang menghampiri saya dan menanyakan tentang krus mata uang negara Arab Oman.
Maka saya katakan kepadanya, bahwa saya kurang begitu paham, berbeda jika ia bertanya tentang mata uang Real Saudi Arabiah, tentu saya sedikit bisa memberikan penjelasan karena saya pernah bermukim 8 tahun di sana.
Saya bertanya balik, apa bapak punya kenalan orang Oman hingga menanyakan mata uang itu kepada saya? Ia menjawab bahwa, tadi ada orang membawa segepok mata uang Oman ditawarkan kepadanya, jadi dia ingin tahu berapa nilai krus rupiahnya dari saya, karena ada temannya yang memberi info kalau saya pernah hidup di negara Arab.
Saya penasaran bertanya lagi: Memangnya bapak ini kerja apa, kok berhubungan dengan mata uang luar negeri ? Orang itu menjawab, bahwa konon ia bekerja di proyeknya Mbak Tutut selama 25 tahun, sekarang ia merintis usaha sendiri, ada rumah penginapan, ada kolam renang, ada juga restoran, kadang-kadang juga dapat mata uang asing untuk dirupiahkan.
Akhirnya perbincangan yang tidak sengaja itu semakin hangat dan seru, bahkan ada info-info dari orang ini yang cukup mengejutkan hati saya, antara lain hal-hal yang berkaitan dengan Lumpur Lapindo.
Orang ini mengatakan sesuai pengetahuannya, bahwa Lumpur Lapindo itu sebenarnya sudah dijual ke pihak Itali dan Jepang senilai Rp18 Trilyun. Sedangkan yang Rp 4 Trilyun itu sudah dikucurkan untuk pembayaran ganti rugi warga korban Lumpur Lapindo.
Orang itu pun melanjutkan infonya, bahwa menurut para pengamat, ada kemungkinan berhentinya semburan sumur Lapindo itu setelah 30 tahun mendatang, ini sesuai pengalaman serupa yang terjadi di luar negeri.
Nah, di saat berhenti itulah lahan Lumpur Lapindo akan dikelola oleh pihak Itali dan Jepang. Sedangkan warga se tempat jauh-jauh hari sudah pindah ke pemukiman baru dengan penuh keterpaksaan.
Jikalau nantinya masih ada pihak yang kurang dapat menerima, paling-paling hanya menggelar demo untuk beberapa saat, dan itupun tidak akan dapat merobah keadaan apalagi menyelesaikan masalah...!
Mendengar penuturannya itu, saya menjadi tercengang dan timbul berbagai pertanyaan yang terus berkecamuk dalam pikiran antara percaya dan tidak, maksud saya terhadap obrolan orang yang baru saya kenal ini.
Jika infonya benar, maka betapa murahnya harga diri bangsa Indonesia ini. Karena sudah banyak tanah produktif maupun tanah kepulauan milik negara ini yang `dijual` ke pihak asing.
Teringat pada saat saya harus transit selama dua hari di negara Singapura beberapa tahun yang lalu, tatkala saya usai melaksanakan ibadah Umrah dan keliling ke beberapa negara Islam.
Begitu turun dari pesawat Singapure Air, saya dijemput gaet dari warga Singapura bernama Abdullah Segaf. Kemudian saya diajak keliling ke beberapa tempat di Singapura yang menjadi tujuan wisata bagi warga asing.
Usai keliling melihat-lihat situasi negara Singapura yang terkenal kebersihannya itu, Abdullah Segaf mengatakan kepada saya : Sebenarnya anda ini masih berada di Indonesia..!
Spontan saya respon : Lho kok bisa..?
Abdullah Segaf menjawab : Ya.. ini sungguh terjadi, karena tanah yang tadi anda lewati sepanjang perjalanan itu konon aslinya tidak ada, kemudian pemerintah Singapura membeli tanah `uruk` kepada pengusaha Indonesia, untuk pembuatan tambahan perluasan wilayah darat di negara Singapura, maka jadilah Singapura `baru` yang anda lewati tadi itu.
Tanpa terasa mulut saya pun berguman :
Subhaanallah.